• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian daerah pada era otonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian daerah pada era otonomi"

Copied!
554
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH PADA ERA OTONOMI

DISERTASI

YURIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

DAMPAK INVESTASI DAN PENGELUARAN

PEMERINTAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH PADA ERA OTONOMI

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

YURIANTO

(4)
(5)

YURIANTO, The Impact of Investment and Government Expenditure on Regional Economic Performance in the Autonomy Era. (BONAR M. SINAGA as Chairman, NOER AZAM ACHSANI and SUGIHARSO SAFUAN as Members of the Advisory Committee).

The main goal of regional autonomy and fiscal decentralization policy is the acceleration the people’s welfare. To realize it needs sustainable and stable economic growth and inclusively equal economic development. In general this research goals are (1) to analyze the regional economic performance based on spatial which includes investment, government spending, fiscal capacity, the Gross Regional Domestic Product (GRDP), employment creation, Human Development Index (HDI), and the number of poor,(2) to forecast baseline for economic performance which includes investment, government spending, fiscal capacity, the Gross Regional Domestic Product (GRDP), employment creation, Human Development Index (HDI), and the number of poor from 2011 to 2013, and (3) to analyze the impact of various scenarios in terms of increasing investment and government spending on regional economic performance from the year 2011 to the year 2013. The model used is the econometric model with a system of simultaneous equations. The data used is data pool (cross section and time series of the province from 2003 to 2008). The model is estimated using 2 SLS method and SYSLIN procedure, simulation and forecasting using the SIMNLIN procedure. The model consists of six blocks, each block consisting of equations that are structural and identities equations. The number of equations are 35 consisting of 22 structural equations and 13 identity equations. The conclusions of this study are (1) the highest performance of government spending and investment is Jawa-Bali region. (2) majority labor is absorbed by the agricultural sector, (3) investment is influenced by GDRP, government tax revenue and interest rate (4) Human Development Index (HDI) is influenced by the consumption per capita and mean years of schooling, and (5) an increase in regional government expenditure (agriculture, construction, industry, education, and healthy sectors) affects the region’s economic performances and HDI. This study suggests that in order to improve the performance of the regional economy and to improve the welfare of the community, the regional governments need to develop comprehensive investment policies and to allocate selectively regional government expenditure.

(6)
(7)

YURIANTO. Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah pada Era Otonomi (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, NOER AZAM ACHSANI dan SUGIHARSO SAFUAN sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal adalah percepatan kesejahteraan rakyat (RPJMN 2010-2014) . Untuk mewujudkan hal ini diperlukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas dan pemerataan pembangunan ekonomi yang inklusif. Untuk itulah diperlukan kebijakan investasi dan pengeluaran pemerintah yang komprehensif dan dapat dilaksanakan di lapangan.

Tujuan penelitian untuk: (1) menganalisis kinerja perekonomian berbasis spasial yang meliputi investasi, pengeluaran pemerintah, kapasitas fiskal, PDRB, penciptaan lapangan kerja, IPM, dan jumlah penduduk miskin, (2) meramalkan nilai dasar kinerja perekonomian yang meliputi investasi, pengeluaran pemerintah, kapasitas fiskal, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja,Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan jumlah penduduk miskin dari tahun 2011 sampai tahun 2013, dan (3) menganalisis dampak peningkatan investasi dan pengeluaran pemerintah dengan berbagai skenario terhadap kinerja perekonomian daerah dari tahun 2011 sampai tahun 2013.

Model yang digunakan adalah model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan. Data yang digunakan adalah data panel (cross section dan time series tingkat provinsi 2003-2008). Model ini diestimasi dengan menggunakan metode 2 SLS dan prosedur SYSLIN, simulasi dan peramalan dengan prosedur SIMNLIN. Model ini terdiri dari enam blok, setiap blok terdiri dari persamaan, yaitu persamaan struktural dan persamaan identitas. Jumlah persamaan adalah 35 terdiri dari 22 persamaan struktural dan 13 persamaan identitas.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan basis spasial dan kinerja perekonomiannya dapat dikelompokkan menjadi tiga wilayah. Tiga wilayah tersebut adalah Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Nusa Tenggara (KSPN). Sementara jumlah pendapatan asli daerah per tahun per wilayah sangat bervariasi dari 457.41 milyar rupiah di wilayah KSPN sampai dengan 2.98 triliun rupiah di wilayah Jawa-Bali.

Kapasitas fiskal yang merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan dana perimbangan jumlah antar wilayahnya bervariasi. Kapasitas fiskal tertinggi dimiliki oleh provinsi-provinsi yang berada di wilayah Jawa Bali, yaitu sebesar 4.28 triliun per tahun. Sementara yang terendah adalah di wilayah KSPN hanya sebesar 1.5 triliun rupiah.

(8)

terendah adalah di provinsi pada wilayah KSPN , yaitu sebesar 653.44 ribu orang. Investasi dan pengeluaran pemerintah daerah merupakan faktor yang strategis dan dalam mempengaruhi perekonomian daerah pada era otonomi daerah termasuk dalam mempengaruhi indikator kesejahteraan masyarakat. Secara umum, peningkatan investasi sebesar 10 persen memberikan dampak paling besar terhadap kinerja perekonomian daerah dibanding peningkatan belanja sektoral. Indikator kinerja perekonomian daerah dalam hal ini adalah meningkatnya nilai PDRB, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya penerimaan daerah.

Berdasarkan peramalan, dampak yang paling besar terhadap perekonomian daerah dan indikator kesejahteraan masyarakat adalah jika jumlah investasi dinaikkan 10 persen di daerah tersebut meningkat dan dibarengi dengan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, indsutri, dan konstruksi yang besarnya diseleksi dengan cermat dan dilakukan secara simultan.

Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah bahwa untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah dan antar provinsi di Indonesia pada era otonomi dan desentralisasi fiskal ini diiperlukan kebijakan desentralisasi fiskal yang spesifik dan mendasarkan kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing. Selanjutnya untuk meningkatkan belanja pemerintah daerah guna peningkatan kesejahteraan masyarakatnya diperlukan peningkatan kapasitas fiskal daerah. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan peningkatan investasi karena peningkatan investasi dibutuhkan untuk peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan jumlah penduduk miskin. Sejalan dengan hal ini maka pemerintah daerah disarankan untuk menyusun kebijakan investasi yang komprehensif.

Investasi memberikan dampak yang lebih besar terhadap kinerja perekonomian daerah. Belanja sektor pertanian, sektor industri, sektor kontruksi, sektor pendidikan, dan sektor keseharan mempengaruhi kinerja perekonomian daerah. Sedangkan struktur penerimaan daerah masih didominasi oleh DAU yang merupakan dana transfer. Selanjutnya, untuk kelanggengan kapasitas fiskal daerah diperlukan peningkatan penerimaan dari PAD.

(9)

©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH PADA ERA OTONOMI

YURIANTO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

1. Dr.Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS Staf Pengajar Departemen Agribsinis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr.Ir. Suharno, M.Sc

Staf Pengajar Departemen Agribsinis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka:

1. Prof. Dr.Ir. Mangara Tambunan, M.Sc

Guru Besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc. Ph.D Direktur Pengembangan Wilayah

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(13)

terhadap Kinerja Perekonomian Daerah pada Era Otonomi

Nama Mahasiswa : Yurianto Nomor Pokok : H.361064154

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui: 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS Ir. Sugiharso Safuan, ME, Ph.D Anggota Anggota

Mengetahui:

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc

(14)
(15)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Judul disertasi adalah “Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah pada Era Otonomi.

Kebijakan fiskal dan otonomi daerah merupakan salah satu topik yang sangat menarik karena di samping kebijakan ini di Indonesia masih relative baru, kebijakan ini juga sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan dasar inilah maka penulis memilih topik desentralisasi fiskal dan otonomi daerah dengan segala aspeknya untuk dijadikan topik disertasi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah yang ditandai dengan PDRB, kapasitas fiskal, dan indikator kesejahteraan masyarakat seperti IPM, Angka Melek Huruf, dan jumlah penduduk miskin.

Dengan selesainya penyusunan disertasi ini, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada:

(16)

studi ini.

2. Dr. Ir. Sugiharso Safuan M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan motivasi dan selalu menanyakan progress studi. Hal ini memberi motivasi tersendiri sehingga penulis berusaha untuk menyelesaikan studi dengan baik..

3. Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan kesibukannya masih menyempatkan untuk memberikan bimbingan terutama dalam perbaikan model. Masukan perbaikan dan aspek-aspek yang berkaitan dengan statistik dan ekonometrika yang disarankan memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc Ph.D. dan Prof. Mangara Tambunan, M. Sc, selaku penguji luar komisi yang telah meluangkan waktu dalam kesibukannya untuk menguji penulis pada ujian terbuka. Saran dan masukannya telah memperkaya disertasi ini.

5. Seluruh pengajar mata kuliah pada program Doktor di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yaitu Prof. Dr. Bunasor Sanim, M.Sc, Prof. Dr.

Hermanto Siregar, MEc, Dr.Parulian Hutagaol, Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc, Dr. Ir. Sri Hartoyo MS, Prof.Dr. Ir.Mangara Tambunan, MSc, Dr. Anny

(17)

Jakarta Ir. Sarwo Handayani, M.Si dan Wakil Kepala Bappeda Ir.Sri Mahendra, MT yang telah memberkan fasilitasi waktu dan dukungan serta pengertian kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan disertasi dan mengikuti ujian.

7. Kepada teman-teman di Bidang Program Pembiayaan Pembangunan, Bappeda DKI Jakarta : Setiaji, ST, MSi, Ekky Dharmawati, MSi, Atika SIP,MSi, H.Santo Budiman SE (almarhum), Gatot serta temen temen bidang Program Pembiayaan Pembangunan : Rama, Rika, Arri, Yudi, Dito, Akbar, Ucok, Ismi dan Yani yang telah dengan legowo memberikan dukungan, izin, pengertian, dan fasilitasi waktu kepada penulis untuk menyelesaikan studi doktor di IPB.

8. Kepada teman-teman di Kantor Perencanaan Pembangunan Kota Jakarta Timur yang telah membantu penulis dalam menyiapkan paper, pengumpulan bahan, dan persiapan ujian kualifikasi I dan II serta kolokium, penulis sampaikan ucapan terima kasih.

(18)

menjadi teman diskusi yang baik.

10. Kepada teman-teman penulis yang telah membantu dalam komputasi data: Akhmad Tantowi, Usman dan Indra saya sampaikan penghargaan. Tidak lupa penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Ir. Dedi Mulyadi, Riki, dan Farid yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan disertasi ini.

11. Keluarga Besar Wiryohartono di Sampang, Cilacap yang telah memberikan dorongan, dukungan, dan doanya dengan ikhlas sehingga penulis merasa nyaman dan tetap semangat untuk dapat menyeleisalkan studi nya di IPB. 12. Secara khusus, penulis sampaikan terima kasih dan apresiasi yang

setulus-tulusnya kepada kedua orang tua penulis :Bapak Wiryohartono dan Ibu Tuminah, istri penulis : Ir. Gandes Retno Palupi , serta anak tersayang : Faiq Wasi Pideksa yang telah mendukung dengan ikhlas dan doa sejak penulis mengikuti perkuliahan sampai dengan selesaianya penulisan disertasi.

Segala kekurangan yang terdapat pada disertasi ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Sejalan dengan hal tersebut di atas masukan dari berbagai pihak sudah tentu sangat diharapkan agar disertasi ini semakin mendekati kesempurnaan.

(19)

Penulis dilahirkan tanggal 23 Maret 1963, di Cilacap, Jawa Tengah , dari pasangan Wiryohartono dan Tuminah. Penulis anak keempat dari delapan bersaudara. Saat ini penulis sudah berkeluarga dengan istri Ir. Gandes Retno Palupi, dan telah dikaruniai satu orang putra bernama Faiq Wasi Pideksa.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Cilacap, Jawa Tengah. Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) Banyumas, Jawa Tengah pada tahun 1981. Selanjutnya penulis melanjutkan pada jenjang Strata-1 di Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Penulis menyelesaikan program Strata-1 ini pada tahun 1986. .

Setelah menamatkan studi pada jenjang S-1, penulis menjadi pegawai pada Departemen Perdagangan Republik Indonesia ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Perdagangan Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 1989, selama dua tahun dalam kerangka kerja sama Sister City antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Tokyo Metropolitan Government, penulis mengikuti pelatihan di Tokyo. Pada tahun 1995 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti kursus Program Perencanaan Nasional (PPN) yang diselenggarakan oleh LPEM, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pada tahun 2007 penulis mengikuti pelatihan Kepemimpinan Perencanaan di Jakarta dan Paris.

(20)

yang sama, dengan beasiswa dari Northeastern University penulis melanjutkan studi lagi pada Program Strata-3 pada Departemen Law Policy dan Society pada universitas yang sama dan Ph.D Cand. diperoleh pada tahun 2003. Selanjuntya, pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, program Strata-3, jurusan Ekonomi Pertanian.

(21)

xix

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR GAMBAR ... xxvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

1.6. Keterbatasan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1. Kebijakan Otonomi Daerah ... 15

2.2. Desentralisasi Fiskal ... 17

2.2.1. Pendapatan Asli Daerah ... 21

2.2.2. Dana Perimbangan ... 22

2.3. Peran dan Struktur Pengeluaran Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan ... 25

2.4. Investasi dalam Pembangunan Daerah ... 29

2.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah ... 33

2.5.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 33

2.5.2. Pertumbuhan Wilayah ... 37

2.6. Investasi, Pengeluaran Pemerintah Daerah, dan Kemiskinan ... 39

2.7. Tenaga Kerja dalam Perekonomian ... 43

2.8. Pembangunan Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia ... 47

2.9. Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian Terdahulu ... 50

(22)
(23)

xxi

Tahun2003-2008 ... 136 5.4.1. Karakteristik Produk Domestik Regional Bruto Periode Tahun 2003- 2008 ... 138

5.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Periode

Tahun 2003-2008. ... 138 7.3. Ramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Investasi dan

Pengeluaran Pemerintah Daerah Nario Kebijakan ... . 189 7.3.1. Kebijakan Peningkatan Investasi Sebesar 10 Persen

(24)

xxii

Sebesar 25 Persen terhadap Perekonomian Daerah ... 192 7.3.3. Kebijakan Peningkatan Belanja Sektor Industri

Sebesar 25 Persen terhadap Perekonomian Daerah ... 193 7.3.4. Kebijakan Peningkatan Belanja Sektor Kontruksi

Sebesar 25 Persen terhadap Perekonomian Daerah ... 195 7.3.5. Kebijakan Peningkatan Investasi Sebesar 10 Persen

dan Belanja Sektor Pertanian, Industri dan Konstruksi Masing-masing 25 Persen terhadap Perekonomian

Daerah ... 197 7.3.6. Kebijakan Peningkatan Belanja Sektor Pendidikan sebesar

5 Persen dan Sektor Kesehatan Sebesar 10 Persen

terhadap Perekonomian Daerah ... 199 7.4. Ringkasan Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah

(25)

xxiii

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 101 2. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Sub Blok

Pendapatan Asli Daerah ... 108 3. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Sub Blok

Dana Perimbangan ... 108 4. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Blok Pengeluaran

Daerah ... 109 5. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Sub Blok Jumlah

Tenaga Kerja ... 109 6. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Sub Blok Upah

Tenaga Kerja ... 110 7. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Blok PDRB ... 110 8. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Blok Investasi

dan Konsumsi ... 111 9. Tanda dan Besaran yang Diharapkan pada Blok IPM dan

Kemiskinan ... 111 10. Jumlah Kabupaten dan Kota Per Provinsi di Indonesia

Tahun 2008 ... 126 11. Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) Per Provinsi Per

Tahun Menurut Wilayah dan Komponen-komponennya

Tahun 2003-2008 (Harga Konstan Tahun 2000). ... 131 12. Rata-rata Dana Perimbangan Daerah Per Provinsi Per Tahun

Menurut Wilayah dan Sumbernya Tahun 2003-2008

(Harga Konstan Tahun 2000) ... 132 13. Rata-rata Lain-lain Pendapatan dan Kapasitas Fiskal

Per Provinsi Per Tahun Menurut Wilayah Tahun 2003-2008

(Harga Konstan Tahun 2000) ... 133 14. Rata-rata Belanja Pembangunan Per Provinsi Per Tahun

Menurut Wilayah dan Sektor Tahun 2003-2008

(Harga Konstan Tahun 2000)...

(26)

xxiv

Tahun 2003-2008 (Harga Konstan Tahun 2000)...

136 16. Rata-rata UMR, IHK, Inflasi, Jumlah Penduduk, dan

Jumlah Kendaraan Per Provinsi Per Tahun Menurut

Wilayah Tahun 2003-2008 ... 137 17. Rata-rata PDRB Per Provinsi Per Tahun Menurut Wilayah

dan Sektor Tahun 2003-2008

(Harga Konstan Tahun 2000) ... 138 18. Rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja Per Provinsi Per Tahun

Menurut Wilayah dan Sektor Ekonomi Tahun 2003-2008

(Ribu orang) ... 139 19. Rata-rata Upah Per Bulan Per Provinsi menurut Wilayah

dan Sektor Tahun 2003-2008 (Ribu Rupiah) ... 139 20. Rata-rata Indeks Pembangunan Manusia, Rasio Gini, Angka

Harapan Hidup, dan Angka Melek Huruf Per Provinsi Per

Tahun Menurut Wilayah Tahun 2003-2008 ... 140 21. Rata-rata Jumlah Orang Miskin dan Tingkat Kemiskinan

Per provinsi Per Tahun Menurut Wilayah dan Daerah

Periode Tahun 2003-2008 ... 141 22. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Pajak

Daerah (TAX) Tahun 2003-2008 ... 145 23. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Retribusi

Daerah (RET) Tahun 2003-2008 ... 147 24. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Bagi Hasil Pajak

(BHP) Tahun 2003 – 2008 ... 149 25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Dana Alokasi Umum

(DAU) Tahun 2003-2008 ... 150 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor

Pertanian (BLJPERT) Tahun 2003-2008 ... 152 27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Belanja Sektor Industri

(BLJIND) Tahun 2003-2008 ... 153 28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Belanja Sektor

Kontruksi (BLJKON) Tahun 2003-2008 ... 155 29. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Tenaga Kerja

(27)

xxv

Sektor Industri (TKIND) Tahun 2003-2008 ... 159 31. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Tenaga Kerja

Sektor Kontruksi (TKKON)Tahun 2003-2008 ... 161 32. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Upah Tenaga Kerja

Sektor Pertanian (UPHPERT) Tahun 2003-2008 ..………… 162 33. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Upah Tenaga Kerja

Sektor Industri (UPHIND) Tahun 2003-2008 ... 163 34. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Upah Tenaga kerja

Sektor Kontruksi (UPHKON) Tahun 2003-2008 ... 165 35. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produk Domestik

Regional Bruto Sektor Pertanian (PDRBA) Tahun

2003-2008 ... 166 36. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produk Domestik

Regional Bruto Sektor Industri (PDRBI) Tahun 2003 -

2008... 168 37. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produk Domestik

Regional Bruto Sektor Kontruksi (PDRBK) Tahun

2003-2008 ... 170 38. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produk Domestik

Regional Bruto Sektor Lainnya (PDRBL) Tahun 2003 -42. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Penduduk

Miskin (JUMIS) Tahun 2003-2008 ... 177 43. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Rata-rata Lama

Sekolah Tahun 2003-2008 ...

178 44. Hasil Validasi Model Dampak Investasi dan Pengeluaran

Pemerintah Daerah terhadap

Perekonomian Daerah ...

(28)

xxvi

Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara Barat Tahun 2011- 2013 ...

189 48. Dampak Peningkatan Investasi Sebesar 10 Persen terhadap

Perekonomian Daerah

Tahun 2011- 2013 ...

191 49. Dampak Peningkatan Belanja Sektor Pertanian Sebesar 25

Persen terhadap Perekonomian Daerah Tahun 2011- 2013 ...

193 50. Dampak Peningkatan Belanja Sektor Industri Sebesar 25

Persen terhadap Perekonomian Daerah Tahun 2011- 2013 ... 195 51. Dampak Peningkatan Belanja Sektor Kontruksi Sebesar 25

Persen terhadap Perekonomian Daerah Tahun 2011- 2013 ... 196 52. Dampak Peningkatan Investasi Sebesar 10 Persen Belanja

Sektor Pertanian, Industri, dan Kontruksi Masing-masing 25

Persen terhadap Perekonomian Daerah Tahun 2011-2013 ... 198 53. Dampak Peningkatan Belanja Sektor Pendidikan Sebesar 5

Persen dan Belanja Sektor Kesehatan sebesar 10 Persen Terhadap Perekonomian Daerah Tahun 2011-2013 ...

200 54. Ringkasan Dampak Investasi dan Belanja Pemerintah

Terhadap Perekonomian Daerah

Tahun 2011-2013 ...

(29)

xxvii

Nomor Halaman 1. Model Sederhana Pasar Tenaga Kerja ... 46 2. Hubungan Tingkat Harga, Output, Aggregat Demand dan

Aggregat Supply ... 60 3. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah atau Investasi

terhadap Output ... 63 4. Hubungan antara Pengeluaran Pemerintah dengan Pendapatan

Nasional dalam Jangka Panjang ... 63 5. Perundang-undangan Berkaitan dengan Pengelolaan

Keuangan Daerah... 77 6. Model Multiplier, Pendapatan, dan Pengeluaran Keynesian ... 79

7. Fungsi Konsumsi untuk Rumahtangga ... 86 8. Fungsi Konsumsi Aggregate ... 87 9. Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dengan Upah Riil pada Saat

Kurva Permintaan Tenaga Kerja Bergeser ... 90 10. Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dengan Upah Riil pada Saat

Kurva Penawaran Tenaga Kerja Bergeser ... 91

11. Diagram Keterkaitan Antar Blok dalam Model Dampak Investasi dan pengeluaran Pemerintah terhadap

Kinerja Perekonomian Daerah ... 104

12. Diagram Keterkaitan Antar Variabel Dalam Model Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap

Perekonomian Daerah ... 105 13. Tahapan Membangun Model Dampak Investasi dan

Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian

(30)
(31)

xxix

Nomor Halaman

1. Program Estimasi Model Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah

Menggunakan Metode 2 SLS dan Prosedur SYSLIN

dengan Program SAS/ETS versi 9.1 ... 223 2. Hasil Estimasi Model Dampak Investasi dan Pengeluaran

Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Menggunakan Metode 2 SLS dan Prosedur SYSLIN

dengan Program SAS/ETS versi 9.1 ... 225 3. Program Validasi Model Dampak Investasi dan Pengeluaran

Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Menggunakan Metode 2 SLS dan Prosedur SIMNLIN

dengan Program SAS/ETS versi 9.1 ... 237 4. Hasil Validasi Model Dampak Investasi dan Pengeluaran

Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Menggunakan Metode Newton dan Prosedur SIMNLIN

dengan Program SAS/ETS versi 9.1 ... 241 5. Program Peramalan Nilai Dasar Variabel Endogen

Tahun 2011-2013 Model Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah

menggunakan Metode Newton dan Prosedur SIMNLIN dengan Program SAS/ETS versi 9.1

untuk Provinsi Jawa Barat (Contoh) ... 245 6. Hasil Peramalan Nilai Dasar Variabel Endogen

Tahun 2011-2013 dengan Model Dampak Investasi dan

Pengeluaran Pemerintah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah menggunakan Metode Newton dan Prosedur SIMNLIN

dengan Program SAS/ETS versi 9.1

untuk Provinsi Jawa Barat (Contoh) ... 249 7. Program Simulasi Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah

terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Tahun 2011-2013 dengan berbagai Skenario menggunakan Metode Newton dan Prosedur SIMNLIN dengan Program SAS/ETS versi 9.1

(32)

xxx

terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Tahun 2011-2013 dengan menggunakan Metode Newton dan

Prosedur SIMNLIN dengan Program SAS/ETS versi 9.1

untuk Wilayah Jawa-Bali (Contoh) ... 255 9. Hasil Peramalan Nilai Dasar Kinerja Perekonomian Daerah

Tahun 2011-2013 untuk Wilayah Sumatera ... 257 10. Hasil Peramalan Nilai Dasar Kinerja Perekonomian Daerah

Tahun 2011-2013 untuk Wilayah Jawa-Bali ... 259 11. Hasil Peramalan Nilai Dasar Kinerja Perekonomian Daerah

Tahun 2011-2013 untuk Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Papua,

dan Nusa Tenggara Barat (KSPN) ... 261 12. Hasil Simulasi Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah

dengan berbagai Skenario Tahun 2011-2013

untuk Wilayah Sumatera ... 263 13. Hasil Simulasi Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah

dengan berbagai Skenario Tahun 2011-2013

untuk Wilayah Jawa-Bali ... 265 14. Hasil Simulasi Dampak Investasi dan Pengeluaran Pemerintah

dengan berbagai Skenario Tahun 2011-2013 untuk Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Papua,

(33)

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh, dan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010–2014). Jika ketiga syarat utama tersebut dapat terwujud kinerja perekonomian akan berkembang ke arah yang positif. Dengan kinerja perekonomian yang demikian akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Indikator kinerja perekonomian daerah dapat direpresentasikan dengan beberapa indikator, antara lain kinerja fiskal daerah, pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan angka IPM. Indikator kinerja perekonomian tersebut merupakan kelompok indikator utama yang sering digunakan untuk mengukur perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat suatu daerah.

(34)

ekonomi. Jika hal ini terjadi berarti bisa membuka kesempatan kerja pada masyarakat. Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang bagi daerah untuk melakukan peningkatan penerapan teknologi dan peningkatan akumulasi modal baik fisik maupun sumberdaya manusia. Kondisi seperti ini berdampak pada peningkatan produktivitas daerah. Selain dari hal itu , dengan terbukanya lapangan kerja maka akan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Pendapatan masyarakat yang meningkat akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang kepada masyarakat untuk lebih besar memperoleh pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.

Secara ekonomi, dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan empat komponen utama, yaitu konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net-ekspor. Dari empat komponen ini, dalam konteks perekonomian daerah ada dua komponen penting yang menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu investasi dan pengeluaran pemerintah. Dua komponen ini bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, investasi dan pengeluaran pemerintah dapat digunakan sebagai instrumen bagi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

(35)

kinerja perekonomian daerah. Bagaimana arah hubungan antara investasi dan pengeluaran pemerintah dengan kinerja perekonomian daerah yang didalamnya termasuk indikator kesejahteraan rakyat.

Secara teori, investasi yang masuk ke suatu daerah berarti menambah kapital dalam kegiatan perekonomian. Penambahan kapital ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika arus investasi ke suatu daerah berlangsung terus menerus dan dalam jangka panjang serta dibarengi dengan ekonomi yang berdaya saing tinggi, maka investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang ada. Selanjutnya, peningkatan stok kapital ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau melakukan kegiatan produksi yang menambah aktivitas perekonomian daerah tersebut. Jika demikian, dapat dikatakan bahwa kapital akan meningkatkan produktivitas perekonomian wilayah. Kondisi yang demikian didukung pendapat Todaro dan Smith (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi negara atau wilayah sangat tergantung dari tingkat akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang dialokasikan dalam perekonomian. Artinya semakin tinggi akumulasi kapital maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

(36)

barang modal yang masuk ke daerah yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa investasi merupakan fungsi dari faktor-faktor ekonomi.

Pada era otonomi daerah, sesuai dengan peraturan perundangan ada dua hal yang diperankan oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan investasi. Pertama, pemerintah daerah dapat menciptakan iklim kondusif yang dapat menarik invetasi dengan pemberian insentif dan disinsentif finansial dalam kaitannya dengan investasi. Kedua adalah pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan prima yang memudahkan investor untuk melakukan investasi di daerah tersebut. Kedua hal ini diharapkan akan memperbaiki jumlah dan struktur investasi di daerah. Jika demikian maka perlu kiranya ditelaah tentang besaran pengaruh investasi terhadap kinerja perekonomian di daerah. Oleh karena itu, dengan dua peran ini sangat memungkinkan bagi daerah untuk berperan dalam peningkatan investasi di daerahnya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai daerah otonom.

(37)

didasarkan pada argumen bahwa kebijakan pengeluaran pemerintah merupakan kebijakan publik yang secara langsung mempengaruhi kepentingan masyarakat.

Pengeluaran pemerintah daerah dicatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah. APBD itu sendiri pada dasarnya merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, APBD ini dalam penyusunannya dibahas dan disetujui bersama antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa APBD merupakan kebijakan publik yang harus memenuhi prinsip akuntabilitas, efisien, efektif, profesional, demokratis, dan partisipatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelibatan seluruh pemangku kepentingan publik merupakan suatu keharusan dalam penyusunan dokumen APBD.

Besarnya pengeluaran pemerintah daerah tergantung dari penerimaan daerah. Semakin tinggi penerimaan daerah maka akan semakin tinggi kecenderungan pemerintah daerah dalam alokasi pengeluarannya dan berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, daerah yang mempunyai penerimaan yang tinggi cenderung pengeluaran belanjanya juga tinggi. Namun besarnya alokasi belanja per sektor tetap sangat tergantung dari kebijakan pemerintahan daerah yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(38)

daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jadi komponen yang signifikan mempengaruhi penerimaan daerah disebut dengan kapasitas fiskal yang pada dasarnya adalah PAD dan dana perimbangan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah akan mempengaruhi besarnya investasi dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal investasi, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola perijinan dan mewujudkan iklim kondusif di daerahnya guna menarik investasi ke daerah. Dalam hal pengeluaran pemerintah, pemerintah daerah juga mempunyai kewenangan untuk mengelola pengeluaran pemerintah daerah melalui APBD. Dengan demikian maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk memberi fasilitas dan mengatur regulasi investasi serta mengelola pengeluaran pemerintah daerah.

Berdasarkan pada uraian dan kondisi obyektif di lapangan tentang kinerja investasi dan pengeluaran pemerintah dalam kontek perekonomian daerah serta beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu maka perlu dilakukan studi yang berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Indikator kinerja perekonomian daerah dalam hal ini bisa didekati dengan kondisi kapasitas fiskal daerah, besarnya PDRB, menurunnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

1.2. Perumusan Masalah

(39)

diperlukan kinerja perekonomian daerah yang kondusif dan berkualitas. Kinerja perekonomian yang demikian ditandai dengan berbagai indicator, yaitu antara lain meningkatnya kinerja fiskal daerah yang menuju ke arah positif, meningkatnya nilai PDRB, meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurunnya jumlah penduduk miskin, dan meningkatnya jumlah orang yang bekerja.

Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kinerja perekonomian daerah. Untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi komponen utama dari sisi permintaan adalah nilai investasi dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu investasi dan pengeluaran pemerintah mempunyai peran yang strategis dalam peningkatan kinerja perekonoian daerah.

(40)

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dalam konteks investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Pertanyaan tersebut antara lain :

1. Berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah apakah provinsi-provinsi di wilayah Indonesia Timur dan Barat mempunyai ciri-ciri yang sama dalam hal kinerja perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya sehingga dapat dikelompokkan dengan basis spasial.

2. Seberapa besar kontribusi investasi terhadap kinerja perekonomian daerah yang diwakili oleh indikator kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, angka IPM, menurunnya jumlah penduduk miskin, dan peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada suatu sektor.

3. Seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah yang diwakili oleh indikator kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, angka IPM, menurunnya jumlah penduduk miskin, dan penyerapan tenaga kerja.

4. Bagaimana arah hubungan variabel yang mempengaruhi kinerja perekonomian daerah yang antara lain terdiri dari investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, menurunnya jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan IPM.

(41)

tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa pemerintah daerah wajib menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah yang periode waktunya dapat dikelompokkan menjadi perencanaan pembangunan daerah tahunan, lima tahunan, dan dua puluh tahunan yang harus memuat ramalan perencanaan kinerja perekonomian daerah termasuk ramalan kinerja fiskal daerah.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Secara khusus tujuan penelitian adalah :

1. Mengkaji perkembangan kinerja perekonomian daerah berbasis spasial yang meliputi investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, dan Indek Pembangunan Manusia (IPM) pada era otonomi daerah.

2. Melakukan peramalan nilai dasar investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja fiskal, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan Indek Pembangunan Manusia (IPM) pada periode 2011-2013.

(42)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

1. Studi ini memfokuskan pada analisis dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kapasitas fiskal, celah fiskal, nilai PDRB, angka IPM, jumlah penduduk miskin, dan penyerapan tenaga kerja.

2. Data yang digunakan adalah data panel (pooling cross section – time series

regression) untuk periode tahun 2003 - 2008 dan provinsi yang digunakan sebagai sampel berjumlah 23 dari 33 provinsi. Provinsi yang tidak digunakan sebagai sampel adalah DKI Jakarta, Bengkulu, Bangka Belitung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan Provinsi yang digabungkan dalam hal ini ada tiga, yaitu Provinsi Kepulauan Riau dengan Riau, Provinsi Papua Barat dengan Papua, dan Provinsi Sulawesi Barat dengan Sulawesi Selatan. 3. Penerimaan dan belanja daerah didekati dengan nomenklatur yang diatur

dalam peraturan perundangan tentang kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan peraturan perundangan lainnya.

4. Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini didekati dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang direpresentasikan dengan data yang tersedia dan memenuhi prinsip akuntabilitas. Selanjutnya pengeluaran pemerintah didekati dengan jumlah anggaran pemerintah daerah yang direpresentasikan dengan pengeluaran pemerintah untuk industri, pertanian dan kontruksi.

(43)

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan peraturan perundangan yang berlaku yang merupakan turunan dari perundangan tersebut. Data penerimaan daerah diperoleh dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

6. Belanja daerah didekati dengan nomenklatur belanja per sektor pembangunan. Jadi belanja per urusan pemerintahan sesuai yang diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 dikonversikan menjadi belanja per sektor.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang terkait dalam studi ini. Manfaat tersebut sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan kebijakan investasi dan pengeluaran pemerintah dalam pembangunan perekonomian daerah.

2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun kebijakan di pemerintahan daerah terutama dalam penetapan alokasi anggaran pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

(44)

kinerja fiskal, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

1.6. Keterbatasan Penelitian

Kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan pemerintahan pada era otonomi daerah berbeda dengan era sebelumnya. Pada era otonomi daerah penyelenggaran pemerintahan daerah lebih desentralistik-partisipatif dari pada sebelumnya yang lebih cenderung sentralistik-birokratis. Dengan demikian terjadi perubahan pada aspek-aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Mengingat luasnya aspek otonomi daerah, dalam penelitian ini aspek penyelenggaran pemerintah daerah dibatasi hanya dalam aspek penerimaan daerah baik yang berupa pendapatan asli daerah maupun penerimaan transfer dari pemerintah pusat berupa dana alokasi umum, dana alokasi khusus, bagi hasil pajak ,dan bukan pajak.

(45)

data investasi yang riil maka data investasi yang digunakan adalah data Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB ) yang merupakan investasi dari pemerintah dan swasta.

Dengan data dan alat analisis yang digunakan, disertasi ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu : (1) data investasi yang digunakan dengan pendekatan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) sehingga data tersebut masih mencakup investasi pemerintah, (2) data pengeluaran pemerintah direpresentasikan dengan jumlah belanja pemerintah daerah. Dalam kontek ini digunakan jumlah belanja pemerintah daerah dengan pendekatan urusan pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan (3) disertasi ini tidak menghitung jumlah dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang sesungguhnya pelaksanaan kegiatannya berada di daerah. Dengan demikian, maka diduga perekonomian daerah yang sesungguhnya tidak tercakup.

(46)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Otonomi Daerah

Di Indonesia, secara historis kebijakan otonomi daerah telah mengalami banyak perubahan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sosial ekonomi dan politik beberapa kali. Perubahan otonomi daerah tersebut ditandai dengan perubahan perundangan sejak periode kemerdekaan. Hal ini diwujudkan dengan diundangkannya peraturan perundangan yang pertama kali memuat tentang pemerintahan daerah yaitu Undang No. 1 Tahun 1945. Dalam Undang-Undang ini daerah otonom dibagi menjadi tiga, yaitu daerah karesidenan, kabupaten, dan kota. Pada peraturan perundangan ini daerah otonom hanya mempunyai kewenangan yang sangat terbatas (Yustika, 2007).

Setelah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir undang-undang tentang otonomi daerah ini disusun pada tahun 1999, yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua undang-undang ini direvisi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua undang-undang ini secara prinsip mengubah pola penyelenggaraan pemerintah daerah. Pelaksanaan kedua undang-undang tersebut menandai dimulainya Era Otonomi Daerah di Indonesia

(47)

pengelolaan keuangan daerah yang desentralistik pada era otonomi daerah. Pada era otonomi daerah tujuan utama dari perubahan adalah untuk membentuk dan membangun sistem publik yang dapat menyediakan barang dan jasa publik secara lokal yang sedemikian efektif dan efisien dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan untuk mengelola belanja daerah, memungut pajak dan mengelola bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur secara terperinci tentang pemerintahan daerah. Undang-Undang ini memberi kewenangan yang sangat signifikan terhadap pemerintahan daerah. Kewenangan pemerintah pusat yang tidak dilimpahkan ke pemerintah daerah adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional, dan agama (Pasal 10 ayat 3).

(48)

bahwa kebijakan otonomi daerah telah mendegradasi hubungan negara dan masyarakatnya atau telah terjadi bias antar elite. Untuk itu diperlukan realisasi hak partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Selain itu diperlukan juga pengaturan tegas tentang fungsi DPRD, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di setiap provinsi, dan pelaksanaan audit independen pengelolaan APBD serta penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas dan sanksi. Ini menunjukan bahwa kebijakan otonomi daerah masih perlu diperbaiki.

2.2. Desentralisasi Fiskal

Desentraliasasi fiskal di Indonesia masih sering diperdebatkan terutama dilihat dari sisi efektivitas dan efisiensinya jika dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kaitan dengan hal tersebut Martinez dan Mcnab (2001) mengemukakan bahwa beberapa alasan mendasar yang dilakukan oleh pemerintah di negara berkembang untuk memilih desentralisasi fiskalnya adalah: (1) dengan adanya desentralisasi fiskal maka diharapkan pengeluaran pemerintah akan lebih efisien, (2) dengan sentralisasi fiskal diakui telah mengalami kegagalan, dan (3) peran pemerintah daerah akan lebih besar dan tidak didikte oleh pemerintah pusat.

(49)
(50)

Kebijakan fiskal dapat berhasil dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya jika pemerintah daerah komitmen yang direpresentasikan dengan kebijakan yang tepat, kualitas birokrat yang memadai, dan kesadaran masyarakat terhadap pemerintahan yang konsisten. Penelitian Tiebout (1956) dalam Rodriguez-Pose dan Kroijer (2009) menemukan bahwa salah satu keuntungan dari desentralisasi fiskal adalah bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi ekonomi pemerintah lokal karena pemerintahnya akan lebih mampu memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakatnya. Tetapi beberapa studi tentang desentralisasi fiskal menemukan bahwa kebijakan desentralisasi banyak yang tidak berhasil terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Bardhan, 2002). Untuk itu perlu dicermati faktor apa dalam desentralisasi fiskal yang sangat dominan dalam mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Selanjutnya disebutkan pada pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 bahwa pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Sedangkan pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Besarnya penerimaan daerah ini akan sangat menentukan pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain besarnya penerimaan ini menentukan besarnya belanja per sektor.

(51)

untuk keperluan belanja pemerintah daerah ternyata belum berhasil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan tidak dapatnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbati tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu, mereka menemukan bahwa desentralisasi fiskal dianggap sebagai salah satu ancaman terhadap kondisi stabilitas makroekonomi nasional. Salah satu penyebabnya dari kondisi seperti ini adalah bahwa kebijakan desentralisasi fiskal sering mengedepankan kepentingan proyek-proyek lokal dibanding dengan kepentingan nasional. Untuk itu kebijakan desentralisasi fiskal memerlukan perhatian khusus agar efektivitas dalam pencapaian kesejahteraan dapat optimal.

Dalam kaitanya dengan efisiensi dan efektivitas pengeluaran pemerintah pada desentralisasi fiskal, Bardhan dan Mookherjee (2005) tidak dapat menyimpulkan apakah desentralisasi fiskal mendorong terjadinya korupsi di pemerintah lokal atau tidak. Tetapi menurut mereka desentralisasi fiskal dapat memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk melakukan korupsi seperti terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan regulasi terutama dalam penggunaan dana transfer guna mengurangi korupsi. Namun jika hal ini dilakukan terkesan membatasi tingkat otonomi fiskal itu sendiri.

(52)

walaupun tidak signifikan Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua kebijakan desentralisasi fiskal dapat berhasil dalam meningkatkan kinerja perekonomian daerah.

2.2.1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain pendapatan daerah yang sah. Secara perundangan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapaun tujuan dari adanya PAD itu adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD itu sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah.

Secara definisi, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Beberapa pajak daerah antara lain adalah pajak restoran, pajak hotel, pajak kendaraan bermotor dan pajak balik nama kendaraan bermotor.

(53)

setengah penganggur. Tenaga kerja terampil atau berpendidikan relatif tinggi memiliki mobilitas relatif tinggi sehingga memiliki kerentanan yang relatif lebih kecil untuk menjadi pengangguran atau setengah penganggur dan kelompok ini dapat mengikuti kenaikan tarif pajak (Siebert, 1996)

Retribusi didefinisikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah atau pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang langsung dinikmati secara perorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya didasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku (Devas et al, 1989). Selanjutnya, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil keuntungan perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Sedangkan, yang dimaksud dengan lain lain pendatapan asli daerah yang sah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan antara lain pendapatan dari jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, pendapatan denda pajak, dan pendapatan denda retribusi (Undang-Undang No. 33 Tahun 2004).

2.2.2. Dana Perimbangan

(54)

Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Adapun besarnya jumlah dana perimbangan setiap tahun anggaran ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara .

Dana bagi hasil terdiri dari Dana Bagi hasil Pajak, Dana Bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana bagi hasil ini terdiri dari dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. Selanjutnya untuk dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumberdaya alam terdiri dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengertian sebagai dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Besarnya DAU secara keseluruhan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah minimal 26 persen dari penerimaan dalam negeri netto. Selanjutnya pembagian ke daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep celah fiskal dan alokasi dasar.

(55)

konsep celah fiskal tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya, daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Selanjutnya, alokasi dasar DAU dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (Undang-Undang No. 33 Tahun 2004).

Undang-undang ini menjelaskan bahwa kebutuhan daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah paling sedikit dicerminkan dari variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. Sementara potensi ekonomi daerah dicerminkan dengan potensi penerimaan daerah seperti potensi industri, potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia, dan PDRB.

(56)

penelitian Rowa (2003) penerimaan daerah pada daerah otonom 70 persen masih didominasi oleh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

2.3. Peran dan Struktur Pengeluaran Pemerintah Daerah dalam Pembangunan

Pengeluaran pemerintah daerah tidak terlepas dari penerimaan daerah, karena secara teoritis pengeluaran merupakan fungsi dari penerimaan daerah. Semakin tinggi penerimaan daerah semakin tinggi tingkat pengeluaran daerah. Untuk itu daerah berusaha untuk meningkat penerimaan daerah dengan kewewenangannya daerah berusaha untuk meningkatkan Pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Hal inilah yang mendorong pemerintah daerah berusaha meningkatkan potensi pendapatan melalui peningkatan PAD nya agar bisa digunakan untuk belanja daerah dalam kerangka pembangunan daerah.

Secara proses pengeluaran pemerintah merupakan kebijakan pemerintah untuk membiayai pembangunan daerah termasuk dalam hal ini biaya penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan kata lain pengeluaran pemerintah daerah merupakan pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di berbagai bidang termasuk dalam hal ini adalah bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, budaya, ketertiban, ketentraman, dan sebagainya yang merupakan tugas pemerintahan secara umum. Dalam pelaksanaanya pengeluaran pemerintah direpresentasikan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun setiap tahun dan berperiode 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

(57)

fokus pengeluaran pemerintah yang berbeda tetapi tetap harus memperhatikan keberlanjutan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave dalam Mangkusoebroto (1998) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi pengeluaran pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana trasnportasi, dan sebagainya.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi ditandai dengan pengeluaran pemerintah yang difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Dalam hal ini investasi swasta sudah semakin besar dengan demikian peran dan kontribusi swasta dalam pembangunan relatif lebih besar dibanding dengan fase pertama.

Pada tingkatan selanjutnya kegiatan pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program untuk lanjut usia, program untuk layanan kesehatan. Pendapat ini memberikan pemahaman bahwa pengeluaran pembangunan harus menjadi perhatian terutama oleh pemerintah itu sendiri agar alokasi anggaran dapat lebih tepat sasaran sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sehingga target yang telah ditetapkan bisa terwujud. Pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Namun berdasarkan hasil penelitian Ramey (2011) ternyata tidak ada pengeluaran pemerintah yang memiliki multiplier efek yang mengikuti efek langsung itu sendiri.

(58)

Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 (Permendagri No.13/2006). Dalam peraturan ini, belanja diartikan sebagai belanja yang dipergunakan untuk penyelenggaraan dan diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Menurut Permendagri No. 13/2006, klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Belanja urusan wajib antara lain pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, sedangkan belanja menurut urusan pilihan antara lain pertanian kehutanan, energi, dan sumberdaya mineral perindustrian.

Sedangkan klasifikasi belanja lain adalah klasifikasi belanja menurut kelompok belanja. Klasifikasi ini terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Kelompok belanja tidak langsung menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah bantuan sosial, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung tediri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

(59)

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan belanja daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (PP No.105/2000) dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan dan Belanja Daerah Pelaksanaan Tatausaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Kepmendagri No.29/2002).

(60)

2.4. Investasi dalam Pembangunan Daerah

Investasi merupakan istilah yang berkaitan dengan keuangan dan ekonomi. Investasi diartikan sebagai akumulasi bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan manfaat di masa depan. Dengan demikian, maka secara ekonomi investasi berarti pembelian kapital atau modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi untuk keperluan yang akan datang.

Investasi dalam perekonomian mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam menggerakan perekonomian. Investasi akan menimbulkan

multiplier effect bagi perekonomian. Peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat tetapi juga akan meningkatkan penawaran agregat melalui meningkatnya stok kapital dan kapasitas produksi. Adanya peningkatan dari sisi stok kapital dan kapasitas produksi dapat mendorong kegiatan produksi dan pada gilirannya akan menyerap tenaga kerja.

(61)

kualitas sumberdaya manusianya yang rendah, daya saing perekonomiannya rendah, dan tingkat pengangguran yang tinggi.

Secara konsep dampak yang ditimbulkan dalam peningkatan investasi adalah meningkatnya pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam kegiatan produksi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan perdagangan antar daerah, dan terciptanya nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, investasi juga mendorong percepatan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Percepatan ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mobilitas sumberdaya, bahan mentah, barang modal dan tenaga kerja secara lebih murah dan lebih mudah. Percepatan ini juga bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah.

Bagi tenaga kerja, dorongan investasi dapat mengurangi pengangguran dan memperbaiki upah yang mereka terima, kenaikan upah diharapkan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tetapi juga meningkatkan kemampuan menabung dan atau berinvestasi. Bagi pemerintah investasi akan meningkatkan aktivitas perdagangan,industri, upah, dan daya beli masyarakat.

(62)

masa yang akan datang, dan tingkat kapasitas produksi. Sebagai contoh adalah faktor teknologi. Perkembangan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi. Hal ini akan mempengaruhai investor untuk melakukan usaha di daerah tersebut. Demikian juga pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah akan menarik investor untuk berusaha di daerah tersebut. Tingkat suku bunga dengan investasi berkorelasi negatif artinya semakin tinggi interest rate akan semakin rendah investasi. Sedangkan kapasitas produksi akan menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya jika kapasitas produksi yang ada tidak memenuhi permintaan pasar sementara permintaan cenderung terus meningkat.

Pada era otonomi daerah peran peningkatan investasi sebagian besar dimiliki oleh pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Pada Undang-Undang No. 32 tersebut diamanatkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Provinsi juga meliputi pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota. Pemerintah daerah perlu menindaklanjuti hal ini secara proporsional mengingat fungsi dan peran investasi sangat penting.

(63)

pembangunan infrastruktur diperlukan investasi yang besar sehingga pemerintah sering terlambat dalam penyediaan infrastruktur. Kondisi seperti ini pernah terjadi juga di Amerika. Untuk mengatasi hal ini Gramblich (1994) menyarankan pemerintah federa menyusun kebijakan yang intinya mengikutsertakan pemerintah negara bagian dan lokal untuk menggunakan sumberdaya dan kewenangannya guna penyediaan infrastruktur yang memadai.

Sejalan dengan hal ini, maka alokasi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur seharusnya menduduki posisi paling besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Secara ekonomi makro, ketersediaan pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Pembangunan infrstruktur yang dapat dilakukan di daerah diantaranya adalah infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, pendidikan, dan kesehatan (Purwanto, 2009).

(64)

daripada investasi infrastruktur. Artinya investasi sosial memberikan dampak yang lebih berkualitas daripada investasi infrastruktur.

Dengan argumen bahwa pembangunan infrastruktur di dalam perekonomian sangat penting maka para penyusun kebijakan pembangunan selalu memikirkan efisiensi dan optimalisasi alokasi anggaran untuk mensukseskan pembangunan infrastruktur ini. Akan tetapi permasalahan mendasar dalam pembangunan infrastruktur adalah keterbatasan pemerintah dalam penyediaan dana pembangunan (Purwanto, 2009). Untuk itulah diperlukan strategi dalam menentukan alokasi belanja yang terbatas dalam pembangunan infrasturktur.

2.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah 2.5.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada umumnya mempunyai pengertian meningkatnya output barang dan jasa pada wilayah tertentu dan biasanya diukur dengan pertumbuhan nilai Gross Domestic Product (GDP). Dalam hal ini ada tiga faktor atau komponen utama yang penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah (Todaro dan Smith, 2006). Pertama adalah berapa besar tingkat akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang dialokasikan dalam perekonomian. Kedua adalah berapa besar laju pertumbuhan penduduk yang akan menambah jumlah angkatan kerja dan yang ketiga adalah tingkat kemajuan teknologi yang akan mempengaruhi secara langsung proses produksi dan akhirnya akan meningkatkan kuantitas produksi.

Gambar

Gambar 1.  Model Sederhana Pasar Tenaga Kerja
Gambar 2. Hubungan Tingkat Harga, Output, Agregat Demand dan Agregat
Gambar 3. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah atau Investasi
Gambar 5. Perundang-undangan berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk..

Variabel harga ekspor mempunyai pengaruh yang negatif terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia di Afrika Selatan, maka diperlukan juga upaya yang lebih dalam

Untuk propagasi pembelokan atau pantulan oleh lapisan atmosfer faktor dominan yang berpengaruh terhadap kemungkinan kesalahan adalah derau perubahan sebesar 2,5 dBm

Rataan pertambahan bobot badan (PBBH) landak jantan PI nyata lebih tinggi (P<0,05) dari landak betina, sebaliknya PBBH landak betina PII nyata lebih tinggi (P<0,05) dari

Dapat dilihat bahwa angka porositas terbesar terletak pada spesimen B yang merupakan hasil pengecoran dari almuniun yang menggunakan media pasir cetak dengan campuran pasir

Evaluasi yang dilakukan rangkaian sebuah bentuk manajemen dalam program acara rona melayu guna meningkatkan kualitas acara dalam program rona melayu.ada dua bentuk

Menurut Amalia Levanoni, sikap para petinggi Mamlûk yang se­ belumnya menyerahkan urusan kepemimpinan kepada Syajarat al­ Durr dan tanggapan Syajarat al­Durr yang menerima

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang akan diselesaikan adalah bagaimana merancang dan membuat aplikasi peralatan bengkel pada platform android yang dapat membantu