LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Zn pada Saus Cabai
2. Data kalibrasi
No X Y XY X2 Y2
1 0,2000 0,1446 0,0289 0,04 0,02090916
2 0,4000 0,2899 0,1159 0,16 0,08404201
3 0,6000 0,3982 0,2389 0,36 0,15856324
4 0,8000 0,5154 0,4123 0,64 0,26563716
5 1,0000 0,6057 0,6057 1,0 0,36687249
Ʃx = 3 X = 0, 6
Ʃy=1,9538 Y= 0,3907
� =Σ�� −(Σ�×Σ�)/�
Persamaan Garis korelasi Y= ax+b
= 0,5737 x – 0,0465
�(2,2−1,8)(0,89602406)−0,76346688)
= 0,2295
�(0,4)(0,13255718)
= 0,2295 0,23026695
3. Perhitungan Kadar Logam Seng (Zn)
Rata-rata sampel = 2,9644+2,6522
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan
AAS (SHIMADZU AA- 7000) HVG ( SHIMADZU)
OVEN HOTPLATE
DESIKATOR KERTAS WHATMAN NO.42
PEREAKSI YANG DI GUNAKAN
PENANGAS AIR GAS ASETILEN DAN ARGON
LAMPU KATODA Zn
TANUR LEMARI ASAM
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 228, 250, 269 - 272.
Apriantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budianto, S. (1989).
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Univesitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Hal. 16.
BadanStandarisasi Nasional.Cara Uji Cemaran Logam dalam Makanan. SNI01-2896-1998. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
BadanStandarisasi Nasional.Saus Cabai. SNI01-2976-2006. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Bender, G.T. (1987). Principal Of Chemical Instrumentation. Philadelphia: W.B.Sounders Company. Hal. 98.
Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Hal. 9, 25.
Gandjar, I.G. & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Cetakan I. Pustaka Belajar. Hal. 298, 299, 306, 310-311, 319-322.
Haris, A.& Gunawan. (1992). Prinsip Dasar Spektrofotometri Atom. Semarang: Badan Pengelola MIPA- UNDIP. Hal. 55-64.
Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo, A., dan Nurhadi, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal. 275, 279.
Novary, E.W. (1999). Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Hal. 173.
Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 23-61.
Putra I.R., Asterina, dan Isrona L. (2014). Gambar Zat Pewarna pada Saus Cabai
yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Padang: UNAND. Hal. 297.
Sartono. (2002). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. Hal. 52.
Soemirat, J. (2003). Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 36-49.
Supriyanto, Samin, Zainul. (2007). Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan
Vogel, A.I. (1985). Textbook of Macro And Semimicro Qualitative Inorganic
Analysisi. Penerjemah : Pudjatmaka dan Setiono. Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Makro dan Semimakro. Edisi V. Bagian
I.Jakarta: Kalman Medika Pustaka. Hal. 229-289.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Instrumen Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan pada tanggal 01 – 31 Maret 2016.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah Batang pengaduk, Botol semprot, Bola hisap, Bunsen, Cawan porselen, Corong gelas, Desikator, Erlenmayer, Kertas saring whatmann No. 42, Labu ukur, Lampu katoda berongga (Hallow Cathode Lamp), Lemari asam, Pemanas listrik, Pipet volumetri, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) SHIMADZU AA-7000, Tissue, dan Timbangan analitik.
3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Air bebas mineral, Asam Nitrat (HNO3) pekat, Gas asetilen (C2H2), Larutan Zinkum 1000 ppm, dan Saus Cabai.
3.4Prosedur
3.4.1 Preparasi Saus Cabai
setelah itu dimasukkan 5 mL HNO3(p) kedalam sampel A dan sampel B lalu aduk
dengan batang pengaduk, kemudian ditambahkan aquadest setengah dari wadah kemudian dikocok lalu masukkan kedalam labu 50 mL, kemudian addkan dengan aquadest asam sampai garis tanda, setelah itu homogenkan kemudian disaring, kemudian dimasukkan kedalam erlenmayer untuk dianalisis, dan diberi label (SNI,1998).
3.4.2 Pembuatan Pereaksi Aquabidest Asam
1 liter aquabidest ditambahkan 1,5 mL Larutan HNO3(p) lalu diaduk hingga
homogen (SNI, 1998).
3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Zinkum (Zn)
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 100 mg/L
Dipipet 10 mL larutan baku Zn 1000 ppm lalu dimasukkan ke dalam labu 100 mL, encerkan dengan akuabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan (SNI, 1998).
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 10 mg/L
Dipipet 5 mL Larutan baku Zn 100 ppm lalu dimasukkan ke dalam labu 100 mL, encerkan dengan akuabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan (SNI, 1998).
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 0,2 mg/L
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 0,4 mg/L
Dipipet sebanyak 2 mL dari konsentrasi 10 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, dan encerkan dengan aquabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan (SNI, 2011).
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 0,6 mg/L
Dipipet sebanyak 3 mL dari konsentrasi 10 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, dan encerkan dengan aquabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan (SNI, 1998).
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 0,8 mg/L
Dipipet sebanyak 4 mL dari konsentrasi 10 mg/L dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, dan encerkan dengan aquabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan (SNI, 1998).
− Pembuatan larutan kerja logam Zinkum 1 mg/L
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil uji penetapan kadar logam Zn pada saus cabai sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Uji Penetapan Kadar Logam ZnPada Saus Cabai
4.2Pembahasan
Penetapan kadar seng (Zn) dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) AA-7000 diperoleh hasil bahwa seng (Zn) pada saus cabai yaitu 2, 8083 mg/kg. Berdasarkan SNI No. 01-2976 tahun 2006 mengenai persyaratan mutu cemaran logam pada saus cabai, dimana batas maksimum logam seng (Zn) pada saus cabai sebesar 40,0 mg/kg. Dari data diatas dinyatakan bahwa kadar seng (Zn) pada saus cabai memenuhi syarat mutu karena tidak melebihi batas maksimum.
Logam Cu dan Zn adalah jenis logam yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, logam-logam ini diperlukan tubuh dalam jumlah tertentu. Namun, apabila manusia mengkonsumsi makanan dengan konsentrasi yang berlebih maka dapat menimbulkan penyakit. Tingginya konsentrasi Cu dan Zn dalam makanan dapat terjadi dikarenakan adanya kontaminasi dari lingkungan (Supriyanto, 2007).
Parameter Berat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar seng (Zn) pada saus cabai memenuhi persyaratan SNI 01-2976-2006 sebesar 2, 8083 mg/kg dari batas maksimum 40,0 mg/kg.
5.2 Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cabai (Capsicum sp.)
Cabai (Capsicum sp.) adalah salah satu jenis sayuran yang berasal dari benua Amerika. Penyebarannya segera meluas ke berbagai tempat sejak Columbus menemukan benua ini. Kini tak kurang benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa sudah akrab mengenal sayuran penyedap rasa ini. Tanaman cabai berbentuk semak dengan buah yang beraneka bentuk, ukuran, warna, maupun rasa pedasnya (Novary, 1999).
2.1.1 Saus Cabai
Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan makanan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali pengawet (Putra, dkk., 2011).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
2.1.2 Persyaratan Saus Cabe
Tabel 2.1Persyaratan mutu saus cabai
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1.
Sesuai peraturan di bidang makanan yang berlaku
8 Cemaran mikroba: 8.1Angka lempeng Sumber: SNI 01- 2976-2006
2.2 Logam Berat
Logam berat masih termasuk logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup (Palar, 2008).
menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman, maupun lingkungan (Widowati, 2008).
Menurut Widowati (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
1. Logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bukan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.
Logam berat memiliki respon biokimia spesifik terhadap organisme hidup yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: logam-logam yang mudah mengalami reaksi dengan unsur oksigen, logam yang mudah bereaksi dengan unsur nitrogen dan sulfat. Logam dapat dikelompokkan menjadi logam berat (berat jenis > 5 gr/cm3) dan logam ringan (berat jenis < 5 gr/cm3), logam esensial dan tidak esensial, dan logam yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam kerak bumi (≤1000 ppm) (Palar, 2008; Soemirat, 2003).
2.2.1 Seng (Zn)
Seng (Zn) merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, memiliki titik lebur 410⁰C dan mendidih pada 906⁰C, sangat mudah larut dalam asam klorida
encer dan asam sulfat encer. Seng dapat diidentifikasi dengan beberapa reaksi yaitu dengan menggunakan uji ditizon akan membentuk senyawa kompleks berwarna merah yang dapat di ekstraksi dengan tetraklorida (Vogel, 1985).
Seng dialam tidak berada dalam keadaan bebas, namun dalam bentuk terikat dengan unsur lainnya berupa mineral sepertiZnCo3, Zn2SiO4 dan ZnO.
Seperti halnya unsur tembaga, seng memasuki tatanan lingkungan secara alamiah melalui proses erosi dan secara tidak alamiah terjadi oleh factor limbah industry (Widowati,dkk., 2008).
Seng bersifat esensial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Peranannya dalam pertumbuhan normal pada hewan telah didemonstrasikan pada tahun 1930 an. McCance dan Widdowson pada tahun 1930 an dan awal tahun 1970an diperoleh laporan pertama tentang kegagalan pertumbuhan pada remaja di Delta Sungai Nil di Mesir tahun terakhir menghasilkan pengertian lebih baik tentang peranan Bio Kimia Seng di dalam tubuh dan gejala klinik yang timbul akibat defesiensi Seng pada manusia (Almatsier, 2001).
0,1% dari seluruh seng didalam tubuh yang mempunyai dalam masa pergantian tubuh yang cepat (Almatsier, 2001).
2.2.2 Keracunan Logam
Kejadian keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungandari logam berat, seperti penggunaan logam untuk pembasmi hama (pestisida), pemupukan ataulimbah buangan pabrik yang menggunakan logam. Logam tembaga dan seng termasuk logam esensial yang dalam dosis tertentudibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, namun bila kadar logam ini melebihi jumlah dosis tertentu akan menyebabkan keracunan (Darmono, 1995).
Sumber keracunan logam juga dapat terjadi akibat dari penggunaan bahan-bahan rumah tangga, seperti penggunaan alat masak atau wadah tempat penyimpanan makanan atau minuman dapat melarutkan logam, umumnya karena makanantersebut bersifat asam, seperti logam kadnium, tembaga dan seng. Makanan yang bersifat basa juga dapat melarutkan logam, antara lain aluminium atau seng (Sartono, 2002).
2.3Spektrofotometri Serapan atom
2.3.1. Pengertian Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam matriks yang kompleks. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Bender, 1987; Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Metode ini dipilih karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, waktu pengerjaan yang cepat, alatnya yang sensitive, dan sangat spesifik untuk unsure yang akan dianalisis (Haris & Gunawan 1992 ; Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.2 Prinsip Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
energy, maka atom akan memperoleh energy sehingga suatu atom pada keadaan dasar ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman,2007).
Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal itu tergantung dari unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan adanya absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu atom yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).
Spektrofotometri Serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah kecil dan sangat kecil. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.3 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom
1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
lampu dilapisi dengan beberapa unsure sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsure sekaligus (Gandjar dan Rohman, 2007).
1. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan Spektrofotometri Serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800⁰C, gas alam-udara 1700⁰C, gas asetilen-udara 2200⁰C, dan gas dinitrogen
oksida sebesar 3000⁰C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel didalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Monokromator
dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007). 3. Detektor
Detektor digunakan untuk mengatur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya, detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
system pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi dan intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.4 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah :
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
3. Gangguan oleh arsorbansiyang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisi, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasidi dalam nyala.
2.4Destruksi
Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan harus dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan (Apriantono, dkk., 1989).
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral. Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisis bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan, pada tahap selanjutnya proses sering kali berlangsung sangat cepat akibat penambahan asam perklorat atau hidrogen peroksida (Apriantono, dkk., 1989).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Saus merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan makanan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali pengawet (Putra, dkk., 2011).
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapadiantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Logam dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Supriyanto, 2007).
Spektrofotometri Serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah kecil dan sangat kecil.Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul “Penetapan Kadar Zn pada Saus Cabai Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom”.
1.2Tujuan dan Manfaat
1.1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kadar seng (Zn) pada saus cabai dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) berdasarkan persyaratan mutu SNI cemaran logam.
1.1.3 Manfaat
PENETAPAN KADAR SENG (Zn) PADA SAUS CABAI MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
ABSTRAK
Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan makanan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bahan baku cabai, mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Namun saus cabai ini dapat mengandung berbagai logam salah satunya seng (Zn) yang dapat terjadi dikarenakan adanya kontaminasi dari lingkungan. Dalam pengujian ini sampel saus cabai di destruksi kering, kemudian logam tersebut di uji kuantitatif secara spektrofotometri serapan atom (AAS) menggunakan gas pembakar udara-asetilen pada panjang gelombang 213,9 nm. Keuntungan dari metode ini yaitu mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.
Hasil pengujian kadar seng (Zn) pada saus cabai sebesar 0,0561 mg/kg. Sesuai dengan persyaratan mutu SNI 01-2976-2006 kadar seng (Zn) maksimum sebesar 40 mg/kg. Disimpulkan bahwa kadar Zn pada saus cabai memenuhi persyaratan mutu SNI cemaran logam dan layak dikonsumsi.
PENETAPAN KADAR SENG (Zn) PADA SAUS CABAI
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (AAS)
TUGAS AKHIR
OLEH:
MIRTA NOPRIDA HULJANNAH NIM 132410012
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DANMAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Seng (Zn) pada Saus Cabai Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)”.
Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan berdasarkan yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standarisasi (Baristand) Industri Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Masfria,M.S.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si, Apt., selaku wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr.Karsono, Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
6. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik, Ibu dan Bapak Dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Sahabat-sahabat penulis, Riska, Desfi, Gita dan Lisa yang senantiasa memberi semangat dan bantuan, beserta teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi artikeberadaan mereka.
Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada kedua orang tua, Ayahanda Supriadi dan Ibunda Darmawati yang sudah memberikan dukungan baik secara moral maupun material dalam penulisan Tugas akhir. Juga saudara kandung penulis Dicky Firdaus dan beserta keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan nasihat kepada penulis agar semangat meraih cita-cita.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juni 2016 Penulis,
PENETAPAN KADAR SENG (Zn) PADA SAUS CABAI MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
ABSTRAK
Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan makanan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bahan baku cabai, mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Namun saus cabai ini dapat mengandung berbagai logam salah satunya seng (Zn) yang dapat terjadi dikarenakan adanya kontaminasi dari lingkungan. Dalam pengujian ini sampel saus cabai di destruksi kering, kemudian logam tersebut di uji kuantitatif secara spektrofotometri serapan atom (AAS) menggunakan gas pembakar udara-asetilen pada panjang gelombang 213,9 nm. Keuntungan dari metode ini yaitu mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.
Hasil pengujian kadar seng (Zn) pada saus cabai sebesar 0,0561 mg/kg. Sesuai dengan persyaratan mutu SNI 01-2976-2006 kadar seng (Zn) maksimum sebesar 40 mg/kg. Disimpulkan bahwa kadar Zn pada saus cabai memenuhi persyaratan mutu SNI cemaran logam dan layak dikonsumsi.
DAFTAR ISI
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) ... 8
2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) ... 8
2.3.3 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom ... 10
2.3.4 Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom 12
2.4 Destruksi ... 13
BAB III METODE PENELITIAN... 14
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 14
3.2 Alat-alat ... 14
3.3 Bahan-bahan ... 14
3.4 Prosedur Percobaan ... 14
3.4.1 Preparasi Saus Cabai ... 14
3.4.2 Pembuatan Pelarut Aquabidest Asam ... 15
3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Zinkum (Zn) ... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1 Hasil ... 17
4.2 Pembahasan... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18
5.1 Kesimpulan ... 18
5.2 Saran ... 18
DAFTAR PUSTAKA ... 19
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman