• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi Pamong Belajar

Persepsi pengrajin industri kecil mengenai kompetensi Pamong Belajar merupakan pendapat atau penilaian pengrajin industri kecil terhadap kemampuan Pamong Belajar dalam berbagai aspek kegiatan pembinaan yang meliputi: penumbuhan dan pengembangan produk industri kecil, penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil, pembentukan kelembagaan ekonomi industri kecil, pembentukan kemandirian dan keberlanjutan usaha industri kecil, dan evaluasi, pelaporan serta tindak lanjut kegiatan. Persepsi pengrajin industri kecil mengenai kompetensi Pamong Belajar dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: kategori rendah, kategori sedang, dan kategori tinggi.

Sebagaimana terlihat pada Tabel 24, berdasarkan skor pada setiap sub pada peubah persepsi pengrajin industri kecil terhadap kompetensi Pamong Belajar dapat diurutkan kategorinya dari yang tertinggi ke yang terendah adalah sebagai berikut: kemampuan berinteraksi sosial berkategori tinggi (skor = 3,18), kemampuan instruksional kewirausahaan berkategori sedang (skor = 2,99), kemampuan menganalisis masalah industri kecil berkategori sedang (skor = 2,65), kemampuan menganalisis kebutuhan industri kecil berkategori sedang (skor = 2,50), dan kemampuan menganalisis sumberdaya industri kecil (skor = 2,35) dan kemampuan mengakses teknologi informasi (skor = 2,35) keduanya berkategori sedang. Rata-rata persepsi pengrajin industri kecil terhadap kompetensi Pamong Belajar adalah berkategori sedang (skor = 2,67).

Berdasarkan urutan skor di atas, meskipun sub peubah kemampuan menganalisis sumberdaya industri kecil dan kemampuan mengakses teknologi informasi berkategori sedang dengan skor yang sama namun keduanya mempunyai skor yang paling rendah (skor = 2,35). Persepsi responden industri kecil tentang

kemampuan Pamong Belajar dalam menganalisis sumberdaya industri kecil, dominan adalah gradasi kadang-kadang (24 orang = 45,8%), diikuti gradasi sering (16 orang = 32,0%), gradasi tidak pernah (7 orang = 13,7%), dan gradasi selalu (4 orang = 8,5%). Hal yang sama adalah pendapat responden industri kecil tentang kemampuan Pamong Belajar dalam mengakses teknologi informasi, dominan adalah gradasi kadang-kadang (19 orang = 36,8%), diikuti gradasi sering (19 orang = 29,4%), gradasi tidak pernah (10 orang = 20,6%), dan gradasi selalu (7 orang = 13,2%).

Tabel 24. Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil (n=51)

Sub Peubah Gradasi n % Skor Kategori

X5.1. Kemampuan Menganalisis Masalah Industri Kecil

Tidak Pernah 2 3.9 2,65 Sedang Kadang-kadang 21 41.8 Sering 20 39.3 Selalu 8 15.0 X5.2. Kemampuan Menganalisis

Kebutuhan Industri Kecil

Tidak Pernah 5 9.8 2,50 Sedang Kadang-kadang 22 43.6 Sering 17 32.8 Selalu 7 13.8 X5.3. Kemampuan Menganalisis

Sumberdaya Industri Kecil

Tidak Pernah 7 13.7 2,35 Sedang Kadang-kadang 24 45.8 Sering 16 32.0 Selalu 4 8.5 X5.4. Kemampuan Berinteraksi Sosial Tidak Pernah 0 0 3,18 Tinggi Kadang-kadang 11 20.6 Sering 21 41.2 Selalu 19 38.2 X5.5. Kemampuan Instruksional Kewirausahaan Tidak Pernah 2 4.9 2,99 Sedang Kadang-kadang 13 25.0 Sering 19 36.8 Selalu 17 33.3 X5.6. Kemampuan Mengakses Teknologi Informasi Tidak Pernah 10 20.6 2,35 Sedang Kadang-kadang 19 36.8 Sering 15 29.4 Selalu 7 13.2

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kompetensi

Pamong Belajar 2,67 Sedang

Keterangan :

Selang Skor : 1,00 - 4,00

Kategori Rendah = Skor 1,00 – 2,00; Sedang = Skor 2,01 – 3,00; dan Tinggi = Skor 3,01 – 4,00

Meskipun kemampuan Pamong Belajar dalam menganalisis sumberdaya industri kecil berada kategori sedang namun berada pada skor dengan urutan paling rendah. Hal ini berarti bahwa menurut pengrajin, Pamong Belajar belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang strategi pemecahan masalah yang berkaitan dengan kemampuan dalam menilai dan memecahkan masalah ketersediaan dan sumber-sumber bahan baku, kemampuan dalam menilai sumber-

sumber keuangan dan pemanfaatannya secara efektif dan efisien, dan kemampuan dalam mengelola tenaga kerja termasuk pendidikan dan pelatihan, gaji, dan masalah psikologis tenaga kerja. Hal ini berhubungan dengan latar belakang akademik Pamong Belajar yang sebagian besar bukan berasal dari latar belakang ekonomi atau manajemen industri, dan terbatasnya Pamong Belajar dalam mengikuti diklat manajemen usaha.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ternyata Pamong Belajar yang mengerjakan tugas pembinaan industri kecil kebanyakan berasal dari latar belakang akademik yang tidak sesuai dengan program pembinaan ekonomi masyarakat. Umumnya mereka berasal dari latar belakang akademik Ilmu-ilmu Humaniora (Pendidikan Luar Sekolah, Bahasa Inggris, Ilmu Hukum, Geografi, dsb) dan sangat minim yang berasal dari latar belakang akademik Ilmu Ekonomi atau Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia. Diklat atau kursus yang pernah mereka ikuti juga terbatas dan kurang relevan dengan program pembinaan usaha industri kecil. Sebaliknya ada juga Pamong Belajar yang merasa mampu dengan pengalaman yang diperoleh dari usaha tertentu di luar profesi Pamong Belajar, namum karena kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung, seperti kurangnya sarana kerja, dukungan pimpinan yang lemah, dan insentif seadanya, maka kinerja Pamong Belajar tersebut menjadi menurun. Oleh sebab itu Pamong Belajar dalam menganalisis sumber daya industri kecil perlu dibekali dengan berbagai disiplin ilmu yang lebih bersifat akademik dan pengalaman lapangan dalam mengelola usaha, minimal mempunyai pengetahuan dalam memilih nara sumber dari pihak lain yang mengerti dengan kebutuhan analisis sumber daya industri kecil.

Dari beberapa indikator kompetensi Pamong Belajar yang dipersepsikan oleh pengrajin industri kecil, ternyata kemampuan Pamong Belajar dalam mengakses teknologi informasi juga berada pada skor terendah. Hal ini berarti bahwa di mata pengrajin Pamong Belajar jarang menggunakan teknologi informasi. Media komunikasi yang dilakukan lebih banyak bersifat verbal atau tatap muka langsung. Hal ini terjadi karena keterbatasan media komunikasi yang tersedia baik pada Pamong Belajar maupun di lokasi tempat tinggal pengrajin.

Kemampuan Pamong Belajar berinteraksi sosial dengan pengrajin dan masyarakat di sekitar pengrajin berkategori tinggi (skor = 3,18). Pendapat responden industri kecil tentang kemampuan Pamong Belajar dalam berinteraksi sosial, dominan adalah gradasi sering (21 orang = 41,2%), diikuti gradasi selalu (19 orang = 38,2%), gradasi kadang-kadang (11 orang = 20,6%), dan gradasi tidak

pernah (0 orang = 0%). Hal ini berarti bahwa kegiatan Pamong Belajar mendapat respon yang baik oleh pengrajin dan oleh semua unsur masyarakat karena masyarakat sangat mengharapkan program-program pembinaan ekonomi seperti ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah. Komunikasi Pamong Belajar lebih cair dan hidup karena berasal dari satu etnis dengan penggunaan bahasa dan simbol budaya yang sama sehingga sosialisasi lembaga SKB dan program-programnya juga lebih mudah dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin besarnya animo masyarakat untuk mengikuti program yang diluncurkan oleh SKB, meskipun sering terkendala oleh keterbatasan anggaran.

Sub peubah yang mempunyai skor tertinggi kedua meskipun berkategori sedang adalah kemampuan instruksional kewirausahaan (skor = 2,99). Seperti terlihat pada Tabel 24, pendapat responden industri kecil tentang kemampuan instruksional kewirausahaan Pamong Belajar, dominan adalah bergradasi sering (19 orang = 36,8%), diikuti gradasi selalu (17 orang = 33,3%), gradasi kadang- kadang (13 orang = 25,0%), dan gradasi tidak pernah (2 orang = 4,9%). Hal ini berarti bahwa pengrajin industri kecil menganggap Pamong Belajar sudah dapat memberikan proses pembelajaran dengan baik meskipun proses pembelajaran dilakukan secara teori dan praktek dalam beberapa hari di kantor SKB.

Adanya anggapan yang cukup baik oleh pengrajin terhadap kompetensi Pamong Belajar dalam melaksanakan proses pembelajaran karena secara umum Pamong Belajar sudah memiliki akta mengajar (Akta IV) sehingga bisa membuat perencanaan pengajaran dengan lebih baik dalam bentuk Garis-garis Besar Pokok Pengajaran (GBPP) dan Satuan Pelajaran (SP). Hal ini lebih memudahkan dalam menyampaikan materi ajar secara terstruktur sehingga lebih menarik bagi pengrajin industri kecil binaan untuk mengikuti proses pembelajaran. Namun demikian proses pembelajaran di kelas dipandang belum cukup, karena pengrajin juga memerlukan proses pembelajaran secara alamiah dan terus menerus di lingkungan usaha pengrajin yang lebih sesuai dengan kehidupan dan kebiasaan mereka sehari-hari.

Cukup bagusnya kemampuan Pamong Belajar dalam kegiatan instruksional di kelas dan relatif lemah dalam kegiatan pebinaan di lapangan disebabkan karena sebagian besar dari mereka berasal dari latar belakang pendidikan guru setingkat SLTP dan SLTA. Pada sisi lain mereka terbatas dalam mengikuti kursus-kursus yang terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, ke depan strategi pengajaran dalam pembinaan industri kecil perlu diperbaiki lagi dengan lebih menonjolkan paradigma pendidikan orang dewasa yang dilakukan

secara alamiah sesuai dengan kebutuhan, pengalaman, dan keberagaman yang terdapat pada kelompok sasaran. Menurut Roger (1969), pola pembelajaran bagi orang dewasa yang lebih tepat adalah adalah pola pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau sasaran (student centre learning), bukan pola-pola pendidikan formal yang berfpusat pada guru atau tutor (teacher centre learning).

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kinerja Pamong Belajar

Persepsi pengrajin industri kecil mengenai kinerja Pamong Belajar merupakan pendapat atau penilaian pengrajin terhadap pencapaian dalam kemajuan usaha yang diperoleh industri kecil sebagai hasil kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Pamong Belajar yang mencakup aspek-aspek kegiatan berikut: penumbuhan dan pengembangan produk industri kecil, penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil, pembentukan kelembagaan ekonomi industri kecil, pembentukan kemandirian dan keberlanjutan usaha industri kecil, dan evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut kegiatan pembinaan. Persepsi pengrajin industri kecil mengenai kinerja Pamong Belajar tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: kategori rendah, kategori sedang, dan kategori tinggi.

Berdasarkan skor pada setiap sub peubah persepsi pengrajin industri kecil mengenai kinerja Pamong Belajar (Tabel 25) dapat diurutkan kategorinya dari yang tertinggi ke yang terendah yakni: pembentukan kemandirian dan keberlanjutan usaha industri kecil adalah berkategori sedang (skor = 2,76), evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut kegiatan adalah berkategori sedang (skor = 2,63), pembentukan kelembagaan ekonomi industri kecil adalah berkategori sedang (skor = 2,53), penumbuhan dan pengembangan produk industri kecil adalah berkategori sedang (skor = 2,24), dan penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil adalah berkategori sedang (skor = 2,03). Rata-rata persepsi pengrajin industri kecil terhadap kinerja Pamong Belajar adalah berkategori sedang (skor = 2,44).

Berdasarkan urutan skor di atas, sub peubah penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil adalah berkategori rendah dengan skor paling rendah (skor = 50,8). Sebagaimana terlihat pada Tabel 25, persepsi responden industri kecil tentang kinerja Pamong Belajar dalam penumbuhan jejaring dan kemitraan usaha industri kecil adalah dominan gradasi kadang-kadang (20 orang = 38,7%), diikuti gradasi tidak pernah (17 orang = 33,6%), gradasi sering (9 orang = 18,5%), dan gradasi selalu (5 orang = 9,2 %). Hal ini berarti bahwa pengrajin

memandang Pamong Belajar jarang bahkan tidak pernah membantu pengrajin untuk berhubungan dengan calon pemasok bahan baku, pembeli, kemudian memfasilitasi ke pihak perbankan atau investor. Demikian juga peran Pamong Belajar kurang tampak dalam hal memfasilitasi industri kecil untuk dibina lebih lanjut oleh dinas dan instansi terkait seperti dinas perindustrian, dinas perdagangan, dinas kesehatan, balai-balai pengujian mutu barang, dan berbagai perusahaan sejenis yang lebih maju, serta asosiasi usaha terkait.

Tabel 25. Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil (n=51)

Sub Peubah Gradasi n % Skor Kategori

X5.7. Penumbuhan dan Pengembangan Produk Industri Kecil Tidak Pernah 12 23.8 2,24 Sedang Kadang-kadang 20 38.9 Sering 13 26.1 Selalu 6 10.9 X5.8. Penumbuhan Jejaring dan Kemitraan Usaha Industri Kecil Tidak Pernah 17 33.6 2,03 Sedang Kadang-kadang 20 38.7 Sering 9 18.5 Selalu 5 9.2 X5.9. Pembentukan Kelembagaan Ekonomi Industri Kecil Tidak Pernah 8 16.0 2,53 Sedang Kadang-kadang 15 29.1 Sering 21 41.2 Selalu 7 13.7 X5.10. Pembentukan Kemandirian dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Tidak Pernah 3 6.7 2,76 Sedang Kadang-kadang 16 30.2 Sering 22 43.1 Selalu 10 20.0 X5.11. Evaluasi, Pelaporan, dan Tindak Lanjut Kegiatan Tidak Pernah 3 4.9 2,63 Sedang Kadang-kadang 21 42.2 Sering 20 38.2 Selalu 7 14.7

Persepsi Pengrajin Industri Kecil terhadap Kinerja Pamong Belajar 2,44 Sedang

Keterangan :

Selang Skor : 1,00 - 4,00

Kategori Rendah = Skor 1,00 – 2,00; Sedang = Skor 2,01 – 3,00; dan Tinggi = Skor 3,01 – 4,00

Kondisi yang sama juga terdapat pada persepsi industri kecil mengenai penumbuhan dan pengembangan produk industri kecil. Meskipun berkategori sedang, namun skornya berada pada urutan kedua terendah. Sebagaimana terlihat pada Tabel 25, persepsi industri kecil mengenai penumbuhan dan pengembangan produk dominan adalah gradasi kadang-kadang (20 orang = 38,9%), diikuti gradasi sering (13 orang = 26,1%), gradasi tidak pernah (12 orang = 23,8%), dan gradasi selalu (6 orang = 10, 9%). Hal ini berarti juga bahwa di mata pengrajin Pamong Belajar jarang melaksanakan beberapa kegiatan untuk membantu pengrajin dalam

meningkatkan kualitas produk dan volume produksi, misalnya: mendatangkan orang yang ahli atau mengajar langsung tentang usaha peningkatan mutu produk, mendatangkan orang yang ahli atau mengenalkan langsung tentang berbagai contoh variasi produk, membantu peningkatan kapasitas alat-alat produksi, membantu penambahan tenaga kerja atau membantu melakukan out sourching

dengan memberikan borongan kepada pihak lain untuk produksi barang.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan para pengrajin industri kecil, Pamong Belajar jarang bahkan tidak pernah melakukan kegiatan pembinaan sebagaimana mestinya sesuai dengan aspek-aspek kinerja di atas disebabkan lokasi pembinaan yang jauh dari kantor dan terbatasnya anggaran untuk mendatangkan nara sumber yang dianggap ahli dalam membina industri kecil dalam aspek-aspek tertentu. Di samping itu, Pamong Belajar tidak mempunyai kemampuan dan pengalaman yang cukup untuk membina industri kecil.

Dari hasil in-depth interview dengan pengrajin industri kecil juga diketahui bahwa pembinaan oleh Pamong Belajar umumnya bersifat diklat teknis yang dilakukan beberapa hari di SKB dengan mendatangkan narasumber dari luar SKB atau Pamong Belajar sendiri. Kelompok sasaran yang dibina umumnya berasal dari orang-orang yang sebelumnya menganggur dan belum punya usaha tertentu, dan setelah mendapat pelatihan baru mendirikan usaha dengan bantuan biaya yang diberikan oleh SKB sebagai tambahan modal untuk pendirian usaha. Setelah pelatihan dan bantuan dana usaha diberikan, Pamong Belajar dapat dikatakan jarang mendatangi kelompok binaan dan tidak ada lagi tindak lanjut kegiatan pembinaan. Pamong Belajar kembali mendatangi kelompok binaan ketika ada urusan yang terkait dengan administrasi kegiatan seperti urusan keuangan dan laporan kegiatan.

Umumnya pengrajin industri kecil mengharapkan pembinaan yang berkelanjutan dan dilaksanakan pada tahun berikutnya sampai mereka mandiri. Jika Pamong Belajar mempunyai keterbatasan dalam anggaran dan ketenagaan, maka proses pembinaan bagi mereka dapat diserahkan atau difasilitasi untuk dibina oleh instansi terkait sesuai dengan kapasitas instansi tersebut. Jadi fungsi Pamong Belajar disini dapat sebagai agen perintis atau pelopor dalam pembinaan ekonomi masyarkat, kemudian menjadi mediator dan koordinator dalam proses pembelajaran berikutnya melalui kerjasama dengan semua stake holder, baik dengan instansi pemerintah, swasta, mapun kelompok swadaya masyarakat.

Urutan skor tertingi terdapat pada sub peubah pembentukan kemandirian dan keberlanjutan usaha industri kecil (skor = 2,76), dan kedua tertinggi pada sub peubah evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut kegiatan (skor = 2,63). Terkait dengan itu, persepsi pengrajin industri kecil terhadap kinerja Pamong Belajar dalam pembentukan kemandirian dan keberlanjutan usaha industri kecil dominan adalah gradasi sering (22 orang = 43,1%), diikuti gradasi kadan-kadang (16 orang = 30,2%), gradasi selalu (10 orang = 20,0%), dan gradasi tidak pernah (3 orang = 6,7%). Hal ini berarti bahwa di mata pengrajin Pamong Belajar sudah memotivasi atau mendorong pengrajin untuk tetap menggeluti bidang usaha yang sama, mendorong pemanfaatan bahan baku dan tenaga kerja lokal, mendorong pengrajin untuk menjaga ketertarikan konsumen lokal terlebih dahulu sebelum menerobos pasar ekspor, dan mendorong pengrajin untuk selalu belajar dengan sesama pengusaha untuk mengatasi persoalan yang ada tanpa selalu didampingi oleh pihak pemerintah. Dorongan atau motivasi itu baru diberikan dalam intensitas yang terbatas melalui pendidikan dan pelatihan yang didapatkan pengrajin selama mengikuti dikat di SKB dan ketika Pamong Belajar melakukan kunjungan lapangan. Motivasi yang intensif belum diberikan dalam berbagai tindakan nyata di lapangan.

Urutan skor tertinggi kedua dan berkategori sedang adalah persepsi pengrajin industri kecil terhadap kinerja Pamong Belajar dalam melakukan kegiatan evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut kegiatan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 25 tentang apa yang diketahui pengrajin berkaitan dengan kegiatan evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut kegiatan oleh Pamong Belajar, dominan adalah gradasi kadang-kadang (21 orang = 42,2%), diikuti gradasi sering (20 orang = 38,2%), gradasi selalu (7 orang = 14,7%), dan gradasi tidak pernah (3 orang = 4,9%). Hal ini berarti bahwa pengrajin mengetahui jika Pamong Belajar telah melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilaksanakan dan melaporkannya kepada pihak terkait. Hasil wawancara dengan pengrajin juga diketahui bahwa berbagai kegiatan evaluasi dan monitoring yang dilakukan Pamong Belajar intensitasnya sangat terbatas. Monitoring umumnya dilakukan pada akhir program dengan menanyakan beberapa masalah yang dirasakan oleh pengrajin dan berbagai informasi lain yang diperlukan sebagai bahan perencanaan tindak lanjut pelaksanaan kegiatan. Namun setelah program selesai belum ada solusi yang jitu yang dapat ditawarkan oleh Pamong Belajar untuk mengatasi persoalan dalam pengembangan usaha industri kecil.

Rekapitulasi Kategori Rata-rata