• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi"

Copied!
348
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peranan tersebut antara lain, meningkatkan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, sebagai pemenuhan kebutuhan dalam negeri, sebagai bahan baku industri dalam negeri serta pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian di saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat saat itu adalah sektor pertanian.1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 40 juta penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dalam sektor pertanian secara luas, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia yang Berusia 15 Tahun Keatas Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007-2011

No. Lapangan Pekerjaan Utama

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah (orang)

1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan

Perikanan 41.206.474 41.331.706 41.611.840 41.494.941 39.328.915 2 Pertambangan dan Penggalian 994.614 1.070.540 1.155.233 1.254.501 1.465.376 3 Industri Pengolahan 12.368.729 12.549.376 12839.800 13.824.251 14.542.081 4 Listrik, Gas, dan Air 174.884 201.114 223.054 234.070 239.636 5 Bangunan 5.252.581 5.438.965 5.486.817 5.592.897 6.339.811 6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah

Makan, dan Hotel 20.554.650 21.221.744 21.947.823 22.492.176 23.396.537 7 Angkutan, Pergudangan dan

Komunikasi 5.958.811 6 179.503 6.117.985 5.619.022 5.078.822 8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa

Perusahaan

1.399.940 1.459.985 1.486.596 1.739.486 2.633.362 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 12.019.984 13.099.817 14.001.515 15.956.423 16.645.859

Total 99.930.217 102.552.750 104.870.663 108.207.767 109.670.399

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012), Diolah 2

1

Lubis, F.A. 2012. Agribisnis Membangun Pertanian dan Ekonomi.

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/18/57084/agribisnis_membangun_pertanian_dan_ekonomi/ #.T9_CGIFlfMw [19 Juni 2012]

2

[BPS] Badan Pusat Statistik. 20012. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011.

(2)

Penduduk Indonesia lebih banyak yang bekerja pada sektor pertanian dibandingkan sektor yang lainnya. Bahkan lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan sektor perdagangan. Berarti bekerja di sektor pertanian paling diminati oleh penduduk Indonesia, salah satunya sebagai petani. Namun, pendapatan rumah tangga petani tanaman pangan, terutama padi, hanya Rp 300.000,00 per bulan dengan rata-rata kepemilikan lahan dibawah 0,25 ha. Itu pun bila panenya dalam kondisi bagus.3 Pemberdayaan atau empowerment adalah langkah yang harus diambil untuk meningkatkan posisi petani. Pemberdayaan berarti membuat petani berdaya, mampu, kuat, dan mandiri (Sumardjo et al. 2004). Untuk meningkatkan pendapatan petani di Indonesia diperlukan berbagai upaya strategis, salah satunya dengan kemitraan. Kemitraan diharapkan dapat memberi keuntungan kepada kedua belah pihak yang bermitra dan juga berkelanjutan. Hal ini akan tercapai jika ada transparansi, kejujuran, dan saling percaya di antara kedua belah pihak.

Kemitraan diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran. Berbagai alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar. Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan diajak petugas pendamping. Namun pada kenyataannya, penerapan kemitraan di lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat berlanjut karena ada pihak yang dirugikan (Purnaningsih 2007).4

Kemitraan antara industri dan masyarakat telah tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Dalam GBHN tersebut tertera bahwa tata hubungan dan kerjasama kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha skala kecil atau menengah yang masih tertinggal perlu dibina, dijalani

3

Maspary. 2011. Petani Indonesia Masih Miskin.

http://www.gerbangpertanian.com/2011/07/petani-indonesia-masih-miskin.html [ 19 Juni 2012]

4

(3)

dalam suasana saling membantu serta saling menguntungkan sebagai suatu perwujudan suatu kesatuan ekonomi nasional. Berbagai kesuksesan pernah diraih, namun juga berbagai program kemitraan gagal dijalankan. Studi objektif tentang keberhasilan dan kegagalan tentunya sangat dibutuhkan untuk dijadikan bahan masukkan bagi perbaikan program kemitraan selanjutnya (Sumardjo et al. 2004).

Subsektor pertanian secara luas sudah pernah dijalankan dengan kemitraan, seperti kehutanan dan perkebunan, peternakan, hortikultura, perikanan dan lainnya. Contoh kemitraan yang dilakukan pada subsektor kehutanan dan perkebunan yaitu antara PT. Surya Hutani dan PT. Pasir Kutai Agroforesy dengan masyarakat dalam rangkan pengembangan hutan tanaman industry (HTI) di Kalimantan Timur. Kemitraan pada subsektor kehutanan dan perkebunan telah didukung oleh Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 318/Kpts-II/1999 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pengusaan Hutan dan No. 107/Kpts-II/1999 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, yang menekankan mengenai pola kemitraan.

Di Indonesia kemitraan usaha telah tumbuh sejak pertengahan tahun 70-an. Namun perkembangannya sangat lambat. Penyebabnya adalah kondisi dan struktur perekonomian Indonesia yang masih diwarnai oleh mekanisme pasar yang belum efesien dan efektif, juga masih banyaknya bentuk kesenjangan yang terjadi seperti kesenjangan antardaerah, kesenjangan pendapatan, kesenjangan antarsektor, kesenjangan antarpelaku ekonomi, dan sebagainya. 5

Kemitraan dalam komoditi tanaman pangan khususnya padi telah dilakukan di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data BPS Jawa Barat pada Lampiran 1, Kabupaten Sukabumi menempati posisi keempat terbesar di Jawa Barat yang memproduksi padi pada tahun 2009/2010 sebanyak 0,8 juta ton. Padi yang telah dikembangkan dalam kemitraan di Kabupaten Sukabumi bukan padi konvensional, namun padi sehat. Budidaya padi sehat adalah cara bercocok tanam padi ramah lingkungan dengan mengurangi atau tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan seperti pestisida atau herbisida dan diganti dengan pestisida nabati atau agensi hayati. Penggunaan pupuk kimia juga dikurangi sebanyak mungkin

5

(4)

dan menggantikannya dengan pupuk kompos. Budidaya padi sehat ini sama seperti budidaya padi organik, tetapi padi sehat belum seluruhnya bebas dari bahan kimia karena masih adanya kemungkinan residu kimia pada lahan. Pengurangan bahan kimia dan diganti dengan bahan ramah lingkungan akan menghasilkan padi yang lebih aman untuk lingkungan dan hewan, terutama untuk manusia karena sehat untuk dikonsumsi. Kualitas dan rasa pun lebih enak dan pulen. Padi sehat merupakan upaya untuk go organic, meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan produksi padi, dan meningkatkan pendapatan petani.

Budidaya padi sehat di Kabupaten Sukabumi sudah dilakukan dengan menggunakan teknik budidaya System of Rice Intensification (SRI). Pola SRI organik pertama kali diperkenalkan di Indonesia tahun 1999 yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pupuk yang digunakan berasal dari jerami, limbah gergaji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk dasar. Pupuk kompos ini kaya mikroorganisme yang dibutuhkan untuk menyuburkan tanah, sekaligus menjaga kesehatan tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan hama. Padi sehat menggunakan pupuk kimia yang jumlahnya setengah lebih rendah dari pupuk konvensional. Bahkan, dua sampai tiga tahun kemudian, kebutuhan pupuk kimia akan menjadi nol.

Padi sehat di Kecamatan Sukabumi masih dalam tahap pengembangan. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar pengembangan padi sehat di Kecamatan Sukabumi berjalan dengan cepat. Diperlukan juga langkah-langkah yang strategis untuk mengkomunikasikan penerapan teknologi ini secara luas kepada petani agar lebih lebih banyak yang menggunakannya, salah satunya dengan kemitraan.

Pengembangan padi sehat dengan teknik budidaya SRI ini tidak hanya didukung oleh pemerintah tetapi juga oleh swasta. Perusahaan yang sudah melakukan pengembangan padi sehat salah satunya adalah PT. Medco Intidinamika yang telah berhasil melakukan uji coba penanaman SRI di lahan 7,5 ha dan akan memperluas lahan penanaman SRI dengan konsep kemitraan dengan petani dan perbankan di lahan 100 ribu ha dengan anggaran Rp 100 miliyar.6

6

(5)

Salah satu daerah yang menjalin kemitraan dengan perusahaan ini adalah Kecamatan Kebon Pedes di Kabupaten Sukabumi.

Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas usahatani padi sehat melalui penerapan teknologi budidaya yang benar sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain adanya potensi dalam penerapan kemitraan juga adanya tantangan. Kemitraan merupakan suatu inovasi untuk meningkatkan penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Maka perlu dilakukannya analisis pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dengan PT. Medco Intidinamika melalui proyek yang bernama Medco Pure Farming (MPF). Proyek tersebut akan dievaluasi pada akhir tahun 2012. Dengan diadakannya penelitian ini, dapat diketahui manfaat yang dirasakan oleh petani selama kemitraan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan penilaian evaluasi proyek tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Kemitraan pada komoditi padi sehat masih jarang yang melakukannya. Hal ini dikarenakan padi sehat termasuk komoditi baru yang dikembangkan di Indonesia setelah dilaksanakannya revolusi hijau. Pengetahuan dan penerapan teknologi dalam usahatani padi sehat yang masih kurang di masyarakat, menjadikan komoditi ini lebih berisiko untuk dikembangkan, sehingga masih sedikit kerjasama yang dilakukan pada komoditi ini. Perkembangan padi sehat yang masih baru ini, diperlukan berbagai penelitian agar risiko yang dihadapi oleh berbagai pihak dalam kemitraan dapat berkurang.

Pada bulan Juni 2011, Kabupaten Sukabumi telah melakukan panen padi sehat System of Rice Intensification (SRI) di Kecamatan Kebon Pedes.7 Kecamatan ini merupakan daerah penghasil padi sehat terbesar di Kabupaten Sukabumi. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes telah melakukan kemitraan dengan PT. Medco Intidinamika melalui proyek yang bernama Medco Pure Farming (MPF). MPF merupakan suatu proyek yang dilakukan oleh PT. Medco Intidinamika melalui Business Development Department sejak tahun 2010.

7

(6)

Pada akhir tahun 2012, proyek ini akan dievaluasi dengan berbagai penilaian perusahaan. Bila MPF lolos evaluasi maka proyek ini akan dijadikan unit bisnis.

Kemitraan ini tidak dilakukan secara langsung antara petani dengan perusahaan mitra, namun dihubungkan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekar Tani yang berada di Desa Jambenenggang, Kecamatan Kebon Pedes. Gapoktan Mekar Tani merupakan gapoktan di Kecamatan Kebon Pedes yang telah mengembangkan padi sehat. Gapoktan ini telah disahkan oleh SK Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.273/KTSP/OT/4/2007. Kemitraan ini sudah dilakukan sejak tahun 2010 namun belum dibuat dalam kontrak tertulis. Selama kemitraan tahun 2010, Gapoktan Mekar Tani dan MPF mulai menyusun pembuatan kontrak kerjasama dengan melakukan negosiasi bisnis. Baru pada awal tahun 2011, kemitraan berjalan sesuai dengan kontak kerjasama tertulis yang disetujui bersama.

Saat ini Gapoktan Mekar Tani belum dapat memenuhi pasokan beras sehat kepada PT. Medco Intidinamika karena keterbatasan lahan di Desa Jambenenggang. Luas sawah di Desa Jambenenggang sebesar 100 ha atau hanya 14,31 persen dari total sawah di Kecamatan Kebon Pedes. Desa ini merupakan desa dengan luas sawah yang tersempit di Kecamatan Kebon Pedes. Itupun hanya sebagian kecil yang ditanam padi sehat. Sedangkan PT. Medco Intidinamika memerlukan pasokan beras sehat rata-rata sebesar empat ton beras sehat per bulan. Maka gapoktan ini melakukan kerjasama dengan gapoktan atau kelompok tani (poktan) di dalam maupun di luar Kecamatan Kebon Pedes, terkait pasokan gabah padi sehat dengan membuat MOU (memorandum of understanding).

(7)

Dari pemaparan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana mekanisme proses kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi padi sehat di

Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi ?

3. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan mekanisme proses kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. 2. Menjelaskan pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi padi sehat di

Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

3. Menjelaskan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Petani

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi mengenai pengaruh kemitraan yang dilakukan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan agar menjadi bahan pertimbangan keberlanjutan pelaksanaan kemitraan. 2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini sebagai masukan yang berguna bagi pihak perusahaan dalam pelaksanaan kemitraan yang dapat diterapkan dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan petani padi sehat.

3. Bagi Penulis

(8)

4. Bagi Pembaca

Penelitian ini sebagai referensi bagi penelitian lain yang terkait dengan padi sehat dan kemitraan.

5. Bagi Pemerintah

(9)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penerapan Teknologi pada Padi

Berbagai teknologi tanaman padi telah diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penerapan teknologi pada padi yang sudah dilakukan oleh petani, yaitu System of Rice Intensification (SRI), teknologi padi hibrida, dan pengendalian hama terpadu. Penelitian mengenai penerapan teknologi tersebut sudah dilakukan. Astuti (2007) dan Putri (2011) telah melakukan penelitian mengenai penerapan teknologi padi System of Rice Intensification (SRI). Sedangkan penelitian mengenai penerapan teknologi padi hibrida dan metode pengendalian hama terpadu pada padi telah dilakukan oleh Basuki (2008) dan Surya (2002).

(10)

kosmopolit petani maka semakin positif persepsinya tentang karakteristik inovasi pertanian organik.

Selain penerapan teknologi padi SRI, penelitian mengenai penerapan teknologi padi hibrida dan metode pengendalian hama terpadu pada padi telah dilakukan oleh Basuki (2008) dan Surya (2002). Penelitian ini sama-sama dilakukan di Kabupaten Karawang. Penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008) dilakukan di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang dengan menggunakan regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida. Hasil penelitian ini menunjukan ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida, yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Luas lahan dan status lahan bukan milik berpengaruh positif, sedangkan rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur, berpengaruh negatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Surya (2002) mengenai metode pengendalian hama terpadu (PHT). Sama seperti Basuki (2008), penelitian ini menggunakan regresi logistik karena ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani menerapkan usahatani padi metode PHT, yaitu mengikuti kursus Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), luas lahan, dan biaya tenaga kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi metode PHT lebih rendah melakukan aplikasi pestisida kimia dalam satu musim tanam. Pengendalian hama secara mekanis melalui pengamatan lebih diutamakan dalam metode PHT, dengan tujuan pengendalian akhir (tindakan kuratif), sedangkan tujuan aplikasi kimia dalam metode konvensional, yaitu untuk pencegahan terhadap serangan hama (tindakan preventif).

2.2. Pendapatan Petani Petani Padi Sehat

(11)

yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat. Tempat penelitian ketiganya sama-sama dilakukan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) karena desa ini merupakan salah satu sentra produksi padi dan telah menerapkan pertanian padi sehat.

Fatullah (2010) membandingkan usahatani padi sehat dengan padi konvensional dilihat dari teknis budidaya dan analisis pendapatan. Perbedaan yang paling mendasar pada teknis budidaya usahatani padi sehat dan padi konvensional terletak pada kegiatan budidaya yang lebih banyak dilakukan pada padi sehat, seperti kegiatan persiapan benih, pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida nabati, dan pembuatan pupuk cair yang lebih sering dilakukan daripada usahatani konvensional.

Hasil analisis usahatani yang dilakukan oleh Fatullah (2010), Gultom (2011), dan Permatasari (2011) berbeda. Hasil analisis Fatullah (2010) menunjukkan pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat lebih besar dibandingkan petani padi konvensional. Petani sehat dapat memperoleh penerimaan bersih Rp 6.032.222,22 dari pendapatan total usahatani. Sementara petani padi konvensional memperoleh sebesar Rp 5.042.342,53 dari pendapatan total usahatani. Sedangkan hasil analisis yang dilakukan oleh Gultom (2011), pendapatan atas biaya total petani padi sehat sebesar Rp 2.405.039,56. Adanya perbedaan hasil analisis antara Fatullah dan Gultom pada pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat karena biaya tunai dari sewa lahan pada petani yang menjadi responden Gultom biayanya lebih besar. Hasil analisis Permatasari (2011) menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total yang paling besar diperoleh petani pemilik, sedangkan petani penyakap memperoleh pendapatan paling kecil dibandingkan petani lain.

(12)

lain. Sementara petani penyangkap yang merupakan mayoritas petani di lokasi penelitian memperoleh nilai R/C yang paling kecil dibandingkan petani yang lain. Hal ini diduga dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak adil sehingga merugikan petani penyakap.

Selain analisis pendapatan usahatani berbagai penelitian mengenai padi sehat juga pernah dilakukan, seperti analisis efesiensi, kelembagaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Hasil analisis efesiensi teknis berdasarkan estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier yang dilakukan oleh Permatasari (2011), menunjukkan bahwa variabel luas lahan, pupuk kompos, dan pupuk urea berpengaruh pada peningkatan produksi padi sehat. Tingkat efesiensi teknis rata-rata usahatani padi sehat adalah 62 persen dari produksi maksimum. Faktor-faktor inefesiensi teknis yang berpengaruh pada peningkatan efesiensi teknis adalah dummy status kepemilikan lahan yang dibedakan menjadi petani pemilik, penyewa, penyakap, dan penggadai. Sedangkan hasil analisis peranan kelembagaan menunjukkan bahwa adanya kelembagaan petani di Desa Ciburuy seperti kelompok tani dan koperasi, keberadaannya telah dirasakan efektif oleh para petani. Manfaat yang paling banyak dirasakan dari adanya kelompok tani adalah kemudahan mendapat modal. Sementara manfaat yang paling banyak dirasakan oleh anggota koperasi adalah kemudahan mendapatkan modal dan memperoleh input produksi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat yang dianalisis oleh Gultom (2011) adalah pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida nabati, sedangkan faktor produksi benih dan tenaga kerja tidak berpengatuh nyata baik pada selang kepercayaan 85 persen dan 95 persen.

2.3. Manfaat Kemitraan

(13)

Manfaat kemitraan telah banyak dirasakan oleh para petani. Manfaat kemitraan yang dirasakan oleh petani kacang tanah di Desa Palarang, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang bekerjasama dengan PT. Garudafood, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah (Aryani 2009). Peternak ayam boiler di Cibinong, Bogor yang melakukan kemitraan dengan CV. Tunas Mekar Farm mendapatkan jaminan pasar, jaminan harga, jaminan teknis, dan bantuan operasional. Kemitraan yang dijalankan dengan pola inti plasma ini telah berjalan selama 6 tahun, lebih menekankan pada kerjasama hasil dan bimbingan teknis. Peternak juga mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan seperti bimbingan teknis dan pemberian sarana produksi ternak. (Febridinia 2010). CV. Bimandiri yang bekerjasama dengan petani semangka di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tidak menyediakan bantuan dalam bentuk modal, tetapi memberikan bantuan dalam bentuk suplai bibit dan pembinaan petani, serta penjaminan pasar (Damayanti 2009).

Petani tebu yang bermitra dengan pabrik gula (PG) Karangsuwung mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah melalui bank kepada petani seperti kredit ketahanan pangan (KKP) untuk pengadaan input (Astria 2011). Petani tebu di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah juga mendapatkan KKP dengan melakukan kemitraan dengan PG milik PT. Kebon Agung. Petani tebu responden yang diteliti oleh Najmudinrohman (2010), memanfaatkan fasilitas kredit sebanyak 81,8 persen, sisanya tidak mengambil kredit karena tidak ingin menanggung hutang. Dalam pengajuan kredit, PG berperan sebagai avalis yaitu penanggung jawab risiko kegagalan pengembalian kredit. Petani pun mendapatkan kredit akselerasi dari Dinas Perkebunan yang dikhususkan bagi penanaman tebu baru. Bunga kredit tersebut tujuh persen per tahun. Pembayaran kredit dipotong dari pembayaran nota gula saat musim giling. Seluruh petani tebu mitra yang menjadi responden juga menerima pupuk bersubsidi.

(14)

Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) dan Yayasan Cikal Sinergi (Rahmat 2011).

Manfaat kemitraan tidak hanya dirasakan oleh petani tetapi juga oleh perusahaan mitra. Manfaat bagi perusahaan yang diteliti oleh Febridinia (2010) adalah mendapatkan pasokan, menghemat biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Sedangkan manfaat yang diterima oleh PT. Aqua Farm Nusantara yang diteliti oleh Cahyono et al. (2007) yang bermitra dengan kelompok tani ikan di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah untuk untuk menjaga keberlanjutan suplai bahan baku produk olahan ikan nila serta untuk mendapatkan ikan yang mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan lingkungan pada saat pembesaran ikan.

Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai pendapatan yang lebih besar dari pada petani yang tidak melakukan kemitraan. Hal ini dikarenakan telah adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau sumberdaya lainnya sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efesien dan efektif. Petani tebu yang melakukan kemitraan mempunyai penerimaan lebih tinggi dan biaya lebih rendah dibandingkan petani yang tidak melakukan kemitraan (Najmudinrohman 2010). Produksi rata-rata petani mitra sebesar 780,55 kwintal per ha. Biaya petani mitra lebih rendah karena pengalokasian input produksi lebih efisien, misalnya petani mitra memiliki tenaga kerja tetap sehingga upah tenaga kerja lebih rendah karena adanya keberlangsungan pekerjaan bagi tenaga kerja tersebut.

(15)

biaya total. Hasil R/C rasio pun jauh lebih besar petani mitra. R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. Sedangkan hasil perhitungan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani non mitra adalah 1,92 dan 0,96.

Pada kenyataannya tidak semua petani atau peternak yang melakukan kemitraan mempunyai pendapatan yang lebih besar dibandingkan non mitra. Walaupun pendapatan atas biaya total yang diterima oleh peternak mitra lebih besar Rp 1.037.398 daripada yang diterima peternak non mitra yang diteliti oleh Febridinia (2010), namun biaya yang dikeluarkan peternak non mitra baik biaya tunai ataupun biaya diperhitungkan dan R/C, tidak berbeda jauh dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak mitra. Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Deshinta (2006) mengenai kemitraan yang dilakukan oleh PT. Sierad Produce dengan Peternak Ayam Boiler di Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan uji-t menunjukkan hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaannya di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil.

Ada juga petani yang mengalami kerugian setelah melakukan kemitraan. Astria (2011) telah melakukan analisis kemitraan antara petani tebu dengan pabrik gula (PG) Karangsuwung. Usahatani tebu yang dilakukan petani mitra menguntungkan berdasarkan hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai petani mitra sebesar 1,52. Tetapi berdasarkan perhitungan R/C atas biaya total didapatkan hasil sebesar 0,60. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti oleh petani mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan adanya biaya transaksi yang mahal. Kemitraan pada usaha gula kelapa yang diteliti oleh Rahmat (2011) merugikan petani karena harga yang diterima lebih rendah dari harga pasar. Walaupun demikian, petani masih sangat tergantung dengan pinjaman modal dari perusahaan mitra.

(16)

semangka telah dirumuskan dalam sebuah memo kesepakatan antara kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajibannya masing-masing. Dalam pelaksanaan program kemitraan, kedua belah pihak telah menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan bersama (Damayanti 2009). Sedangkan kajian kemitraan yang dilakukan Suci (2011) pada PT. Agrowiyana Kabupaten Tanjung Barat Provinsi Jambi yang melakukan kemitraan dengan petani kelapa sawit dengan pola kemitraan yang berbeda, yaitu Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) dan Perkebunan Inti Rakyar (PIR) Trans. Mekanisme pelaksanaan kemitraan pola KKPA dan PIR Trans tidak terlalu berbeda. Secara keseluruhan mekanisme kerjasama dengan petani KKPA dan PIR Trans meliputi penyediaan sarana produksi sebelum masa konvensi, pembinaan, sistem panen, sistem sortasi, penetapan harga, dan pembayaran tandan buah segar. Pelaksanaan kemitraan dibuat berdasarkan perjanjian kerjasama yang berisi hak dan kewajiban serta hasil kesepakatan kedua belah pihak sehingga pihak inti sudah merasa cukup dipercaya dan diterima oleh petani plasma.

Kemitraan dalam pelaksanaanya ada yang terjadi ketidaksesuaian antara hak dan kewajiban walaupun sudah terdapat kontrak tertulis. Budiningrum (2011) melakukan penelitian mengenai kemitraan petani padi dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika (LPS-DDR) di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Kemitraan yang terjalin berupa kemitraan dalam pengadaan beras sae (sehat, aman, dan enak) yang merupakan beras semi organik. Kendala kemitraan yaitu ketidaksesuaian hak dan kewajiban, pelaksanaan cenderung top down, dan ketiadaan penjaminan risiko produksi. Namun secara keseluruhan kemitraan telah berlangsung dengan cukup baik yaitu sebesar 61,5 persen hak dan kewajiban sudah sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan hasil perhitungan customer satisfication index (CSI) diperoleh hasil keseluruhan atribut pelayanan kemitraan adalah sebesar 77,55 persen. Nilai tersebut mengindikasi bahwa secara umum petani mitra sudah puas dengan pelaksanaan kemitraan.

(17)

dijalankan adalah inti plasma, dimana masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kemitraan. Inti berperan membatu plasma dalam hal permodalan, sedangkan plasma menyediakan kandang dan biaya pemeliharaan. Pemasaran hasil panen dilakukan oleh inti dengan harga yang telah ditetapkan dalam kontrak. Namun dalam kenyataannya peternak plasma menjadi pihak yang lebih lemah posisinya karena kontrak kemitraan yang disepakati merupakan aturan baku yang dibuat oleh inti tanpa adanya perundingan mengenai isi kontrak tersebut. Secara umum peternak plasma sudah merasa puas dengan kinerja-kinerja atribut kemitraan DUF, dimana hasil perhitungan CSI sebesar 69,68 persen.

(18)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan teknologi baru terhadap produksi, dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani.

3.1.1. Konsep Kemitraan

Konsep kemitraan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi.

Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumardjo et al. (2004) mengatakan kemitraan sebagai sebuah sistem, harus memiliki unsur-unsur berikut ini:

1. Input (sumberdaya), yaitu material, uang, manusia, informasi, dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output.

2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi.

3. Teknologi, yaitu metode dan proses dalam transformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra

yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan.

5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pengambil keputusan.

6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau organisasi dalam proses kemitraan.

7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra.

(19)

3.1.2. Pola Kemitraan Agribisnis

Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah Pola Kemitraan Inti Plasma, Pola Kemitraan Subkontrak, Pola Kemitraan Dagang Umum, Pola Kemitraan Keagenan, dan Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (Sumardjo et al, 2004).

3.1.2.1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Pola kemitraan inti plasma merupakan hubungan antar petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelas pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, tercipta peningkatan usaha, dan dapat mendorong perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga komoditas plasma.

Perusahaan Plasma

Plasma

Plasma

(20)

3.1.2.2. Pola Kemitraan Subkontrak

Pola kemitraan subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini adalah adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencangkup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola subkontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Hubungan kemitraan pola subkontrak dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Sumardjo et al. (2004) Sedangkan kelemahan pada pola ini antara lain :

a. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan menengah mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama pada penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran.

b. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.

c. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi.

3.1.2.3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak

Pengusaha Mitra

Kelompok Mitra Kelompok Mitra

(21)

pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis pola ini telah dilakukan, khususnya hortikultura. Beberapa petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Kelompok mitra tersebut bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Memasok

Memasarkan Produk Kelompok Mitra

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan dari pola ini yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra.

Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pola kemitraan dagang ini antara lain :

a. Dalam praktiknya harga dan volume produk sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra.

b. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Dalam sistem ini pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

(22)

mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan modal.

3.1.2.4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau perusahaan kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih memahami pola ini, dapat dilihat pada Gambar 4.

Memasok

Memasarkan produk kelompok mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan pola ini yaitu mudah dilaksanakan oleh para perusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Kelemahan pola ini adalah kelompok mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen dan sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.

3.1.2.5.Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

(23)

modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Memasok

Gambar 5. Pola Kemitraaan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Pola ini memiliki kelemahan pada pelaksanaannya, antara lain:

a. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil bagi kelompok usaha kecil mitranya.

b. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya.

c. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan diatas.

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

Lahan Sarana Teknologi

(24)

3.1.3. Pengaruh Penerapan Teknologi Baru terhadap Produksi

Agar pelaksanaan kemitraan dapat berjalan dengan baik dan efesien, diperlukan pembinaan dalam teknik penerapan teknologi oleh perusahaan mitra. Untuk itu, perusahaan mitra dapat melakukan pembinaan dalam bidang:8

1. Bimbingan teknologi, mulai dari pengolahan lahan hingga panen.

2. Peningkatan kemajuan manajemen usaha para petani atau kelompok tani sehingga mampu mengembangkan dan mengelola usahanya tersebut secara baik dan efesien.

3. Melakukan kemampuan petani, seperti memberikan pelatihan yang diperlukan.

Salah satu unsur yang harus dimiliki dalam kemitraan menurut Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumardjo et al. (2004) pada subbab sebelumnya adalah teknologi. Kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat, seharusnya mempunyai pengaruh terhadap penerapan teknologi padi sehat yang dilakukan petani mitra, karena teknologi padi sehat ini baru dikembangkan di Kecamatan Kebon Pedes. Bila penerapan teknologi yang dilakukan petani mitra dibandingkan dengan petani non mitra, diduga penerapan teknologi yang dilakukan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena adanya pengaruh kemitraan terhadap peningkatan penerapan teknologi padi sehat.

Penerapan teknologi baru harus dapat memberikan kenaikan hasil atau mengurangi biaya dengan jumlah yang sangat besar agar dapat diterima oleh banyak petani. Beberapa ahli terkemuka memperkirakan, bahwa kenaikan hasil yang diperlukan untuk memikat hati petani pada permulaan, berkisar 40 – 100 persen (Mosher 1978).

Teknologi baru memberikan inovasi pada produksi, yaitu:

1. Menaikan fungsi produksi sehingga output maksimum yang dihasilkan lebih tinggi dengan menggunakan input yang sama atau dapat menaikkan produktivitas (Gambar 6.a.). Kenaikan ini tidak saja menyangkut kuantitas, namun juga kualitas, input dan output.

8

Sedyowati Y. 2012. Kemitraan dalam usahatani Kacang Tanah.

(25)

2. Menggeser ke kiri kurva produksi total, yaitu jumlah output maksimum yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih rendah (Gambar 6.b.).

Teknologi baru juga dapat meningkatkan produk fisik total tapi diperlukan usahatani skala besar karena fungsi produksi dengan teknologi baru ada kalanya terletak diatas fungsi produksi lama pada tingkat penggunaan input yang sangat banyak (Gambar 6.c). pada kurva Total Produksi Alternatif Teknologi Baru). Implikasinya, teknologi baru akan merugikan jika diterapkan pada usahatani skala kecil dan menguntungkan jika diterapkan pada usahatani skala besar (Halcrow 1992).

( a ) ( b )

( c )

Gambar 6. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Produksi Sumber : Halcrow (1992)

Teknologi Baru

Teknologi Lama

Teknologi Baru

Teknologi Lama

Teknologi Lama

Teknologi Baru

Alternatif Teknologi Baru

Output Output

Output

Input Input

(26)

3.1.4. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

Kemitraan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha (Sumardjo et al. 2004). Berarti kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, seharusnya mempunyai pengaruh terhadap pendapatan petani padi sehat.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (semua biaya). Jadi, rumus pendapatan usahatani menjadi (Soekartawi 2006):

Pd = TR –TC

yaitu : Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya

Pendapatan usahatani ini dibedakan menjadi tiga, yaitu total pendapatan usahatani, total pendapatan tunai usahatani, dan pendapatan bersih. Total pendapatan adalah total penerimaan dikurangi total biaya dan total pendapatan tunai adalah penerimaan tunai dikurangi biaya tunai. Sedangkan pendapatan bersih adalah total pendapatan tunai dikurangi biaya penyusutan peralatan (Hernanto 1996).

Penerimaan tunai adalah penerimaan yang langsung diterima oleh petani yang berasal dari penjualan hasil produksi, yang pada umumnya dalam bentuk uang tunai. Selain penerimaan tunai, ada penerimaan yang diperhitungkan atau penerimaan non tunai, yaitu hasil produksi yang digunakan untuk konsumsi sendiri atau untuk benih pada musim selanjutnya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan disebut total penerimaan.

(27)

namun biasanya dalam bentuk tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang dikeluarkan tanpa dibayar dan input yang didapat dari bantuan

Bila pendapatan usahatani padi sehat petani mitra dibandingkan dengan petani non mitra, diduga pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena adanya pengaruh kemitraan untuk meningkatkan pendapatan petani.

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Padi sehat mulai dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini seiring dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup sehat dengan mengkonsumsi pangan organik. Kecamatan Kebon Pedes merupakan salah satu daerah penghasil padi sehat terbesar di Kabupaten Sukabumi.

Pasar gabah padi sehat atau beras sehat ini masih jarang ditemui di Kecamatan Kebon Pedes. Bila dijual di pasar gabah atau beras biasa, maka harga yang akan diberlakukan pada gabah atau beras tersebut sama dengan harga gabah atau beras konvensional, padahal biaya yang harus dikeluarkan berbeda. Petani tentu mengharapkan pendapatan yang lebih besar dengan menanam padi sehat.

PT. Medco Intidinamika melalui Medco Pure Farming melakukan kerjasama dengan Gapoktan Mekar Tani yang berlokasi di Desa Jambenenggang dalam penyediaan beras sehat. Sejak tahun 2010 kemitraan ini terjalin, Gapoktan Mekar Tani belum dapat memenuhi kuota permintaan beras sehat yang ditentukan oleh perusahaan karena. Hal ini dikarenakan terbatasnya lahan padi sehat di Desa Jambenenggang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka gapoktan ini melakukan kerjasama dengan gapoktan lain di Kecamatan Kebon Pedes.

(28)

Responden yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi petani mitra dan petani non mitra. Petani non mitra dijadikan sebagai pembanding petani mitra, untuk melihat apakah ada perbedaan penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Untuk mengukur penerapan teknologi padi sehat dilakukan perhitungan derajat penerapan teknologi pada setiap responden dengan menggunakan Microsoft Excel. Sedangkan untuk melihat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan petani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C). Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan petani yang diterima oleh petani mitra pada saat bekerjasama dengan PT. Medco Intidinamika.

Untuk melihat adanya pengaruh kemitraan, maka petani mitra dihitung manfaat kemitraan yang dirasakannya dengan menggunakan skala likert. Pengaruh manfaat kemitraan terhadap derajat penerapan terknologi dan pendapatan petani dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana. Digunakan juga analisis regresi linier berganda untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat penerapan teknologi padi sehat dan pendapatan petani padi sehat selain kemitraan.

Kajian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai bahan pertimbangan dan juga masukan bagi perbaikan pelaksanaan kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes. Bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 7.

(29)

Kemitraan dengan PT. Medco Intidinamika membantu petani mengatasi permasalahan yang dihadapi, yaitu permodalan, teknologi, sarana produksi (benih), dan menjamin pasar bagi petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

- Permintaan pangan organik mulai meningkat di Indonesia seiring peningkatan pengetahuan dan teknologi masyarakat

- Padi sehat termasuk komoditi baru sehingga masih jarang yang mengembangkannya

Petani padi sehat : PT. Medco Intidinamika :

1. Kurangnya Pengetahuan Budidaya 1. Mengembangkan benih padi 2. Sedikitnya pasar padi sehat (organik) 2. Jaminan Pasar

3. Kurangnya modal petani 3. Modal besar

Gambar 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Petani Padi Sehat

Pengaruh kemitraan PT. Medco Intidinamika pada penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten

(30)

IV METODE PENELITIAN

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh kemitraan PT. Medco Intidinamika terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat ini dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Kebon Pedes ini sedang mengembangkan padi sehat dan merupakan kecamatan yang produksi padi sehat tertinggi di Kabupaten Sukabumi. Petani padi sehat di kecamatan ini juga telah melakukan kemitraan dengan PT. Medco Interdinamika selama dua tahun. Pengambila data dilakukan pada bulan Februari – April 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung di lapangan dan melakukan wawancara secara langsung kepada para petani padi sehat di lokasi penelitian berdasarkan kuisioner yang telah dibuat. Untuk data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang relevan seperti buku dan majalah serta lembaga atau instalansi terkait, yaitu badan pusat statistik (BPS) untuk mengetahui produktivitas padi, data dari Kecamatan Kebon Pedes, badan penyuluh pertanian, perikanan, dan kehutanan (BP3K) Kecamatan Kebon Pedes dan data-data lainnya dari perpustakaan, internet, serta literatur-literatur ilmiah (text book dan jurnal ilmiah) untuk memperoleh berbagai teori, data, dan fakta ilmiah yang terkait dengan topik penelitian.

4.3. Metode Penentuan Sampel

(31)

Metode penentuan sampel pada petani padi sehat non mitra yang dilakukan adalah purposive karena tidak adanya data mengenai petani padi sehat di setiap Gapoktan, di Kantor Kecamatan Kebon Pedes, dan di BP3K. Metode purposive sampling merupakan pengambilan contoh atau responden dimana peneliti menentukannya dengan sengaja responden yang bertujuan untuk menggambarkan beberapa sifat didalam populasi. Jumlah petani responden non mitra yang dipilih secara purposive untuk dijadikan sampel, sebanyak 30 orang.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Metode unuk mengolah data kualitatif menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan data kuantitatif akan dianalisis dengan statistika deskriptif, yaitu metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1992). Statistika deskriptif dalam penelitian ini yang digunakan antara lain, mean (rata-rata), median (nilai tengah), nilai minimum, dan maksimum. Data kuantitatif juga akan dianalisis dengan menggunakan skala likert, analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), uji statistik dengan analisis regresi linier sederhana dan berganda serta uji Mann Whitney. Karena menggunakan analisis regresi linier berganda, maka diperlukan juga uji asumsi regresi berganda. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20.

4.4.1. Skala Likert

(32)

dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata berikut (Riduwan & Sunarto 2009):

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (5) Sangat Setuju (1)

Setuju (4) Setuju (2)

Netral (3) Netral (3)

Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (4)

Sangat Tidak Setuju (1) Sangat Tidak Setuju (5)

Penelitian ini menggunakan pernyataan positif, yaitu sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1).

0 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju

Skala Likert ini digunakan untuk mengukur manfaat kemitraan yang dirasakan petani mitra. Manfaat kemitraan diukur menggunakan 27 pernyataan positif. Setiap jawaban pernyataan tersebut akan hitung dengan menjumlahkan setiap jawaban petani mitra. Semakin besar nilai pernyataan tersebut maka petani mitra semakin setuju dengan pernyataan tersebut. Dengan kata lain, persepsi petani mengenai manfaat kemitraan semakin positif. Seluruh jawaban pernyataan tersebut akan dijumlah dan dibuat persentase setiap responden, untuk mengetahui kepuasan petani mitra terhadap manfaat kemitraan yang dirasakannya. Semakin besar persentase manfaat kemitraan maka semakin besar pula kepuasan petani terhadap manfaat kemitraan yang dirasakannya. Berbagai pernyataan ini dapat dilihat pada kuisioner penelitian dibagian kemitraan pada Lampiran 2.

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani

(33)

menggunakan metode garis lurus. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa, lalu dibagi dengan lamanya umur ekonomis alat tersebut, dengan rumus sebagai berikut (Suratiyah 2011):

Biaya Penyusutan = Nb – Ns N dimana :

Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp)

N = Jangka usia ekonomi (tahun)

Analisis pendapatan usahatani dibedakan menjadi total pendapatan, total pendapatan tunai serta pendapatan bersih yang didapat setelah dikurangi penyusutan. Cara perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Cara Perhitungan Pendapatan Usahatani

No. Uraian Keterangan

1. Penerimaan Tunai A

2. Penerimaan yang Diperhitungkan B

3. Total Penerimaan C = A + B

4. Pengeluaran Tunai D

5. Pengeluaran yang Diperhitungkan E

6. Total Pengeluaran F = D + E

7. Total Pendapatan G = C – F

8. Total Pendapatan Tunai H = A – D

9. Penyusutan alat I

10. Pendapatan Bersih J = H – I

Sumber : Hernanto (1996)

4.4.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)

R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematika, hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 2006)

(34)

dimana : R = Return (Penerimaan) C = Cost (Biaya)

Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Bila R/C lebih dari satu maka usahatani dapat dikatakan mengguntungkan karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap biaya yang telah dikeluarkan dan bila R/C kurang dari satu maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan (rugi) karena penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan. Rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi padi sehat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani padi sehat atau indeks efesiensi usaha padi sehat pada petani mitra dan non mitra.

4.4.4. Analisis Regresli Linier Sederhana

Analisi regresi linier sederhana digunakan untuk menganalisis hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat (kausal) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) (Riduwan & Sunarto 2009). Analisis regresi linier sederhana didalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah manfaat kemitraan (X) berpengaruh terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Persamaan regresi linier sederhana dirumuskan dalam Y = a + bX.

dimana:

Y = subyek variabel terikat yang diproyeksikan (Derajat penerapan teknologi padi sehat (persen) atau Total pendapatan usahatani padi sehat (Rp/ha))

X = variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan (Manfaat kemitraan (persen))

a = nilai konstanta harga Y jika X=0

b = nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y

Bagian penting dalam analisis regresi adalah pengujian hipotesis secara statistik terhadap perkiraan model regresi linier sederhana yang diperoleh. Hipotesis yang digunakan dalam analisis regresi adalah:

(35)

Dengan kata lain,

H0: Tidak ada hubungan linier antara variabel bebas dan variabel terikat H1: Ada hubungan linier antara variabel bebas dan variabel terikat

Hipotesis tersebut dikaitkan dengan uji nyata garis regresi yang diperoleh. Selain uji hubungan linier pada model, dilakukan juga uji koefisien regresi menggunakan uji-t sebagai pengujinya.

Hipotesis yang digunakan adalah: H0: b1 = b

H1: b1 ≠ b Denga kata lain,

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara manfaat kemitraan dengan penerapan teknologi atau pendapatan petani

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara manfaat kemitraan dengan penerapan teknologi atau pendapatan petani

Kaidah pengujian signifikansi :

Jika F hitung ≥ F tabel maka tolak H0 artinya signifikan dan jika F hitung ≤ F tabel maka terima H0 artinya tidak signifikan. Untuk menguji koefisien regresi, digunakan distribusi t. Jika t hitung ≥ t tabel maka tolak H0 dan terima H0 jika sebaliknya. Dengan taraf signifikan : α = 0,05. Perhitungan analisis ini menggunakan SPSS 20.

4.4.5. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah pengembangan dari analisis regresi linier sederhana. Kegunaannya untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebas minimal dua atau lebih. Analisis ini adalah alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih (X1, X2,…., Xn) dengan satu variabel terikat (Y) (Riduwan & Sunarto 2009).

(36)

padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, pendapatan usahatani non padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga. Faktor-faktor tersebut diduga berpengaruh terhadap derajat penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat berdasarkan hasil literatur dan penelitian terdahulu, serta disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.

Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut.

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + ɛ Keterangan :

Y = Variabel yang dijelaskan (derajat penerapan teknologi (persen) atau pendapatan petani padi sehat (Rp/ha))

a = Intersep b = Slope

X1 = kemitraan (bermitra = 1, tidak bermitra = 0) X2 = umur petani (tahun)

X3 = pengalaman mengusahakan padi sehat (musim) X4 = status kepemilikan lahan (milik = 1, selainnya = 0 ) X5 = pendidikan petani (≥ SMA = 1, < SMA = 0)

X6 = pekerjaan utama (petani = 1, selainnya = 0) X7 = luas lahan yang dikuasai (ha)

X8 = pendapatan non usahatani (Rp/bulan)

X9 = pendapatan usahatani non padi sehat (Rp/bulan) X10= jumlah tanggungan keluarga (orang)

ɛ = eror

Hipotesis yang digunakan adalah: 1. Kemitraan

(37)

dibandingkan petani non mitra, sehingga pendapatan petani mitra diduga lebih tinggi dibandingkan petani non mitra.

2. Umur Petani

Umur petani diduga berpengaruh siginifikan dan negatif terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Semakin tua umur petani maka diduga penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat akan semakin rendah. Hal ini diduga karena semakin tua umur petani maka keterbukaan terhadap penerapan teknologi baru (padi sehat) akan semakin rendah. Petani yang sudah tua diduga sulit untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik karena mereka sudah terbiasa menggunakan penerapan teknologi yang lama sehingga sulit beradaptasi. Umur petani yang semakin tua maka kondisi fisik untuk melakukan usahatani secara langsung akan semakin berkurang sehingga pendapatan padi sehat pun akan semakin rendah.

3. Pengalaman Mengusahakan Padi Sehat

Pengalaman mengusahakan padi sehat diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Semakin banyak pengalaman mengusahakan padi sehat maka diduga penerapan teknlogi dan pendapatan petani padi sehat akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan petani yang mempunyai pengalaman mengusahakan padi sehat yang semakin banyak maka pengetahuan mengenai penerapan teknologi padi sehat akan semakin baik dan akan mengaplikasikannya sesuai standar yang ada. Pengalaman mengusahakan padi sehat yang banyak akan membuat petani lebih efesien dalam usahatani padi sehat sehingga biaya yang dikeluarkan akan semakin rendah atau hasil produksinya akan semakin meningkat sehingga pendapatan petani akan semakin tinggi.

4. Status Kepemilikan lahan

(38)

sendiri sesuai keinginannya tanpa mencemaskan akan turun produksi karena baru menerapkan teknologi padi sehat. Bila petani penggarap diduga keinginannya untuk menerapkan teknologi padi sehat akan semakin rendah karena harus membayar sewa. Bila terjadi penurunan produksi karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka petani penggarap akan lebih merugi karena harus tetap membayar sewa. Petani pemilik lahan hanya mengeluarkan biaya untuk membayar pajak saja, sedangkan petani penggarapa harus membayar sewa. Biaya pajak biasanya lebih kecil dari biaya sewa, sehingga petani pemilik lahan pendapatan padi sehatnya akan lebih tinggi dibandingan petani dengan petani penggarap karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil.

5. Pendidikan Petani

Pendidikan petani diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Pendidikan petani dikelompokkan menjadi dua, yaitu lebih besar sama dengan SMA (≥ SMA) dan dibawah SMA (< SMA). Semakin tinggi pendidikan petani (≥ SMA) maka diduga penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat akan semakin meningkat. Hal ini diduga karena petani yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi maka semakin terbuka pemikirannya untuk menerapkan teknologi padi sehat yang lebih ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Petani yang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi maka diduga akan mempunyai pemikiran yang lebih maju untuk mengusahakan padi sehat agar lebih mengguntungkan sehingga pendapatannya pun akan semakin tinggi.

6. Pekerjaan Utama

(39)

7. Luas Lahan yang Dikuasai

Luas lahan yang dikuasai diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Luas lahan yang dimaksud adalah seluruh lahan yang dikuasai petani, baik sawah maupun bukan. Semakin luas lahan yang dikuasai maka diduga penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat akan semakin tinggi. Hal ini diduga karena semakin luas lahan yang dikuasai maka petani akan mempunyai kemampuan untuk melakukan peningkatan penerapan teknologi padi sehat pada lahan yang dimilikinya sehingga pendapatannya dari usahatani padi sehat akan semakin tinggi. Petani yang mempunyai lahan yang luas maka mempunyai pendapatan dari lahan yang lainnya, sehingga bila terjadi penurunan produksi padi karena baru melakukan penerapan teknologi padi sehat maka masih ada pendapatan lainnya.

8. Pendapatan Non Usahatani dan Pendapatan Usahatani Non Padi Sehat

Pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat, diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Semakin besar pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat makan diduga penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat akan semakin tinggi. Hal ini diduga karena petani dengan pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat yang besar maka petani mempunyai keinginan untuk melakukan penerapan teknologi padi sehat. Bila petani tersebut mengalami penurunan produksi (kerugiaan) karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka masih mempunyai pendapatan lainnya. Dengan mempunyai pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat yang lebih besar, petani juga mempunyai modal yang cukup untuk mengembangkan usahatani padi sehat, sehingga pendapatan usahatani padi sehat akan lebih tinggi.

9. Jumlah Tanggungan Keluarga

(40)

banyak juga, sehingga petani lebih berhati-hati dalam menerapkan teknologi padi sehat karena takut terjadinya penurunan produksi.

Namun, jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan petani. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga diduga pendapatan petani padi sehat akan semakin meningkat. Hal ini diduga karena semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, petani dapat memberdayakan anggota keluarganya tersebut untuk menjadi tenaga kerja dalam usahatani padi sehat sehingga biaya tunai yang dikeluarkan dapat berkurang dan pendapatan petani dapat meningkat. Dengan jumlah tanggungan keluarga yang banyak juga, petani akan berupaya untuk lebih efesien dalam mengusahakan padi sehat agar menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi pula untuk digunakan membiayai anggota keluarga yang masih dalam tanggungannya.

Perhitungan regresi linier berganda ini menggunakan SPSS 20. Setelah didapat model dugaan lalu diuji signifikansinya untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menjadi parameter dengan melihat F hitung atau probabilitasnya. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel.

Hipotesis statistik dinyatakan sebagai: H0 : bi = 0

H1 : Minimal ada satu slope(bi) ≠ 0

Hasil perhitungan statistik uji F-hitung dapat dilihat pada output SPSS pada tabel uji ANOVA.

Bila F-hitung > F tabel atau probabilitas sig. ≤ α maka tolak H0 artinya model signifikan untuk menduga derajat penerapan teknologi padi sehat atau pendapatan petani padi sehat, pada taraf nyata α (0,05). Sebaliknya, bila F-hitung < F tabel atau probabilitas sig. ≥ α maka terima H0 artinya model tidak signifikan untuk menduga derajat penerapan teknologi padi sehat atau pendapatan petani padi sehat.

(41)

penerapan teknologi atau pendapatan petani padi sehat. Koefisien dari determinasi dirumuskan sebagai berikut :

R2 = Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total

Semakin besar nilai R2 maka model dugaan tersebut semakin bagus. Interpretasi dari koefisien determinasi ini adalah keragaman penerapan teknologi atau pendapatan petani padi sehat (Y) sebesar R2 dapat dijelaskan oleh model dugaan yang diperoleh, sisanya (1-R2) dijelaskan oleh komponen eror. Semakin besar nilai R2 maka semakin kecil nilai erornya. Nilai R2 atau R square pada hasil SPSS dapat dilihat pada tabel Model Summary.

Setelah uji signifikansi pada model dugaan, selanjutnya dilakukan uji signifikansi variabel independen (variabel bebas)dengan menggunakan uji-t. Uji-t ini digunakan unUji-tuk menguji secara sUji-taUji-tisUji-tik apakah berpengaruh nyaUji-ta seUji-tiap variabel independenterhadap variabel dependen (variabel terikat)pada taraf nyata αyang dapat dilihat pada tabel hasil uji Coefficients.

Hipotesis statistik untuk variabel Xi : H0 : bi = 0

H1 : bi < 0

Bila t-hitung > t-tabel atau probabilitas sig. ≤ α maka variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Sebaliknya, bila nilai t-hitung < t-tabel atau probabilitas sig. ≥ α maka variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

4.4.6. Uji Asumsi Analisis Regresi Berganda

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia yang Berusia 15 Tahun Keatas Berdasarkan
Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak
Gambar 6. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Produksi
Gambar 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang dapat diajukan adalah melalui program kemitraan, petani mendapatkan bantuan teknis serta posisi pasar yang baik dari pihak mitra jika dibandingkan

Skripsi berjudul “ Hubungan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi Terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani dan Perbedaan Pendapatan Petani Padi di

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas benih varietas IR64 (varietas benih yang sebagian besar digunakan oleh petani padi sehat berukuran usahatani luas) lebih baik

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) perbandingan faktor-faktor usahatani pada penerapan teknologi sistim legowo 2:1 dengan

Faktor yang mempengaruhi keuntungan petani non mitra adalah upah pekerja, harga benih, harga pupuk dan pajak lahan sedangkan alat pertanian merupakan faktor yang tidak

Adanya kecenderungan seperti ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat kekosmopolitan, dimana petani yang memiliki tingkat

Manfaat teknologi adalah manfaat yang dirasakan oleh petani dalam penerapan teknologi pertanian dalam usahatani padi sawah.. Prosedur adalah tahapan kegiatan

penerapan teknologi usahatani padi sawah adalah umur petani, tingkat pendidikan, status pengusaan lahan, luas lahan garapan, pendapatan dan keikutsertaan petani