AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus Pelayanan KTP dan KK
di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan)
Disusun Guna Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata I (S-1)
di Departemen Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
NIM. 060903072 FADLY AMSHAR
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik mungkin. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para ahlul bait, yang senantiasa menjadi
tauladan bagi setiap ummat manusia. Semoga kita mendapat syafa’atnya di yaumil
akhir kelak. Amin
Adapun skripsi ini berjudul “Akuntabilitas dan Transparansi dalam
Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Medan)”. Penulisan skripsi ini bertujuan
untuk mengetahui implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya
akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan KTP dan KK di Kelurahan
Martubung serta untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi dalam
menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi tersebut. Skripsi ini disusun
sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S-1) di
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari
substansi penulisan skripsi itu sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapakan saran
dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.
Selama proses penyusunan skripsi penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan untaian kata terima kasih
Eliaty) yang senantiasa memberikan do’a di setiap langkah perjalanan hidup penulis
serta motivasi yang sungguh berarti bagi penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Abang dan Adik penulis (Faisal Amri, S.E dan Eva Amalia, Muhammad
Fachriza Anshar) yang selalu setia memberi semangat kepada penulis agar bisa dan
yakin dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita berempat kelak bisa
membahagiakan dan membanggakan orang tua kita.
Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Zakaria, MSP. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Beti Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
5. Ibu Arlina, SH., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga
6. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS. selaku Dosen Wali yang juga telah banyak
memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan hingga
saat ini.
7. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan
banyak bekal ilmu, nasihat, bimbingan serta arahan kepada penulis, selama
penulis menimba Ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
8. Terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi,
yang ada di Departemen Ilmu Administrasi Negara khususnya Kak Mega dan
Kak Dian yang telah banyak membantu segala urusan administratif sejak awal
penulis memulai studi hingga saat ini.
9. Bapak Herwan HB, S.E selaku Kepala Kelurahan Martubung Kecamatan Medan
Labuhan yang membantu dan memudahkan penulis dalam melaksanakan
penelitian di Kelurahan Martubung.
10. Seluruh Staf Pegawai Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan pengumpulan
data.
12. Terima kasih yang paling dalam untuk Fatmaulia Umaya yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk penulis, memberi semangat, motivasi, dukungan,
dan arahan serta do’anya.
13. Terima kasih buat seluruh Teman-teman AN 06 yang sudah menemani penulis
selama 4 tahun mengikuti bangku perkuliahan, Tantri Batara Simarmata,
telah kalian berikan. Takkan pernah kulupa manis pahitnya dalam menjalani
masa-masa di bangku perkuliahan, aku harap kita semua pasti bisa sukses
kawan semua bisa jadi orang dan di banggakan orang tua kita masing-masing.
14. Terima kasih kepada seluruh Keluarga Besar Pemerintahan Mahasiswa fisip
usu periode 2009/2010 Ananta purba, Lintang Simorangkir, Ari Junico Siallagan, Rani Harahap, Bobby Pratama Saragih dan teman-teman lainnya
yang sudah memberikan warna baru di kehidupan penulis dan memberikan
kekeluargaan yang cukup berarti buat penulis.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, September 2010 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI …………...……….... vi
DAFTAR TABEL ………..…….... ix
DAFTAR GAMBAR ……….…. x
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi
ABSTRAKSI ………... xii
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
I.1 Latar Belakang ……….... 1
I.2 Perumusan Masalah ………. 9
I.3 Tujuan Penelitian ……….…. 9
I.4 Manfaat Penelitian ………... 10
I.5 Kerangka Teori ………. 10
I.5.1. Pelayanan Publik ………... 11
I.5.2. Good Governance ...……….... 15
I.5.2.1 Definisi Good Governance ...……….. 15
I.5.2.2 Prinsip-prinsip Good Governance ... 18
I.5.3 Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik ... 19
I.5.3.1 Akuntabilitas ……….………... 20
I.5.3.2 Transparansi ………... 22
I.5.4 Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik ……….... 26
I.6 Definisi Konsep ……… 29
BAB II METODE PENELITIAN ………. 31
II.1 Bentuk Penelitian ... 31
II.2 Lokasi Penelitian ... 31
II.3 Informan Penelitian ... 31
II.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32
II.5 Teknik Analisa Data ... 34
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ………. 35
III.1 Gambaran Umum ... 35
III.2 Arah dan Kebijakan Umum Bidang Pembangunan ... 35
III.3. Jumlah Lingkungan ... 43
III.3. Jumlah Penduduk ... 43
BAB IV PENYAJIAN DATA HASIL PENELITIAN ………. 48
IV.1 Karakteristik Responden ……….. 48
IV.2 Penyajian Data tentang Akuntabilitas dn Transparansi dalam Pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Berdasarkan Kuesioner untuk Masyarakat … 54 IV.3 Kendala Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan KTP dan KK Berdasarkan Hasil Wawancara ……… 71
BAB V ANALISA DATA ………... 73
V.1 Akuntabilitas dalam Pelayanan KTP dan KK ……… 75
V.2 Transaparansi dalam Pelayanan KTP dan KK ………... 78
BAB VI PENUTUP ……….. 88
VI.1 Kesimpulan ……… 88
VI.2 Saran …………... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Lingkungan dan Nama Kepala Lingkungan ………….... 43
Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ………... 43
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Agama ………. 44
Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ……….... 45
Tabel 5 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Umur ………. 45
Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………. 46
Tabel 7 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Tingkat Usia …... 49
Tabel 8 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Tingkat Usia ……… 50
Tabel 9 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Jenis Kelamin …. 50 Tabel 10 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin …….. 51
Tabel 11 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan51 Tabel 12 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 52
Tabel 13 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Pekerjaan ……… 53
Tabel 14 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Golongan …………. 54
Tabel 15 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kemudahan Prosedur Pelayanan KTP dan KK ……….……….. 55
Tabel 16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kesesuaian Persyaratan Pelayanan dengan Jenis Pelayanannya ………. 56
Tabel 17 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kedisiplinan Pegawai dalam Memberikan Pelayanan KTP dan KK ………. 57
Tabel 19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keadilan untuk
Mendapatkan Pelayanan KTP dan KK ……… 59
Tabel 20 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kesopanan dan Keramahan
Pegawai dalam Memberikan Pelayanan KTP dan KK ………… 60
Tabel 21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kesesuaian antara Biaya
yang Dibayar dengan Biaya yang Telah Ditetapkan ……… 61
Tabel 22 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kewajaran Biaya dalam
Mendapatkan Pelayanan KTP dan KK ……… 62
Tabel 23 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Standar Pelayanan yang
Diberikan dalam Hal Pelayanan KTP dan KK ………. 63
Tabel 24 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kemampuan Pegawai
Dalam Memberikan Pelayanan KTP dan KK ……….. 64
Tabel 25 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kecepatan Pelayanan
KTP dan KK ………. 65
Tabel 26 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keterbukaan Informasi
yang Dapat Diterima Oleh Masyarakat di Kelurahan Martubung 66
Tabel 27 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ketepatan Pelaksanaan
Terhadap Jadwal Waktu Pelayanan ……….. 67
Tabel 28 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kenyamanan di Sekitar
Kelurahan Martubung ……….. 68
Tabel 29 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keamanan Pelayanan
di Kelurahan Martubung ………. 68
Tabel 30 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ketersediaan Fasilitas
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Rencana Skripsi
Lampiran II : Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi
Lampiran III : Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing
Lampiran IV : Undangan Seminar Proposal Rancangan Usulan Skripsi
Lampiran V : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usulan
Penelitian Mahasiswa FISIP USU
Lampiran VI : Berita Acara Seminar Ususlan Penelitian Departemen Ilmu
Administrasi Negara FISIP USU
Lampiran VII : Surat Izin Penelitian
Lampiran VIII : Surat Persetujuan Penelitian dari Kelurahan Martubung
Lampiran IX : Kuesioner Penelitian
Lampiran X : Pedoman Wawancara
ABSTRAKSI
Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan KTP dan KK
di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Medan) Skripsi ini disusun oleh:
Nama : Fadly Amshar
NIM : 060903072
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Arlina, SH., M.Hum.
Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan dari pelayanan publik yakni publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan serta untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas dalam pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung dapat dikatakan sudah terwujud dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator yang ada dalam akuntabilitas yang semuanya mendapat nilai yang berada pada kategori baik. Begitu juga dengan transparansi dalam Pelayanan KTP dan KK di Kelurahan Martubung pun sudah dapat dikatakan terlaksana dengan baik.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala
tatanan kehidupan kenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi
adalah masyarakat kecewa kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu
memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan
sudah tidak memiliki haknya lagi. Semangat reformasi telah mewarnai
pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi
Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan.
Salah satu aspek reformasi mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan
kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU
32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada
Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri,
pertahanan dan keamanan moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah
Pusat.
Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan
pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM)
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan
daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar
Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan
dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan
dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-Undang No. 33 tahun 2004).
Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good
Governance dalam kaitan dengan penggunaan otoritas dan manajemen sektor publik,
adalah pervasifnya korupsi yang cenderung menjadi karakter tipikal yang melekat.
Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa budaya korupsi telah begitu melekat di
dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh kelangkaan sumber daya.
Dalam konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan menjadi satu
karakter dominan budaya administrasi selama periode tertentu.
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai
masalah seperti pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit
ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta
terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas
pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai
permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh rakyat.
Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan
Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan sangat mudah bisa
mendapatkan segala yang diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka
pelayanan yang diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam
kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain kemungkinan terjadinya disintegrasi
bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan,
peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan
merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat
yang enggan menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom,
akibatnya pelayanan publik menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis, dan tidak
menutup kemungkinan unit-unit pelayanan cenderung tidak memiliki responsibilitas,
responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan
yang masih belum mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan
konvensional. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di
lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, dan bukannya
untuk melayani (to serve). Padahal pemerintah menurut paradigma pelayanan prima
seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam era demokratisasi
dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu menyadari bahwa
hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi
dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain
“mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk
setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002).”
Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara
pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya
pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi
dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau
birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya
kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan
masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya
berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan
ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada
pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan
tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip Good
Governance. Terselenggaranya Good governance merupakan prasyarat utama untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa negara.
Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggung jawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna,
dan bertanggung jawab.
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang
keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin
sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna. Namun, apabila dipatuhi jelas
dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan da
pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan karakteristik
dasarnya yaitu:
governance)
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang
paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan
gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya
tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.
Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan
masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang
wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan
yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.
Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari
pemerintah baik yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan
terhadap prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu
penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya
transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal-hal
Padahal di sisi lainnya masyarakat merindukan pelayanan publik yang baik
dengan adanya keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan
tanggung jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Pegawai
Negeri sebagai aparat birokrasi selain sebagai aparatur negara dan abdi negara,
memiliki peran sebagai abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan
masyarakatlah aparat birokrasi harusnya mengabdikan diri. Aparat birokrasi
diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan
pelayanan publik yang prima sebab pelayanan publik merupakan salah satu fungsi
utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya oleh penyelenggaraan
negara. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan melakukan penerapan
prinsip-prinsip good governance (pemerintahan yang baik), yang diharapkan dapat
memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat ataupun publik. Terwujudnya
pelayanan publik (public service) yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri
kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan
aparatur negara. Untuk itu, aparatur negara diharapkan semakin secara efisien dan
efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan, dan pengayoman kepada masyarakat (public) untuk
mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance), serta
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dan diharapkan melalui penerapan
tata pemerintahan yang baik dapat mengembalikan dan membangun kembali
Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan
akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor.
26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh
penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan
akuntabilitas pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah
untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam
melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai dengan tuntutan dan harapan
masyarakat.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur
pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan
hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih jauh dari yang
diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan dan keluhan
dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media
pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan
yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan
terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian
(hukum, waktu, dan biaya), serta masih banyak praktek pungutan liar dan
tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum
terlaksananya tranparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena kualitas kinerja
kesejahteraan masyarakat. Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan yang
dalam hal ini sebagai pelaksana pelayanan publik yang langsung bersinggungan
dengan masyarakat diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance
antara lain akuntabilitas dan transparansi.
Kelurahan sebagai tingkat paling rendah dalam struktur pemerintahan, harus
dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Para aparatur harus
dapat memperlihatkan kinerja yang baik.
Namun kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari
masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh para aparatur pemerintah di
kelurahan. Hal ini juga terjadi di Kelurahan Martubung. Kurangnya keramahan
pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi menyebabkan
masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat-surat
seperti KTP dan KK yang seharusnya gratis dan selesai dalam jangka waktu
seminggu, tidak terlaksana dengan baik. Pegawai kelurahan terkadang mengutip dana
dari masyarakat dalam hal pengurusan KTP dan KK agar cepat siap. Kurangnya
transparansi dalam hal biaya administrasi sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat
juga mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit,
kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan
prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta
tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Kelurahan Martubung juga tidak pernah menginformasikan suatu bentuk
laporan pertanggungjawaban atas kinerja mereka kepada masyarakat. Sehingga
masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi program kerja kelurahan
kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja membuat
masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kelurahan.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengambil judul studi tentang
“Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan).”
I.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam
pelayanan publik di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan?”
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauhmana implementasi prinsip-prinsip Good Governance
khususnya prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di
Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan
prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelayanan publik di Kelurahan Martubung
I.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Ilmiah
Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan
penyempurnaan teori-teori dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam
kaitannya dengan akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik.
2. Manfaat Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah ataupun
lembaga-lembaga lain yang membutuhkan serta menjadi acuan dalam
melaksanakan prinsip-prinsip Good Governance.
3. Manfaat Secara Akademis
Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir
ilmiah dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
I.5 Kerangka Teori
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1983:37).
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel
atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000:92).
Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah
referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman
yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang di teliti.
I.5.1 Pelayanan Publik
Pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (MENPAN) Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pedoman Tata Laksana
Pelayanan Umum adalah: “Segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di Lingkungan
Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Di lain pihak, Thoha (1991:39) memberi pengertian tentang pelayanan
masyarakat sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang dan atau sekelompok
orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan hakekat pelayanan umum adalah:
1) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi
2) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna dan
berhasilguna.
3) Mendorong tumbuh kembangnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
4) Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang
bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.
Penyelenggaraan pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara
negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang
untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik.
Maka dapat dirumuskan yang menjadi unsur yang terkandung dalam
pelayanan publik yaitu:
1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan atau
lembaga atau aparat pemerintah maupun swasta.
2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan kebutuhannya.
3. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang atau jasa.
4. Ada aturan atau sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.
Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi
paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini
adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula
berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi
kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu
mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan bagi
peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.
Secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik
mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah; namun, dilihat dari
sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, dan kesamaan perlakuan (tidak
diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai
kelemahan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, memang sangat disadari bahwa
pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain:
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi,
maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan
lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakuka n
dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat
pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari
masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perizinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit
(birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi
sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental
dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak
efisien.
Terkait dengan itu, berbagai pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah
tersebut masih menimbulkan persoalan (Suprijadi, 2004). Beberapa kelemahan
mendasar antara lain: pertama, adalah kelemahan yang berasal dari
sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah. Kedua, pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom
line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal
istilah bangkrut. Ketiga, berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan
dalam memecahkan masalah eksternalitas, organisasi pelayanan pemerintah
menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit
mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum
I.5.2 Good Governance
I.5.2.1 Defenisi Good Governance
Istilah good governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu
gubernare yang diserap oleh Bahasa Inggris menjadi govern, yang berarti steer
(menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah).
Governance merupakan kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the
action of manner of governing yang berarti tindakan (melaksanakan) tata cara
pengendalian. Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state of being governed,
berkembang menjadi mode of living (1600), kemudian menjadi the office, function,
or power of governing (1643), berkembang menjadi method of management, system of regulation (1660), dan kemudian dibakukan menjadi the action or manner
governing (Nugroho, 2004: 204).
Pengertian good governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu
konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh
pemerintahan yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab
(2002:34) menyebut good governance yaitu suatu konsep dalam penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang
langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi
tumbuhnya aktivitas kewirausahaan. Selain itu Bank Indonesia juga mensinonimkan
good governance sebagai suatu hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara
Lembaga Administrasi Negara (2000) memberikan pengertian good
governance yang hampir sama dengan Bank Indonesia yaitu bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi
yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Ada sebagian kalangan mengartikan good governance sebagai kinerja suatu
lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi
masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada
yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan
meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu
sendiri.
Sedangkan United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen
kebijakannya yang berjudul “Governance for Sustainable Human Development”,
(1997) mendefenisikan kepemerintahan (governance) sebagai “Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to manage a country’s affair at all levels and means by which states promote social cohesion, integration,
and ensure the well being of their population”. Yang berarti kepemerintahan adalah
pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik, dan administratif
untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan
instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan
Dengan demikian, pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan
(governance stakeholders) dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:
1) Negara/Pemerintahan: Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan
kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan
kelembagaan masyarakat madani.
2) Sektor swasta: Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif
dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan,
perbankan dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3) Masyarakat Madani: Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada
dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah antara pemerintah dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.
Maka dapat disimpulkan good governance adalah pengelolaan tata
pemerintahan yang baik, meliputi tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi),
bersifat terbuka (transparansi), cepat tanggap, akuntabel (akuntabilitas), berdasarkan
profesionalitas dan kompetensi, menggunakan struktur dan sumber daya secara
efesien dan efektif, terdesentralisasi, demokratis dan berorientasi pada konsensus,
mendorong kepada peningkatan partisipasi masyarakat, mendorong kemitraan
dengan swasta dan masyarakat, menjunjung supremasi hukum, memiliki komitmen
kepada pengurangan kesenjangan, memiliki komitmen kepada pasar, dan memiliki
komitmen pada lingkungan hidup. Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan
yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama dari good
governance ini yakni aparatur pemerintah, masyarakat atau publik, dan keterlibatan
I.5.2.2 Prinsip-prinsip Good Governance
Gambir Bhatta (1996) menggungkapkan bahwa “unsur utama governance”,
yaitu: akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency) keterbukaan
(opennes), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi manajemen
(management competence) dan hak-hak azasi manusia (human right).
Kemudian UNDP melalui Lembaga Administrasi Negara yang dikutip
Tangkilisan (2005:115) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus
dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik,
meliputi:
1) Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan, memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai
dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2) Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam sektor publik,
swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggung jawaban (akuntabilitas)
kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik
(stakeholders).
3) Aturan Hukum (Rule of Law): Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan
harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum
tentang hak azasi manusia.
4) Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan
aliran informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
5) Daya Tanggap (Responsivennes): Setiap intuisi dan prosesnya harus diarahkan
6) Beorientasi Konsensus (Consensus Orientation): Pemerintahan yang baik akan
bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk
mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak, dan berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan
pemerintah.
7) Berkeadilan (Equity): Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan
yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk
meningkatkan dan memelihari kualitas hidupnya.
8) Efektivitas dan Efesiensi (Effectiveness and Effeciency): Setiap proses kegiatan
dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu benar-benar sesuai
dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan berbagai
sumber-sumber yang tersedia.
9) Visi Strategis (Strategic Vision): Para pimpinan dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan
untuk pembangunan tersebut.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan pengendalian, yakni
pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar mencapai hasil yang dikehendaki
stakeholders.
I.5.3 Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik
Dari kesembilan prinsip-prinsip good governance yang telah dikemukakan di
prinsip yang paling penting untuk diterapkan terutama dalam lingkungan terendah
dalam struktur pemerintahan yakni di tingkat kelurahan. Maka selanjutnya akan
dibahas secara rinci tentang kedua prinsip tersebut.
I.5.3.1 Akuntabilitas
Dalam KepMenPAN No. 26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dikatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada
atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ada 3 hal yang menjadi dimensi akuntabilitas, antara lain akuntabilitas politik
yang biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, akuntabilitas
finansial yang fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang
penggunaan dana publik, dan akuntabilitas administratif yang pada umumnya
berkaitan dengan pelayanan publik dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya
yang tersedia.
Polidano (1998) lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama akuntabilitas,
yaitu adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah
keputusan dibuat, akuntabilitas peran yang merujuk pada kemampuan seorang
pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, dan peninjauan ulang secara retrospektif
yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen.
Berbagai dimensi dan elemen utama dari akuntabilitas ini akan sangat
membantu penerapan akuntabilitas dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai
dengan kepentingan stakeholders. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban
dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi (check and balances system).
Pertanggungjawaban (akuntabilitas) pelayanan publik meliputi:
1) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang
antara lain meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas,
kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan
kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan.
b. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau
akta/janji pelayanan publik yang telah ditetapkan.
c. Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka,
baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan
instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian
standar, harus dilakukan upaya perbaikan.
d. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan publik
harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e. Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan secara
berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam
pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan
2) Akuntabilitas biaya pelayanan publik
a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan
publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Surat
Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang berwenang.
3) Akuntabilitas produk pelayanan publik
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggung
jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.
b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.
I.5.3.2 Transparansi
Dalam KepMenPAN No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, menjelaskan pengertian transparansi
penyelenggaraan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat
terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan ataupun pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang
Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi:
1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendalian oleh
masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat di informasikan dan mudah diakses
oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu
sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta tata
cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau
persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun maupun administratif harus
seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan
dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala
persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses
pelayanan.
4. Rincian biaya pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan
apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata
cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara
pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi
pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima
pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola
keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu,
setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti
resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Waktu penyelesaian pelayanan
Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu
pelayanan publik mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan
atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan.
Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus
berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali
mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan
lengkap (melaksanakan azas First In First Out/FIFO).
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan
dan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sangketa, diwajibkan memakai tanda
pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas.
7. Lokasi pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan diusahkan harus tetap dan tidak berpindah-pindah,
mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan
prarasana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan
8. Janji pelayanan
Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan
instansi pemerintahan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji
pelayanan ditulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya
hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai
standar kualitas pelayanan, dapat pula dibuat “Motto Pelayanan”, dengan
penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi
maupun penerima pelayanan.
9. Standar pelayanan publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan
masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan
kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan,
unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan
masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada
masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, dan
Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan
jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah
dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
10. Informasi pelayanan
Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit
pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur,
persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta
pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah
media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home-Page,
Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung
kepada masyarakat.
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan
kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi merupakan upaya
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai.
Transparansi dan akuntabilitas harus dilaksanakan pada seluruh aspek
manajemen pelayanan, yang meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan/pengendalian, dan laporan hasil kinerja. Transparansi dan akuntabilitas
hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan pelayanan karena sangat
terkait dengan pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak
atas pelayanan.
I.5.4. Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik
Peran Pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan,
kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga-lembaga lainnya. Birokrasi ini
tidak hanya menyangkut kepada birokrat tetapi akan sangat terkait dengan organisasi
dan manajemen pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan publik.
peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang
kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat; meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat; dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di
lingkungan aparatur pemerintahan. Suatu layanan publik harus dapat memenuhi
harapan publik.
Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang "netral" dalam penyelenggaraan
administrasi dan pemerintahan negara, ternyata dalam praktiknya banyak
menghadapi rintangan. Padahal di tengah rintangan itu, masyarakat sangat
merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dengan
kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan
antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab (accountability)
yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika diingat bahwa
pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan abdi negara,
juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah
aparat birokrasi harus mengabdikan diri. Aparat birokrasi memang sangat diharapkan
memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pemerintah
yang memberikan pelayanan kepada publik harus benar-benar dilaksanakan bukanlah
citra yang menjadi dilayani oleh masyarakat.
Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh
kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun, bila kekuatan-kekuatan
politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi
artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat, apalagi bila tidak ditunjang dengan
adanya proses pengambilan keputusan (rule making) dan pengontrolan pelaksanaan
semakin besar. Bila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat
birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga
dapat mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara.
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintah gagal untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan
program-program yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang
dilakukan oleh aparat birokrasi.
Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi, mengakibatkan menyusutnya
sense of responsibility. Menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan inilah yang diduga menjadi pangkal tolak kurang sigapnya aparat birokrasi
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan
yang masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut
ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih
menempatkan dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah
seharusnya melayani bukan dilayani. Seharusnya, dalam era demokratisasi dan
desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan
berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan
bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku
"melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah,
bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", dan "terbuka untuk setiap
I.6 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1983:33). Berdasarkan pengertian
tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang
digunakan, yaitu:
1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di
Lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas berarti para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta, dan
masyarakat madani memliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik
(masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders).
Yang menjadi indikator dalam mengukur akuntabilitas antara lain:
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses yang
meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan
sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau
peraturan perundang-undangan), dan kedisiplinan. Harus sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka.
b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan
c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif
harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan
keabsahan produk pelayanan. Selain itu prosedur dan mekanisme kerja harus
sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.
Transparansi merupakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan
kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan, dan
pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi merupakan upaya
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.
Yang menjadi indikator untuk mengukur transparansi ini antara lain:
a.Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
b.Prosedur pelayanan
c.Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d.Rincian biaya pelayanan
e.Waktu penyelesaian pelayanan
f. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
g.Lokasi pelayanan
h.Janji pelayanan
i. Standar pelayanan publik
BAB II
METODE PENELITIAN
II.1. Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan menggunakan
metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala,
fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu
mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian ini adalah penelitian yang
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara
sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi serta menganalisa kebenarannya
berdasarkan data yang diperoleh.
II.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan
Kota Medan di Jalan Kantor Lurah Lingkungan VII Simpang Kantor Medan.
II.3. Informan Penelitian
Sesuai dengan penjelasan di atas, bentuk penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Hendrarso (dalam Usman 2009:56) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang
ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang
akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan penelitian ini meliputi informan kunci dan informan biasa. Informan kunci
adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam
permasalahan yang sedang diteliti. Sedangkan informan biasa adalah informan yang
ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan
permasalahan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi informan kunci
dalam penelitian ini adalah: Informan kunci yaitu terdiri dari satu orang Kepala
Kelurahan Martubung dan empat orang pegawai yang bekerja di Kelurahan
Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
Selain itu, untuk memperkaya data yang akan diolah, maka peneliti juga
mengambil informan biasa, yaitu masyarakat Kelurahan Martubung yang yang
terlibat dalam permasalahan penelitian sebanyak 30 orang. Menurut Usman
(2009:82) dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi, tetapi sampling
yang merupakan pilihan peneliti sendiri dan yang ditentukan peneliti sendiri secara
pusposif yang disesuaikan dengan tujuan penelitiannya, sampling tersebut dijadikan
responden yang relevan untuk mendapatkan data, dan penulis menganggap 30
responden tersebut sudah dapat memberikan jawaban, dan informasi mengenai
hal-hal yang penulis teliti.
II.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
1. Data Primer
Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini dilakukan melalui:
a. Wawancara, yaitu dengan cara wawancara mendalam untuk memperoleh data
yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada
informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah
yang berhubungan dengan penelitian.
b. Kuesioner (angket), adalah suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti, yang bertujuan
memperoleh informasi yang relevan, serta informasi yang dibutuhkan dapat
dibutuhkan secara serentak. Dalam penelitian ini angket digunakan sebagai alat
pendamping dalam mengumpulkan data. Daftar pertanyaan dibuat semi terbuka
yang memberi pilihan jawaban pada responden dan memberikan
penjelasan-penjelasan yang diperlukan oleh peneliti.
c. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara
langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang
ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai
acuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun
sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian
seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, struktur organisasi, jadwal,
waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis, dan lain-lain yang memiliki relevansi
dengan masalah yang diteliti.
II.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh di
lapangan dari para key informan. Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan
nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi, kemudian data yang
diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
III.1. Gambaran Umum
Kelurahan Martubung adalah salah satu kelurahan yang berada dalam
wilayah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan Martubung
diperkirakan luasnya lebih kurang 200 Ha yang terdiri dari daerah
pemukiman/perumahan, perkantoran, pertokoan, dan sebagainya. Adapun batas-batas
Kelurahan Martubung adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Pekan Labuhan.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Besar.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sei Mati.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau.
III.2. Arah dan Kebijakan Umum Bidang Pembangunan yang Dikelola
Arah dan kebijakan umum bidang pembangunan yang dikelola di Kelurahan
Martubung Kecamatan Medan Labuhan mengacu pada Tupoksi Kelurahan,
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 64 Tahun 2001 Tanggal 13
November 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kelurahan di Lingkungan
Pemerintah Kota Medan.
Pada pasal 3 disebutkan Tugas Pokok Kelurahan adalah sebagai berikut:
Lurah mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan sebagian tugas-tugas
ketertiban, pembangunan kesejahteraan masyarakat, serta melaksanakan tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Pada pasal 4 disebutkan, untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 3 Lurah mempunyai fungsi antara lain:
a. Melaksanakan/meyelenggarakan pelimpahan sebagian kewenangan di bidang
pemerintahan, ketentraman dan ketertiban, pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat yang menjadi tanggung jawab kelurahan.
b. Melaksanakan pelayanan administrasi public yang menjadi tanggung jawab
kelurahan.
c. Menyelenggarakan pelayanan teknis kesekretariatan.
d. Meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat.
e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 64 Tahun 2001
tanggal 13 November 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kelurahan di
Lingkungan Pemerintah Kota Medan, dalam melaksanakan pembangunan, di
Kelurahan terdapat Susunan Organisasi Kelurahan dengan masing-masing kebijakan
umum yang berdasarkan pada Tupoksinya masing-masing yakni:
1. Sekretaris Lurah
Sekretaris Lurah mempunyai tugas membantu Lurah di bidang pembinaan
administrasi dan memberikan pelayanan teknis administrative kepada seluruh
perangkat Kelurahan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sekretaris
Lurah mempunyai fungsi sebagai berikut:
b. Mengumpulkan, menghimpun, dan mengolah data serta informasi yang
berhubungan dengan bidang tugas
c. Melakukan pemantauan dan pengendalian program kerja lingkungan
d. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan dan kearsipan kelurahan
e. Melaksanakan kegiatan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan
rumah tangga, dan barang inventaris kelurahan
f. Membantu Lurah dengan mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh perangkat Kelurahan dan Kepala Lingkungan.
g. Menginventarisir permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan
bidang administrasi perangkat Kelurahan serta menyiapkan bahan petunjuk
pemecahan masalah
h. Menyusun dan menyajikan data statistik dan grafik atau visualisasi data
perangkat Kelurahan
i. Melakukan pemeriksaan administrasi dan memberikan paraf untuk kelanjutan
proses penyelesaian urusan surat menyurat
j. Mengevaluasi dan menyusun laporan bulanan, berkala, dan tahunan serta
mengkoordinasikannya dengan un