• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri secara GC-MS dari Simplisia Temu Putih (Kaemferia rotunda L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri secara GC-MS dari Simplisia Temu Putih (Kaemferia rotunda L.)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN

TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)

SKRIPSI

OLEH:

DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN

TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI

SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)

OLEH:

DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi yang berjudul “Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis

Komponen Minyak Atsiri secara GC-MS dari Simplisia Temu Putih (Kaemferia

rotunda L.)” untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar sarjana farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Noyan Nasution dan ibunda

Tiopan Lubis tercinta, serta kakanda semua yang tersayang yang telah dengan

penuh kesabaran dan kasih sayang selalu memberi dorongan, bimbingan, nasehat

serta do’a.

Melalui tulisan ini ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas atas

bimbingan, petunjuk, pemberian fasilitas serta saran dan bantuan lainnya, sebelum

dan selama penelitian juga disampaikan kepada:

1. Bapak Drs. Ismail M.Si, Apt., dan Drs. Panal Sitorus M.Si, Apt., selaku

dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh

kesabaran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

2. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Drs. Ismail M.Si, Apt.,

Dra. Saleha Salbi, M.Si.,Apt.dan Drs. Syahrial Yoenoes, S.U.,Apt. selaku

penguji yang telah menguji dan memberikan masukan kepada penulis

(5)

3. Bapak Prof. Dr. Sumadiohadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensyahkan dan

memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Prof. M.Timbul selaku dosen wali yang selama ini telah banyak

membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan.

5. Asisten Laboratorim Farmakognosi dan staf – staf farmasi khususnya Deni

yang banyak memberikan dorongan dan bantuan selama penelitian.

6. Teman-teman penulis khususnya Tentuwin (emil, sri, winda, ipit, nita,

rika, pipi, iza, k’ira, k’ve yang telah memberikan dukungan dalam

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

7. Semua mahasiswa/wi farmasi khususnya farmasi ekstensi 2009 yang tidak

disebutkan satu persatu, terimakasih untuk semangat dan do’a nya.

Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu

pengetahuan khususnya pada ilmu farmasi. Penulis mengharapkan kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juni 2011

Penulis

(6)

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS dari Rimpang Tanaman Temu Putih

(Kaemferia rotunda L.) Abstrak

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda– beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Temu putih (Kaemferia rotunda L.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat anti kanker.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS) dari simplisia temu putih.

Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih diperoleh kadar air 7,33%; kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%; kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 1,09 % v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu putih diperoleh sebesar 1,5020 bobot jenis minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 0,9144.

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu putih menunjukkan 31 komponen dan terdapat 6 senyawa sebagai komponen utama yaitu: Benzyl benzoat (60,71%), Hexadecane (29,22%), pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%), dan Siklopropazulen (0,08%).

(7)

Characteristic of Simplex and Isolation and Analyzed Volatile Oil Component by GC-MS from Rhizome of White Ginger

(Kaemferia rotunda L.) Abstract

Volatile oil represents the essential oil with the different composition with chemical physics different. White Ginger (Kaemferia

rotunda L.) of the family Zingiberaceae is one part of species that contain

volatile oil and a lot of exploited asanti cancer.

The purpose of this research include simplex characteritation, isolation of volatile oil was accomplished by water destillation and analyzed volatile oil components by Gas Cromatography-Mass

Spectrophotometry (GC-MS) from simplex of white ginger (Kaemferia rotunda L.).

The result of simplex characteritation from simplex of white ginger obtained water value 7,33%, water soluable extract value 18,91%, ethanol soluble extract value 7,62%, total ash value 3,77%, acid insoluble ash value 0,15%, the volatile oil content of White Ginger 1,09 % v/b, the refractive index volatile oil of white ginger is 1,5020 and specific gravity is 0,9144.

The result of GC-MS analyzed of volatile oil from white ginger of obtained 31 compounds, 6 compounds of them was main compound, i.e. Benzyl benzoic (60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%) and Siklopropazulen (0,08%).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 Tujuan penelitian ... 3

1.5 Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Uraian Tanaman ... 4

2.1.1. Nama Daerah ... 4

2.1.2. Taksonomi Tanaman ... 5

2.1.3. Morfologi Tumbuhan ... 5

2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia ... 6

(9)

2.2. Minyak Atsiri ... 6

2.2.1. Lokalisasi Minyak Atsiri ... 7

2.2.2. Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan ... 7

2.2.3. Komposisi kimia minyak atsiri ... 7

2.3 Cara isolasi minyak atsiri ... 9

2.3.1. Metode Penyulingan ... 9

2.3.2. Metode Pengepresan ... 10

2.3.3. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap ... 10

2.3.4. Ekstraksi dengan Lemak ... 10

2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 11

2.4.1. Kromatografi Gas ... 11

2.4.1.1. Gas Pembawa ... 12

2.4.1.2. Sistem Injeksi ... 12

2.4.1.3 Kolom ... 12

2.4.1.4. Fase diam ... 13

2.4.1.5. Suhu ... 13

2.4.1.5.1. Suhu injektor ... 13

2.4.1.5.2. Suhu kolom ... 14

2.4.1.5.3. Suhu detektor ... 14

2.4.1.6 Detektor ... 14

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16

3.1 Alat-alat ... 16

3.2 Bahan-bahan ... 16

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 16

3.3.1. Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 17

3.3.2.Identifikasi Tumbuhan ... 17

3.3.3. Pembuatan Simplisia ... 17

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia... 17

3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik ... 17

3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik ... 17

3.4.3. Penetapan Kadar Air... 18

3.4.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 18

3.4.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 19

3.4.6. Penetapan Kadar Abu Total ... 19

3.4.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 19

3.4.8. Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 20

3.5. Isolasi Minyak Atsiri ... 20

3.6. Identifikasi Minyak Atsiri... 21

3.6.1. Penetapan Parameter Fisika ... 21

3.6.1.1. Penentuan Indeks Bias ... 21

3.6.1.2. Penentuan Bobot Jenis ... 21

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Identifikasi Tumbuhan ... 23

4.2. Karakterisasi Simplisia Temu Putih ... 23

4.3. Identifikasi Minyak Atsiri ... 25

4.4. Analisis dengan GC-MS ... 27

4.5. Analisis dan Fragmentasi Hasil spektrofotometri massa ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Temu Putih ... 23

Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 25

Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri... 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Temu Putih ... 27

Gambar 2. Rumus Bangun dari Senyawa Benzyl benzoate ... 29

Gambar 3. Rumus Bangun dari Senyawa Hexadecane ... 30

Gambar 4. Rumus Bangun dari Senyawa Camphene... 31

Gambar 5. Rumus Bangun dari Senyawa Pentadecane... 31

Gambar 6. Rumus Bangun dari Senyawa Bornyl acetate... 32

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 37

Lampiran 2. Foto Morfologi Tanaman Temu Putih ... 38

Lampiran 3. Foto Simplisia Temu Putih ... 39

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 40

Lampiran 5. Alat- alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ... 41

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisa ... 44

Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian ... 52

Lampiran 8. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Temu Putih ... 53

Lampiran 9. Spektrum Massa Minyak Atsiri Temu Putih ... 55

(15)

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS dari Rimpang Tanaman Temu Putih

(Kaemferia rotunda L.) Abstrak

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda– beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Temu putih (Kaemferia rotunda L.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat anti kanker.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS) dari simplisia temu putih.

Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih diperoleh kadar air 7,33%; kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%; kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 1,09 % v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu putih diperoleh sebesar 1,5020 bobot jenis minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 0,9144.

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu putih menunjukkan 31 komponen dan terdapat 6 senyawa sebagai komponen utama yaitu: Benzyl benzoat (60,71%), Hexadecane (29,22%), pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%), dan Siklopropazulen (0,08%).

(16)

Characteristic of Simplex and Isolation and Analyzed Volatile Oil Component by GC-MS from Rhizome of White Ginger

(Kaemferia rotunda L.) Abstract

Volatile oil represents the essential oil with the different composition with chemical physics different. White Ginger (Kaemferia

rotunda L.) of the family Zingiberaceae is one part of species that contain

volatile oil and a lot of exploited asanti cancer.

The purpose of this research include simplex characteritation, isolation of volatile oil was accomplished by water destillation and analyzed volatile oil components by Gas Cromatography-Mass

Spectrophotometry (GC-MS) from simplex of white ginger (Kaemferia rotunda L.).

The result of simplex characteritation from simplex of white ginger obtained water value 7,33%, water soluable extract value 18,91%, ethanol soluble extract value 7,62%, total ash value 3,77%, acid insoluble ash value 0,15%, the volatile oil content of White Ginger 1,09 % v/b, the refractive index volatile oil of white ginger is 1,5020 and specific gravity is 0,9144.

The result of GC-MS analyzed of volatile oil from white ginger of obtained 31 compounds, 6 compounds of them was main compound, i.e. Benzyl benzoic (60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%) and Siklopropazulen (0,08%).

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Minyak atsiri yang juga disebut minyak eteris merupakan minyak yang

mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber

penghasilnya. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia tunggal murni, melainkan

merupakan campuran zat-zat yang memiliki sifat fisika dan kimia berbeda-beda

(Lutony dan Rahmayanti, 1994).

Peranan paling utama dari minyak atsiri terhadap tanaman itu sendiri adalah

sebagai pengusir serangga serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun

lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri berfungsi sebagai penarik serangga guna

membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga (Tyler,et al,1970).

Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai

bidang industri, antara lain industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap,

industri parfum sebagai pewangi, industri farmasi, bahkan digunakan pula sebagai

insektisida. Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah temu putih

(Lutony, 1994)

Temu putih (Kaemferia rotunda L.) di Jawa Tengah dikenal dengan nama

kunir putih. Daunnya berbentuk bundar menjorong lebar, berwarna hijau muda.

Bunganya bermunculan diatas batang semu yang amat pendek. Akarnya

berdaging seolah membengkak, membentuk umbi yang tidak terlalu besar, yakni

hanya seukuran telur puyuh, rimpang temu putih berwarna pucat, banyak serat,

(18)

Sebagai obat-obatan temu putih ini lebih banyak digunakan untuk

mengatasi gangguan pencernaan, penurun panas, perangsang nafsu makan

termasuk juga sebagai antineoplastik (antikanker).

Minyak atsiri dapat diproduksi dengan beberapa metode, namun sebagian

besar minyak atsiri diperoleh dengan metode penyulingan yang dikenal dengan

hidrodestilasi. Cara lain adalah metode ekstraksi yang menggunakan pelarut dan

metode pengempaan (Lutony & Rahmayati, 1994).

Pada beberapa literatur metode penyulingan minyak atsiri dari rimpang temu

putih dilakukan dengan cara destilasi uap (steam destillation). Komponen utama

minyak atsiri dari temu putih ini diantaranya adalah benzyl benzoate (30,61%)

dan siklopropazulen (26,85%) (Anonim, 2005).

Dalam hal ini penulis ingin meneliti salah satu tanaman penghasil minyak

atsiri yaitu temu putih (Kaemferia rotunda L.) yang layak untuk dikembangkan

karena kandungan minyak atsiri didalamnya cukup banyak.

Oleh karena itu penulis ingin melakukan penyulingan minyak atsiri dari

temu putih dengan metode destilasi air (water distillation) dan ingin melihat

apakah ada perbedaan hasil komponen minyak atsiri yang ditemukan.

Pada metode ini, tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung

dengan air mendidih. Bahan terendam secara sempurna, sehingga penyulingan

minyak atsiri dapat berlangsung secara sempurna.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk

dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri

yang banyak terdapat di Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diambil perumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah cara destilasi air dapat digunakan untuk mengisolasi minyak

atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)?

2. Apakah komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia

rotunda L.) dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS ?

1.3. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah :

1. Cara destilasi air dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri

rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)

2. Komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)

dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi serta

menganalisis komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)

secara GC-MS.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang

komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) serta

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tanaman

Kunci pepet termasuk kerabat temu-temuan, tanaman ini masih satu genus

dengan temu kunci, yakni genus Kaemferia. Kunci pepet (Kaemferia rotunda L.)

di Jawa Tengah dikenal dengan nama temu putih atau kunir putih. Daunnya

berbentuk bundar menjorong lebar, berwarna hijau muda. Bunganya bermunculan

diatas batang semu yang amat pendek dengan daun yang menutupi permukaan

tanah, bunga tumbuh bergerombolan. Rimpang temu putih tumbuh pendek, ada

beberapa rimpang yang sekaligus tumbuh bergerombolan. Akarnya berdaging

seolah membengkak, membentuk umbi yang tidak terlalu besar, yakni hanya

seukuran telur puyuh, rimpang temu putih berwarna pucat, banyak serat, dan

rasanya pahit.

2.1.1. Nama Daerah

Nama daerah dari temu putih adalah kunir putih, ardong, kunci pepet

(Jawa), temu putri (Jakarta), konce pet (Madura). Namun soal nama ini perlu

berhati-hati, karena kunir putih atau kunyit putih juga merupakan nama dari

Curcuma zedoaria dan kunci pepet juga digunakan untuk menyebut Kaempferia

angustifolia. Dalam bahasa Inggris Kaempferia rotunda dikenal sebagai

(21)

2.1.2 Taksonomi Tanaman

Menurut Johnny ria hutapea (2002), sistematika tanaman temu putih adalah

sebagai berikut:

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Kaemferia

Jenis : Kaemferia rotunda L.

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Tanaman temu putih merupakan habitus semak, semusim yang tingginya

30-70 cm. Ciri-ciri morfologi tanaman temu putih sebagai berikut:

Batang : lunak, berpelepah, membentuk rimpang, hitam keabu-abuan

Daun : tunggal, lanset, ujung runcing, pangkal berpelepah, tepi rata, ibu

tulang daun menonjol, panjang ± 70 cm, hijau muda.

Bunga : majemuk, bentuk tabung, kelopak lanset, panjang 4-8 cm, lebar

2-3, 5 cm, mahkota panjang 10-19 cm, benang sari dan putik kecil,

putih.

Akar : serabut, putih.

Rimpang : rimpang kunyit rasanya agak pahit dan getir dengan bau yang

khas, warnanya jingga kecoklatan dari luar, sedangkan bagian

(22)

2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia

Rimpang dan daun Kaemferia rotunda mengandung kurkuminoid,

saponin, tanin dan minyak atsiri. Minyak temu putih mengandung 0,15 % minyak

atsiri yang terdiri dari 11 senyawa dan terdapat 2 sebagai komponen utama, yaitu

benzyl benzoate (30,61%), dan siklopropazulen (26,85%) (Agusta, 2000).

2.1.5 Kegunaan Tanaman

Kunyit putih dapat membantu mencegah kerusakan sel. Sedangkan

kandungan minyak atsiri, kunyit putih dapat dipakai untuk menjaga kesehatan

saluran pernafasan dan pencernaan. Kunyit Putih sangat bermanfaat untuk :

Kanker, Tumor, Kista, dan Kolesterol. Selain itu oleh peracik jamu dan insustri

obat-obatan digunakan sebagai campuran obat-obatan, campuran jamu-jamu,

kosmetik tradisional, dan minuman dari ramuan temu lawak, selain itu enak

dijadikan lalap (Fauziah, 1987).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak

terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. minyak tersebut

mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai

rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut

dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).

2.2.1 Lokalisasi minyak atsiri

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut

kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili

Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbellliferae),

(23)

Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae), pada

kayu manis (Lauraceae) banyak ditemui di kulit batang (korteks) (Gunawan &

Mulyani, 2004).

2.2.2 Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan

Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu

proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah

kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan

bagi tanaman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,

misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent)

dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).

2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan

sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi

minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur

panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis

tanaman penghasil.

Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan

oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua

golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen

dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

a. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon

(24)

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit

isopren) dan diterpen (4 unit isopren)

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur

Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol.

Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,

ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal

dan ikatan rangkap dua.

Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer

dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan

hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri

karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

2.3 Cara isolasi minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan

(distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap

(solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak.

2.3.1 Metode penyulingan

a. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak

langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam

(25)

khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh

karena itu, sering disebut penyulingan langsung.

Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya

rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu

minyak yang diperoleh.

b. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.

Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air

penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap

yang digunakan berupa uap jenuh.

c. Penyulingan dengan air dan uap

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan

di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai

permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu

uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman

yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas

(Lutony & Rahmayati, 2000).

2.3.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan

terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan

minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang

(26)

permukaan bahan, misalnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan

cara ini (Ketaren, 1985).

2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang

mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan

untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,

terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya

bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,

untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode

ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Ketaren,

1985).

2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

2.4.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran

kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak

akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak

akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam

campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi

komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama

(27)

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom

disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai

saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).

Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:

1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya.

2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya.

3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya.

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom,

fase diam, suhu dan detektor.

2.4.1.1 Gas Pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,

dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang

dipakai, semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam

(28)

Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2),

hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Gritter, 1991).

2.4.1.2 Sistem Injeksi

Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik,

biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang

suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu

10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera

setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).

2.4.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di

dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam

kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas

(packing column) dan kolom kapiler (capillary column).

Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan

penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar

(diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 – 0,2 mm) dan

dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair.

Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar

atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya,

seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil

ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau memisahkan

(29)

2.4.1.4 Fase diam

Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain:

squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat). Fase diam yang dipakai dalam kolom

kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan

menentukan urutan elusi komponen – komponen dalam campuran. Seorang analis

harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen – komponen dalam

sampel (Rohman, 2007).

2.4.1.5 Suhu

Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama

dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu

injektor, suhu kolom, suhu detektor.

2.4.1.5.1 Suhu injektor

Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat

sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya,

suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat

panas (McNair and Bonelli, 1988).

2.4.1.5.2 Suhu kolom

Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam

waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan.

Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam

fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat

digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa

(30)

2.4.1.5.3 Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping

yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and

Bonelli,1988).

2.4.1.6 Detektor

Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu

detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN).

2.4.2 Spektrometri massa

Spektrofotometer massa pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan massa molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa

Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya (Dachriyanus,2004)

Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion

dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat.

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini

lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau

untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola

fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan

karakteristik simplisia, isolasi dan analisis komponen – komponen minyak atsiri

dari rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) secara GC – MS.

3.1. Alat – Alat

Alat – alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat – alat gelas

laboratorium, timbangan kasar (Ohaus), lemari pengering, neraca analitik (Mettler

Toledo), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi air (Water Destillation),

oven, mikroskop, Gas Chromatograph – Mass Spectrometer (GC-MS) model

Shimadzu QP 2010 S.

3.2. Bahan – Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rimpang temu

putih (Kaemferia rotunda L.), air suling, etanol 96%, sudan III, toluen pro analisa

(E.Merck), kloroform pro analisa (E.Merck), dan natrium sulfat anhidrat pro

analisa (E.Merck), kloralhidrat (E.Merck), kloroform (E.Merck), HCl pro analisa

(E.Merck).

3.3. Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan,

(32)

3.3.1. Pengambilan Bahan Tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu diambil dari

satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah

lain. Temu putih ada 2 jenis, tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis temu putih yang daunnya berwarna sedikit ungu. Bahan diperoleh

dari Pasar Sentral Pajak Sambu Kecamatan Medan Kota Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2. Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

3.3.3. Pembuatan Simplisia

Rimpang dibersihkan dari tanah yang melekat dan dicuci dengan air

hingga bersih, lalu ditiriskan. Kemudian rimpang dirajang secara melintang

dengan ketebalan 3-4 mm, lalu ditimbang. Selanjutnya dikeringkan di lemari

pengering pada suhu 50-60 oC sampai simplisia rapuh (sekitar satu minggu)

kemudian ditimbang.

3.4. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari

simplisia rimpang temu putih.

3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang

temu putih. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi

dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di

(33)

kaca objek yang telah ditetesi sudan III. Sedangkan untuk melihat pati serbuk

simpisia diatas kaca objek yang telah ditetesi air.

3.4.3. Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu

ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,

kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml.

b. Penetapan Kadar Air Simplisia

Dimasukkan 5 g serbuk simplisia ke dalam labu tersebut, lalu dipanaskan

hati – hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2

tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi

dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam

pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian

tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen

memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Selisih kedua

volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang

diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO,1992).

3.4.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml air – kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1

liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

(34)

diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap.

Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes,1977).

3.4.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah

20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata

yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot

tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1977).

3.4.6. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan – lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan

pada suhu 500 - 6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(WHO, 1992).

3.4.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

(35)

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1992).

3.4.8. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.

Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 28.

Caranya : Sebanyak 10 g serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas bulat

berleher pendek, tambahkan air suling sebanyak 300 ml, letakkan labu di atas

pemanas listrik. Labu dihubungkan dengan pendingin dan alat penampung

berskala, isi buret dengan air sampai penuh. Didihkan isi labu dengan pemanasan

yang sesuai untuk menjaga pendidihan berlangsung lambat tetapi teratur sampai

minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam alat berskala

(6 jam). Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat

volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b

(Depkes, 1977).

3.5. Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan air.

Penyulingan dilakukan dengan menggunakan alat destilasi air.

Caranya: Sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam labu alas bulat

berleher panjang 2 L ditambahkan air suling sampai sampel terendam. Kemudian

dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang

diperoleh ditampung dalam corong pisah, setelah itu dipisahkan antara minyak

dan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat

anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan

(36)

dianalisis dengan GC-MS. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang

meliputi penentuan indeks bias dan penentuan bobot jenis.

3.6. Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1. Penetapan Parameter Fisika 3.6.1.1. Penentuan Indeks Bias

Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe.

Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah

dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas

yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah

lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap

lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan

gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala

dapat dibaca indeks biasnya.

3.6.1.2. Penentuan Bobot Jenis

Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer.

Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama, lalu diisi dengan air

suling dan ditimbang. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa

kali dengan alkohol dan dikeringkan dengan bantuan hairdryer. Piknometer diisi

dengan minyak, selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil

bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi

minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah

hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling

(37)

3.6.2. Analisis Komponen Minyak Atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu

putih dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan

menggunakan seperangkat alat Gas Cromatograph–Mass Spectrometer (GC-MS)

model Shimadzu QP 2010 S. Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 5 halaman

30.

Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx - 5MS, panjang kolom 30

m, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 1500C, gas pembawa He dengan

laju alir 0,5 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming)

dengan suhu awal 500C selama 2 menit, lalu dinaikkan perlahan – lahan dengan

rute kenaikan 20C/menit sampai suhu akhir 2000C selama 13 menit yang

dipertahankan. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan

membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh

(unknown) dengan data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary index)

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor

terhadap rimpang tumbuhan temu putih yang diteliti adalah jenis Kaemferia

rotunda L. dari suku Zingiberaceae (Data selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 1 halaman 24).

4.2 Karakterisasi Simplisia Rimpang Tumbuhan Temu Putih

Hasil pemeriksaan makroskopik rimpang tumbuhan temu putih dicirikan

dengan rimpang yang agak kecil, irisan rimpang berwarna putih dengan tepi

berwarna kuning muda, beraroma aromatik serta berasa pahit. Diameter kira-kira

2 cm.

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia temu putih terdapat

fragmen sel-sel parenkim berisi minyak yang berwarna kuning muda, fragmen

parenkim yang berisi butir-butir pati, jaringan gabus, serta berkas pembuluh kayu.

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Temu Putih No Pemeriksaan Karaktersasi

Simplisia

Kadar yang diperoleh(%)

1 Kadar air 7,33

2 Kadar sari yang larut dalam

etanol 7,62

3 Kadar sari yang larut dalam

air 18,91

(39)

Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam

simplisia yang digunakan, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia temu

putih adalah 7,33%. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan

simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan

sampai tingkat yang didinginkan. Kadar air yang cukup aman, maka simplisia

tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Apabila simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan

terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman

bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Depkes, 1985).

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan

untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol

dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari

oleh air. Sedangkan senyawa yang larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal yang terdapat dalam simplisia yang diteliti.

Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal

dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan yang kedua abu non fisiologis adalah sisa

setelah pembakaran yang berasal dari bahan – bahan dari luar (seperti pasir dan

(40)

4.3 Identifikasi Minyak Atsiri

Pemeriksaan organoleptis pada minyak atsiri yang diisolasi dari simplisia

rimpang tumbuhan temu putih adalah memiliki warna putih kekuningan, bau

aromatik, dan rasa pahit.

Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri

No Sampel Kadar Praktek (% v/b) Kadar berdasarkan literatur

(% v/b)

1 Simplisia rimpang

temu putih

1,09 % v/b Tidak kurang dari 0,15% v/b

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 44

Minyak atsiri dapat terkandung dalam beberapa organ tumbuhan (Tyler,et

al,1970):

1. Terdapat dalam rambut kelenjar contoh: famili Labiatae dan Moraceae

2. Terdapat di dalam sel-sel parenkim contoh: famili Piperaceae dan

Zingiberaceae

3. Terdapat di dalam saluran minyak yang disebut vittae contoh: famili

Umbelliferae

4. Terdapat di dalam rongga skizogen dan lisigen contoh: famili Pinaceae dan

Rutaceae

Minyak atsiri yang terdapat pada rimpang temu putih yaitu berada di

dalam sel-sel parenkim.

Kadar minyak atsiri yang terkandung di dalam rimpang temu putih

dipengaruhi oleh umur panen, lingkungan, dan faktor genetik dimana minyak

(41)

Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri

No Sampel

Indeks bias Bobot jenis

Hasil Penetapan Hasil Penetapan

1 Minyak atsiri

temu putih

1,5020 0,9144

(Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 49-50)

Bobot jenis minyak atsiri merupakan perbandingan antara bobot minyak

dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis

sering dihubungkan dengan jumlah komponen yang terkandung didalamnya.

Semakin besar jumlah komponen yang terkandung dalam minyak, semakin besar

pula nilai densitasnya (Armando, 2009).

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya didalam

udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks

bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang

terkandung dalam minyak atsiri yang dihasilkan, sama halnya dengan berat jenis

dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks

biasnya (Armando, 2009).

Pada penentuan bobot jenis, piknometer yang digunakan adalah Sprengel

(42)

4.4. Analisis dengan GC-MS

Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang temu putih

diperoleh 31 puncak pada kromatogram GC, Hasil selengkapnya dapat dilihat

pada gambar 1 di bawah ini.

(43)

Hasil analisis dengan GC-MS dari 31 puncak menunjukkan 6 komponen

utama minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia rimpang temu putih yaitu

Benzyl benzoate, Hexadecane, Pentadecane, Camphene, Bornyl acetate dan

Siklopropazulen. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman

58-63.

Tabel 4.4. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil

Analisis GC-MS dari Simplisia Rimpang Temu Putih

No Nama Komponen Waktu

tambat (menit)

Rumus Molekul

Berat Molekul

Kadar (%)

1 Benzyl benzoat 60.758 C14H12O2 212 60,71

2 Hexadecane 45.308 C16H34 226 29,22

3 Camphene 9.650 C10H16 136 1,60

4 Pentadecane 32.200 C15H32 212 2,11

5 Bornyl acetate 31.225 C12H20O2 196 1,19

6 Siklopropazulen 44,600 C15H24 204 0,08

(44)

4.5 Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa

Analisis dan fragmentasi hasil spektrofotometri massa komponen utama

minyak atsiri dari simplisia rimpang temu putih adalah sebagai berikut:

Pola fragmentasi dari masing-masing senyawa, selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 10 halaman 58-63.

1. Puncak dengan waktu tambat 60.758 menit

Mempunyai M+212 diikuti fragmen m/z 212, 194, 167, 152, 105, 91, 77,

65]. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Benzyl benzoate dengan tingkat kemiripan

(similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C14H12O2 dengan rumus bangun

seperti pada gambar 2:

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 212 yang

merupakan berat dari C14H12O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan cara pelepasan

H2Odari puncak ion molekul C14H12O2 menghasilkan fragmen C14H10O]+. dengan

m/z 194. Pelepasan C2H3]+ menghasilkan fragmen C12H7O]+ dengan m/z 167.

]Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C11H4O]2+ dengan m/z 152. Pelepasan

C5H2 dari puncak ion molekul C12H7O menghasilkan fragmen C7H5O]+ dengan

m/z 105. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C6H3O]+ dengan m/z 91.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C5HO]3+ dengan m/z 77. Pelepasan C

(45)

2. Puncak dengan waktu tambat 45.308 menit

Mempunyai M+226 diikuti fragmen m/z 197, 182, 169, 99, 85, 71, 57, 43,

27. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Hexadecane dengan tingkat kemiripan

(similarity index)= 97% dan rumus molekulnya C16H34 dengan rumus bangun

seperti pada gambar 3:

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 226 yang

merupakan berat dari C16H34. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C2H5]+

dari puncak ion molekul C16H34 menghasilkan fragmen C14H29]+ dengan m/z 197.

Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C13H26]+ dengan m/z 182. Pelepasan

CH]+ menghasilkan fragmen C12H25]+ dengan m/z 169. Pelepasan C5H10

menghasilkan fragmen C7H15]+ dengan m/z 99. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen C6H13]+ dengan m/z 85. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C5H11]+

dengan m/z 71. CH2 menghasilkan fragmen C4H9]+ dengan m/z 57. CH2

menghasilkan fragmen C3H7]+ dengan m/z 43. CH4 menghasilkan fragmen C2H3]+

dengan m/z 27.

3. Puncak dengan waktu tambat 9.650 menit

Mempunyai M+136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 67, 53, 41,

27. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Camphene dengan tingkat kemiripan

(similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H16 dengan rumus bangun

(46)

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang

merupakan berat dari C10H16. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan CH3]+

dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen C9H13]+ dengan m/z 121.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen C6H7]4+ dengan m/z 79. Pelepasan C menghasilkan fragmen C5H7]+

dengan m/z 67. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C4H5]+ dengan m/z 53.

Pelepasan C menghasilkan fragmen C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen C2H3]+ dengan m/z 27.

4. puncak dengan waktu tambat 32.200 menit

Mempunyai M+212 diikuti fragmen m/z 183, 169, 154, 141, 127, 113, 99,

85, 71, 43, 41. berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan

data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Pentadecane dengan tingkat

kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C15H32 dengan rumus

bangun seperti pada gambar 5:

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 212 yang

merupakan berat dari C15H32. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C2H5]+

dari puncak ion molekul C15H32 menghasilkan fragmen C13H27]+ dengan m/z 183.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C12H25 dengan m/z 169. Pelepasan CH2

(47)

fragmen C10H21]+ dengan m/z 141. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C9H19]+

dengan m/z 127. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C8H17]+dengan m/z 113.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C7H15]+ dengan m/z 99. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen C6H13]+ dengan m/z 85. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen C5H11]+ dengan m/z 71. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C3H7]+

dengan m/z 43. Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen C2H3]+dengan m/z 41.

5. Puncak dengan waktu tambat 31.225 menit

Mempunyai M+ 196 diikuti fragmen m/z 154, 136, 121, 108, 95, 79.

Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Bornyl acetate dengan tingkat kemiripan

(similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C12H20O2 dengan rumus bangun

seperti pada gambar 6:

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 196 yang

merupakan berat dari C12H20O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C3H6

dari puncak ion molekul C12H20O2menghasilkan fragmen C9H14O2]2+dengan m/z

154. Pelepasan CH4 + H2 menghasilkan fragmen C8H8O2]2+ dengan m/z 136.

Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C7H5O2]3+ dengan m/z 121. Pelepasan

CH]+ menghasilkan fragmen C6H4O2]3+ dengan m/z 108. Pelepasan CH]+

menghasilkan fragmen C5H3O2]2+dengan m/z 95. Pelepasan CH]+ menghasilkan

(48)

6. Puncak dengan waktu tambat 44.600 menit

Mempunyai M+ 204 diikuti fragmen m/z 189, 175, 161, 147, 133, 119,

105, 91, 79, 67, 55, 41. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown

dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Siklopropazulene

dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 93% dan rumus molekulnya C15H24

dengan rumus bangun seperti pada gambar 7:

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 196 yang

merupakan berat dari C12H20O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C3H6

dari puncak ion molekul C12H20O2menghasilkan fragmen C9H14O2]2+dengan m/z

154. Pelepasan CH4 + H2 menghasilkan fragmen C8H8O2]2+ dengan m/z 136.

Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C7H5O2]3+ dengan m/z 121. Pelepasan

CH]+ menghasilkan fragmen C6H4O2]3+ dengan m/z 108. Pelepasan CH]+

menghasilkan fragmen C5H3O2]2+dengan m/z 95. Pelepasan CH]+ menghasilkan

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)

diperoleh kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%;

kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%;

dan kadar air 7,33%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari simplisia rimpang

temu putih dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 1,09% v/b.

Hasil penetapan indeks bias diperoleh sebesar 1,5020 dan bobot jenis diperoleh

sebesar 0,9144.

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia rimpang tanaman temu

putih diperoleh 31 puncak dengan 6 komponen utama yaitu: Benzyl benzoate

(60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%)

Bornyl acetate (1,19%) dan Siklopropazulen (0,08%).

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk

melakukan isolasi komponen aktif tunggal dari minyak atsiri temu putih

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : Penerbit ITB. Hal. 105-106.

Claus, E. P, Tyler, V.E, dan Brady, L.R. (1970). Pharmacognosy. Philadelphia: Lea & Febiger. Hal. 162.

Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4.

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1030-1031.

Depkes. (1977). Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 129-135.

Eaton, D.C. (1989). Laboratory Investigations in Organic Chemistry. USA: McGraw-Hill, Inc. Hal. 152-157.

Gritter, R.J, Bobbit, J.M, dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of

Chromatography. Penerjemah: K. Padmawinata. Pengantar Kromatografi.

Edisi III. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 36-39.

Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Penerjemah: Ketaren, R.S. Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 41-50.

Gunawan, D. dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 107.

Haris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal.4-5.

Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 37, 45-47, 61-67.

Lutony, T.L, dan Rahmayanti, Y. (1994). Produksi Dan Perdagangan Minyak

Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 32-51.

McLafferty, F.W. (1980). Interpretasi Spektra Massa.

Penerjemah: H. Sastrohamidjojo. Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 25-30.

McNair, H dan Bonelli E.J. (1988). Basic Gas Chromatography.

(51)

Muhlisah, F. (1999). Temu- temuan dan Empon- empon Budi Daya dan

Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 34-36.

Noerdin, D. (1985). Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara

Spektroskopi Ultralembayung dan Inframerah. Bandung: Penerbit

Angkasa. Hal. 73-75.

Rukmana, R. (2004). Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 33-36.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Dasar-dasar Spektroskopi. Edisi I. Yogyakarta: Liberty. Hal. 161.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 1-15.

Silverstein, R.M, Bassler, G.C, dan Morrill, T.C. (1986). Laboratory

Investigations in Organic Chemistry. Penerjemah: Hartono, dkk. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga. Hal. 3-81,

305-308.

Simon, S. (1981). Tables Of Spectral Data for Structure Determination of

Organic Compounds. Translated from the German by K. Biemann. Berlin:

J.G. Hal. 5-50.

(52)
(53)

Lampiran 2. Foto Morfologi Tanaman Temu Putih

A

B

Keterangan:

A : Tanaman Temu Putih

(54)

Lampiran 3. Foto Simplisia Temu Putih

A

B

C

Keterangan:

A : Irisan Rimpang Temu Putih B : Simplisia Rimpang Temu Putih

(55)

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Rimpang Tanaman Temu Putih

Keterangan:

1. Jaringan gabus 2. Jaringan parenkim 3. Butir pati

4. Pembuluh kayu 2. Jaringan parenkim

1. Jaringan gabus

3. Butir pati

(56)

Lampiran 5. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian

A

A

B

Keterangan: A : Alat Stahl

(57)

(lanjutan)

A

B

Keterangan:

(58)

(lanjutan)

A

A

B

B

Keterangan:

A : Alat Piknometer

(59)

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Karakterisasi Simplisia

6.1 Penetapan Kadar Air

Kadar Air = x100%

1. Simplisia temu putih

(60)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.2 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Kadar Minyak Atsiri= x100%

sampel

1. Simplisia Temu Putih

(61)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

(62)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.4 Kadar Sari Larut dalam Etanol

Kadar sari larut dalam etanol = x100%

(63)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.5 Penetapan Kadar Abu Total

(64)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

(65)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.7 Penetapan Indeks Bias

1. Simplisia Temu Putih

Sampel I = 1,5020

Sampel II = 1,5020

Sampel III = 1,5020

Indeks bias rata-rata =

3

1,5020 1,5020

1,5020+ +

(66)

Lampiran 6. (Lanjutan)

6.8 Penentuan Bobot Jenis Minyak Atsiri

Bobot jenis minyak atsiri =

Keterangan : A : Bobot piknometer kosong

B : Bobot piknometer + minyak atsiri

C : Bobot piknometer + air sulin

(67)

Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian

Minyak atsiri dan air

Air Minyak atsiri dengan

kemungkinan adanya air

Na2SO4 x H2O

Minyak atsiri

ditambah Na2SO4 anhidrat (1,0009

dipisahkan

(68)
(69)

Lampiran 8.(Lanjutan)

(70)

Lampiran 9. Spektrum Massa Minyak Atsiri Temu Putih

Keterangan: puncak dengan waktu tambat 60.758

(71)

Lampiran 9. (Lanjutan)

Keterangan: puncak dengan waktu tambat 32.200

(72)

Lampiran 9. (Lanjutan)

(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Temu Putih
Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri
Gambar 1. Kromatogram  GC Minyak Atsiri  Hasil Isolasi Dari   Simplisia Rimpang Tanaman Temu Putih
+2

Referensi

Dokumen terkait

EXTENSION APPROACH Taking into account the situation and possible solution that a successful seed project would offer, the Ebenhaeser Seed Project was formulated with the following

Kavitas ini ditumpat dengan bahan Glass Ionomer Cement, karena di dalam bahan ini mempunyai sifat adhesif yang sangat baik terhadap permukaan gigi, mengandung fluor dan nilai

...Dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan nagori, kami ditingkat Kecamatan di dalam setiap kesempatan sosialisasi ke bawah, selalu menekankan pentingnya

Menahan bola merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam permainan sepakbola. Apabila dilihat dari pergerakan menahan bola, maka sebenarnya gerakan

Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengidentifikasi berbagai kegiatan ritual yang masih dilaksanakan oleh Subak Piling hingga saat ini sebagai implenetasi aspek parahyangan

[r]

Berikut kami informasikan besaran dana Pengabdian kepada Mayarakat yang didanai oleh Kemenristekdikti tahun 2017, silakan klik link || Download lampiran. 1

Temak da pupuk O.geit Di Nag&i Baraeal Kecmard Sungai Pua Kabupaten

[r]