• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perlakuan Hot Water Treatment Untuk Menekan Gejala Chilling Injury Buah Jambu Biji (Psidium Guajava L) Pada Penyimpanan Suhu Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Perlakuan Hot Water Treatment Untuk Menekan Gejala Chilling Injury Buah Jambu Biji (Psidium Guajava L) Pada Penyimpanan Suhu Rendah"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERLAKUAN HOT WATER TREATMENT (HWT) UNTUK

MENEKAN GEJALA CHILLING INJURY BUAH JAMBU BIJI

(Psidium guajava L) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH

MORDIATI UGIK FARISTA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Perlakuan Hot Water Treatment untuk Menekan Gejala Chilling Injury

Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) pada Penyimpanan Suhu Rendah” adalah benar karya saya dengan arahan dari Prof. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 15 Januari 2016

Mordiati Ugik Farista

(4)

ABSTRAK

MORDIATI UGIK FARISTA. Kajian Perlakuan Hot Water Treatment

untuk Menekan Gejala Chilling Injury Buah Jambu Biji (Psidium guajava

L) pada Penyimpanan Suhu Rendah. Dibimbing oleh SUTRISNO.

Jambu biji (Psidium guajava L) merupakan komoditi hortikultura yang memiliki sifat perishable dan menyebabkan susut. Penanganan pascapanen menjadi titik kritis untuk menekan susut pascapanen. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan mutu dan gejala chilling injury

pada buah jambu biji setelah diberi perlakuan HWT (Hot Water Treatment) dan disimpan pada suhu 5oC, 10oC, dan suhu ruang (26-30oC). Perlakuan HWT diberikan pada suhu 49oC selama 20 menit, 55oC selama 10 menit, dan tanpa HWT. Perlakuan HWT memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan mutu buah jambu biji. Berdasarkan kedua perlakuan tersebut perlakuan HWT 55oC selama 10 menit mampu menekan penurunan susut bobot sampai hari ke-9 (4.11%), mempertahankan perubahan warna kulit (L, a, b) dari hijau menjadi hijau kekuningan hingga kuning kemerahan sampai hari ke-21, kekerasan sampai hari ke-21 (4.72kgf), dan menurunkan total padatan terlarut sampai hari ke-21 (9.35oBrix) dibandingkan kedua perlakuan lainnya. Buah yang diberi perlakuan HWT pada hari ke-0 mengalami chilling injury sebesar 0.042 skor 1 (gejala 1-25%) sampai hari ke-21 sebesar 0.313 atau skor 2 (gejala 26-50%) lebih cepat mengalami kerusakan dingin seperti kerutan pada kulit buah sehingga meningkatkan susut bobot, bintik-bintik hitam pada permukaan kulit jambu biji dan terjadi

browning dibandingkan dengan tanpa HWT (kontrol) pada suhu 5oC dan 10oC.

Kata kunci: Buah jambu biji, Chilling injury, HWT, Suhu dingin.

ABSTRACT

MORDIATI UGIK FARISTA. Study of Hot Water Treatment to Suppress Chilling Injury Symptoms on Guava (Psidium guajava L) at Low Temperature Storage. Supervised by SUTRISNO.

(5)

fruit HWT treated on day 0 chilling injury suffered by 0.042 score of 1 (symptoms 1-25%) until the 21st day of 0313 is equal to a score of 2 (symptoms 26-50%) wear down more quickly cool as wrinkling of the fruit skin thus enhancing weight loss, dark spots on the skin surface and occur browning guava compared with no HWT (control) at a temperature of 5°C and 10°C.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

KAJIAN PERLAKUAN HOT WATER TREATMENT UNTUK

MENEKAN GEJALA CHILLING INJURY BUAH JAMBU BIJI

(Psidium guajava L) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH

MORDIATI UGIK FARISTA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Kajian Perlakuan Hot Water Treatment (HWT) untuk Menekan Gejala Chilling Injury Buah Jambu Biji (Psidium

Nama NIM

guajava L) pada Penyimpanan Suhu Rendah : Mordiati Ugik Farista

: F14110049

Disetujui oleh

Prof Dr Ir

Pembimbing Akademik

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Perlakuan Hot Water Treatment (HWT) untuk Menekan Gejala Chilling Injury Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) pada Penyimpanan Suhu Rendah” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret 2015 hingga Juni 2015.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr selaku pembimbing akademik yang telah

memberi bimbingan dan arahan.

2. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M. Si dan Dr. Muhamad Yulianto, ST., MT sebagai dosen penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

3. Bapak Sulyaden, Mas Abas, Bapak Ahmad dan seluruh karyawan teknisi Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Lingkungan Bangunan Pertanian (LBP) yang membantu penulis saat melakukan penelitian.

4. Bapak Sutomo, Ibunda Djumiati, mbk ten, mas joko, mas dian, adik lungga dan dewa atas kasih sayang, do’a dan dukungannya.

5. Mbak Riza serta teman sebimbingan dan sepenangungan.

6. Teman-teman Regenboog TMB 48 yang telah memberi dukungan dan membantu dalam penelitian.

7. Bapak Karyadi petani Jambu biji Kab. Bogor yang telah memenuhi kebutuhan bahan penelitian penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya.

Bogor, 15 Januari 2016

(11)

DAFTAR ISI

PRAKATA vii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Jambu Biji 2

Hot Water Treatment 2

Penyimpanan Suhu Rendah dan Chilling Injury 3

Faktor Mutu Buah Tropika 3

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Penelitian 5

Pengamatan 6

Indeks Chilling Injury 6

Laju Respirasi 6

Susut Bobot 7

Kekerasan 7

Total Padatan Terlarut 8

Warna Kulit 8

Organoleptik 9

Rancangan Percobaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Indeks chilling injury 10

Pengaruh perendaman HWT pada penyimpanan dingin terhadap mutu buah jambu biji untuj menekan gejala chilling injury 11

(12)

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 5

2 Perendaman jambu biji ke dalam air panas pada water bath 6 3 Pengukuran konsentrasi CO2 dan O2 menggunakan continous gas

analyzer 7

4 Timbangan digital 7

5 Rheometer Shimadzu model CR 300 7

6 Refraktometer model PR 201 8

7 Alat pengujian warna (chromameter) 8

8 Sistem notasi warna Hunter 9

9 Indeks chilling injury setelah 21 hari penyimpanan buah jambu

biji pada suhu (5oC, 10oC, suhu ruang) 11 10 Grafik laju konsumsi O2 buah jambu biji 12

11 Grafik laju produksi CO2 buah jambu biji 13

12 Peningkatan susut bobot jambu biji penyimpanan (5oC, 10oC,

suhu ruang) 14

13 Perubahan nilai kekerasan kulit buah jambu biji pada suhu

penyimpanan (5oC, 10oC, suhu ruang) 15

14 Perubahan nilai Total Padatan Terlarut buah jambu biji pada suhu

penyimpanan (5oC, 10oC, suhu ruang) 16

15 Perubahan nilai L, a, b (kecerahan) kulit buah jambu biji pada

suhu penyimpanan (5oC, 10oC, suhu ruang) 17 16 Hasil organoleptik warna kulit jambu biji 20 17 Hasil organoleptik kesegaran buah jambu biji 21 18 Hasil organoleptik rasa buah jambu biji 21 19 Hasil organoleptik tekstur daging buah jambu biji 22 20 Hasil organoleptik warna daging buah jambu biji 22

DAFTAR LAMPIRAN

21 Lampiran 1 Hasil sidik ragam laju respirasi CO2 buah jambu biji

selama penyimpanan 26

22 Lampiran 2 Uji Duncan laju respirasi CO2 buah jambu biji selama

penyimpanan 28

23 Lampiran 3 Hasil sidik ragam laju respirasi O2 buah jambu biji

selama penyimpanan 31

24 Lampiran 4 Uji Duncan laju respirasi O2 buah jambu biji selama

penyimpanan 33

25 Lampiran 5 Hasil sidik ragam susut bobot buah jambu biji 36 26 Lampiran 6 Uji Duncan susut bobot buah jambu biji selama

penyimpanan 37

27 Lampiran 7 Hasil sidik ragam perubahan kekerasan buah jambu

biji selama penyimpanan 38

28 Lampiran 8 Uji Duncan perubahan kekerasan buah jambu biji

(14)

29 Lampiran 9 Hasil sidik ragam total padatan terlarut buah jambu

biji 39

30 Lampiran 10 Uji Duncan total padatan terlarut buah jambu biji

selama penyimpanan 40

31 Lampiran 11 Hasil sidik ragam indeks chilling injury buah jambu

biji 41

32 Lampiran 12 Uji Duncan Indeks Chilling Injury buah jambu biji

selama penyimpanan 42

33 Lampiran 13 Hasil sidik ragam perubahan kecerahan (L) buah

jambu biji selama penyimpanan 42

34 Lampiran 14 Uji Duncan perubahan kecerahan (L) buah jambu

biji selama penyimpanan 43

35 Lampiran 15 Hasil sidik ragam perubahan kecerahan (a) buah

jambu biji selama penyimpanan 44

36 Lampiran 16 Uji Duncan perubahan kecerahan (a) buah jambu

biji selama penyimpanan 45

37 Lampiran 17 Hasil sidik ragam perubahan kecerahan (b) buah

jambu biji selama penyimpanan 46

38 Lampiran 18 Uji Duncan perubahan kecerahan (b) buah jambu

biji selama penyimpanan 47

39 Lampiran 19 Perubahan warna kulit buah jambu biji pada berbagai perlakuan HWT dan suhu penyimpanan berdasarkan

diagram Hunter 48

40 Lampiran 20 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis warna kulit buah

jambu biji 49

41 Lampiran 21 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis kesegaran kulit

buah jambu biji 49

42 Lampiran 22 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis rasa buah jambu

biji 50

43 Lampiran 23 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis tekstur daging

buah jambu biji 50

44 Lampiran 24 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis warna daging buah

jambu biji 50

45 Lampiran 25 Foto buah jambu biji perlakuan HWT 55oC selama 10 menit; suhu 5oC, 10oC, suhu ruang (26-30oC) selama

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava L) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak diminati masyarakat Indonesia, untuk itu ketersediaannya menjadi salah satu tantangan dalam pascapanen. Seperti yang telah diketahui bahwa jambu biji memiliki sifat perishable atau mudah rusak setelah dipanen sehingga menyebabkan terjadinya susut mutu. Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi susut jambu biji adalah suhu dan kelembaban, sejauh ini salah satu teknologi pascapanen untuk memperpanjang masa simpan adalah dengan melakukan penyimpanan pada suhu rendah. Namun, penyimpanan suhu rendah juga memiliki kekurangan yakni dapat memicu terjadinya chilling injury.

Chilling injury berakibat pada kerusakan produk secara fisiologi baik eksternal maupun internal yang berakibat pada turunnya mutu jambu biji. Gejala kerusakan dingin pada jambu biji ditandai dengan penurunan kekerasan, aroma, nilai gizi, umur simpan, serta memicu serangan mikroba. Penurunan tersebut mayoritas tidak dikehendaki oleh konsumen, sehingga menuntut adanya solusi untuk menanganinya. Pada studi ini dilakukan penelitian mengenai hot water treatment untuk menekan gejala chilling injury. Menurut Lurie (1998) dalam Nurhayati (2014) heat treatment terdiri dari hot water treatment, vapor heat treatment dan hot air treatment.

Penekanan gejala chilling injury pada studi ini dilakukan dengan hot water treatment (HWT), alasan utama penggunaan HWT karena teknik ini paling mudah, murah, dan memungkinkan untuk diaplikasikan oleh petani. Selain itu menurut Hasbullah (2002) bahwa metode pencelupan dengan air panas lebih efisien sebagai wadah pemindah panas daripada udara panas atau semprotan air panas karena dapat menghantarkan panas dari air yang bersuhu tinggi ke suluruh bahan.

Menurut Soesanto (2006), kondisi kehangatan air pada HWT berkisar antara 40-55oC dengan lama perendaman yang beragam antara 5-10 menit. Hal tersebut disesuaikan dengan jenis dan ukuran komoditi pascapanen untuk itu suhu kehangatan air HWT khusus jambu biji perlu dikaji lebih lanjut untuk mendapatkan suhu optimal yang mampu mencegah terjadinya chilling injury

dengan meminimalisir kerusakan jambu biji akibat HWT.

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji perubahan mutu buah jambu biji setelah diberi perlakuan HWT dan disimpan pada suhu yang berbeda (5oC, 10oC, dan suhu ruang (26-30oC). 2. Mengkaji pengaruh perlakuan panas metode HWT pada 49oC selama 20

(16)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan dukungan teknologi pascapanen pada suatu kegiatan agroindustri yang menangani produk segar buah-buahan, baik untuk pasokan dalam negeri maupun ekspor.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdapat beberapa pembatasan permasalahan yaitu lama perendaman 20 dan 10 menit, suhu HWT 49dan 55oC pada penyimpanan dingin (5 dan 10oC) untuk menekan chilling injury pada buah jambu biji (Psidium guajava L).

TINJAUAN PUSTAKA

Jambu Biji

Jambu biji “Guava” (Psidium guajava L) bukan tanaman asli Indonesia. Jambu biji berasal dari Benua Amerika bagian tropis, antara Mexico dan Amerika Serikat. Tanaman jambu biji telah menyebar luas ke seluruh dunia terutama di daerah tropik. Jambu biji (Psidium guajava L) merupakan salah satu buah yang cukup dikenal. Jambu biji merupakan sumber vitamin C yang tinggi dibandingkan dengan buah lainnya. Kandungan nutrisi dalam buah jambu biji setiap 100gram adalah energi 49kal, protein 0.90gram, vitamin C 87.00mg, lemak 0.30gram, karbohidrat 12.20gram, kalsium 14.00mg, besi 1.10mg menurut Cahyono (2010).

Keasaman jambu biji berkisar antara 0.33-0.99% dengan nilai pH 4.7-5.4. Kandungan gula total di dalam buah jambu biji berkisar antara 4.3-9.0% (Wilson 1980 dalam Nurjanah 2007). Jambu biji tanpa biji memiliki bobot sekitar 176g, berdiameter 7.3cm, mengandung biji 0.7%, padatan terlarut 12.5% dan asam total 0.4% (Nakasone dan Paull 1998 dalam Nurjanah 2007).

Hot Water Treatment (HWT)

Teknik perlakuan panas (heat treatment) merupakan satu alternatif baru yang digunakan dalam proses ekspor buah-buahan untuk proses disinfestasi hama dan pengendalian penyakit. Nurhayati (2014) menyatakan bahwa perlakuan panas juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam menekan gejala kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury).

(17)

3 pendek pada suhu demikian dapat mengatasi beberapa patogen pascapanen (Nurhayati 2014).

Menurut Schirra et al. (2000); Fallik (2004) dalam Zong et al. (2010) dalam Hidayati (2012), HWT dilaporkan cukup efektif dalam mengontrol penyakit pascapanen pada buah-buahan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah ditemukan bahwa perlakuan HWT selama 20 dan 40 menit secara signifikan mereduksi penyakit dan mengurangi diameter bercak penyakit pada buah tomat yang disebabkan oleh Botrytis cinerea, sedangkan perlakuan selama 60 menit secara signifikan hanya dapat mengurangi diameter bercak penyakit menurut Hidayati (2012). Hal ini mengindikasikan bahwa waktu perlakuan HWT berhubungan erat dengan efisiensi pengontrolan penyakit.

Penyimpanan Suhu Rendah dan Chilling Injury

Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, penurunan kecepatan pertumbuhan, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat, pelunakan premature, kulit terkelupas, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, kehilangan

favor yang khas serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage) (BPTP 2001).Chilling injury pada jambu menurut Aguilar et al. (2004) adalah termasuk pematangan abnormal, browning kulit atau perubahan warna, dan peningkatan kejadian pembusukan umum antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gleoeosporioides.

Petunjuk terjadinya kerusakan dingin untuk produk pertanian sangat penting untuk diketahui dalam upaya mengetahui ambang batas suhu penyimpanan yang optimum. Selama penyimpanan dengan pendinginan diperlukan suhu yang tepat karena kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury). Buah-buahan tropika umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays 1991 dalam Rizkia 2004).

Laju Respirasi

Menurut Ahmad (2013), respirasi merupakan perombakan bahan yang lebih kompleks di dalam sel seperti pati, gula dan asam organik dengan bantuan oksigen (oksidatif) menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti karbondioksida, air, sekaligus energi dan molekul lainnya yang bisa digunakan sel dalam reaksi sintesa. Laju respirasi dapat digunakan sebagai ukuran aktifitas fisiologis buah (Willset 1981).

Faktor Mutu Buah Tropika

(18)

4

kerusakan buah karena adanya proses respirasi dan transpirasi menyebabkan buah kehilangan air akibat berkurangnya karbon dalam proses respirasi.

Susut Bobot merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah, Kader (1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan oleh hilangnya air dalam buah oleh respirasi yang mengubah gula

Gula adalah kandungan padatan terlarut terbesar yang terdapat pada sari buah, oleh karena itu total padatan terlarut (total soluble solids) dapat digunakan untuk menentukan jumlah gula yang terkandung dalam suatu buah. Selain kandungan gula itu sendiri, asam organik, asam amino dan pektin terlarut juga dapat diukur dengan metode ini (Verma dan Joshi 2000).

Warna merupakan kriteria mutu pokok karena merupakan hal pertama yang dikaji konsumen. Penilaian terhadap warna bisa menjadi penilaian yang subjektif, bergantung pada kemampuan individu masing-masing (Verma dan Joshi 2000). Tanda kematangan pertama pada buah adalah hilangnya warna hijau karena kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang. Proses perubahan kulit jambu biji dari warna hijau menjadi kuning disebabkan terdegradasinya klorofil atau dengan sedikit pembentukan karotenoid. Pengukuran subjektif warna Hunter terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Metode ini memiliki ketepatan dan kecepatan yang lebih baik dibandingkan metode pengukuran warna lainnya (Nurmawati 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan metode pengukuran warna menggunakan sistem Hunter.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) serta Laboratorium Lingkungan Bangunan Pertanian (LBP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Maret-Juni 2015.

Alat dan Bahan

(19)

5 Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah: water bath untuk perlakuan HWT, lemari pendingin yang diatur pada suhu 5°C dan 10°C, continous gas analyzer untuk mengukur laju respirasi, refractometer (model PR 201) untuk mengukur total padatan terlarut bahan, rheometer (model CR-300DX) untuk mengetahui tingkat kekerasan, timbangan digital (Mettler PM-4800),

chromameter (tipe Minolta CR 310), hybrid recorder. Prosedur Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan pembersihan dan sortasi sampel buah jambu biji untuk menjaga keseragaman sampelnya. Buah jambu biji tersebut kemudian dibagi dalam sampel untuk kontrol (tanpa perlakuan) dan sampel untuk perlakuan HWT. Keseluruhan perlakuan dalam penelitian ini disimpan pada suhu 5°C, 10°C dan suhu ruang selama 3 minggu. Pengamatan mutu dilakukan terhadap parameter susut bobot, indeks chilling injury, kekerasan, total padatan terlarut, warna kulit, dan laju respirasi selama penyimpanan tersebut. Prosedur penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1. Sementara proses perendaman jambu biji ke dalam air panas dapat dilihat pada Gambar 2.

(20)

6

Gambar 2 Perendaman jambu biji ke dalam air panas pada water bath

Parameter yang diamati terdiri dari :

1. Indeks Chilling Injury (Sayyari et al. 2011).

Indeks chilling injury merupakan pengamatan yang dinilai secara individu pada tiap sampel 4 skala berdasarkan presentase gejala yang muncul pada buah (pengeriputan kulit, pencoklatan maupun lubang pada buah). Pengamatan dilakukan secara visual setiap 3 hari sekali. Kategori skor meliputi: 0 (tidak terdapat gejala), 1 (gejala 1-25%), 2 (gejala 26-50%) dan 3 (>51%) dan dihitung berdasarkan rumus:

CII=

(1)

2. Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi menggunakan jambu biji yang berjumlah 3-4 buah. lebih didasarkan pada ukuran berat minimal yang digunakan untuk mengukur laju respirasi yaitu minimal 572.97g. Pengukuran konsentrasi gas CO2 dan O2

dilakukan setiap 3 jam pada setiap hari. Data pengukuran yang diperoleh selama penyimpanan pada suhu 5°C, 10°C dan suhu ruang (26-30oC) berupa perubahan konsentrasi gas CO2 dan O2. Sedangkan perhitungan laju respirasi ditunjukkan

dengan persamaan berikut ini (Mannaperumma dan Singh 1989).

⁄ (2)

(3)

Keterangan : R = Laju respirasi (ml/kg/jam) V = Volume bebas wadah (ml)

W = Berat sampel (kg)

dx/dt = Laju perubahan konsentrasi CO2 dan O2(%/jam)

x = Konsentrasi gas CO2 dan O2 (%)

t = Waktu (jam)

= Volume wadah (ml)

(21)

7

Gambar 3 Pengukuran konsentrasi CO2 dan O2 menggunakan continous gas

analyzer

3. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital (Gambar 4). Sampel buah jambu biji yang digunakan berupa sampel yang sama sejak hari ke-0 hingga hari terakhir penyimpanan. Perhitungan susut bobot selama pengamatan ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

(4)

Keterangan : b0 = Bobot bahan awal pada hari ke-0 (g)

bi = Bobot bahan akhir pada hari ke-i (g); i = 3,6,9

Gambar 4 Timbangan digital 4. Kekerasan

Kekerasan sampel buah jambu biji diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer CR-300DX (Gambar 5). Buah yang digunakan pada pengujian adalah buah yang berbeda. Pengambilan data kekerasan ini dilakukan dengan selang pengamatan 3 hari sekali.

(22)

8

5. Total Padatan Terlarut

Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refraktometer model PR 201 (Gambar 6) setiap 3 hari sekali. Pengukuran TPT menggunakan sampel buah jambu biji yang berbeda. Pengukuran dilakukan pada masing-masing sampel sebanyak 2 kali ulangan.

Gambar 6 Refraktometer model PR 201 6. Warna

Pengukuran perubahan warna sampel buah dilakukan dengan menggunakan

chromameter Minolta (Gambar 7) untuk mendapatkan nilai L, a*, dan b*. Pengukuran tersebut diperoleh data nilai Hunter L yang menunjukkan kecerahan dengan nilai L=0 (hitam) dan L= 100 (putih).

Gambar 7 Alat pengujian warna (Chromameter)

(23)

9

Gambar 8 Sisitem notasi warna Hunter (Suyatma 2009)

7. Uji Organoleptik (warna kulit, kesegaran, rasa, tekstur dan warna daging) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap perubahan mutu buah jambu biji. Pengujian dilakukan selama penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang (26-30oC) untuk parameter warna, kesegaran buah, rasa, tekstur dan warna daging. Skor hedonik yang digunakan dengan skala 1-5 dimana skor 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). Panelis sebanyak 15 orang yang merupakan panelis umum yang tidak terlatih dan bertugas untuk menilai kriteria-kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan pengalaman dan kesukaan masing-masing terhadap buah jambu biji. Dalam pengolahan data organoleptik, digunakan uji Kruskal-Wallis, yaitu metode pengembangan dari model Mann Whitney Test yang digunakan untuk membandingkan dua atau lebih sampel yang tidak terikat/berhubungan satu sama lain secara bersama-sama. Analisis ini untuk menguji kesamaan nilai variansi dari sampel-sampel yang digunakan. Parameter yang ekuivalen dengan uji ini adalah one-way analysis of variance (ANOVA). Pengujian Kruskal-Wallis merupakan salah satu alat untuk melihat variansi sampel, sehingga setidaknya sampel yang digunakan harus memiliki distribusi normal, memiliki nilai standar deviasi yang sama, sampel yang diambil dari populasinya bersifat saling bebas serta random variabel Xij kontinu dan paling tidak merupakan data ordinal (Supangat 2010).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap 2 faktor (RAL factorial) dengan dua kali ulangan perlakuan. Faktor yag digunakan adalah:

H = HWT

H1 = HWT 49oC selama 20 menit H2 = HWT 55oC selama 10 menit H3 = Tanpa HWT

T = Suhu penyimpanan

T1 = Suhu 5oC selama 3 minggu T2 = Suhu 10oC selama 3 minggu

(24)

10

untuk menganalisis digunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model sistematika sebagai berikut :

Yij= µ + αi+ βj + (αβ)ij+ εijk (5)

Keterangan :

Yijk =Respon/nilai pengamatan untuk faktor lama penyimpanan ke-i, faktor

suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k. µ = Nilai rata-rata harapan

Data-data pengamatan dianalisis dengan meggunakan tabel sidik ragam untuk pengaruh dan interaksinya serta menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Chilling Injury

Chilling injury (CI) adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan tidak normal menurut (Marlisa 2007). Bentuk chilling injury terbagi menjadi dua yakni kerusakan primer dan kerusakan sekunder. Kerusakan primer berkaitan dengan kerusakan di tingkat sel seperti penurunan kelarutan asam lemak tak jenuh pada membran lipid atau terhambatnya pembentukan senyawa di tingkat substrat yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan yang dapat dilihat secara visual (kerusakan sekunder) seperti pencoklatan (browning), mengkerutnya kulit buah atau terdapat lubang pada permukaan buah menurut Nurhayati (2014).

(25)

11 indeks chilling injury yang terukur terus mengalami kenaikan sampai akhir pengamatan yaitu hari ke-21 sebesar 0.313 seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Indeks chilling injury setelah 18 hari penyimpanan buah jambu biji pada suhu (5oC, 10oC dan suhu ruang).

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan Lampiran 12 terlihat bahwa perlakuan HWT 49oC selama 20 menit dan HWT 55oC selama 10 menit tidak berpengaruh nyata terhadap chilling injury, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu 5oC dan 10oC memberikan pengaruh nyata terhadap chilling injury jambu biji karena P value≤ 5% sehingga perlakuan suhu 5oC dan 10oC akan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kualitas jambu biji. Oleh karena itu perlakuan HWT tidak mampu menekan chilling injury buah jambu biji selama penyimpanan dingin. Kerusakan yang ditimbulkan pada jambu biji akibat chilling injury yaitu kerutan pada kulit buah sehingga meningkatkan susut bobot. Namun pada penelitian yang dilakukan Yang et al. (2009) menunjukkan secara fisilogis perlakuan panas dapat menyebabkan jaringan mampu melawan kerusakan selama penyimpanan dingin karena perlakuan panas dapat mengaktifkan suatu protein yang dikenal dengan heat shock protein (Bowean et al. 2002).

Buah jambu biji yang diberikan perlakuan HWT 49oC selama 20 menit dan 55oC selama 10 menit mengalami kerusakan dingin lebih cepat dibandingkan tanpa perlakuan (kontrol) Gambar 9. Hal ini disebabkan oleh suhu perlakuan HWT tinggi. Buah jambu biji tidak cocok diberi perlakuan HWT untuk menekan gejala chilling injury.

Pengaruh Perendaman HWT dan Peyimpanan Dingin terhadap Mutu Buah Jambu Biji untuk Menekan Gejala Chilling Injury

(26)

12

Analisa parameter pengamatan jambu biji hasil perlakuan suhu perendaman air panas dan penyimpanan dingin adalah terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna kulit, dan uji organoleptik.

Laju Respirasi

Laju respirasi dinyatakan dalam laju konsumsi O2 dan CO2. Laju konsumsi

O2 jambu biji selama penyimpanan disajikan pada Gambar 10. Terjadi

peningkatan konsumsi O2 pada hari ke-2 penyimpanan, baik untuk jambu biji

yang diberi perlakuan HWT maupun tidak diberi perlakuan HWT. Peningkatan respirasi ini menandai fase klimaterik pada jambu biji. Selanjutnya konsumsi O2

mengalami penurunan hingga hari ke-5. Peningkatan O2 yang fluktuatif kembali

terjadi pada hari ke-8 hingga akhir masa penyimpanan. Hal ini terjadi karena adanya respirasi tambahan dari mikroorganisme yang menyebabkan laju respirasi meningkat pada hari ke-13.

Gambar 10 Grafik laju konsumsi O2 buah jambu biji.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Berdasarkan hasil pengamatan pada hari penyimpanan ke-0 laju konsumsi O2 tertinggi sebesar 46.28ml/kg.jam (H3T3) dan 39.37ml/kg.jam (H2T2). Masa

klimaterik laju konsumsi O2 terbesar terjadi pada hari ke-3 yaitu sebesar

81.93ml/kg.jam (H3T3) dan 12.98ml/kg.jam (H1T2).

Hasil analisis ragam Lampiran 3 menunjukkan bahwa lama HWT berpengaruh nyata terhadap konsumsi O2 pada pengamatan hari ke-1, 9, 10, 11,

12, 14, 16, 19, dan 20. Sementara suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi O2 pada pengamatan ke-1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15,

16, 17, 18, 19, dan 20. Interaksi antara HWT dan suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O2 pada hari ke-1, 9, dan 14.

Hasil uji Duncan Lampiran 4 berbeda nyata terhadap konsumi O2 pada perlakuan

HWT dan suhu.

Perlakuan HWT dapat menekan laju respirasi dimana jambu biji yang tidak diberi perlakuan HWT memiliki laju produksi CO2 yang lebih tinggi

dibandingkan jambu biji yang diberi perlakuan HWT. Gambar 11 menampilkan grafik laju produksi CO2 jambu biji selama 21 hari penyimpanan. Sama halnya

dengan laju konsumsi O2, terjadi peningkatan produksi CO2 pada hari ke-2

(27)

13 fase klimakterik. Penyimpanan hari ke-0 laju produksi CO2 tertinggi terjadi pada

jambu biji yang tidak diberi perlakuan HWT adalah 43.78ml/kg.jam (H3T3/kontrol). Puncak fase klimakterik produksi CO2 tertinggi terjadi pada hari

ke-3 senilai 84.96 ml/kg.jam (H3T3). Jambu biji yang diberikan perlakuan HWT dengan suhu penyimpanan 5oC dan 10oC mampu menghambat puncak klimaterik dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hutabarat (2008), laju produksi CO2 pada tomat dengan perlakuan heat shok 20, 40, 60 menit dan

Aloevera coating pada suhu ruang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 dan 10oC. Hal ini disebabkan pada penyimpanan dingin proses respirasi dihambat, sehingga produksi CO2 dan konsumsi O2 rendah.

Gambar 11 Grafik laju produksi CO2 buah jambu biji.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Berdasarkan analisis sidik ragam Lampiran 1, diketahui bahwa lama HWT berpengaruh nyata terhadap produksi CO2 pada hari ke-1, 9, 10, 12, 13, 14, 16, 17,

18, 19, 20, dan suhu berpengaruh nyata terhadap produksi CO2 pada hari ke-1, 2,

4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. Sementara interaksi antara lama HWT dan suhu juga berpengaruh nyata pada hari ke-1, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20. Hasil uji Duncan Lampiran 2 berbeda nyata terhadap produksi CO2 pada perlakuan HWT dan suhu. Hal ini dikarenakan P value ≤ 5%

sehingga perlakuan suhu, HWT dan interaksinya akan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kualitas jambu biji

Susut Bobot

Salah satu faktor identifikasi mutu buah jambu biji adalah susut bobot. Perubahan terjadi sesuai dengan lama waktu penyimpanan. Susut bobot jambu biji setelah perlakuan terjadi sebagian besar karena transpirasi dan respirasi menurut Syarief dan Halid (1991) dalam Hidyati (2012). Proses transpirasi dipengaruhi oleh lingkungan yaitu suhu dan kelembaban (Hidayati 2012). Menurut Muchtadi

et al. (2010), susut bobot akibat respirasi dan transpirasi dapat ditekan dengan cara menaikkan kelembaban nisbi udara (RH), menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara dan penggunaan kemasan.

(28)

14

biji selama penyimpanan. Hal ini dikarenakan P value ≤ 5% sehingga perlakuan HWT memberikan pengaruh signifikan terhadap kualitas buah jambu biji.

Hasil pengamatan menunjukkan susut bobot tertinggi Gambar 12 terjadi pada perlakuan H3T3 hari ke-9 yang bernilai 36.48% dan susut bobot terendah pada perlakuan H2T2 sebesar 4.11%. Hal ini akibat massa jambu yang hilang selama penyimpanan pada suhu ruang (26-30oC). Semakin rendah RH maka semakin besar massa buah yang hilang selama penyimpanan pada suhu ruang. Hal ini serupa dengan penelitian Hutabarat (2008), kenaikan presentase susut bobot tomat pada suhu ruang lebih tinggi dibanding penyimpanan pada suhu 5oC dan 10oC. Menurut Muchtadi (1992) dalam Hidayati (2012) menyatakan bahwa kehilangan bobot pada buah selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut.

Penyimpanan jambu biji hari ke-21 nilai susut bobot tertinggi yaitu perlakuan H3T1 (17.95%) dan susut bobot terendah pada perlakuan H2T2 (perlakuan HWT 55oC selama 10 menit pada penyimpanan 10oC) senilai 8.56%. Namun berdasarkan hasil organoleptik kesegaran buah perlakuan H2T2 tingkat kesukaan panelis lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan (H3T1) sampai hari ke-18 penyimpanan. Kejadian ini dikarenakan perlakuan H3T1 (kontrol) pada suhu 5oC mengalami chilling injury seperti terjadi pelunakan daging buah pada bagian tertentu dan mengandung banyak air, warna kulit buah berubah menjadi kecoklatan akibat gagal matang, serta terdapat bintik-bintik hitam yang menyelimuti warna kulit sehingga panelis tidak suka.

Gambar 12 Peningkatan susut bobot buah jambu biji penyimpanan (5oC, 10oC,

(29)

15 diperoleh nilai kekerasan tertinggi pada perlakuan H1T1 (5.29kgf) hari ke-18, sedangkan kekerasan terendah terjadi pada perlakuan H3T2 (0.59kgf) akibat mengalami kerusakan jaringan kulit disebabkan transpirasi sehingga menjadi keriput serta struktur daginnya lunak. Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan buah. Penelitian ini, untuk perlakuan HWT efektif mengurangi susut bobot. Nilai kekerasan tertinggi pada jambu biji selama penyimpanan terjadi pada perlakuan HWT pada suhu 5oC dan 10oC.

Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan HWT hanya berpengaruh nyata pada hari ke-3 dan 18. Hasil uji Duncan Lampiran 8 menunjukkan bahwa jenis perlakuan HWT berbeda nyata pada tingkat kekerasan jambu biji selama penyimpanan.

Gambar 13 Perubahan nilai kekerasan buah jambu biji pada suhu (5oC, 10oC, suhu ruang (26-30oC)).

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Total Padatan Terlarut (TPT)

Pada Gambar 14 terlihat bahwa kurva hubungan total padatan terlarut dengan lama penyimpanan buah jambu biji pada hari ke-0 penyimpanan sebesar 10obrix pada perlakuan H1T2 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan buah jambu biji mengalami fase pematangan yang ditandai dengan meningkatnya kandungan gula dalam buah. Setelah mencapai optimal, buah jambu biji mengalami fase lewat matang yang ditandai dengan menurunnya kandungan gula buah (Pradnyawati 2006). Sehingga kurva hubungan total padatan terlarut dengan lama penyimpanan buah jambu biji sampai hari ke-21 sebesar 9.35obrix pada perlakuan H2T1 mengalami penurunan.

(30)

16

Gambar 14 Perubahan nilai total padatan terlarut buah jambu biji pada suhu penyimpanan (5oC, 10oC, suhu ruang (26-30oC)).

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Peningkatan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan buah jambu biji dapat disebabkan selama penyimpanan, buah jambu biji mengalami pematangan yang menyebabkan meningkatnya jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan rasa khas pada buah menurut (Pradnyawati 2006). Gula-gula yang terbentuk akan digunakan sebagai energi untuk respirasi (Hidayati 2012). Menurut Apandi (1984) selama pematangan, kandungan gula bertambah akibat adanya proses hidrolisa pati, zat pati terhidrolisis seluruhnya menjadi sukrosa.

Total padatan terlarut yang berkaitan dengan tingkat kemanisan buah jambu biji, memiliki hubungan erat dengan kekerasan dan warnanya. Buah jambu biji yang berwarna kuning memiliki kekerasan rendah dan tingkat kemanisan (total padatan terlarut) yang tinggi dibandingkan buah jambu yang berwarna hijau. Dalam pemilihan buah jambu biji, parameter mutu yang pertama dilihat konsumen adalah warna diketahui secara visual, lalu kekerasan dengan penekanan ringan pada permukaan buah dan tingkat kemanisan dengan indera perasa. Berdasarkan hal tersebut pada uji organoleptik diperoleh tingkat penerimaan panelis pada rasa, warna kulit, kesegaran buah, jambu biji yang diberikan perlakuan H1, H2 pada T1, T2 dapat diterima sampai hari ke-18 penyimpanan.

Perubahan warna kulit buah

Warna menurut Pratiwi (2014) merupakan perubahan nyata yang dapat dilihat pada buah dan sering menjadi kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan apakah buah sudah masak atau belum. Untuk kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau.

Nilai L

(31)

17 menunjukkan buah jambu biji telah matang. Peningkatan nilai L tertinggi pada hari ke-3 dicapai oleh jambu biji dengan perlakuan H3T3 sebesar 69.71.

Gambar 15 menunjukkan perbandingan perubahan nilai L buah jambu biji selama penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang. Berdasarkan hasil pengamatan nilai L maksimum dicapai oleh jambu biji tanpa perlakuan HWT pada suhu ruang yakni sebesar 70.98 hari ke-6 pengamatan, sedangkan untuk jambu biji dengan perlakuan HWT 49oC selama 20 menit pada suhu 10oC dicapai pada hari ke-9 sebesar 62.94. Hal ini menunjukkan perlakuan HWT 49oC selama 20 menit pada suhu 10oClebih mampu menghambat proses pematangan diduga akibat terserapnya etilen yang dihasilkan buah, sehingga perubahan tingkat kecerahan warna kulit buah yang disebabkan oleh proses degradasi klorofil terjadi lebih lambat dan nilai L maksimum yang dicapai lebih rendah dibandingkan kedua perlakuan lainnya. Leon et al (2004) menambahkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, perubahan warna berhubungan dengan keberadaan etilen pada buah. Nilai L pada buah jambu biji yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan peningkatan yang lebih cepat dibandingkan dengan jambu biji yang disimpan pada suhu rendah. Hal ini menujukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkat kecerahan (nilai L) pada buah jambu biji. Nilai L buah jambu biji terus mengalami peningkatan seiring dengan lama penyimpanan dan semakin matangnya buah, serta berangsur menurun setelah melewati fase kematangan. Artinya seiring dengan lamanya penyimpanan dan semakin matangnya buah, warna kulitnya akan semakin cerah (Pratiwi 2014).

Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa faktor interaksi antara HWT dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter mutu perubahan tingkat kecerahan warna (nilai L) kulit buah jambu biji selama penyimpanan. Sedangkan untuk faktor suhu penyimpanan dan HWT memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kecerahan warna (nilai L) kulit buah jambu biji selama penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan HWT dan tanpa perlakuan HWT berbeda nyata.

(32)

18 Nilai a

Dari hasil pengamatan secara keseluruhan, di peroleh nilai a yang bergerak dari negative ke positif. Berdasarkan acuan dari diagram Hunter Lampiran 19, hal tersebut menunjukkan perubahan warna kulit jambu biji mulai dari hijau kemudian berubah menjadi warna hijau kekuningan seiring dengan lamanya penyimpanan dan semakin matangnya buah, hingga pada akhirnya berwarna kuning kemerahan yaitu saat jambu biji sudah membusuk, artinya sudah melewati fase kematangan. Pada Gambar 15 terlihat perubahan nlai a buah jambu biji pada penyimpanan suhu ruang, 10oC dan 5oC dari bernilai negatif terus meningkat menuju nilai positif seiring dengan lamanya penyimpanan dan semakin matangnya buah lalu menurun menuju nilai negatif lagi. Sedangkan jambu biji pada penyimpanan suhu 10oC bernilai negatif terus meningkat menuju nilai positif seiring dengan lamanya penyimpanan dan semakin matangnya buah. Berubahnya warna kulit buah jambu biji disebabkan adanya degradasi klorofil dengan sedikit pembentukan karotenoid (Pratiwi 2014). Selama penyimpanan laju respirasi berlangsung terus menerus sehingga terjadi degradasi klorofil dan akhirnya terbentuk warna kuning dan kuning kemerahan. Menurut Winarni (2002), likopen merupakan senyawa karotenoid yang memberikan warna merah pada beberapa buah dan sayur seperti tomat, semangka dan jambu biji.

(b)

Laju peningkatan tercepat nilai a buah jambu biji pada penyimpanan suhu 10oC dicapai melalui perlakuan HWT 49oC selama 20 menit yaitu dari bernilai -11.36 menjadi 0.78 dan laju peningkatan terlambat dicapai oleh perlakuan HWT 55oC selama 10 menit pada 5oC yaitu dari bernilai -11.31 menjadi -6.89. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan HWT 55oC selama 10 menit pada 5oC dengan semakin tingginya suhu HWT maka dapat menyerap sebagian etilen yang dihasilkan buah, sehingga jambu biji masih dapat melakukan proses metabolisme yang berjalan secara lambat.

(33)

19 penyimpanan memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan parameter mutu nilai a pada kulit buah jambu biji selama penyimpanan.

Nilai b

Nilai b menyatakan tingkat kekuningan dimana nilai positif menyatakan warna kuning dan nilai negatif menyatakan warna biru.

Pada Gambar 15 terlihat perubahan nilai b pada jambu biji selama penyimpanan. Peningkatan nilai b tertinggi terjadi pada jambu biji tanpa perlakuan HWT pada suhu 10oC sebesar 35.57, sedangkan nilai b terendah terajadi pada jambu biji perlakuan HWT 55oC di suhu 5oC dan 10oC. Peningkatan suhu simpan menyebabkan perubahan warna kulit buah lebih cepat.

Data pada suhu ruang (26-30oC) menunjukkan penurunan warna kuning mulai tampak pada kulit buah sejak hari ke-3 penyimpanan. Perubahan warna kulit buah jambu biji menjadi 100% kuning pada suhu ruang terjadi kurang dari 2 minggu umur simpan. Sama seperti pada perubahan nilai L dan nilai a buah jambu biji selama penyimpanan.

Pada analisis ragam dan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 17 serta 18 terlihat bahwa interaksinya tidak berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan HWT dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan. Hal ini dikarenaka P value ≤ 5% sehingga perlakuan suhu penyimpanan dan HWT memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan parameter mutu nilai b pada kulit buah jambu biji selama penyimpanan.

(c)

Gambar 15 Perubahan warna kulit buah jambu biji pada suhu penyimpanan (5oC, 10oC, suhu ruang), (a) Kecerahan warna (nilai L), (b) perubahan nilai a, (c) perubahan nilai b.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

(34)

20

Uji Organoleptik

Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan terhadap warna kulit jambu biji memiliki skor tertingi pada perlakuan H1T1 yaitu sebesar 3.13 hari ke-18. Selama masa penyimpanan hingga hari ke-18 menunjukkan bahwa jambu biji dengan jenis perlakuan HWT 49oC selama 20 menit dan HWT 55oC selama 10 menit yang disimpan pada suhu 10oC, 5oC dapat diterima oleh konsumen dengan baik dibandingkan perlakuan HWT pada suhu ruang. Hal ini dikarenakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu ruang mengalami transpirasi (pelayuan dan berkurangnya kesegaran produk), terdegradasinya klorofil atau sedikit pembentukan karatenoid menyebabkan perubahan pada warna kulit buah hijau menjadi kuning kecoklatan sehingga tidak dapat diterima panelis. Berdasarkan analisis Kruskal-Wallis Lampiran 20 dapat dilihat bahwa pada hari ke-3, 9 dan 18 terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan warna kulit selama penyimpanan.

Gambar 16 Hubungan antara lama penyimpanan kesukaan terhadap parameter warna kulit mengunakan skala 1-5.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Garis horizontal pada 3.0 adalah garis yang menujukkan batas penerimaan. Penilaian panelis terhadap kesegaran buah dapat dilihat dari Gambar 17 bahwa skor kesukaan tertinggi sampai akhir penyimpanan, yaitu pada perlakuan H1T1 senilai 3.40. Sedangkan nilai kesukaan terendah pada perlakuan H3T2 senilai 1.73.

(35)

21

Gambar 17 Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter kesegaran buah mengunakan skala 1-5.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan tingkat kesukaan terhadap rasa buah jambu biji dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil penilai panelis dapat tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa yaitu perlakuan H2T1 senilai 3.40 hari-18. Sedangkan untuk nilai terendah dialami oleh perlakuan H1T2 senilai 1.60. Kejadian ini dikarenakan pematangan tidak normal.

Pada analisis Kruskal-Wallis Lampiran 22 terlihat bahwa jenis perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan rasa selama masa penyimpanan.

Gambar 18 Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter rasa buah mengunakan skala 1-5.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

(36)

22

Gambar 19 Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter tekstur daging mengunakan skala 1-5.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

Berdasarkan data yang diperoleh tingkat kesukaan tekstur daging diterima panelis sampai hari ke-18 yaitu pada perlakuan H2T1 senilai 3.07. Hal ini menunjukkan bahwa jambu biji yang diberikan perlakuan HWT 49oC selama 20 menit, HWT 55oC selama 10 menit lebih baik daripada tanpa perlakuan.

Hasil analisis Kruskal-Wallis Lampiran 24 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan warna daging. Grafik tingkat kesukaan terhadap warna daging dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter warna daging mengunakan skala 1-5.

Keterangan: H1= HWT 49oC selama 20 menit, H2= HWT 55oC selama 10 menit, H3= Tanpa perlakuan HWT, T1= Suhu 5oC, T2= Suhu 10oC, T3= Suhu ruang (26-30oC).

(37)

23 etilen. Perlakuan HWT selama 49oC selama 20 menit dapat menurunkan kecerahan buah pada suhu 5oC.

Tingkat penerimaan panelis terhadap parameter warna kulit buah, kesegaran buah, rasa buah, tekstur daging dan warna daging pada akhir penyimpanan suhu ruang maupun suhu 5oC dan 10oC Gambar diatas sudah berada di atas batas tertinggi. Namun nilai kesukaan tertinggi konsumen dicapai oleh jambu biji dengan perlakuan HWT 49oC selama 20 menit, kemudian perlakuan HWT 55oC selama 10 menit, dan terendah dicapai oleh jambu biji dengan tanpa perlakuan HWT. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan HWT 49oC selama 20 menit mampu mempertahankan warna kulit, sedangkan perlakuan HWT 55oC selama 10 menit mampu mempertahankan rasa buah dan tekstur daging dari buah jambu biji dengan lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan HWT. Warna daging dapat dipertahankan dengan baik oleh jambu biji dengan kedua perlakuan HWT dibandingkan tanpa perlakuan HWT.

Seiring dengan perubahan berat dan penampakan luar dari jambu biji, hasil pengamatan terhadap tekstur dan cita rasa yang dilakukan secara organoleptik pada tiga perlakuan penyimpanan mengalami perubahan sejalan dengan waktu penyimpanan yang bertambah.

Sehingga ketika buah tidak dalam kondisi yang menarik pun pada akhir penyimpanan, buah jambu biji dengan perlakuan HWT memperoleh nilai kesukaan panelis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan tanpa HWT.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Perlakuan HWT 49oC selama 20 menit dan HWT 55oC selama 10 menit memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan mutu buah jambu biji. Berdasarkan kedua perlakuan tersebut perlakuan HWT 55oC selama 10 menit mampu menekan penurunan susut bobot sampai hari ke-9 (4.11%), mempertahankan perubahan warna kulit (L, a, b) pada buah jambu biji yaitu dari hijau menjadi hijau kekuningan hingga kuning kemerahan sampai hari ke-21, mempertahankan kekerasan sampai hari ke-21 (4.72kgf), dan menurunkan total padatan terlarut sampai hari ke-21 (9.35oBrix) dibandingkan kedua perlakuan lainnya.

2. Buah jambu biji yang diberi perlakuan HWT pada hari ke-0 mengalami

(38)

24

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perlakuan suhu HWT yang dapat diterapkan pada jambu biji, agar mampu menekan gejala chilling injury.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan megenai durasi HWT yang dapat menekan gejala chilling injury pada jambu biji.

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar GAG, Hernandez MET, Gatica RZ, Tellez MAM. 2004. Methyl Jasmonate Treatments Reduce Chilling Injury and Activate The Defense Response of Guava Fruit. Biochemical and Biophysical research Communications 313: 694-701.

Ahmad. U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Alumni. [AOAC] Association of Official.

Bowean J, lay-yee M, Plummer K, fergusson I. 2002. The Heat Shock Response is Involved in Thermotolerance in Suspension-cultured Apple Fruit Cells.

Plant Physiology 159: 599-606.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2001. Penanganan Pascapanen Pepaya. Karangploso (ID): BPTP.

Cahyono B. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan. Yogyakarta (ID): Lily Publisher.

Hasbullah R. 2002. Studies on the postharvest treatments for export preparation of tropical fruits: mango [disertasi]. Jepang: Kagoshima University.

Hidayati BA. 2012. Kajian kombinasi Hot Water Treatment (HWT) dan CaCl2

Terhadap Mutu dan Umur Simpan Mangga Varietas Gedong Gincu (Magnifiera indica, L.) [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Hutabarat OS. 2008. Kajian pengurangan gejala chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah [tesis]: Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Kader AA. 1992. Postharvest biology and technology of horticultural crop. Publication 3311. Davis: University of California-USA.

Leon MAM, Moya M, Herrera R. 2004. Ripening of Mountain papaya (Vascncellea pubescens) and Ethylene dependence of Some Ripening Events. Posthaervest Biology and Technology 34: 211-218.

Mannapperuma JD, Singh RP. 1989. Modelling of Gas Exchange In Polymeric Package of Fruit and Vegetables. Paper for ASAE Winter Meeting. Chicago, Illionis (US), 12-13 Desember 1990.

Marlisa E. 2007. Kajian disinfestasi lalat buah dengan perlakuan uap panas (vapor heat treatment) pada mangga gedong gincu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

25 Nurjanah Eka. 2007. Karakterisasi jambu biji (Psidium guajava Linn.) di

kecamatan Cibungbulang, Leuwisadeng dan Tenjo, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurhayati. 2014. Penerapan vapor heat tretment untuk menekan gejala chilling injury dan mempertahankan mutu buah pepaya (Carica papaya) [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Nurmawati R. 2011. Pengembangan metode pengukuran warna mengunakan kamera CCD (charge coupled device) dan image processing [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pradnyawati PI. 2006. Pengaruh Kemasan dan Goncangan Terhadap Mutu Fisik Jambu Biji (Psidium guajava L.) Selama Transportasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi D. 2014. Aplikasi karbon aktif sebagai penyerap etilen untuk memperpanjang umur simpan buah jambu biji (Psidium guajava L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rizkia H. 2004. Kajian laju respirasi dan perubahan mutu buah mangga gedong gincu selama penyimpanan dan pematangan buatan) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sayyari M, Babalar M, Kalantari S, Romero DM, Guillen F, Serrano, M Valero D. 2011. Vapour Treatments with Methyl Salicylate or Methyl Jasmonate Alleviated Chilling Injury and Enhanced Antioxidant Potential during Postharvest Storage of Pomegranates. Food Chemistry 124: 964-970.

Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.

Supangat A. 2010. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik. Jakarta (ID): Kencana.

Suyatma. 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 8-9.

Verma LR, Joshi VK. 2000. Postharvest Technology of Fruits and Vegetables: Handling, Processing, Fermentation and Waste Management. New Delhi: ML Gidwani, Indus Publishing Company.

Wills G, Glasson MC, Hall. 1981. Postharvest and Introduction of Fruit and Vegetables. London: Granada.

Yang j, Fu MR, Zhao YY, Mao LC. 2009. Reduction of Chilling Injury and Ultrastructural Damage in chery Tomato Fruit after Hot Water Treatment.

(40)
(41)
(42)

28

Keterangan: (Pr>F) < 0.05; perlakuan berpengaruh nyata

Lampiran 2 Uji Duncan laju respirasi CO2 buah jambu biji selama penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 0 1 2 3

49oC selama 20 menit

5oC 0.766±3.226aa 0,542±0.473c 0.362±0.593c 0.234±0.610c 10oC 0.079±3.423aa 0.573±0.790b 0.127±1.250b 0.969±1.353b Suhu ruang (26-30oC) 2,002±3.153a 2.460±2.926a 2.649±3.396a 4.232±7.020a 55oC selama

10 menit

5oC 2.034±3.226aa 1.019±0.473c 0.164±0.593c 0.519±0.610c 10oC 2.289±3.423aa 1.029±0.790b 0.364±1.250b 1.204±1.353b Suhu ruang (26-30oC) 0.319±3.153a 4.315±2.926a 0.771±3.396a 12.447±7.020a

Tanpa HWT

(43)

29

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 4 5 6

49oC selama 20 menit

5oC 0.517±0.383c 0.895±0.356c 0.140±0.600bb 10oC 0.196±0.923b 0.196±0.913b 0.312±0.926bb Suhu ruang (26-30oC) 4.463±6.266a 2.569±5.813a 8.058±5.926a 55oC selama

10 menit

5oC 0.424±0.383c 0.285±0.356c 0.106±0.600bb 10oC 1.293±0.923b 0.855±0.913b 1.297±0.926bb Suhu ruang (26-30oC) 7.140±6.266a 7.736±5.813a 0.504±5.926a Tanpa HWT

5oC 0.124±0.383c 1.320±0.356c 0.716±0.600bb 10oC 1.415±0.923b 1.761±0.913b 0.671±0.926bb Suhu ruang (26-30oC) 3.590±6.266a 18.426±5.813a 6.217±5.926a

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 7 8 9

49oC selama 20 menit

5oC 0.238±0.753b 0.028±0.900c 0.108±0.330b 10oC 0.273±12.700bb 1.596±15.267b 1.706±0.970a Suhu ruang (26-30oC) 11.596±5.370a 7.821±6.346a * 55oC selama

10 menit

5oC 0.915±0.753b 0.002±0.900c 0.236±0.330b 10oC 0.643±12.700bb 0.307±15.267b 0.558±0.970a Suhu ruang (26-30oC) 14.690±5.370a 6.289±6.346a * Tanpa HWT

5oC 1.399±0.753b 1.460±0.900c 0.223±0.330b 10oC 1.466±12.700bb 1.955±15.267b 1.017±0.970a Suhu ruang (26-30oC) 9.133±5.370a 15.166±6.346a *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 10 11 12

49oC selama 20 menit

5oC 0.734±0.703b 0.493±0.440b 0.996±0.423b 10oC 1.854±1.513a 0.267±1.653a 1.839±1.190a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.008±0.703b 1.192±0.440b 0.220±0.423b 10oC 1.031±1.513a 1.471±1.653a 0.640±1.190a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 0.024±0.703b 1.332±0.440b 0.421±0.423b 10oC 2.075±1.513a 2.500±1.653a 0.882±1.190a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 13 14 15

49oC selama 20 menit

5oC 0.776±0.453b 0.654±0.430b 1.364±0.560b 10oC 1.494±1.590a 1.726±1.460a 0.211±1.646a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.782±0.453b 0.203±0.430b 0.707±0.560b 10oC 0.739±1.590a 2.222±1.460a 0.868±1.646a

(44)

30

Tanpa HWT

5oC 0.011±0.453b 0.286±0.430b 1.453±0.560b 10oC 3.338±1.590a 2.183±1.460a 3.364±1.646a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 16 17 18

49oC selama 20 menit

5oC 0.217±0.510b 0.080±0.460b 1.064±0.520b 10oC 2.761±1.563a 2.242±1.443a 0.574±1.453a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.616±0.510b 1.660±0..460b 1.536±0.520b 10oC 0.296±1.563a 0.618±1.443a 1.519±1.453a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 0.034±0.510b 0.074±0.460b 0.101±0.520b 10oC 0.853±1.563a 1.173±1.443a 0.522±1.453a

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 19 20

(45)

31 Lampiran 3 Hasil sidik ragam laju respirasi O2 buah jambu biji selama

(46)
(47)

33

Keterangan: (Pr>F) < 0.05; perlakuan berpengaruh nyata

Lampiran 4 Uji Duncan laju respirasi O2 buah jambu biji selama penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 0 1 2

49oC selama 20 menit

5oC 2.602±17.633a 0.170±20.633a 0.255±20.483a 10oC 4.885±17.716aa 2.190±20.366b 0.827±19.966b Suhu ruang (26-30oC) 3.767±17.666aa 1.314±17.800c 1.860±17.633c 55oC selama

10 menit

5oC 2.845±17.633a 0.325±20.633a 0.748±20.483a 10oC 2.255±17.716aa 0.617±20.366b 0.196±19.966b Suhu ruang (26-30oC) 3.255±17.666aa 4.331±17.800c 0.430±17.633c Tanpa HWT

(48)

34

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 3 4 5

49oC selama 20 menit

5oC 0.943±20.616a 0.386±20.633a 0.386±20.616a 10oC 1.885±20.000b 0.463±20.066b 1.538±19.966b Suhu ruang (26-30oC) 2.133±14.550c 3.851±14.846c 8.551±15.490c 55oC selama

10 menit

5oC 1.447±20.616a 0.211±20.633a 1.447±20.616a 10oC 2.012±20.000b 0.546±20.066b 0.178±19.966b Suhu ruang (26-30oC) 11.072±14.550c 10.386±14.846c 5.325±15.490c Tanpa HWT

5oC 1.706±20.616a 0.810±20.633a 1.212±20.616a 10oC 1.452±20.000b 1.056±20.066b 1.188±19.966b Suhu ruang (26-30oC) 15.999±14.550c 2.280±14.846c 16.927±15.490c

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 6 7 8

49oC selama 20 menit

5oC 0.344±20.450a 0.386±20.666a 0.386±20.383a 10oC 0.827±19.916b 0.724±19.916b 7.583±19.500b Suhu ruang (26-30oC) 1.960±14.933c 6.804±15.683c 7.041±14.868c 55oC selama

10 menit

5oC 0.667±20.450a 1.447±20.666a 5.349±20.383a 10oC 1.270±19.916b 0.528±19.916b 2.529±19.500b Suhu ruang (26-30oC) 3.060±14.933c 13.934±15.683c 7.041±14.868c Tanpa HWT

5oC 0.896±20.450a 1.527±20.666a 0.896±20.383a 10oC 1.320±19.916b 0.324±19.916b 1.320±19.500b Suhu ruang (26-30oC) 9.269±14.933c 12.750±15.683c 7.720±14.868c

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 9 10 11

49oC selama 20 menit

5oC 0.213±20.516a 0.386±20.566a 0.213±20.633a 10oC 3.378±19.876b 1.116±91.700b 0.755±19.550b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.406±20.516a 0.406±20.566a 1.935±20.633a 10oC 0.475±19.876b 0.475±91.700b 0.267±19.550b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 0.222±20.516a 1.125±20.566a 1.125±20.633a 10oC 1.320±19.876b 1.320±91.700b 0.456±19.550b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 12 13 14

49oC selama 20 menit

5oC 0.213±10.600a 0.170±19.217a 0.76±20.583a 10oC 1.957±19.850b 0.536±19.633aa 0.926±19.466b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.211±10.600a 0.211±19.217a 0.211±20.583a 10oC 3.835±19.850b 0.267±19.633aa 1.905±19.466b

(49)

35

Tanpa HWT

5oC 1.305±10.600a 0.717±19.217a 0.043±20.583a 10oC 1.320±19.850b 1.320±19.633aa 2.316±19.466b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 15 16 17

49oC selama 20 menit

5oC 0.213±20.500a 0.213±20.533a 0.642±20.800a 10oC 0.755±19.630b 2.348±19.416b 1.246±19.583b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.406±20.500a 0.130±20.533a 1.528±20.800a 10oC 1.045±19.630b 0.303±19.416b 4.096±19.583b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 0.896±20.500a 1.125±20.533a 0.810±20.800a 10oC 6.831±19.630b 1.140±19.416b 1.320±19.583b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 18 19 20

49oC selama 20 menit

5oC 0.170±20.700a 0.429±20.750a 1.627±20.766a 10oC 0.044±19.433b 1.246±19.700b 0.536±19.650b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

55oC selama 10 menit

5oC 1.317±20.700a 1.528±20.750a 0.911±20.766a 10oC 0.475±19.433b 1.959±19.700b 0.250±19.650b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 0.631±20.700a 0.315±20.750a 0.315±20.766a 10oC 0.456±19.433b 1.320±19.700b 0.456±19.650b

Suhu ruang (26-30oC) * * *

(50)

36

Lampiran 5 Hasil sidik ragam susut bobot buah jambu biji Waktu

(51)

37 Lampiran 6 Uji Duncan susut bobot buah jambu biji selama penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 0 3 6

49oC selama 20 menit

5oC 4.801±198.030aa 5.013±192.440a 4.879±187.480a 10oC 0.092±196.492ab 0.827±192.738aa 0.240±189.855aa Suhu ruang (26-30oC) 3.182±194.205bb 1.082±168.550b 4.999±148.488b 55oC selama

10 menit

5oC 2.835±198.030aa 2.256±192.440a 1.520±187.480a 10oC 3.847±196.492ab 3.210±192.738aa 2.864±189.855aa Suhu ruang (26-30oC) 1.372±194.205bb 1.471±168.550b 2.793±148.488b Tanpa HWT

5oC 0.410±198.030aa 0.721±192.440a 0.728±187.480a 10oC 0.693±196.492ab 1.202±192.738aa 2.178±189.855aa Suhu ruang (26-30oC) 3.076±194.205bb 6.074±168.550b 9.751±148.488b

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 9 12 15

49oC selama 20 menit

5oC 4.858±183.000a 5.069±178.160b 5.133±174.259b 10oC 0.354±187.090aa 1.004±184.075a 1.753±181.365a Suhu ruang (26-30oC) 9.016±129.950b * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.905±183.000a 0.197±18.160b 0.346±174.259b 10oC 2.701±187.090aa 2.177±184.075a 1.697±181.365a Suhu ruang (26-30oC) 3.168±129.950b * *

Tanpa HWT

5oC 1.563±183.000a 1.788±178.160b 2.234±174.259b 10oC 2.970±187.090aa 3.853±184.075a 4.384±181.365a Suhu ruang (26-30oC) 11.674±129.950b * *

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 18 21

49oC selama 20 menit

5oC 5.154±170.615b 5.557±167.005b 10oC 2.078±178.752a 2.432±175.972a

Suhu ruang (26-30oC) * *

55oC selama 10 menit

5oC 0.869±170.615b 1.251±167.005b 10oC 1.484±178.752a 1.258±175.972

Suhu ruang (26-30oC) * *

Tanpa HWT

5oC 2.764±170.615b 3.111±167.005b 10oC 4.914±178.752a 5.480±175.972a

Suhu ruang (26-30oC) * *

(52)

38

Lampiran 7 Hasil sidik ragam perubahan kekerasan buah jambu biji selama penyimpanan

(53)

39 Lampiran 8 Uji Duncan perubahan kekerasan buah jambu biji selama

penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 12 15 18

HWT 49oC selama

5oC 2.241±3.255a 1.183±4.973a 1.212±3.446a 10oC 0.729±1.626b 1.064±1.610b 0.735±1.323b

Suhu Ruang (26-30oC) * * *

HWT 55oC selama

5oC 1.511±3.255a 2.011±4.973a 1.648±3.446a 10oC 0.757±1.626b 0.560±1.610b 0.557±1.323b

Suhu Ruang (26-30oC) * * *

Tanpa HWT

5oC 1.317±3.255a 1.992±4.973a 0.294±3.446a 10oC 2.091±1.626b 0.257±1.610b 0.317±1.323b

Suhu Ruang (26-30oC) * * *

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Tanpa HWT merupakan kontrol, dimana H = perlakuan HWT, T = perlakuan suhu, * = buah sudah busuk. Lampiran 9 Hasil sidik ragam total padatan terlarut buah jambu biji

Waktu

Perlakuan Lama Penyimpanan (Hari ke-)

HWT Suhu 0 3 6 9

HWT 49oC selama 20

menit

5oC 1.227±3.858ab 1.296±4.593aa 2.340±3.925aa 0.716±4.673a 10oC 1.514±3.530bb 1.848±3.633a 1.917±3.805a 1.055±3.450b Suhu Ruang (26-30oC) 0.950±4.660aa 0.392±1.163b 0.155±0.576aa 0.389±0.843c HWT 55oC

selama 10 menit

5oC 0.839±3.858ab 0.861±4.593aa 1.029±3.925aa 1.445±4.673a 10oC 1.437±3.530bb 1.323±3.633a 1.253±3.805a 1.862±3.450b Suhu Ruang (26-30oC) 1.531±4.660aa 0.645±1.163b 0.365±0.576aa 0.692±0.843c Tanpa

HWT

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 3  Pengukuran konsentrasi CO 2 dan O2 menggunakan continous gas
Gambar 6  Refraktometer model PR 201
Gambar 11  Grafik laju produksi CO2  buah jambu biji. o
+4

Referensi

Dokumen terkait

1) Karakteristik industri rumahan opak ketan dan kelontong di Kampung Cikatuncar Kelurahan Kotabaru Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya adalah dengan bahan baku yang

Hasil uji Duncan terhadap empat parameter perkecambahan, yaitu daya berkecambah, laju perkecambahan, kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan menunjukkan bahwa

Peneliti melihat bahwa guru masih menerangkan materi pembelajaran IPS secara abstrak tanpa media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengaplikasi. Penelitian ini

Pemberian asuhan keperawatan untuk pasien bedah di lingkungan perioperatif di CHB didasarkan pada proses standar, praktik keperawatan dan panduan yang dianjurkan

JUMLAH DOSEN MENGIKUTI SEMINAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL KEADAAN DESEMBER 2017.

STATIONARY PHASE : Terjadi faktor pembatas pertumbuhan, seperti nutrisi yang berkurang, terbentuk produk yang membatas. pertumbuhan, seperti

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TANAMAN OBAT TRADISIONAL BALI DAN ISOLASI SENYAWA TERPENOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN.. PARE

periode……….yang berlokasi di Gedung Kementrian BUMN, adapun pekerjaan tersebut kami kerjakan merupakan pemenuhan kontrak kerjasama kami dengan PT.Wika