• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Kompetensi Pamong Belajar

Berdasarkan skor pada setiap sub peubah pada kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil (Tabel 20) dapat diurutkan kategorinya dari yang tertinggi ke yang terendah adalah sebagai berikut: kemampuan berinteraksi sosial berkategori sedang (skor = 2,86), kemampuan menganalisis sumberdaya industri kecil berkategori sedang (skor = 2,72), kemampuan menganalisis masalah industri kecil berkategori sedang (skor = 2,68), kemampuan menganalisis kebutuhan industri kecil berkategori sedang (skor = 2,66), kemampuan instruksional kewirausahaan berkategori sedang (skor = 2,61), kemampuan mengakses teknologi informasi berkategori sedang (skor = 2,40), dan kemampuan mengkaji dan mengembangkan program pembinaan industri kecil berkategori rendah (skor = 1,69). Rata-rata kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil adalah berkategori sedang (skor = 2,52).

Berdasarkan urutan skor di atas, sub peubah kemampuan Pamong Belajar dalam mengkaji dan mengembangkan program pembinaan industri kecil adalah berkategori rendah dan mempunyai skor paling rendah (skor = 1,69). Sebagaimana terlihat pada Tabel 20, pendapat Pamong Belajar tentang kemampuannya dalam mengkaji dan mengembangkan program pembinaan industri kecil, dominan adalah gradasi tidak pernah (58 orang = 46,6%), diikuti gradasi kadang-kadang (50 orang = 40,5%), gradasi sering (13 orang =10,5%), dan gradasi selalu (3 orang = 2,4%).

Rendahnya kemampuan Pamong Belajar dalam mengkaji dan mengembangkan program pembinaan disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan kesempatan Pamong Belajar dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan program. Selama bekerja di Sanggar Kegiatan Belajar, sebagian

besar Pamong Belajar mengaku belum pernah mendapatkan latihan atau diklat yang berkaitan dengan penyusunan laporan karya tulis ilmiah, apalagi dapat melakukan penelitian ilmiah yang terkait dengan program pembinaan industri kecil. Kegiatan penelitian dan latihan menyusun laporan kegiatan ilmiah umumnya diperoleh ketika mereka menempuh studi di perguruan tinggi, baik pada saat S1 maupun S2. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya Pamong Belajar memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat, karena tidak ada aspek yang bisa dinilai dalam kegiatan penunjang berupa kegiatan penelitian dan penerbitan tulisan ilmiah, dengan nilai angka kredir yang tergolong relatif tinggi.

Tabel 20. Sebaran Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil (N=124)

Sub Peubah Gradasi N % Skor Kategori

Y1.1. Kemampuan Menganalisis Masalah Industri Kecil Tidak Pernah 4 3.2 2,68 Sedang Kadang-kadang 56 45.0 Sering 41 32.9 Selalu 23 19.0 Y1.2. Kemampuan Menganalisis Kebutuhan Industri Kecil Tidak Pernah 8 6.3 2,66 Sedang Kadang-kadang 46 37.5 Sering 51 40.7 Selalu 19 15.5 Y1.3. Kemampuan Menganalisis Sumberdaya Industri Tidak Pernah 10 8.3 2,72 Sedang Kadang-kadang 38 30.4 Sering 53 42.5 Selalu 23 18.8

Y1.4. Kemampuan Berinteraksi Sosial Tidak Pernah 5 4.0 2,86 Sedang Kadang-kadang 35 28.5 Sering 55 44.6 Selalu 29 22.8 Y1.5. Kemampuan Instruksional Kewirausahaan Tidak Pernah 12 10.0 2,61 Sedang Kadang-kadang 45 36.1 Sering 45 36.5 Selalu 22 17.4

Y1.6. Kemampuan Mengakses Teknologi Informasi Tidak Pernah 15 12.3 2,40 Sedang Kadang-kadang 56 44.9 Sering 41 33.0 Selalu 12 9.9

Y1.7. Kemampuan Mengkaji dan Mengembangkan Program Pembinaan Industri Kecil Tidak Pernah 58 46.6 1,69 Rendah Kadang-kadang 50 40.5 Sering 13 10.5 Selalu 3 2.4

Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan

Pengrajin Industri Kecil 2,52 Sedang

Keterangan :

Selang Skor : 1,00 - 4,00

Meskipun surat Keputusan Menkowasbangpan Nomor 25 Tahun 1999 yang sampai saat ini masih digunakan sebagai acuan pelaksanaan tugas pokok Pamong Belajar menetapkan bahwa salah satu kegiatan yang dinilai dengan angka kredit poin adalah kegiatan pengkajian dan pengembangan program. Di dalam SK Mendikbud Nomor 023/O/1997 sebagai acuan tugas pokok dan fungsi Sanggar Kegiatan Belajar juga ditegaskan bahwa fungsi utama Sanggar Kegiatan Belajar adalah sebagai pengembang model dan penjaminan mutu pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga. Untuk itu, dalam rangka mendapatkan berbagai pembaharuan model pendidikan nonformal yang lebih kontekstual atau relevan dengan masalah dan kebutuhan masyarakat setempat, dibutuhkan kajian dan pengembangan yang mutakhir meskipun dilakukan secara sederhana.

Hal yang ironis adalah ketika Pamong Belajar mengusulkan program kajian dan pengembangan program pendidikan nonformal yang tidak direspon dengan baik oleh pengambil kebijakan di daerah padahal kegiatan tersebut merupakan salah satu Tupoksi Pamong Belajar sesuai SK Menkowasbangpan Nomor 25 Tahun 1999. Alasan tidak diresponnya dengan baik kegiatan tersebut adalah urgensinya yang belum tampak dalam mengangkat citra SKB di mata masyarakat dan di mata jajaran penentu kebijakan daerah. Apalagi kegiatan tersebut membutuhkan biaya yang relatif besar dan dipandang belum mampu dilakukan oleh Pamong Belajar. Karena itu SKB jarang mengusulkan kegiatan dimaksud karena dikuatirkan tidak akan mendapat persetujuan, baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun kondisi ini menjadi ironis ketika menjelang peringatan Hari Proklamasi, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) Kementerian Pendidikan Nasional selalu memprogramkan berbagai lomba penulisan karya ilmiah bagi Pamong Belajar dengan berbagai kategori, meskipun kesempatan sebelumnya tidak pernah diberikan kepada Pamong Belajar untuk melakukan kajian dan pengembangan program (uji coba model).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Pamong Belajar

Pada Tabel 21 disajikan besanya hasil uji korelasi antara peubah kompetensi Pamong Belajar dengan peubah lainnya. Berdasarkan hasil uji korelasi tersebut secara berurutan nilai koefisien hubungan antara kompetensi Pamong Belajar dengan faktor lain adalah sebagai berikut: (1) kinerja Pamong Belajar berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar dengan nilai

koefisien korelasi sebesar 0,639; (2) pendidikan dan pelatihan Pamong Belajar berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,461; (3) lingkungan Pamong Belajar berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,442; (4) pengembangan diri Pamong Belajar berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,402; dan (5) kekosmopolitan berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.207. Nilai koefisien hubungan yang kecil terjadi dengan karakteristik individu Pamong Belajar (masa kerja, jenjang kepangkatan, pendidikan formal, umur, dan kursus).

Besarnya nilai hubungan antara peubah kompetensi Pamong Belajar dengan peubah atau sub peubah lainnya secara berurutan ditandai dengan angka yang terdapat pada kolom s pada Tabel 21. Hasil perhitungan korelasi lengkap dengan Program SPSS versi 13.0 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 3.

Table 21. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil (N=124)

Peubah/Sub Peubah Kompetensi

r s X1.1.Umur .054 9 X1.2.Masa Kerja -.165 6 X1.3.Jenjang Kepangkatan .065 7 X1.4. Pendidikan Formal .062 8 X1.5. Kursus .005 10 X1.6. Kekosmopolitan .207 5

X2. Pendidikan dan Pelatihan .461 2

X3. Pengembangan Diri .402 4

X4. Lingkungan .442 3

Y2. Kinerja .639 1

r = Nilai koefisien korelasi s = Ranking

Hasil uji korelasi di atas dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi kompetensi Pamong Belajar dalam pemberdayaaan pengrajin industri kecil semakin tinggi pula kinerjanya dalam kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil tersebut. Semakin baik pelaksanaan diklat Pamong Belajar maka semakin baik pula kompetensi yang dimiliki Pamong Belajar. Begitu juga bila lingkungan semakin mendukung dan kesempatan pengembangan diri lebih terbuka maka kompetensi Pamong Belajar akan semakin baik. Dengan kata lain antara kompetensi dengan kinerja, diklat, lingkungan, dan pengembangan diri adalah sebuah sistem yang

seyogyanya dibangun dan diwujudkan secara bersamaan. Bila salah satu faktor atau sub sistem yang membangun kompetensi atau kinerja kurang tersedia dengan baik maka kompetensi akan menurun dan sekaligus juga menurunkan kinerja Pamong Belajar yang bersangkutan.

Prahalad dan Hamel (Sanchez dan Heene, 2004: 37) mengemukakan suatu gagasan perlunya core competence (kompetensi inti) dalam suatu organisasi. Terkait dengan itu, Ruky (2006:105) mengatakan bahwa kompetensi inti perlu diuraikan dengan kompetensi spesifik (specific job competencies) yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang spesifik yang diperlukan karyawan untuk pekerjaan dan jabatan tertentu. Sehubungan dengan itu, kompetensi dalam pembinaan industri kecil dapat dikatakan sebagai core competence (kompetensi inti) yang mesti dimiliki seorang Pamong Belajar. Berdasarkan hasil observasi di lapangan di beberapa Sanggar Kegiatan Belajar, pembagian tugas bagi Pamong Belajar berdasarkan kompetensi inti yang paling dikuasai masing-masing Pamong Belajar belum diprogramkan secara sungguh-sungguh. Tidak jarang Pamong Belajar menjalankan program bertentangan dengan latar belakang akademik, diklat yang pernah diikuti, dan pengalaman, serta bakat yang dimilikinya.

Adanya hubungan antara beberapa faktor dengan kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil secara empiris dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan pada beberapa SKB. Ada beberapa Sanggar Kegiatan Belajar yang mempunyai anggaran dan sarana prasarana yang cukup, serta dukungan kebijakan dari pimpinan dan masyarakat, namun Pamong Belajar di SKB tersebut tidak didukung dengan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan program pembinaan ekonomi masyarakat. Alhasil Pamong Belajar tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik. Sebaliknya ada pula beberapa SKB yang Pamong Belajarnya dinilai cukup dalam pendidikan dan pelatihan tertentu dan dianggap mampu dalam melakukan program pembinaan industri kecil, bahkan mampu pula membuat lembaga pendidikan di masyarakat dalam bentuk Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) yang setara dengan SKB, namun lingkungan Pamong Belajar kurang mendukung khususnya dari aspek organisasi SKB dan jajaran terkait , maka Pamong Belajar yang bersangkutan menjadi kurang bersemangat dalam melaksanakan pekerjaanya atas nama institusi SKB dan menjadikan kegiatan tersebut sebagai kegiatan sampingan terlepas dari tugas pokok dan fungsinya sebagai Pamong Belajar pada lembaga SKB.