PENGARUH KONSENTRASI CaCl2 DAN LAMA
PERENDAMAN TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK
KERIPIK PISANG MULI (Musa paradisiaca L.) DENGAN
PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING)
(Skripsi)
Oleh Rahmad Hidayat
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CaCl2 AND SOAKING TIME TO
ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF MULI BANANA CRACKER (Musa paradisiaca L.) WITH VACUUM FRYING
By
Rahmad Hidayat
The ripe muli banana cracker processing is very sensitive to high temperature
condition therefore it needs a frying process of low temperature and pressure; is
needed the lack of the cracker texture certainly influences the overall quality, so a
firming a sent is needed. The objective of this research was to find the best CaCl2
concentration, soaking time, and their interaction effect in processing vacuum
fried muli banana cracker with the best organoleptic properties. This experiment
was factorial and arranged in a completely random group design. The first factor
was the CaCl2 concentration (K) and the second factor was soaking time (T) with
three replications. The CaCl2 concentration consists of three levels; 1% (K1), 2%
(K2), and 3% (K3). The soaking times were 10 minutes (T1), 20 minutes (T2),
and 30 minutes (T3). Weight of each sample was 2 kg. The data were analyzed
using analysis of variance. The homogeneity of the data was tested with Bartlet
test, and the additivity was tested using Tuckey test. Data were further analyzed
using honest significant difference (HSD) 5% level of significant. The best muli
best cracker was descriped as having a tipical banana aroma, brown yellow color,
sweet and litle bit saw, no after taste and crunchy. The overal aceptance has
prefferred.
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI CaCl2 DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK KERIPIK PISANG MULI (Musa
paradisiaca L.) DENGAN PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM
FRYING
Oleh Rahmad Hidayat
Pengolahan keripik pisang muli matang sangat peka terhadap suhu tinggi sehingga
tidak dapat dilakukan penggorengan pada tekanan atmosfir, oleh karena itu
diperlukan penggorengan pada suhu dan tekanan yang rendah yaitu penggorengan
vakum. Kurang renyahnya tekstur mempengaruhi mutu, sehingga perlu adanya
perbaikan proses yang dapat memperbaiki tekstur keripik. Penelitian bertujuan
untuk mendapatkan konsentrasi CaCl2, lama perendaman, dan kombinasi
keduanya yang tepat dalam pengolahan keripik pisang muli goreng vakum
sehingga keripik yang dihasilkan memiliki sifat organoleptik terbaik. Percobaan
disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL).
Faktor pertama adalah konsentrasi CaCl2 (K) dan faktor kedua adalah lama
perendaman (T) dengan tiga kali pengulangan. Konsentrasi CaCl2 terdiri dari tiga
taraf yaitu, 1% (K1), 2% (K2) dan 3% (K3). Lama perendaman yaitu 10 menit
(T1), 20 menit (T2) dan 30 menit (T3). Berat tiap sampel 2 Kg. Data uji sensori
Sebelumnya kesamaan ragam diuji dengan Uji Bartlet, kemenambahan data diuji
dengan Uji Tuckey. Kemudian data dianalisis lanjut dengan uji BNJ pada taraf
nyata 5%. Hasil uji organoleptik terbaik keripik pisang muli goreng vakum di
peroleh konsentrasi CaCl2 1% dan lama perendaman 10 menit (K1L1) sebagai
perlakuan terbaik, dengan karakteristik yaitu beraroma agak khas pisang, warna
kuning kecoklatan, rasa manis sedikit asam, after taste (pahit) tidak terasa,
kerenyahan renyah. Penerimaan keseluruhan adalah suka.
PENGARUH KONSENTRASI CaCl2 DAN LAMA
PERENDAMAN TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK
KERIPIK PISANG MULI (Musa paradisiaca L.) DENGAN
PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING)
Oleh
RAHMAD HIDAYAT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc.
Sekretaris : Ir. Otik Nawansih, M.P.
Penguji
Bukan Pembimbing : Ir. Fibra Nurainy, M.T.A.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wana, 28 November 1990. Penulis adalah anak ke dua dari
3 bersaudara dari pasangan Husni Achmad dan Supriyatun.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Wana, Kecamatan Melinting
Kab. Lampung timur pada tahun 2002. Pada tahun 2005, Penulis menyelesaikan
pendidikan menengah pertama di SMP NEGERI 1 Bandar Sribhawono,
sedangkan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA NEGERI 1 Bandar
Sribhawono pada tahun 2008. Pada tahun yang sama Penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Penulis melaksanakan kegiatan KKN Tematik di desa Kedaung, Kecamatan Parda
Suka, Pringsewu dengan tema “Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Yang Melalui Percepatan, Implementasi dan Pengembangan Desa Siaga Dan Pos
Pemberdayaan Keluarga (Posdaya)” pada bulan Juli sampai Agustus 2011”. Penulis juga melaksanakan Praktik Umum pada bulan Januari-Februari 2012 di
PT. Andalas Mekar Sentosa Kemiling Bandar Lampung.
i
SANWACANA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul ‘Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman
Terhadap Sifat Organoleptik Keripik Pisang Muli ( Musa paradisia l.) dengan
Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) ’ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian;
2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian;
3. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku Pembimbing Pertama atas
bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;
4. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku Pembimbing kedua, atas bimbingan dan
saran selama penelitian dan penulisan skripsi;
5. Ibu Ir. Fibra Nurainy, M.T.A, selaku Penguji atas saran, nasihat, motivasi
dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan skripsi;
ii
7. Ayah, Ibu, kakak (Hasan Basri Satria) dan adik (Evy Krisharyanti) serta
Mardatilla atas dukungan moral maupun material dan doa yang selalu
diberikan kepada Penulis;
8. Teman- teman THP 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu;
9. Mas joko, Mas midi serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu atas bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, November 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ... 3
1.4 Hipotesis ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang ... 6
2.2 Keripik Pisang ... 8
2.3 Penggorengan ... 9
2.4 Penggorengan Vakum (vacuum frying) ... 11
2.5 Perendaman dalam CaCl2... 13
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 15
3.3 Metode Penelitian ... 16
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 16
3.4 Pengamatan ... 19
3.4.1 Perubahan Berat Bahan dan Kadar Air ... 19
iv
3.4.3 Kadar Vitamin C ... 20
3.4.4 Uji Sensori ... 20
IV. HASIL DAN PEMBEHASAN 4.1 Pengujian Organoleptik ... 23
4.1.1 Kerenyahan ... 23
4.1.2 Warna... 24
4.1.3 Aroma ... 25
4.1.4 Rasa ... 26
4.1.5 After Taste... 27
4.1.6 Penerimaan Keseluruhan ... 28
4.2 Pemlihan Perlakuan Terbaik ... 29
4.3 Pengamatan ... 30
4.3.1 Perubahan Berat Bahan dan Kadar Air ... 30
4.3.2 Kadar Lemak ... 32
4.3.3 Kadar Vitamin C ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pisang muli ... 7
2. Alat penggorengan vakum dan bagian-bagiannya ... 12
3. Ikatan silang antara molekul pektin dan ion kalsium ... 14
4. Bagian alir proses pembuatan keripik pisang muli ... 18
5. Kuisioner uji organoleptik keripik pisang muli goreng vakum ... 22
6. Penggorengan vakum yang digunakan dalam penelitian ... 51
7. Pisau dan alat pelubang ... 51
8. Spinner ... 51
9. Pisang yang dilubangi ... 52
10. Kalsium klorida (CaCl2) ... 52
11. Penirisan pisang ... 52
12. Keripik pisang ... 53
13. Uji organoleptik oleh panelis ... 53
14. Uji vitamin C ... 53
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pisang Muli merupakan pisang yang berasal dari Provinsi Lampung (Prabawati et
al., 2008). Masyarakat menyukai pisang ini karena rasanya manis, aromanya khas,
dan ukurannya kecil. Buah pisang muli tergolong ke dalam buah klimakterik,
mudah mengalami kerusakan saat penyimpanan karena kerontokan akibat adanya
akumulasi asam absisat yang dapat membentuk lapisan absisi, sehingga buah
memiliki masa simpan yang pendek. Hal tersebut juga disebabkan oleh laju
respirasi dan transpirasi yang tinggi pada buah pisang.
Pisang muli dalam pemanfaatanya, belum diolah secara optimal. Oleh karna itu
perlu adanya upaya pengolahan atau diversifikasi produk. Produksi buah pisang
muli di Lampung cukup besar, namun petani hanya menjual hasil panen pada
pedagang pengumpul dengan kisaran harga yang relatife rendah yaitu untuk
pisang muli hanya berkisar Rp 7500 per tandan, pisang kepok berkisar antara
Rp2.500-Rp3.000 per sisir, pisang ambon Rp1.300-Rp1.500, pisang tanduk
Rp700-Rp1.000 (Lampung Post, 2012). Salah satu produk olahan buah yang
dapat dikembangkan dan mempunyai pasar yang cukup baik adalah keripik.
Keripik buah lebih tahan disimpan dibandingkan buah segar karena kadar airnya
2
Rina, 2005). Selain untuk mengatasi panen yang berlimpah upaya ini juga
membantu petani untuk meningkatkan pendapatan.
Salah satu cara untuk menghasilkan gorengan yang relatif lebih sehat tanpa
banyak mengubah bentuk aslinya adalah dengan menggunakan teknologi
penggorengan vakum (Siregar et al., 2004; Departemen Pertanian, 2008). Mesin
penggoreng vakum (vacuum frying) dapat digunakan untuk mengolah komoditas
peka panas seperti buah-buahan menjadi hasil olahan berupa keripik (chips),
seperti keripik nangka, keripik apel, keripik salak, keripik pisang, keripik nenas,
keripik melon, dan keripik pepaya. Dibandingkan dengan penggorengan secara
konvensional, sistem vakum menghasilkan produk yang jauh lebih baik dari segi
penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah aslinya (Siregar et
al., 2004; Departemen Pertanian, 2008).
Suhu penggorengan pada sistem kondisi vakum dapat diturunkan menjadi 70°C
sampai dengan 85°C (Kamsiati, 2010), sehingga kerusakan warna, aroma, rasa,
dan nutrisi pada produk akibat panas dapat dihindari, selain itu, kerusakan minyak
dan akibat lain yang ditimbulkan karena suhu tinggi juga dapat diminimalkan.
Kendala yang masih sering terjadi adalah masih kurang renyahnya keripik yang
dihasilkan,sehingga produk yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan. Oleh
karena itu pada penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh konsentrasi CaCl2 dan
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendapatkan konsentrasi CaCl2 yang tepat dalam pengolahan keripik pisang
muli goreng vakum sehingga keripik yang dihasilkan memiliki sifat
organoleptik terbaik.
2. Mendapatkan lama perendaman yang tepat dalam pengolahan keripik pisang
muli goreng vakum sehingga keripik yang dihasilkan memiliki sifat
organoleptik terbaik.
3. Mendapatkan kombinasi perlakuan antara konsentrasi CaCl2 dan lama
perendaman yang tepat dalam pengolahan keripik pisang muli goreng vakum
sehingga keripik yang dihasilkan memiliki sifat organoleptik terbaik.
1.3Kerangka Pemikiran
Pengolahan keripik pisang muli matang sangat peka terhadap suhu tinggi sehingga
tidak dapat dilakukan penggorengan pada tekanan atmosfir, oleh karena itu
diperlukan penggorengan pada suhu dan tekanan yang rendah. Penggorengan
vakum adalah penggorengan pada suhu dan tekanan rendah sehingga tepat
digunakan dalam pengolahan keripik buah. Buah digoreng pada suhu rendah
dalam tabung penggorengan bertekanan rendah sehingga keripik buah yang
dihasilkan renyah, flavor dan vitamin dapat dipertahankan.
Maresa (2009), melaporkan bahwa suhu terbaik penggorengan vakum untuk
mengolah keripik pisang muli adalah 850C. Keripik yang dihasilkan memiliki
penampakan mendekati pisang muli dalam keadaan segar namun masih memiliki
4
mempengaruhi mutu, sehingga perlu adanya perbaikan proses yang dapat
memperbaiki tekstur. Salah satu penyebab kurang renyahnya keripik pisang
adalah kandungan gula pada buah pisang cukup tinggi yaitu sebesar 21-26%
(Menegristek, 2010), Kalsium klorida dilaporkan dapat digunakan untuk
memperbaiki atau mengeraskan tekstur buah dan sayur (Fatah dan Bachtiar,
2004). Karo-Karo (2005), melaporkan perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2
dapat meningkatkan kerenyahan keripik wortel. Perendaman dalam larutan
kalsium membuat jaringan buah lebih kuat karena ion divalen, dalam hal ini
kalsium bereaksi membentuk ikatan dengan senyawa karbonil pada pektin
membentuk kalsium pektat yang tidak larut sehingga memperkuat dinding sel
(King dan Bolin, 1989). Be miller dan Huber (2007), menyatakan bahwa
pengaruh pengerasan ion kalsium disebabkan oleh terbentuknya ikatan menyilang
antara ion kalsium divalen dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan
negatif pada gugus karbonil asam galakturonat. Bila ikatan menyilang ini terjadi
dalam jumlah yang cukup besar, maka akan terjadi jaringan molekul yang melebar
dan adanya jaringan tersebut akan mengurangi daya larut senyawa pektin dan
semakin kokoh dari pengaruh mekanis.
Perendaman pada larutan kalsium klorida 1% dapat mengurangi pelunakan
tekstur irisan buah kiwi (Agar et al., 1999). Anggraini (2005), melaporkan bahwa
konsentrasi CaCl2 maksimal yang digunakan untuk menghasilkan french fries
dengan kualitas yang baik adalah 2%. Apabila digunakan CaCl2 lebih dari 2%,
5
Perendaman keripik kentang selama 20 menit menghasilkan keripik kentang
dengan tekstur renyah dan tidak berasa kapur, perendaman di bawah 20 menit
menghasilkan keripik kentang dengan tekstur yang kurang renyah (Rahmanto,
2005). Pada umunya penyusun tekstur buah adalah pati dan pektin dimana pati
terdegradasi pada saat proses pematangan maka menyebabkan tekstur berkurang
kerenyahannya sehingga perlu zat pengeras tekstur salah satunya adalah CaCl2.
Untuk itu perlu dicari konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman yang tepat dalam
pembuatan keripik pisang muli agar diperoleh kripik pisang muli dengan kriteria
kondisi cerah dan tekstur yang renyah.
1.4 Hipotesis
1. Terdapat konsentrasi CaCl2 yang tepat untuk menghasilkan kripik pisang muli
dengan kualitas organoleptik terbaik.
2. Terdapat lama perendaman yang tepat untuk menghasilkan kripik pisang muli
dengan kualitas organoleptik terbaik.
3. Terdapat kombinasi perlakuan antara konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman
yang tepat untuk menghasilkan kripik pisang muli dengan kualitas organoleptik
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Pisang
Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan
energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang
kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium, juga
mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang aktif sebagai
neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi pisang rata-rata 136
kalori untuk setiap 100 g. Bila dibandingkan dengan jenis makanan lainnya,
mineral pisang khususnya besi dapat seluruhnya diserap oleh tubuh. Kandungan
kimia pisang muli dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi pisang muli per 100 gram
Kandungan Gizi Nilai
Karbohidrat (%) 25,60
Kalori (kal) 99,00
Vitamin A (SI) 61,80
Vitamin C (mg) 4,00
Air (%) 72,10
Sumber : Prabawati et al. (2008).
Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional, pada
tahun 2010 produksi pisang di Lampung sebanyak 677,781 ton (BPS, 2010).
Produksi pisang di Provinsi Lampung tahun 2012 di perkirakan dapat mencapai
7
muli mirip dengan pisang Emas, perbedaannya terletak pada ujung buahnya,
pisang muli memiliki ujung buah lancip, sedangkan pisang Emas ujung buahnya
tumpul. Setiap tandan terdiri dari 6-8 sisir dengan setiap sisir terdiri dari 18-20
buah. Berat setiap sisir adalah ± 940 g, berat setiap buah 50 g, Panjang buah 9 cm
dan diameter buah 3-4 cm, warna kulit buah kuning dan warna daging buah putih
kemerahan, rasanya manis dan aromanya harum, pisang muli disajikan sebagai
buah segar. Pisang ini memiliki umur panen 80-100 hari dengan ciri siku-siku
buah yang masih jelas sampai hampir bulat (Menegristek, 2010). Kelemahan jenis
pisang ini adalah jari pisang mudah rontok dari sisirnya. Tias (2011), melaporkan
pola laju respirasi buah pisang ‘Muli’ tanpa perlakuan kitosan yaitu sekitar 89,11
mg CO2/kg/jam pada 3 hari simpan. Pisang muli selain di konsumsi sebagai buah
meja, dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, dan tepung pisang (Prabawati et
al.,2008).
Gambar 1. Pisang muli
Pisang memiliki kandungan pektin sebesar 0,94% (Baker, 1997). Pektin
merupakan senyawa polisakarida yang bisa larut dalam air dan membentuk cairan
kental (jelly) yang disebut mucilage atau mucilagines. Pektin berkaitan erat
ion divalen kalsium dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan negatif pada
gugus karbonil asam galakturonat, Bila ikatan menyilang ini terjadi dalam jumlah
yang cukup besar, maka akan terjadi jaringan molekul yang melebar dan adanya
jaringan tersebut akan mengurangi daya larut senyawa pektin dan semakin kokoh
dari pengaruh mekanis (Be miller dan Huber, 2007).
2.2 Keripik Pisang
Salah satu agroindustri yang sangat dominan di Propinsi Lampung adalah keripik
pisang. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung (2008),
daerah sentra produksi keripik pisang di Lampung hingga tahun 2007 adalah di
Bandar Lampung. Selain itu, keripik pisang merupakan salah satu ciri khas dari
Propinsi Lampung yang sudah dikenal di berbagai daerah. Bandar Lampung
mempunyai banyak produsen keripik pisang baik industri besar maupun industri
rumah tangga. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung
(2008), terdapat 10 produsen keripik pisang dalam skala besar. Industri keripik
pisang tersebut memiliki kapasitas produksi sebesar 2 ton atau lebih sedangkan
untuk industri rumah tangga banyak dijumpai di sentra produksi keripik pisang
yang terdapat di Bandar Lampung.
Proses pengolahan keripik pisang secara umum yang banyak dilakukan adalah
cara konvensional dan cara vakum (vacuum frying). Pengolahan dengan cara
konvensional yaitu dengan mengunakan kuali penggoreng dalam kondisi terbuka.
Umumnya alat yang digunakan berupa wajan yang berisi minyak goreng, lalu
9
cara vacuum frying merupakan penggorengan yang dilakukan di dalam kondisi
ruang tertutup dan dengan tekanan rendah. (Siregar et al., 2004; Departemen
Pertanian 2008).
Kripik pisang merupakan salah satu diversifikasi hasil olahan pisang. Proses
pembuatan keripik pisang umumnya masih menggunakan cara penggorengan
konvensional, dimana produk ini berbentuk irisan tipis dari buah pisang yang
digoreng dengan minyak sehingga menjadi produk dengan kadar air yang rendah.
Kripik pisang mempunyai daya simpan yang lama. Produk ini dapat dibuat dari
semua jenis pisang khususnya pisang yang mempunyai nilai ekonomi yang rendah
dan tidak dimanfaatkan sebagai buah pencuci mulut (dessert) seperti buah pisang
raja nangka dan pisang kepok. Ada berbagai variasi rasa dalam pembuatan kripik
pisang. Cita rasa kripik pisang ada yang manis, asin, pedas, coklat penambahan
tersebut dimaksudkan untuk memberi rasa ditambahkan pada waktu akhir
penggorengan, ada juga yang ditambahkan setelah diangkat dari wajan (Suyanti
Satuhu, 1994 dalam anonim 2011).
2.3 Penggorengan
Penggorengan merupakan bagian yang penting untuk menghasilkan kripik yang
berkualitas. Bahan makanan menjadi kering karena ada proses dehidrasi sebagai
akibat pindah panas dari minyak goreng ke bahan dan mempunyai cita rasa khas
karena ada pindah massa minyak ke dalam produk goreng. Penggorengan
merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk mempersiapkan
Proses penggorengan bertujuan untuk menghasilkan produk yang mengembang
dan renyah, meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk akhir. Lama
penggorengan dipengaruhi oleh tipe makanan, temperatur minyak, tebal makanan
dan eating quality yang dikehendaki (Fellow, 1990). Waktu yang dibutuhkan
untuk menggoreng bahan pangan tergantung pada tipe bahan pangan, dan
perubahan sifat dari makanan yang diinginkan.
Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke
dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak merubah
karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren,
1986). Lebih lanjut menurut Ketaren (1986), bahan yang digoreng akan berwarna
coklat keemasan. Timbulnya warna pada permukaan bahan merupakan hasil
reaksi Maillard (browning non enzymatic) yang terdiri dari polimer yang larut dan
tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan.
Pengolahan keripik secara konvensional dan secara vakum tentunya memiliki
kelebihan dan kekurangan masing–masing. Penggorengan secara konvensional
memiliki kelebihan yaitu energi yang dibutuhkan lebih sedikit, minyak yang
digunakan saat menggoreng sedikit, tepat untuk bahan baku berkadar gula rendah,
untuk pisang bisa menggunakan pisang mentah yang tua atau mengkal.
Sedangkan kelemahannya adalah minyak yang terserap pada bahan yang digoreng
cukup tinggi, bahan baku yang di goreng tidak dapat memiliki kadar gula tinggi.
Sedangkan untuk penggorengan vakum kelebihannya adalah dapat menggoreng
11
kandungan minyak yang rendah. sedangkan kelemahannya adalah memerlukan
minyak goreng dalam jumlah yang banyak dan energi listrik yang besar.
2.4 Penggorengan vakum (vacuum frying)
Penggorengan vakum (vacuum frying) adalah suatu metoda pengurangan kadar air
pada produk dengan tetap mempertahankan kandungan nutrisi produk. Teknologi
ini dapat digunakan untuk memproduksi sayuran dan buah-buahan yang
didehidrasi tanpa mengalami reaksi pencoklatan (browning) atau produk menjadi
hangus. Pada proses penggorengan vakum, bahan pangan mentah dipanaskan di
bawah kondisi tekanan yang diturunkan (70-75 cmHg) yang dapat menurunkan
titik didih minyak dan kadar air bahan pangan tersebut (Shyu et al.,1998).
Dengan mesin penggoreng vakum(vacuum frying) memungkinkan mengolah buah
atau komoditi peka panas seperti buah dan sayuran menjadi hasil olahan berupa
keripik (chips) seperti keripik nangka, keripik apel, keripik salak, keripik pisang,
keripik nenas, keripik melon, keripik pepaya, keripik wortel, keripik buncis,
keripik labu siem, keripik lobak, keripik jamur kancing, dan lain-lain. Hasil
penggorengan menggunakan mesin penggoreng vakum menghasilkan keripik
dengan kadar minyak yang rendah, tekstur renyah dan produk yang jauh lebih
baik dari segi penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah
aslinya.
Pada kondisi vakum, titik didih minyak dapat diturunkan sehingga suhu
penggorengan menjadi 70-85°C. Kevakuman ditimbulkan oleh pompa vakum
rendah selain itu juga berfungsi untuk menghisap uap air hasil penggorengan.
Sistem penggorengan vakum menjadikan produk-produk pangan yang rusak
apabila digoreng (seperti buah-buahan dan sayur-sayuran) akan bisa digoreng
dengan baik, menghasilkan produk yang kering dan renyah, tanpa mengalami
kerusakan nilai gizi dan flavor seperti halnya yang terjadi pada penggorengan
biasa. Umumnya, penggorengan dengan tekanan rendah akan menghasilkan
produk dengan tekstur yang lebih renyah (lebih kering), warna yang lebih
menarik. Gambar 2 menunjukkan bagian-bagian dari alat vacuum frying.
13
Proses penggorengan vakum terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, bahan baku
diiris dan di masukkan ke dalam keranjang, lalu ditutup, Setelah tekanan dalam
tabung penggorengan mencapai 70 cmHg keranjang dimasukkan ke dalam
minyak, bahan yang digoreng dalam keranjang dilakukan pemutaran secara
kontinyu, pengaturan ini didasarkan pada studi sebelumnya (Moreira et al., 2009).
Kemudian, keripik diangkat lalu didinginkan sebelum disimpan dalam polietilen
atau desikator untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2.5 Perendaman dalam CaCl2
Perubahan kekerasan menjadi lunak pada bahan pangan selama penyimpanan dan
proses pengolahan menggunakan panas dapat terjadi karena adanya perubahan
sifat permeabilitas sel, perubahan pektin dan pengaruh gula (Ratnawulan, 1996).
Perubahan kekerasan menjadi lunak ini dapat dicegah dengan perendaman dalam
larutan garam-garam kalsium (Ca), Perendaman dalam larutan kalsium klorida
(CaCl2) bertujuan untuk mempertahankan tekstur. CaCl2 merupakan garam
kalsium yang mempunyai sifat larut dalam air. Perendaman Kalsium membuat
jaringan buah lebih kuat karena bereaksi dengan asam pectic dalam dinding sel
untuk membentuk kalsium pektat yang memperkuat dinding sel (King dan Bolin,
1989). Ion kalsium akan membentuk kalsium pektat dengan pektin yang
mekanismenya sebagai berikut: bila ion Ca2+ membentuk garam dengan karbonil
dari asam galakturonat maka akan terjadi ikatan menyilang di antara gugus
karbonil tersebut. Apabila jumlah ikatan menyilang yang terbentuk banyak, maka
gugus pektin yang terbentuk menjadi sukar larut dan tekstur menjadi lebih keras.
Gambar 3. Ikatan Silang Antara Molekul Pektin dan Ion Kalsium Sumber : Mardini, (2007).
Pemakaian CaCl2 pada produk makanan, maksimal konsentrasi CaCl2 yang
digunakan untuk menghasilkan french fries dengan kualitas yang baik yaitu
maksimal 2%. Apabila digunakan CaCl2 lebih dari 2%, maka akan menghasilkan
french fries yang berasa kapur (Anggraini, 2008).
Kalsium klorida (CaCl2) dapat ditambahkan ke dalam produk untuk memperoleh
tekstur yang renyah. Menurut Fatah dan Bachtiar (2004), perendaman dalam
larutan CaCl2 berfungsi untuk menguatkan tekstur buah dan sayuran yang diolah
menjadi makanan sehingga terasa lebih renyah. Perubahan ini disebabkan adanya
senyawa kalsium dalam kapur yang berpenetrasi ke dalam jaringan buah.
Akibatnya struktur jaringan buah menjadi komplek berkat adanya ikatan baru
antara kalsium dan jaringan dalam buah. Selain itu, penambahan CaCl2 juga
bermanfaat untuk menetralkan warna coklat yang sering muncul pada buah, baik
III. BAHAN DAN METODE
3.1Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pada bulan Mei-Juni 2012.
3.2Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pisang muli matang yang di beli
dari petani di Lampung Timur, minyak goreng kemasan, air, CaCl2 yang dibeli
dari toko kimia di Bandar Lampung, aquades, iodin, larutan amilum, Petroleum
benzene.
Alat yang digunakan adalah satu unit penggorengan vakum model PV3-5 (vacuum
frying) milik laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Lampung, berkapasitas 30-40 liter minyak goreng, dengan
beban penggorengan maksimal 5 Kg, spinner, stopwatch, pisau, bak plastik,
timbangan manual, plastik PE, pipet berdiameter 3mm (alat pelubang pisang),
talenan, neraca analitik, erlenmyer, pipet tetes, gelas ukur, oven, soxlet, dan
16
3.3Metode Penelitian
Percobaan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL). Faktor pertama adalah konsentrasi CaCl2 (K) dan faktor kedua adalah
lama perendaman (T) dengan tiga kali pengulangan. Konsentrasi CaCl2 terdiri
dari tiga taraf yaitu, 1% (K1), 2% (K2) dan 3% (K3). Lama perendaman yaitu 10
menit (T1), 20 menit (T2) dan 30 menit (T3). Berat tiap sampel 2 Kg.
Data uji sensori keripik pisang muli dianalisis dengan sidik ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat. Sebelumnya kesamaan ragam diuji dengan Uji
Bartlet, kemenambahan data diuji dengan Uji Tuckey. Kemudian data dianalisis
lanjut dengan uji BNJ. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5%.
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap persiapan alat yang pertama adalah bak air vakum diisi hingga batas
maksimum, setelah itu memasukkan minyak goreng dalam ruang penggorengan
sebanyak 20 liter, lalu melakukan pengaturan suhu sesuai yang diinginkan yaitu
850C.
Sebelum melakukan penggorengan, pisang yang telah dikupas dan dilubangi
terlebih dahulu direndam dalam larutan CaCl2 dengan konsentrasi (1, 2 dan 3%)
dan waktu perendaman 10, 20, 30 menit dan ditiriskan. Setelah itu pisang muli
digoreng pada suhu yang telah ditentukan yaitu 850C, penggorengan selesai jika
embun pada kaca vakum telah hilang. Bagian alir pembuatan keripik pisang muli
17
Tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Alat penggorengan vakum dioperasikan dengan cara mengatur panel suhu yaitu
850C, menyalakan sumber panas dan alat vakum, ditunggu hingga mencapai
suhu yang diinginkan. Setelah ruang penggorengan mencapai suhu yang
diinginkan, pisang muli dimasukkan dalam keranjang penggorengan, ditutup
kembali tabung penggorengan dan vakum dinyalakan. Setelah itu pisang muli
yang berada dalam keranjang dicelupkan kedalam minyak dengan memutar
tuas ke bagian bawah.
2. Setelah mencapai waktu penggorengan dengan kriteria gelembung uap air
dalam ruang penggorengan tidak ada lagi, tuas penggorengan diputar ke bagian
atas agar pisang muli yang berada dalam keranjang terpisah dari minyak.
3. Setelah itu sumber panas dan alat vakum dimatikan. Penutup dibuka dengan
terlebih dahulu membuka kran angin, lalu mengangkat keripik pisang muli dan
memasukkan dalam keranjang, diamkan keripik hingga tidak panas.
4. Tahapan selanjutnya adalah pengatusan minyak menggunakan mesin pengering
(spinner) dengan sistem pemutar sentrifugal yang berfungsi untuk pengatusan
minyak atau pemisahan minyak dari bahan. Ulangan berikutnya dilakukan
dengan cara yang sama.
5. Melakukan pengamatan yaitu perubahan berat bahan dilanjutkan dengan uji
organoleptik, hasil terbaik dari uji organoleptik akan di uji kadar Vitamin C
18
‘
Gambar 4. Bagian alir proses pembuatan keripik pisang muli
Dimodifikasi dari : Maresa, 2009; Khairani dan Dalapati, 2007; Rahmanto, 2006. Pisang muli 2000 g
Pengupasan
Pengirisan dan pelubangan bagian tengah pisang(model semprong) dengan
ketebalan 6 mm
Penggorengan dengan suhu 85 0c, selama 60 menit
Penirisan minyak
(menggunakan spinner) selama 3 menit
Keripik pisang muli
Keripik dikemas Perendaman pada larutan CaCl2 dengan konsentrasi 1,2,3% selama
10,20,30 menit
Pengemasan menggunakan plastik PP(poly propilane) lalu
di sealer
Penyimpanan selama 1 minggu lalu dilakukan
19
3.4Pengamatan
3.4.1 Perubahan berat bahan dan kadar air
Berat bahan dihitung sebelum dan sesudah penggorengan yang bertujuan untuk
mengetahui jumlah air yang teruapkan dari bahan. Untuk menghitung perubahan
berat bahan sehingga dapat mengetahui banyaknya air yang diuapkan dalam
proses penggorengan, digunakan persamaan berikut :
Air teruapkan (g) = berat sebelum penggorengan – berat sesudah penggorengan
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC, 1984).
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan porselin yang
telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C
selama 3 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan
(selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,02 mg). Kadar air dihitung
dengan rumus berikut.
A = bobot cawan (g)
B = bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) C = bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
3.4.2 Kadar lemak
Pengukuran kadar lemak dilakukan berdasarkan metode sokhlet (Sudarmadji,
1984). Labu lemak dikeringkan di dalam oven lalu ditimbang. Sampel seberat 2 g
dibungkus kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet.
20
di ekstraksi selama 5 jam. Cairan yang ada di dalam labu lemak didistilasi dan
pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak tersebut diuapkan dalam
oven 105oC (15-20 menit). Kemudian ditimbang sampai beratnya konstan.
100
Vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iodium Jacobs(1958). Filtrat sampel
diambil 25 ml kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml. Kemudian
ditambahkan 2 ml larutan amilum 1% dan selanjutnya di titrasi dengan
menggunakan larutan iodium standar 0,01N. Titrasi dihentikan setelah terbentuk
warna biru pada larutan. Tiap mililiter iod equivalent dengan 0,88mg asam
askorbat. Perhitungan kandungan asam askorbat atau vitamin C dilakukan dengan
cara :
Asam askorbat = ml Iod 0,01 N x 0,88 x 100 (per 100 g contoh) contoh gram
3.4.4 Uji sensori
Warna, rasa, after taste (pahit), aroma dan kerenyahan keripik diamati secara
organoleptik menggunakan metode skoring. Sedangkan untuk penerimaan
keseluruhan di gunakan uji hedonik.
Pengujian dilakukan oleh 20 panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah
mengambil mata kuliah uji sensori) dengan skor penilaian sensori seperti pada
21
Tabel 2. Skor penilaian pada pengujian organoleptik keripik pisang muli
Uji Angka (skor)
22
Gambar 5. Gambar kuisioner uji organoleptik keripik pisang muli goreng vakum. UJI ORGANOLEPTIK
Nama : Sampel: Keripik pisang Muli NPM :
Tanggal :
Dihadapan anda disajikan 10 buah sampel keripik pisang muli goreng vakum, berikan penilaian terhadap masing-masing sampel dengan memberikan skor sesuai dengan keterangan dibawah : 5. Sangat renyah 5. Kuning cerah 4.khas pisang
5. sangat khas pisang
Rasa After taste (pahit) Penenrimaan keseluruhan
1. Kurang manis, asam 1. Terasa 1. Sangat tidak suka 2. Kurang manis, agak asam 2. Agak terasa 2. Tidak suka 3. Manis, sedikit asam 3. Tidak terasa 3. Agak suka
4. Manis 4. Suka
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji Anara dapat disimpulkan bahwa :
Kombinasi perlakuan antara konsentrasi CaCl2 1% dan lama perendaman 10
menit tidak berbeda nyata pada parameter kerenyahan, rasa, aroma, warna
dan penerimaan keseluruhan, namun berbeda nyata pada after taste sehingga
dipilih kombinasi antara konsentrasi 1% dan lama rendam 10 menit sebagai
kombinasi yang tepat karena jumlah CaCl2 yang digunakan sedikit dan lama
perendaman yang singkat tidak berbeda nyata pada kombinasi perlakuan
lainya dengan kandungan vitamin C 2,26 mg/g, lemak 16,44% dan kadar air
3,68%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang masa simpan dari produk keripik
pada berbagai kemasan dan optimalisasi kapasitas dari alat vakum yang
DAFTAR PUSTAKA
Agar, I., Massantini, R., Hess-Pierce, B. and Kader, A.A. (1999) ‘Postharvest CO2 and Ethylene Production and Quality Maintenance of Fresh-cut Kiwifruit Slices’, Journal of Food Science, 64:433–440
Almatsier, J. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Anggraini, K. 2005. Pengaruh Metode Blanching dan Pencelupan dalam Lemak Jenuh terhadap Kualitas French Fries Kentang Varietas Hertha dan Granola. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Anonim. 2009. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi (Ton), 2009. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55& notab=2. Diakses pada tanggal 11 september 2012.
Anonim. 2011. Diversifikasi Hasil Olahan Pisang.http://digilib.unimus.ac.id/ files/disk1 /106/jtptunimus-gdl-madhyastap-5256-3 bab2.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember 2011.
Antarlina, S.S. dan Y. Rina. 2005. Pengolahan Keripik Buah-buahan Lokal Kalimantan Menggunakan Penggoreng Vakum. hlm. 1113−1126. Dalam J. Munarso, S. Prabawati, Abubakar, Setyajit. Risfaheri, F. Kusnandar, dan F. Suaib (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Buku II: Alsin, Sosek dan
Kebijakan, 7−8 September 2005. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.
Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi.http://bps.go.id. di akses pada tanggal 25 september 2012.
Baker, B. A, 1997. Reassessment of Some Fruit and Vegetable Pectin Levels. J.
Food Sci. 62 (2) : 225-229
37
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung.2008. Data Penyebaran Industri Kecil dan Menengah Propinsi Lampung Tahun 2007. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung. Bandar Lampung.
Fatah, M. A dan Y. Bachtiar. 2004. Membuat Aneka Manisan Buah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fellows, P. J. 1990. Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood, London. 505 pp.
Haryanto, F. 1998. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Bengkuang (Pachyrhizus erosus l.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kamsiati, E. 2010. Peluang Pengembangan Teknologi Pengolahan Keripik Buah dengan Menggunakan Penggoreng Vakum. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya.
Karo-karo, T. 2005. Studi Pembuatan Keripik Wortel. Jurnal Sistem Teknik
Industri 6(3):130−136. http://usupress.usu.ac.id/files/ Sistem Teknik Industri 206:203 20Juli2005.pdf . Diakses pada tanggal 8 September 2011.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. 314 hlm.
Khrisdianto, V. S. 2007. Studi Pengolahan Keripik Terung (Solanum melongena ) Kajian Perendaman CaCl2 dan Lama Pembekuan Serta Penentuan Prakiraan HargaPokok Produksi (HPP). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
King Jr., A.D. and H.R. Bolin. 1989. ‘Physiological and Microbiological Storage Stability of Minimally Processed Fruits and Vegetables’, Food Technology, 42:132–135, 139.
Luna-Guzman, I. and D.M. Barrett. 2000. ‘Comparison of Calcium Chloride and Calcium Lactate Effectiveness in Maintaining Shelf Stability and Quality of Fresh-cut Cantaloupes’, PostharvestBiology and Technology,19:61-72.
Lampung Post. 2012. Bisnis Pisang Kembali Bergairah. Edisi 6 Maret 2012.
Mardini. 2007. Sifat Fisik, Kimia, dan Sensoris Buah Nenas dengan Penambahan Kalsium Sitrat Malat (CCM) dan Pektin. Universitas Sriwijaya. Yokyakarta
Maresa, R.D. 2009. Mempelajari Pengaruh Perlakuan Suhu Terhadap Kualitas Keripik Pisang Muli Model Semprong dengan Penggorengan Vakum
38
Manganaris GA, M Vasilakakis, G Diamantidis, Mignani I (2005). Effect of Calcium Additives on Physicochemical Aspects of Cell Wall Pectin and Sensory Attributes of Canned Peach (Prunus persica (L) Batsch cv Andross). Food Chem., 100: 1385-1392.
Manolopoulou dan Varzakas, 2011. Effect of Storage Conditions on the Sensory Quality, Colour and Texture of Fresh-Cut Minimally Processed Cabbage with the Addition of Ascorbic Acid, Citric Acid and Calcium Chloride.
Food and Nutrition Sciences. Yunani. 2:956-963.
Menegristek. 2010. Pisang. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.
Moreira, et al 2009. The Effect of a De-oiling Mechanism on the Production of High Quality Vacuum Fried Potato Chips. Journal of Food Engineering
92:297–304.
Pinthus. E.J., P Weinberg and I.S. Saguy. 1993. Effective Water Diffusivity in Deep-Fat Fried Restructured Potato Product. Int. J.Food Sci. Tecnol. 32: 235-240.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-press. 472 hal
Prabawati, S., Suyanti dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Bisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Rahmanto, G. D. 2005. Pengaruh Perendaman dalam CaCl2 dan Lama Blanching
Terhadap Kualitas Keripik Kentang Varietas Granola. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 55 hlm.
Rahmawati. R. M. Ria, N. Susiani 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpangan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Patil ( Apsium erustenrns ) Penyusun Biologi Fakultas MIPA Universitas Lembaga jimberan Bali. Bali
Ratnawulan, D. 1996. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Kalsium serta Metode Pengeringan terhadap Mutu Keripik Kentang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 58 hal.
Saputra, S.M. 2012. Provinsi Lampung Tetap Andalan Penghasil Pisang. http://www.bisnis.com/articles/provinsi-lampung-tetap-andalan-penghasil-pisang. di akses pada tanggal 25 september 2012.
Shyu, S., L.Hau & , S Hwang. 1998. Effect of Vacuum Frying on the Oxidative
39
Siregar, H.P., D.D. Hidayat, dan Sudirman. 2004. Evaluasi Unit Proses Vacuum
Frying Skala Industri Kecil dan Menengah. hlm. I-4-1 s.d. I-4-5. Prosiding
Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. http://125.163. 204.22/download/ ebooks_kimia/makalah/ Vakum% 20frying. Diakses pada tanggal 8 September 2011.
Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Tias, E.B.W. 2011. Pola dan Laju Respirasi Serta Perubahan Mutu Buah Pisang
(Musa paradisiaca l.) Cv. ‘Muli’ dalam Teknik Pengemasan Aktif pada
Berbagai Volume Kemasan dan Konsentrasi Kitosan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 47 hlm.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 253 hlm.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan, dan