• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Infeksi Protozoa Usus pada Pasien AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Infeksi Protozoa Usus pada Pasien AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI INFEKSI PROTOZOA USUS PADA

PASIEN AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

KHOR CHIANG WEI

070100239

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Latar belakang: Parasit enterik merupakan faktor penyebab mayor diare pada

pasien AIDS. Oleh itu, penyakit yang disebabkan oleh parasit merupakan masalah

kesehatan terutama di negara-negara tropis yang sedang membangun.

Metode: Penelitian ini dijalankan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dalam

periode Juli hingga November 2010 dengan jumlah responden sebanyak 32 orang

yang sedang menerima Antiretroviral Therapy (ART) dari umur 18 hingga 65

tahun, lelaki dan perempuan. Setiap responden diberikan wadah pengumpul feces

untuk diperiksa ova, larva dan kista secara mikroskopis.

Objektif: Penelitian ini dijalankan untuk mendeteksi protozoa usus pada pasien

AIDS yang ada atau tidak ada diare.

Hasil: Protozoa usus dideteksi pada 15,6% pasien dan protozoa mayor adalah Entamoeba histolytica ( 12,5% ) dan Cryptosporidia sp. ( 3,1% ).

Kesimpulan: Prevalensi infeksi protozoa usus pada pasien AIDS yang menerima

rawatan inap di Rumah Sakit Pusat Umum Haji Adam Malik Medan adalah

sebanyak 15,6%.

Kata kunci: prevalensi, infeksi protozoa usus, pasien AIDS RSUP Haji Adam

(3)

ABSTRACT

Background: Enteric parasites are major cause of diarrhea in AIDS individuals.

Thus, the consequences of parasitic diseases are among the major health problems in tropical developing countries.

Methods: The study was carried out in Haji Adam Malik General Hospital Medan,

North Sumatra between July and November 2010 among 32 enrolled patients on Antiviral Therapy (ART) aged from 18 to 65 years old, of both sexes. Each study participant was provided with a fecal vial for microscopic examination of ova, larvae and cyts.

Objective: The present study was undertaken to detect intestinal protozoas in

AIDS individuals presenting with or without diarrhea.

Results: Intestinal protozoas were detected in 15.6 percent patients, and the

major protozoas include Entomoeba histolytica ( 12.5% ) and Cryptosporidia sp. ( 3.1% ).

Conclusions: It can be concluded that the prevalence of protozoan infection in

AIDS in-patients at Haji Adam Malik General Hospital is 15.6 percent.

Key words : prevalence, protozoal infection, AIDS patients of Haji Adam Malik

(4)

KATA PENGANTAR

Selamat sejahtera dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan ke

hadirat Tuhan, yang telah melimpahnya rahmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan judul Prevalensi Infeksi

Protozoa Usus pada Pasien AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir Community Research Programme (CRP).

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini terselesaikan karena

adanya bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh

karena itulah pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.

Yunilda A., selaku dosen pembimbing yang ditengah kesibukan beliau, dengan

tulus bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam

berkonsultasi selama proses penulisan tugas akhir ini. Selain itu, saya juga ingin

berterima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, membantu penulia

dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga Tuhan memberikan imbalan atas amal dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat meberikan manfaat bagi pembacanya dan

menjadi sumbangan yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan semua.

Medan.

(5)

DAFTAR ISI

1.2 Rumusan Masalah ………3

1.3 Tujuan Penelitian ………..3

1.4 Manfaat penelitian ………4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………5

2.1 . Konsep HIV/AIDS………5

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS………..…………5

2.1.2. Perbedaan Antara HIV dengan AIDS………..………5

2.1.3. Definisi AIDS………6

2.1.4. Epidemiologi AIDS………6

2.1.4.1. Perkembangan Kasus AIDS di Indonesia Tahun 2000-2006………6

2.1.4.2. Populasi rawan tertular HIV………7

2.1.4.3. Tren HIV dan AIDS dimasa yang akan datang…10 2.1.5. Transmisi HIV/AIDS………...…11

2.1.6. Patogenesis HIV/AIDS………...……….12

2.1.7. Perjalanan Penyakit AIDS………12

(6)

2.1.9. Stadium Infeksi HIV/AIDS………...17

2.2 Infeksi Oportunistik………19

2.2.1. Pengertian Infeksi Oportunistik………19

2.2.2. Infeksi Oportunistik dan HIV/AIDS……….19

2.2.3. Infeksi Oportunistik Paling Umum……….19

2.2.4. Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV/AIDS di Indonesia..21

2.2.5. Pencegahan Infeksi Oportunistik………....21

2.2.6. Protozoa yang Terlibat Dalam Infeksi Oportunist ik HIV/AIDS………..……22

2.2.6.1. Cryptosporidium sp……….22

2.2.6.2. Cyclospora cayetanesis……….23

2.2.6.3. Isospora belli………..23

2.2.6.4. Microsporidia Sp………24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………...25

3.2. Definis i Operasio nal………25

3.2.1. Definisi……….25

3.2.2. Cara Ukur………25

3.2.3. Alat Ukur……….26

3.2.4. Hasil Ukur……….26

BAB 4 METODE PENELITIAN………27

4.1. Jenis Penelitain ……….………27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………27

4.3. Populasi dan Sampel………...27

4.4. Teknik Pengumpulan Data………28

(7)

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN………30

5.1. Hasil Penelitian………30

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian………30

5 . 1 . 2 . D e s k r ip s i Ka r a k t e r is t ik R e s p o nd e n … … … 3 1 5.1.3. Karakteristik Pasien AIDS………..31

5.1.4. Prevalensi Infeksi Protozoa pada Pasien AIDS………33

5.2. Pembahasan……….36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………38

6.1. Kesimpulan………38

6.2. Saran………39

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Persentase kumulatif kasus AIDS di Indonesia berdasarkan

Kelompok umur s.d Maret 2009 8

2.2 Infeksi oportunistik yang dilaporkan s/d 31 September 2009 21

5.1 Distribusi umur pasien 31

5.2 Distribusi jenis kelamin pasien AIDS 33

5.3 Faktor risiko AIDS 33

5.4 Prevalensi infeksi protozoa usus pada pasien AIDS 34

5.5 Jenis protozoa usus yang menyebabkan infeksi oportunistik

pada pasien AIDS 34

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Tren kasus AIDS di 33 Provinsi dari tahun 2000-2009 7

Gambar 2.2 Populasi rawan tertular HIV 8

(10)

ABSTRAK

Latar belakang: Parasit enterik merupakan faktor penyebab mayor diare pada

pasien AIDS. Oleh itu, penyakit yang disebabkan oleh parasit merupakan masalah

kesehatan terutama di negara-negara tropis yang sedang membangun.

Metode: Penelitian ini dijalankan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dalam

periode Juli hingga November 2010 dengan jumlah responden sebanyak 32 orang

yang sedang menerima Antiretroviral Therapy (ART) dari umur 18 hingga 65

tahun, lelaki dan perempuan. Setiap responden diberikan wadah pengumpul feces

untuk diperiksa ova, larva dan kista secara mikroskopis.

Objektif: Penelitian ini dijalankan untuk mendeteksi protozoa usus pada pasien

AIDS yang ada atau tidak ada diare.

Hasil: Protozoa usus dideteksi pada 15,6% pasien dan protozoa mayor adalah Entamoeba histolytica ( 12,5% ) dan Cryptosporidia sp. ( 3,1% ).

Kesimpulan: Prevalensi infeksi protozoa usus pada pasien AIDS yang menerima

rawatan inap di Rumah Sakit Pusat Umum Haji Adam Malik Medan adalah

sebanyak 15,6%.

Kata kunci: prevalensi, infeksi protozoa usus, pasien AIDS RSUP Haji Adam

(11)

ABSTRACT

Background: Enteric parasites are major cause of diarrhea in AIDS individuals.

Thus, the consequences of parasitic diseases are among the major health problems in tropical developing countries.

Methods: The study was carried out in Haji Adam Malik General Hospital Medan,

North Sumatra between July and November 2010 among 32 enrolled patients on Antiviral Therapy (ART) aged from 18 to 65 years old, of both sexes. Each study participant was provided with a fecal vial for microscopic examination of ova, larvae and cyts.

Objective: The present study was undertaken to detect intestinal protozoas in

AIDS individuals presenting with or without diarrhea.

Results: Intestinal protozoas were detected in 15.6 percent patients, and the

major protozoas include Entomoeba histolytica ( 12.5% ) and Cryptosporidia sp. ( 3.1% ).

Conclusions: It can be concluded that the prevalence of protozoan infection in

AIDS in-patients at Haji Adam Malik General Hospital is 15.6 percent.

Key words : prevalence, protozoal infection, AIDS patients of Haji Adam Malik

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pertama kali dikenali di

kalangan lelaki homoseksual di Amerika Syarikat pada tahun 1981. Pada akhir

abad ke-20 ini, HIV (Human Immunideficiency Virus) telah merebak ke

hampir semua pelosok dunia dan telah menjadi epidemik yang paling buruk

pada akhir abad ke-20 ini. AIDS telah membunuh 35 juta dan menjadikannya

penyakit yang paling mematikan dalam sejarah bersama dengan pandemic

influenza pada awal 1900-an (CDC, 2006).

Di Indonesia, jumlah pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS yang

dilaporkan sejak 1 Januari 1987 hingga 31 Desember 2009 terus mengalami

peningkatan, adapun jumlah kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan sebanyak

19973 dan dari jumlah ini, jumlah kemationa adalah 3846. Sejak 1 Januari

hingga 31 Desember 2009, sebanyak 3863 kasus AIDS dilaporkan (Ditjen

PPM & PL Depkes RI, 2009). Di propinsi Sumatera Utara, prevalensi

HIV/AIDS juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, adapun jumlah

pengidap AIDS/HIV yang dilaporkan sejak tahun 1 Januari 1994 hingga April

2009 adalah sebanyak 872 orang. Dari jumlah ini, Kota Medan mencatatkan

jumlah pengidap AIDS sebanyak 581 orang (Dinas Kesehatan Propinsi

Sumatera Utara, 2009).

AIDS merupakan jenis penyakit penekanan sistem imun yang paling

serius dan disebabkan oleh HIV. Oleh itu, pada pasien yang terinfeksi HIV,

penurunan respons imun secara progesif akan meningkatkan risiko terpapar

infeksi opportunistik (Kulkarni, 2009). Infeksi saluran cerna merupakan gejala

(13)

diperkirakan 50-93% dari pasien HIV mempunyai gejala gastrointestinal

sepanjang perjalanan penyakit ini (Sapkota, 2004).

Di perkirakan sebanyak 60% dari populasi dunia terinfeksi dengan

parasit usus, yang memainkan peranan yang besar dalam morbiditi yang

disebabkan oleh infeksi parasit usus (WHO, 1987). Infeksi disebabkan parasit

usus merupakan penyakit usus yang paling sering. Di perkirakan dari 3.500

juta orang yang diinfeksi, 450 juta yang menunjukkan manifestasi klinis

(Hsileeyesus, 2009). Kadar infeksi parasit usus adalah amat tinggi di daerah

Sub-Sahara, Afrika dimana mayoritas kasus HIV dan AIDS terjadi (UNAIDS,

2002). Insidens infeksi parasit usus pada negara maju adalah 50%, sedangkan

pada Negara berkembang dapat mencapai 95%. Infeksi ini adalah disebabkan

oleh prorozoa dan helminth. Manifestasi klinis yang terutama dipaparkan

adalah diare (Chacon-Cruz, 2003).

Pada negara berkembang, gastroenteritis akut yang disebabkan oleh

parasit usus adalah kompleks dan merupakan penyebab utama dari

kebanyakan penyakit dan membunuh berjuta-juta pengidap AIDS setiap tahun.

Laporan mengindikasi bahwa diare terjadi pada 30-60% penderita AIDS di

negara sudah membangun dan mencapai 90% pada negara sedang

membangun. Penurunan pertahanan tubuh oleh sistem imun saluran cerna

yang progresif menyebabkan penderita AIDS berubah dari manifestasi klinis

stadium awal, intermediate ke lanjut seperti diare. Pada stadium lanjut

penyakit AIDS, mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik, produksi antibodi

Ig A dan respon imun local seluler tidak terjadi, maka keadaan ini

meningkatkan risiko infeksi berbagai agen infeksi opportunistic usus dengan

berkali ganda, contohnya Cryptosporidium parvum, Isospora belli, dan

Microsporidium species (Haileeyesus, 2009).

Etiologi pathogen enterik yang menyebabkan diare pada pengidap

AIDS termasuk bacteria, parasit, jamur dan virus (Kulkarni, 2009). Terdapat

parasit oportunistik seperti Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanensis,

(14)

Parasit yang non-oportunistik adalah seperti Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Trichuris trichura, Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis

dan Ancylostoma duodenale yang banyak didapati pada negara berkembang

tetapi tidak digolongkan infeksi oportunistik pada pengidap AIDS. Pada

penderita immunocompromised, infeksi oportunistik parasit usus memainkan

peranan yang besar dalam menyebabkan diare kronik yang disertai dengan

penurunan berat badan. Insidens dan prevalensi infeksi jenis parasit usus

adalah bergantung pada endemi parasit pada komunitas tersebut. C. parvum, I.

belli dan E. histolytica telah dilaporkan sebagai organism yang paling sering

didapati pada penderita AIDS di seluruh dunia (Kulkarni, 2009).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan belum diketahui prevalensi infeksi protozoa usus pada pengidap

HIV/AIDS di propinsi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum :

Untuk mengetahui prevalensi infeksi protozoa pengidap AIDS di

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik

1.3.1.

Medan.

1.3.1.1.Untuk mengetahui jumlah kasus pengidap AIDS di Rumah

Sakit

Tujuan Khusus :

Umum Pusat(RSUP) Haji Adam Malik

1.3.1.2.Megetahui golongan umur dari golongan umur dewasa (umur

18-65) yang paling banyak mengidap penyakit AIDS. Medan.

1.3.1.3.Untuk mengetahui protozoa usus yang paling banyak

menginfeksi pengidap ADIS di Rumah Sakit Umum

Pusat(RSUP) Haji Adam Malik

1.3.1.4.Untuk mengetahui infeksi jenis protozoa usus yang

menyebabkan diare.

(15)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai masukan kepada Rumah Sakit Umum Pusat(RSUP)

Haji Adam Malik

1.4.2.

Medan untuk mengurangkan risiko infeksi

oportunistik protozoa usus pada pengidap AIDS.

Sebagai masukan kepada Rumah Sakit Umum Pusat(RSUP)

Haji Adam Malik

1.4.3.

Medan untuk menyusun strategi pengobatan

pengidap HIV/AIDS sesuai dengan infeksi protozoa usus.

Untuk masukan kepada Rumah Sakit Umum Pusat(RSUP)

Haji Adam Malik

1.4.4.

Medan untuk pencegahan infeksi protozoa usus

pada pengidap AIDS.

1.4.5.

Untuk pengembangan wawasan bagi peneliti dalam melaksanakan

penelitian.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang

melemahkan sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus

inilah yang menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

(Brooks, 2004).

2.1.2. Perbedaan Antara HIV dengan AIDS

Seorang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat bertahun-tahun tanpa ada

tanda fisik atau gejala infeksi. Orang yang terinfeksi virus tersebut tetapi tanpa

gejala adalah ‘HIV-positif’ atau mempunyai ‘penyakit HIV tanpa gejala.’ Apabila

gejala mulai muncul, orang disebut mempunyai ‘infeksi HIV bergejala’ atau

‘penyakit HIV lanjutan.’ Pada stadium ini seseorang kemungkinan besar akan

mengembangkan infeksi oportunistik. ‘AIDS’ merupakan definisi yang diberikan

kepada orang terinfeksi HIV yang masuk pada stadium infeksi berat. AIDS

didefinisi sebagai jumlah sel CD4 di bawah 200; dan/atau terjadinya satu atau

lebih infeksi oportunistik tertentu.

Istilah AIDS terutama dipakai untuk kepentingan kesehatan masyarakat,

sebagai patokan untuk laporan kasus. Sekali kita dianggap AIDS, berdasarkan

gejala dan/atau status kekebalan, kita dimasukkan pada statistik sebagai kasus,

dan status ini tidak diubah walau kita menjadi sehat kembali. Oleh karena itu,

istilah AIDS tidak penting buat kita sebagai individu.

Orang terinfeksi HIV yang mempunyai semakin banyak informasi,

dukungan dan perawatan medis yang baik dari tahap awal penyakitnya akan lebih

berhasil menangani infeksinya. Terapi antiretroviral (ART) yang sekarang

semakin terjangkau dapat memperlambat kecepatan penggandaan HIV; obat lain

(17)

2.1.3 Definisi AIDS

Pada 18 Desember 1992, CDC (Centers for Disease Control and

Prevention) telah menerbitkan suatu sistem klasifikasi untuk infeksi HIV dan

mengembangkan definisi AIDS di kalangan remaja dan dewasa di Amerika

Syarikat. Mengikut standar klinis untuk pemantauan secara immunologis pada

pasien yang terinfeksi dengan HIV, sistem klasifikasi tersebut meliputi

pengukuran limfosit T CD4+ dalam kategorisasi kondisi klinis yang berhubungan

dengan HIV dan ini telah menggantikan sistem klasifikasi HIV yang diterbitkan

pada tahun 1986. Semua pengidap AIDS mempunyai limfosit T CD4+/uL kurang

dari 200 atau kurang 14 persen limfosit T CD4+ dari jumlah limfosit, atau yang

didiagnosa dengan tuberkulosis pulmoner, kanker servikal invasif, atau

pneumonia rekuren. Objektif dari pengembangan definisi AIDS ini adalah untuk

menunjukkan jumlah morbiditi pengidap AIDS dan pasien yang imunosupresi,

dan juga untuk memudahkan proses pelaporan kasus. Bermula dari tahun 1993,

definisi AIDS ini telah digunakan oleh semua negara untuk pelaporan kasus AIDS

(CDC, 1993).

2.1.4. Epidemiologi HIV/AIDS

2.1.4.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009

Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang

memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah

kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan.

Di Papua epidemi HIV sudah masuk ke dalam masyarakat (generalized epidemic)

dengan prevalensi HIV di populasi dewasa sebesar 2,4%. Sedangkan di banyak

tempat lainnya dalam kategori terkonsentrasi, dengan prevalensi HIV >5% pada

populasi kunci. Namun, saat ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV

yang meningkat melalui jalur parental (ibu kepada anaknya), terutama di beberapa

(18)

Gambar 2.1: Tren Kasus AIDS di 33 Provinsi dari Tahiun 2000-2009

Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, kasus AIDS dilaporkan banyak

ditemukan pada laki-laki yaitu 74,5%, sedangkan pada perempuan 25% (Depkes,

2009).

2.1.4.2. Populasi rawan tertular HIV

Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana

penularan terjadi melalui perilaku yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik

yang tidak steril pada kelompok penasun dan perilaku seks yang tidak aman baik

pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual. Namun, jika tidak ditangani

dengan cepat maka tidak mustahil penularan HIV akan menyebar secara luas

kepada masyarakat seperti yang telah terjadi di Tanah Papua (Depkes RI, 2009).

Jika dilihat cara penularannya, proporsi penularan HIV melalui hubungan

seksual (baik heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu

mencapai 60%. Sedangkan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan ada sebagian

kecil lainnya tertular melalui melalui ibu dan anak (kehamilan), transfusi darah

(19)

Gambar 2.2: Populasi rawan tertular HIV.

Kecenderungan penularan infeksi HIV di seluruh provinsi prioritas hampir

sama kecuali di Tanah Papua dimana mayoritas di akibatkan karena hubungan

seksual beresiko tanpa kondom yang dilakukan kepada pasangan tetap maupun

tidak tetap. Penularan HIV saat ini sudah terjadi lebih awal, dimana kelompok

usia produktif (15-29 tahun) banyak dilaporkan telah terinfeksi dan menderita

AIDS. Berdasarkan laporan Depkes, lebih dari 50% kasus AIDS dilaporkan pada

usia 15-29 tahun (Depkes RI, 2009).

Tabel 2.1: Persentase kumulatif Kasus AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok

(20)

Buat masa sekarang di Indonesia, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan 1

Januari s.d. 31 Desember 2009 adalah sebanyak 3863 orang; secara kumulatif

kasus AIDS 1 Januari 1987 s.d. 31 Desember 2009 adalah sebanyak 19973 orang

(21)

2.1.4.3. Tren HIV dan AIDS dimasa yang akan dating

Dengan memperhitungkan faktor-faktor pemicu dalam penularan HIV,

maka dapat dilakukanproyeksi perkembangan HIV pada masa yang akan datang.

Berikut ini adalah proyeksi situasi HIV yang dihasilkan melalui Asian Epidemic

Modeling (AEM) (Depkes RI, 2009).

(22)

2.1.5. Transmisi HIV/AIDS

HIV terdapat di darah seseorang yang terinfeksi (termasuk darah haid), air

susu ibu, air mani dan cairan vagina. Pada saat berhubungan seks tanpa kondom,

HIV dapat menular dari darah, air mani atau cairan vagina orang yang terinfeksi

langsung ke aliran darah orang lain, atau melalui selaput lendir (mukosa) yang

berada di vagina, penis, dubur atau mulut. HIV dapat menular melalui transfusi

darah yang mengandung HIV; saat ini darah donor seharusnya diskrining oleh

Palang Merah Indonesia (PMI), sehingga risiko terinfeksi HIV melalui transfusi

darah seharusnya rendah, walau tidak nol. HIV dapat menular melalui alat suntik

(misalnya yang dipakai secara pergantian oleh pengguna narkoba suntikan),

melalui alat tindakan medis, atau oleh jarum tindik yang dipakai untuk tato, bila

alat ini mengandung darah dari orang yang terinfeksi HIV. HIV dapat menular

pada bayi saat kehamilan, kelahiran, dan menyusui. Bila tidak ada intervensi,

kurang lebih sepertiga bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu dengan HIV akan

tertular. HIV agak sulit menular, dan tidak menular setiap kali terjadi peristiwa

berisiko yang melibatkan orang terinfeksi HIV. Misalnya, walau sangat

berbeda-beda, rata-rata hanya akan terjadi satu penularan HIV dari laki-laki yang terinfeksi

pada perempuan yang tidak terinfeksi dalam 500 kali berhubungan seks vagina.

Namun penularan satu kali itu dapat terjadi pada kali pertama. Risiko penularan

HIV dari seks melalui dubur adalah lebih tinggi, dan penularan melalui

penggunaanjarum suntik bergantian lebih tinggi lagi. Risiko penularan dari seks

oral lebih rendah, tetapi tetap ada (Kannabus, 2008).

HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya

bertahan beberapa jam saja di luar tubuh. HIV tidak dapat menular melalui air

ludah, air mata, muntahan, kotoran manusia dan air kencing, walaupun jumlah

virus yang sangat kecil terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.

HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar melalui sentuhan

dengan orang yang terinfeksi HIV, atau sesuatu yang dipakai oleh orang terinfeksi

HIV; saling penggunaan perabot makan atau minum; atau penggunaan toilet atau

air mandi bergantian. Perawatan seseorang dengan HIV tidak membawa risiko

(23)

dan menutupi luka. HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk atau serangga

pengisap darah yang lain. Kebanyakan serangga tidak membawa darah dari satu

orang ke orang lain ketika mereka menggigit manusia. Parasit malaria memasuki

aliran darah dalam air ludah nyamuk, bukan darahnya (Kannabus, 2008).

2.1.6. Patogenesis HIV/AIDS

Bila masuk ke dalam tubuh, HIV akan menyerang sel darah putih, yakni

limfosit T4 yang mempunyai peranan penting sebagai pengatur sistem imunitas.

HIV mengadakan ikatan dengan CD4 receptor yang terdapat pada permukaan

limfosit T4. Kini diketahui bahwa virus ini juga dapat langsung merusak sel-sel

tubuh lainnya yang mempunyai CD4 sel glia yang terdapat di otak, makrofag dan

sel Langerhans di kulit, saluran pencemaan dan saluran pernapasan. Suatu enzim,

reverse transcriptase mengubah bahan genetik virus (RNA) menjadi DNA yang

bisa berintegrasi dengan sel dari hospes. Selanjutnya sel yang berkembang biak

akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi oleh HIV dengan demikian

menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Di Afrika Barat dan Eropa

Barat telah ditemukan pula suatu retrovirus lain, yakni HIV-2 yang juga dapat

menyebabkan AIDS. Virus ini mempunyai perbedaan cukup banyak dengan

HIV-1, batik genetik maupun antigenetik, sehingga tidak bias dideteksi dengan tes

serologik yang biasa dipakai. HIV-2 ter nyata mempunyai banyak persamaan

dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang terdapat pada kera, termasuk

kera Macacus di Indonesia dan kera hijau Afrika. Ditemukannya HIV-2 akan

mempersulit penanggulangan AIDS karena mempunyai implikasi tmtuk

diagnostik, staining donor dan pengembangan vaksin (Gunawan, 1992).

2.1.7. Perjalanan Penyakit AIDS

Perjalanan penyakit AIDS belum diketahui dengan pasti. Masa inkubasi

diperkirakan 5 tahun atau lebih. Diperkirakan bahwa sekitar 25% dari orang yang

terinfeksi akan menunjukkan gejala AIDS dalarn 5 tahun pertama. Sekitar 50%

dari yang terinfeksi dalam 10 tahun pertama akan mendapat AIDS. Faktor-faktor

(24)

diketahui dengan jelas. Menurunnya limfosit T4 di bawah 200 per ml. berarti

prognosis yang buruk. Diperkirakan bahwa infeksi HIV yang berulang dan

pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempunyai peranan penting. Mortalitas

pada penderita AIDS yang sudah sakit lebih dari 5 tahun mendekati 100%.

Survival penderita AIDS rata-rata ialah 1 2 tahun. CDC Atlanta menetapkan

klasifikasi infeksi pada orang dewasa sebagai berikut :

group I Acute Infection (flu-like disease) group II Symptomatic infection

group III Persistent generalized lymphadenopathy group IV Other disease

subgroup A Constitutional disease (fever, diarrhoea,weight loss) subgroup B Neurologic disease (encephalitis/dementic)

subgroup C Secondary infectious diseases (Pneumocystis carinii, Cytomegalovirus, Salmonella, etc).

subgroup D Secondary cancers (Kaposi sarcoma, Non-Hodgkin lymphoma) subgroup E Other conditions

Hingga saat ini belum ditemuka n obat atau vaksin yang efektif terhadap

AIDS. Berbagai obat anti-virus dan immunomodulator sedang diteliti dan obat

yang memberi harapan ialah Zidovudine (dulu disebut Azidothymidine atau AZT)

dan DDI (Dedioxyinosine) yang ternyata dapat memperpanjang hidup penderita,

sekalipun ada efek sampingnya. Baik AZT maupun DDI menghambat replikasi

virus (arena inhibisi dari ensim reverse transcriptase Penyakit oportunistik dapat

diobati sesuai dengan etiologinya dengan kemoterapi, antibiotika, dan sebagainya.

Pneumonia Pneumocystis carinii yang sering menyerang penderita AIDS dapat

diobati dengan Pentamidine atau Cotrimoxazole.

Salah satu hambatan untuk menghasilkan vaksin AIDS ialah seringnya terjadi

mutasi path HIV yang mengakibatkan perubahan pada struktur molekular lapisan

protein luar dari virus. Pengembangan vaksin AIDS sedang dilaksanakan dengan

intensif, namun para ahli memperkirakan bahwa dalam lima tahun mendatang

(25)

2.1.8. Gejala Infeksi HIV/AIDS

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononucleosis

infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa

demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak

badan yang berlangsung selama 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang,

meskipun kelenjar getah bening tetap membesar (Gunawan S., 1992).

Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah

besar virus segera akan ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya,

sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan

setelah terinfeksi, penderita bisa mengalami gejala-gejala yang ringn secara

berulang yang belum benar-benar menunjukkan suatu AIDS (Gunawan S., 1992).

Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu

beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk

AIDS. Gejala:

- pembengkakan kelenjar getah bening

- penurunan berat badan

- demam yang hilang-timbul

- perasaan tidak enak badan

- lelah

- diare berulang

- anemia

- thrush (infeksi jamur di mulut).

Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+

(kurang dari 200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh

organisme yang pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak

menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi

dan limfoma non-Hodgkin.

Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIVnya sendiri serta infeksi

oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal

(26)

kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit

yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap

orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan

kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel/mL darah

(Gunawan, 1992). Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas

dari munculnya AIDS:

1. Thrush.

Pertumbuhan berlebihan jamur Candida di dalam mulut, vagina atau

kerongkongan, biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul. Infeksi

jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini

HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita

sehat akibat berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan

hormonal.

2. Pneumonia pneumokistik.

Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii merupakan infeksi

oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS. Infeksi ini

seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali muncul

dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan

penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV

3. Toksoplasmosis.

Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak,

tapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS. Jika

terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi

hebat, terutama di otak.

4. Tuberkulosis.

Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat

lebih mematikan. Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium,

merupakan penyebab dari timbulnya demam, penurunan berat badan dan

diare pada penderita tuberkulosa stadium lanjut. Tuberkulosis bisa diobati

(27)

5. Infeksi saluran pencernaan.

Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan

pada penderita AIDS. Parasit ini mungkin didapat dari makanan atau air

yang tercemar. Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan

berat badan.

6. Leukoensefalopati multifokal progresif.

Leukoensefalopati multifokal progresif merupakan suatu infeksi virus di

otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita. Gejala awal

biasanya berupa hilangnya kekuatan lengan atau tungkai dan hilangnya

koordinasi atau keseimbangan. Dalam beberapa hari atau minggu,

penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan biasanya beberapa bulan

kemudian penderita akan meninggal.

7. Infeksi oleh sitomegalovirus.

Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali

menyerang retinamata, menyebabkan kebutaan. Pengobatan dengan obat

anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.

8. Sarkoma Kaposi.

Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah

sampai ungu, berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini

terutama sering ditemukan pada pria homoseksual.

9. Kanker.

Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula

muncul di otak atau organ-organ dalam. Wanita penderita AIDS

cenderung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga mudah terkena

(28)

2.1.9. Stadium Infeksi

WHO

Stadium I

Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang

menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.

Stadium II

Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang

ringan (dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa

mulut yang sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam

5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya

sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas

normal.

Stadium III

Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui

penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui

penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut

berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya:

pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang

dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.

Stadium IV

• Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan

demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP). Toksoplasmosis pada otak.

Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan. Kriptokokosis di luar paru.

Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening. Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau

(29)

PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.

• Setiap infeksi jamur yang menyeluruh,

misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru. • Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

Septikemia salmonela bukan tifoid. • TB di luar paru.

• Limfoma.

Kaposi’s sarkoma.

Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.

Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan

(30)

2.2. Infeksi Oportunistik

2.2.1. Pengertian Infeksi Oportunistik

Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman – bakteri, protozoa (binatang

bersel satu), jamur dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan

kuman ini. Tetapi bila system kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau

beberapa obat, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan

masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil kesempatan dari kelemahan dalam

pertahanan kekebalan disebut “oportunistik”. Kata “infeksi oportunistik” sering

kali disingkat menjadi “IO” (New Mexico AIDS Education and Training Center,

2009).

2.2.1. Infeksi Oportunistik dan HIV/AIDS

Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengembangkan IO jika sistem

kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker

menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker

dapat mengembangkan IO.

HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika

kita terinfeksi HIV dan mengalami IO, kita mungkin AIDS. Di Indonesia, Depkes

bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Depkes

mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang mana mendefinisikan

AIDS. Jika kita HIV, dan mengalami satu atau lebih IO “resmi” ini, maka kita

AIDS (New Mexico AIDS Education and Training Center, 2009).

2.2.3. Infeksi Oportunistik Paling Umum

Pada tahun-tahun pertama epidemic AIDS, IO menyebabkan banyak

kesakitan dan kematian. Namun, setelah orang mulai memakai terapi antiretroviral

(ART), lebih sedikit orang yang menimbulkan penyakit akibat IO. Tidak jelas

berapa banyak orang dengan HIV akan jatuh sakit dengan IO tertentu. Pada

perempuan, penyakit pada vagina dapat menjadi tanda awal infeksi HIV. Masalah

(31)

IO yang paling umum terlampir di sini, berbarengan dengan penyakit yang

biasa disebabkannya, dan jumlah CD4 waktu penyakit menjadi aktif:

Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau

vagina. Rentang CD4: dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.

Virus sitomegalo (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit

mata yang dapat menimbulkan kebutaan. Rentang CD4: di bawah 50.

Dua macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi

HIV, perjangkitannya dapat jauh lebih sering dan lebih berat. Penyakit ini

dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa pun.

Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih

umum dan lebih berat pada orang terinfeksi HIV.

Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi bakteri

yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah

pada pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah. Rentang CD4: di

bawah 75.

Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat

menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. Rentang CD4: di

bawah 200. Sayangnya, IO ini masih agak umum pada orang yang belum

mengetahui dirinya terinfeksi HIV.

Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi otak oleh semacam protozoa. Rentang

CD4: di bawah 100.

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat

menyebabkan meningitis (radang selaput otak). Rentang CD4: Setiap orang

dengan HIV yang dites positif terpajan TB sebaiknya diobati (New Mexico

(32)

2.2.4. Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV/AIDS di Indonesia

Tabel 2.2 : Infeksi Oportunistik yang dilaporkan sd 31 September 2009

No. Infeksi Oportunistik Jumlah(orang)

1. Tuberkulosis (TBC) 10359

2. Diare 5691

3. Kandidiasis 5604

4. Dermatitis 1448

5. Limfadenopati Generalisata Persisten 709

6. Pneumonia Pneumocystis (PCP) 626

7. Ensephalopati 386

8. Herpes Zoster 358

9. Herpes Simplex 185

10. Toxoplasmosis 114

11. Sarkoma Kaposi 80

12. Wasting Syndrome 59

13. Koksidiomikosis 34

14. Histoplasmosis 14

15. Prgresif Multifokal Lekoencephalopati 6

16. Cyto Megalo Virus (CMV) 4

17. Kriptosporidiosis 1

Jumlah orang 25678

(Sumber: Laporan Surveilans AIDS Depkes RI tahun 1987 – Des 2009)

2.2.5. Pencegahan Infeksi Oportunistik

Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin

kita telah terinfeksi beberapa infeksi ini. Kita dapat mengurangi risiko infeksi

baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang

diketahui yang menyebabkan IO yang diketahui. Meskipun kita terinfeksi

(33)

penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah

IO adalah untuk memakai ART (New Mexico AIDS Education and Training

Center, 2009).

2.2.6. Protozoa yang Terlibat Dalam Infeksi Oportunistik HIV/AIDS

Sejak tahun keenam puluhan, infeksi oportunistik sering muncul pada

pasien yang immunokompresi dan telah menjadi praktis klinis yang biasa.

Imunosuppr esi yang secara humoral maupun selular masing-masing berbeda,

tergantung pada magnitud, fasilitasi untuk timbulnya infeksi, peningkatan kadar

infeksi, dan alterasi manifestasi klinis oleh infeksi. HIV/AIDS menyebabkan

keadaan imunokompresi yang paling berat dan lebih dari seratus mikroorganisme

yang menyebabkan infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS telah

diidentifikasikan dan kebanyakkannya merupakan protozoa intraseluler. Protozoa

yang paling sering menyebabkan infeksi oportunistik pada penderita

immunocompromised adalah Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanensis,Isospora belli and Microsporidia spp (Ferreira, 2002).

2.3.6.1. Cryptosporidium sp.

Cryptosporidium spesis, terutamanya C. parvum dapat menginfeksi usus

halus pasien immunocompromised (Contoh: pasien AIDS) dan menyebabkan diare

yang severe. Parasit ini dikenali untuk menginfeksi tikus, momyet rhesus, lembu

dan menyebabkan gastroenteritis ringan dan diare pada manusia. Parasit ini adalah

merupakan sfera intraselluler kecil (2-5 µ m) yang melapisi gaster atau usus kecil.

Jadi, parasit ini bersifat intraseluler tetapi ekstrasitoplasmik. Trofozoite yang

matang(schizont) akan membahagi kepada lapan merozote yang akan dilepaskan

oleh sel induk untuk memulakan siklus kehidupan baru. Oocyst yang berukuran

4-5 µm dan mengandungi empat sporozoite dapat dilihat, tetapi sporocyst tidak dapt

dilihat. Oocyst akan ke feces dalam jumlah yang besar, dan merupakan agen

infektif.

Cryptosporidium akan berhabitasi di permukaan (brush border) mukosa

(34)

bawah usus besar. Gejala klinis yang paling sering adalah diare yang bersifat

ringan dan self-limited (1-2 minggu) pada individu normal tetapi menjadi berat

dan berpanjangan pada individu yang immunocompromised.

Diagnosis bergantung pada deteksi oocyst dalam sampel feses. Teknik

konsentrasi feses menggunakan acid-fast stain perlu dilakukan. Antibodi

monoclonal akan dapat mendeteksi infeksi ringan dan mikrskop fluorescent

dengan menggunakan stain auramine adalah berguna. Tes ELISA (Enzyme-linked

immunosorbent assay) kini dapat mendeteksi antigen fecal (Brooks, 2004).

2.3.6.2. Cyclospora cayetanesis

Cyclospora cayetanesis merupakan coccidian intraseluler usus yang kecil

dan memproduksi dua sporocysts dalam epithelium usus. Infeksi adalah oleh

oocyst, 8-10 µm dalam makanan maupun air. Infeksi campuran dengan

cryptosporidium adalah sering.

Patogenesis dan gejala klinis akibat infeksi protozoa ini adalah sama

dengan Isospora belli karena digolongkan di bawah family yang sama (Brooks,

2004).

2.3.6.3. Isospora belli

Isospora belli merupakan sporozoan usus manusia yang menyebabkan

coccidiosis. Banyak spesis sporozoa atau coccidian usus didapati pada hewan dan

menyebabkan penyakit yang penting secara ekonomis pada hewan domestik.

Isospora belli merupakan antara beberapa coccidian yang membahagi secara

seksual dalam usus manusia, di mana manusia merupakan host definitif.

Biopsi usus pasien dengan isosporosis kronik menunjukkan schizogonik

aseksual dan fase produksi oocyst seksual. Oocyst I. belli berukuran 12-16 µ m

dan mempunyai dinding cyst yang asimetris.

I. belli berhabitasi dalam usus kecil. Gejala coccidiosis disebabkan oleh

invasi dan multiplikasi parasit di mukosa usus. Oocyst akan dilepaskan ke lumen

traktus intestinal dan dikeluarkan melalui feces. Dalam seminggu setelah tertelan

(35)

ringan abdomen. Infeksi ini biasanya bersifat self-limited setelah 1-2 minggu,

tetapi diare, penurunan berat badan dan demam akan berlangsung selama 6

minggu sehingga 6 bulan (Brooks, 2004).

2.3.6.4. Microsporidia Sp.

Microsporida, yang biasanya disebut Microsporidia, yang berada dalam

Filum Microspora, merupakan spora parasit intrasellular dan mempunyai filamen

yang berbentuk spiral serta berpolar supaya sporoplasm tersebut dapat masuk ke

sel host. Parasit yand sudah menginvasi ke dalam badan host akan berkembang

menjadi schizont yang berbentuk bulat atau oblong, dengan dua hingga empat

atau lebih nuclei yang seterusnya akan menjadi merozoites yang berpisah serta

diikuti dengan proses pembagian kompleks seksual dan aseksual untuk

memproduksi lebih spora. Identifikasi sepsis dan genera adalah berdasarkan

morfologi spora, nuclei dan filament yang berbentuk spiral. Trichome-blue stain

dapat mendeteksi microsporidia dalam urin, feces, dan specimen nasofaringeal.

Semua kelas vertebra, terutamanya ikan dan banyak invertebra, terutamanya

serangga diinfeksi di semua tisu.

Transmisi dilakukan dengan inges spora ke dalam makanan atau air.

Transmisi transplasenta adalah biasa. Ada beberapa kasus yang terdapat di

kalangan manusia yang menginfeksi bagian intestinal, optalmik, dan juga pasien

AIDS. Microsporidia kini dikenali sebagai satu kumpulan parasit oportunistik,

yang berkemungkinan telah menyebar dengan luas, banyak, dan bersifat

nonpatogenik pada pasien yang system imunologi masih utuh tetapi tetap

mengancam pasien yang immunocompromised. Parasit ini selalu didapati bersama

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah:

Penderita AIDS rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Infeksi oportunistik oleh protozoa

23.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi

Definisi penderita AIDS, harus memenuhi kriteria mengikut definisi yang

diberikan oleh CDC, 1993 yaitu penderita HIV dengan limfosit T CD4+ count <

200 sel/µL atau persentase limfosit T CD4+ dari jumlah limfosit < 14. Pasien

yang dipilih juga haruslah berada pada lingkungan umur 18 hingga 65 tahun.

Definisi oportunistik oleh protozoa adalah pasien yang mengalami infeksi

protozoa seperti Cryptosporidium sp., Cyclospora cayetanesis, Isopora belli,

Microsporadia sp., dan lain-lain setelah mengidap penyakit AIDS. Kehadiran

protozoa usu perlu dikonfirmasi dengan melakukan uji laboratorium setelah

mendapat sampel(feses) dari pasien.

3.2.2. Cara Ukur

Mengambil sampel feces dari pasien AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan dan dikirim ke laboratorium departemen Parasitologi

(37)

3.2.3. Alat Ukur

Pemeriksaan mikroskopis untuk menentukan jenis protozoa usus yang

menginfeksi pasien AIDS.

3.2.4. Hasil Ukur

Membuat tabel untuk mencatat hasil jenis protozoa yang menginfeksi

(38)

Bab 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat cross sectional (studi prevalens) deskriptif yang

bertujuan melalukan deskripsi mengenai prevalensi infeksi protozoa usus pada

pasien HIV/AIDS. Dalam penelitian cross sectional ini, saya akan melakukan

observasi atau pengukuran variable (pasien HIV/AIDS yang diinfeksi protozoa

usus). Hasil pengukuran akan disusun dalam tabel 2x2. Dari tabel tersebut dapat

dilihat prevalens infeksi protozoa usus (efek) pada pasien HIV/AIDS. Pada jenis

penelitian cross sectional tidak ada tindak lanjut atau follow up.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : Penelitian akan dijalankan dari bulan Juli hingga November

2010

Tempat : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang dipilih adalah pasien HIV/AIDS yang mendapat layanan

rawat inap di Rumah Sakit

Medan.

Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik

Populasi terjangkau (accessible population, source population) adalah

pasien HIV/AIDS

Medan

berumur dari 18 hingga 65 yang menerima ART(Antiretroviral treatment).

berumur dari 18 hingga 65 yang dirawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan. Kriteria inklusi adalah

pasien yang ditegakkan mengidap HIV/AIDS, menerima ART(Antiretroviral

treatment) dan mengalami gejala diare atau tidak mengalami gejala diare yang

disebabkan infeksi oportunistik. Kriteia eksklusi adalah pasien HIV/AIDS yang

tidak mendapat rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Cara pemilihan sampel adalah dengan menggunakan cara consecutive

(39)

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan dipenuhi.

Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling. Maka,

jangka waktu pemilihan pasien harus tidak terlalu pendek. Sampel yang diambil

adalah feses pasien dari Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang

didiagnosa HIV/AIDS dari bulan Juli hingga bulan November pada tahun 2010.

Estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan 3

informasi yaitu proporsi penyait atau keadaan yang akan dicari (P), tingkat

ketepatan absolute yang dikehendaki (d) dan tingkat kemaknaan, (a). Rumus yang

digunakan adalah :

n = zα² PQ

P = proporsi penyakit AIDS yang ditemukan yang mendapat infeksi

oportunistik protozoa usus

Zα = tingkat kemaknaan

d = tingkat ketepatan absolut

Nilai Q adalah (1-P). Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P>0.10 atau <0.90

dan perkalian besar sampel (n) dengan proporsi: n x P dan n x Q keduanya harus

menghasilkan angka > 5.

Contoh:

n = 1.96² x 0.90 x (1-0.90)

(40)

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

memberikan wadah plastik kepada 35 orang pasien AIDS yang rawat inap di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik untuk diisi dengan tinja.

Selanjutnya sampel diperiksa di Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan teknik kato dan pewarnaan

kinyoun-gabbet. Jumlah sampel tinja yang diperlukan ialah sekurang-kurangnya

2,5 cm untuk feses padat dan 15-30ml untuk feses cair.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data akan dilakukan dengan menggunakan sistem

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 32 pasien AIDS yang mendapat rawatan inap

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berumur dari 18

hingga 65 tahun dan telah menerima rawatan ART(Antiretroviral treatment)

periode Juli sampai dengan November 2010.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan ini beralamat di Jalan

Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan

Tuntungan. RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai

dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H.

Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang

meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan

secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

RSUP H. Adam Malik bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan lembaga lainnya dalam menyelenggarakan

pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan dokter keahlian, calon dokter

(42)

5.1.2. Deskripsi Karekteristik Individu

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien

HIV/AIDS yang mendapat layanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Haji Adam Malik Medan berumur dari 18 hingga 65 tahun dan menerima

ART(Antiretroviral treatment). Penelitian ini dijalankan dalam periode Juli 2010 sampai November 2010. Responden berjumlah 32 orang yang terdiri dari 20 orang

lelaki dan 12 orang perempuan.

5.1.3. Karakteristik Penderita Pasien AIDS

Pasien AIDS digolongkan dengan menggunakan variabel umur, jenis

kelamin, faktor risiko, infeksi oportunistik, jenis protozoa usus menyebabkan

infeksi oportunistik dan gejala diare akibat infeksi oportunistik. Data kuantitatif

dan kualitatif dapat dilihat di tabel di bawah.

Tabel 5.1 Distribusi umur pasien AIDS

Umur Frekuensi Persentase Persentase validitas

18-20 4 12.5 12.5

21-30 15 46.9 46.9

31-40 10 31.3 31.3

41-50 3 9.4 9.4

(43)

Dari tabel 5.1 dapat dilihat, kelompok pasien dari golongan umur 18-20

tahun adalah sebanyak 4 orang ( 12,5 % ), kelompok pasien dari golongan umur

21-30 tahun adalah sebanyak 15 orang ( 46,9% ), kelompok pasien dari golongan

umur 31-40 adalah sebanyak 10 orang ( 31,3% ), kelompok pasien dari golongan

umur 41-50 adalah sebanyak 3 orang ( 9,4% ). Persentase umur dari 32 pasien

dengan AIDS, mayoritas umur antara 21-30 tahun (n= 15 ; 46.9%)

Tabel 5.2 Distribusi jenis kelamin pasien AIDS

Jenis

kelamin Frekuensi Persentase

Persentase

validitas

Lelaki 20 62.5 62.5

Perempuan 12 37.5 37.5

Total 32 100.0 100.0

Selain umur, data pasien dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin (Tabel

5.2). Dari total 32 pasien yang diperiksa, terdapat lelaki sebanyak 20 orang

( 62,5% ) dan perempuan sebanyak 12 orang (37,5% ).

Tabel 5.3 Faktor risiko AIDS

(44)

Tabel 5.3 menunjukkan faktor risiko pasien mendapat AIDS.

Heteroseksual mencatatkan angka yang tertinggi yaitu sebanyak 21 orang

( 65,6% ) sementara Injecting drug user mencatatkan angka yang terendah dengan

angka 3 orang ( 9,4% ). Selebihnya yang tidak diketahui adalah sebanyak 8 orang

( 25.0 % ).

5.1.4. Prevalensi Infeksi Protozoa Usus pada Pasien AIDS

Tabel 5.4 Prevalensi infeksi protozoa usus pada pasien AIDS

Infeksi

Protozoa

Usus

Frekuensi Persentase Persentase

validitas

Positif 5 15.6 15.6

Negatif 27 84.4 84.4

Total 32 100.0 100.0

Tabel 5.4 menunjukkan prevalensi infeksi protozoa usus pasien AIDS

Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik, Medan adalah 15,6 % yaitu sebanyak 5

(45)

Tabel 5.5 Jenis protozoa usus yang menyebabkan infeksi oportunistik pada pasien AIDS

Dari tabel 5.5, diketahui jenis protozoa usus yang paling banyak

menyebabkan infeksi oportunistik adalah Entamoeba Histolytica yang

menginfeksi 4 orang pasien AIDS ( 12,5% ) dan 1 orang ( 3,1% ) yang terinfeksi

Crytosporidia sp. Kemudian, dari jumlah 32 orang pasien, terdapat 27 orang

( 84,4% ) yang tidak terinfeksi protozoa usus.

Tabel 5.6 Jenis infeksi protozoa usus dan diare pada pasien AIDS

(46)

Dari tabel 5.6, didapati dari jumlah 5 orang pasien yang menderita diare, 3

diantaranya terinfeksi Entamoeba histolytica, 1 daripadanya terinfeksi

Cryptosporidia sp. dan 1 diantaranya tidak terinfeksi protozoa usus. Pada masa

yang sama, dari 27 orang pasien yang tidak diare, diantaranya 1 orang pasien yang

terinfeksi Entamoeba histolytica. Selebihnya, terdapat 27 orang yang tidak

(47)

5.2. Pembahasan

Dari hasil data yang dianalisa di atas, 32 penderita AIDS telah

digolongkan berdasarkan umur, jenis kelamin, faktor risiko AIDS, gejala diare,

infeksi oportunistik, infeksi jenis protozoa usus dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1, penderita AIDS dari golongan

umur 21-30 tahun mencatatkan nilai yang tertinggi yaitu sebanyak 15 orang

( 46,9% ) dimana golongan umur 41-50 mencatatkan nilai terendah yaitu seramai

3 orang ( 9,4% ). Kenyataan ini sesuai dengan data Statistik Kasus HIV/AIDS di

Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH,

Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik penelitian tersebut,

golongan umur yang mempunyai insidensi tertinggi ialah dari golongan umur

21-30 tahun dan paling rendah ialah lebih daripada 60 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, golongan lelaki mencatatkan

angka lebih tinggi dibanding golongan perempuan, terdapat 20 orang ( 62,5% )

dari kelompok lelaki dan 12 orang ( 37,5% ) dari kelompok perempuan. Beberapa

penelitian menunjukkan keputusan yang hampir sama dengan angka lelaki yang

lebih tinggi. Contohnya Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan

s/d Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH, Ministry of Health, Republic

of Indonesia. Statistik penelitian tersebut menyatakan bahwa persentase lelaki

ialah 74,3 % dimana perempuan hanya 25.7%.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, pasien yang mempunyai faktor

risiko heteroseksual untuk AIDS mencatatkan angka yang tertinggi yaitu

sebanyak 21 orang ( 65,6% ) (Tabel 5.3) yang terdiri dari 15 orang lelaki dan 6

orang perempuan (Tabel 5.4). Kenyataan ini didukung oleh Statistik Kasus

HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General

CDC & EH, Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik

penelitian tersebut, angka tertinggi dicatat oleh golongan heteroseksual yaitu

(48)

Berdasarkan tabel 5.4, dapat disimpulkan bahwa prevalensi infeksi

protozoa usus pada pasien AIDS yang mendapat rawatan inap di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan adalah sebanyak 15,6%. Diare disebabkan

infeksi oportunistk protozoa usus adalah sangat tinggi di Indonesia dan berlaku

pada 90% pasien AIDS. Setakat ini, belum ada penelitian yang berfokus secara

spesifik kepada infeksi oportunistik protozoa usus (H. Heru Prasetyo, 2010). Oleh

itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi infeksi protozoa usus

pada pasien AIDS yang mendapat rawatan inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik, Medan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, dari 32 orang pasien AIDS,

Entamoeba histolytica menginfeksi 4 orang pasien AIDS ( 12,5% ) dan 1 orang

( 3,1% ) yang terinfeksi Crytosporidia sp. Hasil yang didapati ini dapat adalah

sesuai dengan hasil penelitian yang dijalankan oleh R. Heru Prasetyo di Rumah

Sakit Dr. Soetomo di Surabaya pada April 2010 dimana Entamoeba histolytica

mencatatkan hasil yang tertinggi dan diikuti Crytosporidia sp. Protozoa usus lain

seperti Giardia intestinalis, Isospora belli, Microsporidia sp, Cyclospora

cayetanesis dan sebagainya tidak dijumpai dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6, dari jumlah 5 orang pasien

yang menderita diare, 3 diantaranya terinfeksi Entamoeba Histolytica, 1

daripadanya terinfeksi Cryptosporidia sp. dan 1 diantaranya tidak terinfeksi

protozoa usus. Hasil ini adalah sejajar dengan hasil penelitian yang dijalankan

oleh R. Heru Prasetyo di Rumah Sakit Dr. Soetomo di Surabaya pada April 2010

dimana hasil penelitiannya adalah Entamoeba histolytica ( 61,5% ) mencatatkan

angka yang paling tinggi sebagai penyebab diare, diikuti Cryptosporidia

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dijalankan, dapat disimpulkan bahwa

prevalensi infeksi protozoa usus pada pasien AIDS yang mendapat rawatan inap

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah sebanyak 15.6 %, 5 orang

dari jumlah 32 orang pasien AIDS. Faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin,

factor risiko AIDS, jenis protozoa yang menyebabkan infeksi oportunistik pada

pasien AIDS dan jenis protozoa yang menyebabkan diare pada pasien AIDS.

Dapat disimpulkan bahwa:

1. Kelompok penderita dari golongan umur 21-30 tahun mencatat angka tertinggi

yaitu seramai 15 orang ( 46,9% ) dari jumlah 32 orang pasien AIDS dan yang

terendah ialah dari golongan umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 3 orang

( 9,4% ).

2. Golongan lelaki lebih cenderung menderita AIDS yaitu 20 orang ( 62,5% )

berbanding dengan perempuan yang mencatat sebanyak 12 orang ( 37,5% ).

3. Faktor risiko yang mencatat angka tertinggi ialah heteroseksual yaitu sebanyak

21 orang ( 65,6% ) dan terendah untuk Injecting drug users sebanyak 3 orang

( 9,4%).

4. Jenis protozoa yang didapati menginfeksi pasien AIDS dalam penelitian ini

adalah Entamoeba histolytica sebanyak 4 orang ( 12,5% ) dan Cryptosporidia

sp. sebanyak 1 orang ( 3,1% ).

5. Dari 4 orang yang terinfeksi Entamoeba Histolytica, 3 diantaranya menderita

(50)

6.2 Saran

1. Dapat dilakukan penyuluhan kepada semua golongan umur dari 18-65 tahun

yang berada di usia reproduktif mengenai bahaya AIDS dan infeksi

oportunistik yang boleh menyertainya.

2. Disarankan pada institusi kesehatan / pendidikan di semua kota/kabupaten

untuk merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam

pencegahan infeksi oportunistik pada pasien AIDS karena salah satu penyebab

kematian paling sering pada pasien AIDS adalah diare akibat infeksi

oortunistik protozoa usus.

3. Diharapkan penelitian yang selanjutnya dapat memperbanyakkan jumlah

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s

Medical Microbiology: Twenty-third Edition ed. USA: McGraw Hill.

CDC, 1993. 1993 Revised Classification System for HIV Infection and Expanded

Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults,

MMWR Morb Mortal Weekly Report; 41(51); 961-962.

CDC, 2006. The Global HIV/AIDS Pandemic, MMWR Morb Mortal Weekly

Report; 55:841.

Chacon-Cruz, E., Mitchell, D.K., 2009. Intestinal Protozoal Diseases. eMedicine

J., 3(5): sec 1-11.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di

Indonesia s/d Juni 2010. Ditjen PPM & PL Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Gambaran Kasus Aids di

Sumatera Utara s/d April 2009.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Laporan Surveilens AIDS

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1987 samapi dengan 31 Desember 2009. Ditjen PPM & PL Depkes RI.

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Situasi HIV dan AIDS di

Indonesia. Ditjen PPM & PL Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Statistik Kasus HIV/AIDS di

Indonesia. Ditjen PPM & PL Depkes RI.

Ferreira, M.S., Borges, A.S., 2002. Some Aspects of Protozoan Infections in

Immunocompromised Patients. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro,

(52)

Gunawan, S., 1992. Perkembangan Masalah AIDS. Dalam: Cermin Dunia

Kedokteran. 1992. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta : No.

75(1-5).

Haileeyesus, A. and Beyene, P., 2009. Intestinal Protozoan Infections Among

HIV Positive Persons with and without Antiretroviral Treatment (ART) in

Selected ART centers in Adama, Afar and Dire-Dawa, Ethiopia, Ethiop, J.

Heath Devision, 23(2).

Kannabus, A., 2008. The Origin of AIDS and HIV and The First Cases of

AIDS

AVERT Organization. Available from

Kulkarni, S.V., Kairon, R., Sane, S.S., Padmawar, P.S., Kale, V.A., Thakar, M.R.,

Mehendale, S.M., and Risbud, A.R., 2009. Opportunistic Parasitic

Infections in HIV/AIDS Patients Presenting with Diarrhoea By The Level

of Immunesuppression, Indian J Med Res 130: pp 63-66.

New Mexico AIDS Education and Training Center, 2009. Opportunistic\

Infections. USA: University of New Mexico Health Sciences Center.

Available from:

[Accessed 9 August 2009].

Prasetyo, R. Heru, 2010. Intestinal Parasites Infection in AIDS Patient with

Chronic Diarrhea at Dr. Soetomo General Hospital Surabaya, Indonesian

Journal of Tropical and Infectios Disease.Vol. 1. No. 1: pp36-37.

Sapkota, D., Ghimire, P., and Manandhar, S., 2004. Enteric Parasitosis in Patients

(53)

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) in Nepal, Journal of Nepal Health

Research Council 2(1): 83-84.

WHO, Staging Systems for HIV Infection and Disease in Adolescents and Adults.

Dalam: Peiperl L, Coffey S, Volberding PA, (eds). 2006. HIV InSite

Knowledge Base. San Francisco: UCSF Center for HIV Information; 2006.

Available at: http;// hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-03-01-01.

(54)

LAMPIRAN 1. Data Pasien AIDS

Pasien Umur Jenis

Kelamin diare Fakto risiko Hasil Pemeriksaan

1 47 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

2 35 Lelaki Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

3 22 Perempuan Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

4 32 Lelaki Ada diare Heteroseksual Entamoeba Histolytica

5 45 Lelaki Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

6 35 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

7 31 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

8 30 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

9 33 Lelaki Ada diare Heteroseksual Cryptosporidia sp.

10 35 Perempuan Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

11 22 Perempuan Tidak diare Injecting drug users

Tidak diinfeksi protozoa

12 21 Perempuan Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

13 23 Perempuan Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

14 24 Perempuan Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

15 37 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

16 36 Perempuan Tidak diare Heteroseksual Entamoeba Histolytica

17 31 Perempuan Tidak diare Tidak diketahui Tidak diinfeksi protozoa

18 28 Lelaki Tidak diare Injecting drug users

Tidak diinfeksi protozoa

(55)

protozoa

20 23 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

21 23 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

22 21 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

23 20 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

24 21 Perempuan Ada diare Tidak diketahui Entamoeba Histolytica

25 24 Lelaki Tidak diare Injecting drug users

Tidak diinfeksi protozoa

26 28 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

27 20 Perempuan Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

28 18 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

29 31 Lelaki Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

30 30 Lelaki Ada diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

31 19 Perempuan Tidak diare Heteroseksual Tidak diinfeksi protozoa

Gambar

Gambar 2.1: Tren Kasus AIDS di 33 Provinsi dari Tahiun 2000-2009
Gambar 2.2: Populasi rawan tertular HIV.
Gambar 2.3: Projeksi HIV ke depan
Tabel 2.2 : Infeksi Oportunistik yang dilaporkan sd 31 September 2009
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menu-menu yang dibuat pada website ini yaitu Halaman Home, Pulau Lombok, Jadwal Penerbangan, Kota Mataram, Pantai Senggigi,Pulau Gilis, Pulau Gili Trawangan, Pulau Meno, Pulau Gili

Program aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 2005 yang merupakan pengembangan terbaru visual basic.Net dari Microsoft Corporation yang

Upaya Pengelolaan Retribusi Parkir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Sungai Penuh menurut Perspektif. Hukum

Pada tingkat beban listrik yang sama, penurunan laju alir udara pembakaran dengan mengurangi bukaan valve inlet udara menyebabkan peningkatan penghematan solar dan

Pihak-pihak yang menjadi sumber data diantaranya yaitu, siswa yang diwakilkan menjadi Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, dalam hal ini yang menjadi pembahasan utama

Kesimpulannya adalah tingkat keberhasilan sistem untuk menyuplay air minum pada baterry room farm adalah pada inputan yang di simpan dalam rangkaian RTC dan rangkaian

3.1 Membaca nyaring dengan ucapan, tekanan dan intonasi secara tepat dan berterima yang melibatkan : kata, frasa , kalimat sangat sederhana, dan teks sangat sederhana. 3.2

Orthographic images can be extracted from both laser scanning point clouds and photogrammetric models, however the results are a much higher quality with the