UJI KE-EFEKTIFAN PUPUK HAYATI DAN MEDIA TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN Mucuna bracteata
SKRIPSI
Oleh:
ARI SAVITRI
070301014 / BDP AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI KE-EFEKTIFAN PUPUK HAYATI DAN MEDIA TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN Mucuna bracteata
SKRIPSI
Oleh:
ARI SAVITRI
070301014 / BDP AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Jonis Ginting, MS Ferry Ezra T. Sitepu, SP, MSi
Ketua Anggota
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Uji Ke-fektifan Pupuk Hayati dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Mucuna bracteata
Nama : Ari Savitri
Nim : 070301014
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Jonis Ginting, MS Ferry Ezra T. Sitepu, SP, MSi
Ketua Anggota
Mengetahui:
Ir. T. Sabrina, M.Agr. Sc. Phd Ketua Departemen Agroekoteknologi
ABSTRAK
ARI SAVITRI. Uji Ke-Efektifan Pupuk Hayati dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Mucuna bracteata. Dibimbing oleh JONIS GINTING dan FERRY EZRA T. SITEPU.
Mucuna bracteata merupakan tanaman leguminosa yang banyak digunakan oleh perkebunan kelapa sawit karena dianggap lebih unggul dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya. Pemanfaatan berbagai media tanam dan mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia yang semakin sulit didapatkan di pasaran dan mahal. Penelitian ini menguji ke-efektifan pupuk hayati dan media tanam terhadap pertumbuhan Mucuna bracteata. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (+ 25 m dpl) mulai Desember 2010 hingga Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu media tanam dengan 3 taraf yaitu Subsoil, Subsoil + Kompos TKKS (3:1), dan Subsoil + Abu TKKS (3:1). Faktor kedua yaitu pupuk hayati dengan 4 taraf yaitu Kontrol (tanpa Rhiphosant), 25 % Rhiphosant (0,625 g/tanaman), 50 % Rhiphosant (1,25 g/tanaman), dan 75 % Rhiphosant (1,75 g/tanaman) dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah panjang sulur, bobot basah tajuk, luas daun, bobot kering tajuk, jumlah seluruh bintil akar, jumlah bintil akar efektif, kadar hara N,P dan K daun dan analisis tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam meningkatkan panjang sulur, luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, jumlah seluruh bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan kadar hara N daun Mucuna bracteata dan perlakuan pupuk hayati Rhiphosant mampu meningkatkan kadar klorofil daun Mucuna bracteata.
ABSTRACT
Ari Savitri. The test of effectiveness of biological fertilizers and planting media on the growth of Mucuna bracteata. Guided by Jonis ginting and Ferry Ezra T. Sitepu.
Mucuna bracteata is a legume crop that is widely used by the oil palm plantations as it is considered more superior than the other cover crops. The utilization of various planting media and the microorganisms contained in the biological fertilizer are expected to increase the efficiency of the use of chemical fertilizers that are increasingly difficult to obtain in the market and also expensive. This study tested the effectiveness of biological fertilizers and growing media on the growth of Mucuna bracteata. The study was conducted in the trials field of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra, Medan (+ _ 25m asl) from December 2010 through March 2011 using a random subject factorial design with two factors. The first factor is the planting medium with 3 level, they are: subsoil, subsoil + compost TKKS (3:1), and subsoil + Abu TKKS (3:1). The second factor is biofertilizer with 4 level of control (without RhiPhosant), 25% RhiPhosant (0.625 g / plant), 50% RhiPhosant (1.25 g / plant), and 75% RhiPhosant (1.75 g / plant) with 3 replications. Parameters observed are long tendrils, wet weight of the canopy, leaf area, dry weight of the canopy, the total number of nodules, nodule number of effective levels of N, P and K of leaf and soil analysis.
The results showed that the media's treatment increase the length of vine planting, leaf area, crown wet weight, dry weight of canopy, root nodule number, nodule number of effective, nutrient levels of leaf N Mucunus bracteata and treatment RhiPhosant biological fertilizers can increase levels of leaf chlorophyll Mucuna bracteata.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kisaran (Kabupaten Asahan) pada tanggal 25 Juli 1989 putri
dari Bapak Armansyah dan Ibu Rabiatul Adwiyah. Penulis merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kisaran dan pada tahun yang
sama terdaftar masuk ke Program Studi Agronomi, Departemen Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian USU Medan melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi
(PMP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium
Teknologi Benih FP USU (2009-2010) dan asisten Laboratorium Dasar-Dasar
Agronomi FP USU (2010-2011).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
PT. BAKRIE SUMATRA PLANTATION, Kisaran dari tanggal 15 Juli sampai 15
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Uji Ke-Efektifan Pupuk Hayati dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan
Mucuna bracteata”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapakan gelar
sarjana di Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada bapak
Ir. Jonis Ginting, MS dan bapak Ferry Ezra T. Sitepu, SP, MSi, selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempura oleh sebab itu saran
dan kritik untuk perbaikan demi kesempurnaan sangat diharapkan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2011
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Mucuna bracteata... 4
Media Tanam ... 7
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) ... 8
RhiPhosant ... 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Persiapan Media Tanam ... 17
Analisis Tanah Awal ... 18
Penanaman Mucuna bracteata ... 18
Pemasangan Ajir ... 18
Pemeliharaan Tanaman ... 19
Penyiraman ... 19
Penyiangan ... 19
Pengamatan Parameter... 19
Panjang Sulur Tanaman (cm)... 19
Jumlah Seluruh Bintil Akar (bintil) ... 20
Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil) ... 20
Bobot Basah Tajuk (g) ... 20
Luas Daun (cm2) ... 20
Bobot Kering Tajuk (g) ... 20
Kadar Klorofil (mg/g jaringan) ... 21
Analisis Kadar Hara N, P, dan K daun (%)... 21
Analisis Tanah Akhir ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Panjang Sulur Tanaman (cm) ... 22
Jumlah Seluruh Bintil Akar (bintil) ... 24
Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil) ... 25
Bobot Basah Tajuk (g) ... 27
Luas Daun (cm2) ... 28
Bobot Kering Tajuk (g) ... 30
Kadar Klorofil (mg/g jaringan) ... 32
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi kimia abu TKKS ... 10
2. Analisis kandungan hara kompos TKKS ... 11
3. Panjang sulur Mucuna bracteata (cm) dengan perlakuan media tanam
dan pupuk hayati pada 2,6,7,8,9 dan 10 MSPT ... 22
4. Jumlah seluruh bintil akar Mucuna bracteata (bintil) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 24
5. Jumlah bintil akar efektif Mucuna bracteata (bintil) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 26
6. Bobot basah tajuk Mucuna bracteata (g) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 27
7. Luas daun Mucuna bracteata (cm2) dengan perlakuan media tanam
dan pupuk hayati... 29
8. Bobot kering tajuk Mucuna bracteata (g) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 31
9. Kadar klorofil Mucuna bracteata (mg/g jaringan) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 32
10. Kadar N, P dan K Mucuna bracteata (%) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 34
11. Hasil analisis tanah awal ... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Panjang sulur Mucuna bracteata (cm) dengan perlakuan media tanam
dan pupuk hayati... 23
2. Jumlah seluruh bintil akar Mucuna bracteata (bintil) dengan
perlakuan media tanam dan pupuk hayati ... 25
3. Jumlah bintil akar efektif Mucuna bracteata (bintil) dengan
perlakuan media tanam dan pupuk hayati ... 26
4. Bobot basah tajuk Mucuna bracteata (g) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 28
5. Luas daun Mucuna bracteata (cm2) dengan perlakuan media tanam
dan pupuk hayati... 29
6. Bobot kering tajuk Mucuna bracteata (g) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 31
7. Kadar klorofil Mucuna bracteata (mg/g jaringan) dengan perlakuan
media tanam dan pupuk hayati ... 33
8. Kadar N Mucuna bracteata (%) dengan perlakuan media tanam
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan konversi dosis pupuk ... 42
2. Bagan penelitian ... 43
3. Jadwal kegiatan ... 44
4. Deskripsi tanaman Mucuna bracteata ... 45
5. Analisis tanah awal ... 46
6. Analisis tanah akhir ... 47
7. Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 1 MSPT... 48
8. Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 1 MSPT.. 48
9. Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 2 MSPT... 49
10.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 2 MSPT.. 49
11.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 3 MSPT... 50
12.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 3 MSPT.. 50
13.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 4 MSPT... 51
14.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 4 MSPT.. 51
15.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 5 MSPT... 52
16.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 5 MSPT.. 52
17.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 6 MSPT... 53
18.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 6 MSPT.. 53
19.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 7 MSPT... 54
20.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 7 MSPT.. 54
22.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 8 MSPT.. 55
23.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 9 MSPT... 56
24.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 9 MSPT.. 56
25.Data pengamatan panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 10 MSPT . 57 26.Tabel sidik ragam panjang sulur Mucuna bracteata (cm) pada 10 MSPT 57 27.Data pengamatan jumlah seluruh bintil akar Mucuna bracteata (bintil) .. 58
28.Tabel sidik ragam jumlah seluruh bintil akar Mucuna bracteata (bintil) . 58 29.Data pengamatan jumlah bintil akar efektif Mucuna bracteata (bintil) .... 59
30.Tabel sidik ragam jumlah bintil akar efektif Mucuna bracteata (bintil) ... 59
31.Data pengamatan bobot basah tajuk Mucuna bracteata (g) ... 60
32.Tabel sidik ragam bobot basah tajuk Mucuna bracteata (g) ... 60
33.Data pengamatan luas daun Mucuna bracteata (cm2)... 61
34.Tabel sidik ragam luas daun Mucuna bracteata (cm2) ... 61
35.Data pengamatan bobot kering tajuk Mucuna bracteata (g) ... 62
36.Tabel sidik ragam bobot kering tajuk Mucuna bracteata (g) ... 62
37.Data pengamatan kadar klorofil Mucuna bracteata (mg/g jaringan) ... 63
38.Tabel sidik ragam kadar klrofil Mucuna bracteata (mg/g jaringan) ... 63
39.Data pengamatan kadar N Mucuna bracteata (%) ... 64
40.Tabel sidik ragam kadar N Mucuna bracteata (%) ... 64
41. Data pengamatan kadar P Mucuna bracteata (%) ... 65
42.Tabel sidik ragam kadar P Mucuna bracteata (%) ... 65
43. Data pengamatan kadar K Mucuna bracteata (%) ... 66
44.Tabel sidik ragam kadar K Mucuna bracteata (%) ... 66
46.Foto pupuk hayati Rhiphosant ... 68
47.Foto luas daun masing-masing perlakuan ... 69
48.Foto bintil akar ... 70
49.Foto lahan penelitian ... 71
ABSTRAK
ARI SAVITRI. Uji Ke-Efektifan Pupuk Hayati dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Mucuna bracteata. Dibimbing oleh JONIS GINTING dan FERRY EZRA T. SITEPU.
Mucuna bracteata merupakan tanaman leguminosa yang banyak digunakan oleh perkebunan kelapa sawit karena dianggap lebih unggul dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya. Pemanfaatan berbagai media tanam dan mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia yang semakin sulit didapatkan di pasaran dan mahal. Penelitian ini menguji ke-efektifan pupuk hayati dan media tanam terhadap pertumbuhan Mucuna bracteata. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (+ 25 m dpl) mulai Desember 2010 hingga Maret 2011 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu media tanam dengan 3 taraf yaitu Subsoil, Subsoil + Kompos TKKS (3:1), dan Subsoil + Abu TKKS (3:1). Faktor kedua yaitu pupuk hayati dengan 4 taraf yaitu Kontrol (tanpa Rhiphosant), 25 % Rhiphosant (0,625 g/tanaman), 50 % Rhiphosant (1,25 g/tanaman), dan 75 % Rhiphosant (1,75 g/tanaman) dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah panjang sulur, bobot basah tajuk, luas daun, bobot kering tajuk, jumlah seluruh bintil akar, jumlah bintil akar efektif, kadar hara N,P dan K daun dan analisis tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam meningkatkan panjang sulur, luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, jumlah seluruh bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan kadar hara N daun Mucuna bracteata dan perlakuan pupuk hayati Rhiphosant mampu meningkatkan kadar klorofil daun Mucuna bracteata.
ABSTRACT
Ari Savitri. The test of effectiveness of biological fertilizers and planting media on the growth of Mucuna bracteata. Guided by Jonis ginting and Ferry Ezra T. Sitepu.
Mucuna bracteata is a legume crop that is widely used by the oil palm plantations as it is considered more superior than the other cover crops. The utilization of various planting media and the microorganisms contained in the biological fertilizer are expected to increase the efficiency of the use of chemical fertilizers that are increasingly difficult to obtain in the market and also expensive. This study tested the effectiveness of biological fertilizers and growing media on the growth of Mucuna bracteata. The study was conducted in the trials field of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra, Medan (+ _ 25m asl) from December 2010 through March 2011 using a random subject factorial design with two factors. The first factor is the planting medium with 3 level, they are: subsoil, subsoil + compost TKKS (3:1), and subsoil + Abu TKKS (3:1). The second factor is biofertilizer with 4 level of control (without RhiPhosant), 25% RhiPhosant (0.625 g / plant), 50% RhiPhosant (1.25 g / plant), and 75% RhiPhosant (1.75 g / plant) with 3 replications. Parameters observed are long tendrils, wet weight of the canopy, leaf area, dry weight of the canopy, the total number of nodules, nodule number of effective levels of N, P and K of leaf and soil analysis.
The results showed that the media's treatment increase the length of vine planting, leaf area, crown wet weight, dry weight of canopy, root nodule number, nodule number of effective, nutrient levels of leaf N Mucunus bracteata and treatment RhiPhosant biological fertilizers can increase levels of leaf chlorophyll Mucuna bracteata.
PENDAHULUAN
Latar BelakangPada perkebunan kebijakan membangun kacangan penutup tanah sudah
lama dilaksanakan termasuk pada perkebunan kelapa sawit. Pembangunan
kacangan ini bertujuan untuk menanggulangi erosi permukaan dan pencucian hara
tanah, memperkaya bahan organik, fiksasi nitrogen untuk memperkaya hara N
tanah, memperbaiki struktur tanah, dan menekan pertumbuhan gulma
(Subronto dan Harahap, 2002).
Mucuna bracteata merupakan kacangan yang tumbuh dengan cepat,
pesaing gulma yang handal (menghasilkan senyawa allelopati yang relatif
berspektrum luas bagi berbagai jenis gulma perkebunan), kemampuan memfiksasi
N yang tinggi, sangat toleran terhadap naungan, dan mengandung senyawa
phenolik relatif cukup tinggi sehingga tidak disukai oleh hama dan hewan-hewan
ternak ruminansia (Harahap, dkk, 2008).
Peranan Sumatera Utara dalam hal perkebunan cukup besar, terutama
perkebunan kelapa sawit. Data tahun 2007 luas areal penanamannya di daerah itu
sudah mencapai 15,71 % (dari 99 % perkebunan kelapa sawit di Indonesia) atau
seluas 1.023.350 hektar. Dari luas areal sawit di Sumatera Utara tersebut, luas
perkebunan rakyat dan perkebunan swasta hampir berimbang. Perkebunan swasta
luasnya 377.336,70 hektar, sedangkan perkebunan rakyat luasnya 367.741,02
hektar dan disusul milik PT. Perkebunan Nusantara dengan luas 278.272,28 hektar
(Eva, 2008).
Produksi awal kelapa sawit pada areal yang menggunakan penutup tanah
tanah konvensional, yaitu dari 200-300 kg/ha/panen sampai 400-500 kg/ha/panen.
Tingkat kesuburan tanah relatif tinggi seperti pada kandungan karbon, total P, K
tertukar dan KTK, serta kelembaban yang selalu terjaga diduga menjadi penyebab
utama produktivitas tanaman di areal berpenutup tanah Mucuna bracteata lebih
tinggi dibanding pada areal berpenutup tanah konvensional (Sebayang, dkk, 2004).
Pada tahun 2008 terjadi lonjakan harga pupuk yang sangat signifikan, hal
ini disebabkan karena terjadinya kelangkaan pupuk kimia di pasaran. Padahal
pupuk merupakan salah satu input terbesar yang harus dipenuhi oleh para petani.
Hal ini membuat para petani semakin sulit untuk mengembangkan usaha tani
mereka. Petani harus menyiapkan modal yang cukup besar untuk memenuhi
kebutuhan pupuk demi mengembangkan usaha tani mereka.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam peningkatan efisiensi
pemupukan yakni dengan aplikasi agen hayati seperti Rhizobium. Agen hayati
tersebut nantinya akan berasosiasi dengan tanaman kacangan penutup tanah yang
tergolong tanaman Leguminosae. Penanaman kacangan ini diharapkan mampu
menambah serapan hara oleh tanaman serta dapat menambah kandungan bahan
organik tanah sehingga dapat menekan biaya pemupukan.
Melihat berbagai permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk
mencoba memodifikasi media tanam dengan aplikasi agen hayati seperti
Rhizobium pada Mucuna bracteata untuk meningkatkan kadar beberapa jenis hara
N, P, K yang terkandung didalamnya yang pada akhirnya akan diserap oleh
tanaman kelapa sawit dan dapat meningkatkan produktivitasnya sekaligus
mengurangi jumlah penggunaan pupuk kimia dari + 675 kg/ha urea (data dari
Tujuan Penelitian
Menguji keefektifan pupuk hayati dan media tanam terhadap pertumbuhan
Mucuna bracteata.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pemberian pupuk hayati dan media tanam terhadap
pertumbuhan Mucuna bracteata dan interaksi antara pemberian pupuk hayati dan
media tanam terhadap pertumbuhan Mucuna bracteata.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data sumber penyusunan skripsi
yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang
TINJAUAN PUSTAKA
Mucuna bracteataMenurut Harahap, dkk (2008) klasifikasi dari tanaman kacangan ini adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonea
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub Famili : Faboideae
Genus : Mucuna
Species : Mucuna bracteata
Mucuna bracteata memiliki sistem perakaran tunggang sebagai mana
kacangan lain, berwarna putih kecokelatan, tersebar di atas permukaan tanah dan
dapat mencapai kedalaman 1 meter di bawah permukaan tanah. Tanaman ini juga
memiliki bintil akar yang menandakan adanya simbiosis mutualisme antara
tanaman kacangan dengan bakteri Rhizobium sehingga dapat memfiksasi nitrogen
bebas menjadi nitrogen yang tersedia bagi tanaman. Bintil akar ini berwarna merah
muda, segar dan relatif sangat banyak, berbentuk bulat dan berukuran diameter
sangat bervariatif antara 0,2–2,0 cm (Dutta, 1970).
Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dan selubung membrane yang mengelilinginya. Jumlah
nitrogen yang difiksasi. Bintil akar efektif mampu memfiksasi N dari udara dan
mengkonversi N menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman
(Rao, 1994).
Batang Mucuna bracteata tumbuh menjalar, merambat/membelit,
berwarna hijau muda sampai hijau kecokelatan. Batang ini memiliki diaeter 0,4-1,5
cm berbentuk bulat berbuku dengan panjang buku 25-34 cm, tidak berbulu,
teksturnya cukup lunak, lentur, mengandung banyak serat dan berair. Jika batang
dipotong akan mengeluarkan banyak getah yang berwarna putih dan akan berubah
menjadi cokelat setelah kering (Subronto dan Harahap, 2002).
Helaian daun berbentuk oval, satu tangkai daun terdiri dari 3 helaian anak
daun (trifoliat), berwarna hijau, muncul di setiap ruas batang. Ukuran daun dewasa
dapat mencapai 15 x 10 cm. Helai daun akan menutup apabila suhu lingkungan
tinggi (termonastik), sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan di
permukaan daun tanaman (Sebayang, dkk, 2004).
Bunga berbentuk tandan menyerupai rangkaian bunga anggur dengan
panjang 20–35 cm, terdiri dari tangkai bunga 15-20 tangkai dengan 3 buah bunga
setiap tangkainya. Bunga monoceus ini berwarna biru terung, dengan bau yang
sangat menyengat untuk menarik perhatian kumbang penyerbuk
(Subronto dan Harahap, 2002).
Dalam satu rangkaian bunga yang berhasil menjadi polong sebanyak 4–15
polong, tergantung dari umur tanaman dan lingkungan setempat termasuk
perubahan musim. Polong diselimuti bulu halus berwarna merah keemasan yang
berubah warna menjadi hitam ketika matang. Polong ini memiliki panjang 5-8 cm,
Secara umum Mucuna bracteata dapat tumbuh dengan subur di semua
tingkat ketinggian, baik dataran rendah maupun dataran tinggi. Namun untuk dapat
memasuki fase generatif yang sempurna Mucuna bracteata membutuhkan daerah
dengan ketinggian >1.000 meter diatas permukaan laut. Untuk menghasilkan bunga
Mucuna bracteata menghendaki temperatur harian minimum 12°C dan maksimum
23°C. Jika suhu minimum di atas 18°C maka dapat mencegah atau memperlambat
proses pembungaan, hal inilah yang menyebabkan kacangan Mucuna bracteata
yang ditanam di dataran rendah tidak pernah menghasilkan bunga
(Mugnisjah dan Setiawan, 2001).
Mucuna bracteata sebaiknya ditanam pada lokasi yang cukup air agar
proses pembentukan polongnya tidak terganggu. Curah hujan yang diinginkan
1000-2500 mm/tahun, dan 3-10 hari hujan/bulan, dengan kelembaban <80%. Lama
penyinaran yang dibutuhkan 6-7 jam penyinaran matahari penuh untuk setiap
harinya. Karena tanaman ini merupakan tanaman berhari pendek
(Harahap, dkk, 2008).
Pada umumnya Mucuna bracteata dapat tumbuh baik pada semua tekstur
tanah, baik tanah liat, liat berpasir, lempung, lempung berpasir atau tanah pasir.
Tanaman ini juga dapat tumbuh pada kisaran pH yang cukup luas yaitu 4,5-6,5.
Pertumbuhan vegetatif akan sedikit terganggu jika Mucuna bracteata ditanam di
areal yang tergenang air (Subronto dan Harahap, 2002).
Media Tanam
Tanah pengisi kantung besar digunakan sub soil yang berstruktur dan
bertekstur baik. Bila terpaksa memakai tanah liat berat, harus dicampur dengan
fungisida dan insektisida bertujuan untuk membuat bibit tahan terhadap serangan
hama dan penyakit (Sianturi, 1997).
Sifat tanah yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman
adalah kesesuaiannya sebagai media pertumbuhan akar tanaman (ruang tumbuh
perakaran). Air, udara, penyerapan panas dan pasokan unsur hara. Keadaan tersebut
bersama-sama meningkatkan keesuburan tanah (Sutanto, 2005).
Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk
pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan luas daun. Defisit air dalam
jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan
efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya
efisiensi pembentukan bahan kering. Air yang cukup akan mendukung peningkatan
luas daun sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman
(Agung dan Rahayu, 2004)
Tanah secara tradisional didefenisikan sebagai media alami bagi
pertumbuhan tanaman. Dalam siklus air, tanaman berperan sangat penting.
Terutama dalam menyerap dan menahan kelebihan air pada musim hujan
mengalirkannya kembali ke areal perakaran tanaman ditempat itu atau didaerahnya
pada saat musim kemarau (Musa, 1994).
Masing-masing komponen tanah tersebut berperan penting dalam
menunjang fungsi tanah sebagai media tumbuh, sehingga variabilitas tempat
komponen tanah ini akan berdampak terhadap variabilitas fungsi tanah sebagai
media tumbuh (Hanafiah, 2007).
Pada tanah dengan kandungan nitrogen yang tinggi, maka pertumbuhan
permukaan daun menjadi lebih lebar, laju fotosintesis lebih tinggi, indeks luas daun
semakin tinggi dan LAN yang semakin lebar (Arinong, dkk, 2005).
Menurut Hadisuwito (2007), keunggulan media berbahan dasar pupuk
organik antara lain:
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi jumlahnya
sedikit.
2. Dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur.
3. Memiliki daya simpan air (water holding capasity) yang tinggi.
4. Beberapa tanaman yang menggunakan media tanam berbahan dasar pupuk
organik ini lebih tahan terhadap serangan penyakit.
5. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan.
6. Memiliki residual effect yang positif, sehingga tanaman yang ditanam
pada musim berikutnya tetap bagus pertumbuhan dan produktivitasnya.
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) adalah limbah pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah
Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230
kg TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan
mencapai 1,82 juta ton. Tetapi belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia. Pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh PKS
masih sangat terbatas (Isroi, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) banyak digunakan sebagai bahan
baku pembuatan pupuk organik karena dapat diperoleh dalam jumlah besar dan
kompos. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) masih dalam bentuk unsur yang
kompleks. Agar dapat diubah menjadi unsur yang lebih sederhana, TKKS harus
didegradasi terlebih dahulu. Proses degradasi secara alami memakan waktu yang
sangat lama, untuk itu dipakai jamur merang (Volvariella volvacea) untuk
mendegradasi kandungan lignin dan selulosa. Selain itu, TKKS diolah juga dengan
EM-4 yang berisi mikroorganisme yang dapat membantu penguraian dan
pembusukan untuk mempercepat pengomposan (Ningtyas dan Astuti, 2009).
Menurut Winarma, dkk (2002), aplikasi kompos TKKS di pembibitan
kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata lebih baik terhadap pertumbuhan
bibit kelapa sawit dibanding dengan perlakuan standar (tanpa kompos TKKS).
Disamping itu, pemanfaatan kompos TKKS untuk tanaman hortikultura juga dapat
meningkatkan produksi tanaman jeruk, tomat dan cabai (Darmosarkoro, dkk, 2000).
Selama ini, TKKS yang merupakan hasil produk samping pengolahan sawit
hanya digunakan sebagai bahan bakar boiler dan abu hasil pembakaran tersebut
dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk. Abu hasil pembakaran TKKS mempunyai
kadar kalium yang tinggi (45-50%). Bila abu ini dilarutkan dalam air akan
diperoleh larutan alkalis. Preperasi abu dilakukan dengan cara dipanaskan dalam
oven pada temperatur 110°C. Untuk proses ekstraksi katalis dilakukan melalui
perendaman abu TKKS dalam media metanol dan didiamkan (tanpa mendapat
perlakuan) selama 48 jam pada temperatur kamar (Imaduddin, dkk, 2008).
Tandan kosong kelapa sawit sebagai sisa pengolahan pabrik kelapa sawit
dalam bentuk padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Adapun
Tabel 1. Komposisi kimia abu TKKS
No. Parameter Hasil Analisis (%)
1. Cu 0,02
Sumber : Yoeswono, 2007
Pada saat ini TKKS digunakan sebagai sumber bahan organik bagi
pertanaman kelapa sawit secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan
secara langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa sedangkan secara
tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
pupuk organik. Berikut ini adalah analisis kandungan hara tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisa Kandungan Hara Kompos TKKS
No. Parameter Satuan Kandungan SK Mentan Feb 06
Rhiphosant
Rhiphosant adalah inokulan berbahan aktif bakteri penambat N dan
pelarut P. Rhiphosant merupakan hasil isolasi dan seleksi dari mikroba indigenous
Indonesia yang dapat berfungsi membantu menambat nitrogen (N) dari udara dan
melarutkan senyawa fosfat (P) sukar larut didalam tanah. Rhiphosant berbentuk
tepung berwarna hitam, mengandung bahan aktif : Bradyrhizobium japonicum
(bakteri penambat N bebas dari udara) dengan populasi 108 koloni/g bahan
pembawa dan Aeromonas punctata (bakteri pelarut fosfat dan kalium) dengan
populasi 108 koloni/g bahan pembawa (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, 2010).
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu nitrogen, fosfat dan kalium seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Mikroba
penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba
penambat N simbiotik hanya bias digunakan untuk tanaman leguminosae saja,
sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2005).
Bakteri penambat N dari udara yang digunakan berasal dari jenis
Bradyrhizobium japonicum yang mampu menangkap N bebas dalam udara tanam
melalui produksi enzim reduktase urea. Di pihak lain, bakteri pelarut P yang
digunakan adalah Aeromonas punctata yang memiliki kemampuan menghasilkan
enzim fosfatase, asam-asam organik, dan polisakarida ekstra sel beraktivitas tinggi
pada kondisi tanah masam dengan kadar P rendah (Balai Penelitian Bioteknologi
Bradyrhizobium japonicum mampu menangkap N bebas dalam udara
tanah melalui produksi enzim reduktase urea. Bakteri ini bersimbiosis dengan akar
tanaman dan hidup didalam bintil akar. Dengan adanya simbiosis ini kebutuhan N
tanaman dapat dipenuhi sebagian besar atau seluruhnya tanpa perlu atau sedikit
memerlukan tambahan pupuk N. Rhizobium sp. Mampu menghasilkan fitohormon
Indole Acetik Acid (IAA), yaitu hormon pemacu pertumbuhan bagi tanaman (Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2010).
Nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan, dan orgam tanaman.
Ia berfungsi sebagai bahan sintesis klorofil, protein, dan asam amino. Karena itu
kehadirannya dibutuhkan dalam jumlah besar, terutama saat pertumbuhan vegetatif.
Bersama fosfor (P), nitrogen digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan
Aeschynomene adalah salah satu tumbuhan kacang-kacangan yang merupakan
tumbuhan inang Bradyrhizobium. Umumnya Bradyrhizobium membentuk bintil
pada daerah akar. Bradyrhizobium juga mampu membentuk bintil didaerah batang
pada beberapa jenis tumbuhan sehingga disebut bintil batang (Triana, 2005).
Aeromonas punctata merupakan bakteri pelarut P yang memiliki
kemampuan menghasilkan enzim fosfatase, asam-asam organik dan polisakarida
ekstrasel, beraktifitas tinggi pada kondisi tanah masam dengan kadar P rendah.
Senyawa-senyawa tersebut akan membebaskan unsur P dari senyawa-senyawa
pengikatnya, sehingga P yang tersedia bagi tanaman meningkat. Selain itu, mikroba
ini juga mampu meningkatkan kelarutan kalium dalam tanah (Balai Penelitian
Menurut Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (2010),
keunggulan Rhiphosant antara lain :
1. Formulasi Rhiphosant dikonstruksi sedemikian rupa sehingga menjamin mutu
dan efektifitasnya.
2. Menghemat pupuk NPK dan kapur hingga tinggal 25% dari dosis anjuran
konversional.
3. Mampu meningkatkan P dan kelarutan kalium dalam tanah.
4. Mampu menghasilkan fitohormon asam indol asetat (IAA) yang dapat
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang berada pada ketinggian + 25 meter di atas permukaan
laut. Penelitian berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Desember 2010
sampai dengan bulan Maret 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Mucuna
bracteata sebagai objek percobaan, sub soil sebagai media tanam, pasir sebagai
media tanam pendederan benih, kompos TKKS dan abu TKKS sebagai penambah
unsur hara, polibeg ukuran 4 kg sebagai wadah tanam, Rhiphosant sebagai pupuk
hayati yang mampu meningkatkan P dan kelarutan kalium dalam tanah.
Alat yang digunakan adalah cangkul, sekop untuk mencampur media,
gembor, Leaf Area Meter untuk mengukur luas daun, Chlorofil Meter untuk
mengukur kadar klorofil daun, meteran untuk mengukur luas lahan dan panjang
sulur tanaman, ajir untuk mempermudah pengamatan panjang sulur, pacak sampel
dan papan nama penelitian, label penelitian, timbangan, kalkulator, amplop cokelat,
dan gunting.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan 2 faktor yaitu:
Faktor 1 : Media Tanam (M) dengan 3 taraf
M0 : sub soil
M2 : sub soil + abu TKKS (3:1)
Faktor 2 : Rhiphosant dengan 5 taraf
R0 : kontrol (tanpa Rhiphosant)
R1 : 25% Rhiphosant (250 g/ha)
R2 : 50% Rhiphosant (500 g/ha)
R3 : 75% Rhiphosant (750 g/ha)
Sehingga diperoleh perlakuan, yaitu:
M0R0 M1R0 M2R0
M0R1 M1R1 M2R1
M0R2 M1R2 M2R2
M0R3 M1R3 M2R3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 36 plot
Jumlah tanaman/plot : 3 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman
Jumlah sampel/plot : 3 sampel
Jumlah sampel seluruhnya : 108 sampel
Jarak antar blok : 50 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Volume polibeg : 4 kg
Model Analisis
Hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier
sebagai berikut:
i = 1,2,3 j = 1,2,3 k =1,2,3,4
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan media tanam
pada taraf ke-j dan Rhiphosant pada taraf ke-k.
µ = Nilai tengah.
ρi = Pengaruh blok ke-i.
αj = Pengaruh perlakuan media tanam pada taraf ke-j.
βk = Pengaruh perlakuan pemberian Rhiphosant pada taraf ke-k.
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan media tanam pada taraf ke-j dan
Rhiphosant pada taraf ke-k.
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan media
tanam pada taraf ke-j dan Rhiphosant pada taraf ke-k.
Uji lanjutan yang digunakan dalam menentukan notasi bagi perlakuan yang
berpengaruh nyata terhadap parameter yang diambil adalah uji jarak berganda
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan LahanAreal pertanaman yang digunakan, dibersihkan dari gulma. Dibuat blok
tanaman sebanyak 3 blok dengan jarak antar blok 50 cm, setiap blok dibagi menjadi
12 plot, dengan jarak antar plot 30 cm dan ukuran 1 meter x 1 meter.
Pendederan
Pendederan diawali dengan pemilihan benih yang seragam. Benih yang
akan dideder kemudian dilukai bagian punggung benih untuk mempermudah
perkecambahannya. Pendederan dilakukan dengan mendederkan biji Mucuna pada
media tanam pasir selama 1 minggu
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah subsoil yang diambil di Jln. Advokat
Raya Dusun I Desa Marendal Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang dengan cara
mencari satu titik penggalian dan mengambil tanah + 30 cm dari permukaan,
subsoil : kompos TKKS (3:1) dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dengan
proses perajangan kemudian ditumpuk dan disiram dengan limbah cair dari PKS
kemudian dibalik dengan mesin pembalik (bachus) dan akhirnya dikemas , subsoil :
abu TKKS (3:1) dari sisa pembakaran Pabrik Kelapa Sawit Kebun Adolina. Media
dicampur secara merata dan digemburkan dengan menggunakan cangkul, lalu
diisikan kedalam polybeg dan disusun diatas bedengan.
Analisis Tanah Awal
Analisis tanah dilakukan sebelum dilakukan penanaman Mucuna.
Pengamatan analisis tanah dilakukan dengan mengukur kandungan C, N, pH, P2O5,
diambil pada kedalaman 30-50 cm sebanyak 1 kg untuk seluruh sub soil yang akan
dipergunakan sebagai media tanam. Selanjutnya, sub soil tersebut dianalisis di
laboratorium.
Penanaman Mucuna bracteata
Penanaman dilakukan 1 minggu setelah pendederan. Penanaman dilakukan
dengan memindahkan kecambah yang tumbuh normal dan seragam ke polibeg dan
volume media tanam 4 kg per polibeg.
Aplikasi Rhiphosant
Rhiphosant diperoleh dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor dengan proses seleksi dari mikroba Indigenous. Perlakuan
diberikan saat Mucuna dipindah tanam ke polibeg, yaitu pada umur tanaman 2
minggu. Aplikasi pupuk hayati dilakukan dengan cara tabur di permukaan tanah
sesuai dosis perlakuan.
Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir dilakukan pada umur tanaman 1 bulan. Ajir dipasang
diatas plot dengan tiang bambu berada ditengah plot. Ajir diikat melintang dari satu
plot ke plot yang lain. Ajir berfungsi untuk memudahkan pengamatan parameter
panjang sulur tanaman.
Pemeliharan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dimulai dari pendederan. Penyiraman disesuaikan
dengan kondisi lapangan setiap harinya. Penyiraman dilakukan sampai tanaman
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang
ada didalam dan diluar polybeg. Tujuan penyiangan gulma untuk menghindari
persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan
1 minggu sekali.
Pengamatan Parameter
Panjang Sulur Tanaman (cm)
Pengukuran panjang sulur tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai
bagian tanaman tertinggi dengan menggunakan meteran, dilakukan pada tanaman
berumur 1MSPT – 10MSPT. Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali.
Jumlah Seluruh Bintil Akar (bintil)
Pengamatan jumlah seluruh bintil akar dilakukan pada akhir pengamatan.
Jumlah bintil akar diamati dengan menghitung jumlah seluruh bintil akar yang ada.
Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil)
Pengamatan jumlah bintil akar efektif dilakukan pada akhir pengamatan.
Jumlah bintil akar diamati dengan menghitung jumlah bintil akar efektif yang ada,
dengan ciri-ciri bernas dan jika dilukai berwarna merah muda.
Bobot Basah Tajuk (g)
Pengamatan bobot basah dilakukan pada akhir pengamatan. Bobot basah
diamati dengan menimbang bobot basah tajuk Mucuna segera setelah pemanenan
Luas Daun (cm2)
Pengamatan luas daun dilakukan pada akhir pengamatan. Luas daun
diamati dengan mengambil daun Mucuna pada setiap sampel dan diukur dengan
menggunakan alat Leaf Area Meter.
Bobot Kering Tajuk (g)
Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan pada akhir pengamatan. Tajuk
yang telah di panen dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diovenkan dengan
suhu 60°C sampai didapat berat kering konstan saat penimbangan setelah
pengovenan.
Kadar Klorofil (mg/g jaringan)
Kadar klorofil diambil pada akhir pengamatan. Parameter ini berguna
untuk mengetahui jumlah klorofil yang dibentuk Mucuna. Kadar klorofil diukur
dengan mengambil daun pada setiap sampel dan mengukurnya dengan
menggunakan alat Klorofil Meter.
Analisis Kadar N, P, dan K (%)
Analisis kadar hara dilakukan pada akhir pengamatan. Analisis kadar hara
dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur N, P dan K yang terdapat pada Mucuna.
Analisis kadar hara N, P, dan K diukur pada 3 helai daun Mucuna bracteata dari
sulur yang berbeda dan diambil secara acak dalam satu plot sampel. Daun yang
diambil merupakan daun yang berada pada bagian tengah sulur.
Analisis Tanah Akhir
Analisis tanah dilakukan pada akhir pengamatan. Pengamatan analisis
tanah dilakukan dengan mengukur kandungan C, N, pH, P2O5, K2O dan Ca tanah,
dengan kedalaman kurang lebih 0-20 cm sebanyak 250 g per plot sampel.
Selanjutnya, tanah per sampel pada setiap ulangan dicampurkan (komposit) lalu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang Sulur Tanaman (cm)Data pengamatan panjang sulur tanaman (cm) mulai dari 1 MSPT sampai
10 MSPT disajikan pada Lampiran 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23 dan 25
sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24
dan 26. Dari Lampiran 7 sampai 26 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam
berpengaruh nyata terhadap parameter panjang sulur tanaman (cm) pada 2, 6, 7, 8,
9 dan 10 MSPT sedangkan pada 1, 3, 4 dan 5 MSPT perlakuan media tanam tidak
berpengaruh nyata. Perlakuan pupuk hayati untuk semua pengamatan mulai dari
pengamatan 1 sampai 10 MSPT tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata,
demikian juga interaksi antara media tanam dengan pupuk hayati berpengaruh tidak
nyata pada parameter panjang sulur tanaman.
Hasil uji beda rataan panjang sulur tanaman (cm) pada 2, 6, 7, 8, 9 dan 10
MSPT dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang sulur tanaman (cm) dengan perlakuan media tanam dan pupuk
hayati. Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada panjang sulur tanaman (cm), media
tanam berpengaruh nyata pada 2, 6,7,8,9 dan 10 MSPT, dengan rataan tetinggi
terdapat pada M2 (370,73) dan terendah terdapat pada M0 (277,99).
Hubungan antara media tanam dengan panjang sulur tanaman (cm) pada
10 MSPT ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Panjang sulur tanaman (cm) dengan perlakuan media tanam pada
10 MSPT
Hasil pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa media tanam berpengaruh nyata
terhadap panjang sulur tanaman (cm) pada 2,6,7,8,9 dan 10 MSPT, dengan rataan
tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (370,73) dan rataan terendah terdapat pada
M0 (227,99). Panjang sulur tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar.
Akan tetapi lingkungan luar seperti kesesuaian media tanam, kesuburan tanah,
radiasi surya, suhu, udara dan ketersediaan air tanah lebih mempengaruhi panjang
sulur tanaman. Tanah yang sesuai dan subur memacu tanaman untuk meningkatkan
pertumbuhan, karena tanaman mendapat nutrisi yang cukup untuk membentuk
bagian-bagian vegetatifnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutanto (2005),
yang menyatakan bahwa sifat tanah yang penting dalam mempengaruhi
pertumbuhan tanaman adalah kesesuaiannya sebagai media pertumbuhan akar
tanaman. Air, udara, penyerapan panas dan pasokan unsur hara bersama-sama akan
meningkatkan kesuburan tanah.
Jumlah Seluruh Bintil Akar (Bintil)
Data pengamatan jumlah seluruh bintil akar (bintil) disajikan pada
Lampiran 27 sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 28. Dari
Lampiran 27 dan 28 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata
terhadap parameter jumlah seluruh bintil akar (bintil). Perlakuan pupuk hayati tidak
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, deemikian juga interaksi antara media
tanam dan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata pada parameter jumlah seluruh
bintil akar.
Hasil uji beda rataan jumlah seluruh bintil akar (bintil) dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah seluruh bintil akar (bintil) dengan perlakuan media tanam dan
pupuk hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada jumlah seluruh bintil akar (bintil),
perlakuan media tanam berpengaruh nyata, dengan rataan tertinggi pada M2 (49,52)
dan terendah pada M0 (29,31).
Hubungan antara media tanam dengan jumlah seluruh bintil akar (bintil)
Gambar 2. Jumlah seluruh bintil akar (bintil) dengan perlakuan media tanam
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap
jumlah seluruh bintil akar (bintil), dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan
M2 (198,08) dan rataan terendah terdapat pada M0 (117,25). Jumlah seluruh bintil
akar sebenarnya dipengaruhi oleh pupuk hayati yang diaplikasikan. Tetapi pada
saat pengaplikasian pupuk iklim tidak mendukung, yaitu dengan curah hujan yang
tinggi yang dapat mencuci pupuk yang telah diaplikasikan, padahal akar tanaman
akan tumbuh dengan baik dan membentuk banyak bintil akar dengan curah hujan
yang sesuai yaitu 3-10 hari hujan/bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap,
dkk (2008), yang menyatakan bahwa curah hujan yang diinginkan 1000-2500
mm/tahun dan 3-10 hari hujan/bulan.
Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil)
Data pengamatan jumlah bintil akar efektif (bintil) disajikan pada
Lampiran 29 sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 30. Dari
Lampiran 29 dan 30 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata
terhadap parameter jumlah bintil akar efektif (bintil). Perlakuan pupuk hayati tidak
menunjukkaan pengaruh yang berbeda nyata, demikian juga interaksi antara media
tanam dan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata pada parameter jumlah bintl akar
Hasil uji beda rataan jumlah bintil akar efektif (bintil) dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah bintil akar efektif (bintil) dengan perlakuan media tanam dan
pupuk hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada jumlah bintil akar efektif (bintil),
perlakuan media tanam berpengaruh nyata, dengan rataan tertinggi pada M2 (44,15)
dan terendah pada M0 (27,92).
Hubungan antara media tanam dengan jumlah bintil akar efektif (bintil)
ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Jumlah bintil akar efektif (bintil) dengan perlakuan media tanam
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap
parameter jumlah bintil akar efektif (bintil) rataan tertinggi dengan perlakuan media
tanam terdapat pada M2 (176,58) sedangkan rataan terendah terdapat pada M0
(111,67). Pupuk hayati yang mengandung rhizobium yang diaplikasikan pada
tanaman kurang kefektifannya karena keadaan lingkungan yang kurang
mendukung, padahal akar tanaman yang memiliki bintil akar yang efektif dan
banyak dapat memfiksasi N dari udara atau secara simbiosis dengan bakteri
Rhizobium sp. yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyatan Rao (1994), yang menyatakan bahwa
bintil akar efektif mampu memfiksasi N dari udara dan jumlah leghemoglobin
didalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah N yang difiksasi.
Bobot Basah Tajuk (g)
Data pengamatan bobot basah tajuk (g) disajikan pada Lampiran 31
sedangkan sidik ragamnya disajiakan pada Lampiran 32. Dari Lampiran 31 dan 32
dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter
bobot basah tajuk (g). Perlakuan pupuk hayati tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata, demikian juga interaksi antara media tanam dengan pupuk hayati
berpengaruh tidak nyata pada parameter bobot basah tajuk (g).
Hasil uji beda rataan bobot basah tajuk (g) dengan perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot basah tajuk (g) terhadap perlakuan media tanam dan pupuk hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh
nyata pada bobot basah tajuk (g), dengan rataan tertinggi pada M2 (141,06) dan
Hubungan antara media tanam dengan bobot basah tajuk (g) ditampilkan
pada Gambar 4.
Gambar 4. Bobot basah tajuk (g) dengan perlakuan media tanam
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata
terhadap bobot basah tajuk (g), rataan tertinggi terdapat pada M2 (564,26) dan
rataan terendah terdapat pada M0 (88,78). Jumlah air mempengaruhi tingkat
pertumbuhan tanaman yang apat tercermin pada bobot basah. Namun bobot basah
cenderung lebih banyak dipengaruhi oleh status air pada tubuh tanaman itu sendiri
dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Salisbury dan Ross (1995), yang menyatakan bahwa pertambahan massa segar
dengan menimbang cepat-cepat sebelum air pada bahan tidak terlalu banyak
menguap dinilai sangat beragam, bergantung pada status air tanaman.
Luas Daun (cm2)
Data pengamatan luas daun (cm2) disajikan pada Lampiran 33 sedangkan
sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 34. Dari Lampiran 33 dan 34 dapat dilihat
bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun
(cm2). Perlakuan pupuk hayati tidak menunjukkan pengaruuh yang berbeda nyata,
demikian juga interaksi antara media tanam dengan pupuk hayati berpengaruh tidak
nyata pada parameter luas daun (cm2).
Hasil uji beda rataan luas daun (cm2) dengan perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Luas daun (cm2) terhadap perlakuan media tanam dan pupuk hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh
nyata pada luas daun (cm2) , dengan rataan tertinggi pada M2 (25,62) dan terendah
pada M0 (22,03).
Hubungan antara media tanam dengan luas daun (cm2) ditampilkan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Luas daun (cm2) dengan perlakuan media tanam
Hasil pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa media tanam berpengaruh nyata
terhadap parameter luas daun (cm2) rataan tertinggi terdapat pada perlakuan M2
(102,49) dan rataan terendah terdapat pada M0 (88,13). Pada saat tanaman dalam
masa pertumbuhan vegetatif iklim sangat mempengaruhi perkembangan rhizobium
dalam membentuk bintil akar. Dengan aktifnya pembentukan bintil akar akan
mempengaruhi dalam peningkatan jumlah nitrogen, sehingga akan berhubungan
dalam pertambahan luas daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arinong, dkk
(2005), yang menyatakan bahwa keadaan N tersedia dalam tanah lebih banyak
dibandingkan dengan unsur lainnya, maka pertumbuhan tanaman lebih mengarah
kepada besarnya laju pertumbuhan vegetatif, dimana permukaan daun menjadi
lebih lebar dan memacu proses fotosintesis tanaman. Hal ini juga didukung oleh
Agung dan Rahayu (2004), yang menyatakan bahwa ketersediaan air diperlukan
untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman, diantaranya
untuk peningkatan luas daun.
Bobot Kering Tajuk (g)
Data pengamatan bobot kering tajuk (g) disajikan pada Lampiran 35
sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 36. Dari Lampiran 35 dan 36 dapat
dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter bobot
kering tajuk (g). Perlakuan pupuk hayati tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata, demikian juga interaksi antara media tanam dengan pupuk hayati berpengaruh
tidak nyata pada parameter bobot kering tajuk (g).
Hasil uji beda rataan bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Bobot kering tajuk(g) terhadap perlakuan media tanam dan pupuk hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata
pada bobot kering tajuk (g), dengan rataan tertinggi terdapat pada M2 (34,95) dan
terendah pada M0 (6,95).
Hubungan antara media tanam dengan bobot kering tajuk (g) ditampilkan pada
Gambar 6.
Gambar 6. Bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan media tanam
Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata pada
bobot kering tajuk (g) rataan tertinggi dengan perlakuan media tanam terdapat pada
M2 (139,80) dan rataan terendah terdapat pada M0 (27,81). Bobot kering tajuk
berkaitan dengan bobot basah tajuk, yaitu bobot kering tajuk diperoleh setelah
kandungan air yang terdapat pada bobot basah tajuk dikeringkan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Agung dan Rahayu (2004), yang menyatakan bahwa defisit air
dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas
dan efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan
menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering.
Kadar Klorofil (mg/g jaringan)
Data pengamatan kadar klorofil (mg/g jaringan) disajikan pada Lampiran 37
sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 38. Dari Lampiran 37 dan 38 dapat
dilihat bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter kadar
klorofil (mg/g jaringan). Perlakuan media tanam tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata, demikian juga interaksi antara media tanam dengan pupuk hayati
berpengaruh tidak nyata pada parameter kadar klorofil (mg/g jaringan).
Hasil uji beda rataan kadar klorofil (mg/g jaringan) dengan perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kadar klorofil (mg/g jaringan) terhadap perlakuan media tanam dan pupuk
hayati
Media Rhiposant Total Rataan
R0 R1 R2 R3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata
pada kadar klorofil (mg/ g jaringan), dengan rataan tertinggi pada R3 (53,83) dan
terendah pada R2 (47,17).
Hubungan antara pupuk hayati dengan kadar klororfil (mg/g jaringan)
ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kadar klorofil (mg/g jaringan) dengan perlakuan pupuk hayati
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk hayati berpengaruh
nyata terhadap kadar klorofil (mg/g jaringan) Mucuna, dengan rataan tertinggi
terdapat pada R3 (116,49) dan rataan terendah terdapat pada R2 (141,52). Kadar
klorofil erat hubungannya dengan kadar nitrogen daun tanaman. Jika kadar nitrogen
pada daun tanaman tinggi maka kadar klorofil juga akan meningkat, karena
nitrogen merupakan salah satu unsur pembentuk klorofil di daun. Hal ini sesuai
dengan pernyataa
yang menyatakan bahwa nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan dan
organ tanaman dan berfungsi sebagai bahan sintesis klorofil, protein dan asam
amino.
Kadar N, P dan K (%)
Data pengamatan kadar N, P, dan K (%) disajikan pada Lampiran 39, 41 dan
43 sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 40, 42 dan 44. Dari Lampiran
39 sampai 44 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap
kadar N (%) daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P dan K (%) daun.
Perlakuan pupuk hayati untuk semua pengamatan mulai dari pengamatan kadar N, P
dan K (%) daun tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, demikian juga
interaksi media tanam dengan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N,
P, dan K (%) daun.
Hasil uji beda rataan kadar N, P dan K (%) dengan perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Kadar N, P dan K (%) terhadap perlakuan media tanam dan pupuk hayati
Perlakuan
Kadar Hara Daun (%)
N P K
Media Tanam (M)
M1 2,08a 0,14 0,44
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 %
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan media tanam berpengaruh
nyata terhadap kadar hara N (%) daun dan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
hara P dan K (%) daun, dengan rataan tertinggi pada M0 (2,33) dan terendah pada
M1 (2,08).
Hubungan antara kadar N (%) daun dengan media tanam ditampilkan pada
Gambar 8.
Gambar 8. Kadar N (%) daun dengan perlakuan media tanam
Hasil pada Tabel 10 menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata
terhadap kadar hara N (%) daun dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar hara P
dan K (%) daun. Rataan tertinggi kadar hara N daun terdapat pada M0 (2,33) dan
terendah terdapat pada M1 (2,08). Hal ini disebabkan pada perlakuan M0 hanya
terjadi penambahan pupuk hayati Rhiphosant yang mengandung bradyrhizobium
yang dapat menambat N bebas di udara. Hal ini sesuai dengan peryataan Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan (2010), yang menyatakan bahwa Rhiphosant
adalah inokulan berbahan aktif bakteri penambat N bebas dan pelarut P. Bakteri
penambat N dari udara yang igunakan berasal dari jenis Bradyrhizobium japonicum
yang mampu menangkap N bebas dalam udara tanah.
Analisis Tanah
1.Analisis Tanah Awal
Data hasil analisis tanah subsoil sebelum diberi perlakuan disajikan pada
Tabel berikut.
Tabel 11. Data hasil analisis tanah subsoil sebelum diberi perlakuan
No Pengamatan Parameter Hasil Kriteria Sifat Tanah (BPP Medan)
1. Pasir (%) 22,56
Sumber : Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, USU.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa tanah yang diuji merupakan jenis tanah
lempung berpasir, yang memilki pH agak asam dengan kadar hara yang sangat
rendah seperti kandungan karbon, total N, P2O5, dan Ca. Sedangkan C/N dan kadar
hara K2O memiliki kadar yang sedang.
2.Analisis Tanah Akhir
Data hasil analisis tanah akhir percobaan disajikan pada Tabel 12 berikut.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan pada pH tanah
seperti pada perlakuan M0R0, M0R1, M0R2, M0R3, M1R2 dan M1R3. Terjadinya
M1R3. Pada C/N yaitu pada M0R1, M1R0, M1R1, M1R2, M1R3, M2R2 dan M2R3.
Pada unsur hara P2O5 terjadi pada semua perlakuan mulai dari M0R0 sampai M2R3.
Dan pada unsur hara K2O terjadi pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan
M0R0 dan M0R1 yang tidak mengalami perubahan. Sedangkan pada kandungan Ca
tanah tidak terjadinya perubahan pada setiap perlakuan.
Dari hasil pada Tabel 11 dan 12 terlihat perbedaan yang dominan. Adanya
peningkatan dan penurunan pada hasil awal dan hasil akhir dari analisis tanah yang
dilakukan. Hasil awal pH tanah menunjukkan kriteria pH tanah terletak pada agak
masam, setelah perlakuan terjadi penurunan pH menjadi masam, yaitu pada
perlakuan M0R0, M0R1, M0R2, M0R3, M1R2, dan M1R3. Hal ini disebabkan karena
pemberian pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme hanya membantu
penyediaan unsur hara di tanah, namun tidak dapat mempengaruhi pH tanah.
Sedangkan pada kandungan C pada tanah awal dengan kriteria sangat rendah
menjadi tinggi pada tanah akhir yaitu pada M1R0, M1R1, M1R2 dan M1R3. Pada
kandungan N dan P2O5 dengan kriteria sangat rendah menjadi rendah, dan pada
C/N dan kandungan K2O pada tanah awal dengan kriteria sedang menjadi tinggi
pada tanah akhir. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan media dan pemberian
pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan
unsur hara dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia (2005), yang meyatakan bahwa mikroba-mikroba tanah
banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi
tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu nitrogen (N), fosfat (P) dan
kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba.
KESIMPULAN
Kesimpulan1. Perlakuan media tanam (M) berpengaruh nyata pada parameter panjang
sulur tanaman, jumlah seluruh bintil akar, jumlah bintil akar efektif, bobot
basah tajuk, luas daun dan bobot kering tajuk. Hasil terbesar pada
perlakuan media tanam dengan bobot kering tajuk 139,80 g yang terdapat
pada perlakuan M2.
2. Perlakuan pupuk hayati (R) berpengaruh nyata pada parameter kadar
klorofil. Hasil terbesar pada perlakuan dengan menggunakan pupuk hayati
dengan bobot kering tajuk 97,75 g yang terdapat pada perlakuan R1.
3. Penggunaan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai
campuran media tanam dapat digantikan oleh Abu Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) dengan perbandingan 3:1, seperti pada kadar C dan N
tanah.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan
tanaman dari perbanyakan vegetatif yaitu stek untuk mengetahui ada tidaknya
DAFTAR PUSTAKA
Agung, T dan A.Y. Rahayu. 2004. Analisis Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan, dan Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Baru dengan Cekaman Kekeringan dan Pemberian Pupuk Hayati. Agrosains 6(2): 70-74. Semarang.
Arinong, A.R., Kaharuddin, dan Sumang. 2005. Aplikasi Berbagai Pupuk Organik Pada Tanaman Kedelai di Lahan Kering. J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol. 5 No. 2:65-72. Gowa.
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan. 2010. Rhiphosant. Dikutip dari
Darmosarkoro, W., E. S. Sutarta, dan Erwinsyah. 2002. Pengaruh Kompos TKS terhadap Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Peneltian Kelapa Sawit. 8(2): 107-122.
Dutta, A.C. 1970. Botany for Degree Student. Oxfort University Press. England.
Eva. 2008. Luas Tanaman Sawit Sumut Mencapai 15,71 Persen. Dikutip dari
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta.
Harahap, I. Y., T. C. Hidayat, G. Simangunsong, E. S. Sutarta, Y. Pangaribuan, E. Listia, dan S. Rahutomo. 2008. Mucuna bracteata : Pengembangan dan Pemanfatannya di Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Indonesian Oil Palm Research Institute). Medan.
Penyiraman. Diakses tanggal 15 Agustus 2010.
Imaduddin, M, Yoeswono, K. Wijaya dan I. Tahir. 2008. Ekstraksi Kalium dari Abu Tandan Kosong Sawit sebagai Katalis pada Reaksi Transesterifikasi
Minyak Sawit. Dikutip dari
Oktober 2010. 7 halaman.
Isroi. 2009. Cara Membuat Kompos dari Tandan Sawit Kosong. Dikutip dari
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2005. Bioteknologi untuk Pertanian
Organik. Dikutip dari
Musa, L. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. USU Press. Medan.
Ningtyas, V.A dan L.Y. Astuti. 2009. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sisa Media Jamur Merang (Volvariella volvacea) sebagai Pupuk Organik dengan Penambahan Aktivator Effective Microorganism EM-4. Dikutip
dar
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh: Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung.
Sebayang, S. Y., E. S. Sutarta dan I. Y. Harahap. 2004. Penggunaan Mucuna bracteata pada Kelapa Sawit : Pengalaman di kebun Tinjowan II PT.PN IV. Warta PKKS 2004. Vol 12(2-3): 5-12.
Sianturi, H. S. D. 1997. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. USU Press. Medan.
Subronto dan I. Y. Harahap. 2002. Penggunaan Kacangan Penutup Tanah Mucuna bracteata pada Pertanaman Kelapa Sawit. Warta PKKS 2002. Vol 10(1): 1-6.
Sutanto, R. 2005. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.
Triana, E. 2005. Analisis Filogenetik Rhizobia yang Diisolasi dari Aeschynomene
spp. Dikutip dari
2010. 6 halaman.
Yoeswono, I. 2007. Pemanfaatan Hasil dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dikutip
dari
Lampiran 1 : Perhitungan Konversi Dosis Pupuk
1. Perlakuan R1
250 g Rhiphosant/Ha
Polibeg = --- = 0,625 g Rhiphosant/Mucuna
400 Mucuna/Ha
2. Perlakuan R2
500 g Rhiphosant/Ha
Polibeg = --- = 1,25 g Rhiphosant/Mucuna
400 Mucuna/Ha
3. Perlakuan R3
750 g Rhiphosant/Ha
Polibeg = --- = 1,75 g Rhiposant/Mucuna
Lampiran 3. Jadwal Kegiatan
Jenis kegiatan Minggu ke