• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 081000170 MERLYN SINAGA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 081000170 MERLYN SINAGA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul:

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 081000170 MERLYN SINAGA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Oktober 2012 dan

Dinyatakan telah Memenuhi Syarat untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

drh. Hiswani, M.Kes

NIP. 19650112 199402 2 001 NIP. 19640404 199203 1 005 Drs. Jemadi, M.Kes

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP. 19490417 197902 1 001 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Oktober 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif bersifat kronis yang prevalensinya terus meningkat. World Health Organization (WHO, 2003) memperkirakan bahwa 5,1% penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi nasional DM berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk berumur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan adalah 5,7%.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita DM yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011. Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi pada penelitian ini 123 orang, sampel sama dengan jumlah populasi (Total Sampling)

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun (33,3%), jenis kelamin perempuan (65,0%), suku Batak (74,8%), agama Kristen Protestan (56,9%), pekerjaan Ibu Rumah Tangga (28,5%), asal luar kota Pematangsiantar (52,8%), DM tipe 2 (99,2%), jenis komplikasi Gastritis (32,5%), komplikasi kronik (89,4%), pengobatan OHO (63,4%), sumber biaya sendiri (86,2%), lama rawatan rata-rata (5 hari), pulang berobat jalan (78,9%) dan CFR 5,7%. Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan berdasarkan kategori komplikasi (p=0,501) dan ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,000). Tidak dapat dilakukan uji statistik berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tipe DM berdasarkan kategori komplikasi dan kategori komplikasi berdasarkan pengobatan.

Kepada pihak RS Vita Insani Pematangsiantar diharapkan agar meningkatkan pemberian informasi kepada penderita DM yang pulang berobat jalan agar melakukan kontrol glukosa darah secara teratur, menerapkan pola hidup sehat, dan mengkonsumsi obat secara teratur sehingga kadar gula darah bisa dikontrol.

(5)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a chronic degenerative disease with a prevalence continue to increase. World Health Organization (WHO, 2003) estimates that 5,1% of the people in the world with diabetes aged 20-79 years. Based on data Riskesdas 2007, the national prevalence of diabetes based on blood glucose measurements population aged > 15 years residing in urban areas was 5,7%.

The objective of this research to know the characteristics of patients DM admitted to the Pematangsiantar Vita Insani Hospital in 2011. This research is descriptive study with case series design. The population in this study was 123 people,sample was the same as the population (Total Sampling).

The results showed the proportion of patients with complications of DM was highest in the age group 51-60 years (33,3%), female (65,0%), Batak (74,8%), Christian Protestant (56,9% ), senior high school education (32,7%),housewife (28,5%), out of Pematangsiantar (52,8%), type 2 diabetes mellitus (99,2%), Gastritis complication (32,5%), chronic complications (89,4%), Hypoglycemic oral medicine (63,4%), own expense (86,2%), averagelength of stay (5 days), becoming outpatient (78,9%) and CFR 5,7%. According to statistic, there was no difference between age based on category complication (p=0,501)and there was difference betwen average lenght of stay based on expense surces (p=0,000). Statistical test was unable to do by age , sex, and type of diabetes complications based on categories and categories of complications based on medicine.

It is suggested to the Vita Insani Hospital can give information to DM patient with discharge and becoming out patient to control blood glucose regularly, adopting a healthy lifestyle and taking medication regularly so that blood sugar levels can be controlled.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Merlyn Sinaga

Tempat/ Tanggal Lahir : Lumban Sinaga/ 27 November 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 1 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Kepodang 1 No. 183, Perumnas Mandala, Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-2002 : SD Negeri No. 173194 Kecamatan Pangaribuan Tahun 2002-2005 : SMP Negeri 2 Kecamatan Pangaribuan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul, “Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011” yang merupakan salah satu prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU. 3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

6. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing Akademik.

8. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Epidemiologi.

9. Direktur RS Vita Insani Pematangsiantar, Ibu Kepala Bagian Rekam Medik RS Vita Insani Pematangsiantar beserta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

10. Orangtuaku tercinta ayahanda Jalaut Sinaga dan ibunda Elpine Sianturi yang telah membesarkan, mendidik serta memberi nasehat dan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan.

11. Adik-adikku: Sabam Sinaga, Julita Sinaga, Manat Sinaga, Ebenezer Sinaga dan Valentine Sinaga atas kasih sayang, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman KTB “Ebenhaezer” (Kak Nata, Evi, Fitri, Rani) dan adik-adik kelompok kecilku “Gavrila” (Desi M, Desi N, Elisabeth, Ellys, Lidia, Riris, Septa dan Tetty) yang telah memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis selama perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman akrab (Nursiani, Ririn, Riama, Dewi) selama perkuliahan di FKM, terima kasih atas kebersaaman, motivasi dan semangatnya.

(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2012

(10)
(11)

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 37

5.2. Sosiodemografi Penderita DM dengan Komplikasi. ... 41

5.3. Tipe DM Penderita Dm dengan Komplikasi ... 43

5.4. Pemeriksaan HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi. ... 43

5.5. Jenis Komplikasi DM ... 44

5.6. Kategori Komplikasi DM ... 45

5.7. Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi. ... 45

5.8. Sumber Biaya Penderita DM dengan Komplikasi. ... 46

5.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi ... 46

5.10. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DM dengan Komplikasi ... 47

5.11. Case Fatality Rate (CFR) DM. ... 48

5.12. Analisis Statistik ... 48

5.12.1. Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi DM ... 48

5.12.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi DM ... 49

5.12.3. Tipe DM Berdasarkan Kategori Komplikasi. ... 50

5.12.4. Kategori Komplikasi Berdasarkan Pengobatan... 51

5.12.5. Lama Rawatan Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 52

5.12.6. Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya ... 53

BAB 6 PEMBAHASAN ... 54

6.1. Sosiodemografi Penderita DM dengan Komplikasi... 54

6.1.1. Umur Penderita DM dengan Komplikasi... 54

6.1.2. Jenis Kelamin Penderita DM dengan Komplikasi ... 55

6.1.3. Suku Penderita DM dengan Komplikasi ... 56

6.1.4. Agama Penderita DM dengan Komplikasi ... 58

6.1.5. Pekerjaan Penderita DM dengan Komplikasi ... 59

6.1.6. Daerah Asal Penderita DM dengan Komplikasi ... 60

6.2. Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi. ... 61

6.3. Jenis Komplikasi DM ... 63

6.4. Kategori Komplikasi DM. ... 64

6.5. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi ... 66

6.6. Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi ... 67

6.7. Sumber Biaya Penderita DM dengan Komplikasi ... 68

6.8. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DM dengan Komplikasi ... 70

6.9. Analisis Statistik ... ... 72

(12)

6.9.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi DM... ... 73

6.9.3. Tipe DM Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 74

6.9.4. Kategori Komplikasi Berdasarkan Pengobatan ... 75

6.9.3. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Kategori ... 77

6.9.4. Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya ... 78

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

7.1. Kesimpulan... ... 80

7.2. Saran ... ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Jenis-Jenis Komplikasi Pada Penderita Diabetes Mellitus 2. Master Data Penderita Diabetes Mellitus

3. Output Hasil

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 41 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Tipe DM di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 43 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 44 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 46 Tabel 5.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 47 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011... 47 Tabel 5.9. Case Fatality Rate (CFR) Diabetes Mellitus dengan Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 48 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 49 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM dengan

(14)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011... 50 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 Bedasarkan Pengobatan ... 51 Tabel 5.14. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi DM di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011... 52 Tabel 5.15. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 54 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di RS Vita Insan Pematangsiantari Tahun 2011 ... 55 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Suku di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 57 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Agama di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 58 Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 59 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Daerah Asal di RS Vita Insani tahun 2011 ... 60 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe DM di RS Vita Insani tahun 2011 ... 62 Gambar 6.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS Vita Insani tahun 2011 ... 63 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani tahun 2011 ... 65 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

(16)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS Vita Insani Tahun 2011 ... 69 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 70 Gambar 6.13. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 72 Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM

dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 73 Gambar 6.15. Diagram Bar Distribusi Proporsi Tipe DM Penderita DM dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 74 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita

DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011 ... 75 Gambar 6.17. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi DM di RS Vita Insani Pematangsiantar ... 77 Gambar 6.18. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS Vita Insani

(17)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif bersifat kronis yang prevalensinya terus meningkat. World Health Organization (WHO, 2003) memperkirakan bahwa 5,1% penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi nasional DM berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk berumur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan adalah 5,7%.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita DM yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011. Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi pada penelitian ini 123 orang, sampel sama dengan jumlah populasi (Total Sampling)

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun (33,3%), jenis kelamin perempuan (65,0%), suku Batak (74,8%), agama Kristen Protestan (56,9%), pekerjaan Ibu Rumah Tangga (28,5%), asal luar kota Pematangsiantar (52,8%), DM tipe 2 (99,2%), jenis komplikasi Gastritis (32,5%), komplikasi kronik (89,4%), pengobatan OHO (63,4%), sumber biaya sendiri (86,2%), lama rawatan rata-rata (5 hari), pulang berobat jalan (78,9%) dan CFR 5,7%. Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan berdasarkan kategori komplikasi (p=0,501) dan ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,000). Tidak dapat dilakukan uji statistik berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tipe DM berdasarkan kategori komplikasi dan kategori komplikasi berdasarkan pengobatan.

Kepada pihak RS Vita Insani Pematangsiantar diharapkan agar meningkatkan pemberian informasi kepada penderita DM yang pulang berobat jalan agar melakukan kontrol glukosa darah secara teratur, menerapkan pola hidup sehat, dan mengkonsumsi obat secara teratur sehingga kadar gula darah bisa dikontrol.

(18)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a chronic degenerative disease with a prevalence continue to increase. World Health Organization (WHO, 2003) estimates that 5,1% of the people in the world with diabetes aged 20-79 years. Based on data Riskesdas 2007, the national prevalence of diabetes based on blood glucose measurements population aged > 15 years residing in urban areas was 5,7%.

The objective of this research to know the characteristics of patients DM admitted to the Pematangsiantar Vita Insani Hospital in 2011. This research is descriptive study with case series design. The population in this study was 123 people,sample was the same as the population (Total Sampling).

The results showed the proportion of patients with complications of DM was highest in the age group 51-60 years (33,3%), female (65,0%), Batak (74,8%), Christian Protestant (56,9% ), senior high school education (32,7%),housewife (28,5%), out of Pematangsiantar (52,8%), type 2 diabetes mellitus (99,2%), Gastritis complication (32,5%), chronic complications (89,4%), Hypoglycemic oral medicine (63,4%), own expense (86,2%), averagelength of stay (5 days), becoming outpatient (78,9%) and CFR 5,7%. According to statistic, there was no difference between age based on category complication (p=0,501)and there was difference betwen average lenght of stay based on expense surces (p=0,000). Statistical test was unable to do by age , sex, and type of diabetes complications based on categories and categories of complications based on medicine.

It is suggested to the Vita Insani Hospital can give information to DM patient with discharge and becoming out patient to control blood glucose regularly, adopting a healthy lifestyle and taking medication regularly so that blood sugar levels can be controlled.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perhatian terhadap Penyakit Tidak Menular semakin hari semakin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat.1 Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti Penyakit Jantung Koroner, Hipertensi, Hiperlipidemia, Diabetes Mellitus dan lain-lain.2

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Penyakit Tidak Menular adalah penyebab utama kematian global. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara global pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular terutama Penyakit Kardiovaskular (48%), Kanker (21%), Paru-Paru Kronis (12%), dan Diabetes Mellitus (3%). Kematian akibat Penyakit Tidak Menular sekitar 29 % terdapat pada usia di bawah 60 tahun dan hampir 80% terjadi di negara berkembang. 3

(20)

Penyakit Kardiovaskular, Stroke, Kaki Diabetik, Retinopati, serta Nefropati Diabetik, dengan demikian sebetulnya kematian pada DM terjadi tidak secara langsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.5

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka prevalensi DM di berbagai penjuru dunia.6 WHO menyatakan pada tahun 2000 bahwa prevalensi DM pada semua kelompok umur di seluruh dunia 2,8% diperkirakan menjadi 4,4% pada 2030.7 Selanjutnya, pada tahun 2003 WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa.4 Pada tahun 2004 terdapat 1,1 juta (1,9%) dari kematian global disebabkan oleh DM dan jumlah penderita sebanyak 220,5 juta.8 Pada tahun 2011 terjadi peningkatan penderita DM menjadi 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang.9

Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan pada tahun 2007 terdapat 246 juta penduduk dunia menderita DM dan diperkirakan akan meningkat mencapai 380 juta pada tahun 2025. Selanjutnya pada tahun 2010 terdapat 285 juta atau 6,4% pada penduduk usia 20-79 tahun menderita DM. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 438 juta atau 7,7% pada penduduk usia 20-79 tahun pada tahun 2030.10

(21)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 Diabetes Mellitus menjadi penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian yaitu 5,7% setelah Stroke, TB Paru, Hipertensi, Cedera dan Perinatal. Prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah 1,1%. Sedangkan prevalensi nasional DM berdasarkan pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 5,7%. Prevalensi DM tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau (10,4%) dan NAD (8,5%). Sementara itu, prevalensi DM terendah ada di Papua (1,7%), diikuti NTT (1,8%). Riset ini juga menghasilkan angka toleransi glukosa terganggu (TGT) secara nasional berdasarkan hasil pengukuran gula darah yaitu pada penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan sebesar 10,2%. Prevalensi TGT tertinggi di Papua Barat (21,8%), diikuti Sulawesi Barat (17,6%) dan Sulawesi Utara (17,3%), sedangkan terendah di Jambi (4 %), diikuti NTT (4,9%).11

Jumlah pasien keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien dengan CFR 7,38 %, sedangkan kasus baru rawat jalan sebanyak 28.095 kasus. Keseluruhan DM menyebabkan kematian dengan CFR 7,02%.11

(22)

Ulkus/Ganggren, 7 kali lebih mudah mengidap Gagal Ginjal Terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina.12

Berdasarkan penelitian Lina (2011) di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 terdapat 134 penderita DM yang mengalami komplikasi. Proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi yaitu penderita DM yang mengalami Gangren (26,1%), Hipertensi (15,7%), Nefropati Diabetik (13,4%), TB Paru (12,8%), Hipoglikemia (6,7%), Stroke (6,7%), Neuropati Diabetik (5,2%), Hiperglikemia (4,5%), Penyakit Jantung Koroner (3,7%), Dispepsia (3,7%) dan Retinopati Diabetik (1,5%). Jenis pengobatan yang terbanyak diberikan kepada penderita DM komplikasi adalah Obat Hipoglikemik Oral sebanyak 80 orang (59,7%).13

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 diketahui bahwa jumlah penderita DM dengan komplikasi yaitu 123 penderita. Melihat tendensi kenaikan prevalensi DM secara global dan komplikasi yang ditimbulkan akibat DM maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

(23)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan daerah asal).

b. Untuk mengetahui distribusi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan tipe DM.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan ada tidaknya pemeriksaan HbA1C.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan jenis komplikasi.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kategori komplikasi.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan pengobatan.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan sumber biaya

h. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita DM berdasarkan komplikasi.. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi

(24)

j. Untuk mengetahui Case Fatality Rate (CFR) DM dengan komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011.

k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan kategori komplikasi. l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan kategori

komplikasi.

m. Untuk mengetahui perbedaan tipe DM berdasarkan kategori komplikasi.

n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi kategori komplikasi berdasarkan pengobatan.

o. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi.

p. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak RS Vita Insani Pematangsiantar untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap sehingga dapat meningkatkan penatalaksanaan pasien DM.

b. Sebagai sarana bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah wawasan penulis tentang permasalahan DM komplikasi.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.6 Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL.14

(26)

2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi Diabetes Mellitus: Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes kehamilan), dan Diabetes Mellitus tipe khusus lain.16

Dikenal 2 jenis utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Kedua jenis DM ini dibagi dengan melihat faktor etiologisnya.17

2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang memiliki kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, dan sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini. Karena proses penyakit DM tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien.18

(27)

mekanisme yang kemungkinan adalah bahwa terdapat agen lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel prankreas sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi. Kemungkinan lain bahwa para individu yang mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta prankreas mereka dengan mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu berespons terhadap virus atau obat, sistem imun mungkin gagal mengenali sel prankreas. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan lebih dari 80% sel beta telah dihancurkan. 18

Sebelumnya DM tipe 1 disebut sebagai Diabetes Mellitus dependen insulin atau IDDM (insulin dependent diabetes mellitus), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM tipe 1 dulu juga dikenal sebagai tipe

juvenile-onset. Akan tetapi, DM tipe 1 dapat muncul pada sembarang usia . Insidens DM tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya.18

2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2

DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. 17 Individu yang mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien18

(28)

pada pasien berusia di atas 40 tahun. Namun, dengan menigkatnya insidensi obesitas di negara barat dan onsetnya yang semakin dini, saat ini terjadi peningkatan frekuensi DM tipe 2 pada orang dewasa muda dan anak-anak.17

Insidens DM tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe 2.14

2.3. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat itu, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengkibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungin akan timbul sebagai akibat kekurangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.14

(29)

melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif.14

2.4. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan gluko meter.6

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

a. Jika keluhan klasik ditemukan (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan) maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

(30)

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.6

Pemeriksaan kadar HbA1c (≥ 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.6 Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang DM antara 4% sampai dengan 6%. Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.19 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah).20

(31)

2.5. Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.5.1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang

Umumnya penderita DM di negara berkembang berada pada kelompok umur 45-64 tahun, sedangkan di negara maju penderita DM berada pada usia di atas 64 tahun. Secara global, prevalensi Diabetes Mellitus lebih tinggi pada laki-laki.7 Menurut WHO (2008) prevalensi DM pada laki-laki 9,8% dan pada perempuan 9,2%.21

Dalam sebuah penelitian dengan desain cross sectional, prevalensi diabetes pada laki-laki 7,2% dan pada perempuan 5,8%. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang terkait dengan diabetes pada laki-laki dan perempuan berusia 40 tahun ke atas adalah pendapatan yang rendah, obesitas, dan riwayat keluarga menderita diabetes.22

Berdasarkan penelitian Tarigan (2011) di RS Herna Medan tahun 2009-2010 proporsi penderita DM berusia < 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 5,0% dan yang menderita komplikasi kronik 4,4% sedangkan proporsi penderita DM berusia ≥40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 95,0% dan komplikasi kronik 95,6%. Proporsi laki-laki menderita DM dengan komplikasi akut 55,0% dan yang mengalami komplikasi kronik 37,7% sedangkan proporsi perempuan yang mengalami komplikasi akut 45,0% dan komplikasi kronik 62,3%.13

b. Menurut tempat

(32)

prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang DM di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.6

Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001.6

c. Menurut Waktu

(33)

2.5.2. Determinan a. Genetik

Pada pasien DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeksnya untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the young), yaitu subtipe penyakit DM yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orangtua menderita DM tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) DM tipe 2.14

b. Usia

DM dapat terjadi pada semua kelompok umur. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda ataupun juga pada orang yang berusia ≤ 40 tahun sedangkan DM tipe 2 biasanya disebut DM yang terjadi pada usia dewasa. Kebanyakan kasus DM tipe 2 terjadi sesudah umur 40 tahun. Pada usia ini umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat, sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin karena gangguan pada sel beta prankreas dan resistensi insulin.25 Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) salah satu faktor risiko DM adalah orang yang berumur > 45 tahun.6

(34)

jumlah kasusnya pada umur di atas 40 tahun, dan jumlah kasus paling banyak terjadi pada umur 61 sampai 70 tahun (48%).27

c. Obesitas (Kegemukan)

DM tipe 2 sering terjadi pada individu dengan berat badan lebih dan obes (gemuk). Obesitas merupakan pemicu terpenting penyebab DM tipe 2. Menurut definisi, obesitas berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari berat badan ideal atau indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25 kg/m2.28

Dari berbagai penelitian didapatkan adanya keterkaitan erat antara IMT dan risiko terjadinya DM tipe 2. Risiko Relatif meningkat lebih dari 10 kali lipat di antara perempuan dari hasil penelitian the Nurses’ Health Study (2001) dengan IMT yang melebihi 29 kg/m2 dan diantara laki-laki dari hasil penelitian the Health Professional Followup Study (2001) dengan IMT yang melebihi 31 kg/m2 jika dibandingkan dengan mereka dalam kategori IMT yang lebih rendah. WHO memperhitungkan bahwa sekitar 64% DM tipe 2 yang diderita laki-laki Amerika dan 74% yang diderita perempuan Amerika seharusnya dapat dihindari jika IMT mereka dipertahankan pada atau di bawah 25 kg/m2.29

d. Pola Makan (Diet)

(35)

resistensi insulin, sekalipun belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang kaya energi dan rendah serat akan meningkatkan kenaikan berat badan dan resistensi insulin kendati pada populasi yang berisiko rendah seperti orang-orang Eropa.29

e. Kurangnya Aktivitas Fisik

Olahraga juga berperan dalam kontrol kadar gula darah. Otot yang berkontraksi atau aktif tidak atau kurang memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, karena otot yang aktif lebih sensitif terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah jadi turun.28

(36)

2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus 2.6.1. Komplikasi Akut

Komplikasi metabolik Diabetes Mellitus disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.14

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang DM harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.6

Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Harus ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah serangan berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan kematian.14

b. Hiperglikemia

(37)

hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas.30

Krisis hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi penyakit vaskular akut, trauma, heat stroke, kelainan gastrointestinal dan obat-obatan. Pada DM tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat.30

b.1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Pada ketoasidosis diabetik, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat glukoneogenesis (300-600 mg/dL), dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL). Terjadi poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui urine menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH turun di bawah 7,3 yang menyebabkan asidosis metabolik.17

Individu dengan KAD sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi muntah yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium turun total tubuh tubuh turun akibat poliuria dan muntah berkepanjangan.17

Kejadian tahunan dari KAD berdasarkan suatu penelitian population-based

(38)

sebanyak di negara Barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe 2.32

Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode 5 bulan (Januari-Mei 2005) terdapat 39 kasus KAD dengan angka kematian 15%.32

b.2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)

SHH adalah komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap DM tipe 2. SHH adalah manifestasi awal DM pada 7-17% pasien DM.33 Walaupun tidak rentan mengalami ketosis, pengidap DM tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL). Kadar hiperglikemia ini menyebabkan osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL). Situasi ini menyebabkan pengeluaran berliter-liter urine, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah dan sekitar 15-20 menit dapat terjadi koma dan kematian.17

(39)

Data di Amerika menunjukkan bahwa insiden SHH sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. SHH lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Angka mortalitas pada kasus SHH cukup tinggi , sekitar 10-20%.35

2.6.2. Komplikasi Kronik

Terdapat banyak komplikasi jangka panjang pada DM. Sebagian besar disebabkan langsung oleh tingginya konsentrasi glukosa darah. Komplikasi DM tersebut hampir mengenai semua organ tubuh.18 Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu: komplikasi mikrovaskular dan komplikasi makrovaskular.18

a. Komplikasi Mikrovaskular

a.1. Retinopati Diabetik (Kerusakan Mata)

(40)

saraf yang tersisa sehingga terjadi kebutaan. DM juga berkaitan dengan peningkatan katarak dan glaukoma.18

Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.30

Retinopati diabetik terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun tipe 2. Retinopati diabetik berkembang hampir pada semua penderita DM tipe 1 dan juga pada 77% lebih penderita DM tipe 2 yang bertahan hidup lebih dari 20 tahun. WHO menyatakan bahwa pada tahun 2002 retinopati diabetik bertanggung jawab atas 4,8% dari 37 juta kasus kebutaan di seluruh dunia.38 DM adalah penyebab nomor satu kebutaan di Amerika Serikat.Retinopati dabetik juga bertanggung jawab atas sekitar 10.000 kasus kebutaan setiap tahunnya di Amerika Serikat.18

a.2. Nefropati Diabetik (Kerusakan Ginjal)

(41)

(protein dalam urin >0,5 g/24 jam), GFR menurun secara progresif dan terjadi gagal ginjal.30

Telah diperkirakan bahwa sekitar 35% hingga 45% pasien DM tipe 1 akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25 tahun setelah awitan DM. Individu dengan DM tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi gagal ginjal kronik (sekitar 10% hingga 20%) dengan insidensi mendekati 50%.14 Nefropati diabetik adalah penyebab nomor satu gagal ginjal di Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya.18

a.3. Neuropati Diabetik (Kerusakan Saraf)

Diabetes Mellitus merusak sistem saraf perifer, termasuk komponen sensorik dan motorik divisi somatik otonom. Penyakit saraf yang disebabkan DM disebut neuropati diabetik. Neuropati diabetik disebabkan hipoksia kronis sel-sel saraf yang kronis serta efek hiperglikemia, termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, terutama sel Schwann mulai menggunakan metode alternatif untuk mengatasi beban peningkatan glukosa kronis, yang akhirnya mengakibatkan demielinisasi segmental saraf perifer.18

(42)

Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki karena kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikroorganisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.6

Neuropati otonom dapat menyebabkan disfungsi ereksi (impotensi seksual) pada 25% pasien pria dan disfungsi gastrointestinal serta infeksi saluran kemih.36 Prevalensi disfungsi ereksi pada penyandang DM tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan masalah psikis. Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko disfungsi ereksi lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi.6

b. Komplikasi Makrovaskular

(43)

fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi. Penebalan dinding arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri karena menimbulkan gaya yang merobek-robek sel-sel endotel.17

Komplikasi makrovaskular akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermitten dan ganggren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardiun.14

Pada penderita DM, risiko penyakit serebrovaskular meningkat dua kali lipat, penyakit jantung koroner meningkat tiga sampai lima kali lipat, dan penyakit pembuluh darah perifer meningkat 40 kali.25 Risiko relatif penyakit kardiovaskular adalah dua sampai empat kali lipat lebih tinggi pada pria dan tiga sampai empat kali lebih tinggi pada wanita DM dari pada kelompok kontrol berusia sama. Makrovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien DM tipe 2, mancakup 50% kematian pada kelompok ini.16

2.7. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus

(44)

cepat atau lambat akan mengalami komplikasi kronik DM yang kadang-kadang menyebabkan dokter, perawat dan pasien putus asa. Atas dasar fakta di atas, saat ini terjadi perubahan paradigma berpikir dan para ahli DM, pencegahan komplikasi DM seyogianya dimulai dengan pencegahan primer DM.28

2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya Diabetes Mellitus. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.

Pencegahan primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi antara lain:

a. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko DM dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2.

(45)

c. Latihan jasmani, latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan, dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu

d. Menghentikan merokok.

Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.6

2.7.2. Pencegahan Sekunder

(46)

a. Penyuluhan

Berbagai penelitian menunjukkan kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, pada umumnya rendah. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan atau edukasi bagi penyandang DM beserta keluarganya diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.2

(47)

b. Pengobatan

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.6

b.1. Obat Hipoglikemik Oral

Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid.

Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion

Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

3. Penghambat glukoneogenesis: metformin

(48)

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

5. DPP-IV inhibitor

DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.6

b.2. Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.40 Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.41

2.7.3. Pencegahan Tersier

(49)

Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.

(50)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita DM dengan komplikasi adalah semua pasien yang dinyatakan menderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap, berdasarkan diagnosis dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

3.2.2. Sosiodemografi terdiri dari:

1. Umur adalah usia penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien dan dikategorikan dengan kelompok umur yang berisiko untuk terjadinya DM, yaitu:

1. ≤40 tahun 2. 41-50 tahun 3. 51-60 tahun 4. 61-70 tahun 5. >71 tahun

Karakteristik Penderita DM dengan Komplikasi 1. Sosiodemografi:

(51)

Untuk analisa statistik, kelompok umur dikategorikan atas25: 1. ≤ 40 tahun

2. > 40 tahun

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas: 1. Laki-laki

2. Perempuan

3. Suku adalah etnik atau kebiasaan yang melekat pada diri penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

4. Agama adalah kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Budha

5. Hindu

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan penderita DM dengan komplikasi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

(52)

4. Wiraswasta

5. Ibu Rumah Tangga 6. Petani

7. Lain-lain

6. Daerah asal adalah wilayah atau tempat dimana penderita DM dengan komplikasi berasal/ tinggal sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas :

1. Kota Pematangsiantar 2. Luar Kota Pematangsiantar

3.2.3. Tipe DM adalah klasifikasi DM berdasarkan hasil diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang dikelompokkan atas: 1. DM tipe 1

2. DM tipe 2

3.2.4. Jenis komplikasi adalah penyakit lain yang timbul sebagai akibat dari penyakit DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

8. Retinopati Diabetik 9. Neuropati Diabetik 10.Nefropati Diabetik 11.Katarak

12.Gastritis 13.Dispepsia 14.TB Paru

(53)

1. Komplikasi Akut yang meliputi: Hipoglikemia dan Hiperglikemia

2. Komplikasi Kronik yang meliputi: Ulkus/gangren, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Retinopati Diabetik, Neuropati Diabetik, Nefropati Diabetik, Katarak, Gastritis, Dispepsia dan TB Paru

3. Komplikasi akut dan kronik, jika penderita mengalami baik komplikasi akut maupun kronik

3.2.6. Pengobatan adalah jenis obat-obatan yang diberikan kepada penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 2. Suntik Insulin

3. Obat Hipoglikemik Oral + Suntik Insulin

3.2.7. Sumber biaya adalah sumber pembiayaan yang digunakan penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Biaya perusahaan

2. Asuransi Kesehatan (Askes) 3. Biaya sendiri

Untuk analisis statistik, sumber biaya dapat dikelompokkan atas: 1. Biaya sendiri

2. Bukan biaya sendiri

3.2.8. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita DM dengan komplikasi menjalani rawat inap yang dihitung sejak tanggal masuk sampai tanggal keluar sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien. Lama rawatan rata-rata diperoleh dengan membagikan jumlah hari rawatan seluruh penderita dengan jumlah penderita.

(54)

1. Pulang berobat jalan (PBJ)

2. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 3. Dirujuk ke rumah sakit lain

(55)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Vita Insani Pematangsiantar. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari atas pertimbangan bahwa di rumah sakit ini tersedia kasus mengenai penyakit Diabetes Mellitus dan belum pernah dilakukan penelitian sejenis ini.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

(56)

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011, besar sampel adalah sama dengan populasi.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercatat pada kartu status penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar 2011 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Analisis Data

(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Vita Insani terletak di Jalan Merdeka No. 329 kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, dengan luas tanah 7.995 m2 dan luas bangunan 7.476 m2. Rumah sakit ini didirikan pada tanggal 14 Agustus tahun 1942 dan mulai beroperasi pada tanggal 4 Juli 1983, merupakan rumah sakit swasta tipe C atau Madya dengan status kepemilikan swasta. Rumah sakit ini terdiri dari bangunan berlantai empat dengan kapasitas sebanyak 128 tempat tidur.

5.1.1. Visi dan Misi Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar dalam menjalankan tugasnya memiliki Visa dan Misi, yaitu:

a. Visi

Visi RS Vita Insani Pematangsiantar yaitu menjadi rumah sakit yang disenangi masyarakat tahun 2014.

b. Misi

Misi Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar, yaitu:

a. Menciptakan budaya senyum bagi seluruh pegawai Rumah Sakit Vita Insani. b. Menyediakan peralatan modern dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat.

(58)

d. Meningkatkan peran Rumah Sakit Vita Insani dalam memberikan pelayanan yang cepat dan akurat.

e. Mengembangkan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan dalam bentuk tarif yang terjangkau untuk masing -masing jenis pelayanan.

f. Menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, indah, dan asri. 5.1.2. Pelayanan Medis

RS Vita Insani memberikan berbagai pelayanan kesehatan spesialis seperti: kebidanan dan penyakit kandungan, penyakit dalam, anasthesi, bedah saraf, anak, penyakit syaraf, mata, paru, jantung, THT, penyakit kulit dan kelamin, radiologi, patologi klinik, urologi serta bedah plastik. Rumah sakit ini memiliki 10 dokter umum, 37 dokter spesialis serta 1 orang dokter gigi. Selain itu terdapat 211 tenaga paramedis dan 133 tenaga nonmedis.

(59)

5.2. Sosiodemografi Penderita DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(60)

Berdasarkan tabel 5.1. di atas dapat dilihat distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan sosiodemografi adalah sebagai berikut proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok umur 51-60 tahun 33,3% sedangkan proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 40 tahun 5,7%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan jenis kelamin tertinggi yaitu perempuan 65,0% sedangkan proporsi terendah pada laki-laki 35,0%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan suku tertinggi yaitu suku Batak 74,8% sedangkan proporsi terendah pada suku India 0,8%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan agama tertinggi yaitu agama Kristen Protestan 56,9% sedangkan proporsi terendah adalah agama Hindu 0,8%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan pekerjaan tertinggi yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) 28,5% sedangkan proporsi terendah adalah pegawai swasta 7,3%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan daerah asal tertinggi yaitu penderita yang tinggal

No. Sosiodemografi f % Luar Kota Pematang siantar

58 65

47,2 52,8

(61)

di luar kota Pematangsiantar 52,8% sedangkan proporsi terendah adalah yang tinggal kota Pematangsiantar 47,2%.

5.3. Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan tipe DM dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe DM di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.2. di atas dapat diketahui bahwa proporsi penderita DM yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan tipe DM tertinggi pada DM tipe 2 99,2% sedangkan proporsi terendah adalah DM tipe 1.

5.4. Pemeriksaan HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan ada tidaknya pemeriksaan HbA1C tidak dapat dilihat karena tidak adanya pemeriksaan HbA1C pada pasien rawat inap penderita DM dengan komplikasi di rumah sakit tersebut. Pemeriksaan gula darah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan gula darah sewaktu dan puasa.

No

. Tipe DM f %

1. DM tipe 1 1 0,8

2. DM tipe 2 122 99,2

(62)

5.5. Jenis Komplikasi DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan jenis komplikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.3. di atas dapat dilihat distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan jenis komplikasi tertinggi yaitu penderita DM yang mengalami Gastritis 32,5% sedangkan proporsi yang terendah yaitu penderita yang mengalami Ketoasidosis Diabetik dan Katarak masing-masing 0,8%.

No. Jenis Komplikasi Jumlah

(63)

5.6. Kategori Komplikasi DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan kategori komplikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

No .

Kategori Komplikasi

f %

1. Komplikasi Akut 7 5,7

2. Komplikasi Kronik 110 89,4

3. Komplikasi Akut dan Kronik 6 4,9

Total 123 100,0

Berdasarkan tabel 5.4. diatas dapat dilihat proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kategori komplikasi tertinggi adalah penderita DM yang mengalami komplikasi kronik 89,4% sedangkan proporsi terendah adalah penderita DM yang mengalami komplikasi akut dan kronik 4,9%.

5.7. Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi

(64)

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan pengobatan tertinggi yaitu Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 63,4% dan proporsi terendah yaitu dengan suntik insulin 0,8%.

5.8. Sumber Biaya Penderita DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah biaya sendiri 86,2% diikuti dengan biaya perusahaan 13,0% dan proporsi terendah adalah Askes yaitu 0,8%.

No

. Pengobatan f %

(65)

5.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi

Lama rawatan rata-rata penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.7. di atas dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita DM dengan komplikasi adalah 5,01 hari (5 hari) dengan Standar Deviasi (Standar Deviation) 3,696 hari. Lama rawatan penderita DM dengan komplikasi bervariasi, yaitu lama rawatan tersingkat adalah 1 hari dan lama rawatan terlama adalah 21 hari.

5.10. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DM dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

(66)

Berdasarkan tabel 5.8. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan (PBJ) 78,7%, diikuti pulang atas permintaan sendiri 10,5%, meninggal 5,7% dan proporsi terendah adalah dirujuk ke RS lain 4,9%.

5.11. Case Fatality Rate (CFR) DM dengan Komplikasi

Case Fatality Rate (CFR) Diabetes Mellitus dengan komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.9. Case Fatality Rate (CFR) Diabetes Mellitus dengan Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.9. diatas dapat dilihat bahwa CFR DM dengan komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 yaitu 5,7%.

5.12. Analisis Statistik

5.12.1. Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi

Distribusi proporsi umur penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap berdasarkan kategori komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Jumlah penderita DM dengan Komplikasi

Jumlah penderita DM dengan komplikasi yang

meninggal

CFR (%)

(67)

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi akut pada kelompok umur ≤ 40 tahun adalah 28,6% sedangkan pada kelompok umur > 40 tahun adalah 71,4%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi kronik pada kelompok umur ≤ 40 tahun adalah 4,5% sedangkan pada kelompok umur > 40 tahun adalah 95,5%. Seluruh penderita DM dengan komplikasi akut dan kronik berada pada kelompok umur > 40 tahun.

Analisis statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5. 5.12.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi

Distribusi proporsi jenis kelamin penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap berdasarkan kategori komplikasi di RS Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No. Kategori Komplikasi

Umur

Total

≤ 40 tahun > 40 tahun

f % f % f %

1. Komplikasi Akut 2 28,6 5 71,4 7 100,0 2. Komplikasi Kronik 5 4,5 105 95,5 110 100,0 3. Komplikasi Akut dan

Kronik

0 0 6 100,

0

Gambar

Tabel 5.1.  Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat
Tabel 5.3.  Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat
Tabel 5.4.  Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat
tabel berikut ini:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6.17 Diagram Bar Distribusi Proporsi Tipe DM Penderita DM yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Komplikasi. Gambar

di atas dapat dilihat distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 berdasarkan sosiodemografi adalah sebagai berikut

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RSUD Deli Serdang Tahun 2012 berdasarkan lama rawatan rata-rata dapat dilihat pada

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 dengan Komplikasi TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Hipertensi dengan komplikasi yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2011-2015 berdasarkan

Gambar 5.1 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Gunungsitoli Tahun

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi dengan Komplikasi Berdasarkan Kategori Umur yang Dirawat Inap di RS Santa Elisabeth Medan

Gambar 5.18 Diagram Bar Distribusi Proporsi Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan