• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil

pendekatan sistem. Pendekatan sistem terdiri dari input, proces, output, dan

outcome. Sebagai input adalah individu Pamong Belajar itu sendiri dan lingkungan eksternalnya, kemudian diproses melalui kegiatan pengembangan diri, pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian diperoleh output berupa kompetensi dan kinerja

(p) = 43,71(0,008), artinya belum memenuhi salah satu standar kesesuaian model. Namun kesesuaian model penelitian ini dapat dijustifikasi dengan beberapa uji yang lain yang fit, yakni dengan diperolehnya nilai GFI = 0,93, artinya > 0,90; dan nilai CFI = 0,90, artinya > 0,90, dan RMSEA = 0,08, artinya < 0,08. Mengacu kepada standar kesesuaian model di atas dapat dikatakan bahwa model empiris yang disusun dalam penelitian ini adalah fit dan dapat jadikan sebagai sebuah model empiris pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil.

Strategi Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Pamong

Belajar dalam Pembinaan Pengrajin Industri Kecil

Secara umum strategi berarti cara untuk mencapai tujuan tertentu. Mangkuprawira (2002:13-14) mengartikan strategi sebagai sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan yang berisi formulasi tujuan dan kumpulan rencana yang akan dilakukan berdasarkan analisis informasi terkait. Berkaitan dengan itu, strategi pengembangan kompetensi dalam sebuah organisasi dapat diartikan sebagai sebuah upaya dengan menggunakan semua sumber daya yang ada secara terencana, agar sumber daya manusia dalam suatu organisasi tersebut dapat bekerja secara efektif dan efisien dan sesuai dengan tujuan organisasi dan harapan klien.

yang baik. Sebagai outcome adalah terjadinya peningkatan keberdayaan dan kesejahteraan pengrajin industri kecil sebagai tujuan akhir dari kegiatan pembinaan.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, analisis hubungan, dan analisis pengaruh antar peubah sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu dapat dirumuskan strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil. Berdasarkan analisis deskriptif ternyata keseluruhan peubah tentang aktivitas Pamong Belajar adalah berkategori sedang, namun diantara peubah tersebut mempunyai skor yang berbeda, bahkan ada yang berkategori rendah, sehingga dapat ditentukan peubah mana yang perlu menjadi skala prioritas perbaikan. Demikian juga dengan mengetahui besarnya nilai hubungan dan nilai pengaruh antar peubah penelitian dapat pula diketahui mana peubah yang yang perlu segera diperbaiki untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar.

Berdasarkan Tabel 26 tentang rekapitulasi kategori dan skor rata-rata masing-masing peubah penelitian diketahui bahwa peubah yang mempunyai skor terendah ke yang tertinggi, secara berurutan adalah sebagai berikut: kinerja Pamong Belajar (skor = 2,16), kompetensi Pamong Belajar (skor = 2,52), lingkungan eksternal Pamong Belajar (skor = 2,54), diklat Pamong Belajar (skor = 2,55), dan pengembangan diri Pamong Belajar (skor = 2,61). Dengan demikian untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar maka secara prioritas faktor-faktor yang perlu dibenahi adalah faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar, faktor diklat Pamong Belajar, dan faktor pengembangan diri Pamong Belajar.

Berdasarkan hasil analisis hubungan sebagaimana terlihat pada Tabel 23 juga diketahui bahwa kinerja Pamong Belajar mempunyai nilai koefisien hubungan tertinggi dengan kompetensi Pamong Belajar (r = 0,639), diikuti oleh lingkungan Pamong Belajar (r = 0,371), diklat Pamong Belajar (r = 0,334), dan dengan pengembangan diri Pamong Belajar (r = 0,265). Hasil uji pengaruh dengan analisis SEM sebagaimana terlihat pada Tabel 27 juga menunjukkan hal yang sama, yakni kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar (total efect, p = 0,45 ), diikuti oleh faktor diklat (total efect, p =0,34), dan faktor pengembangan diri Pamong Belajar (total efect, p =0,17). Faktor yang berpengaruh langsung terbesar terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar adalah faktor diklat (direct efect, p =0,29), dikuti oleh faktor

lingkungan eksternal Pamong Belajar (direct efect, p =0,26), dan oleh faktor pengembangan diri Pamong Belajar (direct efect, p =0,17).

Dengan demikian berati bahwa yang menjadi faktor kunci di sini adalah faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar. Faktor kunci ini akan memberikan ruang kepada terciptanya pendidikan dan pelatihan dan pengembangan diri yang lebih baik untuk memacu peningkatan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar. Oleh karena itu secara prioritas faktor-faktor yang perlu dibenahi dalam pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil adalah: perbaikan kondisi lingkungan eksternal Pamong Belajar, peningkatan kualitas diklat Pamong Belajar, dan perbaikan kegiatan pengembangan diri Pamong Belajar.

Berdasarkan hasil penelitian ini secara rinci dapat diuraikan beberapa langkah dalam strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil di Provinsi Sumatera Barat sebagaimana di bawah ini.

Perbaikan Kondisi Lingkungan Pamong Belajar

Blumberg dan Pringler (Stoner dan Wankel, 1986) mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi perkalian dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan untuk berprestasi dengan rumusan: performance = (ability x motivation x opportunity to performance). Maksud kesempatan untuk berprestasi adalah kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi bila mendapatkan dukungan, bantuan atau fasilitas dari luar seperti kondisi tempat kerja, peralatan, teman kerja, informasi dan aturan kerja.

Lingkungan Pamong Belajar terdiri dari lingkungan kerja fisik, lingkungan sosial keluarga, organisasi kerja, dan kebijakan pemerintah. Sub peubah lingkungan yang perlu diperbaiki karena mempunyai kategori rendah dan skor terendah adalah kebijakan pemerintah (skor = 1,99), kemudian sub peubah yang mempunyai skor terendah kedua meskipun berkategori sedang adalah lingkungan kerja fisik (skor = 2,35). Sebaliknya lingkungan sosial keluarga perlu dipertahankan karena berkategori tinggi (skor = 3,16).

Berdasarkan hasil analisis hubungan juga terbukti bahwa faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar mempunyai hubungan yang positif dengan kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil dan mempunyai nilai koefisien tertinggi (r = 0,442), diikuti dengan faktor pengembangan diri Pamong Belajar (r =

0,421), faktor pendidikan dan pelatihan Pamong Belajar (r = .410), dan faktor kinerja Pamong Belajar (r= 0,371). Hasil analisis SEM juga membuktikan bahwa faktor lingkungan memberikan pengaruh secara tidak langsung dan terbesar kepada komptensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil (p = 0,45).

Beberapa aspek pada faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar dalam rangka pengembangan kompetensi dan kinerja untuk pembinaan pengrajin industri kecil terlihat belum memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun berkategori sedang, namun deskripsi kondisi lingkungan kerja fisik mendekati kategori rendah (skor =2,35). Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa ketersediaan sarana fisik SKB masih ada yang belum layak, organisasi kerja belum sepenuhnya kondusif, dan kebijakan pemerintah daerah yang masih terbatas. Khusus pada aspek lingkungan kerja fisik, meskipun berkategori sedang, aspek lingkungan kerja fisik dapat dikatakan masih membutuhkan perbaikan. Sarana-prasana fisik SKB yang ada sekarang umumnya dibangun pada masa sebelum pelaksanan otonomi daerah atau ketika SKB menjadi UPT Pemerintah Pusat. Belum tampak peran pemerintah daerah secara nyata dalam upaya pengembangan lingkungan kerja fisik SKB.

Meskipun ada sebagian kecil pemerintah daerah melakukan pengembangan sarana fisik SKB, namun pengembangan sarana fisik tersebut dinilai belum terkait dengan kepentingan untuk peningkatan peran SKB dalam peningkatan kualitas pelayanan pendidikan nonformal. Sebagai contoh, ada pembangunan gedung pertemuan, namun tujuannya adalah sebagai sarana olahraga bagi pejabat pemerintah daerah, atau tempat pelaksanaan diklat bagi instansi lain. Pembangunan gedung dan prasarana SKB hendaklah diarahkan kepada pengembangan tugas pokok dan fungsi utama SKB yang berhubungan dengan pendidikan nonformal termasuk untuk kegiatan pembinaan industri kecil. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan sarana fisik SKB seperti sarana belajar, peralatan adminsitrasi, peralatan teknologi informasi, alat transportasi, ruang kerja, termasuk sarana-prasarana dan segala kebutuhan untuk program pembinaan pengrajin industri kecil.

Aspek organisasi kerja juga belum memuaskan karena baru berada dalam kategori sedang (skor = 2,67). Berdasarkan pengamatan lapangan, ada beberapa hal dalam aspek organisasi kerja yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam organisasi SKB masih tampak beberapa kepemimpinan yang belum berjalan sebagaimana mestinya, baik kepemimpinan oleh Kepala SKB maupun

kepemimpinan dalam jabatan fungsional Pamong Belajar yang terkait dengan pelaksanaan tugas. Kesalahpamahaman pimpinan dengan Pamong Belajar dan antar Pamong Belajar masih sering terjadi. Hal ini berpengaruh kepada kinerja Pamong Belajar dalam pelaksanaan tugas pembinaan pengrajin industri kecil. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya oleh pimpinan SKB dan Pamong Belajar untuk membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi SKB. Pola-pola kepemimpinan partisipatif perlu dikembangkan. Perlu adanya kejelasan otoritas dan wewenang pimpinan dan masing-masing Pamong Belajar, serta adanya dukungan yang kuat oleh pimpinan SKB dalam setiap pelaksanan tugas Pamong Belajar.

Untuk menjembatani kepentingan Pamong Belajar dalam rangka peningkatan profesionalismenya maka organisasi profesi Pamong Belajar yang bernama Ikatan Pamong Belajar seluruh Indonesia (IPBI) perlu diberdayakan oleh semua stake holder. Hal ini penting untuk meningkatkan kreativitas Pamong Belajar agar dapat melahirkan ide-ide cemerlang untuk pengembangan berbagai satuan pendidikan nonformal termasuk program pembinaan pengrajin industri kecil. Organisasi profesi ini perlu berupaya keras untuk mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar segera menetapkan standar kompetensi Pamong Belajar dan proses sertifikasi Pamong Belajar yang status haknya sama dengan guru dan dosen. Hal ini penting agar Pamong Belajar dapat bekerja dengan aturan yang jelas, pengembangan karir juga lebih jelas, serta insentif atau remunerasi dapat dilakukan lebih baik dan adil.

Hal-hal yang perlu dipertahankan oleh Pamong Belajar untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja dalam pembinaan pengrajin industri kecil adalah dukungan lingkungan sosial keluarga. Berdasarkan kondisi lapangan faktor sosial keluarga berkategori tinggi (skor = 3,16). Dengan diterimanya secara baik Pamong Belajar oleh semua lapisan masyarakat, hal ini dapat menjadi modal utama untuk menerobos masuk lebih jauh dalam kegiatan pembinaan industri kecil. Anggapan yang baik dari masyarakat atau pengrajin terhadap misi yang dibawa SKB dan Pamong Belajar juga dapat meningkatkan kinerja Pamong Belajar dalam memotivasi dan memberdayakan pengrajin serta memfasilitasinya dengan pihak- pihak terkait. Pendekatan program yang lebih egaliter dan setara terus dipertahankan agar terjalin hubungan yang baik antara Pamong Belajar dengan kelompok sasaran dan pihak terkait.

Aspek kebijakan pemerintah merupakan aspek yang perlu mendapat perhatian serius. Deskripsi kebijakan pemerintah pada faktor lingkungan eksternal

Pamong Belajar termasuk kategori rendah (skor = 1,99). Berbagai aspek kebijakan pemerintah yang perlu di benahi adalah dukungan dari pejabat terkait dalam menfasilitasi koordinasi program antar dinas dan instansi, kemudian peningkatan anggaran SKB, dukungan peraturan-peraturan untuk penguatan kelembagaan SKB, dan pemberian penghargaan khususn (special reward) bagi Pamong Belajar yang berprestasi dan berupaya luar bisa dalam pengembangan kompetensi masing- masing untuk mendukung percepatan peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pendidikan nonformal.

Berdasarkan temuan di lapangan, beberapa aspek organisasi pada lingkungan Pamong Belajar yang perlu diperbaiki adalah terwujudnya koordinasi yang harmonis antara SKB dengan dinas dan instansi terkait. Melalui perbaikan peraturan dan tata kelola satuan kerja perangkat daerah (SKPD), diharapkan pemerintah daerah dapat menaikan eselon Kepala SKB dari IVa ke IIIb agar Kepala SKB lebih percaya diri dalam koordinasi program dengan lintas terkait. Kemudian pemerintah daerah dapat mengeluarkan peraturan tentang bentuk koordinasi dan pembagian kerja antar SKB dengan dinas dan instansi yang melaksanakan program yang sama. Dalam hal ini SKB dapat menjadi pusat kendali (leading sector) dan sekaligus menjadi pintu masuk (entry point) dalam proses pendidikan dan pelatihan pada jalur pendidikan nonformal yang ada pada berbagai dinas dan instansi. Untuk pembiayaan dapat menggunakan anggaran yang selama ini tersedia pada masing-masing lembaga, kemudian digunakan secara bersama dan berimbang sesuai kapasitas masing-masing dinas dan instansi. Dengan demikian kemitraan akan tumbuh dan antar dinas dan instansi terkait tidak lagi ditemukan ego sektoral kelembagaan yang berakibat pada perebutan kelompok sasaran atau tumpang tindih program.

Semua upaya perbaikan aspek lingkungan fisik, organisasi SKB, dan kebijakan pemerintah perlu dibarengi dengan dukungan anggaran yang cukup oleh Pemerintah Daerah. Upaya-upaya tersebut juga perlu dipayungi dengan peraturan- peraturan yan jelas dan kegiatan mediasi oleh kepala daerah dan jajarannya agar setiap dinas dan instansi yang mempunyai program yang sama dalam pembinaan pengrajin industri kecil dapat bekerjasama secara efektif dan efisien, bila perlu pelaksanaan kegiatan dimaksud dituangkan dalam berbagai akta kesepahaman sesuai kapasitas masing-masing dinas dan instansi. Dengan demikian Pamong Belajar dapat berperan lebih luas dan fleksibel dalam rangka pencapaian keberhasilan program pembinaan pengrajin industri kecil.

Perbaikan Sistem Pendidikan dan Pelatihan

Banyak ahli dalam ilmu manajemen sumber daya manusia memandang bahwa salah satu cara yang efektif dalam pengembangan kompetensi dan kinerja karyawan adalah melalui pendidikan dan pelatihan. Watson Wyatt (Ruky, 2006:108) menyimpulkan bahwa kompetensi sebagai kombinasi dari pengetahuan

(knowledge), sikap (attitudes), dan keterampilan (skill) yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta konstribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya. Keterampilan, pengetahuan, dan sikap dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan.

Berdasarkan hasil analisis korelasi antar peubah penelitian terbukti bahwa faktor pendidikan dan pelatihan mempunyai nilai hubungan paling tinggi dengan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar (r = 0,461), diikuti oleh faktor pengembangan diri Pamong Belajar (r = 0,428), dan faktor kinerja Pamong Belajar (r = 0,334). Selanjutnya berdasarkan hasil analisis SEM untuk mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar juga terbukti bahwa faktor diklat merupakan faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dengan nilai koefisien tertinggi (p = 0,29), diikuti oleh faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar (p = 0,26), dan faktor pengembangan diri Pamong Belajar (p = 0,17).

Secara tidak langsung kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar (p = 0,45), diikuti oleh faktor diklat Pamong Belajar (p = 0,34), dan oleh faktor pengembangan diri (p = 0,17). Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan eksternal Pamong Belajar menjadi titik tolak dalam peningkatan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil. Faktor lingkungan juga dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan dilklat Pamong Belajar dan pengembangan diri Pamong Belajar. Secara bersamaan baik langsung maupun tak langsung ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap upaya peningkatan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil.

Pendidikan dan pelatihan terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: perencanaan diklat, materi diklat, metode diklat, nara sumber diklat, sarana prasarana diklat, sistem evaluasi diklat, dan tindak lanjut diklat. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi melalui kuesioner terhadap pelaksanaan diklat, diperoleh informasi bahwa tindak lanjut diklat mempunyai skor terendah (skor = 2,10)

meskipun berkategori sedang. Aspek perencanaan diklat berada pada skor kedua terendah (skor = 2,26) meskipun juga berkategori sedang. Kedua aspek ini menjadi faktor prioritas untuk diperbaiki agar dapat menghasilkan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar yang lebih baik.

Berdasarkan informasi lapangan diketahui bahwa untuk memangku jabatan fungsional Pamong Belajar baik misbar (pindah jabatan) dari jabatan fungsional lain seperti dari guru, penilik, atau dari tenaga struktural apapun sangatlah mudah, cukup dengan diusulkan kepada BKN melalui Badan Kepegawaian Daerah. Melihat prosedur pengangkatan tenaga fungsional pada jabatan profesi di dinas dan instnasi lain, tidaklah semudah itu. Untuk menduduki jabatan fungsional pada suatu instansi biasanya seseorang harus mempunyai persyaratan akademik yang ketat dan sebelumnya diharuskan mengikuti berbagai pelatihan fungsional khusus sehingga seseorang tersebut layak memikul tugas sesuai jabatan fungsionalnya. Namun demikian, minat PNS aktif untuk misbar atau diangkat dalam jabatan fungsional Pamong Belajar masih kurang, bahkan saat ini ada kekuatiran Pamong Belajar akan punah karena minimnya rekrutmen Pamong Belajar baru.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan berbagai pihak, semua Pamong Belajar belum pernah mengikuti diklat khusus fungsional Pamong Belajar. Selama ini pihak dan dinas yang terkait dengan pengembangan jabatan fungsional Pamong Belajar, baik di pusat maupun di daerah belum mempunyai cetak biru (blue print) model pelatihan fungsional Pamong Belajar. Melalui diklat fungsional Pamong Belajar, setiap Pamong Belajar baru perlu dibekali kompetensi dasar mengenai kemampuan komunikasi dengan semua pihak (public relation), pemahaman mengenai teori dan strategi pemberdayaan masyarakat, kemampuan manajemen dan kepemimpinan, kemampuan kerjasama dalam tim, kemampuan perencanaan dan pengelolaan keuangan, kemapuan melakukan studi kelayakan usaha, teori pendidiikan orang dewasa dan anak-anak, dan kemampuan teknis pelaksanaan program.

Cetak biru (blue print) model diklat fungsional Pamong Belajar dapat dikembangkan dari PP Nomor 19 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi dan potensi akademik, punya kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan wajib belajar pendidikan nasional. Berdasarkan PP tersebut, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal menetapkan standar kompetensi Pamong Belajar sebagai berikut: (1) kompetensi teknis, (2) kompetensi

pengembangan profesi, (3) kompetensi akademik, (4) kompetensi personal dan profesional; dan (5) kompetensi budaya.

Berdasarkan pengamatan lapangan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan Pamong Belajar, secara praksis hal-hal yang urgen untuk diperbaiki adalah tindak lanjut hasil pendidikan dan pelatihan Pamong Belajar melalui implementasi nyata di lapangan. Dalam hal ini Pamong Belajar perlu lebih kreatif menjalin kerjasama dengan semua pihak misalnya dengan instansi pemerintah, dunia usaha, dan lembaga swasta lainnya, agar kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil tetap dapat diwujudkan. Dalam kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat, banyak sumber dana dari dunia usaha dalam bentuk

Corporate Social Responsibility (CSR) yang bisa dimanfaatkan. Untuk menjalin kerjasama dengan dunia usaha diperlukan kemapuan Pamong Belajar dalam menyusun rencana kegiatan pembinaan industri kecil yang komprehensif dan berkelanjutan, dianalisis berdasarkan studi kelayakan kegiatan, dan mengkomunkasikannya dengan semua pihak yang dapat diajak bekerjasama.

Aspek pendidikan dan pelatihan lainnya yang terasa lemah dan perlu diperbaiki adalah metode diklat dan materi diklat. Metode diklat yang sering digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab. Untuk pengembangan kemampuan kognitif aspek ini bisa membantu, namun dalam kegiatan pembinaan industri kecil tidak saja aspek kognitif yang diperlukan tetapi juga dibutuhkan keluwesan bergaul, komunikasi yang efektif, dan berbagai metode lainnya yang memerlukan pembiasaan melalui latihan-latihan tertentu. Oleh karena itu perlu diperbanyak metode demonstrasi, role play, dan studi banding. Metode tersebut disesuaikan dengan tujuan pendidikan dan pelatihan yang diinginkan sehingga Pamong Belajar menjadi lebih kompeten dalam kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil.

Berkaitan dengan materi diklat, selama ini materi diklat tentang pengembangan ekonomi belum relevan dengan kebutuhan Pamong Belajar untuk pembinaan pengrajin industri kecil. Karena itu materi diklat hendaklah benar-benar baru (up to date) dan yang paling mendesak dibutuhkan untuk menjawab tantangan dalam pembinaan industri kecil. Untuk diklat pembinaan industri kecil sebenarnya tidak memerlukan banyak materi teknis tentang produksi berbagai produk, tetapi yang paling dibutuhkan adalah materi yang menyangkut manajemen usaha, kewirausahaan, dan materi yang berkaitan dengan strategi pembinaan, partisipasi, dan koordinasi program di lapangan. Nara sumber diharapkan berasal dari berbagai

kalangan agar diperoleh pemahaman tentang sistem pembinaan yang komprehensif. Misalnya, narasumber dari birokrat diundang untuk mengetahui arah kebijakan pembangunan ekonomi daerah, dari pengusaha diundang untuk mengetahui masalah produksi dan strategi usaha, dan dari perbankan untuk mengetahui peluang modal usaha dan cara pemanfaatannya.

Mengacu kepada pendapat Hickerson dan Middleton (1975:13); Rae (1990:8); Boydell (Davies, 2005:119), model latihan yang efektif terdiri dari tahapan analisis kebutuhan latihan, merancang tujuan latihan, merancang latihan, melaksanakan latihan, dan evaluasi (formatif dan sumatif). Gilley dan Eggland (1989:214) mengemukakan sembilan tahap latihan yaitu falsafah mengajar dan belajar, analisis kebutuhan, umpan balik, disain program, pengembangan program, implementasi program, manajemen program, evaluasi dan akuntablitas. Lebih ringkas dikatakan Irianto (2001:30) bahwa latihan mempunyai tahapan integratif yang terdiri dari tahap penentuan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa panitia pelaksana diklat perlu memahami kebutuhan peserta diklat dengan melakukan need asessment jauh hari sebelum diklat dilaksanakan. Pretest dan posttest yang diberikan panitia hendaklah ditelaah dan dianalisis lebih lanjut dan hasilnya disosialisasikan kepada pihak terkait terutama kepada pihak yang paling bertanggungjawab dalam pengembangan sumberdaya manusia Pamong Belajar seperti pimpinan SKB, Kepala Dinas Pendidikan, dan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) Kemdiknas.

Peningkatan Kegiatan Pengembangan Diri Pamong Belajar

Proses berikutnya dalam upaya pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan pengrajin industri kecil adalah perluasan faktor pengembangan diri. Berdasarkan analisis hubungan antar peubah terbukti bahwa faktor pengembangan diri berhubungan secara positif dengan kompetensi Pamong Belajar (r = 0,402) dan berhubungan secara positif dengan kinerja Pamong Belajar (r = 0,265). Pada sisi lain, faktor pengembangan diri mempunyai nilai hubungan yang terbesar dengan pendidikan dan pelatihan (r = 0,428) yang pada gilirannya pendidikan dan pelatihan juga mempunyai hubungan yang positif dengan kompetensi Pamong Belajar (r = 0,461) dan dengan kinerja Pamong Belajar (r = 0,334). Berdasarkan analisis SEM juga terbukti bahwa faktor pengembangan diri

berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar (p = 0,17).

Pengembangan diri terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: kemandirian belajar, motivasi berprestasi, dan pengembangan karir. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi melalui kuesioner terhadap tingkat pengembangan diri Pamong Belajar diperoleh informasi bahwa meskipun aspek pengembangan karir berkategori sedang namun mempunyai skor terendah (skor = 2,35), sedangkan aspek yang mempunyai skor tertinggi adalah motivasi berprestasi (skor = 2,95). Dengan demikian berarti bahwa aspek pengembangan karir adalah prioritas atau