Hubungan Diabetes Melitus dengan Angka
Kejadian Stroke fase Akut
di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010
Oleh:
ANGGI SAKTINA SARI BATUBARA
080100357
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HALAMAN PERSETUJUAN
Penelitian dengan Judul:
Hubungan Diabetes Melitus dengan angka kejadian
Stroke Fase Akut
di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010
Yang dipersiapkan oleh:
ANGGI SAKTINA SARI BATUBARA
0801000357
Penelitian ini telah diperiksa dan telah disetujui
Medan, Desember 2011
Disetujui,
Dosen Pembimbing
(dr. Kiking Ritarwan, SpS (K))
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Diabetes Melitus dengan angka kejadian Stroke Akut di
RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010
Nama : Anggi Saktina Sari Batubara
NIM : 080100357
Pembimbing Penguji I
(dr. Kiking Ritarwan, SpS (K)) (dr. Sri Sofyani, Sp.A (K))
NIP : 196811171997021002 NIP : 196508281996032004
Penguji II
(dr.Rusdiana. M.Kes )
NIP : 197109152001122002
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH)
ABSTRAK
Diabetes merupakan salah satu faktor resiko stroke, dan frekuensi diabetes
cukup tinggi pada penderita stroke. Stroke merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia dengan perbandingan
antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah empat berbanding satu.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan diabetes mellitus dengan
peningkatan angka kejadian stroke iskemik akut.
Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian studi potong
lintang (Cross Sectional Study ) dengan sampel yang diambil dari data rekam medis tahun 2010 sebesar 85 orang, 44 orang penderita stroke iskemik dan 41
orang penderita stroke hemoragik. Semua sampel yang digunakan telah menjalani
pemeriksaanCT – scan dan pemeriksan KGD
Dari 44 orang penderita stroke iskemik akut (26 laki – laki dan 18
perempuan, dengan umur tersering 46 – 65) 33 orang (75%) ditemukan
mengalami diabetes mellitus. Dan dari 41 orang penderita stroke hemoragik (30
laki – laki dan 11 perempuan, dengan umur tersering 46 – 65) 13 orang(31.7%)
ditemukan mengalami diabetes mellitus.
Terdapat hubungan diabetes mellitus dengan peningkatan kejadian stroke
iskemik akut dengan resiko 75% lebih besar dibanding yang tidak menderita
diabetes mellitus.
ABSTRACT
Diabetes is a risk factor for stroke, and high frequency of diabetes in patients with stroke. Stroke is one cause of death and major neurological disability in Indonesia with a comparison between disability and death from stroke patients is four to one. This study aims to look at the relationship of diabetes mellitus with an increased incidence of acute ischemic stroke.
This study is analytic with a cross-sectional study with samples taken from medical records of 2010 by 85 people, 44 people ischemic stroke patients and 41 people with hemorrhagic stroke. All samples used had undergone CT - scan and examination blood sugar levels.
Of the 44 people with acute ischemic stroke (26 male and 18 female, with the most common age 46-65) 33 people (75%) were found to have diabetes mellitus. And from 41 people with hemorrhagic stroke (30 male and 11 female, with the most common age 46-65) 13 people (31.7%) were found to have diabetes mellitus.
There is a relationship of diabetes mellitus with an increased incidence of acute ischemic stroke with 75% greater risk than those without diabetes mellitus.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas khadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis ini
saya buat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir
dalam menyelesaikan pendidikan kedokteran saya di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Saya memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus untuk
kedua orang tua saya, Drs.H. Ibrahim Sakty Batubara dan Hj.Wimaslina Khairani
Lubis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, membekali
pendidikan saya baik secara materil dan non materil serta selalu mengajarkan
kepada saya untuk selalu berbagi, bertanggung jawab, memberikan dorongan,
semangat, nasehat serta doa yang tulus agar saya dapat menyelesaikan pendidikan.
Saya mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
dosen pembimbing saya dr. Kiking Ritarwan. SpS (K) yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu, membimbing serta memberikan arahan kepada saya
dalam pembuatan dan penyelesaian Karya Tulis ini.
Kepada sahabat kecil saya Adinda Soraya Nasution, Diah Permata Sari,
Yordan Sianipar, Iqbal Lisdy Siregar, Royen Akbar, M. Amru, Novi Yanti dan
semua sahabat – sahabat saya di Fakultas Kedokteran, Yulia Handayani, Natasha
Margareth Pangaribuan, Rr,Anisa Lidya, Putri Handayani, Siti Rizky Alqoriah,
Qadrina Alaydrus, Justiawan Nazwan dan rekan – rekan di Community saya, TIB
yang mungkin tidak bisa saya ucapkan satu persatu, serta semua orang yang telah
membantu dan mendoakan saya, saya ucapkan terima kasih yang sebesar–
besarnya.
Saya menyadari keterbatasan dan kekurangan saya dalam penulisan dan
penelitian ini, untuk itu saya mengaharapkan adanya masukan yang berharga dari
semua pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita
semua.
Medan, 15 Desember 2011 Penulis,
DAFTAR ISI
2.2.1. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya…...…6
2.2.2. Berdasarkan Stadium atau Pertimbangan Waktu………7
2.2.4. Berdasarkan Klasifikasi Gambaran Klinis tipe iskemik...7
2.3. Faktor Resiko………8
2.4. Diabetes Melitus………8
2.4.1. Epidemiologi………..9
2.4.2. Klasifikasi……….………..…..10
2.5. Pengaturan Glukosa Darah……….………...11
2.6. Penilaian Pengontrolan Glukosa Darah……….………...14
2.7. Patofisiologi Diabetes Melitus dengan Komplikasi Stroke...….14
BAB 3: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep………….………...………17
3.1.1. Variabel yang Diamati……….………..17
3.2. Hipotesis……….………..17
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………...20
4.3. Populasi dan Sampel………...20
4.3.1. Kriteria Insklusi dan Eksklusi………..…….20
4.3.2. Besar Sampel………...21
4.4. Teknik Pengumpulan Data……….21
4.5. Pengolahan dan Analisa Data….………...……22
5.2. Pembahasan………..26 5.2.1. Karakteristik Sampel Terhadap Stroke Iskemik………..26 5.2.2. Hubungan DM dengan Peningkatan Angka Kejadian
Stroke Iskemik akut……….28 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar .2.1. Sekresi Insulin………...12
Gambar .2.2. Sekresi Glukagon………..12
Gambar.2.3. Patofisiologi Stroke dengan Faktor Resiko DM.………16
DAFTAR SINGKATAN
% : Persen
ASNA :ASEAN Neurological Association Dkk : Dan kawan – kawan
DM :Diabetes Melitus
DMG : Diabetes Melitus Gestasional
GH :Growth Hormone
IDDM : Diabetes Mellitus yang Tergantung Insulin IRT : Ibu Rumah Tangga
KGD : Kadar Gula Darah LACI : Lacunar Infark
LDL :Low Density Lipoprotein
NIIDM : Diabetes Mellitus yang Tak Tergantung Insulin GTT :Glucose Tolerance Test
PACI : Partial Anterior Circulation Infark PIS : Perdarahan Intraserebral
PNS : Pegawai Negeri Sipil
POCI : Posterior Circulation Infark PSA : Perdarahan SubArakhnoid
RIND :Reversible Ischemic Neurological Deficit SD : Sekolah Dasar
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Lembar Check List
Lampiran 3 : Lembar Ethical Clearance
Lampiran 4 : Surat Izin Survey ke Rumah Sakit
Lampiran 5 : Surat Izin Pengambilan Data Rekam Medis RSUP.H.Adam Malik Medan
ABSTRAK
Diabetes merupakan salah satu faktor resiko stroke, dan frekuensi diabetes
cukup tinggi pada penderita stroke. Stroke merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia dengan perbandingan
antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah empat berbanding satu.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan diabetes mellitus dengan
peningkatan angka kejadian stroke iskemik akut.
Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian studi potong
lintang (Cross Sectional Study ) dengan sampel yang diambil dari data rekam medis tahun 2010 sebesar 85 orang, 44 orang penderita stroke iskemik dan 41
orang penderita stroke hemoragik. Semua sampel yang digunakan telah menjalani
pemeriksaanCT – scan dan pemeriksan KGD
Dari 44 orang penderita stroke iskemik akut (26 laki – laki dan 18
perempuan, dengan umur tersering 46 – 65) 33 orang (75%) ditemukan
mengalami diabetes mellitus. Dan dari 41 orang penderita stroke hemoragik (30
laki – laki dan 11 perempuan, dengan umur tersering 46 – 65) 13 orang(31.7%)
ditemukan mengalami diabetes mellitus.
Terdapat hubungan diabetes mellitus dengan peningkatan kejadian stroke
iskemik akut dengan resiko 75% lebih besar dibanding yang tidak menderita
diabetes mellitus.
ABSTRACT
Diabetes is a risk factor for stroke, and high frequency of diabetes in patients with stroke. Stroke is one cause of death and major neurological disability in Indonesia with a comparison between disability and death from stroke patients is four to one. This study aims to look at the relationship of diabetes mellitus with an increased incidence of acute ischemic stroke.
This study is analytic with a cross-sectional study with samples taken from medical records of 2010 by 85 people, 44 people ischemic stroke patients and 41 people with hemorrhagic stroke. All samples used had undergone CT - scan and examination blood sugar levels.
Of the 44 people with acute ischemic stroke (26 male and 18 female, with the most common age 46-65) 33 people (75%) were found to have diabetes mellitus. And from 41 people with hemorrhagic stroke (30 male and 11 female, with the most common age 46-65) 13 people (31.7%) were found to have diabetes mellitus.
There is a relationship of diabetes mellitus with an increased incidence of acute ischemic stroke with 75% greater risk than those without diabetes mellitus.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia dengan perbandingan antara cacat dan mati dari
penderita stroke adalah empat berbanding satu. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat,
berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih yang langsung
menimbulkan kematian, dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung
sementara, beberapa detik hingga beberapa jam ( kebanyakan 10 – 20 menit ), tapi
kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA) (Mansjoer, 2000,).
Insiden stroke di Amerika Serikat kurang lebih 700.000 pertahunnya dan
merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner serta
kanker (Caplan, 2000; dalam Ritarwan, 2002). Sekitar 20% stroke adalah stroke
hemoragik dan sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau
infark. (Gofir, 2009).
Dari data penderita rawat inap di bangsal nurologi Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan pada tahun 2010 diperoleh bahwa 365 pasien stroke yang opname,
251 pasien (68 %) merupakan stroke iskemik dan 114 pasien (32%) merupakan
stroke hemoragik. (Departemen Neurologi, 2006).
. Stroke Iskemik paling sering disebabkan oleh proses aterotrombosis dan
emboli kardiogenik, sedangkan 2/3 kasus stroke hemoragik berhubungan dengan
hipertensi dan 20% karena perdarahan subarachnoid (Misbach, 1999; dalam
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survey
ASNA(ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stoke akut yang dirawat rumah sakit
(hospital based study). Penderita laki – laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11.8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54.2%,
dan diatas usia 65 tahun 33.5% (Misbach, 2007).
. Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut,
dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan dalam jumlah yang sama
(25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%)
yaitu penderita non – diabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke
(Misbach, 1999; dalam Bangun, 2008)
Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuria,
polidipsi dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia kronik. Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak & protein, dan resiko timbulnya gangguan
mikrovaskular atau makrovaskular meningkat. Hiperglisemia timbul akibat
berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel – sel otot,
jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan
normal, kira – kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira – kira 30 – 40%
diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu,
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel hingga energi terutama diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak ( Suherman, 2007).
Diabetes mellitus merupakan faktor resiko untuk stroke, frekuensi diabetes
cukup tinggi pada penderita stroke. Pada penderita stroke aterotrombotik
(iskemik) dijumpai 30% dengan diabetes mellitus, dari sisanya ditemukan 59%
dengan toleransi glukosa yang abnormal. Mereka menyimpulkan bahwa 70%
penderita stroke yang mereka selidiki menderita diabetes mellitus yang nyata atau
yang tersembunyi (Gertler dkk, 1975). Dari 50 penderita TIA atau stroke yang
mereka selidiki, 20% sebelumnya telah diketahui menderita diabetes mellitus,
Mereka menyimpulkan bahwa 62% penderitanya mempunyai abnormalitas
glikemik. Angka kejadian (prevalensi) diabetes pada orang dewasa di Amerika
Serikat ialah 6%, angka ini meningkat menjadi 16% pada golongan usia 65 tahun
ke atas (Riddle dan hart, 1982; WHO,1980; dalam Lumbantobing, 2007).
Dalam suatu penelitian prospektif analisis stroke telah menunjukkan
prevalensi tinggi dari yang didiagnosa diabetes (17 %) dan baru didiagnosa
diabetes (11.4%) pada pasien dengan stroke akut di unit rumah sakit stroke.
Angka ini secara signifikan lebih tinggi dari prevalensi angka dalam kelompok
usia sebanding (Kiers dkk, 1992).
Dalam sebuah penelitian prospektif di rumah sakit. Seorang peneliti,
menggunakan tata kriteria diagnostik mencatat demografi, faktor risiko dan jenis
stroke dan kematian yang terjadi selama periode-pasien. HASIL: Seratus enam
puluh tiga pasien dengan stroke iskemik akut yang terdaftar dalam penelitian.
Diabetes mellitus tipe 2 ditemukan pada 90 (55.2%) pasien (Hamidon, 2003).
Dari penelitian Copenhagen Stroke dimana 75% pasien diabetes diketahui mengalami DM terlebih dahulu baru mengalami stroke, padahal 25% DM
didiagnosis pada pasien yang rawat inap rumah sakit dengan penyakit stroke.
Sejak diabetes diketahui mampu menaikkan resiko aterosklerosis, hal itu terlihat
bahwa DM menjadi faktor resiko yang paling essensial pada sistem vaskular khususnya stroke iskemik. Pasien dengan DM – stroke memiliki resiko kematian
lebih tinggi daripada pasien stroke tanpa DM (Antonios and Silliman , 2005 ). Empat puluh enam koma empat persen pasien DM ditemukan pada pasien
yang mengalami stroke. Hasil penelitian lain dari Barrett – Connor dkk
menyatakan DM merupakan faktor resiko tersering untuk stroke. Dari penelitian
Bener terlihat pasien hipertensi dengan DM memiliki faktor resiko mengalami
stroke (Bener dkk, 2005 ).
Prevalensi stroke pada diabetes meningkat dari 6.1% menjadi 21.1%. Dalam
penelitian ini, stroke ditemukan pada 2.55% dari penderita diabetes dan
merupakan 5.51% dari semua komplikasi neurologi pada pasien diabetes.
Kejadian ini lebih rendah dari stroke yang ditemukan dalam penelitian kami
stroke dengan diabetes tidak terdiagnosis sebelumnya ketika dirawat di bawah
divisi saraf dan belum termasuk dalam penelitian kami. Risiko stroke (terutama
thromboembolik) pada penderita diabetes adalah dua sampai enam kali
dibandingkan dengan pasien non diabetes (Zargar dkk, 2009)
Hiperglikemi sebagai petanda dari stroke yang lebih berat sehingga outcome
yang buruk diantara pasien – pasien dengan hiperglikemia dapat merupakan
sebagian dari gambar keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri
(Adams dkk, 2007; dalam Bangun, 2008).
Oleh karena angka terjadinya kasus ini sangat tinggi maka saya melakukan
penelitian ini di Bangsal Rawat Inap Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP
H. Adam Malik Medan sebagai bahan untuk karya tulis ilmiah saya untuk
mencapai Standar Kompetensi Pendidikan Kedokteran Dasar Indonesia (KIPDI
III).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas,
dirumuskanlah masalah penelitian apakah penderita diabetes mellitus dapat
meningkatkan angka kejadian stroke fase akut di Bangsal Rawat Inap Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan angka kejadian
stroke fase akut selama dalam perawatan di rumah sakit.
1.3.2. Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui faktor resiko pada pasien stroke.
b. Untuk mengetahui pengaruh diabetes mellitus pada pasien stroke.
c. Untuk mengetahui peningkatan angka kejadian stroke pada penderita
1.4. Manfaat penelitian
a. Manfaat bagi peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang penelitian
b. Manfaat bagi orang lain dapat menjadi informasi dan referensi untuk
penelitian selanjutnya
c. Manfaat bagi masyarakat adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukkan kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (Gofir, 2009)
Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke
berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2009).
2.2. Klasifikasi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi
bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain
penyebab vaskuler. Defenisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke
iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan
intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA) (Gofir,
2009).
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut menurut Misbach (1999)
dalam Ritarwan (2002) adalah:
2.2.1. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya
1. Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik.
a. Perdarahan Intraserebral (PIS).
2. Stroke Iskemik yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak.
Sehingga dapat menyebabkan jaringan otak mati. Sekitar 85% dari semua
stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.
a.Transient Ischemic Attack (TIA). b. Trombosis Serebri.
c. Embolia Serebri.
2.2.2. Berdasarkan Stadium atau Pertimbangan Waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA) adalah Suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) adalah Gejala neurologik yang timbul dan akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke In Evolution (Progressing Stroke) adalah Gejala/tanda neurologist
fokal terus memburuk setelah 48 jam.
4. Complete Stroke Non-Hemmorhagic adalah Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
2.2.3. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah
1. Sistem Karotis.
2. Sistem Vertebrobasiler.
2.2.4. Berdasarkan Klasifikasi Gambaran Klinis tipe iskemik (Gofir, 2009) 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI).
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI). 3. Lacunar Infark (LACI).
4. Posterior Circulation Infark (POCI).
Selain itu stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu, stroke perdarahan
(hemoragik) dan stroke iskemik. Dua kategori ini memiliki Suatu kondisi yang
berlawanan dimana pada stroke hemoragik, kranium yang tertutup memiliki darah
yang terlalu banyak. Sedangkan pada stroke iskemik terjadi gangguan ketersedian
sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. (Gofir,
2009).
2.3. Faktor Resiko
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular Disorders (1989), Faktor stroke iskemik adalah (Gofir, 2009):
2.3.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Etnis /Ras
4. Hereditas
2.3.2. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi:
1. Hipertensi.
8. Peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida, LDL).
9. Hiperurisemia.
10. Infeksi.
2.4. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan – gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang bertalian dengan defisiensi
absolute atau relatif aktivitas dan/atau sekresi insulin. Gejala – gejala yang khas
adalah poliuria, polidipsia, polifagia (WHO, 2000)
Diabetes mellitus telah lama menjadi perhatian dari WHO. Penelitian
pertama diabetes berskala internasional yang disponsori secara langsung oleh
Diabetes. Pengembangan diabetes mellitus bertalian dengan peningkatan angka
kematian dan resiko tinggi berkembangnya penyulit – penyulit vaskuler, ginjal,
retina, dan neuropati, yang dapat mengakibatkan kecacatan serta kematian dini
(WHO, 2000).
Diabetes mellitus atau DM merupakan masalah endokrinologis yang
menonjol dalam pelayanan kesehatan dan juga sudah terbukti sebagai faktor
resiko stroke dengan peningkatan resiko relatif pada stroke iskemik 1.6 sampai 8
kali dan pada stroke hemoragik 1.02 hingga 1.67 kali (Antonios & Silliman,
2005).
Penelitian prospektif terhadap 3642 pasien yang diamati selama 10.4 tahun
mendapatkan resiko stroke berkurang dengan 12% untuk setiap 1% pengurangan
hemoglobin A1C, walaupun tidak signifikan secara statistic (P=0.035) (Stratton
dkk, 2000). Pada penelitian ini HbA1C menurun dari median 7.9% ke 7.0%.
Kemungkinan resiko stroke dapat diperkecil lagi jika penanganan diabetes yang
terjadi lebih agresif (Antonios dan Silliman, 2005).
2.4.1. Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes mellitus sangat tinggi. Diduga terdapat sekitar
16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosa 600.000
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat
dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2.5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita serangan jantung.
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena
penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah
komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus intrauterine pada ibu – ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat (Price dan Wilson,
2006).
Diabetes yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan gangguan siklus
haid pada wanita. Pengobatan terbaik adalah dengan mengendalikan kadar gula
Kadar gula kulit (glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa
darah) pada orang biasa. Pada diabetes, rasio meningkat sampai 69 – 71% dari
glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio
melebihi 55% keadaan ini yang dinamakan sebagai diabetes kulit (Juanda dkk,
2007).
2.4.2. Klasifikasi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price dan Wilson, 2006). Diabetes dibagi menjadi :
a. Diabetes Mellitus Tipe – 1
Diabetes tipe – 1 adalah diabetes mellitus yang tergantung insulin
(IDDM). IDDM ditandai dengan defisiensi mutlak insulin, onset
gejala yang berat timbul secara mendadak, cenderung menjadi
ketosis, dan untuk menopang kehidupan tergantung pada insulin dari
luar. Usia saat timbulnya gejala klinis biasanya dibawah 30 tahun,
meskipun gangguan dapat terjadi di semua usia. Sering dikenal
denganjuvenile – onset diabetes(WHO, 2000). b. Diabetes Mellitus tipe – 2
Diabetes tipe – 2 adalah diabetes mellitus yang tak tergantung insulin
(NIIDM). Mencakup hampir 85% dari semua kasus diabetes di
negara – negara maju, dan sebagian besar kasus di negara – negara
berkembang. Diagnosa untuk orang – orang eropa biasanya dibuat
sesudah usia 40 tahun. Diagnosa dapat ditegakkan bila kadar glukosa
darah puasa meningkat sampai batas yang diterima sebagai
diagnostik diabetes. DM tipe – 2 ini kebanyakan disebabkan oleh
kerusakan sel beta pankreas (WHO, 2000).
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes Gestasional adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau
baru ditemukan pada waktu hamil. Komplikasi yang dapat terjadi
pada ibu yang menderita diabetes gestasional adalah preeklampsi,
Sedangkan pada janin dapat meningkatkan resiko terjadinya
hiperbilirubinemia, trauma persalinan, hipoglikemia, hipokalsemia,
dan dapat juga menyebabkan kecacatan dan kematian pada janin.
(Saifuddin dkk, 2008)
d. Tipe khusus lain, seperti (Price dkk., 2006) : · Kelainan genetik pada sel beta.
· Kelainan genetik pada kerja insulin : Sindrom resistensi insulin berat.
· Penyakit pada eksokrin pankreas.
· Penyakit endokrin :Cushing Syndrom, Akromegali. · Obat- obatan yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta. · Infeksi.
2.5. Pengaturan Glukosa Darah
Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum prosimal. Setelah diabsorbsi,
kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan
kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian
besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis
glukosa, dan (3) melakukan glikolisis. Jumlah glukosa yang yang diambil dan
dilepaskan oleh hati dan digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada
keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu (1) hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah, yaitu insulin yang dibentuk oleh sel-sel beta di pulau
langerhans pankreas (Gambar 2.1), dan (2) hormon yang meningkatkan kadar
glukosa darah, ada glukagon yang disekresi oleh sel- sel alfa pulau langerhans,
epinefrin yang disekresikan oleh medulla adrenal dan jaringan kromafin lain,
glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal dan Growth Hormone
(GH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Gambar 2.2) (Price dan
Dikutip dari: Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
-Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes
Melitus. pp. 63: 1259 – 1274. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Peningkatan kadar gula darah berbanding lurus dengan diabetes mellitus
yang dapat kita ketahui dari tes toleransi glukosa oral (OGTT). Kemampuan
sesorang untuk mengatur kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas – batas
normal dapat ditentukan melalui tes (1) kadar glukosa serum puasa, dan (2)
respons glukosa serum terhadap pemberian glukosa (Tabel 2.1) (Price dan Wilson,
2006).
TABEL 2.1. Tes Toleransi Glukosa
Kadar Dalam Plasma Glukosa Normal GTT* DM
Gula Darah Puasa 70-110 110-125 >126
2 Jam Setelah Pemberian 110-140 140-199 >200
Glukosa 75 gr
*GTT : Gangguan Toleransi Glukosa
Dikutip dari: Lumbantobing, S.M, 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
Diagnosa DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium gula
darah puasa dan pemeriksaan gula darah setelah makan (beban glukosa).
Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) puasa dan sewaktu. Pasien diminta puasa
8-10 jam sebelum pemeriksaan gula darah. Pada umumnya pasien juga akan
diminta untuk mengumpulkan sample urinnya. Hal ini ditujukan untuk mendeteksi
adanya glukosa dalam urin. Karena selama kadar glukosa dalam plasma tidak
melebihi 160 – 180 mg/dl, glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir
semuanya direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah
melebihi dari 180 mg/dl maka sebagian akan dibuang melalui urin atau yang biasa
gejala awal DM. perubahan pola hidup dan pemeriksaan laboratorium berkala
sangat dianjurkan.
2.6. Penilaian Pengontrolan Glukosa Darah
Metode yang digunakan untuk menetukan pengontrolan glukosa darah pada
semua tipe diabetes adalah dengan pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin
pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari
sumsum tulang. Selama 120 hari masa hidup hemoglobin dalam eritrosit,
normalnya hemoglobin sudah mengandung glukosa. Bila kadar glukosa
meningkat diatas normal, maka jumlah glikat hemoglobin juga akan meningkat.
Dapat dilakukan test HbA1C untuk menetukan kadar glukosa dalam hemoglobin
(Tabel 2.2) (Price dan Wilson, 2006).
TABEL 2.2. Tes HbA1c
Dikutip dari: Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
-Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes
Melitus. pp. 63: 1259 – 1274. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Kontrol hiperglikemia yang tidak adekuat dapat didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin A1c >7.0 %. Sampai saat ini tujuan umum penanganan diabetes
dengan target HbA1C ke 7.0% masih dipakai pada orang dewasa untuk mencegah
resiko makrovaskular.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh – pembuluh
kecil (mikroangiopati) dan pembuluh – pembuluh besar (makroangiopati).
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic) dan saraf – saraf perifer(neuropati diabetic), otot – otot serta kulit.
Makroangiopati mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis.
Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi
glukosa setelah makan karbohidrat. Sehingga terjadilah hiperglikemia berat dan
apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal maka timbullah glikosuria.
Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa
hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan
berat badan berkurang (polifagia) mungkin akan timbul dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan cairan elektrolit. Ketika tubuh kehilangan cairan maka
darah mengalami kepekatan yang membuat darah menggumpal atau dengan kata
lain mengalami trombosis. Trombosis adalah proses kompleks yang berhubungan
dengan proses terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya dapat menghasilkan
penyempitan pembuluh darah yang mengarah ke otak (Gambar 3.3) (Price dan
Gambar.2.3. Patofisiologi Stroke dengan Faktor Resiko DM
Defisiensi Insulin
Penurunan Pemakaian Glukosa
Hiperglikemia
Glikosuria
Osmotik Diuresis
Dehidrasi
Viskositas Darah
Trombosis
Artherosklerosis
Makrovaskuler
Jantung
Serebral
Ekstremitas
Stroke
Ringkasan dari : Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses - Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan
Diabetes Melitus. pp. 63: 1259 – 1274. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, peneliti menilai peranan Diabetes Melitus terhadap
angka kejadian stroke iskemik akut, dengan menggunakan data rekam medis yang
lengkap di Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP. H.Adam Malik Medan
tahun 2010. Dalam data rekam medis tersebut dilihat riwayat penyakit Diabetes
Melitus pada pasien yang menderita stroke fase akut untuk menilai keterkaitannya
dalam peningkatan angka kejadian stroke fase akut.
Gambar.3.1. Kerangka Konsep
3.1.1. Variabel yang diamati
1. Variabel terikat /dependen: Kejadian stroke fase akut 2. Variabel bebas /independent: Diabetes Melitus.
3.2. Hipotesis
1. H0: Tidak ada hubungan antara diabetes mellitus dengan peningkatan angka
kejadian stroke fase akut.
2. Ha: Ada hubungan antara diabetes mellitus dengan peningkatan angka
kejadian stroke fase akut.
3.3. Definisi Operasional Variabel
1. Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional
otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (Gofir,
2009) .
2. Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).
3. Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak yang terjadi karena tekanan darah ke otak yang tiba-tiba meninggi, sehingga menekan
pembuluh darah ( Sutrisno, 2007).
4. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2009).
5. Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan – gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang bertalian dengan
defisiensi absolute atau relatif aktivitas dan/atau sekresi insulin. Gejala –
gejala yang khas adalah poliuria, polidipsia, polifagia (WHO, 2000).
6.Kadar Gula Darah Normal di definisikan apabila kadar glukosa sewaktu dalam plasma 110 – 140 mg/dl
7. Gangguan Kadar Gula Darah didefinisikan apabila kadar glukosa sewaktu dalam plasma antara 140 – 199 mg/dL .
8.Diagnosa diabetes mellitus apabila glukosa sewaktu >200 mg/dL.
9. Karakteristik sampel penelitian yang digunakan untuk membandingkan sampel antara stroke iskemik dan hemoragik adaah:
b) Bedasarkan umur, yaitu dari usia < 45 tahun, 46 – 65 tahun, dan
>66 tahun.
c) Bedasarkan pekerjaan, yaitu PNS yang dikategorikan didalamnya
adalah semua pekerjaan yang digaji oleh pemerintah, lalu
wiraswasta yang dikategorikan didalamnya adalah semua pekerjaan
yang tidak berhubungan dengan pemerintahan, seperti pedagang,
pengusaha, pekerja BUMN, pegawai bank swasta, petani, tukang
becak, buruh serta pekerjaan lainnya yang tidak digaji oleh
pemerintah. Kemudian pensiunan, yang dikategorikan didalamnya
adalah semua pegawai negeri maupun pegawai swasta yang sudah
tidak bekerja lagi dikarenakan usia yang sudah mengalami penuan
dan tidak bisa lagi bekerja maksimal. Dan IRT, yang dikategorikan
didalamnya adalah semua wanita yang sudah menikah, menjaga
anak, mengatur keperluan suami serta mengurus keperluan rumah
tangga, dan tidak kerja mencari nafkah diluar.
3.3.1. Cara Pengukuran dengan Menggunakan Lembar Check List, untuk:
1. Mendiagnosa Strokedapat dilakukan pemeriksaan CT scan otak
2. Diabetes Melitus dapat dilakukan pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) sewaktu
3.3.2. Alat Ukur
1. Ct scan Otak.
2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah dalam Plasma
3.3.3. Kategori
1. Gambaran Hipodens untuk stroke Iskemik, dan hiperdens untuk stroke
hemoragik
2. Untuk DM, hasil KGD sewaktu : - 110 – 140 mg/dl (Normal)
- 140 – 199 mg/dl (GTT)
3.3.4. Skala Pengukuran :
1. Skala Nominal,untuk gambaran CT scan.
2. Skala Ordinal,untuk pemeriksaan KGD.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian studi
potong lintang (Cross Sectional Study ).
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari pemilihan judul dan pengerjaan proposal
penelitian ini (Februari – Mei 2011) sampai pembuatan laporan hasil penelitian
(Agustus – Desember 2011). Penelitian ini dilakukan di Departemen Neurologi
FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian yang berupa data sekunder (rekam medis) diambil dari
populasi pasien stroke fase akut di rawat inap mulai tanggal 1 Januari 2010 – 31
Desember 2010 di Departemen Neurologi FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik
Medan dan sudah dilakukan pemeriksaan CT. Scan otak dan pemeriksaan Kadar
Gula Darah. Berdasarkan hasil survey yang di dapat, pasien stroke berjumlah 365
orang, dengan stroke iskemik akut berjumlah 251 orang (68%), dan stroke
hemoragik 114 orang (32 %).
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik non-probability sampling
yang jenis consecutive sampling dimana semua subjek yang memenuhi berdasarkan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan teori dan
4.3.1. Kriteria Insklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Insklusi
a. Pasien stroke yang ditegakkan dengan CT Scan otak.
b. Onset serangan < 1 minggu
2. Kriteria Eksklusi
a. Penderita stroke berulang
b. Penderita TIA
4.3.2. Besar Sampel
Besar sampel dapat dihitung melalui rumus (Sastroasmoro, 2008) :
n = Z α 2P.Q d2
n = 1 . 9 62 x 0 . 6 8 x 0 . 3 2 0 . 12
n = 8 3 . 5 = 8 4 O r a n g
dimana :
n = Jumlah Sample
Z α = Nilai distribusi normal baku Z yang besarnya tergantung
pada nila α. Tingkat kepercayaan 95%, maka α = 1.96.
P = Proporsi penderita stroke 0.68 (Prevalensi dari data rawat
inap Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2010).
Q = (1 – p ) = (1 – 0.68) = 0.32
d = Tingkat ketepatan absolut yang dapat ditolerir. Ditetapkan
10% = 0.1
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder atau rekam medik di Departemen
Neurologi FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan mulai tanggal 1 Januari
2010 – 31 Desember 2010. Data – data yang telah didapat harus diambil sesuai
dengan besar sampel secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Meminta rekam medis yang sesuai dengan variabel bebas dan variabel
terikat. Data yang didapat harus terlebih dahulu diidentifikasi kriteria inklusi dan
tidak ada kriteria eksklusi. Menconteng pada bagian lembar check list yang sesuai.
Hasil penelitian akan dikelola dan dianalisa secara statistik dengan menggunakan
program komputer windows SPSS. Analisis dan penyajian data untuk melihat adanya hubungan diabetes mellitus dengan kejadian stroke dapat menggunakan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik yang berlokasi di jalan
bunga lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.
Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes
No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Dengan predikat Rumah sakit kelas A, RSUP Haji
Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah
pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau
sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6
September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit
pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel yang diperoleh dari data rekam medik dalam kurun waktu 1
Januari sampai 31 Desember 2010 sebesar 85 sampel. Pada table 5.1 dapat dilihat
laki – laki 56 (65.9 %) dan perempuan 29 orang (34.1 %). Dari distribusi umur
dapat dilihat umur yang paling muda adalah 42 tahun dan yang paling tua adalah
84 tahun dengan rata –rata umur 60.67 ± 10.01 tahun. Kemudian untuk pekerjaan
dari data yang diambil terdapat 30 orang (35.3 %) Pegawai Negeri Sipil (PNS), 14
orang (16.5 %) wiraswasta, 26 orang (30.6 %) pensiunan, dan 15 orang (17.6 %)
berdasarkan hasil CT – scan, yaitu stroke iskemik 44 orang (51.8%) dan stroke hemoragik 41 orang (48.2%).
Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel
No Karakteristik Stroke Iskemik Stroke Hemoragik Total n % n % n % 1. Jenis Kelamin
Laki – laki 26 59.1 30 73.2 56 65.9
Perempuan 18 40.9 11 26.8 29 34.1
Total 44 100 41 100 85 100 2. Umur
< 45 1 2.3 1 2.4 2 2.4
46 – 65 31 70.5 26 63.4 57 67.1
> 66 12 27.3 14 34.1 26 30.6
Total 44 100 41 100 85 100 3. Jenis Pekerjaan
PNS 15 34.1 15 36.6 30 35.3
Wiraswasta 9 20.5 5 12.2 14 16.5
Pensiunan 13 29.5 13 31.7 26 30.6
IRT 7 15.9 8 19.5 15 17.6
Total 44 100 41 100 85 100
Berdasarkan jenis stroke dapat dilihat dari 56 orang laki - laki terlihat 26
stroke hemoragik. Dan diantara 29 orang perempuan terlihat 18 orang (40.9 %)
menderita stroke iskemik sementara 11 orang (26.8 %) menderita stroke
hemoragik. Menurut karakteristik umur, penderita stroke iskemik yang berumur
<45 tahun sebanyak 1 orang (2.3 %), yang berumur 46 – 65 tahun sebanyak 31
orang (70.5 %), dan yang > 66 tahun sebanyak 12 orang (27.3 %). Sementara
penderita stroke hemoragik yang berumur < 45 tahun sebanyak 1 orang (2.4 %),
yang berumur 46 – 65 sebanyak 26 orang (63.4 %), dan yang berumur > 66
sebanyak 14 orang (34.1 %).
Berdasarkan jenis stroke dapat dilihat dari 30 orang yang bekerja sebagai
PNS ada 15 orang (34.1 %) menderita stroke iskemik dan 15 orang ( 36.6 %)
menderita stroke hemoragik, dari 14 orang yang bekerja sebagai wiraswasta ada 9
orang (20.5 %) menderita stroke iskemik dan 5 orang (12.2 %) menderita stroke
hemoragik, dari 26 orang yang sudah pensiun ada 13 orang (29.5 %) menderita
stroke iskemik dan 13 orang (31.7 %) menderita stroke hemoragik. Dan dari 15
orang yang menjadi IRT ada 7 orang (15.9 %) yang ,menderita stroke iskemik dan
8 orang (19.5 %) yang menderita stroke hemoragik.
5.1.3. Hubungan DM dengan Peningkatan Angka Kejadian Stroke Iskemik
Penelitian ini menggunakan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu untuk
melihat ada tidaknya kenaikkan kadar gula darah pada penderita stroke yang telah
melewati pemeriksaan CT – scan. Hal ini dikarenakan pada data rekam medis tidak banyak yang memenuhi pemeriksaan kadar gula darah puasa. Pada table 5.2.
dari sampel ada 23 orang (27.1 %) yang normal atau dengan kata lain tidak
mengalami peningkatan kadar gula darah, ada 16 orang (18.8 %) yang mengalami
gangguan toleransi glukosa, dan ada 46 orang (54.1 %) yang menderita DM.
Kemudian dari 23 pasien dengan kadar gula darah normal ada 5 orang (11.4 %)
yang menderita stroke iskemik dan 18 orang (43.9 %) menderita stroke
hemoragik, dari 16 orang dengan gangguan toleransi glukosa ada 6 orang (13.6
%) yang menderita stroke iskemik dan 10 orang (24.4 %) menderita stroke
hemoragik, dan dari 46 orang ada 33 orang (75 %) menderita stroke iskemik dan
Tabel 5.2. Hubungan DM dengan Peningkatan Angka Kejadian Stroke Iskemik
Pemeriksaan KGD Stroke Iskemik Stroke Hemoragik Total p Sewaktu n % n % n %
Normal 5 11.4 18 43.9 23 27.1
GTT 6 13.6 10 24.4 16 18.8 0.000
DM 33 75.0 13 31.7 46 54.1
Total 44 100 41 100 85 100
* Analisis statistikchi – square dengan Sig <0.005
Melalui analisis statistik chi – square mengunakan program komputer
SPSS for windows dijumpai adanya hubungan DM dengan peningkatan angka kejadian stroke iskemik pada penelitian ini (p = 0.000).
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini diperoleh 44 orang penderita stroke iskemik dan 41
orang penderita stroke hemoragik dengan perbandingan kasus 51.8% dengan
48.2% dimana dapat dilihat stroke iskemik sedikit lebih dominan dibanding stroke
hemoragik. Hal yang sama juga didapat pada penelitian Ritarwan (2002) dengan
lokasi yang sama bahwa perbandingan stroke iskemik dengan stroke hemoragik
adalah 68.9% berbanding 31.1%.
Berdasarkan jenis kelamin dari 56 orang laki - laki terlihat 26 orang
(59.1%) menderita stroke iskemik sementara 30 orang ( 73.2 %) menderita stroke
hemoragik. Dan diantara 29 orang perempuan terlihat 18 orang (40.9 %)
menderita stroke iskemik sementara 11 orang ( 26.8 %) menderita stroke
hemoragik. Dari penelitian ini dijumpai jenis kelamin laki – laki lebih dominan
terkena stroke dibanding perempuan dengan perbandingan 65.9% dengan 34.1%.
Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian Krisnarta (2007) di lokasi yang
sama dengan hasil laki - lebih lebih dominan dibanding perempuan, persentasi
laki – laki dan perempuan sebesar 68.4% dengan 31.6%. Dan juga pada hasil
penelitian Ritarwan (2002) dengan perbandingan laki – laki dan perempuan
sebesar 64.4% dengan 35.6%.
Dari hasil uji analisis statistik chi – square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian stroke fase akut (p
= 0.171). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Hamidon (2003) dan Zargar (2009)
yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan stroke fase akut
(p > 0.005).
Pada karakteristik berdasarkan umur dapat dilihat rata – rata sampel yang
menderita stroke 60.67 ± 10.01 tahun dengan umur termuda 42 tahun dan yg
paling tua 84 tahun. Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Siswonoto (2008) yang
pada penelitiannya menemukan penderita stroke pada rata rata umur 60.5 ± 10.65,
dan Feigin,dkk. (1998) juga melaporkan umur rata - rata pada penderita stroke
iskemik 67.8 ± 9.2 tahun. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa stroke biasanya
terjadi pada kelompok umur dewasa sampai lansia. Hal tersebut sesuai yang
tercantum di Buku Ajar Neurologi Klinis, edisi pertama dimana dinyatakan,
bertambahnya usia menyebabkan terjadinya kemunduran pada organ manusia
yang terjadi secara alamiah.
Sebaran penderita stroke iskemik yang berumur < 45 tahun sebanyak 1
orang (2.3 %), yang berumur 46 – 65 tahun sebanyak 31 orang (70.5 %), dan yang
> 66 tahun sebanyak 12 orang (27.3 %). Sementara penderita stroke hemoragik
yang berumur < 45 tahun sebanyak 1 orang (2.4 %), yang berumur 46 – 65
Dari hasil pengolahan analisis statistik chi – square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian stroke fase akut
(p=0.784). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ritarwan (2002) yang menyatakan
tidak ada hubungan antara umur dengan stroke fase akut (p > 0.005). Namun pada
penelitian Hamidon (2003) dan Zargar (2009) melaporkan adanya hubungan umur
dengan stroke iskemik (p < 0.005). Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan pengelompokkan usia pada masing – masing penelitian.
Berdasarkan pekerjaan pada kelompok stroke iskemik didapatkan 30 orang
yang bekerja sebagai PNS ada 15 orang (34.1 %) menderita stroke iskemik dan 15
orang (36.6 %) menderita stroke hemoragik, dari 14 orang yang bekerja sebagai
wiraswasta ada 9 orang (20.5 %) menderita stroke iskemik dan 5 orang (12.2 %)
menderita stroke hemoragik, dari 26 orang yang sudah pensiun ada 13 orang (29.5
%) menderita stroke iskemik dan 13 orang (31.7 %) menderita stroke hemoragik.
Dan dari 15 orang yang menjadi IRT ada 7 orang (15.9 %) yang menderita stroke
iskemik dan 8 orang (19.5 %) yang stroke hemoragik.
Dari hasil uji analisis statistik chi – square tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan seseorang dengan peningkatan kejadian stroke
iskemik akut (p = 0.776). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Bangun (2008)
bahwa tidak ada hubungan yang berarti antara pekerjaan dengan stroke iskemik
(P>0.005).
5.2.2. Hubungan DM dengan Peningkatan Angka Kejadian Stroke Iskemik Akut
Metode yang baik dan biasa digunakan untuk menentukan pengontrolan
glukosa pada semua tipe diabetes adalah pengukuran glikat hemoglobin (HbA1c)
namun karena keterbatasan sampel yang melakukan pemeriksaan HbA1c di
lapangan maka pada penelitian ini pemeriksaan yang digunakan adalah
pemeriksaan kadar gula darah yang diambil sewaktu atau setelah pemberian
glukosa 75 gram. Untuk pemeriksaan stroke digunakan pemeriksaan CT – scan
yang memberikan hasil adanya gambaran hipodens dan hiperdens. Dari hasil
ada 23 orang (27.1 %) yang kadar gula darahnya normal, 16 orang (18.8 %) yang
mengalami gangguan toleransi glukosa, dan ada 46 orang (54.1 %) yang
menderita DM. Kemudian dari 23 pasien dengan kadar gula darah normal ada 5
orang (11.4 %) yang menderita stroke iskemik dan 18 orang (43.9 %) menderita
stroke hemoragik, dari 16 orang dengan gangguan toleransi glukosa ada 6 orang
(13.6 %) yang menderita stroke iskemik dan 10 orang (24.4 %) menderita stroke
hemoragik, dan dari 46 orang yang menderita DM ada 33 orang (75 %) menderita
stroke iskemik dan 13 orang (31.7 %) menderita stroke hemoragik.
Melalui uji analisis statistik chi – square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara DM dengan peningkatan angka kejadian stroke fase akut
(p=0.000). Penelitian ini membuktikan bahwa DM dapat meningkatkan resiko
mengalami stroke fase akut sebesar 54.1% dengan persentasi mengalami stroke
iskemik sebesar 75% dan stroke hemoragik sebesar 31.7%. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Hamidon (2003) di Malaysia melalui penelitian prospektif dari
163 pasien stroke iskemik dan 55 pasien stroke hemoragik ditemukan 90 orang
(55.2%) dengan DM (p = 0.001). Pada penelitian retrospektif oleh Zargar (2009)
di Kashmir melaporkan dari 599 pasien DM ditemukan 33 orang (5.51%)
mengalami stroke (p < 0.001). Kejadian ini lebih rendah dari stroke yang
ditemukan dalam penelitian ini mungkin karena pasien diabetes dengan stroke dan
juga pasien stroke dengan diabetes tidak terdiagnosis sebelumnya ketika dirawat
di bawah divisi saraf.
Hasil ini sesuai dengan patofisiologi stroke iskemik dimana komplikasi
jangka panjang dari diabetes mellitus dapat menyebabkan pembuluh – pembuluh
besar (makroangiopati) mempunyai gambaran histopatologi berupa
arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa setelah diberi 75 gram glukosa. Sehingga terjadilah
hiperglikemia berat dan apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal
maka timbullah glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).
kalori negatif dan berat badan berkurang (polifagia) mungkin akan timbul dengan
hasil akhir dehidrasi dan kehilangan cairan elektrolit. Ketika tubuh kehilangan
cairan maka darah mengalami kepekatan yang membuat darah menggumpal atau
dengan kata lain mengalami trombosis. Trombosis adalah proses kompleks yang
berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya dapat
menghasilkan penyempitan pembuluh darah yang mengarah ke otak dengan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa :
1. Dari 85 sampel yang dianalisa dijumpai 51.8 % pasien dengan stroke
iskemik dan 48.2 % stroke hemoragik.
2. Berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat distribusi terbanyak
penderita stroke berjenis kelamin laki – laki lebih dominan daripada
perempuan yaitu sebesar 65.9% banding 34.1% dan rentang umur yang
paling sering mengalami stroke antara 46 – 65 tahun dengan persentasi
sebesar 67.1%.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan umur
dengan kejadian stroke fase akut
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan
kejadian stroke fase akut
5. Terdapat peningkatan angka kejadian stroke akibat diabetes mellitus
sebesar 54.1%, dengan persentasi mengalami stroke iskemik sebesar 75%
dan stroke hemoragik sebesar 31.7%
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara diabetes mellitus dengan
6.2. Saran
1. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan besar sampel 85 orang dan waktu penelitian yang pendek dan hanya menggunakan data
rekam medis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan sampel yang besar dan waktu yang lebih panjang dengan
melibatkan banyak pusat penelitian.
2. Evaluasi (pengukuran) kadar gula darah pada penderita stroke sebaiknya
tidak hanya dengan pemeriksaan glukosa sewaktu saja, sebaiknya juga
DAFTAR PUSTAKA
Antonios N, Silliman S, 2005, Diabetes Mellitus and Stroke, Northeast Florida
Medicine, Spring 2005.
Bangun, R., 2008. Hubungan Kadar Albumin Serum dan Outcome Fungsional
Penderita Stroke Iskemik dengan dan Tanpa Diabetes.
Bener, A., Kamran, S., Elouzi, E.B., Hamad, A., Heller, R.F.,2005. Association
between stroke and acute myocardial infarction and its related risk factors:
hypertension and diabetes.
Caplan LR.2000. Caplan's Stroke: A Clinical Approach. Boston Butterwoth
Heinemann. Dalam: Ritarwan, Kiking, 2002. Pengaruh Suhu Tubuh
Terhadap Outcome Penderita Stoke yang Dirawat di RSUP.H.Adam
Malik. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan.
Feigin, V,. 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Ghazali, M.V., Satromihardjo, S., Soedjarwo, S.R., Soelaryo, T., Pramulyo, H.,
2006. Studi Cross – sectional. In : Sastromihardjo, S., Ismael, S., ed Dasar
Gofir, A., Indera., Noor, A., Utomo. A.B., 2009. Manajemen Stroke Evidence
Based Medicine. Pustaka Cendekia Press: Yogyakarta.
Hamidon, B.B., Raymond, A.A. 2003. The Impact of Diabetes Mellitus on
In-hospital Stroke Mortality. Department of Medicine, Faculty of Medicine
Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM): Kuala Lumpur.
Juanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed 5.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta :323.
Kiers,L., Davis, S.M., Larkins, Hopper,R.J.,Tress, B.,Rossiter, S.C., Carlin, J.,
Ratnaike, S., 1992. Stroke topography and outcome in relation to
hyperglycaemia and diabetes.
Krisnarta. S,. 2007. Kerangka Konsep Hubungan Kelainan Jantung dengan Stroke
Iskemik di RSUP. H.Adam Malik. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK USU.
RSUP.H.Adam Malik Medan.
Lumbantobing, S.M, 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Mansjoer, A., Suprohaita, S.W., Dkk. 2000,.Stroke. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta,
17.
Misbach, J., 1999. Stroke, Aspek Diagnostik, Pathofisiologi, Manajemen. Dalam
: Bangun, R., 2008. Hubungan Kadar Albumin Serum dan Outcome
Fungsional Penderita Stroke Iskemik dengan dan Tanpa Diabetes.
Ritarwan, Kiking, 2002. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita
Stoke yang Dirawat di RSUP.H.Adam Malik. Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H. 2008. Ilmu Kebidanan
ed.4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Jakarta :851.
Sastroasmoro, S, Ismail, Sofyan, 2008. Dasar – Dasar Metode Penelitian Klinis.
Jakarta: Binarupa Aksara
Siswonoto.S.,2008 Hubungan Kadar Molondialdehid Plasma dengan Keluaran
Klinis Stroke Iskemik akut. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung.
Suherman, Suharti. K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam: Farmakologi Dan Terapi, Fakultas Kedokteran UI Edisi 5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta : 485.
Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis
Proses - Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa
dan Diabetes Melitus. pp. 63: 1259 – 1274. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Wahyuni, A.S., 2007. Metodologi Penarikan Sampel dan Besar Sampel.. in:
Wahyuni, A.S., Statistika Kedokteran (disertai dengan aplikasi SPSS).
Jakarta: Bamboedoea Communication .114.
WHO Expert Committee on Diabetes Mellitus. Second Report. World Health
Organization Geneva. Dalam: Lumbantobing. S.M. 2007. STROKE
Bencana Perdaran Darah di Otak. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 14.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. 2007. Ilmu Kandungan ed 2.
Zargar,A.H., Sofi,F.H., Laway,B.A., Masoodi,S.R., Shah,N.A., Ahmad, F., 2009.
20 - Profile of Neurological Problems in Diabetes Meliitus: Retrospective
Analysis of Data From 1294 Patients. Health Administrator Vol: XXII
LAMPIRAN 2
LEMBAR HASIL
No. No.
MR
Umur Diagnosis
Jenis Kelamin
Hasil CT – Scan untuk
stroke iskemik
Pemeriksaan Kadar Gula Darah
(DM)