• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik serta Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik serta Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor."

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan sangat penting, terutama dalam perekonomian. Hal ini tercatat di tahun 2007, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6,5 persen dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor pertanian sebesar 1,3 persen (Deptan, 2007). Sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyumbang devisa negara yang cukup besar, penyediaan pangan, penyediaan tenaga kerja, kontribusi pasar dan produk dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Dari berbagai jenis pangan, padi merupakan komoditas yang menduduki posisi penting sebagai makanan pokok penduduk Asia yang dihuni oleh dua per tiga penduduk miskin dunia, dimana penduduk Asia memproduksi dan mengkonsumsi 90% beras dari hasil padi yang ditanam dan lebih dari 50 persen konsumsi kalori serta hampir 50 persen konsumsi protein berasal dari padi (Mears, 1981). Selain itu, padi merupakan komoditas yang strategis dalam perekonomian Indonesia, sehingga kekurangan suplai pada harga yang wajar

merupakan ancaman terhadap kestabilan ekonomi dan politik (Baharsyah et al., 1988).

Keberhasilan pembangunan ekonomi sejak awal tahun 1980-an telah mengubah pola permintaan dan konsumsi masyarakat serta produksi pangan. Data SUSENAS sejak tahun 1990 menunjukkan, pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi beras per kapita mulai menurun. Pola pendapatan rumah tangga petani juga mulai berdiversifikasi dan pangsa pendapatan dari usahatani padi terhadap

(2)

2  pendapatan keluarga juga menurun. Pendapatan dari upah/gaji dari luar pertanian serta dari usahatani nonpadi meningkat (Kasryno dan Pasandaran, 2004).

Sektor pertanian Indonesia memiliki potensi ekonomi dan sumber daya yang melimpah, tetapi petaninya yang merupakan konstituen terbesar masih terjerat kemiskinan struktural. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menyampaikan sambutan pada Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Istana Negara awal Desember 2005 menyebutkan bahwa 55 persen dari jumlah penduduk miskin adalah petani, dan 75 persen dari petani miskin itu adalah petani tanaman pangan (Arifin, 2007).

(3)

3  mengembangkan daya saing komoditas padi/beras nasional melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani padi, sedangkan kebijakan proteksi dimaksudkan untuk melindungi petani dari dampak negatif (injury effects) perdagangan bebas. Melalui kebijakan proteksi dan promosi ini, diharapkan ketahanan pangan nasional dapat dibangun atas kemandirian pangan yang berkelanjutan (Suryana dan Hermanto, 2004).

Tabel 1. Luas Areal Pertanaman, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia Tahun 2000-2009

Tahun Luas Areal Padi Produksi Padi* Produktivitas

(Juta ha) (Ton) (Ton/ha)

2000 11.793.475 51.898.852 4,40 2001 11.499.997 50.460.782 4,39 2002 11.521.166 51.489.694 4,47 2003 11.488.034 52.137.604 4,54 2004 11.922.974 54.088.468 4,54 2005 11.839.060 54.151.097 4,57 2006 11.786.430 54.454.937 4,62 2007 12.147.637 57.157.435 4,70 2008 12.327.425 60.325.925 4,89 2009 12.883.576 64.398.890 5,00

Trend (%) 1,01 2,47 1,43

Sumber : BPS (2009)

Keterangan : *Bentuk Gabah Kering Giling (GKG)

Pertumbuhan produksi padi nasional tahun 2000-2007 mulai menunjukkan gejala stagnan. Pada tahun 2000-2007 hanya meningkat rata-rata kurang dari 1% per tahun. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan beragam program intensifikasi dan ekstensifikasi, sehingga pada tahun 2007-2009 pertumbuhan produksi padi mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebesar 3,14% per tahun.

(4)

4  hanya sebesar 0,44 persen. Pertumbuhan luas areal padi yang rendah ini diakibatkan adanya konversi lahan sawah yang cukup besar. Konversi tersebut dapat berbentuk persaingan penggunaan lahan untuk keperluan usahatani nonpadi ataupun konversi penggunaan lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian dalam bentuk jalan raya, bangunan industri, dan pemukiman.

Konversi lahan yang semakin luas ini diindikasikan oleh jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat ini juga berdampak terhadap permintaan kebutuhan beras yang naik cukup besar (Lampiran 1). Hal ini tentunya dikhawatirkan akan terjadi masalah krisis pangan, karena tidak terpenuhinya kebutuhan permintaan beras dari produksi padi yang dihasilkan.

Dihadapkan pada kondisi kelambanan perluasan lahan, kesulitan dalam meningkatkan produktivitas padi dan kebutuhan pangan masyarakat yang semakin meningkat, maka pada tahun 1963 pemerintah menetapkan kebijakan untuk menerapkan teknologi pertanian modern yang dikenal sebagai teknologi “Revolusi Hijau” atau pertanian konvensional. Revolusi Hijau merupakan perubahan pola budidaya tanaman berdasarkan efisiensi yang menjadi salah satu pemecahan masalah kekurangan pangan (Sutanto, 2002b).

(5)

5  parah adalah menurunnya keanekaragaman genetik varietas padi yang ditanam dan penggunaan inseksida secara berlebihan.

Dalam upaya mengatasi ketidakberlanjutan sistem pertanian tersebut, dikembangkan konsep pertanian yang mengupayakan keberlanjutan dengan meminimalkan input eksternal serta memperhatikan dampak negatif dari kegiatan pertanian. Konsep ini mengupayakan pemanfaatan sumber daya yang terdapat di dalam sistem secara optimum (Ito, 2000). Reijntjes et al. (1999) juga menyatakan bahwa dengan memanfaatkan sumber daya yang terdapat di dalam sistem serta penggunaan masukan luar sebagai pelengkap, diharapkan dapat memberikan hasil yang menggabungkan produktivitas tinggi dengan keamanan dan kelestarian sumber daya alam.

Konsep yang meminimalkan masukan luar menempatkan pertanian berkelanjutan diantara konsep pertanian konvensional dan organik, yang keduanya memiliki perbedaan yang mencolok. Pertanian konvensional tergantung dengan pemanfaatan pupuk dan pestisida yang cukup tinggi, sedangkan pertanian organik tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida buatan.

1.2 Perumusan Masalah

Sistem pertanian padi konvensional (tanpa pupuk organik) yang dikembangkan telah memberikan kontribusi besar pada penghapusan kelaparan dan peningkatan standar hidup. Akan tetapi, pemanfaatan input luar (pupuk dan pestisida kimia) secara besar-besaran telah mengakibatkan kerusakan

(6)

6  mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (penggunaan pupuk organik) dengan input luar rendah sebagai pelengkap.

Perbedaan penanaman padi dengan dan tanpa pupuk organik terdapat pada penggunaan pupuk, pestisida dan pemeliharaan. Penanaman padi dengan pupuk organik dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan 10% - 20% pupuk kimia. Penggunaan pupuk organik pada tahap awal memang lebih banyak tetapi akan berkurang seiring membaiknya kondisi tanah diiringi dengan meningkatnya produksi. Dari sisi pemeliharaan, padi dengan pupuk organik memerlukan tenaga kerja lebih banyak karena pemeliharaan yang lebih intensif daripada padi tanpa pupuk organik.

(7)

7  petani padi dengan pupuk organik lainnya, biasanya mempunyai pelanggan tetap di pasar yang akan membeli hasil panen mereka dengan harga yang tinggi. Permasalahan tersebut membuat beberapa petani yang sudah beralih menjadi petani padi dengan organik kembali menjadi petani padi tanpa pupuk organik.

Tujuan awal petani beralih dari sistem usahatani tanpa pupuk organik menjadi usahatani dengan pupuk organik, selain karena kepedulian terhadap lingkungan juga karena ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik. Akan tetapi, dalam budidayanya terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah faktor cuaca. Faktor cuaca yang tidak mendukung seperti pada saat musim hujan yang disertai dengan angin yang cukup besar mengakibatkan beberapa malai padi menjadi mudah rontok, sehingga mengganggu produktivitas padi. Selain faktor cuaca, masalah hama juga menjadi salah satu kendala. Salah satu hama yang paling sering menyerang tanaman padi adalah hama tungro. Hama tungro bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan produktivitas tanaman menurun bahkan hingga 50 persen dari produktivitas yang seharusnya.

(8)

8  Berdasarkan uraian di atas maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tingkat pendapatan usahatani padi dengan pupuk organik jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan usahatani padi tanpa pupuk organik? 2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan penggunaan pupuk organik pada

usahatani padi di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah:

1. Membandingkan pendapatan usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik 2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu penggunaan pupuk organik pada

usahatani padi di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor. 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan:

1. Untuk mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.

2. Untuk pembuat kebijakan, penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam membuat kebijakan terkait dengan pengembangan padi dengan dan tanpa pupuk organik di Indonesia.

(9)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Padi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah padi yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (penggunaan pupuk organik) dengan input luar rendah sebagai pelengkap. Kemudian dibandingkan dengan padi konvensional (tanpa pupuk organik) di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Padi

Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan sangat dominan dalam perekonomian, baik dari segi produksi maupun konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, sehingga beras dianggap sebagai komoditas strategis dan politis. Dengan pertimbangan tersebut, kebijakan pembangunan pertanian selalu didominasi oleh kebijakan pemberasan. Implikasinya, pendekatan pembangunan pertanian masa depan harus berorientasi pada sumber daya pertanian dan fungsi usaha pertanian dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat secara adil termasuk mengurangi masyarakat miskin. Akan tetapi, di samping pertimbangan ekonomi, usahatani padi merupakan bagian integral dari budaya pedesaan. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal seperti praktek budi daya dan kapital sosial yang terkait hendaknya dilihat sebagai warisan budaya.

Disisi lain, dukungan yang berlebihan terhadap upaya peningkatan produksi padi dapat menjadi kendala bagi upaya diversifikasi pangan khususnya dan pertanian pada umumnya. Sementara itu, pendekatan komoditas dianggap tidak cukup memadai dalam memacu pertumbuhan sektor pertanian secara berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang bersifat jangka panjang yang menempatkan posisi padi dan beras secara arif dalam kerangka pendekatan terpadu pada suatu wilayah. Hal ini dilakukan dengan mensinergikan

(11)

11  pemanfaatan sumber daya, pengetahuan, dan teknologi yang ada dengan perangkat kebijakan yang mencakup hukum, kelembagaan, dan infrastruktur.

Ada 3 pendekatan untuk menghadapi masalah dan tantangan ekonomi padi dan pemberasan di masa yang akan datang menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), yaitu: (1) pendekatan berspektrum luas, (2) pendekatan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem, dan (3) pendekatan yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Ketiga pendekatan tersebut bukan bersifat eksklusif satu terhadap yang lainnya, tetapi bersifat komplementer dan apabila dilaksanakan akan memperkuat integrasi ekonomi padi dan beras dalam perekonomian nasional.

2.2 Economic of Technological Adoption

Teknologi selalu berubah dari waktu ke waktu tergantung dari kemajuan ilmu pengetahuan. Teknologi sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Adapun peranan teknologi terhadap pembangunan ekonomi menurut Satari (1995), yaitu: (1) dapat mempertinggi efisiensi produksi, (2) teknologi menimbulkan adanya produk-produk baru yang belum diproduksi sebelumnya, (3) teknologi dapat mempertinggi kualitas barang yang dihasilkan dan (4) teknologi selalu menginduksi kelembagaan.

(12)

akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 1.

P S1 S2

P1

P2 D

Q1 Q2 Q Gambar 1. Pengaruh Teknologi Terhadap Kurva Penawaran

Kenaikan penawaran berarti pergeseran kurva penawaran ke kanan, yaitu dari S1 ke S2 dapat disebabkan oleh perubahan suatu teknologi. Jika teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan. Kurva penawaran akan bergeser ke kanan apabila pada setiap tingkat harga lebih banyak jumlah yang ditawarkan daripada sebelumnya, yaitu dari Q1 ke Q2. Pergeseran kurva penawaran hanya akan terjadi jika yang berubah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah yang ditawarkan, selain harga sendiri. Jika terdapat penerapan inovasi teknologi yang dapat menurunkan biaya produksi maka menyebabkan jumlah yang ditawarkan pada setiap harga akan meningkat.

2.3 Konsep Usahatani

Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi atau proses pengalokasian sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu dan pengelolaan yang diusahakan oleh perseorangan ataupun sekumpulan orang-orang. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan

(13)

13  sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) ( Soekartawi, 2006).

Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsistem dan usahatani komersial. Usahatani subsistem bertujuan memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Soekartawi (2006) menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah; (1) cepat dalam mengadopsi inovasi pertanian, (2) cepat tanggap dalam mencari informasi, (3) lebih berani dalam mengambil resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup.

2.4 Pendapatan Usahatani

Usahatani sebagai satu kegiatan produksi pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara keduanya merupakan pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) mengartikan pendapatan usahatani sebagai balas jasa dari kerjasama antara faktor-faktor produksi dengan petani sebagai penanam modal dan sekaligus pengelola usahatani.

(14)

14  Komponen pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Beban biaya dalam pengeluaran tunai, meliputi: pembayaran tunai sarana produksi pertanian seperti pembelian benih, pupuk, obat-obatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar dimuka seperti sewa lahan garapan, sewa alat mesin pertanian (bila ada), dan biaya tenaga kerja. Beban biaya yang termasuk dalam pengeluaran diperhitungkan adalah nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan dan penyusutan peralatan pertanian.

Komponen penerimaan usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Pendapatan tunai bersumber dari penjualan tunai hasil produksi/panen (output) usahatani yang dilakukan, sedangkan penerimaan non tunai bersumber dari (1) produk/hasil panen (output) yang dikonsumsi keluarga petani dan (2) kenaikan nilai inventaris, yaitu nilai benda-benda investasi yang dimiliki rumah tangga petani berdasarkan selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun.

2.5 Proses Adopsi Inovasi Petani

(15)

15  adopsi. Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam proses adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988), yaitu :

1. Tahapan ”Kesadaran”

Pada tahapan ini petani untuk pertama kalinya belajar tentang sesuatu yang baru. Ia mengetahui sedikit sekali bahkan informasi yang diketahui kadang kala tidak ada kaitannya dengan kualitas khusus yang diperlukan untuk melakukan adopsi.

2. Tahapan ”Menaruh Minat”

Pada tahapan ini petani mulai mengembangkan informasi yang diperoleh dalam menimbulkan dan mengembangkan minatnya untuk melakukan adopsi inovasi. Ia mulai mempelajari secara lebih terperinci tentang ide baru tersebut, bahkan tidak puas kalau hanya mengetahui saja tetapi ingin berbuat yang lebih dari itu. 3. Tahapan ”Evaluasi”

Pada tahapan ini, seseorang yang telah mendapatkan informasi dan bukti yang telah dikumpulkan pada tahapan-tahapan sebelumnya dalam menentukan apakah ide baru tersebut akan diadopsi atau tidak, maka diperlukan kegiatan yang diebut ”evaluasi”.

4. Tahapan ”Mencoba”

(16)

16  5. Tahapan ”Adopsi”

Pada tahapan ini, petani atau individu telah memutuskan bahwa ide baru yang ia pelajari adalah cukup baik untuk diterapkan dilahannya dalam skala yang agak luas. Tahapan ”adopsi” ini merupakan yang paling menentukan dalam proses kelanjutan pengambilan keputusan lebih lanjut.

2.6 Konsep Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah

Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang digunakan untuk areal pertanian menjadi terbatas dan kegiatan pertanian dilakukan dengan cara intensifikasi yang mengakibatkan penggunaan input luar berupa bahan kimia yang tinggi. Input luar buatan seperti pupuk kimia, irigasi, benih hibrida, dan pestisida dapat memainkan peranan penting untuk menyeimbangkan sistem pertanian itu, meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja, serta meningkatkan keseluruhan hasil pertanian. Selain itu, sistem pertanian yang tidak menggunakan input luar tidak akan mungkin memiliki konsep terbuka dan berorientasi pasar untuk menyediakan kebutuhan penduduk nonpetani. Akan tetapi, tanpa disadari hal-hal tersebut dapat berakibat buruk terhadap berkelanjutan kegiatan pertanian (Reijntjes, et al., 1999).

(17)

17  keragaman hayati, memperkecil pengaruh buruk terhadap lingkungan, dan meminimalkan penggunaan input luar. Kriteria ekonomi meliputi sistem pencaharian petani yang berkelanjutan, adanya daya saing, penggunaan faktor produksi yang efisien, dan kecilnya nilai input luar yang digunakan. Kemudian kriteria sosial meliputi memungkinkan untuk diadopsi secara luas terutama oleh petani kecil, mengurangi ketergantungan terhadap pihak luar seperti pabrik pembuat pupuk dan pestisida kimia buatan, meningkatkan ketahanan pangan baik pada level keluarga maupun nasional, dan mengurangi jumlah pengangguran khususnya pada daerah di sekitar lahan.

2.7 Penelitian Terdahulu

(18)

18  Rukka (2003) melakukan penelitian mengenai motivasi petani dalam menerapkan usahatani padi organik di Desa Purwasari, kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat motivasi kelompok tani Mekarsari dan Hegarsari di Desa Purwasari dalam menerapkan usahattani padi organik dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam menerapkan usahatani padi organik. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tingkat motivasi petani kelompok tani Mekarsari termasuk kategori tinggi, sedangkan kelompok Hegarsari tergolong rendah. Hal ini dikarenakan, dalam hal pendapatan non formal, kekosmopolitan, peluang pasar dan sifat inovasi dimana kelompok tani Mekarsari cenderung lebih tinggi disbanding kelompok lain. Selain itu, dilihat dari faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam menerapkan usahatani padi organik, karakteristik internal yang berhubungan nyata positif adalah pendidikan non formal, pengalaman berusahatani dan kekosmopolitan. sementara pada karakteristik eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat motivasi petani dalam menerapkan usahatani padi organik adalah peluang pasar, sifat inovasi, ketersediaan dana dan prasarana serta ketersediaan modal, sedangkan intensitas penyuluhan tidak berhubungan nyata.

(19)

19  bersifat risk increasing, sedangkan input pestisida organik dan tenaga kerja bersifat risk descreasing. Keputusan petani dalam menggunkan input pupuk organik mengakibatkan risiko produksi lebih besar. Input pupuk organik merupakan salah satu input pembeda antara teknologi usahatani padi organik dan non organik, ternyata merupakan salah satu input yang menyebabkan timbulnya risiko produksi. Hal ini terjadi karena dosis penggunaan input pupuk organik yang belum dikuasai dengan baik.

Preferensi risiko petani juga mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan petani untuk melakukan usahatani padi organik. Semakin besar risk taker petani, maka semakin besar kemungkinan petani memutuskan untuk melakukan usahatani organik. Disamping faktor preferensi risiko petani, faktor lain yang menentukan penerapan usahatani padi organik yaitu umur petani, pendapatan di luar usahatani padi, luas lahan garapan, status lahan, dan pengalaman petani dalam usahatani padi.

(20)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya akan tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan stabilitas nasional. Oleh karena itu, perberasan akan selalu menjadi sorotan dan pembicaraan yang menarik bagi berbagai kalangan.

Dari sisi pemenuhan kebutuhan beras, ada tiga aspek yang perlu terus ditingkatkan, yaitu ketersediaan, stabilitas, dan kemampuan produksi. Ketersediaan mengisyaratkan adanya rata-rata pasokan beras yang cukup dan tersedia setiap saat. Stabilitas bisa dipandang sebagai kemampuan meminimumkan kesenjangan antara prediksi dan permintaan riil konsumsi beras, terutama pada tahun-tahun atau musim-musim sulit. Kemampuan memproduksi beras sangat erat dengan ketersediaan sumber daya terutama lahan, penerapan teknologi, serta insentif usahatani.

Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan akan beras sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya kebutuhan konsumsi akibat pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan industri, maka upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan. Pemenuhan konsumsi beras melalui penyediaan dalam negeri akan menjadi tema sentral dalam pembangunan subsektor tanaman pangan. Walaupun beras mungkin lebih murah bila diimpor, pemenuhan kebutuhan beras dari produksi sendiri tetap penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar dunia. Ditambah lagi, jumlah beras yang

(21)

21 

diperdagangkan di pasar internasional terbatas (thin market) (Hafsah dan Sudaryanto, 2004).

Urgensi peningkatan produktivitas padi memang sulit dibantah. Jika terjadi penurunan produktivitas usahatani padi maka mengakibatkan pendapatan petani padi menurun dan nilai tukar yang diterima petani padi cenderung turun. Selain itu, penurunan produktivitas juga berpotensi mempercepat penyusutan luas panen padi sawah secara permanen. Hal ini dikarenakan, petani adalah price taker maka penurunan produktivitas mengakibatkan keuntungan usahatani turun. Kondisi ini jika tidak diperbaiki menyebabkan motivasi petani untuk menanam padi menurun. Jika kecenderungan ini terus berlangsung maka petani akan beralih ke komoditas nonpadi karena lebih menguntungkan. Pada akhirnya, luas tanam dan panen padi menurun dengan kecenderungan yang bersifat permanen (Sumaryanto, 2004)

Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi masalah pangan, diantaranya dengan melakukan praktek pengembangan teknologi maju melalui Revolusi Hijau atau pertanian konvensional. Akan tetapi, pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di beberapa negara termasuk Indonesia merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, serta ketergantungan pada masukan produksi dari luar yang boros energi tak terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk kimia dan pestisida).

(22)

22  masyarakat, bangsa, negara serta dunia. Oleh karena itu, dikembangkan konsep pertanian padi yang berkelanjutan dengan input luar rendah. Pertanian ini mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat (seperti tanah, air, tanaman, dan hewan lokal serta tenaga manusia, pengetahuan, dan keterampilan) dan yang secara ekonomi layak, mantap secara ekologi, disesuaikan menurut budaya dan adil secara sosial. Pemanfaatan input luar tidak dikesampingkan, namun hanya sebagai pelengkap pemanfaatan sumber daya lokal.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(23)

23  Produktivitas Padi Kabupaten Bogor

Kecamatan Dramaga, Desa Purwasari dan Kecamatan Tamansari, Desa Sukajadi

Variasi Pilihan Usahatani Padi

(24)

24  IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan Kecamatan Dramaga dan Tamansari merupakan salah satu daerah yang memiliki luas areal yang cukup potensial dalam pengembangan padi di Desa Purwasari dan Sukajadi. Desa Purwasari dan Sukajadi merupakan daerah yang memiliki areal padi dengan pupuk organik di Kecamatan Dramaga dan Tamansari. Pengumpulan data primer dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(25)

25  Kegiatan pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik survei. Teknik survei merupakan metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada petani yang telah disiapkan untuk menggali data yang diperlukan dalam penelitian. Adapun data-data tersebut antara lain berkaitan dengan identitas petani, karakteristik petani, karakteristik usahatani padi, persepsi petani yang sudah melakukan adopsi padi dengan pupuk organik, dan persepsi petani padi tanpa pupuk organik dalam mengadopsi usahatani padi dengan menggunakan pupuk organik.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data potensi dan keadaan umum daerah penelitian, data potensi produksi pertanian, data penduduk, dan literatur-literatur yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, BPS Indonesia serta dinas-dinas lainnya yang terkait. Selain itu data sekunder juga dapat diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat pada buku, laporan penelitian, jurnal, dan internet.

1.3 Metode Pengambilan Contoh

(26)

26  dan arahan ketua kelompok tani, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), aparatur desa, dan tokoh-tokoh desa. Total responden sebanyak 40 orang dibagi menjadi dua yaitu 20 responden merupakan responden petani padi dengan pupuk organik dan 20 responden lainnya merupakan responden petani padi tanpa pupuk organik. 1.4 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dalam bentuk tabulasi, dan perhitungannya secara manual dan komputerisasi dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Sementara itu, data kualitatif dilakukan secara deskriptif.

Tabel 2. Jenis Data, Sumber Data, dan Metode Analisis Data

Tujuan Data Metode

Analisis Data Jenis Sumber

Membandingkan pendapatan usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik

pupuk organik pada usahatani padi

Kuantitatif dan Kualitatif

Survei Regresi Logistik Selain itu, sumber data pada penelitian ini, yaitu dengan melakukan survei. Dimana informasi dari suatu contoh dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (sembari mewawancarai petani).

1.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani

(27)

27  Pi = F(Zi) = F(α + βXi) =

GFI = NP - BT Dimana :

GFI = Pendapatan Kotor Usahatani (Gross Farm Income)

NP = Penerimaan, yang merupakan hasil kali antara jumlah produksi beras/Gabah Kering Giling (GKG)/Gabah Kering Panen (GKP) dengan harga beras/Gabah Kering Giling (GKG)/Gabah Kering Panen (GKP)

BT = Biaya Tunai, yang dikeluarkan secara tunai untuk pembelian pupuk, bibit, upah tenaga kerja maupun sarana produksi lainnya.

Pendapatan bersih usahatani merupakan penerimaan yang diterima petani setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan atau hasil pengurangan pendapatan kotor usahatani (GFI) dan biaya diperhitungkan. Secara matematis pendapatan bersih usahatani dapat dituliskan sebagai berikut :

NFI = GFI – BD Dimana:

NFI = Pendapatan Bersih Usahatani (Net Farm Income) GFI = Pendapatan Kotor Usahatani

BD = Biaya Diperhitungkan, terdiri atas biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dalam keluarga dan lain-lain

1.4.2 Analisis Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi

1.4.2.1 Model Regresi Logistik Biner

Model regresi logistik merupakan variasi dari model regresi. Model regresi ini digunakan jika peubah dependent Y-nya berupa kategori biner, peubah ordinal ataupun nominal. Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik biner. Analisis regresi logistik biner dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penentu penggunaan pupuk organik pada usahatani padi. Hal ini mengindikasikan bahwa model tersebut dirumuskan sebagai berikut ( Juanda, 2009) :

(28)

28  Pi = peluang seseorang dalam mengambil keputusan

2,718

Untuk melihat model pada persamaan (1) serta parameter koefisiennya

muda kan menjadi :

Dimana :

e = logaritma natural dengan nilai

h diinterpretasikan, maka persamaan (1) dapat ditunjuk

→ =

...(2) Persamaan (2) ditransformasikan dengan logaritma natural, maka :

ln ...(3) an penggunaan pupuk organik pada usahatani padi di antaranya umur petani, lama pendidikan petani, luas lahan, jumlah tanggungan, pendapatan luar usahatani padi, dan pengalam

ln

Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap penentu

an bertani. Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pi

Pi Zi α β X β X β X β X β X β X

puk organik (Pi =0; tidak bersedia, Pi=1; bersedia)

Zi = Keputusan petani

α = Konstanta/intersep Koefisien Regresi

petani (jiwa)

padi dengan pupuk organik (tahun) atani Padi (Rp)

te pengaruh terhadap keputusan petani

Dimana :

Pi = Peluang kesediaan petani menggunakan pu

β =

X1 = Umur petani (tahun) 2

X = Lama pendidikan petani (tahun) X3 = Luas Lahan (ha)

4

X = jumlah tanggungan i X5 = Pengalaman bertan X6 = Pendapatan Luar Usah

ng diduga ber Hipo sis faktor-faktor ya

(29)

29  m

adap suatu perubahan. Hal ini didasarkan pada wa usia muda lebih produktif dan lebih memungkinkan

2)

k memahami sesuatu yang baru rganik) akan lebih mudah dibandingkan

3)

melakukan sistem pertanian baru. besarnya luas lahan usahatani padi mempengaruhi

4)

ang harus ditanggung, maka akan semakin banyak pula kebutuhan gga tekanan untuk mendapatkan 1) U ur Petani (X1)

Umur petani diharapkan negatif. Semakin muda umur seorang petani diduga akan semakin terbuka terh

pertimbangan bah

untuk melakukan sesuatu yang baru. Lama Pendidikan Petani (X2)

Lama pendidikan petani diharapkan positif. Diduga semakin lama pendidikan petani maka kemampuan untu

(seperti usahatani padi dengan pupuk o dengan petani yang berpendidikan rendah. Luas Lahan (X3)

Luas lahan diharapkan positif. Semakin besar luas lahan pada usahatani padi diduga mempengaruhi seorang petani untuk

Oleh karena itu, diduga

keputusan petani dalam mengadopsi sistem usahatani padi dengan pupuk organik.

Jumlah Tanggungan Petani (X4)

Jumlah tanggungan petani diharapkan positif. Semakin banyak anggota keluarga y

hidup yang harus ditanggung, sehin

(30)

30  5)

akin lama pengalaman petani ntang usahatani padi, maka diharapkan petani dapat memilih sistem

. 6)

h oleh petani, maka diharapkan petani berani dopsi usahatani padi dengan pupuk

1.4 1)

kelihood ratio adalah rasio fungsi kemungkinan modelUR (lengkap) ungsi kemungkinan disini (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini

ibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan derajat

_

Pengalaman Petani (X5)

Pengalaman petani diharapkan positif. Sem te

usahatani yang lebih baik

Pendapatan Luar Usahatani Padi (X6)

Pengaruh pendapatan luar usahatani padi diharapkan positif. Semakin besar pendapatan yang diperole

mengambil keputusan untuk menga organik.

.2.2 Pengujian Model Regresi Logistik Biner Uji Likelihood Ratio

Uji li

terhadap fungsi kemungkinan modelR (H0 benar). F adalah dalam persamaan (1)

Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak jika : statistik G > .

(31)

2) Odds Ratio

31  Dalam kajian hubungan antar variabel katageri dikenal adanya ukuran sosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar variabel kategori. Salah satu ukuran

iperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odds ratio. Odds r

(1 - P) : Peluang kejadian yang tidak terjadi ) Uji Wald

i Wald digunakan untuk menjelaskan bahwa variabel penjelas is statistik yang diuji adalah : j = 1,2,....,n

H1 : βj

W = a

asosiasi yang dapat d

atio berarti rasio peluang kejadian suskes dengan kejadian tidak sukses dari variabel respon ( Firdaus, 2004)

Dimana,

P : Peluang kejadian yang terjadi

Odds Ratio =

3

Uj

mempunyai engaruh pada variabel respon. Hipotes p H0 : βj = 0, untuk

≠ 0

Secara matetamatis, uji Wald dapat dituliskan sebagai berikut :

Se ( = standard error ofβ (galat kesalahan dari β) Dimana :

(32)

32  V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi

5.1.1 ari

Desa Purwasari merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kurang bih Kecamatan Dramaga, 40 km dari ibu kota Kabupaten Bogor dan

ah Desa Purwas

Kecamatan Dramaga

layah ektar yang terdiri dari

iman n-lain. Informasi

a Tabel 3.

an di Desa Purwasari

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

5

Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Purwas

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini terletak 7 km dari

le

157 km dari ibu kota provinsi Jawa Barat. Adapun perbatasan wilay ari adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Petir, Kecamatan Dramaga Sebelah Selatan : Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari Sebelah Barat : Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjo Laya Sebelah Timur : Desa Petir,

Luas wi Desa Purwasari sebesar 211,02 h wilayah pemuk , persawahan, perkebunan dan lai penggunaan lahan di Desa Purwasari secara rinci dapat dilihat pad Tabel 3. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan lah

Tahun 2010

1 Pemukiman 30,42 14,41

2 Persawahan 158,23 74,99

,82

4 Kuburan 1,75 0,83

6 Tam 0,10 0,05

ya

1

3 Perkebunan 12,28 5

5 Pekarangan 1,44 0,68

an 7 Perkantoran

um lainn

0,15 0,07

8 Prasarana um 6,65 3,15

Total 211,02 00,00

(33)

33  n kondisi geografisnya desa ini berada pada ketinggian 535 m l. S ara topografi desa ini memiliki wilayah berbukit-bukit seluas 0 he n wilayah dataran rendah seluas 130 hektar. Curah hujan rata-rata 2.000 – 2500 mm, sedangkan suhu rata-rata 28 C – 32 C.

5.1.2 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Sukajadi

Desa Sukajadi merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini merupakan desa dari Kecamatan Tamansari yang berbatasan langsung dengan Desa Purwasari dari Kecamatan Dramaga. Desa ini terletak sekitar 6 km dari Kecamatan Tamansari, 34 km dari ibu kota Kabupaten Bogor dan 134 km dari ibu kota Provinsi Jawa Barat. Adapun perbatasan wilayah Desa Sukajadi adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Sebelah Selatan : Gunung Salak

Sebelah Barat : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjo Laya Sebelah Timur : Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari

Berdasarkan kondisi geografisnya desa ini berada pada ketinggian 420 m dpl. Lahan yang berada di Desa Sukajadi termasuk tanah yang subur dengan tingkat kemiringan sebesar 20 derajat. Curah hujan rata-rata 1100 mm, sedangkan suhu rata-rata 200C.

Luas wilayah Desa Sukajadi sebesar 307,08 hektar yang terdiri dari wilayah pemukiman, persawahan, ladang dan lain-lain. Informasi penggunaan lahan di Desa Sukajadi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarka dp ementara sec 1 ktar da

(34)

34  Tabel

Tahun 2010

4. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Desa Sukajadi

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 21,40 6,97

2 Persawahan 161,61 52,63

3 Ladang/Tanah Darat 109,31 35,60

4 Jalan 11,30 3,68

5 Pe akaman 0,50 0,16

6 Perkantoran 0,09 0,02

9 Tanah Bangunan Pendidikan 0,75 0,24

3 10

m

7 Lapangan Olahraga 0,75 0,24

8 Tanah Peribadatan 0,71 0,23

10 Tanah Lain-lain 0,66 0,21

Total 07,08 0,00

Sumb grafi Kelurahan Sukajadi Tahun 20

.3 aan Sosial Ekonomi Desa Purwasari

Desa Purwasari berjumlah 6.747 jiwa yang terdiri dari 3.474 ,4 273 (48,51%) perempuan dengan jumlah kepala keluarga

s mposisi penduduk menurut kel k usia pada tahun ling besar penduduk Desa tu sebesar 2.346 jiwa.

Tabel

Tahun 2010

er : Data Mono 10

5.1 Kead Penduduk (51 9%) laki-laki dan 3.

sebe ar 1.791 jiwa. Ko ompo 2010

dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, pa Purwasari berada pada kisaran usia 30-56 tahun, yai

5. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Purwasari No Kelompok Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 0-12 bulan 95 1,41

Sumber : Data Monografi Kelurahan Purwasari Tahun 2010

Tingkat pendidikan penduduk d masih tergolong rendah. da apat dilihat bahwa sebagian besar ti t pendidikan masy

D i tahun 2010 merupakan tamatan SD yaitu sebesar 1.768 jiwa i Desa Purwasari

Pa Tabel 6, d ngka arakat

(35)

35  7,5 elain itu, banyaknya masyarakat Desa Purwasari yang tidak pernah sekolah sebesar 1.254 jiwa (19,57%).

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Purwasari Tahun 2010 (2 9%). S

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 206 3,22 2 Usia 3-6 tahun yang sedang TK/play

group 226 3,53

4 Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 1.178 18,39 6 Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tid

5 Usia 7-56 tahun yang tidak pernah sekolah 1.254 19,57 ak

Sumb ografi Kelurahan Purwasari Tahun 2010

ri segi mata pencahariaan, sebagian besar penduduk Desa w ofesi sebagai petani yaitu sebesar 883 jiwa at 44,28% dari l

l entara yang berprofesi sebagai buruh tani ebes jiwa atau 45,54% dari jumlah penduduk yang ja (Tabel 7)

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Purwasari Tahun 2010 No Je

er : Data Mon

Dilihat da

Pur asari berpr au tota

jum ah penduduk yang bekerja. Sem

s ar 908 beker .

nis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 883 44,28

2 Buruh Tani 908 45,54

4 Pegawai Negeri Sipil 25 1,25

5 Pengrajin 62 3,11

6 Pedagang 15

7 Pengusaha Kecil dan Menengah 31

0,75

9 Pembantu Rumah Tangga 30

10 Lain-lain 39 1,95

Total 994 100

(36)

36  .4 Sosial Ekonomi Desa Sukajadi

k Desa Sukajadi berjumlah 7.762 jiwa yang terdiri dari 3 ki dan 3.926 (50,58%) perempuan dengan jumlah kepala keluarga

pok usia pada tahun 2010 apat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, paling besar penduduk Desa

yaitu sebesar 2.181 jiwa. Tabel

Tahun 2010 5.1 Keadaan

Pendudu 3.834

(49, 9%) laki-la

sebesar 1.912 jiwa. Komposisi penduduk menurut kelom d

Sukajadi berada pada kelompok usia 30-56 tahun,

8. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Sukajadi No Kelompok Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 0-11 bulan 248 3,20

Sumber : D Kelurahan Sukajadi Tahun 2010

Desa Purwasa ikan pe

ka tergolong rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat De ahun 2010 merupakan lulusan SD yaitu sebesar 2.423 jiwa

be kan Masyarakat Desa Sukajadi Tahun 2010

ah (orang) Persentase (%) ata Monografi

Serupa dengan ri, tingkat pendid nduduk di Desa Su jadi masih

di sa Sukajadi t .

Ta l 9. Tingkat Pendidi

No Tingkat Pendidikan Juml

1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 676 9,51 2 U

4 Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 1.441 20,26 6 Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak

,02 7 0,73

1

sia 3-6 tahun yang sedang TK 40 0,56 5 Usia 7-56 tahun yang tidak pernah sekolah 563 7,92

tamat 997 14

7 Tamat SD 2.423 34,0

8 Usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP dan

SMA 52

(37)

37  jau dari segi mata pencahariaan di Desa Sukajadi, ternyata tidak jauh rbe

pr petani yaitu sebesar 1.422 jiwa (43,17%). Sementara yang r gai buruh tani sebesar 637 jiwa (19,34%) gan luas

i t wilaya Sukaja

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Ditin

be da dengan Desa Purwasari. Sebagian besar penduduk Desa Sukajadi ber ofesi sebagai

berp ofesi seba den areal

pertanian (persawahan) yang mencapai 52,63% dar otal luas h Desa di.

Tabel 10. Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Sukajadi Tahun 2010

1 Petani 1.422 43,17

2 Pedagang 637 19,34

4 Wiraswasta 629 19,10

41 1,24

16 0,49

8 Lain-lain 95 2,88

100,00

3 Pegawai Negeri Sipil 15 0,46

5 Pegawai Swasta 439 13,33

6 Pertukangan

ni padi di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi diperoleh rdasa vei terhadap 20 responden petani padi dengan pupuk organik n 20 petani padi tanpa pupuk organik, dimana dari Desa Purwasari

Desa Sukajadi diambil

diambil masing-masing 15 responden dan dari

(38)

38  ahun sampai 75 tahun. Sebagian besar petani padi responden berada pada kelompok usia 50-60 tahun yaitu berjumlah 19 petani dari 40 petani. Pada petani padi dengan pupuk organik, sebagian besar berada pada kelompok

itu berjumlah 11 orang (55%). Selanjutnya, kelompok usia 60 tahun k

agian besar petani padi responden di Desa Purwasari dan De

Organik Berdasarkan Kelompok Usia 5.2.1 Usia Petani

Usia petani responden di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi beragam, dari yang berusia 29 t

usia 50-60 tahun ya

eatas berjumlah 2 orang (10%) dan kelompok usia kurang dari 50 tahun berjumlah 7 orang (35%).

Pada petani responden dari usahatani padi tanpa pupuk organik, sebagian besar berada pada kelompok usia kurang dari 50 tahun dan antara 50-60 tahun yang masing-masing berjumlah 6 orang (30%) dan 8 orang (40%). Sisanya berada pada kelompok usia 60 tahun keatas yang berjumlah 6 orang (30%). Hal ini memperlihatkan bahwa seb

sa Sukajadi berusia antara 50-60 tahun.

Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Padi dengan dan Tanpa Pupuk

No Kelompok Usia

Petani Padi dengan Pupuk Organik

Petani Padi Tanpa Pupuk Organik

Ting endidikan padi rwas De

termasuk masih rendah. Sebagian besar petani padi dengan dan tanpa pupuk or ni n lulusan S yaitu sebesar 65% untuk petani padi dengan

ata Primer, Diolah (2011)

gkat Pend kat p

n

petani di Desa Pu ari dan sa Sukajadi

(39)

39  pupuk organik dan 60% untuk padi tanpa pupuk organik. Bahkan ada juga petani yang tidak tamat SD dari usahatani padi tanpa pupuk organik sebesar 10%. Selain itu, petani padi dengan dan tanpa pupuk organik yang lulusan SMU yaitu masing-masing berjumlah 2 orang (10%) dan 4 orang (20%). Adapun petani padi dengan pupuk organik lulusan SLTP, SMK, dan D3 yaitu masing-masing berjumlah 3 orang (15%), 1 orang (5%), dan 1 orang (5%). Sementara petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tertinggi yaitu S1 berada pada usahatani padi tanpa pupuk organik sejumlah 2 orang (10%).

Para petani padi dengan dan tanpa pupuk organik juga mengikuti penyuluhan dan pelatihan usahatani dari pemerintah (Departemen Pertanian) dan beberapa ahli usahatani padi (SLPHT, peneliti dari institusi, dan lain sebagainya). Akan tetapi, hanya beberapa petani padi tanpa pupuk organik yang pernah mengikuti pelatihan tentang pertanian organik, sehingga banyak dari petani padi tanpa pupuk organik yang tidak mengetahui tentang pemahaman organik.

Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Padi dengan dan Tanpa Pupuk

No

Organik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat

Pendidikan

Petani Padi dengan Pupuk Organik

(40)

40  5.2.3 Luas Lahan Garapan

s kepemilikan la g dan tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi sebagian b r berstatus ilik lahan. l ini dan Desa ajadi sebag esar idapat secara turun temurun.

l 13 dapat dilihat bahwa petani padi dengan pupuk organik

emiliki luas lahan garapan kurang dari 2.000 m2 lebih b

Organik Berdasarkan Luas Lahan Garapan Statu han padi den an

esa pem Ha

dikarenakan lahan pertanian di Desa Purwasari Suk ian b d

Luas lahan garapan petani responden mulai dari luas lahan garapan 800 m2 sampai 20.000 m2. Pada Tabe

yang mempunyai luas lahan garapan 2.000 m2 – 5.000 m2 dan lebih dari 5.000 m2 masing-masing lebih banyak sebesar 65% dan 25%, sedangkan jumlah petani padi tanpa pupuk organik masing-masing hanya sebesar 45% dan 10%. Sementara petani padi yang m

anyak dimiliki oleh petani padi tanpa pupuk organik senilai 45% daripada jumlah petani padi dengan pupuk organik hanya senilai 10%. Berdasarkan Tabel 13, dapat disimpulkan bahwa luas lahan petani padi dengan pupuk organik lebih besar dibandingkan dengan luas lahan petani padi tanpa pupuk organik.

Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Padi dengan dan Tanpa Pupuk

Luas Lahan Garapan

Petani Padi dengan Pupuk Organik

Petani Padi Tanpa Pupuk Organik Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

5.2.4 Sifat Usahatani Padi

Sebagian besar p pa n

bahwa berusahatani padi kan utam

(41)

41  sebesar 85% dari 20 responden petani padi dengan pupuk organik me kan bahwa usahatani padi merupakan mata pencaharian utama dan sisanya sebesar 15% m an bahwa atani pa erupakan erjaan sa gan.

pupuk organik sebesar 80% dari 20 responden ni padi merupakan mata pencaharian utama dan sisanya

Padi

Petani Padi dengan Pupuk Petani Padi Tanpa Pupuk nyata

enyatak usah di m pek mpin

Sementara pada petani padi tanpa menyatakan bahwa usahata

sebesar 10% menyatakan bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan sampingan.

Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Berdasarkan Sifat Usahatani Padi

No Sifat Usahatani Organik Organik

Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%)

1 Utama 17 85 16 80

2 Sampingan 3 15 4 20

Total 20 100 20 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

Alasan petani responden menyatakan bahwa usahatani padi adalah mata

dan kebiasaan dari tur t

pekerjaan bertani. Sementara petani padi yang menyatakan bahwa usahatani padi

m pingan karena p i tersebut

utama sebagai pedagang, wiraswasta, buruh, peternak, dan guru. adi

pencaharian utama karena petani tidak memiliki keahlian lagi selain berusahatani un-temurun yang membua petani hanya melakukan

erupakan pekerjaan sam etan mempunyai pekerjaan

5.2.5 Pengalaman Berusahatani P

(42)

42  pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukaja

rganik. Akan tetapi, ada beberapa petani padi tanpa pupuk

menggeluti usahatani padi dari umur kurang lebih 12 tahun dan sudah menjadi keahlian dari turun-temurun.

Pengalaman petani padi dengan

di rata-rata sudah selama 3 tahun. Bermula dari adanya program Go Organic 2010, pemerintah memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk organik untuk mendukung program tersebut. Hal ini membuat petani padi yang pernah mendapatkan pelatihan dan pembinaan tentang pertanian organik ingin menggeluti pertanian padi dengan pupuk o

(43)

43  VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

 

6.1 Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik

Padi dengan pupuk organik menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi aripada produktivitas padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa ukajadi yang dilakukan 2 kali musim tanam pada tahun 2010-2011. Pada Tabel 15, rata-rata produk npa pupuk organik

asing-masing adalah 4.102,5 kg/ha dan 3.977,9 kg/ha Gabah Kering Panen

tinggi d

perhektar Desa Purwasari dan Sukajadi Selama 2 Kali Musim d

S

si perhektar padi dengan dan ta m

(GKP). Dengan demikian, produktivitas padi dengan pupuk organik 3,1% lebih aripada produktivitas padi tanpa pupuk organik.

Tabel 15. Penerimaan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Tanam Kabupaten Bogor Tahun 2010-2011

Uraian

Usahatani Padi dengan Pupuk Organik Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik %Selisih Rata-rata

MT1 MT2 Rata-rata MT1 MT2 Rata-rata

Produksi

(Rp/Ha) 9.571.410 9.628.114 9.599.762 8.296.182 9.123.974 8.710.078 10,2 * Menunjukkan signifikan berbeda nyata secara statistik pada tingkat peluang 5%

Sumber : Diolah, Data Primer 2011

uktivitas padi dengan pupuk organik pada pene

Prod litian ini yaitu 4.102,5

kg/ha. Ternyata produk D

d ans sih jauh dibawah produk pa nik pene n tivitas padi dengan pupuk organik di Kecamatan ramaga

an Tam ari ma tivitas di orga pada litia

(44)

44  organik

harga gabah

ngan usahatani padi tan

di Desa Purwasari dan Sukajadi masih jauh dibawah dari produksi padi organik di daerah lain yang sudah lama menerapkan usahatani padi organik.

Harga gabah untuk padi dengan pupuk organik bervariasi diantara petani berdasarkan kondisi gabah yang dihasilkan petani. Harga gabah yang diterima petani padi dengan pupuk organik adalah Rp 2.325 per kg dan harga gabah yang diterima petani padi tanpa pupuk organik adalah Rp 2.195 per kg. Dengan demikian, rata-rata harga gabah untuk padi dengan pupuk organik adalah 5,9% lebih tinggi daripada harga gabah rata-rata padi tanpa pupuk organik. Secara statistik, harga gabah padi dengan pupuk organik berbeda nyata dengan

padi tanpa pupuk organik pada taraf nyata 5%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa pada rata-rata musim tanam tersebut, padi dengan pupuk organik mempunyai keunggulan dalam harga gabah (Lampiran 2).

Penerimaan petani padi merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi gabah yang dihasilkan dan harga gabah yang diterima petani padi. Berdasarkan produktivitas dan harga yang diterima petani, rata-rata penerimaan yang diterima petani padi dengan pupuk organik lebih tinggi dibandingkan rata- rata penerimaan yang diterima petani padi tanpa pupuk organik. Tabel 15 menunjukkan bahwa keunggulan usahatani padi dengan pupuk organik perhektar dalam produktivitas mencapai 3,1% dan harga gabah mencapai 5,9% dibandingkan de

pa pupuk organik.

6.2 Biaya Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik

(45)

45  ang tunai maupun barang seperti gabah hasil panen.

yang masuk ke dalam

i itu sendiri dan anggota keluargannya yang telah menyel

iliki petani, dari waktu ke waktu mengalami kecend

(dibayarkan) dan biaya diperhitungkan (tidak dibayarkan). Biaya tunai merupakan kelompok biaya dengan melakukan pembayaran selama kegiatan usahatani berlangsung baik berupa u

Dalam penelitian ini dapat diidentifikasi enam jenis pengeluaran

kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah TKLK (Tenaga Kerja Luar Keuarga), biaya pupuk, biaya benih, biaya pestisida, pajak, dan iuran pengairan (Lampiran 5 dan Lampiran 6).

Biaya diperhitungkan merupakan jenis biaya yang pada kenyataannya petani tidak mengeluarkan uang atau alat pembayaran lainnya untuk melakukan pembayaran terhadap kegiatan usahatani. Pada penelitian ini dapat ditentukan dua jenis biaya diperhitungkan, yaitu biaya TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) dan biaya penyusutan alat.

Biaya tenaga kerja dalam keluarga adalah upah yang seharusnya dibayarkan petani kepada petan

esaikan suatu pekerjaan dalam usahatani. Pada kenyataannya upah TKDK tidak dibayarkan petani kepada TKDK.

Biaya penyusutan alat menyatakan pengurangan nilai dari alat yang dimiliki petani karena peralatan tersebut telah digunakan dalam usahatani. Nilai ekonomis alat yang dim

(46)

46  6.2.1

organik. Biaya TKLK untuk usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp 8.520.800 atau 81,00% dari biaya total usahatani padi dengan pupuk organik dan biaya TKLK untuk usahatani padi tanpa pupuk organik adalah sebesar

i biaya total usahatani padi tanpa pupuk organik. Tabel 1

perhektar Desa Purwasari dan Desa Sukajadi Selama 2 Kali Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) adalah jenis biaya yang mempunyai persentase paling tinggi baik untuk usahatani padi dengan maupun tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi. Biaya TKLK untuk usahatani padi dengan pupuk organik lebih besar daripada biaya untuk padi tanpa pupuk

Rp 5.486.792 atau 60,24% dar

6. Biaya Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Musim Tanam Tahun 2010-2011

Jenis Biaya

Usahatani Padi dengan Pupuk Organik

Usahatani Padi Tanpa Pupuk Organik

Nilai (Rp/Ha) % Nilai (Rp/Ha) %

Biaya Tunai

1. TKLK 8.353.350 81,00 5.486.792 60,24

2. Bibit 84.802 0,81 397.559 4,36

05

Total Bia

3. a) Pupuk Kompos 190.786 1,82 0 0,00

b) Pupuk Kimia  130.815 1,24 759.492 8,33

4. Pestisida 83.845 0,80 161.077 1,77

5. Pajak Bumi dan

Bangunan 581.129 5,52 733.691 8,

6. Biaya pengairan 68.000 0,65 85.299 0,94 ya Tunai 9.660.177 91,84 7.623.910 83,69

Biaya Diperhitungkan

diperhitun 858.593 8,16 1.484.931 16,30

(47)

47  nakan t rja yan asal dari l rga pe usahatani padi di Desa Purwasari dan Sukajadi juga melibatka kerja

dalam i. Bi rsenta ecil,

dibandingkan dengan biaya TKLK. Biaya TKDK pada usahatani padi dengan pupuk organik hanya sepersepuluh dari TKLK usahatani padi dengan pupuk

o biaya TKD usahata di tanpa nik h

padi tanpa pupuk organik. Pada usahatani padi dengan

tanah juga memiliki upah tenaga kerja te

Selain menggu enaga ke g ber uar kelua tani, n tenaga dari keluarga petan aya TKDK memiliki pe se yang k jika

rganik, sedangkan K pada ni pa pupuk orga anya seperempat dari TKLK usahatani

pupuk organik, upah TKDK sebesar Rp 782.798 atau senilai 7,44% dari total biaya usahatani padi dengan pupuk organik. Nilai upah TKDK untuk usahatani padi tanpa pupuk organik adalah Rp 1.384.955 atau senilai 15,20% dari total biaya usahatani padi tanpa pupuk organik.

Jenis pekerjaan yang memiliki upah tenaga kerja terbesar untuk usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik diaplikasikan untuk pemanenan. Pekerjaan pada pemanenan padi meliputi pemotongan padi, perontokan gabah, dan penimbangan gabah. Kebanyakan usahatani padi di Desa Purwasari dan Sukajadi harus membayar seperlima dari hasil panen. Upah yang diberikan untuk TKLK pada pemanenan bukan berupa uang tunai tetapi berupa gabah kering panen.

Selain pemanenan, pekerjaan mengolah

(48)

48  Tabel 17. Rincian Biaya Hand Tractor di Desa Purwasari dan Sukajadi

Jenis Biaya Jumlah Biaya (Rp)

Desa Purwasari Desa Sukajadi

Upah operator 50.000 50.000 Upah angkut traktor 25.000 25.000

Uang kas sebagai biaya jika terjadi kerusakan 45.000 -Biaya Solar 30.000 25.000

Total 150.000 100.000

Sumber : Data Primer (Diolah), 2011

Penyemprotan pestisida biasanya dilakukan oleh TKDK dan beberapa TKLK bagi petani yang memiliki lahan yang luas. Penyemprotan pestisida pada usahatani padi tanpa pupuk organik memerlukan kerj ih besar daripada usahatani padi dengan pupuk organik. H an

tanpa pupuk organik melakukan penyemprotan pestisida yang lebih intensif untuk

m serangan ha mentara dengan

organik ada beberapa petani yang tidak mengg

. a dan upah yang leb

al ini dikarenak usahatani padi

enghindari kerugian yang besar dari ma. Se usahatani padi dengan pupuk

unakan pestisida nabati, sehingga petani tersebut sering menghadapi permasalahan hama, seperti wereng coklat dan tungro. Pekerjaan persemaian dan pemupukan tidak membutuhkan kerja yang banyak. Kebanyakan petani hanya melibatkan TKDK dalam melakukan kegiatan persemaian dan pemupukan.

(49)

49  6.2.2 B

iaya pajak di Desa Purwasari dan Sukajadi memiliki biaya yang cukup da di dataran tinggi dan dekat dengan kawasa

a terbesar selanjutnya setelah biaya pajak. Biaya

antuan pupuk organik dari pemerintah berupa program Go Organic nya ada petani yang membeli pupuk organik dengan harga pupuk

iaya Pajak Bumi dan Bangunan

Biaya pajak merupakan biaya terbesar kedua dari semua biaya usahatani padi dengan maupun tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi. Biaya pajak usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp 581.129 atau 5,52% dari biaya total usahatani padi dengan pupuk organik dan biaya pajak usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai Rp 733.691 atau senilai 8,05% dari biaya total usahatani padi tanpa pupuk organik.

B

tinggi, dikarenakan wilayahnya yang bera

n wisata curug nangka yang masuk di wilayah Desa Sukajadi. Kawasan wisata ini memicu adanya kawasan penginapan dan rumah makan sehingga beberapa kawasan persawahan berubah menjadi kawasan pemukiman dan perdagangan.

6.2.3 Biaya Pupuk

Biaya pupuk merupakan biay

pupuk untuk usahatani padi dengan pupuk organik ternyata lebih rendah daripada biaya pupuk untuk usahatani padi tanpa pupuk organik. Beberapa petani padi dengan pupuk organik membuat sendiri pupuk organik yang diambil dari bahan-bahan alami di sekitar lingkungan desa, sehingga tidak memerlukan biaya pupuk yang cukup mahal. Selain itu, sebagian besar petani Desa Purwasari mendapatkan b

dari tahun 2007. Sisa

(50)

50  ri dan Sukajadi.

Tabel

Organik perhektar di Desa Purwasari dan Sukajadi Tahun Pupuk yang digunakan tidak sepenuhnya berasal dari pupuk organik, sekitar 10% - 25% pupuk kimia masih digunakan dalam usahatani padi dengan pupuk organik. Oleh karena itu, biaya pupuk pada usahatani padi dengan pupuk organik dibagi menjadi dua biaya pupuk, yaitu biaya pupuk organik dan kimia. Biaya pupuk organik sebesar Rp 190.786, sedangkan biaya pupuk kimia sebesar Rp 130.815. Tabel 18 merupakan gambaran pemakaian komposisi pupuk usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik dalam perhektar di Desa Purwasa

18. Komposisi Pupuk Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk 2010-2011

Jenis Pupuk Usahatani Padi dengan Pupuk Organik

padi dengan pupuk organik dikarenakan lahan padi tanpa pupuk organik masih berdekatan dengan lahan padi dengan pupuk organik. Hal ini mengakibatkan a irigasi yang digunakan bercampur dengan zat-zat kim i yang berasal dari pa tanpa pupuk organik. Selain itu, tanah yang diguna leh padi dengan p o m pulih sepenuhnya dari sifat kim karena pelaksanaan p

a Primer (Diolah), 2011

Penggunaan kom upuk kimia sekitar 10% - 25% pada usahatani

ir

iaw di

kan o upuk

(51)

51  dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi yang masih dini, dimulai tahun 2007.

6.2.4 Biaya Bibit

Biaya bibit merupakan biaya terbesar selanjutnya. Persentase biaya bibit usahatani padi dengan pupuk organik sebesar 0,81% dari total biaya usahatani padi dengan pupuk organik, sedangkan biaya bibit usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 4,36% dari total biaya usahatani padi tanpa pupuk organik.

Biaya bibit padi tanpa pupuk organik dalam satu hektar lebih besar daripada padi dengan pupuk organik. Hal ini dikarenakan jumlah penggunaan bibit dalam perhektar pada usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 63,89 kg, sedangkan pada usahatani padi dengan pupuk organik sebesar 30,85 kg. Serupa dengan pupuk organik, bantuan bibit untuk usahatani padi dengan pupuk organik juga dilakukan oleh pemerintah. Bantuan varietas yang diberikan pemerintah yaitu varietas inpari 9 dan inpari 10 (Lampiran 3). Bantuan bibit hanya pada usahatani padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari, sedangkan usahatani padi di Desa Sukajadi dan usahatani padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari tidak mendapatkan bantuan. Usahatani padi yang tidak mendapatkan bantuan, rata-rata menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang (Lampiran 4). Pemilihan kedua jenis varietas padi tersebut didasarkan pada kecocokan tanah dan keadaan cuaca di Desa Purwaari dan Sukajadi. Akan tetapi, varietas tersebut memiliki harga yang lebih tinggi jika petani membelinya di toko/warung sekitar Desa Purwasari dan Sukajadi, dibandingkan dengan harga bibit bila petani membelinya langsung di Bogor.

(52)

52  l biaya usahatani padi tanpa pupuk organik atau senilai Rp 161.077.

apangan menunjukkan bahwa kelompok tani di Desa Purwas

mbeli pestisida nabati dengan harga Rp 80.000/liter, biasanya petani

6.2.5 Biaya Pestisida

Biaya pestisida yang dikeluarkan petani untuk usahatani padi tanpa pupuk organik sekitar dua kali lebih besar daripada biaya pestisida usahatani padi dengan pupuk organik. Biaya pestisida usahatani padi dengan pupuk organik mencapai Rp 83.845 atau 0,80% dari total biaya dan biaya pestisida usahatani padi tanpa pupuk organik mencapai 1,77% dari tota

Kenyataan di l

ari membuat sendiri pestisida nabati dengan menggunakan tanaman atau buah yang memiliki bau menyengat yang tidak disukai oleh hama, seperti nimba, cabai, bawang putih, bawang merah dan lain-lain. Kemudian diberikan merata kepada petani-petani padi dengan pupuk organik sehingga tidak memerlukan biaya pestisida yang cukup mahal. Akan tetapi, petani padi dengan pupuk organik di Desa Sukajadi me

padi dengan pupuk organik di Desa Sukajadi memakai hingga 5 liter pestisida nabati dalam setahun atau selama 2 musim tanam.

6.2.6 Biaya Penyusutan Peralatan

(53)

53  6.2.7 B

0.

engairan di Desa Purwasari dikelola oleh BP3K (Badan Penyuluhan ehutanan) Mitra Cai yang didirikan oleh Gapoktan Desa Purwas

ran. Hal ini tentunya merugikan BP3K Mitra Cai. Sementara itu, hal yang b

mentara itu, petani padi dengan pupuk organik yang menjual hasil iaya Pengairan

Biaya pengairan yang ditanggung petani padi tanpa pupuk organik lebih besar daripada biaya pengairan yang ditanggung oleh petani padi dengan pupuk organik. Biaya pengairan yang ditanggung petani padi tanpa pupuk organik sebesar Rp 85.299 dan yang ditanggung petani padi dengan pupuk organik sebesar Rp 68.00

P

Pertanian Perikanan dan K

ari. Air berasal dari sungai Cihideung yang berjarak 2 km dari Desa Purwasari. Upah pengairan yang dibayarkan dengan alat pembayaran berupa gabah, yaitu sebanyak 50 kg/ha. Akan tetapi, ada beberapa petani yang tidak mengerti dengan sistem pengairan ini, sehingga mereka tidak mau membayar biaya pengai

erbeda terjadi di Desa Sukajadi, sistem pengelolaan pengairan di Desa Sukajadi ternyata mendapat bantuan dari pemerintah yang juga berasal dari sungai Cihideung. Oleh sebab itu, petani di Desa Sukajadi tidak mengeluarkan biaya pengairan.

6.3 Pemasaran Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik

(54)

54  gan harga jual yan

rimaan usahatani dan biaya

pakan selisih antara penerimaan il pengur

atan usahatani padi dengan pupuk organik tidak jauh berbeda dengan usahatani padi tanpa pupuk panen langsung ke tengkulak lokal dan warung sekitar desa, dipatok den

g sama dengan usahatani padi tanpa pupuk organik.

Pada petani padi tanpa pupuk organik kebanyakan menggunakan hasil usahatani padi untuk keperluan pribadi dan sisanya dijual ke tengkulak lokal atau warung sekitar lingkungan desa. Hal ini dikarenakan, mayoritas luas lahan petani padi tanpa pupuk organik kurang dari 2.000 m2, sehingga hasil yang diterima hanya cukup untuk keperluan hidup sehari-hari.

6.4 Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Pendapatan usahatani merupakan selisih antara pene

usahatani, dimana penerimaan usahatani lebih besar daripada biaya usahatani. Dalam penelitian ini, analisis pendapatan diperlukan untuk melihat perbandingan tingkat pendapatannya. Pada penelitian ini pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani. Pendapatan atas biaya tunai meru

usahatani dan biaya tunai usahatani. Pendapatan atas biaya total adalah has angan penerimaan usahatani dan biaya total usahatani.

Usahatani padi dengan pupuk organik menghasilkan penerimaan usahatani senilai 10,2% lebih besar dari penerimaan usahatani padi tanpa pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi selama 2 kali musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh oleh usahatani padi dengan pupuk organik memberikan kontribusi besar dalam penerimaan padi di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun 2010-2011.

(55)

55  organik

rendah dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Tabel

perhektar Desa Purwasari dan Sukajadi Kabupaten Bogor Tahun atas biaya tunai maupun biaya total. Pada usahatani padi dengan pupuk organik, biaya tunai dan biaya total masing-masing sebesar 26,7% dan 15,4% lebih tinggi dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Padahal usahatani padi dengan pupuk organik sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa bibit dan pupuk. Sementara biaya diperhitungkan pada usahatani padi dengan pupuk organik senilai 42,1% lebih

19. Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik 2010-2011

Penerimaan (Rp/Ha) 19.199.524 17.420.156 10,2 Biaya Tunai (Rp/Ha) 9.660.177 7.623.910 26,7

Biaya Total (Rp/Ha) 10.518.770 9.108.841 15,4

(Rp/Ha) 9.539.347 9.796.246 -2,6

(Rp/Ha) 8.680.754 8.311.315

Biaya Diperhitungkan (Rp/Ha) 858.593 1.484.931 -42,1

Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total

4,4 Sumber: Data Primer, Diolah (2011)

Penerimaan usahatani padi dengan pupuk organik memang lebih besar daripada usahatani padi tanpa pupuk organik. Akan tetapi, tingginya biaya tunai

p hatani padi dengan pupuk kib an

t i padi dengan pu k senil ih kecil

u ganik. Sem endapat ya total

usahatani padi dengan pupuk organik hanya usahatani padi tanpa pupuk organik. Ha

padi dengan pupuk organik. Jadi, ternyata pendap

ada usa organik menga atkan pendapat atas biaya unai pada usahatan puk organi ai 2,6% leb dari sahatani padi tanpa pupuk or entara p an atas bia pada sebesar 4,4% lebih tinggi dari l ini dikarenakan rendahnya biaya diperhitungkan pada usahatani

(56)

56 

p 8.508.051. Padaha

s 7 2 a .8

pendapatan usahatani padi tanpa pupuk organik. Hal ini dikarenakan pelaksanaan usahatani padi dengan pupuk organik yang masih baru yaitu pada tahun 2007 sehingga masih menggunakan pupuk yang tidak sepenuhnya berasal dari pupuk organik, sekitar 10% - 25% pupuk kimia masih digunakan dalam usahatani padi dengan pupuk organik. Oleh karena itu, harga yang ditetapkan pada usahatani padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun 2010-2011 tidak jauh berbeda dengan padi tanpa pupuk organik. Hal ini tentunya mempengaruhi pendapatan pada usahatani padi dengan pupuk organik yang memiliki biaya tunai jauh lebih besar dibandingkan usahatani padi tanpa pupuk organik.

Penerimaan, biaya total, dan pendapatan dapat diketahui berdasarkan kategori luas lahan yang dimiliki masing-masing petani, diantaranya kelompok luas lahan kurang dari 2.000 m2, 2.000 - 5.000 m2, dan lebih dari 5.000 m2. Berdasarkan kelompok luas lahan kurang dari 2.000 m2, usahatani padi dengan pupuk organik memiliki rata-rata penerimaan, biaya total, dan pendapatan dalam perhektar masing-masing sebesar Rp 24.633.333, Rp 13.172.775, dan Rp 11.460.558, sedangkan pada usahatani padi tanpa pupuk organik masing-masing hanya sebesar Rp 17.642.940, Rp 9.134.889, dan R

l jumlah petani padi tanpa pupuk organik yang memiliki luas lahan kurang dari 2.000 m2 lebih banyak dibandingkan dengan petani padi dengan pupuk organik.

Gambar

Tabel 1. Luas Areal Pertanaman, Produksi dan Produktivitas Padi di
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Desa Sukajadi
Tabel 7.  Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Purwasari Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan ,karena etika telah dijadikan sebagai coporate culture..dengan adanya kode etik secara internemua karyawan

Dalam meramalkan penjualan energi listrik Provinsi Sumatera Utara dapat menggunakan metode peramalan smoothing eksponensial ganda dengan metode linier satu

ini terlihat dalam tabel bahwa 79 orang atau 88,88 % masyarakat menyatakan setuju, 9 orang atau 11,12 % yang menyatakan tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan

Bagi investor dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen se- hingga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan ( firm value ) secara positif,

Penelitian ini hanya terbatas untuk meneliti tentang hubungan kerjasama dengan hasil belajar muatan pelajaran IPA siswa IV di SD Negeri Karangmloko 1 pada ranah kognitif KD

menunjukkan jika plat resin akrilik yang direparasi dengan penambahan E- JODVV ¿EHU dengan volumetrik 7,4% menghasilkan kekuatan transversal tertinggi dibandingkan

Kompetensi yang dikembangkan di SMK dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan karakter, sementara itu upaya serupa yang dikembangkan di SUPM KKP dan

Variabel adversity quotient, lingkungan keluarga, dan minat berwirausaha diukur dengan skala Likert, yaitu skala dipergunakan untuk mengetahui setuju atau tidak