Oleh:
PALMARIA SITANGGANG 110100357
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
PALMARIA SITANGGANG 110100357
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN TEKANAN DARAH DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PADA PASIEN STROKE AKUT DI RSUP H. ADAM MALIK Nama : Palmaria Sitanggang
NIM : 110100357
Pembimbing
NIP. 19771020 200212 2 001 dr. Cut Arina, Sp.S
Penguji I
NIP. 19771014 200912 2 002 dr. Imelda Rey, M.Ked(PD), Sp.PD
Penguji II
NIP. 140226756
dr. Remenda Siregar, Sp.KK
Medan, 19 Januari 2014
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NIP. 19540220 198011 1 001
ABSTRAK
Stroke adalah penyebab kematian kedua di dunia dan merupakan penyebab utama penyebab kecacatan fisik pada orang dewasa. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Rata-rata pasien stroke akut memiliki tekanan darah tinggi pada saat masuk ke rumah sakit. Penelitian sebelumnya melihat ada hubungan antara tekanan darah pada fase akut dengan outcome stroke.. Pada fase akut stroke hubungan tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke masih belum jelas. Untuk menilai hubungan tekanan darah fase akut dengan tingkat keparahan stroke.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 30 Agustus-30 Oktober 2014 dengan menggunakan data primer dan data sekunder, dengan jumlah sampel 89 orang. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji korelasi Pearson karena data yang diperoleh dalam bentuk numerik.
Dari data yang diperoleh dari 89 sampel yang dianalisa, penderita stroke lebih tinggi ditemukan profil usia 60-74 tahun sebanyak 37 orang (41,6%), stroke iskemik lebih banyak ditemukan sebanyak 50 orang (66,3%), tekanan darah penderita stroke akut lebih sering dijumpai pada hipertensi stage 2 yaitu sebanyak 46 (51,7%), penderita stroke fase akut rata-rata berada dalam tingkat keparahan berat yaitu 61 orang (68,). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke (p=.0,121 untuk stroke iskemik dan p=0,293 untuk stroke hemoragik).
Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tekanan darah fase akut dengan tingkat keparahannya.
ABSTRACT
Stroke is the second leading cause of death and major cause of physical disability for adults. The incidence of stroke in Indonesia increased sharply. Indonesia is the country wuth the largest number of stroke patients in Asia. Acute stroke patients on average high blood pressure at the time of admission to the hospital. Previous research showed there was a relationship between blood pressure in the acute phase and the outcome of stroke. The relationship between blood pressure and the severity of the stroke in the acute phase is still unclear. To asses the association of blood pressure with the severity of the acute phase of stroke.
This study is an analytic study and conducted at the Adam Malik Hospital , using primary and secondary data, with 89 sample people. Statistical test used in this study is the Pearson correlation test because the data obtained is in numerical form. Among 89 sample analyzed, there are more woman patients, as many as 50 people (56,2%), more stroke patients aged 60-74 years found, as many as 37 people (41,6%), Ischemic strokes are more common, as many as 50 people (66,3%), acute stroke patients blood pressure is more common at stage 2 hypertension 46 people (51,7%). On average, the severity of stroke patients in the acute phase is in severe grade about 61 persons (68,5%), The results showed that there was no correlation between blood pressure and severity of stroke (p= .121) for ischemic stroke and (p= .293) for hemorrhagic stroke.
There was no relationship between blood pressure in acute phase and the severity.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah yang berjudul "Hubungan Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke Akut di RSUP H. Adam Malik”
Adapun Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan
program S1, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tentu tidak lepas dari berbagai
kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini selesai tepat pada waktunya. Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter di
FK USU Medan.
2. Pembimbing penulisan KTI, dr. Cut Aria Arina, Sp.S., yang dengan penuh
kesabaran dan ketekunan dalam meluangkan waktunya untuk memberikan dorongan,
perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
ini
3. Kepada dosen penguji, dr. Imelda Rey, M.Ked (PD), SpPD dan dr. Remenda
Siregar, SpKK yang telah memberikan saran-saran untuk menyempurnakan karya
tulis ilmiah ini.
4. Orangtua tercinta Ayahanda Jusman Sitanggang dan Ibunda Deliana Sagala.,
beserta keluarga yang sangat saya sayangi kakak saya Murniaty C. Sitanggang, dan
adik-adik saya Togiana Clarissa Sitanggang, Daniel Sitanggang, dan Antonius Padua
Sitanggang yang selalu memberikan dukungan, perhatian, motivasi, semangat dan
5. Terima kasih juga kepada seluruh teman yang telah membantu dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah ini, terkhusus teman-teman satu kelompok yaitu Yona Fani,
Theodora Purba, Juniana Pasaribu, Cennikon Pakpahan, Agnes Thasia, Herlina
Purba, Betty Nababan, Fenny T B Pardosi, dan Jonas Sihombing.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh responden yang
telah berpartisipasi, yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari bahwa
Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi
perbaikan isinya. Akhirnya, penulis berbarap semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna
bagi kita semua
.
Medan, Desember 20l4
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus... 3
1.4. Manfaat Penelitian... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.2. Epidemiologi Stroke ... 5
2.10.1.Definisi Tekanan Darah ... 15
2.10.2. Klasifikasi Tekanan Darah ... 15
2.11. Pengaruh Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan Stroke ... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 17
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17
3.2. Definisi Operasional ... 17
3.3. Hipotesis ... 19
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20
4.1. Jenis Penelitian ... 20
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20
4.2.1. Lokasi Penelitian ... 20
4.2.2. Waktu Penelitian ... 20
4.3. Populasi dan Sampel ... 21
4.3.2.Sampel ... 21
4.3.3. Perkiraan Besar Sampel ... 22
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23
4.4.1. Instrumen Pengumpulan Data ... 23
4.4.2. Prosedur Penelitian ... 23
4.4.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 24
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
5.1. Hasil Penelitian ... 25
5.2. Pembahasan ... 29
BAB 6 Kesimpulan dan Saran ... 34
6.1. Kesimpulan ... 34
6.2. Saran ... 34
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Outcome Stroke ... 13
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah JNC VII ... 16
Tabel 4.1. Waktu Penelitian ... 22
Tabel 5.1. Gambaran Penderita Stroke Fase Akut ... 26
Tabel 5.2. Deskripsi Jenis Stroke Menurut Tingkat Keparahan Stroke ... 27
Tabel 5.3. Hubungan Tekanan Darah Sistole dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke Iskemik ... 27
Tabel 5.4. Hubungan Tekanan Darah Diastole dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke Iskemik ... 27
Tabel 5.5. Hubungan Tekanan Darah Sistole dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke Hemoragik ... 28
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Stroke Hemoragik ... 22
Gambar 2.2. Stroke Iskemik ... 22
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
ASNA ASEAN Neurological Association
CVD Cerebro Vascular Disease
NIHSS National Institutes of Health Stroke Scales
RIND Reversible Ischaemic Neuroogic Deficit
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Lampiran 4 Lembar Pengamatan
Lampiran 5 Ethical Clearance
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian RSUP H. Adam Malik Medan
Lampiran 7 Data Induk
ABSTRAK
Stroke adalah penyebab kematian kedua di dunia dan merupakan penyebab utama penyebab kecacatan fisik pada orang dewasa. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Rata-rata pasien stroke akut memiliki tekanan darah tinggi pada saat masuk ke rumah sakit. Penelitian sebelumnya melihat ada hubungan antara tekanan darah pada fase akut dengan outcome stroke.. Pada fase akut stroke hubungan tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke masih belum jelas. Untuk menilai hubungan tekanan darah fase akut dengan tingkat keparahan stroke.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 30 Agustus-30 Oktober 2014 dengan menggunakan data primer dan data sekunder, dengan jumlah sampel 89 orang. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji korelasi Pearson karena data yang diperoleh dalam bentuk numerik.
Dari data yang diperoleh dari 89 sampel yang dianalisa, penderita stroke lebih tinggi ditemukan profil usia 60-74 tahun sebanyak 37 orang (41,6%), stroke iskemik lebih banyak ditemukan sebanyak 50 orang (66,3%), tekanan darah penderita stroke akut lebih sering dijumpai pada hipertensi stage 2 yaitu sebanyak 46 (51,7%), penderita stroke fase akut rata-rata berada dalam tingkat keparahan berat yaitu 61 orang (68,). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke (p=.0,121 untuk stroke iskemik dan p=0,293 untuk stroke hemoragik).
Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tekanan darah fase akut dengan tingkat keparahannya.
ABSTRACT
Stroke is the second leading cause of death and major cause of physical disability for adults. The incidence of stroke in Indonesia increased sharply. Indonesia is the country wuth the largest number of stroke patients in Asia. Acute stroke patients on average high blood pressure at the time of admission to the hospital. Previous research showed there was a relationship between blood pressure in the acute phase and the outcome of stroke. The relationship between blood pressure and the severity of the stroke in the acute phase is still unclear. To asses the association of blood pressure with the severity of the acute phase of stroke.
This study is an analytic study and conducted at the Adam Malik Hospital , using primary and secondary data, with 89 sample people. Statistical test used in this study is the Pearson correlation test because the data obtained is in numerical form. Among 89 sample analyzed, there are more woman patients, as many as 50 people (56,2%), more stroke patients aged 60-74 years found, as many as 37 people (41,6%), Ischemic strokes are more common, as many as 50 people (66,3%), acute stroke patients blood pressure is more common at stage 2 hypertension 46 people (51,7%). On average, the severity of stroke patients in the acute phase is in severe grade about 61 persons (68,5%), The results showed that there was no correlation between blood pressure and severity of stroke (p= .121) for ischemic stroke and (p= .293) for hemorrhagic stroke.
There was no relationship between blood pressure in acute phase and the severity.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke adalah penyebab kematian kedua didunia dan merupakan penyebab
utama penyebab kecacatan fisik pada orang dewasa. Hampir 1.300.000 orang
meninggal karena stroke di Eropa setiap tahunnya. Tahun 2007, kira-kira enam juta
orang meninggal karena stroke dan satu juta orang mengalami kecacatan karena
stroke (Bilic, et al., 2009).
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam. Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2012). Menurut
Riskesdas (2013) prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan
terdiagnosis tenaga kesehatan d an gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%) diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil.
Ada dua klasifikasi umum stroke: stroke iskemik dan hemoragik. Stroke
iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama ke bagian otak.
Stroke hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak (Corwin, 2007).
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi bisa disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada thrombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung,
dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah. Darah dari
pembuluh darah mengalami kebocoran masuk ke otak dan menyebabkan kerusakan.
Ada 2 tipe stroke hemoragik: Perdarahan intraserebral (PIS) berarti perdarahan
langsung masuk ke otak. Perdarahan subaraknoid, berarti perdarahan terjadi diantara
otak dan tulang tengkorak (University of New Mexico Hospitals, 2011).
Stroke (brain attack) merupakan saah satu kegawat-darutan neurologi karena
stroke adalah gangguan defisit neurologis yang mendadak (akut) akibat iskemik atau
pendarahan otak. Kematian akibat serangan stroke dapat diakibatkan oleh berbagai
keadaan. Keadaan Umum yang akan mempengaruhi outcome misalnya: tekanan
darah, suhu tubuh, kadar gula darah (Rasyid, Al dan Soertidewi, Lyna dalam buku
Unit Stroke Manajemen StrokeSecara Komprehensif)
Pada penderita stroke akut, peningkatan tekanan darah sangat sering dijumpai
(Christensen et al., 2002).Ditemukan lebih dari 60-80% pasien stroke akut memiliki
tekanan darah tinggi (Rossi, P et al., 2011). International Stroke Trial dan Chinese
Acute Stroke Trial melaporkan 82% dan 75% pasien memiliki tekanan darah sistolik
>140 mmHg pada 48 jam pertama terjadinya stroke akut sedangkan hipotensi sangat
jarang dijumpai, 18% pasien di International Stroke Trial dan 25% pasien di Chinese
Acute Stroke Trial didapati tekanan darah sistoliknya ≤140 mmHg pada 48 jam
pertama terjadinya stroke (Robinson dan Potter, 2004).
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung didalam pembuluh dan
compliance, atau distensibilitas dinding pembuluh (Sherwood, 2011)
Banyak penelitian meneliti hubungan tekanan darah yang tinggi pada fase
akut stroke dengan outcome stroke, tetapi hasilnya bertentangan. Faktanya, beberapa
peneliti menemukan bahwa tekanan darah tinggi berhubungan dengan outcome yang
buruk, terutama karena meningkatnya resiko stroke berulang, edema serebral, atau
infark yang menjadi hemoragik, sebaliknya beberapa peneliti mengatakan bahwa
tekanan darah yang tinggi memperbaiki outcome, yaitu dengan meningkatkan aliran
hemoragik, peningkatan tekanan darah yang persistent dapat memicu perdarahan
lebih jauh, meningkatkan aliran darah otak dan meningkatkan tekanan intrakranial
(Danpadani, 1995).
Prognostik pengaruh tekanan darah selama fase stroke iskemik akut masih
menjadi masalah kontroversi. Menurut penelitian yang dilakukan Castillo (2004)
pada 304 pasien stroke iskemik tekanan darah sistolik dan diastolik yang tinggi
maupun rendah berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien dengan
stroke iskemik.
Prognosis yang buruk karena peningkatan tekanan darah diperkirakan karena
serebral edema, sedangkan prognosis buruk pada tekanan darah rendah dikarenakan
hipoperfusi dan kejadian serangan jantung (Grise, 2012).
Sehubungan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan
terdapat hubungan antara tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke, sementara
untuk di Medan sendiri belum ada penelitian seperti ini peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang kemungkinan adanya hubungan antara tekanan darah
dengan tingkat keparahan stroke.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
“Adakah hubungan antara tekanan darah dengan tingkat keparahan pada pasien
stroke fase akut?”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tekanan darah dengan tingkat keparahan
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui rata-rata tekanan darah pada pasien stroke fase akut.
2. Untuk mengetahui rata-rata tingkat keparahan pada pasien stroke fase akut.
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat keparahan penderita stroke iskemik
dan hemoragik selama fase akut
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi penulis
Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan penulis mempunyai
pengalaman dan dapat menambah pengetahuan penulis dalam meneliti
hubungan antara tekanan darah dengan tingkat keparahan stroke fase akut
serta sebagai syarat menyelesaikan program studi sarjana kedokteran.
2. Manfaat bagi petugas kesehatan
a. Menyediakan informasi tentang hubungan tekanan darah dengan
tingkat keparahan stroke untuk meningkatkan penyediaan fasilitas
perawatan dan pengobatan stroke.
b. Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam rangka
meningkatkan upaya kesehatan masyarakat khususnya pada pasien
stroke iskemik dan stroke hemoragik yang sedang dirawat di ruang
neurologi dan keluarganya melalui penyuluhan-penyuluhan tentang
pengaruh hipertensi terhadap kejadian stroke.
3. Manfaat bagi masyarakat umum
Diharapkan mampu memberikan informasi kepada pasien, keluarga pasien,
masyarakat umum dalam mengenali kasus stroke sehingga mampu mencegah
lebih dini untuk risiko terjadinya stroke.
4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Data penelitian yang diharapkan mampu dijadikan sebagai referensi bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf pusat merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika
Serikat. Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu juga merupakan
penyebab utama cacat menahun. Penyakit- penyakit dengan lesi vaskular di otak
dikenal sebagai penyakit serebrovaskular atau disingkatkan dengan CVD (“cerebral
vascular disease”) (Mardjono dan Sidharta, 2012).
Stroke didefenisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Defenisi lain lebih mementingkan
defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah sebagai berikut : “suatu
defisit neurologis mendadak akibat iskemik atau hemoragik sirkulasi saraf otak.
(Martono, Hadi dalam buku Ilmu Penyakit Dalam, 2009).
Stroke atau manifestasi CVD mempunyai etiologi dan patogenesis yang
multikompleks. Rumitnya mekanisme CVD disebabkan oleh adanya integritas tubuh
yang sempurna. Otak tidak berdiri sendiri diluar lingkup kerja jantung dan susunan
vascular: metabolisme otak tidak berdiri sendiri diluar lingkup kerja organ-organ
tubuh sebagai suatu keseluruhan dalam ekspresi (gerakan) dan persepsi (sensori dan
fungsi luhur) suatu keadaan yang kita jumpai pada penderita yang mengidap “stroke”.
(Mardjono dan Sidharta,2012)
2.2. Epidemiologi stroke
Dari data Stroke Statistics (2013) diperkirakan ada 152.000 penderita stroke di
UK setiap tahunnya. Lebih dari 1 kasus setiap 5 menit. Stroke menduduki peringkat
utama penyebab kecacatan. Lebih dari setengah penderita stroke yang bertahan
menjadi bergantung pada orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.
semua kasus stroke. Insidens stroke diperkirakan 25% lebih tinggi pada laki-laki
dibandingakan dengan perempuan. Diperkirakan 85% kasus stroke disebabkan oleh
karena adanya blokage (disebut stroke iskemik) dan 15 % kasus stroke disebabkan
oleh karena adanya perdarahan di otak (disebut stroke hemoragik) dengan 10%
disebabkan perdarahan intraserebral dan 5% disebabkan perdarahan subaraknoid.
Menurut Riskesdas (2013) prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan
terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%) < diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil.
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survey ASNA
(ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit diseluruh Indonesia, pada
penderita stroke akut yang drawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai
faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitasnya dan morbiditasnya. Penderita
laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak
yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun 33,5%
(Menurut Misbach, J dalam buku Unit Stroke Manajemen Stroke Komprehensif,
2007)
2.3. Pengaturan Aliran Darah Otak
Autoregulasi otak adalah kemampuan otak normal mengendalikan volume aliran
darahnya sendiri dibawah kondisi tekanan darah arteri yang selalu berubah-ubah.
Fungsi ini dilakukan dengan mengubah ukuran-ukuran pembuluh-pembuluh
resistensi untuk mempertahankan tekanan aliran darah ke otak dalam rentang
fisiologik 60 sampai 160mmHg tekanan arteri rata-rata (MAP). Pada pengidap
hipertensi, rentang autoregulasi ini meningkat sampai setinggi 180 sampai
lebih rendah di dalam rentang fisiologik, arteriol-arteriol berdilatasi untuk
menurunkan resistensi sehingga aliran darah ke jaringan otak dipertahankan konstan.
Sebaliknya, apabila tekanan arteri sistemik meningkat mendadak di dalam rentang
fisiologik, arteriol-arteriol berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke
kapiler otak walaupun terjadi peningkatan tekanan dorongan darah arteri. (Price and
Wilson, 2005)
2.4. Faktor Resiko Stroke
Menurut National stroke Association (2014), ada 2 tipe faktor resiko terjadinya
stroke:
2.4.1. Faktor resiko non modifiable a. Umur
Resiko stroke meningkat seiring meningkatnya umur.
Perubahan-perubahan yang menjurus ke aterosklerosis yang merupakan penyebab
stroke sudah mulai terjadi setelah manusia dilahirkan. Pada umur 30
tahun, lesi aterosclerosis mulai tampak di arteri-arteri intracranial Setelah
umur 55 tahun, resiko stroke menjadi 2kali lipat setiap dekadenya.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih banyak memiliki kecacatan setelah stroke dibanding pria.
Wanita juga lebih banyak meninggal setiap tahunnya karena stroke
dibandingkan pria. Namun insidensi stroke lebih tinggi pada pria.
c. Ras
Amerikan Afrikan beresiko terkena stroke 2 kali lipat dibanding
kaukasian. Orang Asia Pasifik juga beresiko lebih tinggi dari pada
kaukasian.
d. Riwayat Keluarga
Jika dalam keluarga ada yang menderita stroke, maka yang lain memiliki
resiko lebih tinggi terkena stroke dibanding dengan orang yang tidak
2.4.2. Faktor resiko modifiable
a. Tekanan darah tinggi/hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko yang paling penting. Tekanan
darah normal pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80mmHg.
Prehipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang yang bertekanan
darah tinggi memiliki resiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk
terkena stroke disbanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah
tinggi menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut
dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila kolesterol atau
substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan menghambat aliran
darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Selain itu
peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan pecahnya pembuluh darahyang dapat
menyebabkan perdarahan otak.
b. Fibrilasi atrium Penderita fibrilasi atrium beresiko 5 kali lipat untuk
terkena stroke. Kira-kira 15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium dapat membentuk bekuan-bekuan darah yang apabila
terbawa aliran ke otak akan menyebabkan stroke.
c. Kolesterol Tinggi
Kolesterol atau plak yang terbentuk di arteri oleh low-density lipoproteins
(LDL) dan trigliserida dapat menghambat aliran darah ke otak sehingga
dapat menyebabkan stroke.
d. Diabetes
Penderita diabetes beresiko 4kali lipat untuk terkena stroke. Kerusakan
otak akan semakin parah jika kadar gula darah tinggi saat terjadinya
stroke.
e. Merokok
Merokok mengurangi jumlah oksigen dalam darah, sehingga jantung
Merokok juga meningkatkan terbentuknya plak di arteri yang
menghambat aliran darah otak, sehingga menyebabkan stroke.
f. Pengguna alkohol
Meminum alkohol lebih dari 2 gelas/hari meningkatkan resiko terjadinya
stroke 50%. Namun, hubungan antara alkohol dan terjadinya stroke masih
belum jelas.
g. Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi sistem sirkulasi.
Obesitas juga menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan memiliki
kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes, yang semuanya dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke.
2.5. Klasifikasi Stroke
Menurut Misbach (1999), dalam Ritarwan (2002) dikenal bermacam-macam
klasifikasi stroke. Adapun klasifikasi stroke antara lain :
2.5.1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke Iskemik
a. TIA
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subrakhnoid
3. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintas / TIA
Pada bentuk ini gejala neurologic yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
2.5.2. Berdasarkan sistem pembuluh darah : Sistem karotis dan sistem vertebra-basiler.
2.6. Patofisiologi
Infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional dibatang otak terjadi
karena kawasan pendarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat aliran darah lagi.
Aliran darah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang
bersangkutan tersumbat ataupun pecah. Lesi yang terjadi dinamakan infark iskemik
jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu stroke
dapat dibagi dalam:
(a) Stroke iskemik
(b) Stroke hemoragik
Stroke iskemik dapat dibedakan lagi dalam stroke emboli dan trombotik. Pada
stroke trombotik didapati oklusi di tempat arteri serebral yang bertrombus. Pada
stroke emboli penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber
pada arteri serebral, karotis interna, vertebra-basilar, arkus aorta asendens ataupun
katup serta endokardium jantung. Embolus tersebut berupa suatu thrombus yang
terlepas dari dinding arteri yang aterosklerotik dan berulserasi, ataupun gumpalan
trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena endokarditis
bacterial atau gumpalan darah dan jaringan karena infark mural. Kini telah diperoleh
bukti-bukti bahwa embolisasi yang bersumber pada erteri serebral lebih sering terjadi
daripada embolisasi yang bersumber di jantung. Lagi pula telah diketahui bahwa
menerobos kawasan kapilar sambil mencarikan dirinya (lisis). Tetapi keadaan
arteri-arteri serebral yang sudah aterosklerotik ikut menentukan juga terjadinya oklusi arteri-arteri
pada embolisasi. Angka statistik untuk infark serebri akibat embolisasi adalah 80%.
Sedangkan dahulu diperkirakan berdasarkan gambaran klinisnya, embolis serebri
mencakup hanya 5% dari semua kasus infark serebri.
Keadaan arteri-arteri serebral yang sudah aterosklerotik atau arteriosklerotik
itu mendasari sebagian besar lesi vascular di otak dan batang otak. Sebagaimana nanti
akan dijelaskan lebih lanjut, arteri-arteri cerebral tersebut diatas dianggap sebagai
arteri-arteri yang tidak sehat.
(a) Secara struktural arteri-arteri tersebut mempermudah terjadinya oklusi dan
turbulensi (karna penyempitan lumen) sehingga mempermudah
pembentukkan embolus.
(b) Secara fungsional arteri-arteri tersebut tidak dapat mengelola dilatasi dan
konstriksi vaskular secara sempurna. Sehingga pada keadaan-keadaan
yang kritis akan timbul gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya
iskemik dan infark serebri. (Sidharta, 2009)
2.7. Gejala dan Tanda
Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda
yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah
untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan
kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa datang dalam keadaan sadar
dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja,
akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan koma dalam sehingga
memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara
umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang menyebabkan gejala
dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau
non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala,
kecuali bahwa pada jenis hemoragik seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat,
terutama terjadi saat bekerja (Martono, Hadi dalam buku Ilmu Penyakit Dalam,
2009).
2.8. Outcome Pasien Stroke Akut
Stroke masih menjadi satu dari masalah kesehatan masyarakat utama di Amerika
Serikat saat ini, dengan perkiraan 500.000 kasus baru atau kasus yang berulang setiap
tahun. Satu dari 4.000.000 orang yang hidup sekarang berjuang melawan stroke dan
mempunyai defisit neurologi. Walaupun kemampuan penyedia jasa kesehatan untuk
mengobati dan merehabilitasi pasien cukup baik, tetapi untuk menetapkan standar
sistem pengelompokkan yang komprehensif untuk mendokumentasikan kecacatan
dan disabilitas yang dihasilkan belum banyak berkembang (Kelly-Hayes, 1998)
Menurut Duncan, Pamela W et al (2003) outcomepasien stroke akut melibatkan
multifaktorial. International Classification Of Impairment, Disabilities, and
Handicap (ICIDH) dari WHO, sistem yang dapat diaplikasikan pada pasien post
penelitian intervensi target rehabilitasi. Penggantian kalimat disability dan handicap
menjadi keterbatasan dalam aktivitas dan restriksi dalam partisipasi.
Tabel 2.1. Outcome Stroke (ICIDH)
• Impairment : Hilangnya Fungsi fisiologis, anatomis serta psikologis karena
stroke
• Disabilitas : Hambatan/kehilangan kemampuan melakukan sesuatu yang
normal pada orang sehat (tidak bisa berjalan, menelan, dll). Mengukur
Activities of Daily Living (ADL), mobilitas dan pengukuran aktivitas berat.
• Handicaps: tidak dapat berperan sebagai manusia normal. Pengukuran
kualitas hidup seseorang berdasarkan aktivitasnya dan emosi yang
menunjukkan frekuensi depresi berhubungan dengan aktivitas
Penelitian yang dilakukan Bilic, et al., (2009) secara retrospektif pada 1.026
pasien stroke dengan mengambil data dari rekam medis. Kelompok stroke hemoragik
terdiri dari 70 (47,9%) pasien wanita dan 76 (52,1%) pasien laki-laki. Kelompok
stroke iskemik 450 (48,9%) pasien wanita dan 470 (51,1%) pasien laki-laki. Stroke
hemoragik dan iskemik berbeda berdasarkan outcome dan faktor risikonya. Dari data
stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Komorbiditas juga mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap outcome stroke. Prognosis juga bergantung pada
jenis strokenya, derajat dan lamanya obstruksi atau perdarahan, dan luas kematian
jaringan otak. Lokasi dari stroke perdarahan juga merupakan faktor yang penting
mempengaruhi outcome stroke,dan jenis stroke ini umunya mempunyai prognosis
yang lebih buruk dari stroke iskemik.
Sakit kepala dan penurunan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Muntah pada saat perawatan juga lebih
sering terjadi pada pasien dengan perdarahan intraserebral (Barret, et al., 2007).
2.9. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
NIHSS adalah skala yang secara umum digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan stroke akut. Skala ini sudah digunakan diberbagai percobaan sebagai alat
yang sudah tervalidasi untuk memprediksi prognosis stroke (Fischer, et al., 2005).
NIHSS telah banyak digunakan oleh neurologist stroke dan para perawat nya.
Skala ini pada umumnya digunakan untuk menilai stroke iskemik akut tetapi skala ini
juga dapat digunakan untuk menilai pasien stroke hemoragik atau suspect transient
ischemic attack (TIA). Skala ini digunakan untuk menilai status pasien secara cepat,
menilai efektivitas terapi, dan untuk memprediksi outcome. NIHSS awalnya memiliki
15 point penilaian, tetapi kemudian menjadi 13 point berdasarkan pengembangan
para ahli saraf dari the University of Cincinnati, the University of Iowa and the
National Institutes of Health-National Institute of Neurological Disorders and Stroke.
Pemeriksaan fisik bertingkat ini merupakan penilaian derajat gangguan dengan
menilai tingkat kesadaran menggunakan 3 item, kemampuan berbicara, kemampuan
berbahasa, pengertian, ketidakperhatian, gangguan lapangan pandang, kekuatan
2.10. Tekanan darah
2.10.1. Defenisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung didalam pembuluh dan
compliance, atau distensibilitas dinding pembuluh (Sherwood, 2011). Darah yang
dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai
media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel
tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil
metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Gunawan,2001;dalam P,
Naysa Maryska, 2012).
2.10.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah tinggi pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1
dibawah :
Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah tinggi menurut Joint National Committe (JNC) VII
Classification Systolic Blood Pressure Diastolic Blood Pressure
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 and <80
Prehypertension 120-139 or 80-90
Hypertension, Stage 1 140-159 or 90-99
2.11. Pengaruh Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan stroke
Pembuluh darah serebral menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya
sedemikian rupa, sehingga aliran darah tidak banyak berubah-ubah, walaupun
tekanan darah arterial sistemik mengalami fluktuasi yang berat. Pengaturan diameter
lumen arteri serebral dinamakan autoregulasi serebral. Konstriksi arterial terjadi
apabila tekanan intra-lumenal melonjak. Dan dilatasi arteri terjadi jika tekanan
intraluminal menurun, reaksi dinding pembuluh darah serebral tersebut terhadap
fluktuasi tekanan intraluminal itu sangat cepat, yaitu dalam beberapa detik (Sidharta,
2009).
Leonardi-Bee (2002) pada penelitiannya yang dilakukan pada 17.398 pasien
dengan stroke akut menemukan bahwa tekanan darah tinggi maupun rendah secara
tidak langsung berpengaruh terhadap prognosis yang buruk. Sedangkan menurut
Wilmot (2004) pada 10.892 pasien stroke iskemik dan stroke hemoragik akut dengan
tekanan darah sistolik yang tinggi dan diastolik yang tinggi secara signifikan
berhubungan dengan outcome nya yaitu kematian dan disabilitas.
Ketidakstabilan tekanan darah sering terjadi setelah stroke iskemi akut, 82%
pasien dengan stroke iskemi akut yang ada di Unit Gawat Darurat memiliki tekanan
darah sistole >140 mmHg. Hubungan antara tekanan darah dan prognosis setelah
stroke iskemik telah dikemukakan, peningkatan dan penurunan tekanan darah yang
ekstrim berhubungan dengan prognosis yang buruk. Prognosis yang buruk karena
peningkatan tekanan darah diperkirakan karena serebral edema, sedangkan prognosis
buruk pada tekanan darah rendah dikarenakan hipoperfusi dan kejadian serangan
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep
Variable yang diamati
1. Variable bebas/ Independen : Tekanan Darah
2. Variable terikat/dependen : Tingkat Keparahan Stroke
3.2. Definisi Operasional
1. Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung didalam pembuluh dan
compliance, atau distenbilitas dinding pembuluh (Sherwood, 2011)
• Cara pengukuran tekanan darah adalah dengan analisis data rekam medis dari pemeriksaan tekanan darah pada saat pertama kali pasien masuk ke
rumah sakit sewaktu di Instalasi Gawat Darurat.
• Alat ukur yang digunakan adalah data rekam medis yang menunjukkan
tekanan darah pada penderita stroke fase akut.
• Hasil ukur (JNC VII) :
Normal <120 / <80mmHg
Prehypertension 120-139 / 80-90mmHg
Hypertension stage 2 ≥160 / ≥100mmHg
• Skala pengukuran : Rasio
2. Stroke ditandai oleh adanya defisit neurologis yang disebabkan kerusakan
fokal akut pada CNS (Cerebral Nervous System) karena penyebab vaskular,
termasuk infark serebri, perdarahan intraserebral, dan perdarahan
subaraknoid (Sacco, et al., 2013)
3. Stroke iskemik adalah stroke yang timbul akibat adanya obstruksi di
pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak (AHA, 2014).
4. Stroke hemoragik adalah stroke yang timbul akibat ruptur/pecahnya
pembuluh darah yang lemah dan darah masuk ke otak (AHA, 2014).
5. Fase akut stroke adalah terhitung sejak pasien masuk rumah sakit sampai
keadaan pasien stabil, biasanya dalam 48-72 jam pertama (Mulyatsih, Ns
Enny dalam buku Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif,
2007).
• Cara ukur dengan analisis data rekam medis dari pemeriksaan CT-Scan pada saat pertama kali pasien masuk ke rumah sakit.
• Alat ukur yang digunakan adalah data rekam medis yang
menunjukkan hasil CT-Scan pada penderita stroke fase akut
• Hasil ukur
Hiperdens : Stroke Hemoragik
Hipodens : Stroke Iskemik
• Skala pengukuran :Nominal
8. Tingkat keparahan stroke adalah derajat parahnya atau beratnya
stroke.
9. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah skala
yang secara umum digunakan untuk mengukur tingkat keparahan stroke akut
(Fischer, et al.,2005)
• Alat ukur :Skala NIHSS
• Hasil pengukuran : Skala NIHSS digunakan untuk menilai
impairment yang terdiri dari 13 pertanyaan-tingkat kesadaran, respon
terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan
lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa,
disartria, dan ekstensi/inatensi (0-42)
≤5 : Stroke ringan
6-13 : Sedang
≥13 : Berat
• Skala ukur : Rasio
3.3. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional untuk mengetahui
hubungan tekanan darah dengan tingkat keparahan pada pasien stroke akut.
Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah potong lintang (cross
sectional study) , yaitu peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor
resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat (
Sastroasmoro dan Ismael, 2013)
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Tempat penelitian adalah Stroke Corner RSUP H. Adam Malik-Medan.
Tempat penelitian ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit tipe
A sesuai SK MENKES No.335/MENKES/SK/VII/1990 yang merupakan tempat
rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan terutama di provinsi Sumatera
Utara sehingga cukup 20riteria20ative. Selain itu RSUP H.Adam Malik merupakan
Rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK MENKES No. 502/MENKES/SK/1991.
4.2.2. Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2014 sampai
jumlah sampel terpenuhi. Pemilihan waktu penelitian dengan mempertimbangkan
Tabel 4.1. Waktu Penelitian
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis
menderita stroke fase akut. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua
pasien stroke fase akut yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah
didiagnosis pada rekam medis disertai tercantumnya tekanan darah dan sudah
dilakukan pemeriksaan CT-scan otak .
4.3.2. Sampel penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara non probality
sampling dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling
dimana semua sampel yang didapat memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
berdasarkan teori dan pertimbangkan para ahli (Wahyuni, 2007). Sampel pada
penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi
Kriteria Inklusi
a. Pasien stroke akut yang dirawat di stroke corner RSUP H.Adam Malik
dan sudah dikonfirmasi stroke dengan Head CT-Scan
b. Subjek atau pasien yang bersedia menjadi sampel penelitian dan
menandatangani lembar persetujuan (Informed consent)
Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan recurrent stroke
b. Pasien dengan stroke campuran : iskemik dan hemoragik.
4.3.3. Perkiraan Besar sampel
Penelitian ini adalah penelitian analitis korelatif dengan skala pengukuran
variabel numerik. Menurut Dahlan (2013), jumlah sampel minimal akan dihitung
dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel untuk penelitian analitis
korelatif, yaitu: r = perkiraan koefisien korelasi = 0,3
Berdasarkan rumus diatas, besarnya sampel minimum yang diperlukan pada
4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Instrumen Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data ataupun langsung
dari lapangan, dan data sekunder diperoleh melalui rekam medis untuk melihat
tekanan darah pasien. Dalam memfasilitasi pengumpulan data primer, peneliti akan
menggunakan beberapa macam jenis formulir bagi mendapatkan persetujuan dan
data-data pribadi dari responden. Formulir yang pertama, yaitu Lampiran 1
merupakan lembaran Informed Consent dimana formulir ini memberikan penjelasan
tentang penelitian kepada responden. Lampiran 2 merupakan surat persetujuan pasien
untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini. Formulir yang terakhir,
yaitu Lampiran 3 merupakan lembaran yang memuatkan data-data demografi yang
akan diisi oleh peneliti hasil dari pengukuran tekanan darah dan pengamatan nilai
tingkat keparahannya.
4.4.2. Prosedur Penelitian
Pada tahap awal, setelah peneliti mendapatkan Ethical Clearance dari Komisi
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian
permohonan izin yang diperoleh dikirim ke RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah
mendapat izin, maka peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.
Peneliti akan menunggu pasien stroke akut yang datang ke Stroke Corner RSUP
H. Adam Malik kemudian peneliti mencatat tekanan darah dari rekam medis pasien.
Setelah keadaan pasien stabil, peneliti melakukan penilaian tingkat keparahan dengan
menggunakan skala NIHSS, yaitu dengan meminta pasien melakukan hal-hal yang
harus dinilai pada skala NIHSS. Lalu menghitung skor yang didapat dan mencatatnya
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data untuk menganalisis hubungan variabel penelitian dilakukan
dengan menggunakan perangkat komputer, yaitu menggunakan program SPSS
(Stastical Product and Service Solutions) for Windows, yang disajikan dalam bentuk
tabel dan diagram. Analisis hubungan variabel berupa uji hipotesis yang dihitung
menggunakan kaidah statistik Korelasi-Pearson karena data yang diperoleh adalah
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Stroke Corner RSUP H. Adam Malik yang
beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan Kelurahan Kemenangan, Kecamatan
Medan Tuntungan. RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai
dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. Disamping itu, RSUP H. Adam
Malik adalah Rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi
propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi
pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke
RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 januari 1993.
RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari
pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intesif, gawat darurat,
bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu,
patologi klinik, patologi anatomi radiologi, rehabilitasi medis, kardiovascular,
mikrobiologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi, Central
Sterilization Supply depart (CSSD), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha
pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah). Ruang Stroke Corner terletak di lantai 2
RINDU A.
5.1.2. Deskripsi Penderita Stroke Fase Akut
Proses pengambilan data primer dan sekunder dalam penelitian ini dilakukan
dari tanggal 30 Agustus-30 Oktober 2014 yang dilakukan di Stroke Corner RSUP H.
Adam Malik Medan. Total sampel yang diambil adalah 89 orang yang sesuai dengan
hubungan tekanan darah dengan tingkat keparahan pada penderita stroke fase akut di
RSUP H.Adam Malik Medan.
Tabel 5.1 Gambaran Penderita Stroke Fase Akut
Gambaran Jumlah(Orang) Persentase(%)
Umur
Prehypertension 9 10,1
Hypertension grade 1 21 23,6
Tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa penderita stroke fase akut pada tanggal
30 Agustus-30 Oktober 2014 berdasarkan jenis kelamin, lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan laki-laki sebanyak 50 orang penderita (56,2%). Berdasarkan batasan
usia dibagi menjadi beberapa kelompok. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
responden dengan profil usia 45-65 tahun lebih banyak ditemukan yaitu sebanyak 59
orang (66,3%).
Berdasarkan jenis stroke, stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Dari data yang diperoleh,jumlah penderita stroke iskemik lebih tinggi
dibandingkan penderita stroke hemoragik dengan persentase stroke iskemik 59 orang
Berdasarkan klasifikasi hipertensi, jumlah penderita stroke fase akut sangat
tinggi pada hipertensi grade 2 sebanyak 46 orang (51,7%). Dari tabel diatas, tingkat
keparahan pasien stroke fase akut sangat tinggi pada tingkat keparahan yang berat
sebanyak 61 orang (68,5%).
5.1.3. Deskripsi Jenis stroke menurut tingkat keparahan stroke
Tabel dibawah menunjukkan bahwa tingkat keparahan berat lebih banyak
dijumpai pada pasien dengan stroke iskemik yaitu 38 pasien (64,4%) dan stroke
hemoragik 23 pasien (76,7%).
Tabel 5.2. Jenis stroke menurut tingkat keparahan stroke
Jenis stroke Tingkat keparahan
Ringan Sedang Berat
N % N % N %
Stroke iskemik 4 6,8 17 28,8 38 64,4
Stroke hemoragik 2 6,7 5 16,7 23 76,7
5.1.4. Hubungan Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan pada Pasien Stroke.
Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara tekanan darah dan tingkat
keparahan pada pasien stroke iskemik dan hemoragik pada fase akut. Untuk
mengetahui hubungan kedua variabel tersebut dilakukan uji korelasi Pearson.
Adapun hasil uji korelasi Pearson pada kedua variabel pada penelitian ini dapat
dinyatakan dalam tabel berikut ini
Tabel 5.3 Uji Korelasi Pearson
Hubungan Tekanan Darah Sistole dengan Tingkat Keparahan Stroke Iskemik Variabel Penelitian Rata-rata Pearson Corelation
(r)
p value
Tekanan Sistole 156,01 -,204 ,121
Tingkat Keparahan 17,82
Tabel 5.4 Uji Korelasi Pearson
Hubungan Tekanan Darah Diastole dengan Tingkat Keparahan Stroke Iskemik Variabel Penelitian Rata-rata Pearson Corelation
(r)
p value
Tekanan Diastole 156,01 -.286 ,028
Tabel 5.5 Uji Korelasi Pearson
Hubungan Tekanan Darah Sistole dengan Tingkat Keparahan Stroke Hemoragik
Variabel Penelitian Rata-rata Pearson Corelation (r)
p value
Tekanan Sistole 156.01 ,199 ,293
Tingkat Keparahan 17,82
Tabel 5.6 Uji Korelasi Pearson
Hubungan Tekanan Darah Diastole dengan Tingkat Keparahan Stroke Hemoragik
Variabel Penelitian Rata-rata Pearson Corelation (r)
p value
Tekanan Sistole 156.01 ,221 ,241
Tingkat Keparahan 17,82
Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah (two-tailed) dengan tingkat
kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0.05 untuk stroke iskemik dan
hemoragik berarti hipotesis nol penelitian ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian
ini didapati nilai p = 0,121 dan p = 0,028 untuk stroke iskemik dan p = 0,293 dan p =
0,241 untuk stroke hemoragik. Karena nilai p yang diperoleh lebih besar dari 0,05
maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima dan p<0,05 untuk hubungan antara
tekanan diastole dengan tingkat keparahan pada pasien stroke iskemik, yang berarti
hipotesis nol pada hubungan antara tekanan diastole dengan tingkat keparahan
ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara tekanan sistole dengan tingkat keparahan untuk
stroke iskemik dan hemoragik (p > 0.05) dan terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara tekanan diastole dengan tingkat keparahan untuk stroke
iskemik. Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut,
dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini r = -0.24 dan
r= -0,286 untuk stroke iskemik Tanda minus menyatakan arah hubungan, yakni
Sedangkan 0.24 dan 0,28 menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara tekanan
darah sistole dan diastole dengan tingkat keparahan stroke. Besamya kekuatan
hubungan antara tekanan darah sistole dan diastole dengan tingkat keparahan stroke
dalam penelitian ini adalah sangat lemah (Wahyuni, 2007)
Nilai koefisien korelasi Pearson penelitian untuk stroke hemoragik r = 0,199
dan r = 0,221 untuk stroke hemoragik. Tanda positif menyatakan arah hubungan,
yakni semakin tinggi tekanan darah maka semakin tinggi tingkat keparahan stroke.
Sedangkan 0.199 menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara tekanan darah
sistole dengan tingkat keparahan stroke hemoragik ini adalah sangat lemah (Wahyuni,
2007).
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penderita stroke lebih tinggi pada
perempuan yaitu berjumlah 50 (56,2%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah
sakit di seluruh Indonesia yang menyatakan bahwa penderita laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Ritarwan (2002) yang menyatakan bahwa penderita stroke akut terdiri dari
29 pria (64,4%) dan 16 wanita (35,6%), dimana kriteria inklusi sudah melakukan
CT-Scan dan onset serangan stroke berlangsung <72jam. Hasil penelitian ini juga tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan P, Nasya (2012) dengan total pasien 348
yang sesuai kriteria inklusi yaitu pasien stroke fase kut yang sudah di CT-Scan
mendapatkan bahwa 192 (52,2%) pasien laki-laki dan 156 (44,8%) pasien
perempuan. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan data Stroke statistics (2013)
di England dan Scotland yang menyatakan bahwa insidens stroke lebih tinggi pada
pada laki-laki dibandingkan perempuan. Walaupun insiden stroke lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkan perempuan namun stroke juga banyak terdapat pada wanita,
karena angaka harapan hidup umumnya lebih tinggi pada wanita dibandingkan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa responden dengan profil usia
45-65 tahun lebih banyak ditemukan yaitu sebanyak 59 orang (66,3%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan ASNA (ASEAN
Neurological Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, dimana mereka
menyebutkan bahwa profil usia stroke terbanyak pada usia 45-64 tahun berjumlah
54,2% dan diatas 65 tahun (33,5%) sedangkan profil usia dibawah 45 tahun juga
cukup banyak yaitu 11,8%. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan P, Nasya (2012) dengan total sampel 348 mendapatkan bahwa penderita
stroke fase akut terbanyak pada usia pertengahan (45-59tahun) yaitu 158 orang
(45,4%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ritarwan
(2002) yang menyatakan bahwa sebaran umur yang terbanyak pada penderita stroke
fase akut adalah pada kelompok (45-65tahun) ada 25 orang (55,6%), dengan kriteria
inklusi penelitian tersebut sudah melakukan CT-Scan dan onset serangan stroke
berlangsung pada ≤ 72 jam.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penderita stroke lebih tinggi pada
penderita stroke iskemik sebanyak 59 orang dengan persentase 66,3%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ivica, et al., (2009) dengan
1066 pasien stroke menyebutkan bahwa terdapat 920 pasien stroke iskemik dengan
450 (48,9%) perempuan dan 470 (51,5%) pasien laki-laki. Pasien stroke hemoragik
146 dengan 70 (47,9%) laki-laki dan 76 (52,1%) pasien perempuan. Hasil penelitian
ini sejalan dengan P, Nasya (2012) dengan total pasien 348 yang sesuai kriteria
inklusi yaitu pasien stroke fase kut yang sudah di CT-Scan mendapatkan bahwa jenis
stroke terbanyak adalah stroke iskemik yaitu sebanyak 190 orang (54,6%) sedangkan
stroke hemoragik 158 (45,4%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Ritarwan (2002) didapatkan pasien stroke iskemik 31 kasus (68,9%)
dan stroke hemoragik 14 kasus (31,1%). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dlakukan Saktina (2011) dengan total sampel 85 orang penderita
yang sudah dilakukan CT-Scan, dengan kasus terbanyak adalah stroke iskemik
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa penderita stroke fase akut dengan
hipertensi stage 2 sering dijumpai yaitu sebanyak 46 (51,7%). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ahmed, N (2001) dengan sampel 295
pasien mendapatkan bahwa peningkatan tekanan darah sampai >160/90 (n=126)
sering dijumpai pada stroke fase akut. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Wilmot
(2004) yang menyatakan bahwa tekanan darah (>140/90) 75% dijumpai pada pasien
stroke akut. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
International Stroke Trial dan Chinese Acute Stroke Trial yang menyatakan bahwa
82% dan 75% pasien memiliki darah sistolik >140 mmHg pada 48 jam pertama
terjadinya stroke akut (Robinson & Potter, 2004). Patofisiologi peningkatan tekanan
darah tersebut disebabkan response muktifaktorial dan berhubungan kuat dengan
riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya, aktivasi dari neuroendokrine sistem (sistem
saraf simpatis, aksis renin-angiotensin, dan sistem glukokortikoid).
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan responden dengan tingkat
keparahan berat lebih banyak ditemukan yaitu sebanyak 61 pasien (68,5%). Hasil ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritarwan (2002) yang menilai
hubungan peningkatan suhu dengan tingkat keparahan pada pasien stroke dengan
sampel 45 orang mendapatkan bahwa 23 kasus pasien memiliki tingkat keparahan
ringan dan 22 pasien memiliki tingkat keparahan berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keparahan berat lebih banyak
dijumpai pada pasien dengan stroke iskemik yaitu 38 pasien (64,4%) dan stroke
hemoragik 23 pasien (76,7%), hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Andersen, Klasu Kaae, et al., (2009) pada 3993 pasien stroke yang dievaluasi tingkat
keparahan nya dengan skala Scandinavian Stroke Scale dan sudah dikonfirmasi
dengan CT-Scan menyatakan bahwa pasien stroke hemoragik memiliki tingkat
keparahan yang lebih tinggi dan memiliki resiko mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan stroke iskemik, namun peneliti berasumsi ketidaksesuain ini
hemoragik, sehingga terlihat pada pasien stroke iskemik tingkat keparahan berat lebih
banyak dijumpai.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan hubungan tekanan darah sistole
dengan tingkat keparahan pada pasien stroke iskemik yaitu r = (-) 0,204 dan nilai
p=0,121, hubungan tekanan darah diastole dengan tingkat keparahan pada pasien
stroke iskemik yaitu r = (-) 0,286 dan nilai p=0,028 Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara tekanan darah sistole dengan tingkat keparahan
stroke, dan terdapat hubungan antara tekanan darah diastole dengan tingkat keparahan
stroke (r = -0,286 p<0,005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rossi, P et al., (2011) yang meneliti 57 pasien stroke iskemik dan
mengukur tingkat keparahan dengan skala NIHSS mendapatkan bahwa tidak adanya
hubungan antara tekanan darah sistole dengan tingkat keparahan stroke dan hasil
penelitian ini tidak sesuai untuk hubungan antara tekanan darah diastole dengan
tingkat keparahan stroke. Hal ini dikarenakan suhu tubuh dan kadar gula darah juga
merupakan keadaan umum yang akan mempengaruhi outcome (Rasyid, Al dan
Soertidewi, Lyna, 2007). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sare, Gillian. M. , et al., (2009) dengan sampel 1722 pasien stroke
iskemik, mendapatkan bahwa tekanan darah sistolik yang tinggi secara signifikan
berhubungan dengan neurological impairment (OR 1,06, 95%CI) dan outcome yang
buruk dengan menggunakan skala NIHSS. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Leonardi-Bee, Jo (2002) tekanan darah yang tinggi
maupun rendah menghasilkan outcome yang buruk pada pasien stroke iskemik.
Outcome yang buruk pada tekanan darah yang tinggi disebabkan oleh semakin
memburuknya edema serebral, sedangkan tekanan darah rendah mengakibatkan
hipoperfusi serebral (Grise, 2012) Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Castilo, Jose (2004) yang mendapatkan bahwa tekanan
sistolik >180mmHg lebih meningkatkan 40% outcome yang buruk dibandingkan
tekanan darah sistolik <180 mmHg (25%) dan tekanan darah diastole ≤ 100 atau
tekanan darah pada stroke masih menjadi masalah yang kontroversial (Ohwaki,
Kazuhiro, 2004).
Adanya perbedaan dan ketidaksesuaian penelitian ini dengan sebelumnya
dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti perbedaan subjek dan metode yang
dilakukan serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi outcome pasien stroke
seperti suhu tubuh dan kadar gula pasien, letak dan jumlah lesi, dan volume
perdarahan.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan hubungan tekanan darah sistole
dengan tingkat keparahan pada pasien stroke hemoragik yaitu 0,199 dan nilai
p=0,293 dan hubungan tekanan darah diastole dengan tingkat keparahan pada pasien
stroke hemoragik yaitu 0,221 dan nilai p=0,241. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tekanan sistolik dan diastolik seseorang maka semakin tinggi
tingkat keparahan stroke seseorang walaupun kekuatan hubungan antara keduanya
dalam taraf yang sangat lemah (r = -0.204, p >0,005), dan karena nilai p pada
penelitian ini >0,05 (p=0,293 dan p= 0,241) maka Ho dalam penelitian ini diterima.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilmot, Mark
(2004) yang mendapatkan bahwa tekanan sistole (OR 2,69: 95% CI) dan diastole
yang tinggi (OR 4,68; 95% CI) pada stroke hemoragik secara signifikan berhubungan
dengan kematian dan ketergantungan pasien tersebut terhadap orang lain
(dependency). Hal ini dikarenakan menurut penelitian yang dilakukan Ohwaki,
Kazuhiro (2004) menyimpulkan bahwa tekanan darah sistole yang tinggi secara tidak
langsung meningkatkan resiko terjadinya hematoma enlargement.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain metode yang
digunakan hanya cross-sectional serta banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat
keparahan stroke sementara dalam penelitian ini hanya menilai dari segi tekanan
darah saja. Namun sebagian hasilpenelitian ini masih menunjukkan hasil yang sesuai
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini
dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Dari 89 sampel yang dianalisa, penderita stroke lebih tinggi pada perempuan yaitu
sebanyak 50 (56,2%) dibandingkan pada laki-laki 39 orang (43,8%).
2. Penderita stroke lebih tinggi ditemukan profil usia 45-65 tahun sebanyak 59 orang
(66,3%).
3. Penderita stroke iskemik lebih banyak ditemukan daripada stroke hemoragik yaitu
sebanyak 50 orang (66,3%).
4. Tekanan darah penderita stroke akut lebih sering dijumpai pada hipertensi stage 2
( sistolik ≥160 dan diastolik ≥100) yaitu sebanyak 46 orang (51,7%)
5. Penderita stroke fase akut rata-rata berada dalam tingkat keparahan berat yaitu 61
orang (68,5%).
6. Penderita stroke iskemik lebih banyak dijumpai dengan tingkat keparahan berat
yaitu sebanyak 38 orang (64,4%) dan stroke hemoragik 23 orang (76,7%).
7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tekanan darah
dengan tingkat keparahan stroke.
6.2. Saran
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini diantaranya:
Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan risiko terjadinya berbagai penyakit
salah satunya adalah stroke, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah
preventif yang dapat membuat tekanan darah dalam batasan yang normal. Hal yang
1. Pentingnya deteksi dini dan peningkatan kewaspadaan sejak muda terutama yang
memiliki resiko tinggi dan kontrol tekanan darah sangat penting untuk ditingkatkan,
terutama pada lansia.
2. Untuk penelitian selanjutnya, perlunya penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah
sampel yang lebih besar dengan metode yang lebih baik serta parameter yang