• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kompetensi dan kinerja pamong belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil di Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kompetensi dan kinerja pamong belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil di Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI DAN KINERJA

PAMONG BELAJAR DALAM PEMBINAAN

PENGRAJIN INDUSTRI KECIL DI

PROVINSI SUMATERA BARAT

TASRIL BARTIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil di Provinsi Sumatera Barat,” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2010

Tasril Bartin

(3)

ABSTRACT

TASRIL BARTIN. Tutor’s Competency and Performance Development on Guidance for Small Industrial Craftsmen in West Sumatera Province. Under supervision of MA’MUN SARMA, PANG S. ASNGARI, and DJOKO SUSANTO.

The objectives of this research are: (1) to describe factors related to the Tutor’s competency and performance on guidance for small industrial craftsmen, (2) to describe profile of business of small industrial craftsmen and their perception to Tutor’s competency and performance, (3) to analyze factors related and influenced the Tutor’s competency and performance, and (4) to formulate strategy of Tutor’s competency and performance development on guidance for small industrial craftsmen in West Sumatera Province.

The research was conducted in May-November 2009 at the Community Education Centre (SKB) in West Sumatera Province. The population were 124 Tutors who have completed life skills program since four years ago and 51 small industrial craftsmen under their guidance. Sampling process was by census procedure sampling for the Tutors and by random sampling for small industrial craftsmen. Data collection techniques were questionnaire, observation, in-depth interview, and documentary study. The statistical analysis used was descriptive, correlation, and structural equation model (SEM).

The important results of this research showed the training for Tutor’s, self development for Tutor’s, and Tutor’ external environment was in medium category, Tutor’s competency was in medium category (score = 2,52) and Tutor’s performance also was medium category (score = 2,16). Tutor’s performance was lower than Tutor’s competency. The Tutor’s competency and performance were influenced directly by training (p = 0,29), by external environment (p = 0,26), and by self development (p = 0,17). The total effect of each factor that influenced Tutor’s competency and performance were external environment (p = 0,45), training (p = 0,34), and self development (p = 0,17). The strategy to improve the Tutor’s

competency and performance on guidance for small industrial craftsmen were by: (1) developing to Tutor’s external environment, (2) better training program, and

(3) extension of Tutor’s self development.

(4)

RINGKASAN

TASRIL BARTIN. Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil di Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA, PANG S. ASNGARI, dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu masalah utama dalam pengembangan ekonomi masyarakat di Sumatera Barat adalah terbatasnya kemampuan usaha rakyat yang umumnya berbentuk industri kecil dan kerajinan rumah tangga untuk berkembang secara baik. Terbatasnya kemampuan industri kecil untuk berkembang juga tak terlepas dari peran aparat pemerintah yang ditugasi untuk peningkatan kapasitas industri kecil dan kerajinan rumah tangga tersebut. Untuk meningkatkan peran aparat pemerintah khususnya dalam lingkup pendidikan nonformal yang berimplikasi langsung kepada tingkat keberhasilan pembinaan industri kecil, maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam dan komprehensif terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan karakteristik individu, diklat, pengembangan diri, lingkungan, kompetensi, dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat; (2) mendeskripsikan profil usaha pengrajin industri kecil binaan Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat; (3) menganalisis faktor-faktor determinan dan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar

dalam pembinaan pengrajin industri kecil di Provinsi Sumatera Barat; dan (4) merumuskan strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar

dalam pembinaan pengrajin industri keci di Provinsi Sumatera Baratl.

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan, mulai bulan Mei sampai dengan bulan November 2009 yang berlokasi di 16 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) milik Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat, dan satu Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) milik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Selain di SKB dan BPKB, penelitian juga dilakukan di beberapa wilayah binaan masing-masing SKB dan BPKB tersebut. Obyek penelitian (unit analisis) adalah sebanyak 124 orang Pamong Belajar yang telah mendapatkan Surat Keputusan Jabatan Fungsional Pamong Belajar yang diambil secara sensus dan sebanyak 51 unit industri kecil yang menjadi binaan mereka yang diambil secara random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, observasi, wawancara mendalam (in-depth interview), dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, analisis korelasi, dan analisis model persamaan struktural (structural equation modeling, SEM).

Industri kecil binaan Pamong Belajar umumnya berbentuk industri rumah tangga yang bergerak pada kelompok industri pangan (43%), mereka dominan tergolong pemula (<3 tahun). Aset usaha adalah tergolong kecil (<Rp 50 juta) dengan karyawan rata-rata kurang dari lima orang, dan keuntungan rata-rata per bulan adalah kurang dari Rp 2 juta. Asal bahan baku umumnya adalah dari wilayah dalam Kabupaten dengan tujuan pasar dominan adalah pasar atau toko-toko di sekitar daerah setempat. Namun, beberapa produk hasil kerajinan tekstil dan makanan ringan khas daerah dapat menembus pasar luar provinsi bahkan ke luar negeri.

(5)

Deskripsi masing-masing peubah menunjukkan bahwa secara keseluruhan pendapat responden Pamong Belajar terhadap berbagai peubah yang diteliti berada pada kategori sedang, meskipun ada beberapa sub peubah yang termasuk kategori tinggi dan kategori rendah. Sub peubah yang berkategori tinggi adalah kondisi lingkungan sosial keluarga pada peubah lingkungan Pamong Belajar (skor = 3,16); sedangkan sub peubah yang berkategori sedang dengan skor tertinggi adalah motivasi berprestasi pada peubah pengembangan diri Pamong Belajar (skor = 2,86). Sub peubah yang berkategori rendah adalah kemampuan Pamong Belajar dalam mengkaji dan mengembangkan program pembinaan industri kecil pada peubah kompetensi Pamong Belajar (skor = 1,69); kegiatan Pamong Belajar dalam penumbuhan dan pengembangan produk industri kecil pada peubah kinerja Pamong Belajar (skor = 1,87); dan kegiatan Pamong Belajar dalam penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil pada peubah kinerja Pamong Belajar (skor = 1,90); dan kebijakan pemerintah pada peubah lingkungan Pamong Belajar (skor = 1,99).

Hasil analisis hubungan antar peubah penelitian menunjukkan bahwa keberadaan diklat Pamong Belajar mempunyai hubungan yang positif dengan kekosmopolitan, pengembangan diri, dan lingkungan Pamong Belajar. Hubungan diklat Pamong Belajar adalah positif dengan pendidikan nonformal, tetapi negatif dengan masa kerja. Pengembangan diri Pamong Belajar berhubungan positif dengan faktor pendidikan dan lingkungan, dan tidak berhubungan dengan faktor lain. Kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil berhubungan secara positif dengan pendidikan dan pelatihan, pengembangan diri, dan lingkungan eksternal, dan berhubungan secara positif dengan salah satu aspek individu yaitu kekosmopolitan Pamong Belajar. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan Pamong Belajar dipengaruhi oleh lingkungan eksternal secara langsung (p = 0,42). Pengembangan diri dipengaruhi secara langsung oleh diklat (p = 0,31) dan oleh lingkungan eksternal (p = 0,29). Kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dipengaruhi secara langsung oleh diklat (p = 0,29); oleh lingkungan eksternal (p = 0,26); dan oleh pengembangan diri (p = 0,17). Secara keseluruhan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dipengaruhi tidak langsung oleh lingkungan eksternal (p = 0,45); oleh diklat (p = 0,34); dan oleh pengembangan diri (p = 0,17).

Strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil adalah dengan : (1) perbaikan lingkungan Pamong Belajar yang meliputi: kebijakan pemerintah (koordinasi program, anggaran, insentif, penghargaan, perhatian); lingkungan kerja fisik (sarana belajar, alat transportasi, perkantoran); dan organisasi kerja Pamong Belajar (komunikasi organisasi, otoritas dan wewenang, dan dukungan pimpinan); (2) peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan (tindak lanjut, metode, materi); dan (3) perluasan kesempatan pengembangan diri untuk membentuk kemandirian belajar.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

(7)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI DAN KINERJA

PAMONG BELAJAR DALAM PEMBINAAN

PENGRAJIN INDUSTRI KECIL DI

PROVINSI SUMATERA BARAT

TASRIL BARTIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil di Provinsi Sumatera Barat

Nama : Tasril Bartin

NIM : I 362060071

Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)

Disetujui :

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec Ketua

Prof (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM Prof. Dr. Pang S. Asngari

Anggota Anggota

Diketahui :

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ilmu Penyuluhan Pembangunan,

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Tanggal Ujian : 08 Juli 2010 Tanggal Lulus :

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis telah dapat menyusun disertasi ini sesuai waktu dan prosedur yang direncanakan. Disertasi ini yang berjudul “Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil di Provinsi Sumatera Barat,” merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap Pamong Belajar dan kelompok binaannya yang ada di seluruh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) di Provinsi Sumatera Barat.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing, kemudian Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari dan Bapak Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada :

(1) Rektor Institut Pertanian Bogor beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh kuliah.

(2) Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh perkuliahan.

(3) Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh perkuliahan.

(4) Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selalu Ketua Program Mayor Penyuluhan Pembangunan atas segala arahan dan bimbingannya.

(5) Bapak Prof. Dr. Darwis S. Gani dan Bapak Dr. Basita Ginting Sugihen selaku anggota komisi akademik atas segala arahan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan.

(6) Semua dosen pada Program Mayor Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar kepada penulis.

(10)

(8) Bapak Dr. Amri Jahi, M.Sc, Dosen Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka tanggal 8 Juli 2010 atas segala saran penyempurnaan.

(9) Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto, Dosen Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB selaku penguji luar komisi ujian tertutup tanggal 3 Juni 2010 atas segala saran penyempurnaan.

(10) Bapak Dr. Pudji Muljono, M.Si, Dosen Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup tanggal 3 Juni 2010 atas segala saran penyempurnaan.

(11) Bapak Dr. Dedi Jusadi, M.Sc selaku pemimpin sidang mewakili Rektor IPB pada ujian tertutup tanggal 8 Juli 2010 atas segala arahan dan saran penyempurnaan.

(12) Ibu Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku pemimpin sidang mewakili Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB pada ujian tertutup tanggal 3 Juni 2010 atas segala saran penyempurnaan.

(13) Bapak Dr. Erman Syamsudin selaku Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal (PTK-PNF) Kementerian Pendidikan Nasional atas dorongan untuk melanjutkan studi dan bantuan biaya yang diberikan.

(14) Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri cq. Ketua Program Beasiswa Unggulan atas bantuan biaya penelitian yang diberikan.

(15) Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional atas bantuan biaya penelitian yang diberikan.

(16) Bapak Ir. Shadiq Pasadigue, SH selaku Bupati Tanah Datar dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis sejak Tahun 2006.

(17) Bapak Syamsir, ST selaku anggota DPRD Provinsi Sumbar tahun 2004-2009 atas bantuan pendidikan yang diberikan.

(11)

(19) Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) se-Sumatera Barat dan Pamong Belajarnya atas partisipasinya dalam pelaksanaan penelitian.

(20) Para pengrajin industri kecil binaan Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat atas partisipasinya dalam pelaksanan penelitian.

(21) Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc dan Ibu Tin Herawati, SP, M.Si atas bantuannya dalam entry data, cleaning data, checking dan mengolah data dan bantuan moril yang diberikan selama penyusunan disertasi.

(22) Bapak Dr. Ir. I. Gusti Putu Purnaba, DEA atas masukannya dalam interpretasi hasil analisis data statistik.

(23) Orang tua tercinta, “Papa Bachtiar” dan “One Tinar” atas doa restu, bantuan semangat, dan perhatian secara terus menerus sejak penulis masih kecil hingga saat penulis menempuh pendidikan ini.

(24) Bapak dan Ibu Mertua, Ayah Munir RB (alm) dan Bundo Latifah (almh) atas bantuan semangat dan dorongan yang diberikan ketika almarhumah masih hidup.

(25) Isteri tercinta, Putri Erma Yulia, S.Ag. yang selalu memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril, materil, tenaga dan waktu serta menunjukkan pengertian, toleransi, dan kesabaran yang sangat luar biasa untuk tidak selalu tinggal bersama selama penulis menempuh pendidikan.

(26) Kedua putri tersayang, Clarissa Maharani Tashma dan Zhafira Alya Tashma yang senantiasa menyemangati, menyayangi, dan memberikan pengertian yang luar biasa kepada penulis selama menempuh pendidikan.

(27) Adik-adik saudara kandung : Wed, Rima, Mira, dan Fid atas segala bantuan moril selama menempuh pendidikan.

(28) Kakak dan adik ipar : Pit, Era, dan Budi atas segala bantuan moril selama menempuh pendidikan.

(29) Teman-teman di Sekolah Pascasarjana IPB khususnya pada Program Mayor PPN Angkatan 2006 dan semua pihak atas dukungan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti perkuliahan pada Program Mayor Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB.

(12)

(31) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan langsung maupun tidak langsung selama penulis menempuh pendidikan sampai terwujudnya disertasi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa “tiada gading yang tak retak,” begitu juga disertasi ini, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu penulis memohon maaf apabila ada kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam disertasi ini. Semoga amal ibadah semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT. Amiin.

Bogor, Agustus 2010 Penulis,

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Toboh Tangah, Kabupaten Padang Pariaman pada Tanggal 7 April 1970 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Bachtiar D dan Ibu Tinar G. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Kabupaten Padang Pariaman. Sarjana Pertanian (SP) diperoleh dari Program Studi Agronomi Universitas Andalas pada Tahun 1996. Atas bantuan beasiswa dari Direktorat Tenaga Teknis Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga (PLSP) Depdiknas, penulis menyelesaikan Magister Pendidikan (M.Pd) di Program Studi Adminsitrasi Pendidikan Universitas Negeri Padang pada Tahun 2006, dan pada tahun yang sama langsung mengikuti Studi Doktor pada Sekolah Pasasarjana IPB dengan biaya sendiri.

Pada tahun 1997 penulis diangkat sebagai PNS pada lingkup Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional) yang ditempatkan pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Tanah Datar dalam Jabatan Fungsional Pamong Belajar. Sejak mengikuti tugas belajar S2 dan S3, penulis dibebastugaskan dari Jabatan Fungsional Pamong Belajar, namun secara informal masih berkontribusi terhadap pengembangan berbagai kegiatan pendidikan nonformal di Kabupaten Tanah Datar khususnya, dan Sumatera Barat umumnya.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... ii

RINGKASAN... iii

KATA PENGANTAR... viii

RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Masalah Penelitian... 5

Tujuan Penelitian... 8

Manfaat Hasil Penelitian... 8

Definisi Istilah... 9

TINJAUAN PUSTAKA... 11

Konsepsi Pamong Belajar... 11

Pengertian Pamong Belajar... 11

Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Belajar... 11

Konsepsi Kompetensi dan Kinerja... 12

Pengertian Kompetensi... 13

Komponen Kompetensi... 14

Pengertian Kinerja... 16

Model Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar... 17

Konsepsi Pembinaan... ... 20

Pengertian Pemberdayaan Masyarakat... 21

Pembinaan Industri Kecil... 22

Konsepsi Kewirausahaan... 24

Pengertian Kewirausahaan... 24

Pendidikan Kewirausaan……… 25

Konsepsi Karakteristik Individu... 26

Umur... 27

Masa Kerja... 28

Pendidikan Formal... 28

Pendidikan Nonformal... 29

Kekosmopolitan... 29

Persepsi pada Pekerjaan... 30

Konsepsi Pendidikan dan Pelatihan... 31

Pengertian Pendidikan dan Pelatihan... 31

Manajemen Pendidikan dan Pelatihan... 32

Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPBK)... 34

Konsepsi Pengembangan Diri... 36

Kemandirian Belajar... 36

Motivasi Berprestasi... 36

(15)

Konsepsi Lingkungan Eksternal Pamong Belajar... 39

Lingkungan Fisik Pekerjaan... 39

Lingkungan Sosial Keluarga... 40

Organisasi Kerja... 40

Kebijakan Pemerintah... 41

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS... 42

Kerangka Berpikir ... 42

Hipotesis Penelitian... 45

METODE PENELITIAN... 46

Rancangan Penelitian... 46

Lokasi, Obyek, dan Waktu Penelitian... 46

Populasi dan Sampel... 47

Data dan Instrumen Penelitian... 47

Data Penelitian... 48

Instrumen Penelitian... 49

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 62

Validitas Instrumen Penelitian... 63

Reliabilitas Instrumen Penelitian... 64

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 64

Teknik Pengumpulan Data ... 65

Teknik Analisis Data ... 66

HASIL DAN PEMBAHASAN... 68

Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 68

Kondisi Umum Sanggar Kegiatan Belajar... 70

Struktur Organisasi dan Program Kerja Sanggar Kegiatan Belajar ... 70

Keadaan Tenaga Fungsional Pamong Belajar... 71

Profil Usaha Industri Kecil Binaan Pamong Belajar... 72

Karakteristik Individu Pamong Belajar... 75

Deskripsi Karakteristik Individu Pamong Belajar... 75

Hubungan antar Sub Peubah pada Karakteristik Individu Pamong Belajar... 77

Pendidikan dan Pelatihan Pamong Belajar... 79

Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Pamong Belajar... 79

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pendidikan dan Pelatihan Pamong Belajar... 82

Pengembangan Diri Pamong Belajar... 84

Deskripsi Kegiatan Pengembangan Diri Pamong Belajar... 84

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengembangan Diri Pamong Belajar... 86

Lingkungan Pamong Belajar... 87

Deskripsi Lingkungan Pamong Belajar... 87

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Lingkungan Pamong Belajar... 90

Kompetensi Pamong Belajar... 93

Deskripsi Kompetensi Pamong Belajar... 93

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Pamong Belajar... 95

Kinerja Pamong Belajar... ... 98

(16)

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja

Pamong Belajar... 101

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar ... 104

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi Pamong Belajar... 104

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kinerja Pamong Belajar... 108

Rekapitulasi Kategori Rata-rata Peubah Penelitian... 112

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendidikan dan Pelatihan, Pengembangan Diri, dan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar... 113

Dekomposisi Efek Peubah Laten yang Berpengaruh terhadap Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar... 113

Model Analisis Empiris Pengaruh antar Peubah dengan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar ... 115

Strategi Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil... 117

Perbaikan Kondisi Lingkungan Pamong Belajar... 119

Perbaikan Sistem Pendidikan dan Pelatihan... 123

Peningkatan Kegiatan Pengembangan Diri Pamong Belajar... 126

KESIMPULAN DAN SARAN... 129

Kesimpulan... 129

Saran... ... 131

DAFTAR PUSTAKA... 133

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah

Karakteristik Individu Pamong Belajar... 50 2. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah

Pendidikan dan Pelatihan Pamong Belajar... 52 3. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah

Pengembangan Diri Pamong Belajar... 54 4. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah

Lingkungan Pamong Belajar... 55 5. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah

Kompetensi Pamong Belajar... 57 6. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah Kinerja

Pamong Belajar... 60 7. Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah Industri

Kecil Binaan Pamong Belajar... 61 8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Responden Pamong Belajar ... 65 9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Responden Industri Kecil.... ... 65 10. Penyebaran Lokasi Sanggar Kegiatan Belajar di Provinsi

Sumatera Barat... 69 11. Profil Usaha Pengrajin Industri Kecil Binaan Pamong Belajar... 73 12. Sebaran Karakteristik Individu Pamong ... 76 13. Keeratan Hubungan antar Sub Peubah pada Karakteristik

Individu Pamong Belajar ... 78 14. Sebaran Pelaksanaan Diklat Pamong Belajar... 80 15. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pendidikan dan

Pelatihan Pamong Belajar... 83 16. Sebaran Tingkat Pengembangan Diri Pamong Belajar... 85 17. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengembangan Diri

Pamong Belajar……….. 86

18. Sebaran Kondisi Lingkungan Eksternal Pamong Belajar... 88 19. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Lingkungan Pamong

Belajar... 91 20. Sebaran Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan

Pengrajin Industri Kecil………. 94 21. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kompetensi Pamong

(18)

22. Sebaran Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin

Industri Kecil... 98 23. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Pamong

Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil... 102 24. Persepsi Responden Pengrajin Industri Kecil terhadap

Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin

Industri Kecil... 105 25. Persepsi Responden Pengrajin Industri Kecil terhadap Kinerja

Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil... 109 26. Rekapitulasi Kategori Rata-rata dan Skor Peubah

Penelitian... 112 27. Dekomposisi Efek Peubah Laten yang Berpengaruh terhadap

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Model Sistem Strategis untuk Menciptakan dan Mengelola

Program Peningkatan Kinerja Berbasis Kompentensi... 35 2. Tahapan Perancangan Jalur Karir dan Program Kaderisasi...

38 3. Kerangka Berpikir Penelitian Pengembangan Kompetensi

dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin

Industri Kecil... 44 4. Peta Provinsi Sumatera Barat……….. 68 5. Model Lengkap Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar………... 116 6. Strategi Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Uji korelasi Rank Spearman antar Peubah Penelitian

(diolah dengan Program SPSS versi 13.0)... 140 2. Tabel Rekapitulasi Hasil Uji Korelasi dan Signifikansinya antar

Sub Peubah pada Karakteristik Individu Pamong Belajar (N

=124, diolah dengan Program SPSS versi 13.0)... 141 3. Tabel Rekapitulasi Hasil Uji Korelasi dan Signifikansinya antar

Peubah Penelitian (N =124, diolah dengan Program SPSS

versi 13.0)... 142 4. Tabel Dekomposisi Efek Peubah Laten yang Berpengaruh dan

Signifikansinya terhadap Kompetensi dan Kinerja Pamong

Belajar (N =124, diolah dengan Program LISREL 8.30)... 143 5. Hasil Analisis Statistik Structural Equation Modeling (SEM,

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri kecil merupakan penyeimbang dalam struktur industrialisasi (produk dan pasar) secara menyeluruh karena menciptakan pembangunan yang lebih merata dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap komoditi yang diusahakan, dengan ketentuan dipenuhinya konsentrasi (fokus) kegiatan industri, pola produksi (serupa atau saling mengisi), memperhatian hubungan dan pertukaran informasi di antara sektor ekonomi. Industri kecil juga memiliki kemampuan berkembang cepat dan mempunyai daya saing kuat karena industri kecil dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, padat karya, dan menerapkan teknologi produksi yang beragam (Hubeis, 1997:6-12).

Dalam pelaksanaannya, wirausaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga tidak dapat bergerak sendiri dan bebas tanpa adanya bantuan dari pihak lain (stakeholders). Peran pemerintah secara konkrit maupun pemerintah dalam wadah instansi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sebagai pendorong gerak pembangunan dan perekonomian, seyogyanya industri kecil mendapat fokus perhatian dan pembinaan yang serius oleh pihak terkait.

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai salah satu institusi pemerintah yang berperan dalam pengentasan pengangguran, kemiskinan dan perbaikan taraf hidup masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan nonformal dipandang perlu melakukan suatu terobosan baru yang menyentuh langsung kegiatan ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah pembinaan berbagai industri kecil skala rumah tangga. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dimaksud selama ini terkesan masih setengah hati dan hanya terbatas pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan saja tanpa ada kesinambungan dan ketuntasan program. Pamong Belajar sebagai ujung tombak institusi ini dinilai belum dapat memainkan perannya secara optimal, khususnya dalam membantu pengrajin industri kecil agar dapat menemukan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kegiatan usaha.

(22)

Pola-pola pendidikan yang dilaksanakan hendaklah dapat mengubah perilaku pengrajin industri kecil secara permanen sehingga mereka lebih partisipatif dan mandiri. Sebaiknya individu-individu pengrajin dapat membentuk kelompok-kelompok pengrajin, kemudian dapat pula diafiliasikan dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terdekat dan link dengan dunia usaha. Dengan demikian prinsip-prinsip pembinaan yang sesungguhnya dapat diterapkan, yaitu terwujudnya kegiatan pendampingan, adanya kerjasama antar stakeholder, tumbuhnya partisipasi, dan kemandirian usaha oleh pelaku industri kecil.

Kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil yang dilakukan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sangat terkait dengan profesionalisme sumber daya manusia pada institusi ini. Profesionalisme juga berkaitan dengan kompetensi dan merupakan kata kunci bagi banyak lembaga untuk memilih dan mengevaluasi seseorang dikaitkan dengan tugas dan atau bidang keahliannya. Kesuksesan organisasi sekarang dan mendatang tergantung pada kompetensi kepemimpinan yang efektif dikombinasikan dengan kompetensi tenaga kerjanya. Identifikasi kompetensi akan memungkinkan organisasi memenuhi kepentingan masa datang yang vital.

Menurut Suparno (2001), kompetensi dibutuhkan seseorang agar dapat melaksanakan tugas secara efektif, efisien, dan sukses. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, penugasan/pengalaman, atau bakat bawaan dan dianggap melekat pada sebuah organisasi bila organisasi tersebut memiliki sebuah sistem untuk mengelola kompetensi para individunya sehingga organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan sukses.

(23)

pengalaman yang relevan dengan dunia usaha. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan pendidikan dan pelatihan kedinasan yang relevan, ketersediaan anggaran dan sarana prasarana yang cukup, lingkungan kerja yang kondusif, serta dukungan dari pihak terkait sangat diperlukan.

Sistem kompetensi memberikan bahasa dan konsep umum untuk mencapai proses kinerja yang terintegrasi sehingga perlu dinilai ketika melakukan penilaian kinerja Pamong Belajar untuk menentukan bentuk pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan. Pada gilirannya kinerja organisasi Sanggar Kegiatan Belajar yang optimal dapat dicapai sekaligus menjadi tolok ukur kemampuan Pamong Belajar dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat pula dipantau kecocokan kompetensi Pamong Belajar dengan persyaratan yang telah ditentukan organisasi Sanggar Kegiatan Belajar.

Kinerja fokus pada hasil atau hal-hal yang dapat dilakukan individu, bukan hanya pada kecerdasan akademik seseorang atau bukan hanya memandang sumberdaya manusia sebagai alat produksi, karena masing-masing individu memiliki tingkat kompetensi yang berbeda. Melalui identifikasi kompetensi setiap individu dapat dibedakan atas seseorang yang berkinerja baik atau tidak. Oleh karena itu kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil perlu dinilai ketika menilai kinerja Pamong Belajar. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi yang sudah dimiliki tiap Pamong Belajar berdasarkan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. Pada akhirnya berdampak pada kinerja (job performance) Pamong Belajar yang optimal sebagai ujung tombak organisasi Sanggar Kegiatan Belajar.

Banyak ahli pendidikan merasa gusar dengan mutu pendidik dan tenaga kependidikan nonformal (PTK-PNF), kemudian memberikan beberapa rumusan untuk peningkatan kompetensinya. Misalnya, Mulyana (2007:7) mengusulkan suatu format akselerasi peningkatan kompetensi PTK-PNF yang dimulai dari kegiatan pendataan dan pemetaan PTK-PNF. Supriyono (2006:45) merancang desain diklat PTK-PNF berbasis desentralisasi dan lembaga. Tantra (2006:24) mengusulkan peningkatan kompetensi PTKPNF melalui kaji tindak terintegrasi berbasis kompetensi dan Sudijarto (2008:30) mengusulkan perlu adanya percepatan peningkatan kualifikasi pendidik pendidikan nonformal.

(24)

rumusan di atas masih berkutat pada hal–hal yang berkaitan dengan proses administrasi umum dalam pelayanan pendidikan nonformal. Pendataan dan pemetaan PTK-PNF tampaknya menjadi lebih penting dari pada pendataan dan pemetaan calon sasaran dan kebutuhan belajar masyarakat itu sendiri. Disain diklat yang disusun juga belum berdasarkan kebutuhan masyarakat/kelompok sasaran, dan belum disesuaiakan dengan jenis jabatan PTKPNF, khususnya bagi Pamong Belajar. Juga belum ada pemikiran tentang jenis dan kualifikasi pendidikan yang urgen bagi jabatan PTKPNF tertentu untuk disesuaikan dengan kapasitas dan karakteristik lokal. Oleh karena itu itu perlu dipikirkan lagi cara membuat kaji tindak yang betul-betul akurat dan aplikatif dalam peningkatan kompetensi tertentu bagi jenis jabatan PTKPNF tertentu.

Dewasa ini dapat dikatakan belum ada kajian yang tepat dan sesuai untuk menilai kinerja Pamong Belajar, namun metoda penilaian secara umum dapat mengacu kepada proses penilaian secara input-proses-output (Ruky, 2006) dan proses penilaian kinerja berdasarkan kinerja masa lalu dan kinerja masa datang (Siagian, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut, pada dasarnya pendekatan penilaian kinerja dewasa ini berevolusi dari pendekatan yang berpusat pada individu (individual approach centered) bergerak kearah pekerjaan (job centered), dan akhirnya berpusat pada sasaran (objective centered).

Penelitian yang terkait dengan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pelayanan pendidikan nonformal melalui satuan pendidikan keterampilan usaha (life skills) masíh jarang dilakukan. Beberapa penelitian tentang Pamong Belajar pada umumnya masih berkisar pada penelitian kinerja secara umum atau baru pada aspek kompetensi manajemen, belum menyentuh penelitian yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi teknis. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Sihombing (2004), Gutama (2004), dan Tantra (2006) yang menyimpulkan bahwa perbaikan mutu tenaga kependidikan non formal termasuk Pamong Belajar perlu segera dilakukan agar mereka siap menyongsong perubahan zaman dan tuntutan masyarakat.

(25)

kerja penyuluh. Demikian juga dengan hasil penelitian Nuryanto (2008) yang menunjukkan bahwa faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap rendahnya kompetensi penyuluh adalah rendahnya efektifitas pelatihan, rendahnya tingkat pengembangan diri, dan rendahnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik penyuluh. Sedangkan faktor-faktor determinan pada kinerja penyuluh adalah kompetensi itu sendiri, kekosmopolitan, dan dukungan faktor eksternal.

Masalah Penelitian

Menurut Tambunan (2002:28-43), industri kecil sebagai bagian dari UKM punya peranan penting dalam serapan pekerja Indonesia dan mempunyai peran strategis bagi perkembangan ekonomi bangsa dan negara. Disadari atau tidak, pertumbuhan sektor industri kecil dapat membantu beban pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran, turut menunjang tercapainya pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan Pemprov Sumbar (2003) dan Humas Pemprov Sumbar (2008), terdapat berbagai industri kecil dominan yang tersebar di berbagai Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Namun, tidak semua industri kecil dominan tersebut menghasilkan produk unggulan yang bernilai ekonomi tinggi atau berorientasi ekspor. Beberapa produk yang termasuk unggulan dan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan adalah bordir/ sulaman, kerajinan perak, aneka kerupuk terutama sanjai, biji cokelat, gula tebu, gula aren, minyak nilam, minyak tanak kelapa, ikan bilih, makanan spesifik (gelamai), sepatu, dan berbagai cendera mata dari rotan dan bambu.

Hal ini berarti bahwa Sanggar Kegiatan Belajar melalui Pamong Belajarnya ditantang untuk mengambil peran yang lebih besar dalam pembinaan berbagai industri kecil melalui berbagai satuan pendidikan keterampilan usaha. Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, satuan pendidikan kecakapan hidup merupakan program favorit di Sanggar Kegiatan Belajar, namun program ini belum dilakukan secara serius dan belum ada road map kegiatan yang terencana, baik pada pemetaan kelompok sasaran dan penetapan bentuk program pembinaan usaha yang relevan dan sinergis dengan program di dinas dan instansi terkait.

(26)

tidak adanya pembaharuan atau perumusan kembali tupoksi organisasi dan ketenagaannya sesuai konteks otonomi daerah dan realitas di lapangan. Tupoksi SKB dewasa ini masih mengacu kepada tupoksi SK Mendikbud RI Nomor 023/O/1997 yang dikeluarkan pada era sentralisasi dan dianggap tidak relevan lagi dengan berbagai perubahan dan dinamika masyarakat. Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tugas pokok kelembagaan SKB dan Pamong Belajar kelihatan tidak saling sinkron, terlalu normatif, masih sebatas impian, dan tidak menggambarkan dengan jelas visi, misi, dan strategi lembaga.

SK Menkowasbangpan RI Nomor 25/KEP/MK.WASBANGPAN/6/1999 yang menjadi rujukan bagi Pamong Belajar dalam melaksanakan tugas sekaligus sebagai acuan terhadap penilaian kinerja dipandang tidak realistis lagi karena tidak mencerminkan tuntutan masyarakat dewasa ini dan tidak konsisten pula dengan tugas pokok kelembagaan Sanggar Kegiatan Belajar. Menurut SK tersebut Pamong Belajar diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pengembangan model dan pembuatan percontohan serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan nonformal. Tupoksi tersebut dipandang sangat berat untuk bisa direalisasikan oleh seorang Pamong Belajar yang tidak terbiasa dengan kegiatan penelitian, pengembangan program, dan pemodelan program pendidikan non formal, apalagi untuk bidang pendidikan kewirausahaan atau pengembagan ekonomi masyarakat. Akhirnya, secara operasional tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Pamong Belajar ditafsirkan sendiri-sendiri oleh Pamong Belajar dan pimpinan Sanggar Kegiatan Belajar sesuai kondisi dan kemampuan lembaga.

(27)

Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN PNF) yang menetapkan standar kompetensi pendidik di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, sebelum menetapkan standar kompetensi Pamong Belajar, lembaga ini perlu terlebih dahulu mendapatkan sumber referensi standarisasi dari hasil penelitian yang relevan dan komprehensif, termasuk juga dari beberapa sumber lain seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Depnaker, masyarakat, dan dunia usaha. Dengan demikian, bentuk pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan standar kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dapat diberikan, prosedur rekruitmennya juga dapat dirumuskan, kemudian penilaian kinerja dapat dilakukan secara akurat, sehingga berimplikasi kepada kejelasan pengembangan karir dan pelaksaan pemberian insentif atau remunerasi yang lebih adil. Pada gilirannya kinerja dan profesionalisme menjadi lebih baik dan bermuara pada terwujudnya kepuasan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar.

Berdasarkan kondisi di atas dan hasil prapenelitian yang dilakukan di beberapa Sanggar Kegiatan Belajar, baik melalui wawancara nonformal dengan Pamong Belajar, pengrajin industri kecil binaannya, maupun dengan pihak terkait, diketahui adanya indikasi masalah-masalah yang terkait dengan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dan perlu pendalaman lebih lanjut dalam suatu penelitian. Berdasarkan indikasi masalah tersebut dan fenomena-fenomena yang dikemukakan sebelumnya dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian, yaitu : (1) Bagaimana sebaran karakteristik individu, pendidikan dan pelatihan,

pengembangan diri, lingkungan, kompetensi, dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat?

(2) Bagaimana sebaran profil usaha pengrajin industri kecil binaan Pamong Belajar dan persepsinya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat?

(3) Faktor-faktor apa yang berhubungan dan dominan pengaruhnya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil? (4) Bagaimana strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar

(28)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan kepada masalah penelitian yang perlu dijawab dan dijelaskan, maka tujuan penelitian ini adalah :

(1) Mendeskripsikan sebaran karakteristik individu, pendidikan dan pelatihan, pengembangan diri, lingkungan, kompetensi, dan kinerja Pamong Belajar, serta profil industri kecil binaan Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat. (2) Mendeskripsikan sebaran profil usaha pengrajin industri kecil binaan Pamong

Belajar dan persepsinya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat

(3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dan dominan berpengaruh pada kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil. (4) Merumuskan strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar

dalam pembinaan industri kecil.

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara ilmiah dan secara praksis bagi pihak-pihak berikut ini:

(1) Kementerian Pendidikan Nasional (Direktorat PTK-PNF) dan Dinas Pendidikan pada Pemerintah Daerah, sebagai acuan dalam pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar, khususnya untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam kegiatan pembinaan ekonomi masyarakat.

(2) Pendidik dan tenaga kependidikan non formal lain seperti Penilik, Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), Fasilitator Desa Intensif (FDI), Penyuluh pada berbagai profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan berbagai

Community Development Worker, sebagai acuan dalam peningkatan kompetensi masing-masing yang berhubungan dengan pembinaan ekonomi masyarakat khususnya industri kecil.

(29)

Definisi Istilah

(1) Pendidikan nonformal (PNF) adalah proses belajar di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal, meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pembinaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan/pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

(2) Pendidik Pendidikan Nonformal adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan di bidang pendidikan nonformal, dapat berkualifikasi sebagai Konselor, Pamong Belajar, Widyaiswara, Tutor, Instruktur, Fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya.

(3) Tenaga Kependidikan Nonformal adalah aparat pemerintah dan anggota masyarakat yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan nonformal.

(4) Sanggar Kegiatan Belajar adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan di tingkat Kabupaten/ Kota yang bertugas menyelenggarakan program percontohan dan pengendalian mutu pendidikan non formal.

(5) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan di tingkat Provinsi yang bertugas menyelenggarakan program percontohan dan pengendalian mutu pendidikan non formal.

(6) Pamong Belajar adalah Pegawai Negeri Sipil yang berstatus sebagai tenaga fungsional pada SKB dan BPKB yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan pendidikian nonformal, termasuk kegiatan pengembangan model, pembuatan percontohan, serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan nonformal.

(30)

(8) Warga Belajar adalah sebutan bagi peserta didik dalam lingkup manajemen pendidikan nonformal dan informal.

(9) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

(10) Pendidikan kecakapan hidup (life skills) adalah satuan pendidikan non formal yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri.

(11) Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(12) Industri kecil adalah upaya bisnis yang ditujukan untuk memproduksi barang atau jasa dengan skala kecil, memiliki asset antara Rp. 50 juta s/d Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), beromzet per tahun kurang dari Rp.300 juta s/d Rp. 2,5 milyar, milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar (UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM).

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsepsi Pamong Belajar

Pengertian Pamong Belajar

Pamong Belajar merupakan sebutan bagi PNS yang memegang jabatan fungsional pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) milik Pemerintah Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) milik Pemerintah Provinsi, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI), dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (P2PNFI). Dua lembaga terakhir merupakan milik Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) Kemendiknas yang terdapat di beberapa wilayah (regional). Pada masa sebelum otonomi daerah, seluruh UPTD dan UPT tersebut berada di bawah Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga atau sekarang berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) Kemendiknas.

Kata-kata Pamong Belajar juga tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Bab I, Pasal 1 yang menyatakan bahwa Pamong Belajar adalah sebagai tenaga kependidikan disamping sebutan lain seperti guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator. Secara teknis edukatif, tugas masing-masing Pamong Belajar baik di SKB, di BPKB, BPNFI, maupun yang ada di P2PNFI adalah sama, namun dalam cakupan pengembangan model pendidikan nonformal dan distribusinya berbeda menurut karakteristik lokal, sosial, dan budaya. Keragaman karakteristik dan kebutuhan berbagai suku dan wilayah di Indonesia tidak dapat ditangani pada satu institusi dengan satu model saja.

Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Belajar

(32)

pemuda dan olahraga (PLSPOR); (2) melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan program PLSPOR; dan (3) melaksanakan penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program PLSPOR.

Oleh karena tugas pokok Pamong Belajar mengacu kepada keputusan MENKOWASBANGPAN di atas, maka tugas pokok Pamong Belajar tersebut tampak rancu, mendua, tidak relevan, dan sulit direalisasikan. Untuk itu diperlukan pembaharuan keputusan tersebut dengan menghapus program kepemudaan dan keolahragaan. Secara adminsitratif, di pemerintah pusat bagian pekerjaan tersebut sudah dilimpahkan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga, atau di daerah sudah diserahkan kepada bagian kepemudaan pada Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota. Sampai saat ini Kementerian Pendidikan Nasional belum merevisi keputusan MENKOWASBANGPAN tersebut. Begitu juga kebanyakan Pemerintah Daerah belum membuat revisi atau menggantinya dengan keputusan baru yang sesuai dengan kondisi riil dan karakteristik lokal daerahnya. Pemerintah Kabupaten/Kota cenderung memberikan garis kebijakan kepada Sanggar Kegiatan Belajar dan Pamong Belajarnya atas instruksi atau keinginan kepala daerah yang bersangkutan tanpa dilandasi oleh perangkat hukum dan ketentuan yang jelas tentang tugas pokok kelembagaan.

Konsepsi Kompetensi dan Kinerja

(33)

Pengertian Kompetensi

Istiah “competencies”, “competence”, dan “competen” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kompetensi, kecakapan dan keberdayaan merujuk pada keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Kamus bahasa Inggris mengartikan “competence” sebagai keadaan yang sesuai, memadai, atau cocok. Kompetensi ditempat kerja artinya kecocokan seseorang dengan pekerjaannya.

Menurut Palan (2008:5), ada dua istilah yang muncul dari pemikiran yang berbeda tentang konsep kesesuaian dalam pekerjaan, yaitu: (1) competency

(kompetensi), yaitu deskripsi mengenai perilaku, dan (2) competence (kecakapan) yang merupakan deskripsi tugas atau hasil pekerjaan.

Spencer dan Spencer (1993:9) mengatakan bahwa “competence is an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion-

referenced effective and/or superior performance in a job or situation.” Artinya, kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang individu yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi serta bertahan cukup lama dalam diri manusia.

Mirip dengan itu Klemp (Lucia dan Lepsinger, 1999:2-3) dan Shermon (2005) menegaskan bahwa kompetensi yaitu “an underlying characteristic of a person which result in effective and or superior performance on his job”. Artinya, kompetensi adalah sifat dasar seseorang yang berpengaruh pada kinerjanya secara efektif dan sangat menonjol. Berdasarkan hasil konferensi di Johanesburg tahun 1995, Parry (Lucia dan Lepsinger, 1999:5) mengemukakan bahwa :

“a cluster of related knowedge, skills, and attitudes that affects a major part of one’s job (a role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be measured against well accepted standards, and that can be improved via training and development.”

Artinya, kompetensi adalah sekumpulan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang yang berhubungan satu sama lain yang mempengaruhi sebagian besar pekerjaan seseorang (peran dan tanggung jawabnya) yang berkorelasi dengan kinerja dan dapat diukur dan diterima sebagai suatu standar kinerja yang baik. Hal tersebut dapat diperbaiki melalui latihan dan pengembangan.

(34)

diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta konstribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.

Berdasarkan pengertian di atas, penulis memandang bahwa kompetensi Pamong Belajar dapat diartikan sebagai kecakapan yang memadai yang dimiliki seorang Pamong Belajar untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan nonformal. Untuk melakukan kompetensi tersebut, seseorang Pamong Belajar memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan proses, dan sikap, yang berbeda dari kompetensi yang satu dengan yang lainnya. Ada kompetensi yang lebih tergantung kepada pengetahuan dan ada yang lebih tergantung kepada proses. Kompetensi teknis relatif merupakan tindakan mekanis yang setiap kali diterapkan dengan menggunakan cara yang sama, sedangkan kompetensi profesional dituntut kreativitas serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda.

Komponen Kompetensi

Menurut Hutapea dan Thoha (2008:3-4), dalam organisasi, baik dalam maupun luar negeri pada awalnya hanya ada dua jenis definisi kompetensi yang berkembang pesat yaitu: (1) kompetensi teknis/fungsional (hard skill/ hard competency) dan (2) kompetensi perilaku (behaviour competencies) atau disebut juga soft skills/soft competencies. Konsentrasi kompetensi teknis ini adalah pada pekerjaan dan pada awalnya banyak berkembang di negara-negara Eropa (Inggris), sedangkan kompetensi perilaku lahir dan berkembang di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Mc Clelland (1973), Boyatzis (1982), dan Spencer & Spencer (1993).

Dalam kaitannya dengan kinerja, Shermon (2005); Spencer dan Spencer (Ruky, 2006:106) membagi kompetensi atas dua jenis : (1) kompetensi ambang

(35)

Menurut Shermon (2005), dari keenam tingkat kompetensi tersebut, skill dan

knowledge relatif lebih nampak sebagai karakteristik seseorang. Sementara itu,

social role, dan self image cenderung sedikit nampak dan dikontrol oleh perilaku dari luar. Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada pusat kepribadian. Oleh karena itu skill dan knowledge lebih mudah dikembangkan dibanding kompetensi lain, misalnya melalui program pendidikan dan pelatihan. Trait dan

motive cukup sulit dinilai dan dikembangkan karena berada pada pusat kepribadian seseorang. Sedangkan social role dan self image berada di antara keduanya dan dapat dirubah melalui pelatihan dan terapi.

Prahalad dan Hamel (Sanchez dan Heene, 2004: 37) mengemukakan suatu gagasan perlunya core competence (kompetensi inti) dalam suatu organisasi. Ruky (2006:105) mengatakan bahwa kompetensi inti perlu diuraikan dengan kompetensi spesifik (specific job competencies) yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang spesifik yang diperlukan karyawan untuk pekerjaan dan jabatan tertentu.

Perreneud (Suparno, 2001) mengatakan bahwa kompetensi-kompetensi yang akan menghindarkan orang dari hidup belas kasihan orang lain yang memegang peran strategis dalam mengambil keputusan ialah :

(1) Mampu mengidentifikasi, menilai dan mempertahankan sumber-sumber, keterbatasan, dan hak-hak, serta kebutuhan-kebutuhan.

(2) Mampu secara mandiri maupun berkelompok membentuk dan melaksanakan proyek serta menyusun strategi.

(3) Mampu mengenali situasi, hubungan dan medan kekuatan secara sistematis. (4) Mampu bekerjasama, bertindak sinergik, berpartisipasi dan berbagi tugas

kepemimpinan.

(5) Mampu mengelola dan menyelesaikan konflik.

(6) Mampu mengurai atau menyusun dalam urutan dan bekerja berdasarka aturan-aturan.

(7) Mampu membangun aturan-aturan yang mengatasi perbedaan-perbedaan kultural.

Perreneud (Suparno, 2001), Hutapea dan Thoha (2008:16-19) dan Ruky (2006:107) menjelaskan beberapa alasan pentingnya penggunaan konsep kompetensi dalam manajemen sumber daya manusia, diantaranya :

(36)

dibutuhkan dalam pekerjaan dan apa saja perilaku yang mempengaruhinya untuk suksesnya suatu pekerjaan.

(2) Untuk evaluasi pekerjaan (job evaluation)

(3) Sebagai alat seleksi karyawan untuk memilih karyawan terbaik (recruitmen and selection)

(4) Pembentukan dan pengembangan organisasi (organization design and development)

(5) Pembentukan dan memperkuat nilai dan budaya organisasi (organization culture), yaitu untuk menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi.

(6) Untuk manajemen prestasi (performance management)

(7) Pembelajaran organisasi (organization learning)

(8) Untuk memaksimalkan produktifitas dan karyawan melalui mobilisasi secara horizontal dan vertikal (productifity and mobilization)

(9) Sebagai dasar untuk pengembangan sistem remunerasi (imbalan) yang lebih adil (reward system).

(10) Untuk manajemen karir dan penilaian potensi karyawan (career management and employee’s assesment)

(11) Untuk memudahkan adaptasi terhadap perubahan yang sangat cepat

(adaptation and change)

Pengertian Kinerja

Kinerja adalah pencapaian atau tingkat keberhasilan semua hasil kerja yang dituntut oleh karyawan atau petugas yang berkaitan dengan jabatan atau tugas pekerjaannya dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu atau yang sudah disepakati bersama. Pencapaian kinerja seorang pejabat atau petugas akan menjadi ukuran tinggi atau rendahnya prestasi kerja pejabat tersebut dalam melaksanakan tugas pekerjaannya (Padmowihardjo, 1994:12 ; Rivai dan Basri, 2005:14-15).

(37)

bantuan atau fasilitas dari luar seperti kondisi tempat kerja, peralatan kerja, teman kerja, informasi dan aturan kerja.

Menurut Ainsworth et al. (2002: 14), model kinerja sangat diperlukan dalam mengukur kinerja pegawai. Model kinerja adalah fungsi dari role clarity (kejelasan aturan), competence (kompetensi), environment (lingkungan), values (nilai-nilai),

preferences (pilihan-pilihan), reward (penghargaan), plus feedback (umpan balik). Kriteria penilaian kinerja individu menurut Robin (Rivai dan Basri, 2005:14-15) mengacu kepada tugas individu, perilaku individu, dan ciri individu.

Lusthaus et al. (2002:46) menghubungkan kinerja dengan empat aspek yaitu : (1) performance in relation to effectiveness (hubungan kinerja dengan efektifitas), (2) performance in relation to efficiency (hubungan kinerja dengan efisiensi), dan (3) performance in relation to ongoing relevance (hubungan kinerja dengan relevansi), dan (4) performance in relation to financial viability (hubungan kinerja dengan gairah keuangan).

Gilley dan Eggland (1989) menyimpulkan bahwa kinerja seseorang memiliki kaitan dengan kebutuhan, baik kebutuhan dasar (basic needs) maupun kebutuhan sekunder (psychologic dan sosiologic needs). Terpenuhi dan seimbangnya ketiga kebutuhan ini akan mendorong terjadinya kualitas sumber daya manusia yang baik yang ditunjukan dengan kinerja yang tinggi. Terkait dengan itu, Romiszowsky (Suciati dan Irawan, 2001:50) mengemukakan analisisnya bahwa kinerja

(performance) yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar diri seseorang. Berbagai faktor tersebut dapat digambarkan dengan kondisi sebagai berikut: (1) belum menguasai pengetahuan/keterampilan

tersebut, (2) sifat atau struktur tugas yang sulit atau tidak menyenangkan, (3) konsekuensi negatif pelaksanaan suatu tugas, dan (4) jarang berlatih menggunakan keterampilan tersebut.

Model Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar

(38)

Banyak ahli berpandangan bahwa kompetensi seseorang akan menghasilkan kinerja (competency=performance). Oleh karena itu membangun model kompetensi dalam organisasi sangat perlu untuk : (1) menyediakan sarana dalam menerapkan kompetensi sesuai tujuan organisasi, (2) memahami peubah-peubah yang menentukan kinerja dan korelasi di antara variabel tersebut, dan (3) menyebarkan kompetensi secara cepat dalam sebuah organisasi. Pada dasarnya sebuah model tersebut harus mampu mendefinisikan tuntutan inti semua karyawan, standar hanya pada tingkat atau peran tertentu dalam organisasi (Palan, 2008:24-35).

Ruky (2006:112) menjelaskan bahwa ada dua cara umum untuk membagun kompetensi model, yaitu :

(1) Membangun kompetensi model generik, bersumber dari Inggris yaitu dengan menyepakati kompetensi model tiap-tiap jabatan dan menetapkannya sebagai standar untuk berbagai keperluan

(2) Membangun kompetensi model Amerika, yaitu dengan cara menggunakan data yang dikumpulkan dari sejumlah sampel yang kemampuan dan prestasi kerja paling superior atau paling menonjol. Kemudian mereka diteliti untuk mengetahui apa yang mereka miliki atau lakukan, yang orang lain tidak, yang menyebabkan mereka mencapai kinerja unggul.

Model yang banyak digunakan dewasa ini adalah model Amerika. Model pengumpulan datanya dijelaskan lebih lanjut oleh Palan (2008:40-41) yaitu melalui : (1) panel ahli, wawancara kejadian perilaku karyawan unggul, dan (2) kamus kompetensi generik yang dibuat oleh konsultan. Masalahnya, model ini sulit direalisasikan bila pemegang jabatan dalam organisasi tersebut hanya satu orang. Berkaitan dengan upaya peningkatan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar, model kompetensi dan kinerja merupakan kerangka acuan dalam pengembangan perilaku Pamong Belajar. Menurut Hutapea dan Thoha (2008:38-42), untuk mengubah perilaku perlu digunakan pendekatan atau perlakuan

(39)

Pamong Belajar merupakan tenaga pendidikan nonformal yang dapat berfungsi sebagai penyuluh. Sebagai tenaga penyuluh dan agen perubahan dalam pembinaan industri kecil, maka Pamong Belajar dapat menerapkan beberapa prinsip sebagaimana yang dijabarkan oleh Lippitt et al. (1958:91–122), di antaranya: diagnosa masalah klien, motivasi, pemilihan alternatif, memilih peran yang sesuai, memelihara hubungan dengan klien, mengarahkan perubahan, dan memilih teknik yang spesifik sesuai prilaku klien.

PP Nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi dan potensi akademik, memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan wajib belajar pendidikan nasional. Berdasarkan PP tersebut, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal menetapkan standar kompetensi Pamong Belajar sebagai berikut: (1) kompetensi teknis, (2) kompetensi pengembangan profesi, (3) kompetensi akademik, (4) kompetensi personal dan profesional; dan (5) kompetensi budaya.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembaharu maka Pamong Belajar dalam melakukan kegiatan pembinaan perlu memahami sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Menurut Chambers (Kartasasmita, 1997), konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable"

Nangoi (2004:9-11) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek utama dalam

strategi pembinaan industri kecil, yaitu: (1) pembinaan melalui training, (2) pembinaan melalui perbaikan manajemen, dan (3) pembinaan melalui

pendekatan latihan dan pengembangan.

Senada dengan itu, Hubeis (1997:45-46) mengatakan bahwa diperlukan lima aspek dalam strategi pembinaan industri kecil agar lebih profesional di era globalisasi, yaitu: (1) peningkatan pemahaman (cara berpikir) tentang proses pembuatan keputusan, (2) peningkatan kemampuan mengenali lingkungan untuk mencari dan menciptakan peluang usaha, (3) menciptakan keunggulan dalam persaingan, (4) memilih dan menjalin kerjasama usaha melalui berbagai jalur kemitraan, dan (5) peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pembinaan

(empowerment) dan pembinaan kelembagaan (pelatihan, magang, dan inkubasi bisnis).

(40)

model kompetensi dengan elemen-elemen sebagai berikut: (1) kemampuan menganalisis masalah usaha industri kecil, (2) kemampuan menganalisis kebutuhan industri kecil, (3) kemampuan menganalisis sumber daya pada industri kecil, (4) kemampuan berinteraksi sosial dengan industri kecil dan masyarakat di sekitarnya, (5) kemampuan dalam kegiatan instruksional, dan (6) kemampuan dalam mengakses teknologi informasi.

Berdasarkan pendapat pakar di atas juga dapat dirumuskan model kinerja

Pamong Belajar sehubungan dengan kegiatan pembinaan industri kecil, yaitu: (1) penyusunan disain kegiatan pembinaan, (2) penumbuhan dan pengembangan

produk, (3) penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha, (4) pembentukan kelembagaan ekonomi, (5) pembentukan kemandirian dan kerberlanjutan usaha, dan (6) evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut kegiatan.

Antara model kompetensi dan model kinerja Pamong Belajar tersebut harus serasi dan singkron. Kompetensi menurut Palan (2008:123) bersifat enabler. Pada seseorang yang kompeten ia menjadi mampu (able) memberikan hasil sesuai standar atau model yang telah ditetapkan organisasi. Oleh karena itu tidak selalu kompetensi akan menghasilkan kinerja sesuai standar, karena kinerja juga akan dipengaruhi oleh tuntutan kerja, lingkungan, dan faktor lain.

Konsepsi Pembinaan

Konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan pembinaan masyarakat mengacu kepada konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma pembangunan yang dilandasi oleh paradigma pembangunan sosial-demokrat dan menentang paradigma pembangunan neo-liberal. Menurut Syahyuti (2006:96), paradigma sosial-demokrat menekankan kepada adanya intervensi untuk peningkatan kapasitas individu (capacity building)

melalui proses pendidikan dan pelatihan agar terjadinya peningkatan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan individu dan masyarakat. Sebaliknya paradigma neo-liberal menekankan pada pasar bebas dan menyerahkan sepenuhnya perubahan tersebut kepada masyarakat dan mengurangi campur tangan pemerintah.

(41)

keputusannya yang dalam pekerjaannya. Pengalaman membuktikan diperlukan investasi besar dalam pendidikan dan pelatihan sebagai bagian dari empowerment

yang berhasil.

Pengertian Pemberdayan Masyarakat

Istilah “empowerment” telah lahir semenjak pertengahan abad ke-17 dengan makna “to invest with authority, authorize.” Dalam pengertian umum adalah “to enable or permi” atau “leading people to learn to lead themselves.” Dari banyak batasan tersebut ada yang memfokuskan kepada pemberdayaan individu yaitu suatu proses untuk meningkatkan kemampuan individu. Seseorang dikatakan telah “empowered” ketika misalnya ia telah dapat memimpin dirinya sendiri.

Pranarka (Sulistiyani, 2004) mengatakan bahwa makna kata “pemberian” sebagai makna dari kata “to give power or authority” atau “to give ability to or enable” menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya/kemampuan/kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan lainnya. Pemberdayaan membahas tentang individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Intinya adalah “kemandirian”.

Dari sisi pembangunan ekonomi, pendekatan pemberdayaan memfokuskan kepada upaya untuk memobilisasi kemampuan sendiri golongan miskin, dibandingkan dengan menyediakan program kesejahteraan sosial untuk mereka. Dalam bidang politik pemberdayaan adalah perjuangan untuk menegakan hak-hak sipil serta kesetaraan gender. Hal ini berarti bahwa “pemberdayaan” adalah proses untuk meningkatkan asset dan kemampuan secara individual maupun kelompok suatu masyarakat. Masyarakat yang telah berdaya (empowered) diindikasikan oleh adanya pemilikan kebebasan dalam membuat pilihan dan tindakan sendiri (Syahyuti, 2006).

(42)

keadilan sosial yang berkelanjutan. Dalam kerangka itu, pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam tiga jurusan. Pertama, bagaimana menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), kedua, penguatan potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), dan ketiga, pemberdayaan berarti melindungi, artinya yang lemah harus dicegah untuk tidak menjadi makin lemah karena kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat.

Hubeis (2000:12) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat

(community empowerement) adalah perwujudan capacity building masyarakat yang bernuansa pada pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat perdesaan seiring dengan pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, prasarana dan sarana, serta pengembangan Tiga-P (pendampingan, penyuluhan, pelayanan). Pendampingan dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat, penyuluhan dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi di masyarakat, dan pelayanan berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat.

Pembinaan Industri Kecil

Industri kecil merupakan salah satu alternatif bentuk usaha yang dipilih oleh masyarakat pada negara-negara berkembang di samping sektor budidaya pertanian. Di Indonesia, industri kecil banyak ditekuni masyarakat perdesaan dan perkotaan yang dilaksanakan secara padat karya sehingga menyerap tenaga kerja cukup besar. Industri kecil juga memanfaatkan potensi sumber daya lokal berupa bahan baku, tenaga kerja, peralatan, metode, atau seni, dan budaya lokal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri kecil yang berbasis pada sumber daya lokal dan menerapkan indigenous technology ini berpotensi untuk dikembangkan secara partisipatif.

Menurut Pickle dan Abrahamson (1989:10), sebuah usaha dikatakan

sebagai usaha kecil apabila usaha tersebut mempunyai kriteria sebagai berikut : (1) manajemennya bebas (biasanya menejer juga sebagai pemilik), (2) dukungan

dan kepemilikan modal oleh seorang individu atau oleh sebuah kelompok kecil, (3) daerah operasinya pada daerah setempat dimana pekerja dan pemilik berada dalam satu anggota keluarga, dan (4) ukurannya relatif kecil.

(43)

barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilhat dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian, (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia, (3) menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal, dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif.

Menurut Basri (2002), industri mikro dan kecil sebagai bagian dari usaha kecil dan menengah (UKM) dapat bertahan malah semakin berkembang di masa kehancuran ekonomi Indonesia dewasa ini disebabkan oleh beberapa hal :

(1) Sebagian besar industri mikro dan kecil menghasilkan barang-barang konsumsi

(consumer goods), yang dicirikan oleh permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang relatif rendah, artinya peningkatan dan penurunan pendapatan masyarakat tidak berpengaruh terhadap permintaan barang. Dengan kata lain krisis ekonomi tidak mempengaruhi permintaan barang-barang yang dihasilkan industri mikro dan kecil

(2) Mayoritas industri mikro dan kecil mengandalkan pada non-banking-financial

dalam aspek pendanaan usaha. Oleh karena itu kehancuran perbankan nasional tidak mempengaruhi industri mikro dan kecil.

(3) Umumnya industri mikro dan kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat, artinya hanya memproduksi barang tertentu saja. Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor yang melatarbelakanginya, struktur pasar yang dihadapi adalah struktur pasar yang sempurna (banyak produsen dan banyak konsumen), sehingga mereka terbiasa dengan persaingan yang sangat ketat.

Satria (1997:464) mengatakan bahwa industrialisasi terutama di pedesaan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai upaya pembangunan industri secara fisik, tetapi juga pembangunan industri secara budaya. Pola-pola pengembangan usaha pertanian yang selama ini dilakukan masyarakat desa seyogyanya tidak terpaku pada proses budidaya semata tetapi hendaklah diarahkan kepada pengembangan nilai produk pertanian tersebut melalui industrialisasi, misalnya membuat berbagai produk makanan olahan.

(44)

Gambar

Gambar 1. Model Sistem Strategis untuk Menciptakan dan  Mengelola Program
Gambar 2.  Tahapan Perancangan Jalur Karir dan Program Kaderisasi
Tabel 2.  Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada Peubah Diklat Pamong Belajar
Tabel 4.  Sub Peubah, Indikator, dan Pengukuran pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lebar sirkulasi yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda juga pada tingkat kecepatan aliran angin dalam sebuah permukiman. Semakin kecil lebar sirkulasi, semakin

[r]

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba berbasis NIBE adalah kuat sebagai variabel pemoderasi dalam hubungan antara keagresifan laba dan biaya ekuitas..

Dalam catatan sejarah perjuangan kemerdekaan republic Indonesia / bromob polri telah memberikan kontribusi yang cukup penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia //

Algoritma yang termasuk kelompok ini adalah algoritma yang memecahkan persoalan besar dengan mentransformasikannya menjadi beberapa persoalan yang lebih kecil yang

Pada perancangan sist em ini dibuat lah konsep unt uk membangun Hot spot SM AN 1 PAKONG dimulai dari pengolahan user, Pembangunan Squid proxy server sert a penerapan rout ing

Secara teoritis return yang tinggi disertai dengan risiko yang tinggi juga, akan tetapi dalam penelitian ini hasil dari uji hipotesis untuk menilai hubungan antara