• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Sindrom Pierre Robin Dengan Prosedur Bedah Ortognatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penatalaksanaan Sindrom Pierre Robin Dengan Prosedur Bedah Ortognatik"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN

SINDROM PIERRE ROBIN

DENGAN PROSEDUR BEDAH ORTOGNATIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

RURI PUSPASARI NIM : 070600023

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 Januari 2011

Pembimbing : Tanda tangan

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 17 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Shaukat Oesmani Hasbi, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes. 2. Abdullah, drg.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

(5)

4.1.1 Pemeriksaan umum ... 20

4.1.2 Pemeriksaan klinis ... 21

4.1.3 Pemeriksaan radiologis... 22

4.2. Perawatan pendahuluan... 22

4.3. Teknik bedah ortognatik... 24

4.3.1 Osteotomi mandibula... 25

4.3.2 Osteotomi maksila... 43

4.4. Perawatan pasca bedah... 46

4.4.1 Evaluasi dan kontrol ... 47

4.4.2 Komplikasi ... 49

BAB 5 KESIMPULAN... 51

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Penderita sindrom Pierre Robin dengan mikrognasia disertai gangguan

pernafasan... 6

2 Anak dengan ukuran rahang yang lebih kecil dari normal... 7

3 Posisi lidah cenderung ke posterior... 8

4(a) Celah langit-langit (palatum) berbentuk U... 9

(b) Celah langit-langit (palatum) berbentuk V... 9

5 Katarak pada sindrom Pierre Robin... 11

6 Kelainan bentuk daun telinga penderita sindrom Pierre Robin... 12

7 Mandibula yang cenderung ke posterior dengan sudut wajah 820... 13

8 Hubungan baik antara pasien, ahli ortodonti, ahli bedah... 20

9(a) Pembuatan insisi dibuat menembus mukosa, otot dan periosteum dari sebelah external olique ridge... 27

(b) Diseksi subperiosteal... 27

10 Identifikasi foramen alveolaris inferior dengan menggunakan trimming bur berukuran besar... 28

11(a) Osteotomi horizontal dibuat sejajar dengan dataran vertikal... 29

(b) Pemisahan bagian anterior mandibula dari foramen alveolaris inferior... 29

12 Osteotomi vertikal... 29

(7)

14 Pembuatan lubang untuk kawat penahan... 31

15 Pembuatan lubang untuk kondilus... 32

16 Pemisahan mandibula... 33

17 Penyelesaian pemisahan mandibula... 34

18(a) Penarikan otot pterigomaseter... 35

(b) Penarikan otot pterigoid medial dan ligamen stilomandibular... 35

19 Penghalusan area kontak segmen tulang... 36

20 Penentuan posisi bundel neurovaskular alveolar inferior... 37

21 Pergeseran segmen distal... 38

22 Posisi kondilar ditempatkan di dalam lubang korteks bukal dan mandibula... 39

23(a) Pemasangan trokar... 41

(b) Pembuatan lubang bilortikal dan pemasangan skrup... 41

24 Pengecekan oklusi... 42

25(a) Pembuatan insisi pada mukosa... 44

(b) Pemisahan septum tulang dengan osteotom... 44

26(a) Segmen maksila yang telah dipisahkan... 45

(b) Pengeburan pada septum... 45

27 Maksila dalam oklusi baru dan distabilisasi dengan fiksasi... 46

28(a) Sebelum dilakukan bedah ortognatik... 47

(8)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2011

Ruri Puspasari

Penatalaksanaan Sindrom Pierre Robin dengan Prosedur Bedah Ortogantik

ix + 56 halaman

Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial yang ditemui pada bayi sejak lahir. Gejala-gejala utama sindrom ini yaitu : mikrognasia, glosoptosis, celah langit-langit dan kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yakni pada telinga, mata dan jantung.

Gejala-gejala yang timbul pada sindrom ini disebabkan oleh adanya tekanan mekanis pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti dengan peran oligohidramnion. Kelainan yang menyertai penderita sindrom Pierre Robin dapat ditangani oleh tindakan bedah yaitu bedah ortognatik.

Bedah Ortognatik diindikasikan untuk merawat kelainan kraniofasial, yang biasanya memiliki wajah asimetris seperti sindrom Pierre Robin. Tindakan ini dilakukan pada pasien minimal berumur 18 tahun. Bedah ortognatik adalah suatu proses kompleks yang sangat penting untuk memperbaiki bentuk dan fungsi struktur dentofasial yang meliputi pernafasan, penelanan, pengucapan, dan pengunyahan.

(9)

meliputi osteotomi ramus saja dengan menggunakan teknik osteotomi sagital split dan osteotomi maksila meliputi osteotomi Le Fort I saja.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

Sindrom Pierre Robin atau dikenal dengan pierre robin sequence, pierre robin

malformation, pierre robin complex. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh

Lannelounge dan Menard seorang radiologi pada tahun 1891, pada pasien dengan gejala mikrognasia, langit-langit yang terbelah dan glosoptosis. Pada tahun 1923, Pierre Robin mendeskripsikan tentang sindrom ini, yaitu terjadinya penyumbatan jalan nafas yang dihubungkan dengan glosoptosis dan hipoplasia dari rahang bawah.

1,2

Sindrom ini merupakan malformasi kongenital yang ditemui pada bayi sejak lahir. Terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial yang mengakibatkan terganggunya pernafasan dan kesulitan dalam pemberian makan dan minum pada bayi. Terjadinya gangguan proses perkembangan rahang pada masa kehamilan menyebabkan ukuran rahang lebih kecil dari ukuran normal dengan ukuran lidah yang normal dan langit-langit tidak dapat menutup secara sempurna. Epidemiologi sindrom ini adalah 1 : 9000 kelahiran hidup.1,3

(11)

rahang yang lebih kecil dari keadaan normal merupakan permasalahan awal dan sebagai perkiraan dari kemungkinan masa perubahan bentuk wajah.1,4

Pada umumnya prognosis pada penderita sindrom Pierre Robin adalah baik, dimana akan berlanjut secara normal sampai mencapai perkembangan yang sempurna. Penanganan awal pada sindrom ini dapat ditangani dengan terapi konservatif ataupun terapi bedah. Secara mayoritas penanganan konservatif dilakukan dengan meletakkan bayi pada posisi telungkup untuk membebaskan jalan nafas. Penanganan bedah dapat dilakukan dengan teknik distraksi osteogenesis pada mandibula. Trakeostomi dilakukan sebagai tindakan darurat bila terjadi penyumbatan saluran udara berulang.1,3

Namun untuk mengatasi beberapa jenis kelainan gigi ataupun rahang terutama kelainan kraniofasial dibutuhkan perawatan tambahan yang merupakan kombinasi antara perawatan ortodontik dan perawatan bedah mulut yaitu perawatan bedah ortognatik. Perawatan bedah ortognatik merupakan suatu rangkaian perawatan yang dilakukan oleh suatu tim multidisiplin ilmu, antara lain spesialis ortodonti, bedah mulut dan maksilofasial, periodonti, prostodonti, konservasi dan psikologis. Perawatan bedah ortognatik pada pasien sindrom ini minimal pada usia 18 tahun. Terdapat tiga jenis perawatan yang dapat memperbaiki kelainan dentoskeletal atau dentofasial, yaitu modifikasi pertumbuhan, perawatan ortodontik dan bedah ortognatik. 5

(12)
(13)

BAB 2

SINDROM PIERRE ROBIN

Sindrom Pierre Robin atau dikenal dengan pierre robin sequence, pierre robin

malformation, pierre robin complex.1,2 Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Lannelounge dan Menard seorang radiologi pada tahun 1891, pada pasien dengan gejala mikrognasia, glosoptosis dan celah langit-langit.

2.1 Definisi

Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan gejala-gejala utama seperti: mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit.1,4,7,8 Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan pemberian makan. Kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yang lain dapat ditemukan pada sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, mata disertai terjadinya serangan apnea dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.1,4,8,9

2.2 Etiologi

(14)

2.3 Patofisiologi

Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang terdapat pada sindrom Pierre Robin adalah kegagalan pertumbuhan mandibula pada masa intrauterin. Sindrom Pierre Robin merupakan malformasi kongenital yang dapat dideteksi sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan akibat ukuran rahang yang abnormal pada bayi.7,10

Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan janin pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangi cairan amniotik yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya pertumbuhan mandibula. Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan tulang janin menyebabkan dagu tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum. Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami pergerakan dimana dagu yang tertekan menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat. Pertumbuhan rahang yang terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan ukuran rahang menjadi lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak mendapat tempat yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup secara sempurna.7,10

(15)

Gambar 1. Penderita sindrom Pierre Robin dengan mikrognasia disertai gangguan pernafasan.(Anonymous.

Pierre robin sequence. <http

(19 Oktober 2010)).

2.4 Gambaran Klinis

Sifat klinis yang utama pada sindrom Pierre Robin adalah terjadinya gangguan pertumbuhan rahang pada masa intrauterin. Ukuran mandibula yang lebih kecil dari ukuran normal, posisi lidah yang jatuh ke belakang, dan celah langit-langit menyebabkan terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas dan kesulitan dalam pemberian makan pada penderita sindrom Pierre Robin, khususnya pada bayi.1,8,11

2.4.1 Mikrognasia

(16)

ke posterior, sehingga mengurangi daerah lintasan udara pada saluran pernafasan bagian atas.13 Menangis pada anak dapat menyebabkan jalan nafas tetap terbuka, dan pada saat anak tertidur terjadi sumbatan jalan nafas, sehingga menyebabkan pengeluaran energi yang meningkat. Karena masalah respirasi tersebut, pemberian makan mungkin menjadi sangat sulit sehingga menyebabkan kurangnya pemasukkan makanan. Jika keadaan ini tidak diterapi dapat menyebabkan kelelahan, kegagalan jantung, dan bahkan kematian.11,14

Gambar 2. Anak dengan ukuran rahang yang lebih kecil dari normal (mikrognasia). (Morokuma S. Abnormal fetal movements, micrognathia and pulmonary hypoplasia: a case report. <http://www. biomedcentral.com> (23 Oktober 2010)).

2.4.2 Glosoptosis

(17)

kemungkinan besar terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas dan berakibat fatal bila tidak segera ditangani.11

Gambar 3. Posisi lidah cenderung ke posterior. (Cozzi F, Pierro A. Glossoptosis apnea syndrome in infancy. Pediatrics J 1985:839).

2.4.3 Celah Langit-langit

(18)

tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Perawatan pada celah langit-langit sebaiknya dilakukan segera pada usia bayi 1,5 – 2 tahun dengan tindakan pembedahan sebagai pilihan utama.15

a b

Gambar 4. Celah langit-langit (palatum) terdiri atas : a. celah berbentuk U (kiri) dan b. celah berbentuk V ( kanan). (Anonymous. Palatal cleft at pierre robin syndrome. <http:// img.medscape.com> (19 Oktober 2010)).

2.4.4 Obstruksi Saluran Pernafasan Atas

Gangguan saluran pernafasan yang terjadi pada penderita sindrom Pierre Robin merupakan suatu keadaan berhentinya nafas secara berulang selama interval waktu yang singkat.11,14 Obstruksi terjadi akibat penyempitan saluran pernafasan terutama pada ujung posterior palatum lunak dan dasar lidah, dalam hal ini keadaan mikrognasia dianggap sebagai penyebab utama. Penanganan segera sangat dibutuhkan dengan pemasangan selang oksigen melalui hidung.

2.4.5 Serangan Sianotik

(19)

kemudian hari ketika bayi menyusui, menangis, bangun tidur serta sesudah makan. Sianotik yang tiba-tiba terjadi dapat menyebabkan kulit anak berwarna ungu kebiruan dan sesak nafas.18

2.4.6 Serangan Apnea

Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernafasan yang ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intrakranial. Irama pernafasan bayi tidak teratur dan diselingi serangan apnea. Dengan menggunakan alat pemantau apnea dan memberikan segera oksigen pada bayi ketika timbul apnea, sebagian besar bayi akan bertahan dari serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu.8

2.4.7 Kelainan Mata

(20)

Gambar 5. Katarak merupakan kelainan mata yang Sering dijumpai pada sindrom Pierre Robin.(Maryasno H. Penglihatan. < http://www.i-am-pregnant.com> (19 Oktober 2010)).

2.4.8 Kelainan Telinga

(21)

Gambar 6. Kelainan bentuk daun telinga penderita sindrom Pierre Robin. (Jackson IT. Congenital syndrome.<http://img.medscape.com> (19 Oktober 2010)).

2.5 Gambaran Radiografis

(22)

Menurut Sassouni, dapat dilakukan analisa foto sefalometri berdasarkan hubungan kraniofasial yang menganalisa hubungan satu bagian dari tulang fasial ke tulang fasial lainnya. Sehingga dapat disimpulkan apakah mandibula memiliki ukuran normal atau di luar batas normal. Selain itu, struktur fasial yang berhubungan dengan basis kranial merupakan pengukuran yang aktual untuk membandingkan hasil terhadap batas normal. Sudut gonion juga memiliki variasi, tergantung dari ukuran korpus mandibula yang berkembang dengan sudut lebih kecil sehingga mandibula menjadi lebih pendek. Mandibula yang retrusi dan disertai dengan lidah yang cenderung ke posterior menjadi gambaran utama sindrom Pierre Robin dengan sudut wajah 820. 21,22

Gambar 7. Mandibula yang cenderung ke posterior dengan sudut wajah 820.(Gibilisco JA. Stafne’s oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia : W.B

(23)

BAB 3

BEDAH ORTOGNATIK

Sumbangan klinis yang paling mengesankan dari ilmu bedah mulut dan maksilofasial adalah dalam mengoreksi cacat orofasial kongenital dan yang diperoleh pada masa perkembangan. Kemampuan untuk menciptakan hubungan kraniomaksilomandibula yang lebih baik dan hampir mendekati ideal merupakan salah satu prestasi pada bidang bedah mulut dalam pertengahan kurun dari abad ke dua puluh ini. Koreksi bedah untuk malrelasi maksilomandibula seperti protrusi, retrusi dan apertognatik memberikan pemecahan yang cukup sederhana, dimana kasus maloklusi yang secara perawatan ortodontik saja sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dikoreksi. 23

Sejarah modern dari bedah ortognatik cukup singkat. Pada tahun 1970, bedah ortognatik secara bertahap menjadi pilihan rutin dalam setiap perawatan. Beberapa manfaat bedah ortognatik telah dilaporkan, termasuk fungsi pengunyahan, mengurangi nyeri wajah, hasil yang lebih stabil dan estetika. Sumber lain menyatakan bahwa bedah ortognatik berkembang pesat setelah Perang Dunia II yang menghasilkan korban trauma yang harus dirawat bedah dalam jumlah yang besar.6

(24)

serta memerlukan perawatan ortodontik untuk mencapai posisi dan fungsi maksila, mandibula dan gigi yang tepat.24

Sumber lain menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir lebih dari 2000 kasus bedah ortognatik telah dilakukan dengan berbagai pengembangan teknik dan peningkatan hasil klinis di Departement of Cranio-Maxillo-Facial Surgery

Universitas Wurzburg Jerman. Bedah ortognatik sangat menunjang keberhasilan

perawatan ortodontik secara keseluruhan dan juga dapat memperbaiki penampilan pasien dengan nyata.25

3.1 Pengertian

Deformitas wajah yang diakibatkan oleh asimetri wajah telah lama menjadi perhatian para ahli ortodonti dan ahli bedah mulut. Pengembangan dari fungsi stomatognatik menjadi alasan utama untuk menciptakan kombinasi perawatan ortodontik dan perawatan bedah.26

Ortognatik berasal dari kata Yunani yaitu orqos atau ortho yang berarti meluruskan dan gnaqos atau gnathia yang berarti rahang. Jadi ortognatik adalah tindakan meluruskan rahang. Bedah ortognatik mengoreksi maksila, mandibula maupun keduanya. Sehingga bedah ortognatik merupakan salah satu tindakan dari bedah kraniofasial. 6,24

Bedah ortognatik didefinisikan sebagai seni dan alat diagnosis, rencana perawatan dan tindakan perawatan untuk memperbaiki muskuloskeletal,

(25)

Bedah ortognatik adalah suatu proses untuk memperbaiki kelainan dentofasial dan maloklusi dengan melakukan pembedahan pada tulang wajah atau rahang, terkadang juga dikombinasikan dengan beberapa tindakan perbaikan yang melibatkan jaringan lunak.6

Bedah ortognatik memperbaiki kelainan bentuk rahang dan wajah khususnya yang berkaitan dengan oklusi gigi geligi. Alasan dilakukannya bedah ini biasanya berkaitan dengan ketidakseimbangan pertumbuhan tulang wajah dan mandibula.27

Bedah ortognatik adalah suatu proses kompleks yang sangat penting untuk memperbaiki bentuk dan fungsi struktur dentofasial yang meliputi pernafasan, penelanan, pengucapan, dan pengunyahan. Oleh karena itu bedah ortognatik menjadi tantangan serius bagi kemampuan adaptasi pasien terhadap hasil perawatan.6

3.2 Indikasi dan kontraindikasi

Resiko dan manfaat bedah ortognatik harus dianalisa dengan baik sebab bedah ortognatik merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Kebanyakan indikasi kasus bedah ortognatik adalah kelainan dentofasial yang mementingkan masalah estetika wajah. Pada akhirnya bedah ortognatik menjadi pilihan perawatan terakhir sehingga perlu memberikan informasi yang jelas mengenai bedah ortognatik sebelum memulai perawatan.

Indikasi bedah ortognatik yaitu : 6,24,26,28-30 1. Asimetri dan deviasi wajah

(26)

sindrom Pierre Robin memiliki bentuk wajah yang konveks dan bentuk dagu yang kecil. Asimetri wajah dapat melibatkan jaringan keras maupun jaringan lunak pada bagian wajah. Namun pada pasien sindrom Pierre Robin yang telah mendapatkan perawatan pada waktu bayi dan hasil perawatannya memuaskan, tidak perlu dilakukan bedah ortognatik.

2. Maloklusi

Sebagian besar kasus maloklusi yang membutuhkan tindakan bedah ortognatik yaitu : klas II dan klas III skeletal, deep over bite, serta anterior open bite yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi dalam derajat yang berbeda-beda.

3. Gangguan sendi temporomandibular

Pada kasus sindrom Pierre Robin terjadi defisiensi mandibula yang menyebabkan pasien cenderung untuk menarik mandibula ke depan. Kebiasaan ini akan menimbulkan keluhan pada sendi dan otot sehingga akan membebani kerja sendi temporomandibular.

4. Gangguan pernafasan

Ukuran mandibula yang kecil (mikrognasia) pada pasien sindrom Pierre Robin dapat menyebabkan lidah terletak sangat posterior (glosoptosis) dan menyebabkan obstruksi jalan nafas.

5. Gangguan psikologis

(27)

pengaruh fisik tidak begitu penting namun yang lebih penting dilihat dahulu pengaruh kelainan dentofasial tersebut terhadap psikologis penderita.

6. Indikasi lainnya antara lain : hambatan fonetik, preprostetik, stabilitas hasil perawatan dan gangguan pengunyahan.

Kontraindikasi bedah ortognatik yaitu : 28 1. Pasien dengan kesehatan umum yang buruk 2. Pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik

3. Faktor lokal yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka

4. Pasien yang berumur di bawah 18 tahun dimana stabilitas perawatan tidak akan terjamin, karena masih terdapat pertumbuhan rahang. Oleh karena itu bedah ortognatik dilakukan pada pasien yang pertumbuhan rahangnya telah selesai.

(28)

BAB 4

PENATALAKSANAAN

Pengetahuan tentang bedah ortognatik telah berkembang selama dua dekade terakhir. Diagnosa dan rencana perawatan telah menjadi lebih berpengalaman, sehingga teknik bedah dapat digunakan untuk memperbaiki kelainan rahang. Bedah ortognatik tidak hanya teknik bedah yang memerlukan pengalaman dan keakuratan, tetapi juga memperhatikan jaringan keras dan lunak. Namun bedah ortognatik bukanlah merupakan suatu perawatan pengganti, melainkan suatu rangkaian multidisiplin yang dikombinasikan dengan perawatan lainnya untuk mencapai hasil estetis yang memuaskan.5

4.1 Pemeriksaan Prabedah

(29)

Gambar 8 : Hubungan baik antara pasien, ahli ortodonti, ahli bedah (Reyneke JP, Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 11).

4.1.1 Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan umum pada pasien sangat penting karena dapat menentukan rencana perawatan yang akan dilakukan. Pemeriksaan umum pasien meliputi :5

1. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit pasien perlu dipertimbangkan oleh tim bedah untuk menghindari terjadinya komplikasi pada penggunaan anastesi umum dan tindakan bedah itu sendiri. Resiko yang akan timbul oleh karena dua hal tersebut perlu didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien dan dibuat pernyataan persetujuan atau yang dikenal dengan informed consent. Pemeriksaan riwayat penyakit juga tidak kalah penting untuk mengetahui penyakit-penyakit pasien yang tidak secara langsung akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dari hasil perawatan.

Surgeon

Orthodontis

(30)

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan 7-10 hari sebelum pembedahan. Pemeriksaan ini berguna untuk memastikan kondisi tubuh pasien apakah sudah cukup baik dan siap untuk menjalani pembedahan.

3. Kondisi sosiopsikologis

Seringkali kondisi sosiopsikologis pasien terabaikan pada saat pemeriksaan prabedah, pada hal ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan perawatan. Perlu diketahui apa yang menjadi motivasi pasien untuk menjalani perawatan bedah dan hasil seperti apa yang diinginkan dari perawatan tersebut.

Pada pemeriksaan kondisi sosiopsikologis, pasien perlu diberi penjelasan sebelumnya mengenai konsep bedah ortognatik dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada hasil perawatan nantinya namun penjelasan ini tidak memberikan ketakutan dalam diri pasien khususnya terhadap pasien yang memiliki masalah-masalah dentofasial yang spesifik.

4.1.2 Pemeriksaan Klinis

(31)

Anatomi jaringan lunak disekitar tulang perlu diperhitungkan sebelum perawatan bedah. Keadaan tulang setelah pembedahan diharapkan dapat mempunyai keseimbangan fisiologis dengan jaringan lunak agar otot-otot di sekitar rongga mulut tidak mengalami distorsi.32

4.1.3 Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan hal yang penting dalam perencanaan perawatan bedah. Pemeriksaan radiologis pada perencanaan bedah ortognatik dapat dilakukan dengan menggunakan ortho-Panorex dan cephalometric x-rays.

Ortho-Panorex x-rays dapat memperlihatkan perkembangan gigi dan anatomi mandibula.

Pengambilan foto yang khusus seperti foto oklusal dan periapikal hanya dilakukan untuk melihat gambaran tulang pendukung dan ruang antar gigi. Cephalometric

x-rays sebagai standar pemeriksaan radiologis untuk melihat gambaran wajah yang

dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk memperkirakan pertumbuhan pada seorang individu.28

4.2 Perawatan Pendahuluan

Sebelum dilakukannya bedah ortognatik, perlu dilakukan perawatan pendahuluan untuk mendukung keberhasilan perawatan yang diharapkan. Perawatan pendahuluan tersebut meliputi perawatan jaringan periodontal, perawatan restoratif pada gigi, perawatan ortodontik pra bedah dan perencanaan model.28,32,33

1. Perawatan jaringan periodontal

(32)

rongga mulut akan menjadi kurang efektif pada pasien yang tidak bisa membersihkan gigi secara benar sebelum perawatan ortodontik prabedah dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan inflamasi pada gingiva.

Perawatan periodontal yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan instruksi kepada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut, pembersihan karang gigi dan penyerutan akar. Perawatan periodontal ini akan sangat berguna untuk mempersiapkan jaringan periodontal yang sehat sebelum bedah ortognatik dilakukan.

2. Perawatan restoratif pada gigi

Selama pemeriksaan restoratif, gigi-gigi diperiksa dengan memperhatikan lesi karies dan tambalan yang jelek. Semua karies yang ada pada gigi harus ditambal sebelum bedah ortognatik dilakukan dan tambalan yang jelek diganti.

3. Perawatan ortodontik prabedah

Perawatan ortodontik prabedah ini bertujuan untuk mempersiapkan susunan gigi yang rapi sebelum pembedahan. Tindakan ini dapat berupa pencabutan gigi termasuk gigi terpendam. Pencabutan dilakukan 2-3 minggu sebelum pesawat ortodontik dipasang.

Pada perawatan ortodontik prabedah juga dilakukan analisa sefalometri dengan menggunakan sudut SNA dan SNB. Sudut SNA dan SNB memberikan ukuran dan posisi relatif hubungan maksila dan mandibula dibandingkan dengan basis kranii anterior. Sudut ideal untuk SNA adalah 800 dan SNB 770.34

(33)

beberapa kasus akan menjadi lebih buruk. Perawatan ini biasanya memakan waktu antara 9-18 bulan tergantung dari keparahan susunan gigi dan kooperatif pasien.

4. Perencanaan model

Pada setiap kasus yang hendak dilakukan bedah ortognatik, harus diadakan pemeriksaan model terlebih dahulu. Dengan menganalisa model, dapat terlihat maloklusi yang diderita pasien.

Untuk menentukan secara detail tempat dan berapa banyaknya tulang yang harus dibuang, perlu dibuat perencanaan model. Tujuan perencanaan model ialah menentukan oklusi yang menjadi tujuan dan banyaknya tulang yang akan diambil.

4.3 Teknik Bedah Ortognatik

Pelaksanaan bedah ortognatik biasanya dilakukan di rumah sakit ataupun di klinik spesialis bedah yang besar, tergantung pada tingkat kesulitan pada saat pembedahan. Pembedahan menggunakan anastesi umum dengan endotracheal

breathing tube yang dipasang pada hidung pasien sehingga ahli anastesi dapat

mengontrol pernafasan pasien selama pasien tidak sadar.27

Secara umum, teknik bedah yang baik harus mencakup hal-hal berikut :5 1. Rencana perawatan yang baik

2. Pengetahuan dan penguasaan ilmu yang baik mengenai teknik bedah yang akan dilakukan

3. Instrumentasi yang lengkap dan memenuhi syarat.

(34)

1. Asepsis

Dalam ilmu bedah mulut dan maksilofasial, prinsip asepsis telah diakui telah memberikan banyak kemajuan pada prosedur pembedahan. Keadaan asepsis dapat tercipta dengan melakukan sterilisasi, yaitu tindakan suci hama yang meliputi operator dan tim, instrumentasi yang digunakan, serta pasien dan kamar operasi.

2. Atraumatic surgery

Hal yang sangat penting pada tindakan bedah yaitu membuat trauma sekecil mungkin dengan bekerja secara hati-hati, teliti, tidak boleh kasar dan ceroboh. Bila tidak dapat menyebabkan laserasi mukosa yang memudahkan terjadinya infeksi dan dapat memperlambat proses penyembuhan.

3. Memenuhi tata kerja yang teratur

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, harus dikerjakan secara sistematis dan sesuai dengan urutan kerja yang telah direncanakan.

4.3.1 Osteotomi Mandibula

Osteotomi mandibula dapat dilakukan pada sebagian dari mandibula yang tergantung pada diagnosis dan lokasi kelainan dentofasial. Lokasi yang biasa dilakukan osteotomi adalah ramus, korpus, dentoalveolar dan dagu. Pada kasus sindrom Pierre Robin, osteotomi mandibula yang dilakukan umumnya mencakup bagian ramus saja.5,28,36,37

A. Osteotomi Ramus

Umumnya osteotomi ramus meliputi sagital split, vertical oblique osteotomy,

(35)

dengan keadaan mikrognasia digunakan sagital split bilateral karena teknik ini dapat memajukan mandibula.23,27,28,37

Osteotomi sagital split adalah teknik yang paling umum digunakan untuk perawatan pasien dengan keadaan mikrognasia karena dapat memajukan mandibula yang retrusi. Perkembangan reposisi mandibula pertama kali diperkenalkan oleh ahli bedah bernama New, Erich, Dingman, Burch, Bowden dan Woodward dengan teknik osteotomi korpus. Kemudian muncul reposisi mandibula dengan osteotomi ramus yang diperkenalkan oleh Caldwell, Letterman, Hinds, Ginotti dan Robinson. Pada tahun 1955, Obwegeser dan Trauner memperkenalkan prosedur bedah dengan teknik osteotomi sagital split yang meliputi ramus mandibula. Teknik ini kemudian dimodifikasi oleh Dal Pont dan dilanjutkan oleh Epker pada tahun 1977. Osteotomi sagital split ini menggunakan plat mini secara intraoral atau dengan bicortical screw sebagai fiksasi yang menghindarkan penggunaan fiksasi intermaksiler sehingga menguntungkan pasien karena lebih cepat kembali ke fungsi sosialnya dan menguntungkan dari segi estetis karena insisi dibuat seminimal mungkin untuk penempatan skrup pada mandibula.27

Prosedur dari teknik sagital split osteotomi yaitu : 1. Infiltrasi pada jaringan lunak

(36)

2. Insisi pada jaringan lunak

Insisi dibuat menembus mukosa, otot dan periosteum dari sebelah lingual

external oblique ridge ramus mandibula superior ke sebelah mesial molar dua

inferior. (Gambar 9a).5

3. Diseksi subperiosteal

Diseksi subperiosteal dilakukan pada 3 bagian yaitu: bagian bukal, superior dan medial. Diseksi harus tegas, bersih dan rapi. Perlekatan otot maseter harus dijaga agar tidak rusak. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penglihatan pada daerah osteotomi. Diseksi dilakukan pada bagian bukal ke lingual dari ramus anterior kearah foramen alveolaris ramus mandibula. (Gambar 9b).5

a b

(37)

4. Identifikasi foramen alveolaris inferior

Osteotomi tidak dapat dilakukan sebelum mengidentifikasi foramen alveolaris inferior. Foto panoramik sebagai media identifikasi foramen alveolaris inferior. Akan tetapi, foramen alveolaris inferior sangat sulit ditentukan karena bentuk dari linea

oblique interna yang konveks. Jika foramen alveolaris inferior sulit untuk ditemukan,

maka dapat dilakukan pengurangan pada bagian linea oblique interna dengan menggunakan trimming bur. (Gambar 10).5

Gambar 10 :Identifikasi foramen alveolaris inferior dengan

menggunakan trimming bur berukuran besar. (Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence

Publishing Co, 2003: 250).

5. Osteotomi horizontal (medial ramus osteotomy)

(38)

a b

Gambar 11: a. osteotomi horizontal dibuat sejajar dengan dataran oklusal b. memisahkan bagian anterior mandibula dari foramen alveolaris inferior. ( Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 251).

6. Osteotomi vertikal

Osteotomi vertikal dimulai dari bagian atas osteotomi horizontal berlanjut ke dalam korteks bukal ramus mandibula dan berakhir pada bagian mesial molar dua. Osteotomi harus mencapai bagian korteks tulang sekitar 5 mm. (Gambar 12).5,38

(39)

7. Osteotomi bukal

Osteotomi bukal dimulai dari batas bawah korpus mandibula kemudian digabungkan dengan potongan vertikal osteotomi ramus. Mandibula dibur dengan arah miring dan ke belakang menembus korteks bukal. (Gambar 13).5

Gambar 13 : Osteotomi bukal (Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 252).

8. Pembuatan lubang untuk kawat penahan

(40)

Gambar 14 :Pembuatan lubang untuk kawat penahan.

( Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 253).

9. Pembuatan lubang untuk posisi kondilus

(41)

Gambar 15 : Pembuatan lubang untuk kondilus.

(Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery. Chicago.Quitessence Publishing Co, 2003: 253).

10. Pembersihan daerah operasi (Lavage)

Daerah operasi dibersihkan dengan larutan saline dan ditutup dengan kapas. Jika operator melakukan osteotomi pada satu sisi mandibula, maka diharuskan untuk melakukan osteotomi pada sisi sebelahnya sebelum dilakukan pemisahan mandibula.5

11. Menentukan batas osteotomi dengan osteotom

(42)

12. Pemisahan mandibula

Pemisahan mandibula dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap permulaan pemisahan. Pada awal pemisahan, operator harus memperhatikan : 1). batas bawah mandibula yang memisahkan segmen proksimal 2). bundel neurovaskular harus tetap utuh jika dipisah dari segmen proksimal. Pada tahap kedua, proses pemisahan telah selesai. Pada tahap ini, operator juga harus memperhatikan : 1). batas bawah mandibula disambung kearah segmen proksimal yang telah terpisah 2). bundel neurovaskular memisahkan segmen proksimal sebagai sambungan pemisahan 3). foramen alveolaris inferior dan bagian proksimal dari kanalis terpisah dari segmen proksimal.5

Operator menggunakan osteotom yang berukuran lebih besar ketika melakukan osteotomi vertikal ramus dan separator kecil untuk osteotomi bukal. (Gambar 16).5

(43)

13. Penyelesaian pemisahan

Untuk menyambung pemisahan antara segmen distal dan proksimal, osteotom diganti dengan yang lebih besar dan diputar untuk menjamin batas bawah mandibula tersambung ke segmen proksimal serta bundel neurovaskular harus tetap utuh dan terlindungi. (Gambar 17).5

Gambar 17 : Penyelesaian pemisahan mandibula. (Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 257).

14. Penarikan otot pterigomaseter

(44)

15. Penarikan otot pterigoid medial dan ligamen stilomandibular

Pada sisi medial mandibula melekat otot pterigoid medial dan ligamen stilomandibular. Kegagalan pada saat penarikan otot pterigoid medial dan ligamen stilomandibular, akan mengganggu proses reposisi pada segmen distal sebelah posterior. Hal ini bisa menyebabkan posisi kondilus di dalam fosa glenoid menjadi terganggu atau segmen proksimal memutar ke posterior. Dengan demikian, kegagalan ini bisa meningkatkan terjadinya relaps.(Gambar 18b).5

a b

Gambar 18:a.Penarikan otot pterigomaseter b.Penarikan otot pterigoid medial dan ligamen stilomandibular. (Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery. Chicago:Quitessence Publishing Co, 2003: 261).

16. Pencabutan gigi molar tiga impaksi

(45)

17. Pencatatan posisi soket molar tiga

Soket molar tiga dapat mempengaruhi penempatan skrup bikortikal. Posisi dan ukuran soket harus dicatat untuk memastikan tempat skrup bikortikal yang efisien.5

18. Penghalusan area kontak segmen tulang

Penggunaan bur pear-shaped vulcanite yang besar untuk menghaluskan sisi medial segmen proksimal dan memastikan kontak tulang yang baik antar segmen serta melindungi nervus dari pinggir tulang yang tajam. Tulang seharusnya dikurangi dari sisi lateral segmen distal karena berpotensi merusak bundel neurovaskular. (Gambar 19).5,38

Gambar 19 : Penghalusan area kontak segmen tulang (White Rp, Proffit WR. Surgical orthodontics: a current perspective. In : Johnston LE. New vistas in orthodontics. Philadelphia:Lea & Febiger, 1985 : 296).

19. Pemasangan kawat penahan

(46)

20. Penentuan posisi bundel neurovaskular alveolar inferior

Bundel neurovaskular alveolar inferior sering terlihat pada saat prosedur pemisahan. Operator harus bisa memanfaatkannya untuk memperkirakan posisi bundel neurovaskular agar dapat memastikan tempat yang aman untuk pemasangan skrup bikortikal. (Gambar 20).5

Gambar 20 : Penentuan posisi bundel neurovaskular alveolar inferior. (Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 257).

21. Pergeseran segmen distal

(47)

Gambar 21 : Pergeseran segmen distal. ( Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery.Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 262).

22. Pemasangan fiksasi maksilomandibular

Fiksasi maksilomandibular dipasangkan pada gigi dengan oklusi yang telah ditetapkan. Fiksasi pertama kali dilakukan pada gigi insisivus sentralis untuk menetapkan hubungan insisal yang ditetapkan, kemudian dilanjutkan pada gigi posterior. Gigi-gigi yang telah difiksasi pada oklusi yang ditetapkan tidak boleh mengganggu tulang ataupun jaringan lunak disekitarnya.5

23. Pengurangan segmen proksimal dari tulang

Kelebihan tulang seharusnya dikurangi agar operator berhati-hati untuk tidak merusak bundel neurovaskular pada saat pengurangan tulang.5

24. Penentuan posisi kondilar

(48)

Gambar 22 : Posisi kondilar ditempatkan di dalam lubang korteks bukal mandibula. ( Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery.Chicago:Quitessence Publishing Co, 2003: 263).

25. Pengetatan kawat penahan

Segmen proksimal ditahan pada posisi yang diinginkan sambil dilakukan pengetatan dengan kawat penahan. Pembuatan lubang yang tidak tepat untuk kawat penahan dapat menyebabkan posisi kondilar menjadi tidak tepat.5

26. Pemasangan trokar

(49)

27. Pembuatan lubang bikortikal dan pemasangan skrup

Pada saat pembuatan lubang bikortikal dan pemasangan skrup harus diperhatikan beberapa faktor berikut :

a. Posisi bundel neurovaskular alveolar inferior b. Ketebalan tulang

c. Posisi gigi molar tiga terpendam d. Akar distal gigi molar dua

Pembuatan lubang dilakukan dengan menggunakan bur yang tajam dengan sedikit tekanan. Perlu diperhatikan bahwa tangkai bur tetap menekan trokar pada saat pengeburan. Hal ini akan menimbulkan panas dan jika tanpa menggunakan air, mungkin dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan jaringan subkutan yang berkontak dengan tube trokar. Posisi ketiga lubang dibuat dalam bentuk segitiga atau garis lurus sepanjang batas atas.5

(50)

Gambar 23 :a.Pemasangan trokar b.Pembuatan lubang bikortikal dan pemasangan skrup. (Reyneke JP . Essential of orthognathic surgery. Chicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 265).

28. Pelepasan fiksasi maksilomandibular dan pengecekan oklusi

(51)

Gambar 24 : Pengecekan oklusi (White Rp, Proffit WR. Surgical orthodontics: a current perspective. In : Johnston LE. New vistas in orthodontics.Philadelphia: Lea & Febiger,

1985 : 296).

29. Penjahitan ekstra oral dan intra oral

Penjahitan intra oral dilakukan dengan benang yang dapat diabsorbsi. Sedangkan penjahitan ekstra oral dengan menggunakan benang nilon 5-0 non absorbsi. Jahitan ekstraoral dibuka dua hari setelah pembedahan.5

30. Pemasangan elastik

Penggunaan elastik dengan ukuran 0,25 inci dipasang pada tiap sisi. Elastik ini bertujuan untuk menjaga pergerakan rahang. Pemasangan elastik yang dilakukan segera pasca bedah adalah baik. 5

31. Pemasangan perban

(52)

4.3.2 Osteotomi maksila

Prosedur koreksi pada maksila meliputi mobilisasi dan reposisi seluruh rahang atas (prosesus alveolaris beserta palatum) atau satu segmen dari prosesus alveolaris. Osteotomi maksila meliputi osteotomi Le Fort I, osteotomi dentoalveolar, high level

maxillary osteotomy, osteotomi Le Fort III, Kufner osteotomy, dan zygomatic

osteotomy.5 Prosedur yang paling sering dilakukan adalah osteotomi Le Fort I, yang dengan berbagai modifikasinya dapat digunakan untuk mengoreksi berbagai macam kelainan.23

(53)

(54)

a b

Gambar 26 : Prosedur Le Fort I a.Segmen maksila yang telah dipisahkan b.Pengeburan pada septum ( White Rp, Proffit WR. Surgical orthodontics:a current perspective. In : Johnston LE. New vistas in orthodontics. Philadelphia: Lea & Febiger, 1985 : 287-9).

Reposisi maksila dilakukan setelah pemeriksaan posisi ideal kondilus dan maksila diposisikan dalam posisi baru yang sudah direncanakan. Ini merupakan prosedur yang paling rumit, yang mana membutuhkan operator yang berpengalaman untuk melakukannya. Setelah itu, turbinektomi dilakukan jika mukoperiosteum membesar dan menghalangi reposisi maksila superior dengan menggunakan

diathermy knife. Setelah itu penjahitan dilakukan pada mukosa nasalis dan

(55)

penjahitan submukosa, ini merupakan tahap yang penting karena harus dilakukan dengan teliti, setelah itu dilakukan penjahitan mukosa dengan hasil jahitan berbentuk ‘V’ atau ‘Y’. Pemasangan elastik dipasang di interoklusal untuk menuntun gigi dalam oklusi yang baru. (Gambar 27) Tujuan elastik adalah untuk mendukung reposisi. Tahap akhir adalah pemasangan perban yang bertujuan untuk mengontrol pembengkakan dan mencegah hematoma.5,38

Gambar 27: Maksila dalam oklusi baru dan distabilisasi dengan fiksasi(White Rp, Proffit WR.

Surgical orthodontics : a current perspective. In : Johnston LE. New vistas in orthodontics. Philadelphia: Lea & Febiger, 1985 : 291).

4.4 Perawatan Pasca Bedah

(56)

memlih pulang ke rumah dalam waktu 1 x 24 jam setelah operasi, namun ada pula yang ingin tetap tinggal di rumah sakit selama 2-3 hari.27

4.4.1 Evaluasi dan Kontrol

Kepuasan pasien terhadap hasil perawatan yang diharapkannya adalah tujuan utama dari perawatan bedah ortognatik. Hasil perawatan yang memuaskan akan mempengaruhi kepribadian, karir dan kehidupan sosial pasien.29,32

Gambar 28 :Perawatan bedah ortognatik a. Sebelum bedah ortognatik b. Sesudah bedah ortognatik. ( Joseph RW. Orthognathic surgery

Beberapa pasien mengalami sakit di tenggorokan atau pendarahan pada hidung yang berasal breathing tube, dan biasanya perdarahan terjadi pada pasien yang menjalani pembedahan pada mandibula.27

(57)

bertujuan agar tulang rahang dapat sembuh sempurna tanpa adanya pergeseran.49 Makanan harus cukup mengandung kalori, protein dan vitamin serta mineral yang diperlukan untuk proses penyembuhan.27

Kontrol dilakukan selama 6 minggu, luka bekas jahitan biasanya sembuh sekitar 2 atau 3 minggu setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca operasi akan dijumpai adanya pembengkakan. Beberapa pasien osteotomi sagital split terkadang mengeluhkan rasa kaku pada bibir bawah. Hal ini normal, dan akan kembali seperti semula beberapa bulan kemudian. Rasa kaku ini tidak mempengaruhi pergerakan atau penyembuhan tulang pasca operasi. Pasien akan beradaptasi dengan sendirinya setelah diberi penjelasan oleh ahli bedah.27

Fungsi pengucapan pasca bedah akan terasa sulit jika gigi-gigi diikat dengan elastik. Kesulitan pengucapan akan berkurang dengan latihan secara perlahan dan setelah pembengkakan berkurang. Setelah 6 bulan, pasien harus kembali pada ahli ortodonti untuk memperbaiki fungsi gigitan. Biasanya perawatan ortodontik ini memerlukan waktu selama 1 tahun atau lebih. Penggunaan retainer dan selalu mengikuti segala instruksi dari ahli ortodonti akan mencapai hasil yang memuaskan.27

(58)

4.4.2 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang dapat dijumpai setelah perawatan bedah ortognatik yaitu :6,23,27-28

1. Perdarahan

Perdarahan yang hebat karena kerusakan pada pembuluh darah besar dapat terjadi akibat pembedahan yang tidak sesuai aturan. Hal ini dapat dihindari dengan cara menggunakan teknik bedah yang hati-hati dan menggunakan pelindung jaringan yang memadai. Penghentian perdarahan dapat dilakukan dengan menggunakan haemostatikum lokal dan umum. Cara ini lebih efektif daripada pengikatan pembuluh darah yang biasanya tidak berhasil karena arteri karotis eksterna pada satu sisi diikat, aliran darah pada sisi yang berlawanan akan mengkompensasi dengan menyediakan suplai yang adekuat sehingga perdarahan tetap terjadi.

2. Cedera saraf

Cedera saraf pada cabang n. Trigeminus relatif sering terjadi meski n.Fasialis jarang terlibat. Bila n.Fasialis terlibat, hal tersebut seringkali akibat dari peregangan atau tekanan yang ditimbulkan oleh retraksi yang berlebihan. Pemulihan biasanya akan memakan waktu 2-3 bulan jika kesinambungan n.Fasialis masih utuh. Cedera n.Lingualis jarang terjadi dan paling sering berkaitan dengan osteotomi sagital split.

3. Tulang patah

Komplikasi ini dapat dijumpai pada teknik osteotomi sagital split dan vertical

oblique osteotomy, dimana tulang rahang tipis dan konsistensi tulang sangat keras.

(59)

4. Nekrosis aseptik

Nekrosis aseptik dapat menyebabkan kerusakan tulang yang cukup berarti yang akan menimbulkan gangguan estetika wajah. Hal-hal yang dapat menimbulkan komplikasi ini antara lain terputusnya suplai darah pada sisi pembedahan karena adanya fraktur yang tidak terdeteksi, pemutaran periosteum yang berlebihan, gangguan pada sumber suplai arteri yang penting, kegagalan sirkulasi kolateral, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Penanganan komplikasi ini dapat melalui penempatan blok hidroksiapatit padat dan terapi oksigen hiperbarik sebagai penanganan tambahan.

5. Inflamasi

Inflamasi sangat jarang terjadi. Inflamasi yang terjadi dapat berupa akut ataupun kronis, lokal ataupun umum. Inflamasi pasca pembedahan banyak disebabkan oleh bakteri endogenous seperti bakteri streptokokus.

6. Kegagalan penyatuan tulang (malunion)

Kegagalan penyatuan tulang jarang terjadi. Biasanya terjadi karena penggunaan karet elastik intermaksiler yang terlalu dini karena kekuatan karet elastik dapat mengganggu osifikasi pada daerah osteotomi.

(60)

BAB 5 KESIMPULAN

Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan gejala-gejala utama seperti : mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan pemberian makan serta kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yang lain seperti pada mata, telinga dan jantung.

Etiologi sindrom Pierre Robin merupakan rangkaian dari beberapa malformasi kongenital. Namun, dari beberapa penelitian menemukan rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan mekanis pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti dengan peran oligohidramnion. Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan janin pada masa intrauterin.

Pasien dengan cacat kraniofasial dapat menunjukkan berbagai gangguan fungsional dan estetika. Kelainan ini dapat diperbaiki pada rahang saja atau mungkin melibatkan beberapa struktur kraniofasial serta memerlukan perawatan ortodontik untuk mencapai posisi dan fungsi maksila, mandibula dan gigi yang tepat. Tindakan ini disebut bedah ortognatik.

(61)

penelanan, pengucapan, dan pengunyahan. Oleh karena itu bedah ortognatik menjadi tantangan serius bagi kemampuan adaptasi pasien terhadap hasil perawatan. Pasien kelainan kraniofasial seperti sindrom Pierre Robin memiliki bentuk wajah yang konveks dan bentuk dagu yang kecil (asimetri wajah). Asimetri wajah merupakan salah satu indikasi bedah ortognatik. Perawatan bedah ortognatik pada pasien sindrom ini minimal pada usia 18 tahun.

(62)

DAFTAR RUJUKAN

1. Evans AK, Rahbar R, Rogers GF, Mulliken JB, Volk MS. Robin sequence: a

retrospective review of 115 patients. Int J Pediatric Otorhinolaryngology 2005

; 70 : 974.

2. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. California: Elsevier, 2007 : 1009.

3. Burstein FD, Williams JK. Mandibular distraction osteogenesis in pierre

robin sequence: application of a new internal single-stage resorbable device.

4. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A textbook of oral pathology. 4th ed. Philadelphia : W.B Saunders Company, 1983 : 682 - 3.

5. Reyneke JP. Essential of orthognathic surgery. Chicago : Quitessence Publishing Co, 2003 : 11-285.

6. Panula K. Correction of dentofacial deformities with orthognatic surgery. Dissertation. Oulun Yliopisto, Oulu : University of Oulu, 2003 : 29 - 33. 7. Abubaker AO, Benson KJ. Oral and maxillofacial surgery secrets. 2nd ed.

California: Elsevier, 2007 : 354.

8. Goldberg MH, Eckblom RH. The treatment of the pierre robin syndrome. Pediatrics J 1962 : 450 - 4.

9. Redett RJ. A guide to understanding pierre robin sequence.

(63)

10.Valdani FK. The craniofacial growth pattern in pierre robin sequence from

childhood to adulthood. Karolinska Institutet 2004 : 4 - 8.

11.Cozzi F, Pierro A. Glossoptosis apnea syndrome in infancy. Pediatrics J 1985; 75 : 836 - 42.

12.Morokuma S, Anami A, Tsukimori K, Fukushima K, Wake N. Abnormal fetal

movements, micrognathia and pulmonary hypoplasia: a case report.

<http://www.biomedcentral.com> (23 Oktober 2010).

13.Dennison WM. The pierre robin syndrome. Pediatrics J 1965; 36: 336 - 340. 14.Savion I, Huband ML. A feeding obturator for a preterm baby with pierre

robin sequence. J Prosthet Dent 2005; 93(2) : 197 - 200.

15.Tolarova MM. Cleft lip and palate. <http://emedicine.medscape.com> (20 Oktober 2010).

16.Lalwani AK. Diagnosis & treatment in otolaryngology head & neck surgery. United states of America: McGraw Hill companies, 2008 : 326 - 7.

17.Anonymous. Pierre robin syndrome.

Oktober 2010).

18.Israr YA. Tetralogi fallot. <http://www.Files-of-DrsMed.tk> (20 Oktober 2010).

19.Anonymous. Kesehatan mata. <http://selukbelukmata.blogspot.com> (20 Oktober 2010).

20.Kiely JL, Deegan PC, McNicholas WT. Resolution of obstructive sleep apnea

(64)

21.Carrillo EL, Ito TK, Lopez BG, Bastida NM, Pereyra GE. Cephalometric

norms according to the harvold’s analysis. Int J Odontostomat 2009; 3:33- 6.

22.Gibilisco JA. Stafne’s oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia : W.B Saunders Company, 1975 : 399.

23.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 : 325 – 52.

24.Balaji SM. Text book of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier, 2007 : 465 - 91.

25.Bill J, Eulert S. Contemporary aspects of orthognathic surgery. Acta Stomatol Croat 2003 ; 37 : 290.

26.Baliga M, Upadhyaya C. Versatility of orthognathic surgery in the

management of maxillofacial deformities. Kathmandu University Medical J

2006 ; 4 : 109 - 12.

27.Park Meadows Cosmetic Surgery. Orthognathic jaw surgery. <http://www.parkmeadowscosmeticsurgery.com> (20 Oktober 2010).

28.Patel PK. Craniofacial, orthognathic surgery. <http://emedicine.medscape. com> (20 Oktober 2010).

29.Sadek H, Salem G. Psychological aspects of orthognathic surgery and its

effect on quality of life in Egyptian patients. Eastern Mediterranean Health J

2007 ; 13 : 150-1.

30.Putranto R, Takagi T, Yokozeki M, Moriyama K. Bedah Ortognatik

menunjang keberhasilan perawatan ortodontik dan memperbaiki bentuk

(65)

31.Bishara SE. Textbook of orthodontics. Philadelphia: W.B.Saunders, 2001 : 548 - 59.

32.Harahap N, Nazruddin. Ortodonti III. Medan : Laboratorium Ortodonti FKG USU, 1990 : 73 - 6.

33.Tucker MR, Ochs MW. Correction of dentofacial deformities. In : Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial

surgery. 4th ed. California: Mosby, 1996 : 564 - 80.

34.Houston WJB. Diagnosis ortodonti. 3rd ed. Alih bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC, 1989 : 58 - 73.

35.Tjiptono TR, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut. 6th ed. Medan: Cahaya Sukma, 1989 : 2 - 5.

36.Wolford LM. Surgical planning in orthognathic surgery. In : Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. California: Elsevier, 2007 : 1182.

37.Molina F. Mandibular distraction osteogenesis: clinical analysis of the first 10 years. In : Samchukow ML, Cope JB, Cherkashin AM. Craniofacial

distraction osteogenesis. California: Mosby, 1996 : 196 - 204.

38.White Rp, Proffit WR. Surgical orthodontics: a current perspective. In : Johnston LE. New vistas in orthodontics. Philadelphia: Lea & Febiger, 1985 : 285 - 296.

39.Laaksonen JP, Niemi M, Happonen RP, Aaltonen O. Acoustic analysis of

vowels before and after orthognatic surgery. From Sound to Sense 11 – June

(66)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Ruri Puspasari

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 19 Desember 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bilal Ujung G.Bima No.41A Medan Orangtua

Ayah : Nursalim Ibu : Salmah

Alamat : Jln. Bilal Ujung G.Bima No.41A Medan Riwayat Pendidikan

1. 1994-1995 : TK Melati Putih, Medan 2. 1995-2001 : SD Negeri 064965, Medan 3. 2001-2004 : SLTP Negeri 11, Medan 4. 2004-2007 : SMA Negeri 7, Medan

5. 2007-2011 : Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan

Gambar

Gambar
Gambaran radiografis sindrom Pierre Robin merupakan alat pendukung
Gambar 11: a. osteotomi horizontal dibuat sejajar dengan dataran oklusal  b. memisahkan bagian  anterior  mandibula  dari  foramen alveolaris inferior
Gambar 16 :  Pemisahan  mandibula. (Reyneke JP . Essential of orthognathic surgeryChicago: Quitessence Publishing Co, 2003: 257)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pengetahuan, sikap dan tindakan ibu terhadap penyajian makanan yang aman di Kompleks Johor Indah Permai pada tahun

Kendala yang dihadapi oleh para pelaku industri kreatif saat ini adalah cara mengemas buku kumpulan cerita rakyat nusantara, agar tidak kalah bersaing

- This contribution also deals with exposing new 3D photographs to document monuments of importance for Cultural Heritage, including the use of 3D cameras as

Capaian Program Jumlah dokumen perencanaan dan penganggaran SKPD yang dibuat secara benar dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Computer vision researchers have explored many applications to verify the visual accuracy of 3D model but the approaches to verify metric accuracy are few and no one is on

Capaian Program Jumlah dokumen perencanaan dan penganggaran SKPD yang dibuat secara benar dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kenyataan selama ini kegiatan pembelajaran mengajar masih didominasi guru yaitu kegiatan satu arah dimana penuangan informasi dari guru ke siswa dan hanya dilaksanakan dan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan model pembelajaran yang selama ini digunakan dalam proses pembelajaran sejarah di SMA Negeri Kota Sukabumi; (2)