• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Reksa Dana Saham Indonesia Pada Periode Kejatuhan Dan Pemulihan Pasar 2008-2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinerja Reksa Dana Saham Indonesia Pada Periode Kejatuhan Dan Pemulihan Pasar 2008-2010."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

2008-2010

Oleh

FAJAR PRASETYO YUWONO

H 24097044

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2008-2010

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FAJAR PRASETYO YUWONO

H24097044

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

FAJAR PRASETYO YUWONO. H24097044. Analisis Kinerja Reksa Dana Saham Indonesia Pada Periode Kejatuhan Dan Pemulihan Pasar 2008-2010. Dibawah

bimbingan BUDI PURWANTO.

Reksa dana merupakan wadah investasi yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal ritel yang ingin menanamkan modalnya di pasar keuangan tanpa harus memiliki keahlian khusus atau tidak memiliki cukup waktu untuk menganalisis secara mendalam portofolio investasinya. Melalui manajer investasi, modal yang dihimpun akan dikelola dalam bentuk portofolio yang ditempatkan pada instrumen keuangan dengan bertujuan untuk mendapatkan pengembalian (return) investasi yang optimal.

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana kinerja reksa dana saham di Indonesia pada periode dimana IHSG mengalami fase kejatuhan (market crash) dan pemulihan pasar (market rebound)?, (2) Bagaimana kinerja reksa dana saham di Indonesia berdasarkan metode pengukuran risk adjusted measures?, (3) Bagaimana kemampuan manajer investasi dalam hal

stock selection skill dan market timing ability ketika terjadi gejolak di pasar keuangan?.

Kinerja reksa dana saham Indonesia di periode Januari 2008 sampai dengan Maret 2010 dimana terjadi gejolak di pasar finansial terbukti cukup baik. Dari enam kelompok reksa dana yang diteliti dengan menggunakan metode risk-adjusted measures, tercatat lima kelompok yang memiliki indeks Sharpe,

Treynor, dan Jensen Alpha lebih tinggi dibandingkan benchmark pasar, Kelompok A yang terdiri dari reksa dana saham dengan dana kelolaan kategori besar dan berumur lebih dari 5 tahun berada di peringkat teratas reksa dana saham yang memberikan return paling tinggi.

Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan model Treynor-Mazuy, Kelompok reksa dana yang memiliki stock selection skill adalah Kelompok A di urutan pertama; urutan kedua, Kelompok B; dan ketiga, Kelompok C. Untuk signifikansi sendiri tidak ada satupun yang memenuhi syarat t hitung > t tabel dan p-value < 0,05. Sedangkan untuk yang memiliki kemampuan market timing

(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 1988 dari bapak Edi Susanto dan ibu Hj. Sri Suparti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Ahmad Yani pada tahun 1992, setahun kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Sukamaju Baru 2 selama enam tahun. Setelah itu penulis meneruskan pendidikan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 7 Depok pada tahun 1999. Penulis meneruskan studi di sekolah menengah atas di SMAN 105 Jakarta pada tahun 2002.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap puji syukur kepada Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang mengambil tema dunia keuangan pada periode krisis 2008 ini berjudul “Analisis Kinerja Reksa Dana Saham Indonesia pada Periode Kejatuhan Dan Pemulihan Pasar 2008-2010.

Penelitian ini penting dilakukan bagi penulis untuk mengetahui bagaimana kinerja reksa dana saham di Indonesia berdasarkan periode penelitian Januari 2008 sampai dengan Maret 2010, periode dimana IHSG mengalami fase kejatuhan (market crash) dan pemulihan pasar (market rebound). Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan manajer investasi dalam hal pemilihan saham (stock selection skill) dan kemampuan penentuan dalam memutuskan untuk membeli atau menjual suatu saham berdasarkan perkiraan arah pasar di masa depan (market timing ability) ketika terjadi gejolak di pasar keuangan.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, maka penulis menyadari sepenuhnya kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini, sehingga hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritik yang membangun dan saran untuk menyempurnakan laporan penelitian ini sangat diharapkan dari semua pihak. Tujuan dari penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, September 2014

(7)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mendapat banyak bantuan oleh beberapa pihak baik secara moril maupun materil. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir Budi Purwanto, ME selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mengarahkan saya selama penelitian ini.

2. Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut., MM. dan Farida Ratna Dewi, SE., MM. selaku dosen penguji.

3. Kedua orang tua, khususnya kepada Mama yang selalu memberikan motivasi dan dukungan yang sangat berarti bagi saya.

4. Kepada kakak saya, Aditya Rizki Darma Fitrian, dan Adik, Febriana Afra Hanifah

5. Teman – teman satu bimbingan.

6. Teman – teman satu Angkatan: Rahmat Hidayat, Muhammad Khoirul Amri, Windra Kurniawan, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP……….. iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

DAFTAR ISI ………. vi

1.4. Manfaat Penelitian ………... 3

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.4. Penelitian Terdahulu ... 26

III. METODE PENELITIAN ………... 28

γ.1. Kerangka Pemikiran ………. 30

(9)

vii

γ.γ Uji Asumsi Klasik………... 31

γ.γ.1 Uji Normalitas ………...…………... 31

3.3.2 Uji Multikolinieritas ………... 31

3.5.3 Uji Autokorelasi ………... 32

3.5.4 Uji Heterokedastisitas …………...…………. 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 34

4.1. Uji Asumsi Klasik………... 34

4.1.1 Uji Normalitas ………...………….... 34

4.1.2 Uji Multikolinieritas ………... 34

4.1.3 Uji Autokorelasi ……….... 34

4.1.4 Uji Heterokedastisitas …………...…………. 35

4.2. Analisis Kinerja Reksa Dana ……...… 35

4.3. Analisis Keahlian Stock Selection dan Kemampuan Market Timing………... 40

4.4. Implikasi Manajerial ………. 42

KESIMPULAN DAN SARAN ………...…….... 46

1. Kesimpulan ………... 46

β. Saran ………... 46

DAFTAR PUSTAKA ……….. 48

(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan reksa dana periode 2007-2013………...… 1

2. Daftar enam kelompok reksa dana saham ………... 29

3. Pengambilan keputusan autokorelasi...…... 32

4. Ringkasan uji normalitas non-parametrik kolmogorov smirnov.... 34

5. Ringkasan uji autokorelasi durbin-watson………... 35

6. Definisi operasional variabel……...…………... 36

7. Analisis kinerja reksa dana saham…...…... 36

8. Peringkat kinerja kelompok reksa dana saham...……….. 37

9. Ringkasan hasil model treynor-mazuy untuk stock selection..………... 40

10. Ringkasan hasil model treynor-mazuy untuk market timing ability..…...……... 41

11. Ringkasan hasil model treynor-mazuy untuk excess market return..…...……... 42

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Komposisi NAB reksa dana………...………...…... 2

2. Grafik IHSG periode 2007-2013………...………...…... 2

γ. Mekanisme kerja reksa dana………...………...………... 20

4. Diagram Capital Market Line (CML) ……..……...………….. 22

5. Diagram Security Market Line (SML) …...….. 23

6. Kerangka pemikiran analisis kinerja reksa dana saham …………... 30

7. Diagram kinerja kelompok reksa dana saham dengan pendekatan capital market line...……...…... 39

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil uji normalitas analisis grafik p-plot....………...….. 50

2. Hasil uji statistik non-parametrik kolmogorov-smirnov....…... 51

3. Hasil uji heterokedasitas melalui analisis grafik scatterplot... 52

4. Hasil regresi kelompok A...…...….. 53

5. Hasil regresi kelompok B...……... 54

6. Hasil regresi kelompok C...……... 55

7. Hasil regresi kelompok D...……... 56

8. Hasil regresi kelompok E...……... 57

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reksa dana merupakan wadah investasi yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal ritel yang ingin menanamkan modalnya di pasar keuangan tanpa harus memiliki keahlian khusus atau tidak memiliki cukup waktu untuk menganalisis secara mendalam portofolio investasinya. Manajer investasi akan menghimpun modal dana dari masyarakat untuk kemudian dikelola untuk mendapatkan pengembalian investasi yang optimal dan meninimalkan risiko.

Dana yang dihimpun dan dikelola secara kolektif oleh Manajer Investasi memungkinkan investor reksa dana untuk secara tidak langsung memiliki portofolio yang terdiri dari saham-saham perusahaan terbuka yang bernominal mahal ataupun obligasi non-ritel yang nilainya sangat besar dan sulit dijangkau investor individu. Selain itu, dengan berinvestasi di reksa dana, investor yang tidak memiliki cukup waktu dan pengetahuan dalam menyusun portofolio yang optimal akan terbantu oleh kerja Manajer Investasi. Manajer Investasi secara profesional akan melakukan analisa dan riset pasar yang diperlukan untuk menyusun portofolio. Portofolio yang terbentuk ini menjadikan investasi reksa dana terdiversifikasi dengan sendirinya ke beragam kelas aset sesuai dengan profil risiko investor reksadana.

Seiring dengan semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, reksa dana juga menjadi salah satu instrumen investasi yang mengalami perkembangan. Sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 1, pertumbuhan reksa dana berdasarkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) hampir selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Perkembangan reksa dana periode 2007-2013

Periode Jumlah Reksa dana NAB (Rp Juta) Jumlah UP Beredar (Rp Juta)

2007 473 92.190.634,60 53.589,97

2008 567 74.065.811,15 60.976,09

2009 610 112.983.345,09 69.985,51

2010 558 149.099.022,52 82.079,77

2011 646 168.236.889,71 98.982,08

2012 754 187.591.770,75 113.714,30

2013 823 192.544.524,23 120.886,85

(14)

Sedangkan komposisi NAB reksa dana berdasarkan jenisnya yang ditunjukan diagram pada Gambar 1 memperlihatkan reksa dana saham (42%) di urutan pertama diantara berbagai jenis reksa dana. Dibelakang reksa dana saham tercatat ada reksa dana terproteksi (21%), reksa dana pendapatan tetap (14%), reksa dana campuran (9%), reksa dana pasar uang (8%), dan 6% terdiri dari reksa dana jenis lainnya. Komposisi ini menunjukan bahwa reksa dana saham merupakan pemain utama dalam industri reksa dana.

Gambar 1. Komposisi NAB reksa dana (data diolah, OJK (2014)

Dana kelolaan reksa dana yang tercermin dalam NAB sempat turun pada tahun 2008 sebesar 19,66% dari Rp.92,19 Triliun menjadi Rp.74,06 Triliun, walaupun disaat yang sama jumlah reksa dana mengalami pertumbuhan dari 473 di tahun 2007 menjadi 567 di tahun berikutnya atau terdapat pertumbuhan sekitar 19,87% dan Jumlah UP beredar juga naik 13,78%. Penurunan NAB tersebut diyakini terjadi sebagai imbas dari krisis keuangan yang menerpa perekonomian global pada tahun 2008.

Gambar 2. Grafik IHSG periode 2007-2013 (data diolah, Yahoo Finance (2014)) 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(15)

Sepanjang tahun 2008 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sebesar 50,38% dari nilai pembukaan Januari 2008 sebesar 2731,51 dan ditutup di posisi 1355,41 pada Desember 2008 seiring dengan terjadinya krisis keuangan global. Sedangkan pada tahun 2009 pasar menunjukkan fase pemulihan yang dimulai dari periode Triwulan II-2009, IHSG mengalami kenaikan (marketrally) hingga akhir tahun dan ditutup pada posisi 2534,36 atau naik 76,32% dibanding nilai diawal tahun 2009, dan IHSG baru bisa kembali ke level sebelum fase kejatuhan atau level 2.700an yaitu pada Maret 2010. Namun begitu, kemampuan reksa dana untuk mengikuti pergerakan IHSG pun berbeda-beda, ada yang cepat naik mengikuti atau bahkan jauh melebihi indeks tapi ada juga reksa dana yang kinerjanya dibawah kenaikan IHSG. Dalam kondisi pasar yang ekstrim seperti terjadinya krisis keuangan tersebut, perbedaan karakteristik dan keandalan manajer investasi dari masing-masing produk reksa dana diyakini sangat mempengaruhi kinerja.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kinerja reksa dana saham di Indonesia disaat IHSG mengalami fase kejatuhan (market crash) dan pemulihan pasar (market rebound)?;

2. Bagaimana kinerja reksa dana saham di Indonesia berdasarkan metode pengukuran dengan penyesuaian risiko yang dimilikinya (risk adjusted measures)?;

3. Bagaimana kemampuan manajer investasi dalam hal pemilihan saham (stock selection skill) dan kemampuan penentuan dalam memutuskan untuk membeli atau menjual suatu saham berdasarkan perkiraan arah pasar di masa depan (market timing ability) ketika terjadi gejolak di pasar keuangan?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(16)

2. Menganalisis kinerja reksa dana saham di Indonesia berdasarkan metode pengukuran risk adjusted measures.

3. Menganalisis stock selection skill dan market timing ability manajer investasi ketika terjadi gejolak di pasar keuangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi investor, sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memilih produk reksa dana yang tepat.

2. Bagi manajer investasi, sebagai bahan masukan untuk melakukan evaluasi terhadap kemampuan market timing dan tingkat keberhasilan stock selection

produk reksa dana.

3. Bagi akademisi, diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan menambah pengetahuan di bidang pasar modal khususnya mengenai reksa dana.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Reksa dana yang diteliti adalah jenis produk reksa dana saham yang terdaftar di Bapepam-LK dan masih aktif hingga periode penelitian dilakukan.

2. Periode penelitian dilakukan dengan mengambil data NAB reksa dana saham mulai dari Januari 2008 sampai dengan Maret 2010 dimana periode krisis dan pemulihan pasar terjadi.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Portofolio

Teori portofolio modern pertama kali dikemukakan pada jurnal keuangan berjudul “Portfolio Selection” oleh Harry Markowitz, yang terbit tahun 195β.

Pada dasarnya portofolio merupakan usaha untuk memaksimalkan return dan meminimalisir risiko melalui diversifikasi pada investasi dengan mengkombinasikan berbagai jenis aset yang berbeda. Diasumsikan bahwa investor pada dasarnya menghindari risiko (risk averse), artinya apabila ada dua jenis aset investasi yang ditawarkan dengan expected return yang nilainya sama maka investor akan memilih yang risikonya lebih rendah. Investor hanya akan meningkatkan toleransi risiko jika dikompensasikan dengan expected return yang lebih tinggi.

Dengan melakukan diversifikasi, atau membentuk portofolio dengan menginvestasikan dana tidak hanya disatu aset saja melainkan kebeberapa aset

maka diharapkan investor dapat memperoleh return pada tingkat yang dikehendaki dengan risiko yang paling minimum. Ketika terjadi kerugian pada salah satu aset di dalam portofolio maka keuntungan sebagian aset yang lainnya akan menutup atau meminimalisir nilai kerugian yang mungkin terjadi.

2.1.1Return Portofolio

Return portofolio adalah keuntungan investasi dalam berbagai instrumen keuangan selama suatu periode tertentu. Return Portofolio dibagi menjadi dua (Jogiyanto, 2003), yaitu:

a. Return Realisasi Portofolio (Portfolio Realized Return)

Return Realisasi Portofolio (Portfolio Realized Return) adalah rata-rata tertimbang dari return-return realisasi tunggal di dalam portofolio tersebut.

Return realisasi portofolio dapat diformulasikan sebagai berikut: ………(1)

dimana :

Rp = return realisasi portofolio,

(18)

= return realisasi dari sekuritas ke I, = jumlah dari sekuritas tunggal.

b. Return Ekspektasi Portofolio (portfolio expected return)

Return Ekspektasi Portofolio (portfolio expected return) adalah rata-rata tertimbang dari return-return ekspektasi masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio. Return ekspektasi portofolio dapat diformulasikan sebagai berikut:

E( ) ……….………(2)

dimana:

E(Rp) = return ekspektasi dari portofolio,

= porsi dari sekuritas I terhadap seluruh sekuritas portofolio, E = return ekspektasi dari sekuritas ke I,

= jumlah dari sekuritas tunggal. 2.1.2RisikoPortofolio

Risiko ada dua jenis, yaitu risiko yang tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko Tidak Sistematis merupakan risiko tertentu perusahaan yang spesifik atau risiko perusahaan yang unik. Bagian dari variasi (berubah-ubahnya) pengembalian investasi yang dapat dihapuskan melalui pendiversifikasian investor. Sedangkan Risiko Sistematis merupakan risiko yang terkait pasar. Bagian dari variasi pengembalian investasi yang tidak bisa dihapus melalui pendiversifikasian investor. variasi ini diakibatkan oleh faktor yang mempengaruhi semua saham (Keown et al. 2002).

Risiko portofolio adalah risiko investasi dari sekelompok aset surat berharga. Ada dua ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui risiko portofolio, yaitu: a. Deviasi standar (variance),

Investor selalu mengharapkan tingkat imbal hasil tertentu dari suatu portofolio (expected return). Ketika actual return yang didapat nilainya berbeda, selisih nilai keduanya atau penyimpangan yang terjadi disebut sebagai deviasi standar. Secara matematis, risiko portofolio diformulasikan sebagai berikut:

(19)

dimana:

Var (Rp) = varian return portofolio sama dengan risiko portofolio

semakin besar varians atau deviasi standar, maka semakin besar risiko investasi.

b. Beta ( )

Beta ( ) adalah pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003). Sedangkan menurut Husnan (2006), Beta adalah kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar. Beta tidak lain merupakan koefisien regresi antara dua variabel, yaitu kelebihan tingkat keuntungan portofolio pasar (excess return of market portfolio) dan kelebihan keuntungan suatu saham (excess return of stock).

Saham dengan = 1 mempunyai risiko yang sama dengan pasar, artinya perubahan tingkat keuntungan saham akan sebanding secara linier dengan keuntungan portofolio pasar, sehingga diharapkan dapat memberikan imbal hasil atau return yang sama dengan yang dihasilkan oleh pasar atau membentuk Security Market Line (SML). Saham dengan > 1 mempunyai risiko yang lebih tinggi dari risiko pasar, artinya setiap perubahan portofolio pasar sebesar x% maka tingkat keuntungan saham akan berubah secara linier sebesar lebih dari x%, sehingga return yang didapat juga diharapkan dapat lebih tinggi dari tingkat return pasar. Saham dengan < 1 mempunyai risiko yang lebih kecil dari risiko pasar, artinya setiap perubahan portofolio pasar sebesar x% maka tingkat keuntungan saham akan berubah secara linier sebesar kurang dari x%, sehingga return yang didapat diperkirakan dibawah tingkat return pasar. Untuk memperhitungkan return portofolio dengan risiko pasar dapat menggunakan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model). CAPM dinyatakan dalam persamaan berikut (Husnan, 2006):

E( ) ………..……...…………(4)

dimana:

(20)

= risiko sistematis dari aset (beta), = return pasar.

2.2. Reksa Dana

2.2.1 Definisi

Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 1 ayat 27, definisi reksa dana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Sedangkan menurut Manurung (2002), reksa dana adalah portofolio aset keuangan yang terdiversifikasi, terdaftar sebagai perusahaan investasi yang terbuka, yang menjual saham kepada masyarakat dengan harga penawaran dan penarikannya pada harga nilai aktiva bersihnya. Penyertaan modal investor dalam produk reksa dana adalah dalam bentuk saham (shares) atau lebih umum disebut dengan unit penyertaan (UP). Unit penyertaan (UP) yang didapat investor pada setiap pembelian (subscription) dihitung dengan cara membagi jumlah nominal pembelian dalam rupiah (Rp) dengan harga pembelian (NAB/UP) atau harga unit penyertaan.

2.2.2 Bentuk Reksa Dana

Berdasarkan undang-undang no.8 tahun 1995 tentang pasar modal, bentuk hukum reksa dana adalah sebagai berikut:

1. Reksa dana Perseroan

Reksa dana berbentuk perseroan adalah emiten yang kegiatan usahanya menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. Reksa dana perseroan ini bisa bersifat terbuka (open-end investment company) atau tertutup (close- end investment company).

(21)

dan hanya bisa menjualnya kepada sesama investor di bursa. Reksa dana yang bersifat terbuka hanya dapat dijalankan kepada perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

2. Kontrak Investasi kolektif (KIK)

Bentuk reksa dana ini merupakan yang paling umum. Kontrak Investasi kolektif adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan di mana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.

Reksa dana berbentuk Kontrak Investasi kolektif menghimpun dana dengan menerbitkan unit penyertaan kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan di pasar uang.

2.2.3 Jenis-jenis Reksa dana

Berikut ini jenis-jenis reksa dana sesuai dengan yang tercantum dalam peraturan Bapepam-LK (sekarang menjadi Otoritas Jasa Keuangan) dan diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang terdiri dari reksadana konvensional, reksa dana terstruktur, reksadana syariah, dan reksadana pendukung pembiayaan sektor riil:

1. Reksa dana konvensional

Yang disebut reksa dana konvensional adalah jenis reksa dana bersifat terbuka yang secara umum dikenal luas oleh masyarakat dan dibedakan berdasarkan kebijakan portofolionya. Jenisnya sebagai berikut:

a. Reksa dana saham

Reksa dana saham adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh perseratus) dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas (saham).

(22)

cocok bagi investor yang memiliki tujuan finansial jangka panjang diatas 5 tahun dan memiliki profil pengambil risiko (risk taker).

b. Reksa dana pasar uang

Reksa dana pasar uang disini bukan berarti kebijakan investasinya memperdagangkan mata uang asing atau forex (foreign exchange). Instrumen pasar uang yang dimaksud disini terdiri dari efek bersifat utang jangka pendek atau jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun, deposito, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Mengingat risikonya yang relatif rendah maka reksa dana pasar uang cocok untuk investasi jangka pendek atau 1 tahun.

c. Reksa dana pendapatan tetap

Reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh perseratus) dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang yang diterbitkan pemerintah (Surat Utang Negara) dan perusahaan (obligasi korporasi).

Karena sebagian besar underlying-nya adalah surat utang dengan jatuh tempo diatas 1 tahun maka reksa dana pendapatan tetap memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding reksa dana pasar uang dan cocok untuk investasi jangka menengah (3 sampai 5 tahun) atau untuk investasi jangka panjang lebih dari 5 tahun bagi investor yang memiliki profil risiko moderat.

d. Reksa dana campuran

Reksa dana campuran adalah reksa dana yang melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas dan efek bersifat utang yang komposisi atau perbandingannya tidak termasuk reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap. Komposisi portofolio antara equitas (saham), obligasi, dan efek pasar uang tergantung kebijakan masing-masing produk dan manajer investasi.

(23)

2. Reksa dana terstruktur:

Reksa dana terstruktur adalah jenis reksa dana yang mempunyai struktur tertentu (misalnya jatuh tempo, aset, pencairan dana dan perhitungan imbal hasil sudah ditentukan sewaktu penerbitan) dan umumnya bersifat tertutup. a. Reksa dana indeks

Reksa Dana Indeks (RDI) atau (index fund) adalah reksa dana yang dikelola untuk mendapatkan hasil investasi yang mirip dengan suatu indeks yang dijadikan acuan, baik itu indeks obligasi maupun indeks saham. RDI mirip seperti Reksa Dana Terbuka, yaitu dapat dibeli dan dijual sewaktu-waktu setiap hari bursa. Pada RDI, minimum 80% asetnya harus diinvestasikan sesuai dengan aset-aset pada indeks acuannya, yang disebut dengan pengelolaan pasif.

b. Reksa dana terproteksi

Reksa Dana Terproteksi (RDT) atau (Capital Protected Fund) adalah reksa dana yang akan memproteksi 100% pokok investasi nasabah pada saat jatuh tempo. Reksa dana ini memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh manajer investasi, namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi. Berbeda dengan reksa dana terbuka dan reksa dana indeks, RDT memiliki masa penawaran sehingga Anda hanya dapat membeli reksa dana ini pada saat tertentu saja. RDT ditujukan bagi Anda yang bersifat konservatif yang menginginkan imbal hasil yang lebih terukur dalam jangka waktu investasi tertentu.

c. Reksa Dana Dengan Penjaminan

(24)

Dari ketiga Structured Fund, hanya Index Fund yang bisa ditawarkan terus menerus seperti layaknya jenis reksa dana konvensional. Sementara itu,

Capital Protected Fund dan Capital Guaranteed Fund memiliki masa penawaran yang terbatas.

d. Exchange Traded Fund (ETF)

Exchange Traded Fund (ETF) atau reksa dana yang unit penyertaannya dapat diperdagangkan di bursa merupakan pengembangan dari jenis reksa dana indeks. Dengan prinsip yang hampir sama dengan reksa dana indeks, perbedaan utamanya adalah ETF dapat dibeli melalui pasar sekunder melalui broker atau langsung melalui Manajer Investasi. Sementara reksa dana indeks dan reksa dana konvensional lainnya hanya dapat dibeli melalui Manajer Investasi Langsung.

3. Reksa dana Syariah

(25)

meliputi reksa dana konvensional (reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana campuran) dan reksa dana terstruktur (reksa dana indeks dan reksa dana terproteksi).

4. Reksa dana yang mendukung pembiayaan sektor riil: a. Dana Investasi Real Estate (DIRE)

Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau diluar negeri dikenal dengan sebutan Real Estate Investment Trust (REIT) adalah reksa dana yang menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada aset real estate, aset yang berkaitan dengan real estate dan atau kas atau setara kas sehingga pada prakteknya dana diinvestasikan untuk membeli real estate dalam bentuk tanah, bangunan, gedung ataupun saham dan obligasi perusahaan terbuka sepanjang diterbitkan oleh perusahaan berbasis properti.

DIRE diwajibkan menginvestasikan minimum 80% dari dana kelolaannya ke real estate dimana minimum 50%nya harus berbentuk aset real estate langsung. perhitungan NAB pada DIRE dilakukan oleh pihak penilai (appraiser).

Risiko yang dihadapi investor DIRE antara lain: Penyewa real estate yang gagal bayar, turunnya nilai properti (real estate), dan risiko likuiditas karena pencairan investasi dilakukan dengan menjual aset properti yang kurang likuid. Di Indonesia sendiri jenis reksa dana ini belum berkembang sebagaimana di luar negeri namun OJK melalui Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-426/BL/2007 Peraturan Nomor IX.M.2, sudah menyiapkan perangkat atau dasar hukum untuk mengantisipasi minat masyarakat terhadap Dana Investasi Real Estate (DIRE) di kemudian hari. b. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA)

(26)

Peningkatan Kredit (Credit Enhancement) / Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.

Jenis KIK-EBA yang berhasil diterbitkan di Indonesia adalah hasil kerja sama antara PT. Danareksa Investment Management, PT. Sarana Multigriya Financial dan Bank BTN, dimana KIK-EBA ini berbasis KPR yang diterbitkan oleh Bank BTN. Meski Kontrak Investasi Kolektif (KIK) mengacu kepada reksa dana, namun dalam prakteknya KIK EBA lebih diklasifikasikan sebagai obligasi karena sama-sama memiliki rating dan metode pembayarannya menyerupai obligasi amortisasi.

c. Reksa dana penyertaan terbatas

Reksa dana penyertaan terbatas adalah adalah reksa dana yang menghimpun dana dari pemodal profesional dan selanjutnya diinvestasi pada portofolio efek. Portofolio efek yang dimaksud disini tidak terbatas pada instrumen pasar modal namun bisa juga pembiayaan terhadap sektor riil. reksa dana ini hanya ditawarkan kepada pemodal profesional dan dilarang melalui penawaran umum dan atau dilarang dimiliki oleh 50 orang atau lebih, Sedangkan yang dimaksud dengan pemodal profesional adalah investor yang memiliki kemampuan menganalisa risiko reksa dana. Dari sisi keuangan minimum investasi adalah Rp 5 milliar atau $500.000 (lima ratus ribu Dolar AS) atau €500.000 (lima ratus ribu Euro) apabila menggunakan denominasi mata uang asing.

2.2.4 Manfaat Reksa dana

Reksa Dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif investasi yang menarik antara lain (Utomo, 2010):

1. Dikelola oleh manajemen profesional

(27)

2. Diversifikasi investasi

Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan Reksa Dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar. Dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau efek secara individu. 3. Transparansi informasi

Reksa Dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya secara kontinyu sehingga pemegang Unit Penyertaan dapat memantau keuntungannya, biaya, dan risiko setiap saat.Pengelola Reksa Dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan serta prospektus secara teratur sehingga Investor dapat memonitor perkembangan investasinya secara rutin.

4. Likuiditas yang tinggi

Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, Pemodal dapat mencairkan kembali Unit Penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana sehingga memudahkan investor mengelola kasnya. Reksadana terbuka wajib membeli kembali Unit Penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.

5. Biaya Rendah

Karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi. Biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila Investor individu melakukan transaksi sendiri di bursa. 2.2.5 Risiko Investasi Reksa Dana

(28)

1. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi atau sukuk, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya.

2. Risiko Likuiditas

Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. Hal ini dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect.

3. Risiko Pasar

Risiko yang terjadi ketika terjadi penurunan kinerja pasar saham atau pasar obligasi (bearish market) sehingga menyebabkan nilai portofolio secara keseluruhan ikut menurun.

4. Risiko Wanprestasi

Risiko yang terjadi apabila ada wanprestasi terhadap pertanggungan kekayaan. Wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana mengalami gagal bayar terhadap pertanggungan ataupun kewajiban.

5. Risiko politik dan ekonomi

Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana seperti resesi ekonomi, perubahan tingkat suku bunga, perubahan peraturan perpajakan, perubahan nilai tukar, dll.

2.2.6 Manajer Investasi

(29)

surat berharga dengan tujuan untuk mencapai target investasi yang menguntungkan bagi investor.

2.2.7 Bank Kustodian

Bank Kustodian adalah Bank Umum yang mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian, yaitu untuk memberikan jasa penitipan Efek (termasuk penitipan kolektif efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian) dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Dalam pengelolaan reksa dana, bank kustodian mengadministrasi setiap penggunaan dana yang dilakukan Manajer Investasi, bertanggung jawab menyimpan aset reksa dana, mencatat data nasabah, mencatat seluruh transaksi seperti pembelian (subscription) dan penjualan (redemption) unit penyertaan yang dilakukan, dan menghitung serta mengumumkan nilai aktiva bersih (NAB). Atas jasanya, Bank Kustodian mendapatkan imbalan berupa Custodian Fee.

2.2.8 Agen Penjual Reksa Dana

Agen penjual adalah pihak yang melakukan pemasaran atau penjualan reksa dana berdasarkan kontrak kerja sama dengan Manajer Investasi pengelola reksa dana.

2.2.9 Biaya Reksa Dana

Dalam pengelolaan reksa dana terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Perincian dan alokasinya adalah sebagai berikut:

1. Biaya yang menjadi beban reksa dana

 Jasa Manajer Investasi (management fee).  Jasa Bank Kustodian (custodian fee).

 Biaya transaksi efek dan registrasi efek, biaya pembaharuan prospektus, biaya distribusi surat konfirmasi transaksi dan laporan kepemilikan Unit Penyertaan, serta biaya audit.

(30)

 Biaya persiapan pembentukan reksa dana (pembuatan Kontrak Investasi Kolektif, prospektus awal, penerbitan dokumen-dokumen yang diperlukan termasuk imbal jasa akuntan, konsultan hukum dan notaris).

 Biaya administrasi (formulir-formulir) dan pemasaran (promosi). 3. Biaya yang menjadi beban pemegang unit penyertaan (investor)

 Biaya pembelian Unit Penyertaan (subscription fee).  Biaya penjualan kembali Unit Penyertaan (redemption fee).  Biaya pengalihan Unit Penyertaan (switching fee).

2.2.10 Prospektus dan Fund Fact Sheet Reksa Dana 1. Prospektus Reksa Dana

Setiap investor wajib membaca prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu produk reksa dana. Dengan membaca prospektus, investor dapat mempelajari perjanjian yang berlaku terhadap kontrak investasi reksa dana yang akan diikuti dan memahami mengenai tujuan dan kebijakan investasi, serta risikonya. Daftar isi dari suatu prospektus reksa dana umumnya adalah sebagai berikut:

 Sampul depan/Pendahuluan.  Istilah dan definisi.

 Informasi/keterangan reksa dana yang ditawarkan  Informasi mengenai Manajer Investasi.

 Informasi mengenai Bank kustodian.  Tujuan dan kebijakan investasi

 Metode penghitungan nilai pasar wajar  Perpajakan.

 Faktor-faktor risiko.  Manfaat investasi.

 Hak-hak pemegang unit penyertaan.  Imbal jasa dan alokasi biaya.

 Pembubaran dan likuidasi.

(31)

 Tata cara dan persyaratan penjualan kembali Unit Penyertaan.  Tata cara dan persyaratan pengalihan Unit Penyertaan.

 Penyebarluasan prospektus dan form pembelian Unit Penyertaan.  Laporan Keuangan

2. Fund Fact Sheet Reksa Dana

Selain membuat prospektus, Manajer Investasi juga wajib mempublikasikan laporan bulanan reksa dana berupa Fund Fact Sheet. Fund Fact Sheet berisi tentang profil singkat produk reksa dana, perbandingan kinerja reksa dana dengan

benchmark (tolok ukur), informasi total Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan nilai NAB/Unit Penyertaan, penjelasan mengenai alokasi aset atau komposisi portofolio, serta outlook Manajer Investasi mengenai kondisi pasar dan apa tindakan yang akan diambil di masa mendatang.

2.2.11 Mekanisme Kerja Reksa Dana

Berikut ini adalah bagan mekanisme kerja reksa dana yang menggambarkan hubungan kerja antar pihak yang terlibat dalam reksa dana (Pratomo, 2010):

Gambar 3. Mekanisme kerja reksa dana (Pratomo, 2007)

4

(32)

1. Transaksi pembelian, penjualan kembali, pengalihan unit penyertaan 2. Informasi adanya dana investasi/kebutuhan pencairan dana

3. Penyetoran dana pembelian atau pembayaran atas penjualan kembali 4. Perintah transaksi investasi kepada bank atau pialang

5. Eksekusi transaksi oleh bank atau pialang ke pasar uang/pasar modal 6. Konfirmasi transaksi kepada manajer investasi dan bank kustodian 7. Perintah penyelesaian (settlement) transaksi kepada bank kustodian 8. Eksekusi penyelesaian transaksi dan penyimpanan surat berharga 9. Laporan valuasi harian kepada manajer investasi

10. Perhitungan dan informasi NAB per unit dan kepemilikan unit 11. Laporan bulanan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 12. OJK melakukan pengawasan terhadap kegiatan reksa dana.

2.3. Kinerja Reksa Dana

Sebagaimana halnya produk investasi pada umumnya, kinerja merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modal. Dengan berbagai metode pengukuran yang ada saat ini, kegiatan pemantauan kinerja reksa dana dapat dilakukan untuk mengetahui apakah imbal hasil yang diberikan telah sesuai dengan harapan atau tidak.

………...……...……...……(5)

dimana:

= nilai aktiva bersih pada waktu t,

= nilai aktiva bersih pada waktu sebelumnya. 2.3.1 Pengukuran Kinerja Sharpe, Treynor, dan Jensen

(33)

performance menggunakan tiga ukuran untuk mengukur kinerja yaitu ukuran kinerja Sharpe, Treynor, dan Jensen.

1. Pengukuran Kinerja Sharpe

Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh William Sharpe ini disebut juga dengan istilah Reward to Variability Ratio (RVAR) yang perhitungannya didasarkan pada konsep Capital Market Line (CML).

Nilai dari indeks Sharpe didapat dari nilai risk premium dibandingkan dengan standar deviasi . Risk premium merupakan selisih dari return portofolio dikurangi dengan return aset bebas risiko ( ) yang menggunakan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan standar deviasi merupakan nilai dari total risiko hasil jumlah dari risiko sistematik (risiko pasar) dan risiko unsistematik (risiko unik). Semakin tinggi nilai indeks Sharpe maka reksa dana tersebut memiliki kinerja yang semakin baik.

Gambar 4. Diagram Capital Market Line (CML)

Selanjutnya untuk mengetahui apakah kinerja reksa dana dapat lebih baik (outperform) atau lebih buruk (underperform) terhadap pasarnya sebagai

benchmark maka nilai Sharpe reksa dana dapat dibandingkan dengan nilai

Sharpe pasarnya.

Indeks Sharpe dihitung dengan formula sebagai berikut (Manurung, 2000):

………...……....……...……(6) CML

Standar Deviasi Return yang

diharapkan

(34)

dimana:

= indeks kinerja Sharpe,

= return portofolio atau tingkat pengembalian pasar, = return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko,

= total risiko yang hasil jumlah dari risiko sistematik & risiko unsistemat unsistematik.

2. Pengukuran Kinerja Treynor

Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Jack Treynor ini disebut juga dengan istilah Reward to Volatility Ratio (RVOR). Berbeda dengan indeks

Sharpe yang menggunakan Capital Market Line (CML), pada pengukuran dengan metode Treynor, yang digunakan adalah Security Market Line (SML) dimana diasumsikan bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan hanya risiko sistematik pasar.

Gambar 5. Diagram Secutiry Market Line (CML)

Bila Pada pengukuran indeks Sharpe yang menjadi faktor pembagi adalah standar deviasi yang merupakan total risiko, maka pada indeks Treynor yang digunakan adalah Beta ( ) portofolio yang merupakan risiko pasar dari portofolio atau juga disebut risiko sistematik pasar.

Indeks Treynor dihitung dengan formula sebagai berikut (Manurung, 2000): ………...…….………...……...……(7)

dimana:

SML

Beta Risiko Return yang

diharapkan

(35)

= indeks kinerja Treynor, = return portofolio,

= return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko, = risiko sistematik portofolio (Beta).

Sama halnya dengan pengukuran Sharpe, semakin tinggi nilai indeks pada pengukuran Treynor menunjukan semakin baiknya kinerja dari reksa dana tersebut. Sedangkan untuk membandingkan dengan kinerja reksa dana terhadap kinerja pasar, nilai indeks Treynor reksa dana juga dibandingkan dengan nilai Treynor pasarnya.

Pengukuran kinerja secara Sharpe dan Treynor merupakan komplemen yang saling melengkapi satu dengan lainnya, namun memberikan informasi yang berbeda. Pada portofolio yang tidak terdiversifikasi Treynor akan mendapat peringkat yang tinggi, namun peringkatnya lebih rendah dalam pengukuran

Sharpe. Pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik akan mendapat peringkat yang sama untuk kedua jenis pengukuran (Gunawan, 2010).

3. Pengukuran Kinerja Jensen

Pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Michael Jensen ini umumnya disebut juga dengan Indeks kinerja Jensen Alpha (α) yang didasarkan pada Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model pengukuran kinerja Jensen

bertujuan untuk mengukur perbedaan risiko premium portofolio (portfolio risk premium) dari risiko premium pasar (market risk premium) pada tingkat beta portofolio tertentu.

Pengukuran ini untuk menilai apakah manajer investasi dalam mengelola portofolio reksa dana dapat memberikan tingkat pengembalian diatas kinerja pasar sesuai dengan risiko yang dimilikinya (risk adjusted).

(36)

tersebut dapat disebut memiliki nilai alpha (α) positif. Semakin tinggi nilai alpha(α) positif menunjukkan kinerja portofolio yang semakin baik.

Pengukuran Jensen dirumuskan sebagai berikut (Manurung, 2000): …...…….………...…...……(8)

dimana:

= indeks kinerja Jensen Alpha,

= return portofolio atau tingkat pengembalian portofolio, = return bebas risiko tingkat bunga bebas risiko,

= return pasar atau tingkat pengembalian pasar,

= risiko pasar dari portofolio atau risiko sistematik portofolio (Beta). 2.3.2 Stock Selection dan Market Timing

Konsep kinerja portofolio dibagi menjadi dua dimensi, yaitu (1) kemampuan manajer portofolio atau analisis sekuritas untuk meningkatkan return

portofolio melalui prediksi yang tepat tentang harga sekuritas di masa yang akan datang, (2) kemampuan manajer portofolio untuk meminimalkan risiko (melalui diversifikasi yang efisien) yang muncul dari kepemilikan portoflio (Jensen, 1968).

Kemampuan manajer investasi dalam memilih saham-saham yang tepat dalam suatu portofolio disebut dengan stock selection skill. Dengan melakukan pemilihan terhadap saham-saham yang dianggap paling potensial dan diharapkan dapat memberikan return yang optimal di masa depan dengan menekan tingkat risiko sejalan dengan terdiversifikasinya saham-saham didalam portofolio. Sedangkan market timing ability adalah kemampuan manajer investasi dalam memutuskan untuk membeli atau menjual suatu saham berdasarkan perkiraan arah pasar di masa depan.

Kesuksesan market timing dari sebuah portofolio memiliki hubungan dengan beta yang memiliki nilai tinggi pada saat pasar naik dan memiliki hubungan dengan beta yang memiliki nilai rendah pada saat pasar mengalami penurunan. Dengan kata lain ketika pasar sedang naik ( > ) maka manajer investasi akan merubah komponen portofolionya dengan beta yang memiliki nilai tinggi ( > 1) tetapi ketika pasar sedang mengalami penurunan ( < ) maka manajer investasi akan merubah komponen portofolio dalam reksa dana dengan

(37)

Untuk mengukur stock selection skill dan market timing dapat digunakan model Treynor-Mazuy sebagai berikut:

Menurut Treynor dan Mazuy (1966) bahwa ketika nilai (α) atau alpha positif berarti menunjukan adanya kemampuan selectivity dan ketika nilai ( ) positif

berarti menunjukan adanya kemampuan market timing, maka hal ini mengindikasikan bahwa manajer investasi menghasilkan excess return portfolio

reksa dana yang lebih besar dibandingkan dengan excess return market.

Metode dalam pengukuran model Treynor-Mazuy (1996) diformulasikan sebagai berikut:

………(9)

dimana :

= Returnreksa dana pada periode t = Return bebas risiko pada periode t

= Return pasar pada periode t

= Intercept yang merupakan indikasi stock selection dari manajer investasi

= Koefisien regresi excess market return atau slope waktu pasar turun (bearish)

= Koefesien regresi yang merupakan indikasi kemampuan market timing

dari manajer investasi = Random error.

2.4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengukuran kinerja portofolio maupun reksa dana yang dijadikan bahan referensi adalah sebagai berikut:

(38)

SBI dan deposito. Berdasarkan model Henriksson-Merton, dan model Treynor-Mazuy, semua kelompok manajemen investasi telah berhasil melakukan Market Timing dan Stock Selection walaupun secara statistik tidak signifikan.

2. Lubis (β009) dengan judul “Identifikasi Kemampuan Selectivity dan Market Timing pada Reksa Dana Saham Indonesia”. Pada penelitian ini menggunakan model Henriksson-Merton dengan periode penelitian mulai dari bulan Januari 2004 sampai dengan Desember 2008. Hasilnya dari 13 sampel reksa dana saham disimpulkan belum terdapat kemampuan

Selectivity dan Market Timing. Gunawan (β010) dengan judul “Kinerja

Reksa Dana Indonesia pada Saat Bullish Market, Crash Market, dan

Rebound Market”. Pada penelitian ini menggunakan Treynor Ratio dan

Sharpe Ratio (Stock Selection), Model Henriksson-Merton (Market Timing), dan Snail Trail (Risk dan Return time-to-time), dengan periode penelitian mulai dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kinerja RDS Indonesia periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 sebagian besar mengalahkan annual return pasar (Index LQ45), bahkan di saat crash market tahun 2008 performa RDS pun lebih baik (resilient) dalam menghindari krisis. RDS yang ber-AUM besar mempunyai kecenderungan kinerja superior yang lebih stabil jika dibandingkan dengan RDS ber-AUM kecil dan kinerja RDS dipengaruhi oleh kondisi pasar atau dalam hal ini volatilitas harga saham.

3. Winingrum (β011) dengan judul “Analisis Stock Selection Skills, Market Timing Ability, Size Reksa Dana, Umur Reksa Dana dan Expense Ratio

terhadap Kinerja Reksa Dana Saham yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-β010”. Pada penelitian ini menggunakan model Treynor-Mazuy dengan periode penelitian mulai dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2010. Hasil pengujian pada penelitian menunjukkan secara simultan stock selection skills, market timing ability,

size reksa dana, umur reksa dana dan rasio biaya berpengaruh signifikan terhadap kinerja reksa dana, sedangkan pengujian parsial diperoleh hasil

(39)

signifikan terhadap kinerja reksa dana; size reksa dana dan rasio biaya berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja reksa dana, sedangkan umur reksa dana berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja reksa dana.

(40)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua produk Reksa Dana Saham (RDS) terbuka (open-end funds) non syariah yang terdaftar di Bapepam-LK pada periode penelitian tahun 2008 dan masih aktif sampai dengan Desember 2013, sedangkan untuk pemilihan RDS yang akan dijadikan sampel penelitian dilakukan berdasarkan proportionate stratified random sampling sehingga dapat dikelompokan menjadi 6 kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok A, RDS dengan dana kelolaan besar atau RDS dengan Asset Under Management (AUM) diatas Rp. 500 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian diatas 5 tahun;

2. Kelompok B, RDS dengan dana kelolaan besar atau RDS dengan AUM diatas Rp. 500 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian dibawah 5 tahun;

3. Kelompok C, RDS dengan dana kelolaan menengah atau RDS dengan AUM diantara Rp. 100-499 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian diatas 5 tahun;

4. Kelompok D, RDS dengan dana kelolaan menengah atau RDS dengan AUM diantara Rp. 100-499 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian dibawah 5 tahun;

5. Kelompok E, RDS dengan dana kelolaan kecil atau RDS dengan AUM dibawah Rp. 100 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian diatas 5 tahun;

6. Kelompok F, RDS dengan dana kelolaan kecil atau RDS dengan AUM dibawah Rp. 100 miliar, dan umur RDS pada periode penelitian dibawah 5 tahun;

(41)

Untuk mengukur kinerja RDS, sumber data yang digunakan adalah data reksa dana saham yang diperoleh dari situs Bapepam-LK;

3. Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 1 bulan yang diperoleh dari situs Bank Indonesia;

4. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperoleh dari situs Yahoo Finance.

Tabel 2. Daftar enam kelompok reksa dana saham

Produk RDS Manajer Investasi Kriteria Kelompok

Schroder Dana Prestasi

Plus PT. Schroder Investment Management AUM > Rp.500

miliar & umur > 5 tahun

A Manulife Dana Saham PT. Manulife Asset Manajemen Indonesia

Fortis Pesona PT. Fortis Investment Management Manulife Saham Andalan PT. Manulife Asset Manajemen Indonesia

AUM > Rp.500 miliar & umur < 5 tahun

B Fortis Infrastruktur Plus PT. Fortis Investment Management

First State Indoequity

Sectoral Fund PT. First State Investment Indonesia

Danareksa Mawar PT. Danareksa Investment Management AUM Rp.100-499 miliar & umur > 5 tahun

C Bahana Dana Prima PT. Bahana TCW Investment Management

Batavia Dana Saham PT. Batavia Prosperindo Aset Manajemen

Pratama Saham PT. Pratama Capital Assets Management AUM Rp.100-499 miliar & umur < 5 tahun

D

Makinta Mantap PT. Makinta Asset Management

Dana Ekuitas Prima PT. Bahana TCW Investment Management

BNI Dana Berkembang PT. BNI Asset Management AUM < Rp.100 miliar

& umur > 5 tahun

E

Rencana Cerdas PT. Ciptadana Asset Management Axa Citradinamis PT. AXA Asset Management Indonesia

Simas Danamas Saham PT. Sinar Mas Asset Management AUM < Rp.100 miliar

& umur < 5 tahun

F

Lautandhana Equity PT. Lautandhana Investment Management Grow-2-Prosper PT. Corfina Capital

(42)

3.1. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka pemikiran analisis kinerja reksa dana saham

3.2. Metode Analisis

Metode analisis kinerja reksa dana saham yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pengembalian (return) portofolio diukur dengan membandingkan tingkat pengembalian yang dihasilkan portofolio dengan tingkat pengembalian pasar (Indeks Harga Saham Gabungan) dan dihitung berdasarkan nilai yang disetahunkan (annualized);

2. Pengukuran kinerja dengan penyesuaian terhadap risiko yang dimilikinya (risk adjusted measures) menggunakan tiga indikator yaitu: indeks Sharpe,

Treynor, dan Jensen Alpha;

(43)

3. Analisis kemampuan manajer investasi dalam hal stock selection skill dan

market timing ability bantuan software SPSS versi 15.0 for windows menggunakan model regresi Treynor-Mazuy.

3.3. Uji Asumsi Klasik

Untuk mendapatkan model regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka sebelumnya akan dilakukan pengujian / analisis awal sebagai berikut:

3.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut terdistribusi secara normal.

Cara untuk mengetahui normalitas residual adalah melalui analisis grafik (Histogram dan Normal PPlot) dan analisis statistik. Analisis grafik, yaitu dengan melihat grafik Histogram dan grafik P-Plot yang membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal, dasar pengambilan keputusannya yaitu:

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Analisis statistik, yaitu dengan melihat uji statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov. Apabila hasil atau nilai Kolmogorov-Smirnov dan nilai Asymp.sig (2-tailed) atau probabilitasnya di atas 0,05, maka data telah memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2006).

3.3.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat apakah ada variabel yang saling berkolerasi pada variabel bebas (independent variable). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah multikolinieritas sehingga model regresi tidak dapat digunakan.

(44)

0,10 atau VIF ≥ 10 maka terdapat multikolinieritas, sehingga variabel tersebut tidak bisa digunakan (Ghozali, 2006).

3.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi lainnya (Ghozali, 2006).

Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan melakukan pengujian terhadap nilai Durbin-Watson dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3. Pengambilan keputusan autokorelasi

Hipotesis Nol (H0) Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada korelasi negatif

Tidak autokorelasi positif atau negatif

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual pengamatan satu ke pengamatan lain (Ghozali, 2006). Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedastisitas. Heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat

grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.

(45)

a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi

heteroskedastisitas.

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Asumsi Klasik 4.1.1 Uji Normalitas

Berdasarkan analisis grafik P-Plot sebagaimana terdapat pada Lampiran 1, data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya yang menunjukkan pola distribusi normal sehingga model regresi dapat memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan berdasarkan uji statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov terhadap residual regresi didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Ringkasan uji normalitas non-parametrik kolmogorov-smirnov

Kelompok Kolmogorov-Smirnov Z Asymp.sig (2-tailed) Kesimpulan

A 0,895 0,399 terdistribusi normal

B 0,656 0,782 terdistribusi normal

C 0,968 0,305 terdistribusi normal

D 0,457 0,985 terdistribusi normal

E 0,810 0,529 terdistribusi normal

F 0,815 0,520 terdistribusi normal

Terlihat bahwa nilai P-value yaitu Asymp.sig (2-tailed) bernilai di atas 0,05

level of significant (α), maka dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal berdasarkan uji statistik normalitas Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov.

4.1.2 Uji Multikolinieritas

Dengan melihat tabel coefficient hasil regresi didapatkan nilai toleransi 0,785 dan nilai VIF (Variance Inflation Factor) 1,274. Dengan syarat terjadinya multikolinieritas apabila nilai toleransi ≤ 0,10 atau VIF ≥ 10, maka berdasarkan hasil uji tersebut variabel dinyatakan bebas multikolinieritas dan bisa digunakan dalam model regresi.

4.1.3 Uji Autokorelasi

(47)

Dengan jumlah variabel bebas (k) = 2 dan jumlah sampel (n) = 27, maka berdasarkan tabel Durbin-Watson didapat dl = 1,24 dan du = 1,56.

Tabel 5. Ringkasan uji autokorelasi durbin-watson

Kelompok dl du

Durbin-Berdasarkan uji diatas dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas autokorelasi.

4.1.4 Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan pengamatan terhadap scatterplot sebagaimana terdapat pada Lampiran 3, titik-titik yang muncul memiliki kecenderungan untuk menyebar dan tidak membentuk pola tertentu yang jelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi cukup baik (homokedastisitas) atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.2. Analisis Kinerja Reksa Dana

Pada bagian ini ditampilkan kinerja kelompok reksa dana yang dihitung

berdasarkan periode penelitian Januari 2008 sampai dengan Maret 2010, yaitu

periode dimana IHSG mengalami fase kejatuhan (market crash) dan pemulihan pasar (market rebound) yang dihitung berdasarkan tingkat pengembalian rata-rata disetahunkan (annual average return). Kemudian kinerja kelompok reksa dana saham di Indonesia diperbandingkan berdasarkan metode pengukuran dengan penyesuaian risiko yang dimilikinya (risk-adjusted measures) menggunakan indeks pengukuran kinerja Sharpe, Treynor, dan Jensen Alpha.

Indeks Sharpe menggambarkan kinerja portofolio berdasarkan total risiko yang dimilikinya melalui pengukuran risk premium terhadap standar deviasi atau

0 dl du 4-du 4-dl 4 2

(48)

simpangan baku dari fluktuasi perubahan nilai. Semakin tinggi nilai indeks

Sharpe maka reksa dana tersebut memiliki kinerja yang semakin baik.

Indeks Treynor sejatinya mirip dengan Indeks Sharpe, namun yang membedakan adalah pada Treynor mengukur volatilitas portofolio dengan membandingkan terhadap risiko sistematik pasar yang didapat dari nilai Beta ( ). Semakin tinggi nilai indeks Treynor juga diartikan reksa dana tersebut memiliki kinerja yang semakin baik.

Sedangkan Indeks Jensen Alpha digunakan untuk menilai apakah manajer investasi dalam mengelola portofolio reksa dana dapat memberikan tingkat pengembalian diatas kinerja pasar sesuai dengan risiko yang dimilikinya (risk adjusted). Indeks Jensen Alpha didapat dengan mengukur perbedaan risiko premium portofolio (portfolio risk premium) dari risiko premium pasar (market risk premium) pada tingkat beta portofolio tertentu. Semakin tinggi nilai alpha(α)

positif menunjukkan kinerja portofolio yang semakin baik. Tabel 6. Definisi operasional variabel

Variabel Definisi Formula / keterangan

Return Reksa Dana atau

Return Portfolio (Rp)

Perbandingan antara selisih return pada akhir dengan awal periode. Return reksa dana disetahunkan.

Risk Free Rate Tingkat suku bunga bebas risiko pada periode t

Tingkat suku bunga

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 1 bulan

Standar Deviasi Tingkat penyimpangan return

yang diperoleh dari tingkat return rata-rata. Nilai standar deviasi disetahunkan.

Beta Coefficient Risiko sistematik portofolio

Risiko Premium

Portofolio (portfolio risk premium)

Selisih antara return portofolio dengan tingkat suku bunga bebas risiko

Rp - Rf

Risiko Premium Pasar (market risk premium)

Selisih antara return pasar (IHSG) dengan tingkat suku bunga bebas risiko (SBI)

(49)

Return dari tiap kelompok dihitung berdasarkan return rata-rata dari ketiga produk sampel reksa dana saham yang diambil dari pergerakan bulanan NAB dan kemudian nilainya disetahunkan. Ringkasan hasil analisis kinerja reksa dana saham yang didapat adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Analisis kinerja reksa dana saham

Kelompok Kriteria

(50)

dari 5 tahun; peringkat 5, Kelompok D (Pratama Saham, Makinta Mantap, dan Dana Ekuitas Prima). Kelompok D kategori reksa dana dengan dana kelolaan menengah dan masih berumur kurang dari 5 tahun; sedangkan di peringkat terakhir adalah Kelompok E (BNI Dana Berkembang, Rencana Cerdas, dan Axa Citra Dinamis).

Tabel 8. Peringkat kinerja kelompok reksa dana saham

Peringkat Kelompok Produk Reksa Dana Saham Kriteria

1 A

Schroder Dana Prestasi Plus, Manulife Dana Saham, dan Fortis Pesona Bahana Dana Prima, dan Batavia Dana Saham

AUM Rp.100-499 M & umur > 5 tahun

4 B

Manulife Saham Andalan, Fortis Infrastruktur Plus, dan First State Indoequity Sectoral Fund

AUM > Rp.500 M &

Apabila kinerja tersebut dijelaskan melalui diagram dengan berdasarkan pada pendekatan Capital Market Line (CML) dan Security Market Line (SML) pada periode penelitian Januari 2008 sampai dengan Maret 2010, atau periode dimana IHSG mengalami fase kejatuhan (market crash) dan pemulihan pasar (market rebound) maka menunjukan slope yang negatif, hal ini menggambarkan bagaimana ketika terjadi gejolak di pasar keuangan ditandai dengan tingkat suku bunga yang tinggi dan return pasar yang rendah.

(51)

penurunan suku bunga untuk mendorong perekonomian, hingga akhirnya bulan Juli 2009 suku bunga diturunkan hingga 6,5% dan IHSG berangsur-angsur naik kembali menandai periode pemulihan pasar.

Gambar 7. Diagram kinerja kelompok reksa dana saham dengan pendekatan capital market line

Semua titik diatas garis CML menunjukan reksa dana yang memiliki indeks Sharpe diatas pasar (IHSG) atau bisa juga diartikan memiliki kinerja diatas pasar. Standar deviasi (simpangan baku) menunjukan return per unit risiko atau fluktuasi perubahan nilai (volatilitas).

Gambar 8. Diagram kinerja kelompok reksa dana saham dengan pendekatan security market line

Pada pendekatan SML, titik diatas garis SML menunjukan reksa dana yang memiliki indeks Treynor diatas pasar (IHSG) atau bisa juga diartikan memiliki kinerja diatas pasar. Selain itu, garis SML yang merepresentasikan CAPM juga menggambarkan opportunity cost dari kegiatan investasi. Titik diatas garis SML disebut portofolio yang undervalued (dihargai dibawah yang seharusnya) karena dengan risiko melekat yang dimilikinya (beta), reksa dana tersebut mampu memberikan return yang lebih tinggi, sedangkan titik dibawah garis SML disebut

Gambar

Gambar 2. Grafik IHSG periode 2007-2013 (data diolah, Yahoo Finance (2014))
Gambar 3. Mekanisme kerja reksa dana (Pratomo, 2007)
Gambar 4. Diagram Capital Market Line (CML)
Gambar 5. Diagram Secutiry Market Line (CML)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada tahun 2011 dan 2013 reksa dana konvensional memiliki tingkat pengembalian yang lebih baik dibandingkan reksa dana syariah

Berdasarkan Treynor dan Jensen, reksa dana saham juga reksa dana campuran konvensional memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan reksa dana saham juga reksa

Di Indonesia, penelitian kinerja Reksa Dana saham dengan basis data harian telah dilakukan oleh Aditya Warman (2003) yang menemukan bahwa kinerja portofolio Reksa Dana saham

Metode yang digunakan untuk menilai kinerja masing-masing reksa dana menggunakan Sharpe Ratio dan untuk menentukan seberapa efektif manajer investasi melakukan

Reksa dana tersebut memiliki berbagai jenis, dan yang paling umum digunakan oleh investor adalah reksa dana berdasarkan kebijakan portofolio investasi yang terdiri

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja Reksa Dana Saham menurut Metode Treynor, Metode Sharpe dan Metode Jensen, kemudian apakah kinerja Reksa

Dalam perhitungan Nilai Pasar Wajar Surat Berharga Negara yang menjadi Portofolio Efek Reksa Dana Terproteksi, Manajer Investasi dapat menggunakan metode harga

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil penelitian antara reksa dana saham yang di ukur dengan menggunakan metode Metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Untuk mengetahui Reksa Dana