• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Beban Kerja Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat Kepada Pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Beban Kerja Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat Kepada Pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2011"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

PERAWAT KEPADA PASIEN RUMAH SAKIT IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

TAHUN 2011

TESIS

OLEH

DJALEMA SARAGI 097032057/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERAWAT KEPADA PASIEN RUMAH SAKIT IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

TAHUN 2011

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

DJALEMA SARAGI 097032057/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPADA PASIEN RUMAH SAKIT IMELDA

PEKERJA INDONESIA MEDAN TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak ada karya orang lain yang pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi swasta maupun negeri. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak ditemukan pendapat atau karya orang lain yang telah pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara resmi tertulis dikutip dalam naskah ini dan dibuat dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2012

(4)

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT KEPADA PASIEN RUMAH SAKIT IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN TAHUN 2011

Nama Mahasiswa : Djalema Saragi Nomor Induk Mahasiswa : 097032057

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si) (Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Pada Tanggal : 24 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si

(6)

ABSTRAK

Komunikasi yang baik merupakan perilaku yang patut diperhitungkan dalam hubungan perawat dengan pasien di sebuah pusat pelayanan kesehatan. Perilaku

perawat sebagai tenaga kesehatan melalui komunikasi diharapkan sebagai ”obat”

awal secara psikologis bagi pasien. Tak dapat dipungkiri bahwa beban kerja tenaga kesehatan berdampak pada produktifitas dalam menangani pasien. Oleh karena perawat merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS IPI) maka untuk mewujudkan tujuan dan visi RS IPI maka dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki komunikasi baik, lancar, santun dan bersahabat kepada pasien maupun keluarganya. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti pengaruh beban kerja dengan komunikasi terapeutik perawat kepada pasien di RS IPI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban kerja (tanggung jawab dan personalia) terhadap komunikasi terapeutik (kemampuan, beradaptasi, mengatasi dan berhubungan) perawat terhadap pasien RS IPI. Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Sampel yang diteliti sebanyak 58 orang dari populasi berjumlah 138 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Dengan bantuan program SPSS, data yang diperoleh kemudian dilakukan uji validitas (Pearson Product Moment) dan uji reliabilitas (Cronbach’s alpha) untuks setiap item kuisioner, uji univariat (karakteristik dan deskriptif) serta uji hipotesis dengan melakukan analisis korelasi variabel dengan menggunakan Persamaan Regresi Linier.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya valid dan reliabel. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa beban kerja berpengaruh kuat terhadap komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS IPI) dengan tingkat keyakinan 99% (=0,01) diperoleh rhitung (0,509) > rtabel (0,336). Nilai koefisien

determinasi sebesar 0,259 yang berarti 25,9% komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beban kerja perawat. Hubungan antara beban kerja dan komunikasi terapeutik memiliki koefisien regresi searah dan berarti serta dan memiliki linieritas.

(7)

ABSTRACT

Good communication is fitting behaviour is calculated in nurse connection with patient at a well-being service centre. Nurse behaviour as well-being energy passes supposed communication as ”medicine” beginning according to psychologist for patient. Undeniable that well-being energy work lo affect in productivity in handle patient. Because nurse is resource wanted in Imelda Pekerja Indonesia Hospital (RS IPI) so to realize aim so much and point of view RS IPI so wanted well-being energy that has good communication, fluent, well mannered and amicable to also the family based on the mentioned, author wants to canvass work lo influence with communication therrapheutic nurse to patient at RS IPI.

This research aim analyzes work lo influence (responsibility and personnel) towards communication therrapheutic (ability, adapt, overcome and connected) nurse towards patient RS IPI. This research is done on March up to May 2011. Sample that canvassed as much as 58 person from populations numbers 138 person. Data collecting is done with distribute quezionare to respondent. constructively program SPSS, data that got then done validity test (Pearson Product Moment) and test reliability (cronbach's alpha) each every item quezionare, test univariat (characteristics and descriptive) with hypothesis test with do variable correlation analysis by using linear regression similarity.

By research result is got that any question item that used in this research all valid and reliabel. from data processing result is got that strong influential work ability towards communication therrapheutic between nurse with patient at Imelda Pekerja Indonesia hospital (RS IPI) with confidence level 99% (a=0,01) is get rcount

(0,509) > rtable (0,336). determination coefficient value equal 0,259 that mean 25,9%

communication therrapheutic influenced by nurse work ability. Connection between work ability and communication therrapheutic has unidirectional regression coefficient and has regression linierity.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh berkat dan anugrah serta kasihNya bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun tesis ini dengan judul “Pengaruh Beban Kerja Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat Kepada Pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2011“

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Strata 2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bimbingan, petunjuk, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S. yang telah memberikan kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.

5. Ketua Komisi Pembimbing Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si dan anggota komisi pembimbing Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S. yang telah meluangkan waktu dengan penuh perhatian dan kesabaran untuk membimbing, mengarahkan mulai pembuatan proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Komisi Penguji Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D. dan dr. Heldy BZ, M.P.H. yang telah banyak memberikan masukan, saran, bimbingan mulai penulisan proposal sampai penulisan tesis.

7. Bapak ketua Yayasan Imelda Medan, dr. H.R.I. Ritonga, MSc. yang telah memberi izin untuk melanjut pada program studi Strata 2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kordinator Pendidikan/Direktur Pelaksana RS IPI Medan, dr. Imelda Liana Ritonga, S.Kp, M.Pd, MN, yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.

9. Ns. Sundria Liana Ritonga, SS. S.Kep. M.Pd. Mn. (Aust), selaku Direktris Akademi Keperawatan Imelda Medan, sebagai tempat penulis bekerja, yang telah banyak memberi kemudahan dan kelonggaran selama penulis dalam pendidikan.

(10)

11.Seluruh rekan-rekan, khususnya seangkatan tahun 2009 minat studi PKIP yang tidak dapat penulis sebut namanya satu persatu.

12.Isteri tercinta T.R. br Manurung, anak-anakku sebelas (11) orang (dua kali kembar) menantu sembilan (9) orang beserta cucu dua puluh satu (21) orang yang turut mendoakan penulis selama masa pendidikan.

Akhir kata bahwa penulis menyadari dalam segala keterbatasan, menyatakan bahwa tesis ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari segala kalangan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga kiranya tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, khususnya pengambil kebijakan di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Simarmata (Samosir) pada tanggal, 20 Oktober tahun 1945 yang diberi nama oleh orang tua yaitu Djalema Saragi, anak terakhir dari delapan bersaudara dari pasangan ayahanda Djulius Saragi dengan ibunda Gokmanim br Situngkir dan penulis beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jalan Sei Mencirim No. 167 Medan.

Pada tahun 1954 masuk pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Negeri 1 Serbalawan tamat pada tanggal 15 Juli 1959. Pada tahun 1960 melanjut ke pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Pematang Bandar, tamat pada tanggal 17 Juli 1962. Pada tahun 1963 melanjut ke pendidikan Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) Taman Siswa Tebing Tinggi, tamat pada tanggal, 16 Juli 1965.

Oleh karena sosial ekonomi, penulis tidak bisa melanjut ke perguruan tinggi. Selama beberapa tahun dari tahun 1966 sampai tahun 1979 bekerja sebagai wiraswasta dengan profesi tukang jahit.

Kemudian pad akhir tahun 1979, penulis melanjut ke perguruan tinggi pada Akademi Perawatan Darma Agung Medan, tamat pada tanggal 9 Agustus 1983, dan setelah tamat penulis meniti karir sebagai staf pengajar di Akademi Perawatan Darma Agung Medan. Setelah beberapa tahun pindah kerja ke Yayasan Imelda Medan juga sebagai staf pengajar pada Akademi Perawatan Imelda Medan hingga sekarang.

(12)

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan (IKIP), tamat pada tanggl 16 Oktober 1999. Kemudian sambil bekerja pada tahun 2009 penulis melanjut ke pendidikan paska sarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) melalui program (BPPS).

(13)
(14)

2.5.3. Rasio Jumlah Perawat : Pasien... 41

4.2.1.2.Karakteristik Aspek Beban Kerja Tanggung Jawab .. 67

4.2.1.3.Karakteristik Aspek Beban Kerja Personalia ... 69

(15)

4.4. Analisis Deskriptif ... 82

4.5. Analisis Deskripsi ... 83

4.5.1. Data Deskripsi Tentang Beban Kerja ... 85

4.5.2. Data Deskripsi Tentang Komunikasi Terapeutik ... 87

4.6. Uji Hipotesis ... 88

4.6.1. Analisis Regresi dan Korelasi Beban Kerja (X) terhadap Komunikasi Terapeutik (Y) ... 88

4.6.2. Menguji Keberartian Regresi dan Linieritas ... 89

4.6.3. Koefisien Korelasi Beban Kerja Terhadap Komunikasi Terapeutik ... 91

4.6.4. Menguji Keberartian Koefisien Korelasi ... 91

BAB 5. PEMBAHASAN ... 94

5.1. Pengaruh Beban Kerja (Personalia) Terhadap Komunikasi Terapeutik (Kemampuan, Beradaptasi, Mengatasi, Berhubungan... 94

5.1.1. Pengaruh Beban Kerja (Personalia) terhadap Komunikasi Terapeutik (Kemampuan Perawat) ... 95

5.1.2. Pengaruh Beban Kerja (Personalia) terhadap Komunikasi Terapeutik (Cara Perawat Beradaptasi dengan Pasien) ... 95

5.1.3. Pengaruh Beban Kerja (Personalia) terhadap Komunikasi Terapeutik (Cara Perawat Mengatasi Pasien) ... 96

5.1.4. Pengaruh Beban Kerja (Personalia) terhadap Komunikasi Terapeutik (Cara Perawat Berhubungan dengan Pasien) ... 97

5.2. Pengaruh Beban Kerja (Tanggung Jawab) terhadap Komunikasi Terapeutik(Kemampuan, Beradaptasi, Mengatasi, Berhubungan) ... 97

5.3. Pengaruh Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik ... 100

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

6.1. Kesimpulan ... 102

6.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Perawat yang keluar masuk RS_IPI Medan tahun 2010 ... 6

1.2. BOR RS-IPI Medan tahun ... 7

1.3. Pasien Rawat Inap RS-IPI Medan tahun 2010 ... 8

1.4. Pasien Rawat Jalan RS-IPI Medan tahun 2010 ... 8

3.1. Perincian Jumlah sampel setiap ruangan RS-IPI Medan ... 49

3.2. Definisi Operasional Variabel Independen (X) Beban Kerja ... 51

3.3. Definisi Operasional Variabel Dependen (Y) Komunikasi Tereapeutik ... 52

3.4. Lay Out Aspek Beban Kerja ... 55

3.5. Lay Out Aspek Komunikasi Terapeutik ... 55

3.6. Nilai Alternatif Jawaban ... 56

3.7. Skala Nilai Kategori Jawaban ... 56

3.8. Komunikasi Terapeutik dari Perawat Rumah Sakit terhadap Pasien ... 57

4.1. Data Ruangan dan Jumlah Perawat Setiap Ruangan RS IPI ... 59

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 65

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 66

4.5. Karakteristik Responden berdasarkan Lama Kerja ... 66

4.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Pertanyaan Kuisioner... 79

(17)

4.8. Rekapitulasi Hasil Penelitian tentang Deskripsi Jawaban Responden

tentang Pengaruh Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik ... 83

4.9. Rangkuman Statistik Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 85

4.10. Penyebaran Frekuensi Beban Kerja ... 86

4.11. Penyebaran Frekuensi Komunikasi Terapeutik ... 87

4.12. Hasil Regresi dan Korelasi Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik 88 4.13. Daftar Anova untuk Uji Signifikansi dan Linieritas Regresi... 89

4.14. Hasil Perhitungan Anova Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik .. 90

4.15. Hasil Perhitungan Anova (b) Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik ... 90

4.16. Hasil Perhitungan Nilai Rhitung dan R² ... 91

4.17. Hasil Perhitungan Nilai thitung Keberartian Koefisien Korelasi ... 91

4.18. Hasil Perhitungan Signifikansi Koefisien Korelasi Beban Kerja terhadap Komunikasi Terapeutik ... 92

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 108

2. Data-data Responden Penelitian ... 113

3. Hasil Analisa Deskriptif Beban Kerja dengan Komuniksi Terapeutik ... 115

4. Analisa Korelasi Beban Kerja dengan Komunikasi Terapeutik ... 117

5. Analisa Frekuensi Karakteristik Pertanyaan Frequency Table ... 118

(20)

ABSTRAK

Komunikasi yang baik merupakan perilaku yang patut diperhitungkan dalam hubungan perawat dengan pasien di sebuah pusat pelayanan kesehatan. Perilaku

perawat sebagai tenaga kesehatan melalui komunikasi diharapkan sebagai ”obat”

awal secara psikologis bagi pasien. Tak dapat dipungkiri bahwa beban kerja tenaga kesehatan berdampak pada produktifitas dalam menangani pasien. Oleh karena perawat merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS IPI) maka untuk mewujudkan tujuan dan visi RS IPI maka dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki komunikasi baik, lancar, santun dan bersahabat kepada pasien maupun keluarganya. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti pengaruh beban kerja dengan komunikasi terapeutik perawat kepada pasien di RS IPI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban kerja (tanggung jawab dan personalia) terhadap komunikasi terapeutik (kemampuan, beradaptasi, mengatasi dan berhubungan) perawat terhadap pasien RS IPI. Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Sampel yang diteliti sebanyak 58 orang dari populasi berjumlah 138 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Dengan bantuan program SPSS, data yang diperoleh kemudian dilakukan uji validitas (Pearson Product Moment) dan uji reliabilitas (Cronbach’s alpha) untuks setiap item kuisioner, uji univariat (karakteristik dan deskriptif) serta uji hipotesis dengan melakukan analisis korelasi variabel dengan menggunakan Persamaan Regresi Linier.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya valid dan reliabel. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa beban kerja berpengaruh kuat terhadap komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS IPI) dengan tingkat keyakinan 99% (=0,01) diperoleh rhitung (0,509) > rtabel (0,336). Nilai koefisien

determinasi sebesar 0,259 yang berarti 25,9% komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beban kerja perawat. Hubungan antara beban kerja dan komunikasi terapeutik memiliki koefisien regresi searah dan berarti serta dan memiliki linieritas.

(21)

ABSTRACT

Good communication is fitting behaviour is calculated in nurse connection with patient at a well-being service centre. Nurse behaviour as well-being energy passes supposed communication as ”medicine” beginning according to psychologist for patient. Undeniable that well-being energy work lo affect in productivity in handle patient. Because nurse is resource wanted in Imelda Pekerja Indonesia Hospital (RS IPI) so to realize aim so much and point of view RS IPI so wanted well-being energy that has good communication, fluent, well mannered and amicable to also the family based on the mentioned, author wants to canvass work lo influence with communication therrapheutic nurse to patient at RS IPI.

This research aim analyzes work lo influence (responsibility and personnel) towards communication therrapheutic (ability, adapt, overcome and connected) nurse towards patient RS IPI. This research is done on March up to May 2011. Sample that canvassed as much as 58 person from populations numbers 138 person. Data collecting is done with distribute quezionare to respondent. constructively program SPSS, data that got then done validity test (Pearson Product Moment) and test reliability (cronbach's alpha) each every item quezionare, test univariat (characteristics and descriptive) with hypothesis test with do variable correlation analysis by using linear regression similarity.

By research result is got that any question item that used in this research all valid and reliabel. from data processing result is got that strong influential work ability towards communication therrapheutic between nurse with patient at Imelda Pekerja Indonesia hospital (RS IPI) with confidence level 99% (a=0,01) is get rcount

(0,509) > rtable (0,336). determination coefficient value equal 0,259 that mean 25,9%

communication therrapheutic influenced by nurse work ability. Connection between work ability and communication therrapheutic has unidirectional regression coefficient and has regression linierity.

(22)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal dibutuhkan pelayanan yang berkualitas yang harus dapat dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Dengan pelayanan kesehatan yang bermutu diharapkan masyarakat akan memperoleh derajat kesehatan yang sesuai dengan harapan. Bagaimanapun kualitas pelayanan yang diberikan, hal ini erat kaitannya dengan perilaku si penerima pelayanan kesehatan tersebut, artinya diharapkan agar setiap pasien turut berpartisipasi dalam mengatasi masalah kesehatan mereka sendiri.

Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Oleh sebab itu, untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang ditimbulkannya.

(23)

lingkup pekerjaan maupun hubungan antara manusia (Mundakir, 2006). Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan

pasien (klien), perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis. Kehadiran

dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien.

Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya oleh Heri Purwanto (1994) disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial manusia dan merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi, tetapi banyak pula hal-hal kecil dalam kehidupan manusia menjadi permasalahan besar karena komunikasi.

(24)

Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa setiap hubungan sosial antara perawat dengan pasien, bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini berhubungan erat dengan beban kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktivitas tenaga kesehatan, dimana 53,2 % waktu yang benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya, 46,8 % digunakan untuk kegiatan penunjang (Ilyas, 2000). Standar beban kerja tenaga kesehatan berdasarkan standar nasional yaitu jumlah jam kerja perawat dalam satu minggu adalah 40 jam, bila hari kerja efektif 5 hari perminggu maka 40/5 = 8 jam perhari, bila hari kerja efektif 6 hari perminggu, maka 40/6 = 6,6 jam perhari dibulatkan menjadi 7 jam perhari. (Depkes RI, 2006) dalam Sadariah (2008).

(25)

sebagai edukator yaitu memberi pengetahuan kepada masyarakat melalui promosi kesehatan agar mereka dapat merubah perilakunya sehingga dapat merawat diri sendiri tanpa mengharapkan bantuan orang lain, dan yang tidak kalah pentingnya adalah berperan sebagai konsultan yaitu agar perawat selalu siap untuk menerima masyarakat yang menyampaikan keluhannya yang berkaitan dengan kesehatannya.

Hubungan yang harmonis antara perawat rumah sakit dengan pasien melalui komunikasi terapeutik maka pasien menerima pelayanan kesehatan merasa nyaman. Apalagi jika perawat rumah sakit menjalankan kebijakan iklim komunikasi bebas buka pintu (Russel, 2000) hal ini dapat diartikan, 24 jam terbuka pintu terhadap pasien

untuk membicarakan yang berhubungan dengan masalah kesehatannya. Sehubungan dengan hal tersebut diatas perawat sebagai sumber daya manusia

mempunyai berbagai ragam kebutuhan yang harus dipenuhi. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah dianggap sebagai motivasi atau pendorong maupun penggerak bagi setiap perawat yang bekerja di rumah sakit, untuk melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan berkualitas.

Manajemen rumah sakit harus bisa menciptakan suasana yang harmonis dengan cara memahami apa saja yang menjadi kebutuhan, keinnginan karyawannya,

dan harapan pasien dengan cara memelihara komunikasi terapeutik agar para perawat merasa kondusif dalam melaksanakan asuhan kepereawatan terhadap pasien. Oleh

(26)

Rumah sakit selaku perusahaan yang bergerak dalam bidang kesehatan dan sosial juga menyadari bahwa dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan dibutuhkan tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Setiap perusahaan ingin menjadi perusahaan yang dapat bekerja secara efisien sekaligus produktif dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Hal ini juga disadari oleh pimpinan Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan bahwa prestasi kerja karyawan yang baik akan mengakibatkan prestasi kerja perusahaan menjadi baik pula dan sekaligus meningkatkan citra rumah sakit. Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS-IPI) Medan memiliki pegawai atau perawat yang relatif sedikit yakni 138 orang tersebar merata di seluruh sarana yang ada. Salah satu keberhasilan pelayanan kesehatan adalah ketika seorang perawat mampu mengkomunikasikan secara gamblang dan jelas apa yang menjadi tujuan organisasi dalam hal ini tujuan rumah sakit, untuk memenuhi kebutuhan pasien sehingga dibutuhkan suatu bentuk komunikasi yang intens atau komunikasi terapeutik kepada setiap pasien yang ada di RS-IPI Medan, dari perawat

rumah sakit. Rumah Sakit (RS) sebagai ujung tombak pembangunan dan

(27)

Melalui survey awal yang dilakukan, diperoleh data selama periode tahun 2010, pegawai (perawat) yang keluar masuk di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan adalah seperti pada Tabel 1. 1.

Tabel 1.1 Perawat Yang Keluar Masuk RS IPI Medan Tahun 2010

Sumber: Bagian Personalia RS IPI Medan, 2010

Berdasarkan data Tabel 1.1 jumlah perawat yang masuk adalah sebanyak 61 orang (44,20 %) dan yang keluar sebanyak 34 orang (24,64 %) atas permintaan sendiri tanpa diketahui alasan yang jelas, dengan demikian dapat diprediksi seakan-akan perawat (pegawai) merasa tidak betah untuk bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan karena setiap bulan selalu ada yang mengundurkan diri. Para perawat (pegawai) mengundurkan diri atas permintaan sendiri tanpa memberikan alasan yang jelas.

Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (RS-IPI) Medan merupakan jenis

(28)

spesialis terbatas. Jumlah kunjungan pasien di bangsal rawat inap di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan dalam pengamatan selama satu tahun 2010 menunjukkan angka Bed Occupancy Rate (BOR) adalah seperti pada Tabel 1.2.

Tabel 1. 2 BOR RS IPI Medan Tahun 2010

No Bulan % 01 Januari 42,39 02 Februar 44,76 03 M a r e t 48,94 04 A p r i l 37,78 05 M e i 41,96 06 J u n i 36,61 07 J u l i 38,78 08 Agustus 41,79 09 September 33,95 10 Oktober 48,36 11 Nopember 52,51 12 Desember 54,98

Sumber: Bagian Rekam Medik RS IPI Medan,2010

Dengan demikian rata-rata angka Bed Occuppancy Rate (BOR) RS. IPI Medan adalah menunjukkan angka 43,57 %. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa BOR RS. IPI Medan masih rendah, karena angka idealnya adalah: 75 % - 85 %. Hal

ini menunjukkan bahwa pasien kunjungan berobat ulang semakin kecil. Setelah Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan dihunjuk oleh

(29)

Tabel 1. 3 Pasien Rawat Inap RS IPI Medan Tahun 2010.

Sumber: Bagian Rekam Medik RS IPI Medan, 2010

Bila diperhatikan data rawat inap pada Tabel 1.3 relatif keadaan berimbang.

(30)

Dari Tabel 1.4. maka dapat dinyatakan bahwa pasien rawat jalan perusahaan jauh lebih tinggi bila dibanding dengan pasien umum, maupun pasien tidak mampu

atau tanggungan pemerintah. Berdasarkan Tabel 1.3. pasien rawat inap dan Tabel 1.4 pasien rawat jalan

(31)

Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan.

Secara umum definisi komunikasi adalah “sebuah proses penyampaian pikiran

(32)
(33)

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah beban kerja berpengaruh terhadap komunikasi terapeutik perawat kepada pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban kerja terhadap komunikasi terapeutik perawat rumah sakit kepada pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh beban kerja terhadap komunikasi terapeutik perawat kepada pasien Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah : 1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

promosi kesehatan khususnya yang berhubungan dengan komunikasi terapeutik 2. Manfaat Praktis

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu communication. Kata

communication itu sendiri berasal dari bahasa Latin “communicatio” yang artinya

pemberitahuan dan/atau pertukaran ide, dengan pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya.

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut (Robbins, 1982) dalam Suryani, 2006. Duldt (2004) dalam Suryani, 2006 mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada saat tersebut terjadi pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian.

(35)

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan/berita dari seseorang ke orang lain sehingga kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. (Ermawati, 2009).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi.

2.1.2. Komunikasi Antar Manusia

Hubungan antar manusia merupakan dasar terjadinya interaksi dan komunikasi antara tenaga kesehatan sebagai petugas pelayanan kesehatan dengan klien sebagai pemanfaat layanan kesehatan. Hubungan yang terjalin dengan baik akan mempermudah pengalihan ilmu pengetahuan, perilaku dan budaya kesehatan. Proses interaksi sering melibatkan perasaan dan kata-kata yang diucapkan dalam komunikasi yang mencerminkan perasaan dan emosi seseorang dalam berkomunikasi. Hubungan antar manusia pada pelayanan kesehatan yang terjadi antara perawat dan klien merupakan hubungan terapeutik.

(36)

2.1.3. Komunikasi Kesehatan

Komunikasi kesehatan merupakan bagian dari human communication yang lazim terjadi antar tenaga kesehatan, kilien atau keluarga klien. Makna dan area komunikasi lebih difokuskan pada masalah kesehatan sehingga efek dari komunikasi ini diharapkan adanya pengaruh positif tentang kesehatan. Sebagai contoh aplikasi dari komunikasi kesehatan ini adalah komunikasi antara perawat dengan klien atau keluarga klien tentang masalah kesehatan klien, prosedur rawat inap, tata tertib atau ketentuan yang ada dalam ruang rawat inap, prosedur tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, penyuluhan kesehatan dan sebagainya.

Proses komunikasi kesehatan berhubungan dengan transaksi antara tim tenaga kesehatan dengan klien atau keluarga klien baik secara verbal maupun non verbal. Proses transaksi secara verbal merupakan proses komunikasi yang lazim terjadi antara tenaga kesehatan terutama perawat. Perawat selain tenaga kesehatan yang paling sering dan lama berinteraksi dengan klien, sebagai tenaga perawat juga mempunyai tanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatan klien melalui perubahan perilaku, yang salah satu caranya dapat dilakukan melalui penyuluhan kesehatan baik secara formal maupun non formal. Proses transaksi verbal akan lebih bermakna dan meyakinkan apabila proses tersebut dilakukan dengan dukungan komunikasi non verbal dalam proses berhubungan. (Mundakir, 2006).

2.1.4. Jenis-Jenis Komunikasi

(37)

verbal. Komunikasi verbal menggunakan kata dalam bentuk lisan atau tulisan, sedangkan komunikasi non verbal menggunakan bentuk lain seperti sikap dan gerak tubuh atau ekspresi wajah.

Di dalam praktek, kedua jenis komunikasi ini selalu timbul bersama. Misalnya bila perawat memberi penjelasan kepada kliennya tidak hanya dilakukan dengan kata-kata (lisan) akan tetapi juga diikuti oleh gerak tangan dan ekspresi wajah.

Sehubungan dengan pembahasan diatas, jenis komunikasi dapat dibedakan menjadi:

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal sangat tergantung dengan kata-kata yang dipergunakan, sehingga antara perawat dengan klien, keduanya akan dapat memahami informasi apabila kata-kata yang digunakan dapat dipahami. Kata-kata atau bahasa yang digunakan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya, ekonomi, umur dan pendidikan.

Penggunaan kata-kata di dalam komunikasi verbal dilakukan secara sadar. Kata-kata yang dikeluarkan membentuk pesan dan berbagai perasaan yang disampaikan. Dalam menggambarkan suara ada 7 (tujuh) pokok tentang suara yang perlu diperhatikan antara lain:

(38)

e. Besar/volume f. Naik turunnya g. Kejelasan

Suara tersebut dapat menggambarkan semangat, antusias, kesedihan,

kejengkelan, atau kegirangan. Misalnya ucapan “selamat pagi” dalam bentuk

irama yang berbeda menunjukkan perasaan yang berbeda dari pengucapnya. 2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal tanpa menggunakan bahasa (kata-kata). Komunikasi non verbal ini disebut juga bahasa tubuh (body language). Dalam kehidupan sehari-hari non verbal lebih banyak dilakukan. Bila dibandingkan dengan komunikasi verbal, komunikasi non verbal kurang terkontrol sehingga dapat timbul tanpa disadari. Observasi terhadap perilaku non verbal klien perlu dilakukan, karena hal ini sangat berguna untuk mengethui sikap klien dan memudahkan mengambil tindakan perawatan dan pengobatan. Hendaklah kita memperhatikan perilaku non verbal kita sendiri dalam berkomunikasi dengan klien, karena klien akan selalu memperhatikannya.

Komunikasi non verbal mempergunakan hal-hal sebagai berikut: a. Ekspresi wajah

b. Gerak mata

(39)

f. Isyarat-isyarat

g. Gabungan dari gerak-gerik tubuh

Dalam praktik sehari-hari komunikasi verbal dan non verbal dilaksanakan secara bersama-sama dan saling mendukung. Seorang klien berkata “saya cukup

senang disini” ditambah dengan ekspresi wajah gembira. Akan tetapi kadang-kadang

kedua jenis komunikasi itu dapat juga berlawanan. Misalnya si klien mengatakan

“Saya tidak memikirkan apa-apa”, ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan dan

bibirnya bergetar. (Ermawati, dkk, 2009).

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi

Agar proses komunikasi berjalan lancar, yaitu mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang memengaruhi setiap unsur komunikasi dapat bersifat positif, yaitu menunjang keberhasilan komunikasi, atau bersifat negatif, yaitu menghambat berlangsungnya proses komunikasi (Effendy, 2000). Semua faktor tersebut disederhanakan menjadi tujuh faktor sebagai berikut.

1. Kredibilitas

(40)

disampaikan oleh perawat ruangan. Disinilah pentingnya seorang perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain.

2. Isi Pesan

Faktor ini terdapat dan berperan pada pesan, artinya pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran. Pesan yang disampaikan perawat seharusnya dapat memenuhi kebutuhan klien atau yang dapat memecahkan masalah klien. Oleh Karena itu perawat perlu melakukan pengkajian dan analisis diri sebelum berkomunikasi dengan klien (Stuart, 1998).

3. Kesesuaian dengan Kepentingan Sasaran

Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran. Makin erat hubungan tersebut, makin dapat diharapkan keberhasilan komunikasi. Oleh karena itu dalam berkomunikasi dengan klien perawat harus memahami terlebih dahulu permasalahan klien. Jangan sampai perawat memberikan informasi yang sebetulnya tidak dibutuhkan atau sudah diketahui klien. Di sinilah diperlukan pengkajian yang akurat (Antai, 1995) dalam Suryani, 2006.

4. Kejelasan

(41)

terjadi ketika perawat melatih klien melakukan keterampilan tertentu. Karena perawat menjelaskan dengan kalimat yang kurang jelas dan berbelit-belit, akibatnya klien tidak melakukan ketermpilan tersebut.

5. Kesinambungan dan Konsistensi

Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsisten dan berkesinambungan. Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan berkesinambungan, seorang perawat atau tenaga kesehatan perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan intervensi atau berkomunikasi dengan klien (Taylor, 1993) dalam Suryani, 2006. Di samping itu perlu adanya pemahaman yang sama dan kesepakatan antara tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim agar informasi yang diberikan kepada klien sama atau konsisten. Jika pesan yang disampaikan selalu berubah-ubah, maka sulit diharapkan terjadinya perubahan perilaku sasaran.

6. Saluran

Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Sebagai contoh, untuk melakukan penyuluhan kesehatan pada masyarakat desa dengan tingkat pendidikan rata-rata SD sampai SMP, penggunaan lembar balik (flipchart) dengan gambar-gambar yang menarik akan lebih efektif daripada menggunakan overhead projector

(42)

7. Kapabilitas Sasaran

Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan. Kemampuan sasaran menerima pesan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya.

Ketujuh faktor tersebut di atas saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lainnya. Jika sumber tidak mempunyai kredibilitas tinggi, maka dapat memengaruhi pemilihan pesan yang disampaikan dan media yang digunakan.

2.1.6. Lima Hukum Komunikasi yang Efektif

Lima hukum komunikasi yang efektif (The Five Inevitable Laws of a Effective Communication) yang dikembangkan dan dirangkum dalam suatu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Oleh karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

(43)

Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerja sama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence people, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prnisip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga

mengatakan bahwa “Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan

untuk dihargai”. Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun

keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggemgam orang dalam telapak tangannya.

(44)

Hukum 2 : Empathy

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti

(Seek First to Understand- understand then be understood to build the skills of

empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerja sama atau sinergi dengan orang lain.

Rasa empati akan memampukan diri untuk dapat menyampaikan pesan

(message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver)

(45)

membangun teamwork.

Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik

(feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.

Hukum 3 : Audible

Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengertri dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemempuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual

(46)

baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau yang dapat diterima oleh penerima pesan.

Hukum 4 : Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya (penulis) bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

Hukum 5 : Humble

(47)

menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang paling menguntungkan dan saling menguatkan. (http//anik-gurung.tripod.com/id 29.html. Diakses, 05 Mei 2010).

2.2. Perawat

2.2.1. Pengertian perawat

(48)

berinteraksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan lain di rumah sakit dimana pelayanan tersebut dilaksanakan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 28 ayat (3) mengenai pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan: a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

b. Jumlah sarana pelayanan kesehatan.

c. Jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memperhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et al yang dikutip oleh Swisnawati (1997) melaporkan penelitian yang dilaporkan oleh ANA (American Nurse`s Association) bahwa 60% sampai 80% pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama.

(49)

Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, merawat orang sakit, merawat luka dan merawat usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan rumah sakityang mempunyai dua tugas yaitu; merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001). Perawat adalah orang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala (Gunarsa, 1995).

Dari keseluruhan pengertian atau definisi perawat yang tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan kesehatan, mengasuh, merawat, melindungi, melakukan rehabilitasi, mencegah terjadinya penyakit pada manusia.

2.2.2. Sifat-sifat Dasar dari Dedikasi Perawat

Ada beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang dapat menunjang keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya pada saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, seorang perawat herus memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Gunarsa (1995) menyatakan bahwa sifat-sifat yang mendasari dedikasi seorang perawat adalah sebagai berikut:

a. Minat terhadap orang lain

(50)

b. Derajat sensitivitas

Seorang perawat akan menghadapi pasien dengan berbagai ragam kepribadian, oleh karena itu seorang perawat harus memiliki kepekaan, dan dapat membedakan setiap orang yang dihadapinya. Hal ini disebabkan tidak semua pasien dapat dihadapi dan ditangani dengan cara yang sama.

c. Menghargai hubungan-hubungan

Keberhasilan dalam perawatan, disamping menguasai pengetahuan yang luas juga ditentukan oleh kemampuan mengadakan penyesuaian hubungan dan ikatan kemanusiaan yang diperlukan dalam menangani orang sehat dan sakit.

2.2.3. Peran Perawat

Peran perawat yang dimaksudkan disini adalah peran perawat Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan, yaitu merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang pasien dari seorang perawat sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap.

Menurut Hidayat (2004) ada beberapa peran perawat yang terdiri dari: 1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

(51)

2. Peran sebagai advokat pasien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.

3. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisir pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

4. Peran kolaborator

Peran perawat dalam hal ini dilakukan karena perawat bekerja sama dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterpis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

5. Peran konsultan

(52)

terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 6. Peran pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Seorang perawat sangat besar peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima (Taylor, 1995).

2.2.4. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat 2.2.4.1. Tugas Pokok Perawat

Adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian keperawatan.

2.2.4.2. Fungsi Perawat

Fungsi perawat diantaranya yaitu:

(53)

keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil.

2. Fungsi Dependen. Dalam menjalankan fungsinya ini seorang perawat turut serta membantu dokter dalam memberikan pelayanan pengobatan serta tindakan khusus yang menjadi wewenamg medis dan seharusnya dilakukan dokter, seperti halnya dalam hal pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat.

3. Fungsi Interdependen. Fungsi perawat dalam interdependen ini bahwasanya tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lainnya. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya melakukan kolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang tenaga medis. (Ferry, 2012)

2.3. Pasien

2.3.1. Pengertian Pasien

Kata pasien berasal dari bahasa inggris yaitu Patient. Kata patient diturunkan

dari bahasa Latin yaitu “Patiens” yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati

yang artinya “menderita”. Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis.

(54)

2.3.2. Jenis-Jenis Pasien

Pasien dapat dibagi berdasarkan pelayanan kesehatan yang diperoleh antara lain:

1. Pasien dalam yaitu yang memperoleh pelayanan atau dirawat pada suatu unit pelayanan kesehatan tertentu, yaitu pasien menginap dan dirawat di rumah sakit yang disebut pasien rawat inap atau pasien opname.

2. Pasien luar yaitu pasien yang hanya memperoleh layanan kesehatan tertentu,tetapi tidak menginap di rumah sakit yang disebut pasien rawat jalan.

2.4. Rumah Sakit

2.4.1. Pengertian Rumah Sakit

Sehubungan dengan lokasi penelitian dilakukan di rumah sakit tentang pengaruh beben kerja terhadap komunikasi terapeutik perawat terhadap pasien, secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap citra rumah sakit, juga perlu diperhatikan. Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Disamping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan, 1997) dalam Muluk (2001).

(55)

secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk dapat menyelenggarakan upaya-upaya kesehatan tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis

yang profesional dalam bidangnya, baik dokter umum maupun dokter spesialis. 2. Pelayanan keperwatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan

medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medis adalah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien seperti: pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain.

(56)

2.4.2. Jenis-jenis Rumah Sakit

Menurut Deshintia yang dikutip dalam ICFHM (2008) dalam praktiknya rumah

sakit dibagi dalam beberapa jenis, antara lain: 1. Rumah Sakit Umum.

Rumah sakit umum melayani hampir, seluruh penyakit yang bersifat umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga selama 24 jam (instlasi gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemukan disuatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif maupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium dan sebagainya.

2. Rumah Sakit Terspesial Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula,

rumah sakit yang melayani populasi khusus seperti psychiatric (Psychiatric Hospital), penyakit saluran pernapasan, dan lain-lain.

3. Rumah sakit Penelitian dan Pendidikan

(57)

4. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan.

Rumah sakit ini didirikan oleh suatu lembaga atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut atau karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial atau pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak atau lokasi perusahaan yang terpencil atau jauh dari rumah sakit umum.

2.4.3. Mutu Pelayanan di Rumah Sakit

Mutu pelayanan di rumah sakit adalah merupakan salah satu kriteria untuk menilai apakah kinerja perawat baik atau tidak, atau dengan kata lain mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari prestasi kerja perawat. Definisi mutu pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk memenuhi harapan pelanggan. Menurut Wickof (dalam Tjiptono F, 2004), mutu adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginanan pelanggan. Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

(58)

(responsiveness), jaminan (ansurance), empati (emphaty) dan bukti fisik (tangible),

sedangkan model dimensi kualitas dari Gonroes (dalam Tjiptono, 2004) lebih menekankan evaluasi kualitas jasa dari aspek out put, proses dan citra (result and

process oriented).

2.5. Landasan Teoritis

2.5.1. Beban Kerja

Yang dimaksud dengan beban kerja disini adalah beban kerja perawat dimana perawat merupakan tenaga penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengingat pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam terus menerus. Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien dapat tercapai bila didukung dengan keseimbangan beban kerja dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh ketenagaan yang efektif dan efisien, (Sukardi, 2005).

(59)

dibutuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien dan dokumentasi asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat mengganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Akibat pengaruh negatif dari permasalahan ini, kemungkinan timbul emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beban kerja yang berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kesehatan dan tentu saja berpengaruh

terhadap produktifitas rumah sakit itu sendiri, sebagai tempat bekerja. Disamping tugas tambahan beban kerja seorang perawat juga sangat

dipengaruhi oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut. Hal ini menyebabkan pasien mengeluh karena pasien merasa tidak langsung diberikan tindakan atau merasa tidak dihiraukan oleh perawat.

(60)

Untuk lebih memperjelas pengertian tentang beban kerja, dibawah ini akan diutarakan beberapa pengertian antara lain:

1. Beban kerja adalah merupakan perbandingan antara jumlah tenaga kesehatan khususnya tenaga perawat dengan volume kerja yang harus diselesaikan pada suatu unit dalam jangka waktu tertentu (Ilyas, 2000).

2. Beban kerja adalah jumlah orang yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sama dengan jumlah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dibagi dengan waktu yang diberikan kepada satu orang (Moekijat, 1995).

3. Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu (Men-PAN, 1997).

4. Beban kerja adalah jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas (Komaruddin, 1996). Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa beban kerja terdiri dari beberapa sub variabel. 1. Personalia

Dalam penyelesaian suatu pekerjaan perlu ditentukan jumlah personalia yang tepat agar petugas dapat bekerja secara efektif dan efisien dan pekerjaan selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Tanggung Jawab

(61)

suatu pekerjaan dalam periode tertentu, untuk itu berapa jumlah tanggung jawab

yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.

2.5.2. Uraian Jabatan (Job Description)

Yang dimaksud Uraian Jabatan (Job Description) disini adalah uraian jabatan perawat untuk mengetahui apa, kumpulan tanggung jawab/aktifitas perawat tersebut, maka perlu ada analisa yang disebut sebagai analisa jabatan (job analysis), sebagai suatu proses mengumpulkan, mengkategorikan dan mendokumentasikan seluruh informasi yang relevan tentang jabatan tersebut dalam periode tertentu. Hasilnya, sudah tentu dinamakan uraian pekerjaan/uraian jabatan (job description).

Manfaat dari uraian jabatan (job description) :

1. Atasan- untuk mengoptimalkan peran dan tanggung bawahan.

2. Pimpinan Organisasi- untuk dapat memimpin dan memberikan motivasi agar pemegang jabatan menghasilkan kinerja yang optimal.

3. Pemegang jabatan- sebagai panduan dan pedoman kerja serta mengetahui apa yang harus dilakukan dan diharapkan dari organisasi.

4. Perekrut- untuk mengetahui kandidat yang tepat dan paling cocok sesuai jabatan. 5. Trainer- untuk mengetahui kebutuhan pelatihan bagi pemegang jabatan.

6. Assessor- untuk melakukan analisa terhadap pemegang jabatan (competency assessment, in-depth interview dll)

(62)

8. Job Evaluator- untuk membobot jabatan dan membandingkan jabatan lain dalam organisasi.

Maka jelaslah bahwa job description adalah bagian penting dari sistem pengembangan SDM. Ibarat navigator, job description adalah peta yang menentukan arah, kemana harus berbelok, berapa kecepatan yang diperlukan dan seterusnya. (http://ilmusdm.wordpress.com/2007/11/30/membuat-uraian jabatan-job description) 2.5.3. Rasio Jumlah Perawat : Pasien

1. Peraturan Menkes RI No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perbandingan tempat tidur dengan jumlah perawat : RS tipe A-B, perbandingan minimal 3 – 4 perawat : 2 tempat tidur.

(http://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/2009/07/01/117/)

2. Menurut standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI rasio ideal perawat untuk pasien di rumah sakit di Indonesia adalah 2 : 1 untuk memungkinkan shift kerja 24-jam. (www.who.int/bulletin/volumes/88/5/10-020510/en/index.html). 2.5.4. Komunikasi Terapeutik

(63)

Pada awal menjadi mahasiswa keperawatan dan ketika untuk pertama kali

terlibat interaksi dengan pasien, pertanyaan yang sering diajukan adalah “bagaimana

saudara memperoleh pengetahuan tentang pasien saudara ?” Tugas ini bukan

pekerjaan yang mudah namun sering menjadi penghambat dalam menciptakan hubungan yang efektif. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Tanpa mengetahui keunikan masing-masing kebutuhan klien, perawat juga akan kesulitan memberikan bantuan kepada klien dalam mengatasi masalah klien. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan klien. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara profesional. Sehingga jangan sampai karena terlalu banyaknya atau asiknya bekerja, perawat melupakan klien sebagai manusia dengan latar belakang dan permasalahannya.

Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diutarakan beberapa pengertian dari komunikasi terapeutik:

1. Stuart (1998) menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik merupakan

hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki

pengalaman emosional klien”.

(64)

3. Northouse (1998) menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan

orang lain”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik terdiri dari beberapa komponen atau sub variabel antara lain:

1. Kemampuan (Capability) adalah keterampilan yang dimiliki oleh seorang perawat untuk memanfaatkan sumber daya atau potensi yang ada untuk membantu klien.

2. Beradaptasi (adaptability) adalah proses penyesuaian diri seorang perawat, dalam membantu klien menyesuaikan diri terhadap stres atau masalah yang dihadapinya.

3. Mengatasi adalah bantuan yang diberikan seorang perawat kepada klien untuk menghilangkan gangguan psikologis (kejiwaan) yang dihadapi klien. 4. Berhubungan (relationship) adalah merupakan pembelajaran yang diberikan

oleh perawat kepada klien untuk berineraksi kepada orang lain, sebagai komunikasi kesehatan yang terjadi antara perawat dengan klien atau keluarga klien. (Northouse, 1998) dalam Suryani, 2006.

Gambar

Tabel  1.1  Perawat  Yang  Keluar  Masuk  RS  IPI  Medan  Tahun  2010
Tabel  1.4  Pasien  Rawat  Jalan  RS IPI  Medan  Tahun  2010.
Gambar 2.6. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Perincian  Jumlah Sampel Setiap Ruangan RS IPI Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data dalam penelitian ini adalah dari mana data dapat diperoleh. 10 Sedangkan menurut Lofland menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif adalah

Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

Kurva Respon Pengaruh Lama Inokulasi Ampas Sagu (Metroxylon sagu) dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” Terhadap Kandungan Protein kasar. Kandungan protein kasar

Air yang masuk ke dalam tanah ini kemudian menjadi air cadangan (sumber air). Air cadangan akan selalu ada apabila daerah peresapan air selalu tersedia. Daerah resapan air terdapat

Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah, Ukuran DPRD, dan Komposisi DPRD berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu dalam menetapkan APBD, namun Size Pemerintah Daerah dan

menengah Direktorat pembinaan sekolah menengah atas.2016 hal.43-44.. lingkup sekolah objek sikap yang dimaksud ialah keseluruhan warga sekolah mulai dari guru, siswa,

jadi laba bersih UKM setiap satu ikan asap yaitu Rp.205/buah (wawancara Ibu Maryati, 2016). Untuk gaji karyawan model harian yaitu karyawan laki-laki Rp.60.000/hari dan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas dasar terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu kawasan Pulau Pramuka yang meliputi penutupan terumbu