• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pemakaian Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010,2011 Dan 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Pemakaian Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010,2011 Dan 2012"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara KARYA TULIS ILMIAH

PERILAKU PEMAKAIAN LENSA KONTAK PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010, 2011 DAN 2012

TRY HABIBULLAH HADIWIJAYA 100100100

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Universitas Sumatera Utara PERILAKU PEMAKAIAN LENSA KONTAK

PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2010, 2011 DAN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

TRY HABIBULLAH HADIWIJAYA 100100100

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Universitas Sumatera Utara LEMBAR PENGESAHAN

Perilaku Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011 dan 2012

Nama : Try Habibullah H NIM : 100100100

Medan, Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP : 19540220 198011 1 001

Penguji I

(Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp. JP(K)) NIP : 19560405 198303 1 004

Pembimbing

( dr. Marina Yusnita Albar, Sp. M) NIP : 19810305 200604 2 001

Penguji II

(4)

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Latar Belakang: Lensa kontak saat ini digunakan selain untuk membantu mengatasi kelainan refraksi juga sebagai sarana menambah nilai keindahan

penampilan. Penelitian dirancang bertujuan untuk mengetahui perilaku

penggunaan lensa kontak pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011 dan 2012.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Dimana responden yang telah menandatangani surat persetujuan setelah

penjelasan kemudian diminta untuk mengisi kuesioner, data yang diperoleh diolah

dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil: Berdasarkan penelitian , responden yang berpengetahuan sedang adalah sebanyak 71 orang (63.4%) dan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 42

orang (36.6%). Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berpartisipasi dalam

penelitian ini dominan perempuan yaitu 106 orang (94.6%) dan 6 orang laki laki

(5.4%). Berdasarkan umur, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

adalah sebanyak 35 orang (4.5%) usia 19 tahun, 34 orang (30,4%) usia 21 tahun,

33 orang (29,5%) 20 tahun, 5 orang (4,5%) 18 tahun, 3 orang (2,7%) 22 tahun, 2

orang (1,8%) 23 tahun.

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian, perilaku pemakaian lensa pada mahasiswa FK USU angkatan 2010-2012 berada pada kategori sedang.

(5)

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Background: The research was designed aiming to find out the contact lens usage behavior in the students of Faculty of medicine, University of North Sumatra, The

2010, 2011 and 2012

Methods: This research is descriptive with the approach of cross sectional. Where respondents had signed a letter of consent after explanation then asked to fill a

questionnaire, the data processed by the use of program computerized.

Results: Based on the study, respondents who are knowledgeable is as much as 71 people (39.4%) and respondents were knowledgeable good as much as 42

people (36.6%). Based on gender, the respondents who participated in this

research was the dominant female of 106 persons (94.6%) and 6 people male

(5.4%). Based on their age, respondents who participated in this research is as

many as 35 people (4.5%) at the age of 19 years, 34 people (30.4%) aged 21

years, 33 people (30%) 20 years, 5 people (4.5%) 18, 3 (2.7%) 22 years old, 2

people (1.8%) 23 years old.

Conclusion: Based on research, behavior discharging lenses on student fk usu force 2010-2012 period is at medium category.

(6)

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. Marina Yusnita Albar Sp.M selaku dosen pembimbing penulis atas

kesabaran, waktu, dan masukan-masukan yang diberikan kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

3. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) dan dr. Hendri Wijaya, M.Ked(Ped),

Sp.A selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam memperbaiki

peneltian ini menjadi lebih baik.

4. Orang tua saya ayah (alm) Ir. H. Yohny hartian Kun dan Ir. Hj. Deriati MM

Ibu saya yang telah memberikan dukungan selama ini dalam bentuk moril

maupun materil.

5. Teman satu bimbingan penelitian yaitu William yang telah membantu dan

memberikan masukan terhadap karya tulis ilmiah masing-masing.

6. Teman-teman mahasiswi Fakultas Kedokteran USU yaitu Nanda Ladita, Tika

Rizki Amelia, Syafira Anandhita, Cut Keumala Putri, Shiela Vioriesca, Inez

Vania, Mega Almira, Astri Revinesia,Tara Rizvira, Inge Sandrie, yang telah

memberikan saran, kritik, serta dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Seluruh teman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu

(7)

Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala

saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan

manfaat kepada semua orang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

dalam dunia kedokteran.

Medan, Januari 2014

(8)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Untuk Peneliti Lain ... 3

1.4.2. Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Anatomi Bola Mata ... 4

2.1.1. Kornea ... 5

2.1.2. Uvea ... 7

2.1.3. Pupil ... 9

2.1.4. Sudut Bilik Mata Depan ... 9

2.1.5. Lensa Mata ... 10

(9)

Universitas Sumatera Utara

2.1.7. Retina ... 11

2.1.8. Saraf Optik ... 12

2.1.9. Sklera ... 12

2.1.10. Otot Penggerak Bola Mata ... 13

2.2. Fisiologi Penglihatan ... 14

2.3. Lensa Kontak ... 15

2.3.1. Definisi ... 15

2.3.2. Bentuk Lensa Kontak ... 15

2.3.2.1.Lensa Kontak Keras ... 15

2.3.2.2.Lensa Kontak Lembut ... 16

2.3.2.3.Tipe Lensa Kontak dan Manfaatnya ... 16

2.3.3. Komplikasi ... 18

2.4. Perilaku 2.4.1. Defenisi Perilaku ... 23

2.4.2. Klasifikasi Perilaku ... 23

2.4.3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Pembentukan Perilaku ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26

3.2. Definisi Operasional ... 26

3.2.1. Definisi ... 26

3.2.2 Cara Ukur ... 26

3.2.3.Alat Ukur ... 27

3.2.4. Kategori ... 27

(10)

Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1. JenisPenelitan ... 28

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel ... 28

4.3.1. Populasi ... 28

4.3.2. Sampel ... 28

4.3.2.1. Kriteria Inklusi ... 28

4.3.2.2. Kriteria Eklusi ... 29

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1. Hasil Penelitian ... 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

5.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 31

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk ... 31

5.1.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden ... 32

5.1.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 33

5.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

(11)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Mata ... 5

Gambar 2.2. Otot Penggerak Bola Mata ... 14

(12)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Otot Penggerak Mata ... 13

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

Tabel 5.2.Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 31

Tabel 5.3. Distribusi Responden BerdasarkanStambuk ... 31

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden ... 32

(13)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran II Ethical Clereance

Lampiran III Informed Consent

Lampiran IV Kuisioner

Lampiran V Data Induk

(14)

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Latar Belakang: Lensa kontak saat ini digunakan selain untuk membantu mengatasi kelainan refraksi juga sebagai sarana menambah nilai keindahan

penampilan. Penelitian dirancang bertujuan untuk mengetahui perilaku

penggunaan lensa kontak pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011 dan 2012.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Dimana responden yang telah menandatangani surat persetujuan setelah

penjelasan kemudian diminta untuk mengisi kuesioner, data yang diperoleh diolah

dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil: Berdasarkan penelitian , responden yang berpengetahuan sedang adalah sebanyak 71 orang (63.4%) dan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 42

orang (36.6%). Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berpartisipasi dalam

penelitian ini dominan perempuan yaitu 106 orang (94.6%) dan 6 orang laki laki

(5.4%). Berdasarkan umur, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

adalah sebanyak 35 orang (4.5%) usia 19 tahun, 34 orang (30,4%) usia 21 tahun,

33 orang (29,5%) 20 tahun, 5 orang (4,5%) 18 tahun, 3 orang (2,7%) 22 tahun, 2

orang (1,8%) 23 tahun.

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian, perilaku pemakaian lensa pada mahasiswa FK USU angkatan 2010-2012 berada pada kategori sedang.

(15)

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Background: The research was designed aiming to find out the contact lens usage behavior in the students of Faculty of medicine, University of North Sumatra, The

2010, 2011 and 2012

Methods: This research is descriptive with the approach of cross sectional. Where respondents had signed a letter of consent after explanation then asked to fill a

questionnaire, the data processed by the use of program computerized.

Results: Based on the study, respondents who are knowledgeable is as much as 71 people (39.4%) and respondents were knowledgeable good as much as 42

people (36.6%). Based on gender, the respondents who participated in this

research was the dominant female of 106 persons (94.6%) and 6 people male

(5.4%). Based on their age, respondents who participated in this research is as

many as 35 people (4.5%) at the age of 19 years, 34 people (30.4%) aged 21

years, 33 people (30%) 20 years, 5 people (4.5%) 18, 3 (2.7%) 22 years old, 2

people (1.8%) 23 years old.

Conclusion: Based on research, behavior discharging lenses on student fk usu force 2010-2012 period is at medium category.

(16)

Universitas Sumatera Utara BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lensa kontak telah banyak digunakan untuk membantu mengatasi

kelainan refraksi. Pemakaian yang ada sekarang ini memiliki fungsi tidak hanya

memperbaiki kelainan refraksi yang ada akan tetapi juga digunakan sebagai

sarana memperbaiki ataupun menambah nilai penampilan serta untuk keperluan

terapi (Wahyuni, 2007).

Berdasarkan American Optometric Association, alasan orang memilih

menggunakan lensa kontak dari pada kacamata karena lensa kontak mengikuti

pergerakan bola mata dan tidak sedikitpun mengurangi lapangan pandang mata,

sehingga tidak mengganggu penglihatan, memperindah penampilan, nyaman,

lebih terang, tidak ada bingkai yang mengganggu pandangan mata, mengurangi

distorsi, tidak berkabut, tidak mudah terkena air hujan, dan tidak menghalangi

aktivitas. Menurut Zeri (2010) di Amerika Serikat remaja(13-17 tahun) lebih

memilih menggunakan lensa kontak dibandingkan dengan kacamata.

Lensa kontak di Amerika Serikat sekitar 38 juta orang, dan rata-rata

pengguna lensa kontak di seluruh dunia sekitar 128 juta orang, dan sekitar 13,2

juta orang pengguna lensa kontak berusia antara 18 sampai 34 tahun (Barr, 2005).

Ketika lensa kontak digunakan oleh jutaan orang setiap hari, mereka membawa

risiko infeksi mata. Infeksi yang paling umum yang terkait dengan penggunaan

lensa kontak adalah keratitis yaitu infeksi pada kornea (American Academy of

Ophthalmology), dampak negatif yang lain seperti gangguan metabolisme mata

(hypoxia), kerusakan stroma, trauma endotel, timbulnya toksik dan alergi,

gangguan aliran air mata, dan distorsi kornea mata. Tetapi yang paling sering

timbul adalah neovaskularisasi pada kornea mata akibat hypoxia dan keratitis

yang disebabkan bakteri timbul akibat adanya stress dari penggunaan lensa kontak

(17)

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2009 suatu penelitian dijalankan dari 18 perguruan tinggi yang

berbeda dari coastal Karnataka dengan total mahasiswa adalah 6850. Hasil

penelitian menunjukkan 392 mahasiswa yang ditemukan pengguna lensa kontak.

Dari total disurvei 79,5% yaitu 295 adalah perempuan dan mayoritas pengguna

lensa kontak adalah orang berada di kelompok usia 17-22 tahun (Tiarasan,2012).

Sedangkan, prevalensi pengunaan lensa kontak pada mahasiswa

kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2009

menunjukkan ada sekitar 115 orang dari 1306 mahasiswa (Jaafar,2009)

Dari data statistic diatas dapat diketahui bahwa penggunaan lensa kontak

semakin meningkat setiap tahunnya dan memiliki resiko yang tinggi pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, peneliti ingin

melakukan penelititan tentang perilaku pengguna lensa kontak di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010,2011 dan 2012.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana perilaku mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010,2011, dan 2012 penggunan lensa

kontak terhadap dampak penggunaannya?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya perilaku penggunaan lensa kontak pada mahasiswa dan

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010,2011

dan 2012.

1.3.2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui bagaimana cara pemakaian lensa kontak pada

mahasiswadanmahasiswiFakultasKedokteran Universitas Sumatera

(18)

Universitas Sumatera Utara 1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Untuk Peneliti lain

Sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan lensa kontak.

1.4.2. Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

Dapat mengetahui perilaku mahasiswa dan mahasiswi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dari penggunaan lensa kontak khususnya

(19)

Universitas Sumatera Utara BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bola Mata

Bola Mata Berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata

di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian

terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan

sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar

dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea

dibatasi oleh ruang yang potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris

didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar

masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,

sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar

yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan

akomodasi.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata

(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada

pangkal irirs di batas kornea dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis

membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan

pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang petonsial

antara retina dan kororid sehingga retina dapta terlepas dari koloid yang

(20)

Universitas Sumatera Utara

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin

yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila

terdapat jaringan ikat di dalma badan kaca disertai dengan tarikan pada

retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah

ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai

peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat

difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata,

dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di

dalam rongga orbita.

Gambar 2.1. Anatomi Mata (Luiz Carlos Junquirea, 2007)

(21)

Universitas Sumatera Utara

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup

bola mata sebelah depan dan terdiri atas:

1. Epitel

 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpah tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel

gepeng.

 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dal sel muda ini terdorong

ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan

makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,

dan glukosa yang merupakan barrier.

 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi

rekuren.

 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar

dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya

kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang

sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

(22)

Universitas Sumatera Utara

Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang

stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran

basalnya

 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 μm.

5. Endotel

 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk hexagonal, besar

20-40 μm. Endotel-melekat pada membran descement melalui

hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi smapai pada kedua lapis

terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di

daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema

korne. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan mnutup bola

mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

(Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Ilmu Penyakit Mata, 2007)

2.1.2. Uvea

Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan

(23)

Universitas Sumatera Utara

Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2

buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan

nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang

terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior satu pada otot rektus lateral.

Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri

sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat bperdarah dari 15-20

buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk

saraf optik.

Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola

mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3

akar saraf di bagian posterior yaitu :

1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut

sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar.

2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf

simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan

untuk dilatasi pupil.

3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk

mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris

terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris

dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm

temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu

longitudinal, radiar, dan sirkular.

Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke

dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk fungsi simpatis

(midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot

melingkar dan mempunyai sistem eskresi di belakang limbus. Radang badan siliar

akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan

mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan

(24)

Universitas Sumatera Utara

Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila

berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran

cairan mata melalui sudut bilik mata. Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi

pada akomodasi akan mengakibatkan mengendornya zonula zinn sehingga terjadi

pencembungan lensa. Kedua otot ini dipersarafi oleh sarah parasimpatik dan

bereaksi baik terhadap obat parasimpatomimetik.

2.1.3. Pupil

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf

simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil

akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.

Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,

kornea dan tidur sesunggunya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :

1. Berkurangnya rangsangan simpatis

2. Kurangnya rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun

korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi medriasis. Waktu tidur

hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna

yang akan menjadikan miosis.

Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada

akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang

diafragmanya dikecilkan.

2.1.4. Sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran kleuar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan

perngaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam

bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan

dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schelmm, baji sklera,

(25)

Universitas Sumatera Utara

Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan

disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan

merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar

longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut yang mempunyai

dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut filtrasi terdapat garis

schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement, dan

kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya

Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma

sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia

posterior perifer.

2.1.5 Lensa mata

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di

dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang

iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat

menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik

mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat

lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa

terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa

singga membentukl nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa

yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di

dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar

nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.

Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks

anterior sedang di belakangnya disebut korteks posterior. Nukleus lensa

mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di

bagian depan perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang menggantungkan

lensa di seluruh ekuatornya pada bagian siliar.

(26)

Universitas Sumatera Utara

 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung

 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,  Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

 Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

 Jeruh atau apa yang disebut katarak,

 Tidak berada di tempat atau sublukasasi dan dislokasi.

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah

besar dan berat.

2.1.6. Badan kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringa seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dengan retina. Badan kaca berfita semi cair di dalam bila mata.

Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak ada lagi menyerap air.

Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan funggsi cairan mata, yaitu

mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk

meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu

jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata ,

pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya

kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan

oftalmoskopi.

2.1.7. Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid

dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

(27)

Universitas Sumatera Utara

3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.

4. Lapis pleksiform luar, merupaka lapis aselular dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel

muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat

sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah

saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh

darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan

badan kaca.

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anamia dan

iskemia dan merah pada hiperemia. Pembuluh dalam retina merupakan cabang

arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik

yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam,

Pada lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari

koroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif

retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang.

Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi

(EOG), dan visual evoked respons (VER).

2.1.8. Saraf optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata mebawa dua jenis

serabut saraf, yaitu : saraf penglihatan dan serabut popilomotor. Kelainan saraf

optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak

langsung terhadap saraf optik ataupunn perubahan toksik dan anoksik yang

(28)

Universitas Sumatera Utara 2.1.9. Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik

sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola

mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi

taruma tumpul. Kekakuan sklera dapat mininggi pada pasien diabetes melitus atau

merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan meminum air banyak.

2.1.10. Otot Penggerak mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk penggerakan

mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.

Otot penggerak mata terdiri dari 6 otot yaitu :

1. Oblikus inferior, aksi primer -ekstorsi dalam abduksi

sekunder -elevasi dalam aduksi

-abduksi dalam elevasi

2. Oblikus superior, aksi primer -intorsi pada abduksi

sekunder -depresi dalam aduksi

-abduksi dalam depresi

3. Rektus inferior, aksi primer -depresi pada abduksi

sekunder -ekstorsi pada abduksi

-aduksi pada depresi

4. Rektus lateral, aksi -abduksi

5. Rektus superior, aksi primer - abduksi

Sekunder - aduksi

- elevasi dalam abduksi

- intorsi dalam aduksi

(29)

Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Otot Penggerak Mata (Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Ilmu Penyakit Mata, 2007).

Gambar 2.2. Otot Penggerak Bola Mata (R. Puutz & R. Pabst, 2007)

2.2. Fisiologi Penglihatan

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang

memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang

dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di

tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa

yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk

memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf

yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke

otak (Junqueira, 2007).

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka

cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk

struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah

(30)

Universitas Sumatera Utara

dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena

serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler

berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya

yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat

yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang

masuk (Sherwood, 2001).

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus

dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan

menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh

dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung

pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari

korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata

normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi

otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan

lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi

relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis

menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).

2.3. Lensa kontak 2.3.1. Definisi

Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di depan kornea

untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa tipis ini mempunyai

diameter 8-10 mm, yang dengan nyaman dapat dipakai akibat ia terapung pada

selaput bening seperti kertas yang terapung pada air (Ilyas,2006). Lensa kontak

memiliki fungsi yang sama dengan kacamata, yaitu mengoreksi kelainan refraksi,

kelainan akomodasi, terapi dan kosmetik (Klinik Mata Nusantara, 2008).

2.3.2. Bentuk Lensa Kontak 2.3.2.1. Lensa Kontak Keras

Terbuat dari bahan polimetilmetakrilat (PMMA) dengan indeks refraksi

(31)

Universitas Sumatera Utara

bias permukaan depan kornea dengan melakukan pembiasan dipermukaan depan

lensa kontak yang menempel di depan kornea. Lensa kontak ini menempel pada

kornea dengan tidak boleh mengganggu metabolisme aerobik kornea yang di

tutupnya, sehingga pemasangannya harus dengan ukuran yang tepat pada dataran

depan kornea dan tidak menutupi kornea terlalu luas . lensa kontak keras tidak

dapat dipakai terlalu lama. Pada pemakai lensa kontak keras akan terjadi

penurunan sensibilitas kornea. (Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Kelainan

Refraksi dan kacamata, 2006).

2.3.2.2.Lensa kontak lembut

Lensa ini terbuat dari hidroksi etil meta krilat (HEMA). EDMA, PVP,

bersifat sangat lentur yang memberikan lebih sedikit keluhan pada pemakaiannya.

Lensa menutupi kornea dan sedikit tepi sklera yang tetap dapat

melaksanakan metabolisme baik pada kornea karena oksigen dapat masuk melalui

lensa kontak dan pergerakannya akan cukup mengalirkan air mata antara lensa

dan kornea.

Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan karena sifatnya yang lentur

mengandung banyak air, untuk astigmat iregular, edema karena atau keratitis

bulosa, erosi rekuren, trauma kimia, dan perforasi kecil kornea (Ilyas,2006)

2.3.2.3. Tipe lensa kontak dan manfaatnya Daily-wear soft lenses. Lensa kontak lembut harian.

- Terbuat dari plastik lentur yang memungkinkan oksigen melaluinya dan

meneruskan ke permukaan mata.

- Sangat pendek waktu menyesuaikan diri

- Lebih nyaman dan sukar berubah tempat dibanding dengan lensa keras.

- Tersedia dalam bentuk berwarna dan bifokus.

- Baik dipakai kehidupan aktif.

(32)

Universitas Sumatera Utara Daily-wear disposable soft lenses. Lensa kontak lembut harian sekali pakai.

- Lensa sekali pakai setiap hari, dibuat untuk dipakai sehari dan dibuang

malamnya yang kemudian ditukar dengan lensa baru pakai. Lensa ini tidak

perlu perawatan.

- Lensa baru dan bersih sebagai pengganti

- Baik dipakai pada kehidupan kehidupan aktif.

Extended-wear soft lenses. Lensa kontak lembut pakai perpanjang.

- Dapat dipakai menginap

- Terbuat dari plastic lembut dan lentur yang dapat dilalui oksigen untuk

mata

- Biasanya dibuat untuk dipakai satu minggu terus menerus

Daily-wear disposable soft lenses. Lensa kontak lembut pakai buang harian.

- Lensa kontak lembut yang dipakai sehari sampai enam hari

- Tersedia berwarna dan bifokus

Frequent dan planned replacement soft lenses. Lensa kontak lembut sering

diganti berencana.

- Lensa kontak lembut harian atau pakai perpanjang.

- Dipakai dan dilepas dengan jadwal berencana

- Biasanya dipakai dalam waktu satu minggu, bulan atau kwartal.

- Diganti dengan lensa baru dan bersih.

- Didapat dengan resep

Rigid Gas Permeable (RGP), lensa tembus gas kaku

- Terbuat dari bahan sedikit lentur

- Pengelihatan lebih baik dari pada lensa kontak lembut

- Mudah memasangnya dan merawatnya karena tahan lama dan dapat

(33)

Universitas Sumatera Utara

- Tersedia berwarna dan pakai lama (extend) dan bentuk lainnya (

[image:33.595.162.462.184.362.2]

Ilyas,2006).

Gambar 2.3. Grafik Penggunaan Lensa Kontak Berdasarkan Umur (Murphy, 2013)

2.3.3. Komplikasi

Komplikasi yang timbul pada bagian-bagian mata akibat penggunaan lensa kontak

adalah:

1. Kelopak mata

a. Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang tersering

timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor

yaitu peningkatan frekuensi pemakaian lensa, penurunan lama pemakaian

lensa kontak, perubahan larutan pembersih yang kuat.

Untuk lensa RGP, ia mudah berpindah dari kornea ke forniks atas.

Jika tidak dapat dideteksi, maka lensa akan mengikis forniks melewati

konjungtiva dan membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak

mata, dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik. Akibatnya,

jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami iritasi dan inflamasi,

(34)

Universitas Sumatera Utara

akan terbentuk jaringan granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti

bentuk kista.

b. Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di

kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada kornea mata juga akan

membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang

mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat

dari giant papillary conjunctivitis yang berat.

2. Konjungtiva

a. Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis kontak akibat

dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi

klinisnya adalah rasa gatal yang diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar,

merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata

bisa edema dan eritema.

b. GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan simptom

GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatal,

debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa

yang berlebihan.

c. Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits (CL-ISLK)

merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya

adalah penebalan konjungtiva, eritema, dan timbul berbagai warna pada

konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak

sel-sel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda

asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas visual.

3. Epitelium kornea

a. Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang

akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata

sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati

akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan

memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi

(35)

Universitas Sumatera Utara

b. Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan

menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan

pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan

berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2

hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul

gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan

menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer,

dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan

larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat

intermiten.

c. Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan

lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan

mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan

hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna

tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah

satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial

terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis

dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan

menurunkan aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun, ukurannya

membesar, dan memudahkan menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada

permukaan sel epitel.

d. Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan

toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati, injeksi

konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis.

4. Stroma kornea

a. Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi terjadinya

keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit

polimorfonuklear di sub-epitel dan sel mononuklear di perifer kornea secara

tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk

(36)

Universitas Sumatera Utara

Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada anterior chamber

yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus.

b. Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa

(acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya timbul di kelopak mata dan

kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata,

sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel

menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga

meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu

kelihatan, tetapi gejala yang mungkin ada seperti berair dan sedikit sulit

mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata

adalah P. aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.

Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang terkontaminasi.

Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan simptom

nyeri, fotopobia, berair, sekret purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya

infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel

epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan injeksi

konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema epitel kemudian menjadi

nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi kornea

mata memiliki risiko yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa

kontak dalam 2 dekade terakhir ini.

c. Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber

infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut

telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul

adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah.

Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya

kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan

saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya

seperti cincin di sentral.

d. Mata merah akut (tight lens syndrome). Lensa kontak dapat menebalkan

(37)

Universitas Sumatera Utara

chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair

baik akut maupun kronik.

e. Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan lensa kontak

akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan

astigmatisma irreguler, dan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata.

f. Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara keratokonus dengan

lensa kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi (20-30%) penderita

keratokonus didiagnosis akibat dari penggunaan lensa kontak, tetapi

bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan

penyakit tersebut.

5. Endotel kornea mata

Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel kornea mata.

Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel (polymegethism) dan peningkatan

frekuensi sel non-heksagonal (polymorphism) lebih tinggi daripada yang

menggunakan lensa kontak (Ventocilla, 2010).

2.4. Perilaku

2.4.1. Defenisi Perilaku

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan

suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.

Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan

suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (dikutip dari

Notoatmodjo, 2003).

Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi

melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon,

maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.

(38)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Skinner (1938), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus

maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a). Perilaku tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima

stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas.

b). Perilaku terbuka

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.

Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional dari perilaku dapat

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau

rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk

perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari,

lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan

mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut.

Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat

non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku

manusia.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan

atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related

behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) sebagai

(39)

Universitas Sumatera Utara

1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.

2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga pengetahuan

individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit

tersebut.

3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan.

2.4.3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku

Menurut Notoatmodjo (1993) faktor-faktor yang berperan dalam

pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

1. Faktor internal

Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan,

persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah

pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara

kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:

a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian

pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.

b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu

cenderung untuk diulang kembali.

d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak

(40)

Universitas Sumatera Utara BAB 3

KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Definisi

a. Perilaku penggunaan lensa kontak adalah bagaimana cara-cara

penggunaan lensa kontak.

b. Stambuk adalah buku yg memuat daftar nama, nomor, asal dari

orang-orang yg tercatat sebagai anggota.

c. Dampak penggunaan lensa kontak adalah hal yang mendatangkan akibat

negatif maupun positif dalam menggunakan lensa kontak.

3.2.2. Cara Ukur: Wawancara Perilaku pengguna lensa

kontak berdasarkan stambuk

Dampak penggunaan lensa kontak

Kuisioner

Perilaku

(41)

Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Alat Ukur: Kuesioner, pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban:

a. Jawaban yang benar diberi skor 1

b. Jawaban yang salah diberi skor 0

3.2.4. Kategori

Tingkat perilaku akan dikategorikan sebagai berikut:

a. Perilaku baik (skor jawaban responden > 75% dari nilai tertinggi)

b. Perilaku sedang (skor jawaban responden 40-75% dari nilai tertinggi)

c. Perilaku kurang (skor jawaban responden < 40% dari nilai tertinggi)

(42)

Universitas Sumatera Utara BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain

Cross Sectional Study.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan bulan September 2013 di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua mahasiswa FK USU angkatan

2010,2011 dan 2012 yang memakai lensa kontak dan berada di FK USU.

4.3.2. Sampel

Pada penelitian ini, dilakukan Consecutive sampling yaitu pemilihan

sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan

dalam penelitian. Sample yanf diambil adalah semua populasi mahasiswa di FK

USU angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eklusi. Kemudian sampel penelitian yang telah dipilih adalah

mahasiswa FK USU angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang memenuhi kriteria

inklusi akan diberi kuesioner.

4.3.2.1. Kriteria Inklusi

1. Pengguna lensa kontak

(43)

Universitas Sumatera Utara 4.3.2.2. Kriteria Eklusi

1. Pengguna lensa kontak yang masih memakai lensa kontak kurang dari

sebulan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data ini dikumpulkan melalui kuesioner. Data yang diambil adalah data

primer yaitu data mahasiswa dan tiada perantaraan. Kuesioner diberikan dan

wawancara terpimpin agar responden dapat memahami kuesioner dan

mendapatkan data yang benar dari responden. Skala pengukuran variabel yang

diteliti menggunakan skala berbentuk ordinal.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah secara manual dengan

langkah-langkah editing, koding dan tabulasi.Selanjutnya diolah secara deskriptif dan

disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dengan menggunakan program uji

(44)

Universitas Sumatera Utara BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No. 5 Medan, Indonesia. Fakultas

Kedokteran USU berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru

dengan batas wilayah, Batas Utara Jalan dr. Mansyur, Batas Selatan Fakultas

Kesehatan Masyarakat USU, Batas Timur : Jalan Universitas (Padang Bulan),

Batas Barat : Fakultas Psikologi USU.

5.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

[image:44.595.107.517.506.592.2]

tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase(%)

Laki-Laki

Perempuan

Total

6

106

112

5.4

94.6

100.0

Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 106

orang (94,6%).

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada

(45)
[image:45.595.111.517.132.302.2]

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Umur Jumlah (orang) Persentase(%)

18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun 23 tahun Total 5 35 33 34 3 2 112 4.5 31.3 29.5 30.4 2.7 1.8 100.0

Berdasarkan umur, responden yang paling banyak berpartisipasi dalam

penelitian ini adalah sebanyak 35 orang (4.5%) usia 19 tahun.

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada

[image:45.595.108.518.466.579.2]

tabel 5.2

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stambuk

Stambuk Jumlah (orang) Persentase(%)

2010 2011 2012 Total 47 39 26 112 42 34,8 23,2 100.0

Berdasarkan stambuk, yang paling banyak berpartisipasi 47 orang (42%)

berasal dari stambuk 2010.

5.1.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Distribusi data penelitian berdasarkan frekuensi jawaban dapat dilihat pada

(46)
[image:46.595.117.516.152.735.2]

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jawaban responden

No

Pertanyaan Benar Salah

N % N %

1 fungsi lensa kontak 95 84.8 17 15.2

2 Apa yang perlu dilakukan

sebelum menggunakan lensa

kontak

105 93.8 7 6.3

3 Aktivitas yg perlu melepaskan

lensa kontak

98 87.5 14 12.5

4 Yang termasuk perawatan

lensa kontak

67 59.8 45 40.2

5 Cara membersihkan lensa

kontak

70 62.5 42 37.5

6 Apakah membilas setelah

membersihkan lensa kontak

70 62.5 60 53.6

7 Tindakan mencegah infeksi

mata akibat lansa kontak

34 30.4 78 69.6

8 Apakah membasuh tangan

sebelum memegang lensa

kontak

95 84.8 17 15.2

9 Adakah mencuci lensa kontak 82 73.2 30 26.8

10 Apakah mengganti cairan lensa

kontak setelah digunakan

77 68.8 35 31.3

11 Apakah mencuci tempat lensa

kontak

78 69.6 34 30.4

12 Apakah melepas lensa kontak

sebelum berenang

93 83 19 17

13 Seberapa sering membersihkan

lensa kontak menggunakn air

(47)

Universitas Sumatera Utara

kran

14 Apakah masih memakai lensa

kontak yg telah tamat atau

rusak

97 86.6 15 13.4

15 Seberapa sering melakukan

pemeriksaan mata ke dokter

mata

30 26.8 82 73.2

16 Jika ada masalah dalam

memakai lensa kontak, apakah

masih memakainya

74 66.1 38 33.9

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak

dijawab dengan benar adalah pertanyaan pada nomor 1,2,3,8 dan 14. Sedangkan

pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan nomor 6,7 dan 15

5.1.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak

[image:47.595.109.518.117.322.2]

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada

tabel 5.2

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Perilaku Penggunaan Lensa Kontak

Umur Jumlah (orang) Persentase(%)

Baik Sedang Total 41 71 112 36,6 63,4 100.0

Sebagian besar penggunaan lensa kontak berperilaku sedang sebanyak 71

[image:47.595.106.518.570.656.2]
(48)

Universitas Sumatera Utara 5.2 Pembahasan

Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berpartisipasi dalam penelitian

ini adalah sebanyak 106 orang perempuan (94.6%) dan 6 orang laki laki (5.4%)

Pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Finera (2010) Mayoritas responden

yang menggunakan lensa kontak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 55

orang (96,5%) dan responden laki-laki hanya 2 orang (3,5%).

Hal ini menyerupai penelitian Tiarasan pada tahun 2009 di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang mendapatkan pengguna lensa

kontak paling banyak adalah wanita yaitu sebanyak 53,3% dan pada laki-laki

sebanyak 46,7%

Dari hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Narainasamy (2012).

Jumlah responden yang menggunakan lensa kontak adalah stambuk 2011

sebanyak 73 orang (57.5%) dan jumlah pengguna lensa kontak di stambuk 2010

adalah sebanyak 54 orang (42.5%).Jumlah responden yang menggunakan lensa

kontak adalah stambuk 2011 sebanyak 73 orang (57.5%) dan jumlah pengguna

lensa kontak di stambuk 2010 adalah sebanyak 54 orang (42.5%).

Berdasarkan nilai perilaku penggunaan lensa kontak, responden yang

berpengetahuan sedang adalah sebanyak 71 orang (63.4%) dan responden yang

berpengetahuan baik sebanyak 42 orang (36.6%) sedangkan pada penelitian yang

dilakukan Tiarasan (2009) mendapatkan mahasiswa yang berpengetahuan baik

sebanyak 58,9% kemudian berpengetahun sedang sebanyak 41,1%. Perbedaan

hasil dikarenakan pada penelitian ini terdapat sampel yang belum mendapatkan

kuliah Special Sense System yaitu stambuk 2012 (26 orang) sehingga pada

penelitian ini lebih banyak dijumpai mahasiswa dengan tingkat perilaku sedang.

Berdasarkan penelitian ini menunjukkan perilaku buruk terutamanya

dalam tidak melakukan pemeriksaan mata secara rutin ke dr mata sepanjang

pemakaian lensa kontak yaitu sebesar 73,2%. Hal ini adalah penting sebagai

aftercare untuk mendeteksi komplikasi pada mata sepanjang pemakaian lensa

kontak menurut American Optometric Association (AOA).Berbeda dengan hasil

(49)

Universitas Sumatera Utara

tidak melakukan pemeriksaan mata secara rutin ke dr mata sepanjang pemakaian

(50)

Universitas Sumatera Utara BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam

penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berpartisipasi dalam penelitian

ini adalah sebanyak 106 orang perempuan (94.6%) dan 6 orang laki laki

(5.4%)

2. Berdasarkan umur, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

adalah sebanyak 35 orang (4.5%) usia 18 tahun, 34 orang (30,4%) usia 21

tahun, 33 orang (29,5%) 20 tahun, 5 orang (4,5%) 18 tahun, 3 orang

(2,7%) 22 tahun, 2 orang (1,8%) 23 tahun.

3. Berdasarkan stambuk, 47 orang (42%) berrasal daristambuk 2010,

kemudian 39 orang (34,8%) berasal dari stambuk 2011 dan 26 orang

(23,2%) berasal dari stambuk 2012.

4. Berdasarkan nilai perilaku penggunaan lensa kontak, responden yang

berpengetahuan sedang adalah sebanyak 71 orang (63.4%) dan responden

yang berpengetahuan baik sebanyak 42 orang (36.6%).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

(51)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

American Optometric Association, 2006. Recommendations for Contact Lens

Wearers. America: American Optometric Association. Available from:

http://www.aoa.org/x5234.xml [Accessed 17 May 2013]

American Academy of Ophthalmology. Available from:

www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/contact-lens-related- infections.cfm

[Accessed 18 Mei 2013]

Barr, J.T., 2005. Contact Lens Sprectrum’s Annual Repots of Major Corporate &

Product Device & Events in Contact Lenses Industry 2004 and 2005. Available

from: http://www.clspectrum.com/articleviewer.aspx?articleid=12733

[Accessed 17 Mei 2013]

Dart, J.K.G., 1993. Disease and Risks Associated with Contact Lenses. Br J

Ophthalmol 1993;77: 49-53

Ilyas, Sidarta, 2006. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Koreksi Memperbaiki

kelainan Refraksi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal 65-73.

Ilyas, Sidarta, 2007. Ilmu Penyakit Mata. Anatomi dan Fisiologi Mata. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI. Hal 1-13.

Jaafar, A.B., 2009. Awareness On Contact Lens Sides Effects among Contact Lens

Users In The Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan.

Junqueira, L.C., 2007. Histologi Dasar: Teks & Atlas. Ed. 10. Jakarta: EGC,

(52)

Universitas Sumatera Utara

Klinik Mata Nusantara,2008. Lensa Kontak. Available from :

www.klinikmatanusantara.com/file/759.pdf [ Accessed 18 Mei 2013]

Murphy, Robert,2013. The Multifocal Contact Lens Market: It’s Yours to Lose.

Review of Optometry. Available from:

http://www.revoptom.com/content/d/contact_lenses___and___solutions/c/4035

6/ [ Accessed 1 Juni 2013].

Narainasamy, 2012. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran yang

Menggunakan Lensa Kontak tentang Penjagaan yang Benar.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta,

Jakarta. 127- 128.

Notoatmodjo, Soekidjo. 1993.Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan. Andi Offset, Yogyakarta.

Putz, R. & Pabst, R., 2007. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Ed. 22. Jakarta:

EGC, 359.

Sundary, 2010. Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak

Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Usu Angkatan

2007-2009.

Tiarasan, Muralidran,2012. Knowledge Level Of Contact Lenses Uses Among FK

USU Students Batch 2009 and 2011. In The Medical Faculty of Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Ventocilla, M.,2011. Contact Lens Overview, Michigan Collage of Optometry.

Available from:

(53)

Universitas Sumatera Utara

Wahyuni, I., 2007. Jurnal Oftalmologi Indonesia: Fitting Lensa Kontak Rigid Gas

Permeable (RGP). Available from :

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06.Ok-TinjPus03-dr.indri.pdf ( [Accessed : 17 May

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Mata (Luiz Carlos Junquirea, 2007)
Gambar 2.2. Otot Penggerak Bola Mata (R. Puutz & R. Pabst, 2007)
Gambar 2.3. Grafik Penggunaan Lensa Kontak Berdasarkan Umur
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada hubungan yang bermakna antara pola tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011 dan 2012.. Kata kunci

3.2. Cairan pembersih lensa kontak akan dikumpulkan daripada setiap pemakai lensa kontak dari mahasiswa FK USU stambuk 2012 yang memakai lensa kontak untuk jangka waktu yang

Peneliti berminat mengetahui dan menilai kualitas hidup akne vulgaris pada mahasiswi angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) karena sejauh ini

Saat ini, saya sedang menjalankan penelitian dengan judul “Gambaran Mikroorganisme yang Ditemukan di dalam Cairan Pembersih lensa kontak pada Mahasiswa Angkatan

Inform consent dan kuesioner kepada subjek melakukan penelitian ke atas mahasiswa.. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN AKTIVITAS OLAHRAGA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2011 YANG MENDERITA OBESITAS “Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah

Saya mengikutsertakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016, 2017 serta 2018 dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara