• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Stroke Yang Dirawat Di Stroke Corner Dengan Yang Dirawat Di Bangsal Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Stroke Yang Dirawat Di Stroke Corner Dengan Yang Dirawat Di Bangsal Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

LAURA OCTAVINA SIAGIAN 087112005

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBANDINGAN KEJADIAN PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA PASIEN STROKE YANG DIRAWAT DI STROKE CORNER

DENGAN YANG DIRAWAT DI BANGSAL RINDU A4 RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAURA OCTAVINA SIAGIAN 087112005

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis :Perbandingan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Stroke Yang Dirawat Di Stroke Corner Dengan Yang Dirawat Di Bangsal Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : LAURA OCTAVINA SIAGIAN Nomor Induk Mahasiswa : 087112005

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K) dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 21 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) ………… Anggota : 1. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S (K) ………… 2. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S ………… 3. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K) ………… 4. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K) ………… 5. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S ………… 6. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S ………… 7. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S ………… 8. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S ………… 9. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S ………… 10. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S ………… 11. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S ………… 12. Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, MSi,Med ...

(5)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KEJADIAN PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA PASIEN STROKE YANG DIRAWAT DI STROKE CORNER

DENGAN YANG DIRAWAT DI BANGSAL RINDU A4 RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 21 Juni 2010

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan segala berkat dan rahmatNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu

Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan

Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP

H.Adam Malik Medan, guru dan pembimbing penulis dalam

penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian

membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan

(7)

3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak

memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S dan Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K),

selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah

mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai

dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru penulis: Prof. Dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); Dr. H.

Hasanuddin Rambe, Sp.S (K); Alm. Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S

(K); Alm. Dr. Ahmad Syukri, Sp.S (K); Dr. LBM Sitorus, Sp.S; Dr.

Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. H. Yuneldi Anwar, Sp.S (K); Dr. Kiking

Ritarwan, MKT, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Alm. Dr. Dadan

Hamdani, Sp.S; Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti,

Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki

M.Iqbal, Sp.S; Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S,

Msi,Med; Dr. Aida Fitri, Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan

selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik

sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister

(8)

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang

telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi

dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi

FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan

masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam

berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan

dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis

menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik

Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah

bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran

Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu

Penyakit Saraf.

10. Semua pasien stroke yang telah bersedia berpartisipasi secara

sukarela dalam penelitian ini.

11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi Drs. S.

Siagian, M.Pd dan Dra. L. Pangaribuan, M.Pd yang telah bersusah

payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu

(9)

12. Saudara kandung saya, Monika Siagian, SE, dan Petra H. Siagian

yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama

menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis

Ilmu Penyakit Saraf.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi

baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam

mewujudkan cita-cita penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis

(10)

ABSTRAK

Latar Belakang : Pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke yang menyulitkan penyembuhan pasien. Insidens yang tinggi dari pneumonia nosokomial merupakan masalah yang sering terjadi di rumah sakit.

Tujuan : Studi ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke yang dirawat di stroke corner dengan yang dirawat di bangsal Rindu A4 RS. Haji Adam Malik Medan.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada pasien stroke yang dirawat di stroke corner dengan yang dirawat di bangsal RSUP H. Adam Malik Medan periode Desember 2009 – Juni 2010. Kriteria inklusi adalah semua pasien stroke yang dibuktikan dengan CT-Sken kepala tanpa ada infeksi paru sebelumnya. Diagnosa pneumonia nosokomial ditegakkan berdasarakan kriteria dari CDC.

Hasil : Terdapat 56 pasien stroke yang menderita pneumonia nosokomial, terdiri dari 28 pasien dari 123 pasien yang dirawat di stroke corner dan 28 pasien dari 77 pasien yang dirawat di bangsal. Pasien di stroke corner dan di bangsal memiliki karakteristik yang hampir sama. Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di stroke corner 4,93 hari, sedangkan yang di bangsal 2,93 hari. Kuman penyebab pneumonia nosokomial yang terbanyak di bangsal adalah S.pneumonia (17,85%), dan di stroke corner adalah

K.pneumonia (21,4%). Tingkat kejadian pneumonia nosokomial di stroke corner

sebanyak 22,76%, sedangkan tingkat kejadian pneumonia nosokomial di bangsal sebanyak 36,36%. Uji chi-square menunjukkan hasil yang signifikan, p= 0,037.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke yang dirawat di bangsal dibandingkan dengan stroke corner (p= 0,037).

(11)

ABSTRACT

Background : Pneumonia is a common complication after stroke that make the recovery more difficult. High incidence of nosocomial pneumonia are the most common problem in the hospital.

Objective : The purpose of this study is to compare the event of nosocomial pneumonia between stroke patients who stayed in stroke corner and in ward Adam Malik Hospital Medan.

Methods : This cross sectional study observed stroke patients who stayed in stroke corner and in ward from December 2009 until June 2010. The inclusion criteria were all stroke patients confirmed by head CT-Scan without any lung infection before. Nosocomial infection diagnosed by using CDC criteria.

Results : There were 56 patients who suffered from nosocomial pneumonia. They were 28 patients from 123 patients who stayed in stroke corner and 28 patients from 77 patients who stayed in ward. All the patients almost had same characteristic. The average of time to make nosocomial pneumonia in stroke corner was 4,93 days, and in ward 2,93 days. S.pneumonia (17,85%) is the most common etiology of nosocomial pneumonia in ward. K.pneumonia (21,4%) is the most common etiology of nosocomial pneumonia in stroke corner. The evidence of nosocomial pneumonia in stroke corner was 22,76% and in ward 36,36%. Chi-square test showed significant result, p = 0,037.

Conclusions : There was a difference of the event of nosocomial pneumonia between stroke patients who stayed in stroke corner and in ward (p= 0,037).

Key word : stroke, nosocomial pneumonia, stroke corner, ward.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN

Halaman Pengesahan Tesis... ii

Ucapan Terima Kasih ... v

Abstrak... ix

Abstract... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 3

I.3. Tujuan Penelitian ... 3

I.4. Hipotesa... 4

I.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

II.1. Stroke ... 5

II.1.1. Definisi ... 5

II.1.2. Epidemiologi ... 5

II.1.3. Klasifikasi Stroke ... 6

II.1.4. Faktor Risiko... 6

II.1.5. Patofisiologi ... 8

II.1.6.1. Patofisiologi Stroke Iskemik ... 8

II.1.6.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik ... 10

II.2. Pneumonia Nosokomial ... 11

II.2.6. Kriteria Diagnosis... 15

II.3. Pneumonia sebagai komplikasi dari Stroke ... 16

II.4. Peranan Stroke Corner dalam Penatalaksanaan Stroke ... 17

II.5. Kerangka Konsepsional ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

III.1. Tempat dan Waktu ... 22

III.2. Subjek Penelitian ... 22

III.2.1. Populasi Sasaran... 22

III.2.2. Populasi Terjangkau ... 22

III.2.3. Besar Sampel ... 23

(13)

III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 24

III.3. Batasan Operasional ... 24

III.4. Instrumen... 26

III.5. Rancangan ... 26

III.6. Pelaksanaan Penelitian ... 26

III.6.1. Pengambilan Sampel... 26

III.6.2. Kerangka Operasional ... 27

III.7. Variabel yang Diamati... 28

III.8. Analisa Statistik... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29

IV.1. Hasil Penelitian... 29

IV.1.1. Karakteristik Penelitian ... 29

IV.1.2. Karakteristik pasien stroke yang dirawat di stroke corner...29

IV.1.3. Karakteristik pasien stroke yang dirawat di bangsal ... 31

IV.1.4. Waktu Rata-Rata Timbulnya Pneumonia Nosokomial ... 32

IV.1.5. Patogen Penyebab Pneumonia Nosokomial ... 33

IV.1.6. Perbedaan Karakteristik Pasien Stroke Yang Dirawat di Bangsal dan Stroke Corner... 34

IV.1.7. Perbedaan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Stroke Yang Dirawat di Stroke Corner dan Bangsal ... 36

IV.2. Pembahasan ... 37

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian (Penderita stroke dengan pneumonia nosokomial )... 38

IV.2.2. Karakteristik Patogen Penyebab Pneumonia Nosokomial dan Waktu Mulai Terjadinya Infeksi Pneumonia Nosokomial ... 40

IV.2.3. Perbandingan Kejadian Pneumonia Nosokomial pada Pasien Stroke Yang Dirawat Di Stroke Corner Dan Di Bangsal ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

V.1. Kesimpulan ... 45

V.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA... 47

LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Kepada pasien ... 54

2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian... 57

3. Lembar Pengumpul Data Penelitian... 58

4. Persetujuan Komite Etik... 61

5. Data pasien stroke ... 62

(14)

ABSTRAK

Latar Belakang : Pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke yang menyulitkan penyembuhan pasien. Insidens yang tinggi dari pneumonia nosokomial merupakan masalah yang sering terjadi di rumah sakit.

Tujuan : Studi ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke yang dirawat di stroke corner dengan yang dirawat di bangsal Rindu A4 RS. Haji Adam Malik Medan.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada pasien stroke yang dirawat di stroke corner dengan yang dirawat di bangsal RSUP H. Adam Malik Medan periode Desember 2009 – Juni 2010. Kriteria inklusi adalah semua pasien stroke yang dibuktikan dengan CT-Sken kepala tanpa ada infeksi paru sebelumnya. Diagnosa pneumonia nosokomial ditegakkan berdasarakan kriteria dari CDC.

Hasil : Terdapat 56 pasien stroke yang menderita pneumonia nosokomial, terdiri dari 28 pasien dari 123 pasien yang dirawat di stroke corner dan 28 pasien dari 77 pasien yang dirawat di bangsal. Pasien di stroke corner dan di bangsal memiliki karakteristik yang hampir sama. Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di stroke corner 4,93 hari, sedangkan yang di bangsal 2,93 hari. Kuman penyebab pneumonia nosokomial yang terbanyak di bangsal adalah S.pneumonia (17,85%), dan di stroke corner adalah

K.pneumonia (21,4%). Tingkat kejadian pneumonia nosokomial di stroke corner

sebanyak 22,76%, sedangkan tingkat kejadian pneumonia nosokomial di bangsal sebanyak 36,36%. Uji chi-square menunjukkan hasil yang signifikan, p= 0,037.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke yang dirawat di bangsal dibandingkan dengan stroke corner (p= 0,037).

(15)

ABSTRACT

Background : Pneumonia is a common complication after stroke that make the recovery more difficult. High incidence of nosocomial pneumonia are the most common problem in the hospital.

Objective : The purpose of this study is to compare the event of nosocomial pneumonia between stroke patients who stayed in stroke corner and in ward Adam Malik Hospital Medan.

Methods : This cross sectional study observed stroke patients who stayed in stroke corner and in ward from December 2009 until June 2010. The inclusion criteria were all stroke patients confirmed by head CT-Scan without any lung infection before. Nosocomial infection diagnosed by using CDC criteria.

Results : There were 56 patients who suffered from nosocomial pneumonia. They were 28 patients from 123 patients who stayed in stroke corner and 28 patients from 77 patients who stayed in ward. All the patients almost had same characteristic. The average of time to make nosocomial pneumonia in stroke corner was 4,93 days, and in ward 2,93 days. S.pneumonia (17,85%) is the most common etiology of nosocomial pneumonia in ward. K.pneumonia (21,4%) is the most common etiology of nosocomial pneumonia in stroke corner. The evidence of nosocomial pneumonia in stroke corner was 22,76% and in ward 36,36%. Chi-square test showed significant result, p = 0,037.

Conclusions : There was a difference of the event of nosocomial pneumonia between stroke patients who stayed in stroke corner and in ward (p= 0,037).

Key word : stroke, nosocomial pneumonia, stroke corner, ward.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan.

Jumlahnya mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di

Indonesia (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ,2007).

Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT)

tahun 1995, stroke merupakansalah satu penyebab kematian dan

kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan

cermat (Perdossi, 1999).

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan

sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan

sebagai berikut (Caplan,2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis.

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk

melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang

dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat

impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya

(17)

Salah satu akibat kehilangan fungsi tersebut adalah menyebabkan

ketidakmampuan penderita untuk mempertahankan patensi jalan napas.

Pemasangan alat-alat jalan nafas buatan, mayo oro-pharyngeal airway

dan nasogastric tube sangat dibutuhkan pada penderita yang mengalami

gangguan menelan makanan. Akibat penggunaan alat ini, ludah jarang

mengalami pergantian, hal ini menyebabkan peningkatan sekresi mukus,

menghambat fungsi fisiologis saluran napas bagian atas seperti

menghangatkan, melembabkan dan filtrasi. Begitu pula mekanisme

proteksi yaitu mengeluarkan sekret, gerakan mukosilia, kemampuan batuk

efektif akan terganggu atau menurun (Widdicombe,dkk, 2005).

Hal tersebut dapat menimbulkan kolonisasi bakteri di oropharing. Faktor

lain yang mempengaruhinya adalah oral hygiene yang jelek. Gangguan

menelan menyebabkan bertambahnya basil gram negatif di sel mukosa

yang apabila dibiarkan keadaan tersebut dapat mendorong terjadinya

infeksi rongga mulut ataupun risiko yang lebih lanjut seperti pneumonia

(Amaral et al, 2009).

Pneumonia nosokomial merupakan infeksi yang paling sering

didapat di Rumah Sakit. Kurang lebih 15% dari semua infeksi yang

didapat di Rumah Sakit, pneumonia noskomial memiliki komplikasi

kematian yang paling sering terjadi pada pasien. Pneumonia nosokomial

dapat memperpanjang masa rawatan lebih dari satu minggu pada 3

(18)

membuat biaya perawatan semakin tinggi dan tingkat mortalitas

meningkat sampai tiga kali lipat (Kieninger, dkk,2009).

Pada pasien Stroke akut kurang lebih sepertiganya akan

mengalami infeksi nasokomial umumnya mengenai paru-paru dan saluran

kemih (Hilker, dkk, 2003).

Seiring dengan perkembangan pada penatalaksanaan stroke dan

semakin banyaknya penderita stroke maka dibuat suatu Neurology

Intensive Care Unit atau stroke unit. Sudah banyak penelitian yang

meneliti tentang kejadian pneumonia nosokomial di ICU. Namun data

mengenai kejadian infeksi nosokomial pada pasien stroke iskemik akut di

unit stroke atau Neurology Intensive Care Unit masih sangat terbatas.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian–penelitian terdahulu seperti

yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan kejadian pneumonia nosokomial pada

pasien stroke yang di rawat di stroke corner dengan yang di bangsal ?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan kejadian pneumonia nosokomial

(19)

I.3.2. Tujuan Khusus

I.2.2.1 Untuk mengetahui perbandingan kejadian pneumonia

nosokomial pada pasien stroke yang di rawat di stroke corner

dan di bangsal.

I.2.2.2 Untuk mengetahui kejadian pneumonia nosokomial pada

pasien stroke yang di rawat di stroke corner RSUP H.Adam

Malik Medan.

I.2.2.3 Untuk mengetahui kejadian pneumonia nosokomial pada

pasien stroke yang di rawat di bangsal RSUP H.Adam Malik

Medan.

I.2.2.4 Untuk mengetahui deskripsi dan karakterisktik demografi dari

pasien stroke yang dirawat di stroke corner dan di bangsal.

I.2.2.5 Untuk mengetahui waktu rata-rata terjadinya pneumonia

nosokomial.

I.2.2.6 Untuk mengetahui patogen penyebab pneumonia nosokomial.

I.4 Hipotesis

Ada perbedaan kejadian pneumonia nosokomial pada pasien

stroke yang di rawat di stroke corner dan di bangsal

I.5 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya perbandingan kejadian pneumonia

nosokomial pada pasien stroke yang di rawat di stroke corner dan di

bangsal RSUP. H. Adam Malik Medan maka dapat dioptimalkan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Stroke

II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun

(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000

insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian

per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.

(Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada

kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07

pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85

(21)

II.1.3. Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas

patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)

(Misbach, 1999).

1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a) Stroke iskemik

i) Transient Ischemic Attack (TIA)

ii) Trombosis serebri

iii) Emboli serebri

b) Stroke hemoragik

i) Perdarahan intraserebral

ii) Perdarahan subarakhnoid

2) Berdasarkan stadium:

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

b) Stroke in evolution

c) Completed stroke

3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):

a) Tipe karotis

b) Tipe vertebrobasiler

II.1.4. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

(22)

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang

kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnis

e. genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1. Hipertensi

2. Paparan asap rokok

3. Diabetes

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Sickle cell disease

8. Terapi hormonal pasca menopause

9. Diet yang buruk

10. Inaktivitas fisik

(23)

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1. Sindroma metabolik

2. Penyalahgunaan alkohol

3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep-disordered breathing

5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

9. Hypercoagulability

10. Inflamasi

11. Infeksi

II.1.5. Patofisiologi

II.1.5.1. Patofisiologi Stroke Iskemik

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap (Sjahrir,2003)

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

(24)

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan

melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan

energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium

ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal

bebas. (Sherki dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

(25)

II.1.5.2. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih

20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah

perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling

sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400

mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah

tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma

tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah

yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.

Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan

pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini

pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar

(Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di

dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala

neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

(26)

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah

disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke

ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan

oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous

malformation (AVM).

II.2. Pneumonia Nosokomial

II.2.1. Definisi

Pneumonia Nosokomial (PNO) adalah infeksi pada parenkim paru

dimana pada saat masuk rumah sakit belum dijumpai (Fishman,2008).

PNO ini dapat terjadi di ruang perawatan umum atau di ICU.

II.2.2. Patogenesis

Pada pasien rawat inap penyebab infeksi dapat sampai ke saluran

pernafasan hawah melalui 3 cara (Fishman,2008) :

1) Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman

patogen.

2) Penyebaran kuman secara hematogen ke paru misal pada pneumonia

candidiasis.

3) Penyebaran melalui udara oleh aerosol atau droplet yang

mengandung mikroba.

Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman

(27)

refleks batuk dan muntah yang berhubungan dengan berbagai keadaan,

terutama akibat narkosa umum, sedative, intoksikasi dan penggunaan alat

bantu nafas atau tube sonde. Ventilator mekanik merupakan tempat

tumbuh dan jalan masuk terpenting kuman. Proses PNO tergantung pada

jumlah dan virulensi kuman yang mencapai saluran nafas bawah dan

kemampuan daya tahan tubuh untuk mengatasinya.

Faktor risiko dapat dilihat pada Tabel 1.

Kolonisasi orofaring biasanya terjadi oleh kuman Gram (-), dan

dipacu oleh penggunaan antibiotika (AB) spektrum lebar sebelumnya,

peningkatan pH lambung, penularan kuman dari pasien lain akibat

tindakan petugas kesehatan (Fishman,2008).

Tabel 1. Faktor risiko pneumonia nosokomial  

PNO Umum (CDC) PNO di Intensive Care

Usia >70 tahun Penyakit paru kronik Penurunan kesadaran Posisi pasien

Aspirasi dalam jumlah banyak Trauma torak

Monitoring tekanan intrakranial Penggunaan penghambat histamin tipe II

Gangguan aliran ventilator yang sering

Musim dingin Peralatan:

Nebuliser langsung

Nasogastric feeding Endotracheal tube

Ventilasi mekanik

Perawatan ICu yang lama Intubasi yang lama

Malnutrisi pada pasien sakit berat Peyakit paru kronik

(28)

II.2.3. Etiologi

Bakteri adalah penyebab yang tersering dari PNO. Jenis kuman

penyebab ditentukan oleh berbagai faktor. Antara lain berdasarkan

imunitas pasien, tempat dan cara pasien terinfeksi. Kuman penyebab

PNO sering berbeda jenisnya antara di ruangan biasa dengan ruangan

perawatan intensif (ICU). Infeksi melalui selang infus sering berupa

Staphylococcus aureus sedangkan melalui ventilator Ps. aeruginosa dan

Enterobacter. Menurut Kriteria PNO dari CDC , PNO bakteril dapat dibagi

atas PNO onset awal dalam waktu kurang dari 4 hari biasanya disebabkan

oleh Streptococcus pneumonia, M. Catarrhalis dan H. influenza. PNO

onset lanjut bila lebih dari 4 hari, sering disebabkan oleh kuman Gram (-)

aerob berupa K. Pneumonia, Entcrobacter sp, Serratia sp., P. Aeruginosa

atau S. aureus . Kelompok kedua ini biasanya merupakan kuman yang

resisten terhadap antibiotika.

Akhir-akhir ini sejumlah kuman baru/oportunis telah menimbulkan

infeksi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah, misalnya

Legionella, Chlamydia ,Trachomatis, TB, M atypical, berbagai jenis jamur

(C albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus (Danes,dkk,2002). Penyebab

(29)

Tabel 2. Mikroba penyebab pneumonia nosokomial

Pathogen Frequency (%) Source of Organism

Early-onset bacterial

Potable water; showers, faucets; cooling towers

Endogenous; other patients, staff

Other patients, staff

Other patients, staff; fomites

Air; construction

Endogenous; other patients, staff Endogenous; other patients (?)

II.2.4. Diagnosis

Diagnosis umumnya ditegakkan secara klinis dengan konfirmasi oleh

hasil kultur cairan pleura, punksi paru atau kultur darah. Diagnosis dengan

(30)

II.2.5. Gambaran Klinik

Dapat berupa gambaran pneumonia bakteril akut yang ditandai oleh

demam tinggi, batuk produktif, dahak purulen yang produktif, dan sesak nafas.

Tetapi pada pasien rawat inap tidak selalu hal ini dapat dikaitkan secara

langsung karena berbagai keadaan penyakit yang gejalanya mirip pneumonia.

Berbagai keadaan yang mengaburkan diagnosis PNO adalah proses yang

berhubungan dengan toksik dan alergi obat atau inspirasi, atelektasis, emboli

paru, ARDS gagal jantung kongestif, dan trakheobronkitis. Pneumonia aspirasi bahan kimia bisa mirip dengan pneumonia bakteril.

II.2.6. Kriteria Diagnosis

Terdapat berbagai kriteria diagnosis PNO antara lain yang diajukan oleh

Center for Disease Control and Prevention/ CDC (Tabel 3). Acuan ini mengandalkan diagnosis kepada hasil kultur, gambaran radiologi dan gambaran

(31)

Tabel 3. Kriteria diagnosis pneumonia nosokomial dari CDC

Harus memenuhi satu dari 4kriteria :

1.Ronkhi atau Dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu : a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya b. Isolasi kuman dari darah

c. Isolasi kuman dari bahan yang didapat aspirasi transtrakheal, biopsi atau sapuan bronkhus

2. Gambaran radialogik berupa infiltrat baru atau yang progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura. Dan salah satu dari a, b, atau c di atas.

d. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi

e. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM), atau peningkatan 4 kali titer IgG dari kuman

f. Bukti histopatologik dari pneumonia

3. Pasien berumur 12 bulan dengan 2 dari gejala-gejala berikut: apnea, tachypnea, bradycardia, wheezing, rhonki atau batuk. Dan disertai salah satu dari :

g. Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no 2 di atas

4. Pasien berumur 12 bulan yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak. Ditambah salah satu dari kriteria No.3di atas

II.3. Pneumonia sebagai komplikasi dari Stroke Iskemik

Pnumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke akut

yang menyulitkan penyembuhan sampai 7-22% pasien stroke. Kurang lebih 10%

menyebabkan kematian dan secara signifikan meningkatkan angka mortalitas

juga memperpanjang masa perawatan (Hassan,dkk,2005).

Insidens yang tinggi dari infeksi nosokomial merupakan masalah yang

sering terjadi di ruang rawat intensif yang biasanya akibat dari tingkat keparahan

(32)

Beberapa studi menemukan bahwa disfagia berhubungan dengan pasien

yang tidak dapat makan secara normal atau yang menggunakan NGT memiliki resiko yang tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan aspirasi dari bakteri dari

saliva atau akibat refluks (Langdon, 2009).

Berdasarkan Study on the Efficacy of Nosocomial Infection Control (SENIC) dikatakan bahwa dengan adanya peningkatan jumlah staf yang ahli tentang infeksi nosokomial dan dengan adanya sistem pelaporan tingkat kejadian

infeksi di rumah sakit, efektif untuk mengontrol kejadian infeksi nosokomial

(Dettenkofer, 2001).

II.4. Peranan Stroke Corner dalam Penatalaksanaan Stroke

Stroke Corner adalah suatu bentuk modifikasi perawatan unit stroke. Letak stroke corner ada dalam perawatan neurologi umum ( Rasyid A, Soertidewi L, 2007).

Lahirnya ide stroke corner karena adanya keterbatasan biaya, sarana dan prasarana dari beberapa rumah sakit di Indonesia, terutama tipe B kebawah,

sedangkan perawatan stroke yang diberikan kepada pasien seharusnya sesuai

dengan standar pelayanan yang berlaku saat ini. Persiapan pendirian stroke corner antara lain :

1. Sumber Daya Manusia :

- Neurolog

- Perawat mahir stroke (minimal 1 orang )

(33)

2. Rekaman EKG

3. Bila mungkin monitor EKG

4. Suction

5. Regulator Oksigen + Oksigen

6. Tempat tidur

7. Leaflet edukasi / Alat peraga edukasi keluarga

Tata laksana di stroke corner sama dengan di unit stroke, yaitu terbagi dalam :

1. Perawatan di Rumah Sakit pada keadaan hiperakut dan akut

- Aktifitas berupa tidur, duduk, beraktivitas dengan bantuan atau

beraktivitas dengan normal.

- Perawatan oleh perawat mahir stroke yang mampu memberikan

asesmen neurologi sederhana dan tanda vital, mengontrol level

oksigen, monitor jantung, perawatan kandung kemih, posisi bolak-balik

dan perawatan kulit, latihan ROM (Range of Motion)

- Hidrasi/ Nutrisi berupa cairan intra vena, asesmen menelan, diet sesuai

kondisi pasien misalnya diet rendah garam, rendah purin, dst.

- Medikamentosa sesuai Guideline Stroke Perdossi dibagi dalam terapi stroke, simptomatis , dan concomitant disease

- Konsultan spesialis sesuai dengan kebutuhan pasien

(34)

- Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium atau

radiologi.

2. Rencana Kepulangan

- Komunikasi Edukasi Informasi pada pasien dan keluarga

- Pelayanan Sosial

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa stroke corner merupakan modifikasi dari unit stroke. Unit Stroke adalah fasilitas rumah sakit yang

menyediakan bentuk model perawatan spesialistik stroke dengan pendekatan

terapi komprehensif, meliputi terapi hiperakut (onset kurang dari 6 jam, biasanya

dengan terapi rt-PA), akut, rehabilitasi dan prevensi sekunder (Soertidewi L,

2007).

Unit Stroke merupakan perawatan high care, bukan intensive care. Kelengkapan unit stroke sebagai high care adalah adanya peralatan monitoring jantung, tekanan darah, oksigen dalam darah, tempat tidur 4 posisi, bladder scan

(Soertidewi L, 2007).

Komponen Unit Stroke berupa :

1. Peralatan :

- Jumlah tempat tidur tergentung kemampuan rumah sakit (4-14)

- Monitoring jantung

- Monitor tekanan darah

- Monitoring saturasi oksigen

(35)

- Bila mungkin : Peralatan rahabilitasi di ruangan yang mudah terjangkau

pasien.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

- Neurolog yang merupakan pimpinan unit stroke

- Dokter umum, residen yang bertugas di unit stroke

- Spesialis lain untuk konsultan

- Perawat terlatih stroke dan perawat penghubung

- Rehabilitasi : Fisioterapi, Terapi bicara, Terapi okupasi

- Ahli Gizi

- Farmasi

- Perencanaan program setelah keluar dari rumah sakit

- Pekerja sosial (biasanya untuk negara-negara maju)

3. Protokol Stroke di Indonesia menurut Guideline Nasional Stroke

- Terapi akut

- Monitoring komplikasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologik.

- Evaluasi kemajuan terapi menggunakan skor NIHSS dan Barthel Index

(36)

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL Pneumonia→ penyebab kematian setelah minggu pertama pada pasien yang dirawat di Unit Stroke nosokomial pada pasien  stroke

Sopena,dkk 2000 : Alat  bantu nafas → Pneumonia  nosokomial 

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP H.Adam

Malik Medan dari tanggal 16 Desember 2009 s.d 10 Juni 2010.

III.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan

subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke yang yang ditegakkan dengan pemeriksaan

klinis dan CT-Sken kepala yang menderita infeksi pneumonia

nosokomial ditegakkan sesuai dengan kriteria pneumonia nosokomial

dari CDC.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke yang dirawat di ruang rawat inap terpadu

(Rindu) A4 dan Stroke Corner Departemen Neurologi FK USU /

(38)

III.2.3. Besar Sampel

n1=n2= (Zα√2PQ+Zβ√P1Q1+P2Q2)2

(P1-P2)2

Dimana :

Zα = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung

pada nilai α yang ditentukan. Untuk α : 0,05 → Zα= 1,96

Zβ = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung

pada nilai β yang ditentukan. Untuk β : 0,15 → Zβ= 1,036

P1 = Proporsi Pneumonia Nosokomial di bangsal = 10% = 0,10

(diambil dari data pasien stroke di Bangsal Neurologi rindu A4

RSUP H. Adam Malik Medan)

Q1 = 1-P1 = 0,90

P2 = Proporsi Pneumonia Nosokomial di Stroke Corner = 20%=

0,20

Q2 = 1-P2 = 0,80

P = ( P1+P2)/2= 0,15

Q1 = 1-P = 0,85

n = 27,8 = 28

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien stroke yang dirawat di bangsal dan Neurologi

Rindu A4 dan Stroke Corner RSUP H.Adam Malik Medan

2. Mengalami infeksi pneumonia nosokomial yang ditegakkan

(39)

3. Tidak memiliki riwayat infeksi sebelumnya

4. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Pasien stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan

CT-Sken kepala.

2. Pasien yang tidak dilakukan foto toraks pada awal masuk

III. 3. Batasan Operasional

III.3.1. Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan

kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler

(Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri

Perdossi,1999).

III.3.2. Pneumonia Nosokomial adalah infeksi pada parenkim paru

dimana pada saat masuk rumah sakit belum ada (Fishman,2008).

Kriteria Pneumonia nosokomial berdasarkan kriteria dari Center

for Disease Control and Prevention/ CDC.

III.3.3 Foto toraks adalah proyeksi radiografi dari rongga dada yang

menggunakan sinar x. Foto toraks dilakukan pada pasien yang

(40)

toraks dapat menggambarkan adanya pneumonia, lokasi dari

infiltrat dan adanya efusi pleura (Fishman,2008).

III.3.4 Kultur darah adalah pemeriksaan yang digunakan untuk

mendeteksi adanya mikroorganisme di darah. Dengan teknik

yang streril, sampel darah ditempatkan di media kultur dan

diinkubasikan sekitar satu sampai tujuh hari. Kultur darah

dilakukan pada pasien yang diduga menderita pneumonia

nosokomial dari gejala klinis.

III.3.5 Stroke Unit adalah fasilitas rumah sakit yang menyediakan bentuk

model perawatan spesialistik stroke dengan pendekatan terapi

komprehensif, meliputi terapi hiperakut (onset kurang dari 6 jam,

biasanya dengan terapi rt-PA), akut, rehabilitasi dan prevensi

sekunder ( Rasyid A, Soertidewi L, 2007).

III.3.6. Stroke corner adalah suatu bentuk modifikasi perawatan unit

stroke. Letak sudut stroke ada dalam ruang perawatan neurologi

umum.( Rasyid A, Soertidewi L, 2007).

III.3.7 Bangsal adalah rumah besar (untuk pertemuan, bersenam,

bermain-main, pertunjukan, dsb); bedeng; barak ( Kamus Besar

(41)

III.4. Instrumen

III.4.1. Foto Toraks

Foto toraks menggunakan X-Ray merk Hitachi tipe P-O-105H-B

dan tipe PM 155VCII(U51).

III.4.2. Kultur darah .

Kultur darah menggunakan reagen Bactec kemudian akan

diinkubasikan menggunakan Bactec 9050. Setelah bakteri tumbuh

dikultur di Mc Conkey atau Blood agar. Jenis bakteri dilihat

menggunakan mikroskop olympus optical model CH20BIMF200

dan model 8MOI88

III.4.3 Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT Scan yang akan digunakan adalah X Ray Ct System, merk

Hitachi seri W 450.

III.5. Rancangan

Penelitian ini bersifat observasional dengan metode pengambilan data

secara potong lintang.

III.6. Pelaksanaan Penelitian III.6.1. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke yang telah ditegakkan dengan

pemeriksaan CT-Sken kepala yang dirawat di ruang rawat inap

(42)

yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi. Pada

pasien yang dirawat di bangsal dapat merupakan pasien pasca

rawatan dari stroke corner yang telah melewati fase akut.

III.6.2. Kerangka Operasional

Anamnese Pemeriksaan Neurologis

CT Sken Kepala

Pasien Stroke

Foto Toraks

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Klinis Foto Toraks ulang

Kultur Darah

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

(43)

III.7. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Ruangan pasien, yaitu Stroke Corner dan Bangsal

Variabel Terikat : Pneumonia nosokomial

III.8. Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan

program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science

Service)15. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

III.8.1. Untuk menjelaskan karakteristik pasien Pneumonia nosokomial

disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan

III.8.2. Untuk melihat Pneumonia nosokomial baik di Bangsal maupun

di Stroke Corner dilakukan uji chi-square.

III.8.3. Untuk membandingkan kejadian Pneumonia nosomial antara

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

IV.1.1. Karakteristik penelitian

Dari keseluruhan penderita stroke yang dirawat di Stroke Corner

dan Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan pada

periode Desember 2009 hingga Juni 2010, terdapat masing-masing

terdapat 28 pasien stroke yang menderita pneumonia nosokomial dari 123

pasien stroke yang dirawat di Stroke Corner dan 77 pasien stroke yang

dirawat di bangsal.

IV. 1.2. Karakteristik pasien stroke yang dirawat di stroke corner

Terdapat 123 pasien stroke yang dirawat di stroke corner, dimana

80 orang (65,04%) laki-laki, dan 43 orang (34,96%) perempuan. Rentang

usia pasien adalah 35 tahun sampai 84 tahun, dimana rata-rata usia

pasien yang menderita pneumonia nosokomial adalah 62,7 tahun

(SD=11,608).  Sedangkan rata-rata usia pasien yang tidak terkena

pneumonia nosokomial 56,2 tahun (SD=7,835).  Sebanyak 95 pasien

menderita stroke iskemik (77,2%) dan 28 pasien (22,8%) menderita stroke

hemoragik.

Terdapat 55 (43,9%) pasien yang memiliki faktor resiko merokok,

(45)

diabetes melitus, 37 orang (30,1%) menderita hyperlipidemia dan 20

orang (16,3%) menderita penyakit jantung.

Dari 123 pasien stroke yang dirawat di stroke corner tersebut

terdapat 28 pasien yang menderita pneumonia nosokomial. Dari 28 pasien

yang menderita pneumonia nosokomial tersebut dimana 18 orang

(14,6%) laki-laki, dan 10 orang (8,1%) perempuan. Sebanyak 15 pasien

menderita stroke iskemik (12,2%) dan 13 pasien (10,6%) menderita

stroke hemoragik.

Terdapat 7 pasien (5,7%) yang memiliki faktor resiko merokok, 23

orang (18,7%) menderita hipertensi, 14 orang (14,6%) menderita diabetes

melitus, 17 (13,8%) orang menderita hyperlipidemia dan 9 orang (7,3%)

menderita penyakit jantung. Karakteristik dari pasien stroke yang dirawat

di stroke corner dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Pasien Yang Dirawat di Stroke Corner   

(46)

IV. 1.3. Karakteristik pasien stroke yang dirawat di bangsal

Terdapat 77 pasien stroke yang dirawat di bangsal, dimana 46

orang (59,7%) laki-laki, dan 31 orang (40,3%) perempuan. Rentang usia

pasien adalah 45 tahun sampai 89 tahun, dimana rata-rata usia pasien

yang menderita pneumonia nosokomial adalah 64,18 (SD=12,5). 

Sedangkan rata-rata usia pasien yang tidak terkena pneumonia

nosokomial 54,57 (SD=5,9). Sebanyak 58 pasien menderita stroke

iskemik (75,3%) dan 19 pasien (24,7%) menderita stroke hemoragik.

Terdapat 31 (40,3%) pasien yang memiliki faktor resiko merokok,

61 orang (79,2%) menderita hipertensi, 23 orang (29,94%) menderita

diabetes melitus, 25 orang (32,5 %) menderita hyperlipidemia dan 13

orang (16,9%) menderita penyakit jantung.

Dari 77 pasien stroke yang dirawat di bangsal tersebut terdapat 28

pasien yang menderita pneumonia nosokomial. Dari 28 pasien yang

menderita pneumonia nosokomial tersebut dimana 15 orang (19,5%)

laki-laki, dan 13 orang (16,9%) perempuan. Sebanyak 20 pasien menderita

stroke iskemik (26%) dan 8 pasien (10,4%) menderita stroke hemoragik.

Terdapat 7 pasien (9,1%) yang memiliki faktor resiko merokok, 24

orang (31,2%) menderita hipertensi, 4 orang (5,24%) menderita diabetes

melitus, 10 (13%) orang menderita hyperlipidemia dan 2 orang (2,6%)

menderita penyakit jantung. Karakteristik dari pasien stroke yang dirawat

(47)

Tabel 5. Karakteristik Pasien Yang Dirawat di Bangsal 

  Stroke Hemoragik    Stroke Iskemik 

IV.1.4 Waktu Rata-Rata Timbulnya Pneumonia Nosokomial

Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien

yang dirawat di stroke corner 4,93 hari, sedangkan yang di bangsal 2,93

hari. Hasil uji chi-square menunjukkan perbedaan yang signifikan antara

waktu mulai terjadinya pneumonia nosokomial di stroke corner dan di

bangsal (p=0,0001). Hal ini dapat dilihat dari tabel 6.

Tabel 6. Waktu Rata‐rata Pasien Stroke Terkena Pneumonia Nosokomial Setelah Dirawat 

*menggunakan uji chi-square

(48)

IV.1.5 Patogen Penyebab Pneumonia Nosokomial

Patogen terbanyak sebagai penyebab utama dari pneumonia

nosokomial pada pasien yang dirawat di stroke corner adalah

K.pneumonia (21,4%) diikuti berturut-turut oleh Enterobacter sp. (17,85%),

P.aeruginosa (14,28%), S. aureus (10,7%), S.pneumonia (7,1%), H.

influenzae (7,1%), E.coli (7,1%), Bacillus cereus (3,6%), S.saprophyticus

(3,6%), Legionella sp. (3,6%), Aspergillus sp(3,6%).

Dari tabel 7 dapat dilihat kuman penyebab pneumonia nosokomial

pada pasien yang dirawat di stroke corner.

tabel 7. Patogen Penyebab Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Yang Dirawat Di Stroke  Corner 

Patogen penyebab pneumonia  nosokomial 

(49)

sp. (7,1%). Dari tabel 5 dapat dilihat kuman penyebab pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di bangsal.

Tabel 8. Patogen Penyebab  Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Yang  Dirawat Di  Bangsal.

Patogen penyebab pneumonia  nosokomial 

IV.1.6 Perbedaan Karakteristik Pasien Stroke Yang Dirawat di Bangsal dan Stroke Corner

Terdapat 123 orang pasien yang dirawat di stroke corner, dan 77

orang pasien yang dirawat di bangsal, dimana yang berjenis kelamin

laki-laki berjumlah 46 orang (23%) pada pasien yang dirawat dibangsal dan 80

orang (40%) pada pasien yang dirawat di stroke corner. Sedangkan yang

perempuan berjumlah 31 orang (15,5%) pada pasien yang dirawat di

bangsal dan 43 orang (21,5%) pada pasien yang dirawat di stroke corner.

Umur rata-rata 58,06 (SD=10,0) pada pasien yang dirawat di

bangsal dan 57,66 (SD=9,2) pada pasien yang dirawat di stroke corner.

Pasien stroke iskemik sebanyak 58 orang (28%) pada pasien yang

(50)

sedangkan stroke hemoragik sebanyak 19 orang (9,5%) yang dirawat di

bangsal dan 28 orang (14%) yang dirawat di stroke corner.

Pasien dengan faktor resiko merokok dijumpai sebanyak 36 orang

(18%) yang dirawat di bangsal dan 61 orang (30,5%) di stroke corner.

Hipertensi sebanyak sebanyak 61 orang (30,5%) yang dirawat di bangsal

dan 105 orang (52,5%) di stroke corner. Diabetes mellitus sebanyak 24

orang (12%) yang dirawat di bangsal dan 51 orang (25,5%) di stroke

corner. Hiperlipidemia sebanyak 25 orang (12,5%) yang dirawat di

bangsal dan 37 orang (18,5%) di stroke corner. Penyakit jantung

sebanyak 13 orang (6,5%) yang dirawat di bangsal dan 20 orang (10%) di

stroke corner. Perbedaan karakteristik pasien di bangsal dan stroke corner

dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Perbedaan karakteristik pasien di bangsal dan stroke corner Karakteristik  Bangsal 

Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara karakteristik pasien

(51)

IV.1.7 Perbedaan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada Pasien Stroke Yang Dirawat di Stroke Corner dan Bangsal

Tingkat kejadian pneumonia nosokomial di stroke corner sebanyak 22,76% sedangkan tingkat kejadian pneumonia nosokomial di bangsal sebanyak 36,36%. Untuk melihat hubungan adanya perbedaan tingkat kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke yang dirawat di stroke corner dan di bangsal dilakukan uji chi-square, dimana uji chi-square menunjukkan hasil yang signifikan ( p= 0,037). Hal ini dapat dilihat dari tabel 10.

 

Tabel 10. Perbedaan Kejadian Pneumonia Nosokomial Pada pasien Stroke Yang Dirawat  di Bangsal Dan Yang Dirawat di Stroke Corner

Tempat  Terinfeksi PNO   

(52)

IV.2. PEMBAHASAN 

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan

untuk mengetahui perbandingan kejadian pneumonia nosokomial pada

pasien stroke yang dirawat di stroke corner dengan yang dirawat di

bangsal, untuk mengetahui kejadian pneumonia nosokomial pada pasien

stroke yang di rawat masing-masing di stroke corner dan bangsal RSUP

H.Adam Malik Medan, untuk mengetahui deskripsi dan karakterisktik

demografi dari pasien stroke yang dirawat di stroke corner dan di bangsal,

untuk mengetahui waktu rata-rata terjadinya pneumonia nosokomial dan

untuk mengetahui patogen penyebab pneumonia nosokomial.

Pada penelitian ini penderita stroke yang datang ke RSUP H. Adam

Malik ditegakkan diagnosa dengan anamnese, pemeriksaan umum dan

pemeriksaan neurologis, kemudian dilakukan pemeriksaan CT-Sken

kepala untuk menentukan jenis stroke. Pemeriksaan fisik pada saluran

nafas dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada

rongga toraks, lalu dilakukan foto x-ray pada toraks. Bagi penderita yang

memenuhi kriteria inklusi maka selama perawatannya baik di stroke

corner maupun di bangsal akan diamati apakah muncul tanda-tanda

terjadinya pneumonia nosokomial, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik

pada rongga toraks. Apabila pasien diduga menderita pneumonia

nosokomial maka akan dilakukan pemeriksaan darah berupa cek darah

rutin dan kultur darah serta pemeriksaan foto toraks ulang. Pasien

(53)

dari CDC. Pada pasien stroke yang dirawat di bangsal RSUP. H. Adam

Malik Medan, kurang lebih setengahnya merupakan pasien stroke dari

rawatan stroke corner yang telah melewati fase akut, dimana hal ini

merupakan salah satu kelemahan dari penelitian ini.

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian (Penderita stroke dengan pneumonia nosokomial )

Pada penelitian ini umur rata-rata pasien stroke yang dirawat di

stroke corner dan di bangsal masing-masing 62,7 tahun (SD=11,608) dan

64,18 tahun (SD=12,5). Menurut Hassan, dkk (2006), pasien stroke yang

menderita pneumonia berumur berkisar 28 sampai 100 tahun (rata-rata 64

±14 tahun).

Dari faktor resiko yang dimiliki pasien stroke yang dirawat di stroke

corner dan yang dirawat di bangsal terlihat merokok dan diabetes melitus

memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia

nosokomial. Pada pasien di stroke corner, p (merokok) = 0,022,

p(diabetes melitus) = 0,023. Pada pasien di bangsal, p(merokok) = 0,039 ,

p(diabetes melitus) = 0,024.

Menurut Martelli dkk (2010), dijumpai adanya prevalensi pneumonia

nosokomial yang tinggi pada pasien-pasien perokok. Merokok dapat

merusak mekanisme pertahanan dari paru-paru sehingga dapat

meningkatkan kolonisasi dari Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram

(54)

tidak dijumpai secara langsung berhubungan dengan outcome yang buruk

dari pasien.

Menurut Abdel-Fattah (2008), umur, jenis kelamin, riwayat

merokok, riwayat penggunaan obat-obat imunosupresif, diabetes melitus

dan riwayat adanya operasi sebelumnya tidak berhungan secara langsung

dengan pneumonia nosokomial.

Menurut Perkeni (2007), keadaan hiperglikemia pada pasien yang

dirawat di Rumah Sakit berdampak buruk terhadap keluaran klinis karena

dapat menyebabkan gangguan fungsi imun serta lebih rentan terkena

infeksi akibat adanya disfungsi fagosit.

Menurut Luksamijarulkul, dkk (2008), umur diatas 60 tahun memiliki

kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menderita pneumonia.

Sedangkan pasien dengan riwayat merokok memiliki kemungkinan tujuh

kali lebih besar daripada yang tidak merokok.

Menurut Vardakas (2007), dikatakan bahwa diabetes melitus

merupakan faktor resiko yang potensial untuk terjadinya pneumonia

nosokomial. Namun dalam hasil penelitiannya dijumpai bahwa diabetes

melitus bukan merupakan faktor untuk terjadinya pneumonia nosokomial

(55)

IV.2.2. Karakteristik Patogen Penyebab Pneumonia Nosokomial dan Waktu Mulai Terjadinya Infeksi Pneumonia Nosokomial

Patogen terbanyak sebagai penyebab utama dari pneumonia

nosokomial pada pasien yang dirawat di stroke corner adalah

K.pneumonia (21,4%) diikuti berturut-turut oleh Enterobacter sp. (17,85%),

P.aeruginosa (14,28%), S. aureus (10,7%), S.pneumonia (7,1%), H.

influenzae (7,1%), E.coli (7,1%), Bacillus cereus (3,6%), S.saprophyticus

(3,6%), Legionella sp. (3,6%), Aspergillus sp(3,6%).

Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien

yang dirawat di stroke corner 4,93 hari. Hal ini sesuai dengan kriteria dari

CDC yang menyatakan bahwa Pneumonia Nosokomial onset lanjut yaitu

yang lebih dari 4 hari sering disebabkan oleh kuman Gram (-) aerob

berupa K. Pneumonia, Entcrobacter sp, Serratia sp., P. Aeruginosa atau

S. aureus.

Patogen terbanyak sebagai penyebab utama dari pneumonia

nosokomial pada pasien yang dirawat di bangsal adalah S.pneumonia

(17,85%), diikuti oleh H. influenzae (10,7%), K.pneumonia (10,7%),

P.aeruginosa (10,7%), E.coli (10,7%), S. aureus (10,7%), Bacillus cereus

(7,1%), Enterobacter sp. (7,1%), S.saprophyticus (7,1%), dan Legionella

sp. (7,1%).

Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien

yang dirawat di bangsal 2,93 hari. Hal ini sesuai dengan kriteria dari CDC

(56)

kurang dari 4 hari biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia ,

M. catarrhalis dan H. influenza.

Dari penelitian ini terlihat bahwa patogen penyebab pneumonia

nosokomial yang terbanyak didapat di stroke corner dan di bangsal RSUP.

H. Adam Malik Medan antara lain K. Pneumonia, P. aeruginosa, S.

pneumonia, Enterobacter sp, dan S. aureus. Hal ini hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan Hassan, dkk (2006), bahwa patogen penyebab

pneumonia nosokomial pada pasien stroke terbanyak adalah

Pseudomonas aeruginosa (12%) dan Staphylococcus aureus(12%) diikuti

Streptococcus pneumoniae(4%)and Klebsiellapneumoniae (4%).

IV.2.3. Perbandingan Kejadian Pneumonia Nosokomial pada Pasien Stroke Yang Di Rawat Di Stroke Corner Dan Di Bangsal

Stroke Corner di RSUP. H. Adam Malik Medan memiliki lima

tempat tidur dengan ruangan ber AC dan fasilitas monitoring seperti EKG,

monitor jantung, saturasi oksigen, dan syringe pump. Pemeriksaan

standar dilakukan termasuk pemeriksaan neurologis, pemeriksaan darah,

EKG dan sken kepala segera setelah pasien masuk. Bila hasil

CT-sken kepala menunjukkan suatu stroke iskemik, asam asetil salisilat

segera diberikan per oral. Sesegera mungkin pasien diimobilisasi sesuai

kondisi, dengan kepala dibuat lebih tinggi 30˚ untuk memperbaiki aliran

balik vena sehingga menurunkan tekanan intrakranial dan edema otak

(57)

cairan parenteral hiperosmolar seperti manitol diberikan jika tidak ada

kontraindikasi. Kontrol tekanan darah secara ketat dilakukan. Jika diduga

stroke kardio emboli, dilakukan konsultasi ahli kardiologi dan diberikan

antikoagulan.

Staf mencakup ahli saraf dan perawat yang terlatih untuk pasien

stroke, dimana dua orang perawat menangani 5 orang pasien. Para

perawat memiliki kemampuan dalam mendeteksi dan menghindari

komplikasi seperti dengan memberikan chest therapy dengan

menepuk-nepuk punggung dan dada pasien agar pasien dapat lebih mudah

mengeluarkan dahak atau dengan oral hygiene setiap pagi sehingga

kejadian pneumonia nosokomial dapat diturunkan.

Departemen Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan memiliki 5

bangsal, dimana pasien stroke dapat dimasukkan kedalam 5 bangsal

tersebut, tergantung dari jenis kelamin. Dalam satu bangsal, pasien stroke

digabung dengan pasien-pasien lainnya. Sama seperti di stroke corner,

apabila pasien sudah tegak didiagnosa dengan stroke iskemik, maka

asam asetil salisilat diberikan. Pasien dibaringkan dengan kepala

ditinggikan 30˚, namun hal ini tidak dapat dilakukan pada semua pasien

berhubung dengan tempat tidur yang demikian cukup terbatas. Pada

stroke hemoragik, cairan parenteral hiperosmolar seperti manitol diberikan

jika tidak ada kontraindikasi. Kontrol tekanan darah dilakukan secara

(58)

Pada perawatan di bangsal satu perawat bertanggung jawab

terhadap satu bangsal yaitu terdiri dari 4-8 pasien, dimana deteksi atas

komplikasi yang mungkin terjadi menjadi lebih sulit. Pada perawatan di

bangsal keluarga pasien dapat lebih leluasa untuk menjenguk pasien,

berbeda halnya pada perawatan di stroke corner dimana keluarga hanya

dapat menjenguk pada saat jam besuk dan tidak diperbolehkan masuk

lebih dari satu orang untuk tiap pasien.

Dari keadaan di atas maka dapat dilihat bebapa keunggulan dari

stroke corner yaitu :

1. Lebih efisien dan murah karena tidak membutuhkan gedung terpisah.

Cukup dikelompokkan (misalnya 5 tempat tidur) di satu sudut dalam

ruang perawatan biasa, sehingga semua sarana dan prasarana yang

tersedia dapat di manfaatkan bersama-sama.

2. Pada perawatan ruangan biasa, terkadang jumlah perawat tidak

mencukupi, sehingga keluarga harus lebih dilibatkan sejak awal masuk

rawat, sedangkan di stroke corner 2 orang perawat bertugas

memantau 5 orang pasien

3. Perawatan di stroke corner dilakukan secara komprehensif.

4. Pada rawatan di stroke corner, pengawasan terhadap tekanan darah,

pols, saturasi oksigen, suhu tubuh, pemberian cairan dilakukan dengan

pemantauan yang ketat karena adanya monitor.

5. Deteksi atas komplikasi yang mungkin terjadi lebih mudah dilakukan di

(59)

6. Pasien di stroke corner semuanya merupakan pasien stroke sehingga

penularan terhadap infeksi dapat dicegah.

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara tingkat kejadian pneumonia nosokomial pada pasien

stroke yang dirawat di stroke corner dan di bangsal (p= 0,037).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al Rasyid, dkk, ,

2007 didapat bahwa dibandingkan dengan bangsal neurologi, unit stroke

memiliki peranan yang cukup bermakna dalam hal peningkatan status

(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini,

disimpulkan sebagai berikut :

1. Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada karakteristik pasien

stroke yang dirawat di bangsal dan stroke corner.

2. Umur, merokok dan diabetes melitus merupakan faktor resiko yang

secara signifikan menunjukkan pengaruh terhadap kejadian

pneumonia nosokomial pada pasien stroke.

3. Waktu terjadinya infeksi pneumonia nosokomial lebih cepat terjadi

di bangsal daripada di stroke corner.

4. Patogen penyebab pneumonia nosokomial terbanyak yang terjadi

di stroke corner adalah K.pneumonia, sedangkan di bangsal adalah

S.pneumonia.

5. Kejadian pneumonia nosokomial pada pasien stroke secara

signifikan lebih tinggi di bangsal dibandingkan dengan di stroke

corner.

V.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang

(61)

2. Pasien dengan stroke, terutama pasien yang berbaring lama dan

mengalami gangguan menelan sebaiknya lebih diperhatikan

mobilisasi dan alat-alat bantu seperti selang makan yang

digunakan sehingga pneumonia nosokomial dapat dihindarkan.

3. Pengetahuan tenaga medis mengenai pneumonia nosokomial

harap lebih ditingkatkan, sehingga kejadian pneumonia nosokomial

yang berasal dari tenaga medis dapat jauh berkurang.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak

rumah sakit, dan para tenaga medis, baik dokter maupun perawat

dalam rangka usaha untuk meurunkan kejadian pneumonia

nosokomial khususnya pada pasien stroke sehingga angka

morbiditas dan mortalitas pasien dapat diturunkan. Dari pihak

rumah sakit tindakan pencegahan ini dapat berupa

mengoptimalkan sterilisasi ruangan dan alat-alat bantu yang

digunakan, penyediaan tempat tidur dengan minimal 2 posisi,

penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai bahaya

pneumonia nosokomial yang bahkan dapat ditularkan oleh anggota

keluarga pasien sendiri, pengadaan bangsal terpisah untuk

pasien-pasien neurologi yang juga menderita infeksi paru-paru, dan

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Amaral SM,De Queiróz Cortês A, Pires FR. 2009. Nosocomial Pneumonia:

Importance of the oral environment. J. bras. Pneumol. Vol 35. no 11

Brennan PJ In.Nosocomial pneumonia. Pulmonary Diseases and Disorder

Companion Book. Second Ed. By Fishman AP. McGraw-Hill Int. Ed. New

York. 1994; 39: 32531

Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A.

2009. Nosocomial Infections in a Neurological Intensive Care Unit.

Journal of Neurological Sciences (Turkish). Volume 26. Number 3.

Page(s) 298-304

Caplan L.R.200.Caplan’s Stroke : A Cliniacl Approach 3rd ed Boston :

Butterworth-Heinemann ; 2000

Chalela J,Jacobs T. 2009. Stroke-related pulmonary complications and abnormal

respiratory patterns

.ecapp0602p.utd.com-114.125.157.90-16C5C47568-11\

Craven DE, Steger KA. Hospital-acquired pneumonia: perspectives for the

healthcare epidemiologist.1997. Infect Control Hosp Epidemiol.

Nov;18(11):783-95.

Danes C, Gonzalez-Martin J, Pumarola T, Rañó A, Benito N,Torres A,

Gambar

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.
Tabel 2. Mikroba penyebab pneumonia nosokomial
Tabel 4. Karakteristik Pasien Yang Dirawat di Stroke Corner 
Tabel di 6. Waktu Rata‐rata Pasien Stroke Terkena Pneumonia Nosokomial Setelah Dirawat Ruangan RSUP. H. Adam Malik 
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengolahan analisis statistik chi – square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian stroke fase

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita Stroke Hemoragik Pada Usia ≤ 40 Tahun Berdasarkan Penatalaksanaan Medis yang Dirawat Inap Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun

Penelitian ini difokuskan pada spektrum jenis bakteri yang dapat terlihat pada populasi pasien pneumonia nosokomial.. Metode : Rancangan penelitian yang digunakan adalah

nasogastric tube dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap.

Pendahuluan: Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai Health care Associated Infection adalah infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Penderita Stroke Hemoragik Pada Usia ≤ 40 Tahun Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap Di RSUP Haji Adam Malik Medan

Untuk mengetahui karakteristik penderita stroke hemoragik yang dirawat inap, dilakukan penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case series.. Populasi dan