• Tidak ada hasil yang ditemukan

The impact of avian influenza on economy environmental, social and national economy perspective

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The impact of avian influenza on economy environmental, social and national economy perspective"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

   

DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP PEREKONOMIAN:

TINJAUAN ASPEK LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI NASIONAL

         

      MURYANI

       

   

       

         

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP PEREKONOMIAN : TINJAUAN ASPEK

LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI NASIONAL adalah benar merupakan gagasan

dan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Semua

sumber data dan informasi yang digunakan telah dicantumkan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2013

Muryani

NRP. P062080151

(3)

ABSTRACT

MURYANI. The Impact of Avian Influenza on Economy: Environmental, Social and

National Economy Perspective. (DEDI B. HAKIM as Chairman, BUNASOR SANIM,

YUSMAN SYAUKAT, DJONI HARTONO as Members of the Advisory Committee).

There are three environmental factors which are considered as a medium of avian virus transmission: (1) physical environment, (2) biological environment and (3) the social environment or human behavior (trader or farm owner). Those are the main medium of transmission of avian flu disease of both humans and among poultries. Using logistic regression model this primary data are analized. The samples from three area in Tangerang are selected for poultry owners and traders. The result of the research explains that some aspects of environment are significant medium which are: characteristic of farmers: age, formal education and the purpose of poultry farming; physical environments are: distance between the cages, sewerage of wastewater and the cleanlines of the yard; biological environment are: the existance of other animal, manure; social environment are: reporting, the frequency of receiving information and disinfectant in the gate. For traders, the significant medium of environmental aspects are: characteristic of traders: age, formal education and the purpose of poultry trading; physical environment: market condition, the cleanlines of the floor, the cleanlines of the cage and the cleanlines of poultry plate; biological environment: the frequency of new poultry, other animal, source of food and food ingredients; social environment: infected poultry contact, vaccination, the frequency of receiving information and reporting. The negative impact of the outbreak of bird flu on economic sectors in the sectoral and macro aspect is analized using Computable General Equilibrium (CGE) models. Base on SNSE 2008 data and some disagregation data sectors, two simulations are conducted. The result of the simulation studies indicate that the decrease in the productivity of poultry meat sector (traditional and medium-large) and egg sector impacts on the micro and macro aspects of the economy. On the micro level in domestic market there are decresed production and increased prices in the poultry sector, eggs, other farms, restaurants and services. While in the foreign market there are decresed exports as well as imports. Similarly, there is a decline in consumption by the entire group of household due to a decline in the income by all groups of households and firms. Government revenue also decline due to a decrease in taxes from households and firms. At the macro level there are a decline in GDP and a decline in the investment. The second simulation illustrate the increase of production and the impact of government policy on the micro aspects and the overall economy. On the micro level in domestic market there are increased production and decreased prices in the sector of poultry, eggs, other farms, restaurants and services. While in foreign market there are increased exports and decreased imports in almost all sectors. Similarly, there are an increase in consumption by the entire group of households due to an increse in the income by all groups of households and firms. Government revenue also increased due to an increse in taxes from household and firms.

(4)

RINGKASAN

MURYANI. Dampak Flu Burung Terhadap Perekonomian : Tinjauan Aspek Lingkungan,

Sosial Dan Ekonomi Nasional (DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Ketua , BUNASOR

SANIM, YUSMAN SYAUKAT, DJONI HARTONO sebagai Anggota Komisi

Pembimbing).

Penyakit flu burung merebak di Indonesia sejak tahun 2003 dan menyebar di hampir

seluruh propinsi di Indonesia. Faktor lingkungan fisik, biologi dan sosial terbukti menjadi

media penyebaran virus flu burung ini. Disamping itu interaksi berbagai komponen

lingkungan baik fisik, kimia dan biologi telah menjadi penyebab menyebarnya penyakit flu

burung. Komponen lingkungan fisik diantaranya adalah air, kebersihan kandang, kebersihan

tempat pakan, saluran terbukti menyebabkan risiko penularan. Lingkungan biologi seperti

keberadaan unggas peliharaan (ayam, bebek, burung), kucing serta jenis pupuk unggas yang

digunakan, dapat berperan sebagai penyebab penyebaran penyakit ini. Lingkungan sosial

adalah perilaku manusia (peternak dan pedagang unggas) dalam beriteraksi dengan unggas .

Merebaknya penyakit ini tidak hanya menimbulkan tingkat kematian yang tinggi

pada unggas tetapi juga menyebabkan berbagai kerugian ekonomi yang luas, yaitu terjadi

penurunan produktivitas pada berbagi sektor ekonomi, khususnya sektor yang terkait

langsung dengan perunggasan yaitu sektor daging unggas (tradisional dan menengah-besar).

Dampak negatif juga dirasakan oleh industri yang terkait secara tidak langsung dengan

industri perunggasan yaitu restoran, perhotelan dan pariwisata, perdagangan dan transportasi.

Pemberantasan penyakit ini dilakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya kebijakan

untuk melakukan beberapa tidakan yaitu : (1) peningkatan biosekuriti; (2) vaksinasi; (3)

depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular; (4) pengendalian lalu lintas unggas; (5)

penelusuran (surveillance); (6) pengisian kandang kembali; (7) pemusnahan menyeluruh di

daerah tertular baru (stamping out); (8) peningkatan kesadaran masyarakat (public

awareness); dan (9) monitoring dan evaluasi.

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya peluang terinfeksinya unggas

dibuktikan dengan mengambil dua jenis sampel yaitu peternak unggas (133 responden) dan

pedagang unggas (100 responden) di tiga wilayah Tangerang (Kabupaten Tangerang, Kota

Tangerang dan Tangerang Selatan) dan di analisa dengan menggunakan model persamaan

(5)

penyebab menyebarnya penyakit ini. Pada karakteristik peternak yaitu umur, tingkat

pendidikan, tujuan usaha menentukan peluang unggas terinfeksi, lingkungan fisik yaitu

jarak antar kandang, saluran limbah kotoran unggas dan kebersihan halaman kandang.

Sementara lingkungan biologi yang berperan menentukan peluang unggas terinfeksi adalah

keberadaan binatang lain, pupuk kotoran unggas, demikian juga lingkungan sosial yang

berperan adalah pemberian vaksin, laporan unggas mati, frekuensi penyuluhan dan

pensucihamaan dipintu gerbang.

Dampak negatif dari merebaknya flu burung terhadap sektor sektor perekonomian

baik sektoral maupun makro pada penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan model

Computable General Equilibrium (CGE) yang melibatkan sejumlah persamaan secara

simultan. Simulasi dilakukan dengan menggunakan basis data SNSE 2008 dan sejumlah

sektor yang diagregasi. Hasil penelitian pada simulasi satu, yaitu penurunan produksi sektor

daging unggas (tradisional dan menengah–besar) dan sektor telur, menunjukkan bahwasektor

yang terkena dampak langsung dari merebaknya flu burung adalah sektor daging unggas

tradisional, daging unggas menengah–besar dan telur. Sedangkan sektor yang terdampak

secara tidak langsung adalah sektor padi, jagung, kedelai, pertanian lainnya, peternakan

lainnya, industri kertas, industri pupuk, industri kimia, industri farmasi, restoran dan

perhotelan. Berikutnya hasil simulasi satu menunjukkan bahwa penurunan produksi sektor

daging unggas (tradisional dan menengah–besar) dan sektor telur berdampak pada aspek

mikro dan makro ekonomi. Secara mikro pada domestic market terjadi penurunan produksi

dan peningkatan harga pada sektor daging unggas, telur, peternakan lainnya, restoran dan

perhotelan. Sedangkan pada foreign market terjadi penurunan ekspor demikian juga impor.

Demikian juga terjadi penurunan konsumsi oleh seluruh kelompok rumah tangga karena

terjadi penurunan penerimaan oleh seluruh kelompok rumah tangga dan institusi perusahaan.

Penerimaan pemerintah juga menurun karena adanya penurunan pajak baik dari rumah

tangga dan perusahaan. Sehingga dapat dikatakan terjadi penurunan pendapatan kelompok

rumah tangga dan pemerintah. Secara makro, terjadi penurunan GDP, penurunan investasi,

tidak ada perubahan harga kapital dan tenaga kerja. Demikian juga tingkat suku bunga dan

tingkat inflasi adalah tetap.

Simulasi dua, yaitu peningkatan produksi dan adanya kebijakan pemerintah

(pengeluaran pemerintah dan transfer) menggambarkan bahwa peningkatan produksi dan

adanya kebijakan pemerintah berdampak pada aspek mikro dan ekonomi secara keseluruhan.

(6)

foreign market terjadi peningkatan ekspor dan penurunan impor pada hampir semua sektor. Demikian juga terjadi peningkatan konsumsi oleh seluruh kelompok rumah tangga karena

terjadi peningkatan penerimaan oleh seluruh kelompok rumah tangga dan perusahaan.

Penerimaan pemerintah juga meningkat karena adanya peningkatan pajak baik dari rumah

tangga dan perusahaan. Secara makro, terjadi peningkatan GDP dan peningkatan investasi.

Secara umum pada simulasi dua berdampak pada peningkatan kesejahteraan baik pada

semua kelompok rumah tangga maupun pada pemerintah.

Pada prinsipnya, kebijakan pemerintah dalam upaya memberantas penyakit flu burung

pada unggas sangat penting memperhatikan aspek lingkungan baik lingkungan fisik, biologi

dan sosial terutama yang menyangkut faktor penyuluhan (linkungan sosial) dan faktor

pemberian vaksin (lingkungan biologi) serta pelaporan (lingkungan sosial ). Tiga faktor

tersebut menunjukkan perilaku yang mirip yaitu menjadi faktor penyebab resiko terinfeksinya

unggas. Tindakan pemerintah untuk merubah semua faktor lingkungan yang berperan

menjadi faktor resiko menjadi faktor pencegah sangat diperlukan. Penurunan produksi sektor

daging unggas dan telur ternyata memiliki keterkaitan yang luas terhadap sendi

perekonomian. Semua sektor baik mikro (sektoral) maupun makro terkena dampak negatif.

Terutama sektor yang terkait lansung mengalami penurunan yang tajam. Oleh karena itu pada

kasus merebaknya flu burung hendaknya pemerintah memiliki prioritas kebijakan pada sektor

yang paling terpukul yaitu sektor daging unggas dan telur. Penurunan lebih tajam dimasa

mendatang dapat dicegah dengan penataan secara struktural sektor unggas dan sektor yang

terkait. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan revolusi industri peternakan.

Disamping itu kebijakan disektor peternakan perlu diperkuat dengan melibatkan semua

pelaku industri peternakan yang terkait secara sinergis. Agar peningkatan produktivitas benar

benar menjadi realita maka perlu kiranya pemerintah dalam melakukan kebijakan secara

efektif dengan meningkatkan tidak hanya aspek pengeluaran dan transfer pada sektor yang

terkait dengan unggas tetapi juga menfokuskan pada peningkatan tehnologi produksi. Melalui

simulasi tampak bahwa peningkatan produksi ternyata mampu menggerakkan roda

perekonomian pada hampir seluruh sektor mikro dan makro baik pasar domestik maupun

(7)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013 Hak cipta dilindungi

1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

(8)

DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP PEREKONOMIAN : TINJAUAN ASPEK LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI NASIONAL

MURYANI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 

           

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Ujian Tertutup

Hari/Tanggal :Rabu/2 Januari 2013 Penguji Luar Komisi :1) Dr.Ir Sri Mulatsih, M.Si

Dosen Fakultas Ilmu Ekonomi IPB

2) Prof.Dr.Ir. Rina Oktaviani, M.Ec. Dosen Fakultas Ilmu Ekonomi IPB

Ujian Terbuka

Hari/Tanggal :Rabu/30 Januari 2013

(10)

KOMISI PEMBIMBING : Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. (Ketua)

1. Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. (Anggota )

2. Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. (Anggota)

3. Dr. Djoni Hartono (Anggota)

NAMA : MURYANI

NRP : P062080151

PROGRAM STUDI : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

BIDANG MINAT : Kebijakan dan Manajemen Lingkungan

JUDUL PENELITIAN : Dampak Flu Burung Terhadap Perekonomian: Tinjauan

(11)

Judul Disertasi : DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP PEREKONOMIAN : TINJAUAN ASPEK LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI NASIONAL

Nama : Muryani Nomor Pokok : P062080151

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Bidang Minat : Kebijakan dan Manajemen Lingkungan

Program : Doktor (S3) 

 

disetujui:

Komisi Pembimbing,

Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua

Prof.Dr.Ir.Bunasor Sanim, M.Sc Dr.Ir.Yusman Syaukat, M.Ec. Dr.Djoni Hartono Anggota Anggota Anggota

Mengetahui:

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr. NIP 1961021221985011001 NIP 196508141990021001

Tanggal Ujian : 30 Januari 2013 Tanggal Lulus :……..

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan karunia kesempatan dan kesehatan kepada kami untuk dapat

menyelesaikan penulisan Disertasi tentang Dampak Flu Burung Terhadap Perekonomian :

Tinjauan Aspek Lingkungan, Sosial dan Ekonomi Nasional.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kami haturkan kepada seluruh

komisi pembimbing yang terdiri dari Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, Prof. Dr.

Ir.Bunasor Sanim, M.Sc, Dr. Ir.Yusman Syaukat, M.Ec dan Dr. Djoni Hartono yang telah

memberikan bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan

disertasi ini. Ucapan yang sama kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.Si

dan Prof. Dr. drh.Wayan Teguh Wibawan, M.Si.

Terakhir, secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada orang tua, suami dan anak

tersayang atas segala do’a kesabaran menemani penulis selama studi S3. Tanpa dukungan

mereka semua, disertasi ini tidak dapat selesai tepat waktu. Demikian juga ucapan teima

kasih pada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Peneliti

menyadari betul bahwa dalam menghasilkan karya ini masih banyak kekurangan. Semoga

hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti maupun semua pihak yang

membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, September 2013 Salam hormat,

(13)

RIWAYAT HIDUP SINGKAT

Penulis dilahirkan di Surabaya, pada tanggal 5 Agustus 1967 sebagi putra kelima dari Bapak

Sukardi (almarhum) dan Ibu Riah. Pendidikan Dasar penulis selesaikan di Surabaya, yakni di

SD Santa Amalia, SMP Negeri 12 Surabaya, SMAN 4 Surabaya. Pada tahun 1987 penulis

melanjutkan studi S1 di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Pembangunan di Universitas Airlangga

Surabaya, selesai tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis mendapatkan beasiswa untuk

melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Airlangga Surabaya di Fakultas Ilmu Manajemen

selesai tahun 1998. Pada tahun 2005 penulis mendapat beasiswa S2 di ANU (Australian

National University) di Fakultas Environmental Management and Development selesai tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dengan Beasiswa

Departemen Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Saat ini penulis bekerja sebagai

staf pengajar pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya. Pada

tahun 1997 penulis menikah Joko Suroso, SE, M.Si, dikaruniai seorang puteri yaitu Arifa

(14)

DAFTAR ISTILAH

Biosecurity : Upaya pencegahan meluasnya virus flu burung dengan cara atau perilaku tertentu dan bahan kimia tertentu

Depopulation : Pemusnahan terbatas terhadap sekelompok unggas yang terserang virus flu burung di suatu daerah

Surveillance : Penelusuran jejak virus AI pada berbagai materi dan makhluk hidup

stamping out : Pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru oleh penyakit flu burung

CGE : Computable General Equilibrium adalah kumpulan persamaan simultan yang membentuk suatu model

GAMS : General Algebraic Modelling System adalah software untuk mencari solusi suatu permasalahan ekonomi

restocking :Pengisian kandang kembali pada daerah yang telah dilakukan pemusnahan unggas karena terserang virus flu burung

SNSE : Sistem Neraca Sosial Ekonomi adalah tabel yang berisi transaksi antar pelaku pelaku ekonomi

SAM : Social Accounting Matricks adalah tabel yang berisi transaksi antar pelaku ekonomi dimana komoditi domestik dan komoditi impor menjadi satu tabel.

KLB : Kejadian Luar Biasa yaitu proses penularan diantara unggas yang terjadi begitu cepat

H5N1 : adalah salah satu jenis virus Avian Influenza

zoonosis : Penyakit flu burung yang ditularkan oleh unggas ternyata dapat menyerang manusia juga dan cenderung mematikan

(15)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat dunia telah menyadari pentingnya memelihara lingkungan global, dengan meningkatkan kualitas lingkungan fisik, biologi dan sosial. Isu lingkungan sudah menjadi kepentingan global yang harus dilaksanakan dalam program aksi dan strategi untuk mempersiapkan dunia dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Masalah lingkungan global telah menciptakan pola penyebaran penyakit baru sebagai suatu evolusi penyakit di dunia. Penyakit yang bermunculan saat ini belum bisa di atasi secara menyeluruh misalnya Acquired Immune Deficiency Sindrom (HIV/AIDS), Severe Acute Respiratory Sindrome

(SARS) serta penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI).

Interaksi berbagai komponen lingkungan baik fisik, kimia dan biologi telah menjadi penyebab timbulnya penyakit flu burung (Budiarto dan Anggraeni 2003). Penyakit ini tidak hanya menginfeksi manusia tetapi juga hewan jenis unggas dan babi. Beberapa jenis unggas yang rawan terserang misalnya ayam, bebek, angsa, itik dan burung. Komponen lingkungan fisik diantaranya udara dan air, kebersihan kandang dan lain lain, berperan sebagai risiko penularan dan penyebaran peyakit flu burung. Demikian juga lingkungan biologi seperti keberadaan unggas peliharaan (ayam, bebek, burung), kucing serta jenis pupuk unggas yang digunakan, dapat berperan sebagai penyebab penyebaran penyakit flu burung. Lingkungan sosial seperti perilaku manusia dalam beriteraksi dengan unggas juga dapat menjadi penyebab merebaknya flu burung diantara unggas.

(16)

oleh proses penularan diantara unggas yang terjadi begitu cepat sehingga dapat disebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) ( Yusdja et al 2006). Virus AI ditengarai telah menyebar melalui berbagai media dari beberapa aspek lingkungan yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial (aspek perilaku manusia atau peternak), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Virus flu burung mulai menyebar pada tahun 2003 dan telah menyebar di 31 propinsi dari 33 propinsi. Wilayah yang belum terserang adalah Propinsi Maluku Utara dan Gorontalo. Oleh karena itu sejak tahun 2004, pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis guna mencegah penyebaran virus. Sembilan kebijakan ditetapkan berdasar Surat Keputusan Dirjen Bina Produksi Peternakan No.17/Kepts/PD.640/F/02/04 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan menular Avian Influenza pada Unggas. Inti dari kebijakan tersebut adalah (1) peningkatan biosekuriti; (2) vaksinasi; (3) pemusnahan terbatas (depopulation) di daerah tertular; (4) pengendalian lalu lintas unggas; (5) penelusuran (surveillance); (6) pengisian kandang kembali; (7) pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru (stamping out); (8) peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness); dan (9) monitoring dan evaluasi. Seberapa besar dampak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah inilah yang juga akan dianalisis dalam penelitian ini.

Pada dasarnya penelitian ini fokus pada tiga hal yaitu (1) faktor faktor lingkungan yang menjadi media penularan virus flu burung pada unggas, dimana akan dilakukan penelitian di Tangerang, (2) dampak merebaknya virus flu burung terhadap sektor sektor terkait langsung dan tidak langsung serta performa ekonomi makro dan (3) dampak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah dalam rangka mengatasi flu burung ini terhadap sektor sektor terkait langsung dan tidak langsung serta performa ekonomi makro.

1.2. Perumusan Masalah

(17)

lingkungan fisik yang dapat menjadi media penularan adalah diantaranya adalah : air kolam, kebersihan kandang lokasi, jarak kandang dengan kandang lain, jarak kandang dengan pasar unggas dan saluran air limbah. Demikian juga lingkungan biologi seperti unggas peliharaan (ayam, bebek, burung), kucing serta jenis pupuk unggas yang digunakan, percampuran unggas dan cara pemberian makan dapat berperan sebagai penyebab penyebaran penyakit flu burung. Lingkungan sosial atau perilaku pemilik ternak dalam beriteraksi dengan unggas juga dapat menjadi penyebab merebaknya flu burung diantara unggas. Perilaku yang yang diduga mendukung proses penularan yaitu menyabung ayam, tidak menjaga kebersihan tangan, pakaian dan kendaraan setelah berinteraksi dan kontak langsung dengan unggas, terutama unggas yang terinfeksi virus AI. Dapat disimpulkan bahwa tiga faktor lingkungan yaitu fisik, biologi dan sosial diduga keras menjadi faktor resiko penularan virus flu burung diantara unggas. Menurut Biwas et al (2009) merebaknya virus flu burung tidak hanya menyebabkan kerugian peternak unggas yaitu dengan matinya unggas dalam jumlah yang besar, tetapi juga memberi dampak yang buruk terhadap perekonomian secara luas khususnya negara berkembang. Sektor ekonomi yang terdampak secara negatif Menurut Rodriguez et al (2006) adalah industri peternakan unggas. Dampak negatif juga dirasakan oleh industri yang terkait secara tidak langsung dengan industri perunggasan seperti telur, restoran, perhotelan dan pariwisata, perdagangan, transportasi, juga industri pakan (jagung dan kedelai) (Oktaviani 2008). Hal ini terjadi karena sektor unggas memiliki keterkaitan dengan sektor hulu (pakan ternak ) dan hilir (restoran, perhotelan, perdagangan, pariwisata dan lain lain). Berdasarkan penelitian Yusdja et al

(18)

desinfektan. Sejauh ini sektor produksi unggas menunjukkan penurunan permintaan daging unggas karena konsumen takut tertular virus flu burung (Arifin 2005). Industri unggas sendiri sebenarnya berkontribusi relatif kecil pada GDP yaitu rata rata hanya 1,85 persen pertahun. Meskipun demikian jika dicermati kontribusinya cenderung menurun dari 1,94 persen tahun 2003 menjadi 1,73 persen tahun 2007(BPS 2009). Jadi, dampak negatif merebaknya virus flu burung terhadap sektor yang terkait langsung maupun tidak langsung akan dianalisis dalam penelitian ini.

Dalam rangka mengatasi merebaknya virus ini, sejak tahun 2004, pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis guna mencegah penyebaran virus. Sembilan kebijakan ditetapkan berdasar Surat Keputusan Dirjen Bina Produksi Peternakan No.17/Kepts/PD.640/F/02/04 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan menular Avian Influenza pada Unggas. Inti dari kebijakan tersebut adalah peningkatan biosekuriti, vaksinasi, pemusnahan terbatas di daerah tertular, pengendalian lalu lintas unggas, penelusuran virus, pengisian kandang kembali, pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru, peningkatan kesadaran masyarakan serta monitoring dan evaluasi. Dari sembilan kebijakan yang telah ditentukan pemerintah seperti di atas, hanya enam yang sering dilakukan, sedangkan tiga hal lain yaitu pemusnahan terbatas (depopulation), pengisian kandang kembali (restocking) dan pemusnahan total

(stamping out) hanya dilakukan pada kasus tertentu dan sangat selektif, misalnya di Kota Tangerang, Dumai dan kota yang terserang AI secara menyeluruh (Martindah 2008). Hal ini tidak dilakukan dengan intensif di semua daerah di pulau Jawa karena dikhawatirkan akan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap industri unggas nasional (Sumiarto dan Arifin 2009).

(19)

1).Faktor lingkungan apa saja yang menjadi media penularan flu burung pada unggas?

2).Sektor-sektor ekonomi apa saja yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dari merebaknya flu burung?

3).Bagaimana dampak flu burung terhadap perekonomian, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumah tangga?

4).Bagaimana dampak kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka menangani kasus flu burung terhadap perekonomian, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumah tangga?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan melihat seberapa besar dampak penyakit flu burung terhadap perekonomian nasional dan terhadap kesejahteraan masyarakat. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah : 1). Menganalisis faktor lingkungan yang menjadi media penularan flu burung

pada unggas

2). Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dari merebaknya flu burung.

3). Menganalisis dampak flu burung terhadap perekonomian, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga. 4). Menganalisis dampak kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah

dalam rangka menangani kasus flu burung terhadap perekonomian secara keseluruhan.

1.4. Manfaat Penelitian

(20)

burung dikemudian hari, mengingat kasus pandemik flu burung ini bisa berulang terjadi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam lingkup nasional (Indonesia) dengan mengkaji dampak flu burung terhadap aspek sosial ekonomi baik ekonomi sektoral, ekonomi makro dan kemiskinan. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan Computable General Equilibrium (CGE). Adapun model CGE yang digunakan adalah model CGE statis sehingga tidak dilakukan simulasi antar waktu, hanya melakukan simulasi pada satu waktu saja. Model CGE yang statis sudah cukup dan dapat di gunakan untuk menganalisis dan melihat dampak flu burung baik secara sektoral maupun makro.

Alasan digunakan pendekatan model CGE pada kasus flu burung ini adalah bahwa model CGE pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi dampak ekonomi dari suatu kebijakan. Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah kebijakan dalam rangka pencegahan merebaknya flu burung dan dampak negatifnya terhadap hampir semua sektor perekonomian. Disamping itu dampak flu burung tidak hanya terjadi pada sektor unggas saja tetapi sektor lain juga terkena dampaknya. Jadi penelitian ini bersifat multisektor dan saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu pendekatan yang paling tepat digunakan adalah pendekatan keseimbangan umum dibandingkan pendekatan keseimbangan parsial.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat melihat time line atau pergerakan antar waktu karena bersifat static. Penelitian yang bersifat static ini dapat menjawab kondisi short term dan long term. Pada kondisi short term,

capital dan employment adalah tidak mobile. Sedangkan pada kondisi long term, capital dan employment bersifat mobile.

(21)

perhotelan, industri kimia, farmasi dan transportasi. Di samping itu penelitian juga mengkaji faktor lingkungan yang diduga memiliki peran yang besar dalam penyebaran penyakit flu burung di antara unggas. Faktor lingkungan yang diduga sangat mempengaruhi penyebaran penyakit adalah faktor lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial (aspek perilaku manusianya). Namun dalam penelitian ini tidak mengkaji aspek penularan virus AI pada manusia, karena hal ini telah diteliti oleh Budiman (2009).

1.6. Kebaruan Penelitian (Novelty)

Sejauh ini kajian tentang flu burung yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti pendahulu umumnya menyangkut dampak flu burung terhadap perekonomian nasional, proses penyebaran virus, dan kajian kebijakan pemerintah dalam hal mengatasi kasus flu burung. Berbagai alat analisis digunakan baik menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini juga digunakan metode kuantitatif yang sama dengan beberapa peniliti pendahulu, yaitu menggunakan pendekatan CGE. Namun dalam penelitian ini disusun Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) khusus di mana susunan sektornya menggambarkan sektor yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kasus flu burung. Rancangan SNSE kasus flu burung ini merupakan hal yang baru.

1.7. Hipotesis Penelitian

1). Di kalangan peternak unggas dan pedagang unggas faktor karakteristik peternak dan pedagang, lingkungan fisik, biologi dan sosial mempengaruhi peluang terinfeksinya unggas

2). Sektor sektor yang terkait erat dengan sektor unggas menerima dampak negatif terbesar atas merebaknya kasus flu burung, terutama sektor yang menggunakan input unggas dalam proses produksinya.

(22)

4). Peningkatan produktivitas sektor unggas dan kebijakan pemerintah dalam rangka menangani kasus flu burung berdampak positif pada pertumbuhan sektor sektor perekonomian dan pendapatan rumah tangga khususnya rumah tangga pertanian dan pendapatan pemerintah.

1.8 Kerangka Analisis

Kerangka pemikiran atau analisis (Gambar 1) yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Analisis regresi logistik ditujukan untuk mengkaji proses penularan penyakit flu burung di antara unggas. Penyakit flu burung tersebar diantara unggas tidak terlepas karena faktor lingkungan, dimana lingkungan adalah agregat dari semua kondisi dan pengaruh pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Faktor lingkungan ada tiga yaitu berupa: (1) lingkungan fisik, (2) lingkungan biologi dan (3) lingkungan sosial atau perilaku manusianya (peternak atau pemilik).

(23)
(24)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Lingk.

fisik

analisis Lingkungan (pendekatan kasus)

proses penyebaran virus AI pada unggas

Analisis Mikro dan Makro

resiko tertular pada unggas

Pemodelan Ekonomi (MODEL CGE)

Indikator Mikro dan Makro

Pertumbuhan  ekonomi  (sektoral)

Pertumbuhan  Ekonomi  (Makro)  Virus AI

Lingk.

biologi 

Lingk.

sosial

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan digambarkan dan dijelaskan mengenai flu burung dalam kerangka bangunan besar economics of disease, tentang penyakit flu burung serta bagaimana virus flu burung menyebar dengan perantara beberapa factor lingkungan yaitu linkungan fisik, biologi dan soial. Beberapa penjelasan merujuk pada literature

yang berkaitan dengan tiga aspek lingkungan tersebut.

2.1 Ekonomi Penyakit (Economics of Disease )

Epidemik flu burung (AI) berdampak pada banyak aspek pada saat yang bersamaan secara tak terhindarkan. Hal ini menyebabkan beberapa economic losses

yang relatif cukup besar bagi pemerintah, peternak dan semua partisipan dari rantai produksi unggas. Sejak penyebaran virus AI terjadi pada kalangan unggas dan burung di Negara Asia Timur, kerugian ekonomi awalnya tidak terlalu besar dan tergantung pada tingkat keparahan negara masing masing. Namun secara global dengan meningkatnya jumlah kasus dan kesinambungan penyebaran virus AI ini menyebabkan kerugian yang meningkat secara signifikan (Smith 2005).

(26)

Penyebaran virus AI di Indonesia terjadi sejak tahun 2003 tidak hanya menyerang kalangan unggas tetapi juga berdampak pada manusia. Terhitung sampai tahun 2008 telah tercatat 126 kasus dan meninggal 112 orang (Krisnamurti 2008). Pada tahun 2010 korban meninggal telah mencapai 134 jiwa di 31 propinsi di Indonesia. Sedangkan untuk seluruh dunia sampai tahun 2008 tercatat 359 kasus dan meninggal 226 orang (WHO 2008). Menurut Osterholm (2005) kematian manusia yang disebabkan oleh virus AI merupakan ‘the third most deadly infectious disease’ setelah AIDS dan TBC. Sedangkan WHO (2005) memperkirakan bahwa penduduk dunia yang terinfeksi virus ini sebesar 35 persen, di mana sebagian besar terjadi di negara berkembang karena memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan tingkat kemiskinan yang lebih parah. Secara umum, biaya yang ditanggung akibat merebaknya virus AI adalah sebesar 12 persen dari total biaya, adalah menyangkut kematian manusia, 28 persen manusia menderita sakit (biaya pengobatan) dan tidak masuk kerja dan 60 persen adalah upaya untuk menghindari infeksi. Jadi dapat disimpulkan secara umum pengeluaran lebih banyak ditargetkan untuk upaya preventif mencegah meluasnya virus AI.

Pemerintah menginstruksikan pemakaian desinfektan untuk mencegah menyebarnya virus AI (Sumiarto dan Arifin 2009), namun dampak Virus AI terhadap kesehatan manusia masih juga cukup meluas. Banyaknya korban yang meninggal hingga kini memberikan dampak psikologis terhadap konsumsi daging ayam khususnya dan pada akhirnya akan memberikan dampak ekonomi baik terhadap konsumen maupun produsen. Lebih jauh, pandemik virus H5N1 bukan hanya memberikan dampak terhadap kesejahteraan individu, namun juga mengakibatkan kepada ketahanan sosial ekonomi dan keamanan. Dampak ini bisa lebih serius terjadi karena sebagian besar masyarakat terutama di negara berkembang tidak siap akan serangan ini. Pada tataran dampak ekonomi dan sosial, flu burung seharusnya tidak berpengaruh terhadap ketahanan pangan karena konsumen dapat memilih sumber pangan protein lainnya (Andrea 2004). Namun sejauh ini sektor produksi unggas menunjukan permintaan yang terus menurun terhadap daging unggas karena konsumen takut tertular wabah ini (Arifin 2005).

(27)

pada produksi unggas mencapai 60 sampai 70 persen dari total biaya produksi. Sedangkan penyediaan bahan baku pakan masih tergantung pada impor, khususnya jagung. Dengan demikian pasokan jagung domestik bisa diharapkan dapat meredam gejolak harga pakan ternak (Daryanto 2009).

Jumlah populasi unggas dari berbagai jenis, yang meliputi ayam kampung, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan berbagai jenis itik atau bebek mencapai 1,3 miliar ekor. Jumlah ini belum termasuk jutaan rumah tangga yang memelihara berbagai jenis unggas sebagai binatang peliharaan atau hobi yang dapat mencapai 30 juta rumah tangga. Total investasi di industri unggas modern dan semi modern diperkirakan US$3 miliar-US$3,5 miliar. Jumlah penjualan dari usaha perunggasan setiap tahun mencapai sekitar US$5 miliar. Dari industri peternakan unggas, Indonesia mampu menghasilkan daging sekitar 1,2 miliar ton per tahun dan memberikan konstribusi sekitar 56 persen dari total kebutuhan penyediaan daging hasil ternak. Jumlah produksi telur dari industri perunggasan yang tercatat hingga saat ini hampir 1,2 miliar ton yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan telur di dalam negeri.

Delgado (1999) menjelaskan bahwa revolusi peternakan memberikan perubahan dan mempengaruhi perkembangan sektor peternakan di Indonesia. Permintaan daging, telur dan susu diperkirakan meningkat signifikan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perbaikan ekonomi pasca krisis ekonomi tahun 1997. Di tahun 1999 konsumsi daging, telur dan susu di Indonesia adalah sebesar 41 kg/kapita/tahun, 2,7 kg/kapita/tahun dan 5,09 kg/kapita/tahun. Tahun 2003 konsumsi tiga produk tersebut terus mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan konsumsi daging, telur dan susu masing-masing tumbuh pada tingkat 6,08 kg/kapita/tahun, 4,47 kg/kapita/tahun (BPS 2005).

(28)

hewani lainnya. Hal ini karena telur dan daging ayam merupakan protein hewan paling murah dibanding sumber protein yang lain (Daryanto 2009). Walaupun menurut You (2007) merebaknya virus flu burung menyebabkan keengganan masyarakat mengkonsumsi unggas sehingga menyebabkan turunnya permintaan unggas sehingga dan mendorong harga unggas menurun.

Data dari BPS menunjukkan konsumsi perminggu (perkotaan dan pedesaan) untuk daging, ayam, telur serta itik ada kecenderungan mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 di bawah ini :

Tabel 1. Konsumsi Rata-Rata Perkapita Perminggu Beberapa Bahan Makanan (Perkotaan)(kg)

1993 1996 1999 2002 2005 2008

Daging Sapi/ Kerbau 0,028 0,025 0,015 0,018 0,016 0,011

Daging Ayam Ras/Kampung 0,070 0,102 0,049 0,095 0,107 0,096

Telur Ayam 0,098 0,120 0,083 0,124 0,130 0,131

Telur Itik/ Manila/ Asin(Butir) 0,14 0,123 0,063 0,122 0,118 0,083

Sumber: BPS 2008

Pada Tabel 2 disajikan data mengenai konsumsi rata-rata perkapita perminggu beberapa bahan makanan untuk daerah pedesaan, dimana menunjukkan konsumsi yang relatif lebih rendah dibanding daerah perkotaan, kecuali konsumsi telur asin.

Tabel 2 Konsumsi Rata-Rata Perkapita Perminggu Beberapa Bahan Makanan (Pedesaan)(kg)

1993 1996 1999 2002 2005 2008

Daging Sapi/ Kerbau 0,007 0,006 0,006 0,006 0,005 0,003

Daging Ayam Ras/Kampung 0,031 0,050 0,022 0,039 0,052 0,052

Telur Ayam 0,045 0,070 0,046 0,073 0,087 0,094

Telur Itik/ Manila/ Asin(Butir) 0,166 0,126 0,092 0,124 0,111 0,092

Sumber: BPS 2008

2.2. Flu Burung dan Faktor Lingkungan

(29)

menyerang manusia juga (zoonosis) dan cenderung mematikan. Proses penularan dan penyebaran virus ini menurut beberapa ahli peternakan yaitu Wibawan (2010)1), dimana hal tersebut bisa dikarenakan beberapa hal :

- Cairan/lendir yang berasal dari hidung, mulut, mata & Kotoran unggas yang sakit. - Kontak langsung baik hewan/manusia dengan ternak yang sakit.

- Melalui udara dan peralatan yang terkontaminasi virus

- Kontak dari bahan asal hewan yang terkena virus AI ( daging, telur, feses, dan sebagainya).

Sedangkan ciri ciri unggas yang terkena virus AI adalah sebagai berikut: - Jengger biru keunguan

- Mengeluarkan cairan dari mata dan hidung - Pembengkakan pada muka dan kepala - Diare, batuk, bersin dan ngorok

- Pendarahan dibawah kulit, pada daerah dada dan kaki - Kematian terjadi secara cepat

Penyakit flu burung tersebar di antara unggas tidak terlepas karena faktor lingkungan. Menurut Azwar (1999), lingkungan adalah agregat dari semua kondisi dan pengaruh pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan social (Budiarto dan Anggraeni 2003). Sejalan dengan pendapat ini, bahwa faktor perantara menyebarnya penyakit flu burung menurut Blum (1974) dan Rees (1982) adalah faktor lingkungan, yang terdiri dari lingkungan luar (eksternal) dan dalam (internal). Lingkungan ekternal terdiri dari lingkungan fisik, biologik, dan sosial. Lingkungan fisik mencakup air, udara, tanah, iklim, cuaca, radiasi, getaran, suhu, tekanan, gesekan, musim, dan kelembaban. Faktor ini berbeda antara negara maju dengan negara berkembang. Lingkungan biologik berupa mahluk hidup yang berada di sekitar manusia, termasuk manusia itu sendiri.

--- 1)

(30)

Lingkungan sosial merupakan interaksi kompleks antara budaya, sistem nilai, adat, kebiasaan, kepercayaan, sikap, moral, agama, pendidikan, pekerjaan, standar hidup dan pola interaksi. Lingkungan internal dapat berupa faktor genetik, fisiologik (termasuk proses hormonal) dan psikologis. Penyakit lebih sering terjadi karena secara psikologis manusia gagal menyesuaikan lingkungan. Selain itu unsur perantara lain adalah perpindahan dari atau tempat yang terinfeksi virus.

Lebih jelasnya flu burung terjadi karena ketidakseimbangan antara lingkungan, host (pembawa virus) dan penyebab. Lingkungan yang menjadi penyebab adalah lingkungan yang kurang bersih seperti tempat perternakan yang kotor yang menjadi tempat berkembangnya virus influenza tipe A. Virus dapat menjangkiti para perkerja yang beresiko tinggi terjangkit virus tersebut (Achmadi 1991). Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa virus ini terdapat pada hewan terutama unggas namun virus ini bersifat zoonosis, yaitu menular pada manusia. Faktor manusia yang mudah terjangkit adalah umur, kekebalan, perilaku manusia dan kebiasaan memelihara ternak unggas. Di samping itu juga perilaku manusia yaitu kebiasaan buruk seperti tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas dan berinteraksi dengan unggas. Kebiasaan yaitu banyak masyarakat yang memelihara unggas di dekat rumah atau pemukiman (IPB 2008).

Berdasarkan penjelasan dari FAO (2008) , lingkungan fisik adalah lingkungan alam yang dapat berupa geografis, iklim, air, kondisi saluran limbah atau kondisi pasar unggas. Pasar unggas yang menjual unggas dalam jumlah besar dan ditempatkan secara saling berdesakan, merupakan multifactor penyebaran penularan penyakit flu burung. Demikian juga air, air kolam misalnya, dapat menjadi media penularan jika tercemar kotoran burung liar pembawa virus merupakan faktor resiko penularan dari burung liar ke unggas peliharaan, terutama jika unggas peliharaan tersebut dibebaskan berkeliaran. Lingkungan Biologi adalah semua makhluk hidup yang berada disekitar unggas baik binatang lain maupun flora. Faktor lingkungan biologi dapat berupa bakteri dan virus pathogen. Penularan penyakit flu burung pada unggas dapat disebabkan oleh keberadaan binatang peliharaan yang telah terjangkit virus AI, misalnya kucing, burung dan unggas domestik lain misalnya angsa, itik dan lain lain. Penularan dapat juga dikarenakan penggunaan pupuk kotoran unggas yang tercemar virus AI.

(31)

manusia beserta interaksinya dengan berbagai komponen lingkungan yang dapat menjadi media terjangkitnya penyakit flu burung pada unggas, misalnya kontak peternak dengan unggas terinfeksi, kebiasaan sabung ayam, membeli unggas baru dan mencampurkannya dengan unggas yang lama, serta kesengajaan ataupun ketidaktahuan akan pentingnya penggunaan desinfektan ketika membersihkan kandang unggas (FAO 2008) dan Kusnoputranto (2000). Demikian juga kebiasaan peternak atau pemilik unggas yang tidak membersihkan atau tidak mencuci baju dan sepatu boot yang berasal dari pasar unggas, begitu juga ban sepeda yang belepotan lumpur dari pasar unggas yang tidak segera dibersihkan. Sebagaimana di ungkapkan Buzani et al (2007) bahwa penting melakukan batasan untuk perpindahan unggas, kendaraan angkutan unggas dan peternak itu sendiri. Oleh karena itu maka beberapa variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1.Karakteristik Peternak Atau Pedagang adalah kondisi peternak atau pedagang yang berkaitan dengan: usia peternak/pedagang; pendidikan peternak/pedagang; tujuan beternak/berdagang; lamanya pengalaman beternak /berdagang; penghasilan per bulan dari peternak/pedagang; jumlah populasi ternak unggas.

2.Variabel Lingkungan Fisik adalah hal hal yang baerkaitan dengan kondisi fisik yang ada yaitu: lokasi peternakan; jarak antar kandang; jarak dengan pasar ungas; saluran kotoran unggas; kolam; kepadatan unggas per m2; jenis kandang; jenis lantai; kebersihan kandang; kebersihan tempat makan unggas; kebersihan tempat minum unggas; kebersihan halaman sekeliling kandang.

3.Variabel Lingkungan Biologi adalah hal hal yang berkaitan dengan kondisi yang berhubungan dengan interaksi makhluk hidup (binatang, bakteri dan virus), yang terdiri dari : unggas domestik yang dimiliki; keberadaan binatang lain (kucing, anjing, tikus dan lain lain); penggunan pupuk kandang; percampuran unggas sendiri dengan milik orang lain); Unggas dilepas dan digiring sore hari (yang bisa berarti unggas mengkonsumsi pakan dari area bebas); sumber pakan ternak

(32)

frekuensi (tingkat keseringan) pemberian vaksin; frekuensi datang ke pasar unggas; penanganan unggas mati; pelaporan adanya unggas yang mati; frekuensi mendapat menyuluhan; pensucihamaan sebelum masuk area peternakan.

2.4. Penelitian Terdahulu yang Menyangkut Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian tentang flu burung yang sifatnya deskriptif dilakukan oleh Antara (2009). Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penting pemicu pendemi adalah padat nya populasi unggas, babi dan manusia, karena ke tiga hal itu berperan dalan virus Avian Influenza . Pada pasar tradisional di jual berbagai jenis unggas seperti ayam, itik, entog, anggsa, burung, dan bahkan mamalia seperti babi yang berasal dari berbagai daerah, kemudian dari pasar akan menyebar ke daerah lain. Di pasar, unggas diletakan dalam area saling berdekatan antara pemilik satu dengan yang lainnya, sehingga kondisi tersebut mempermudah penularan virus AI antar unggas. Menurut You dan Diao (2006), Martinez et al (2009) serta Leppin dan Aro (2009) virus flu burung berpotensi untuk menyebar secara global antar negara sebagai pandemik, oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mencegah berpindahnya virus ini khususnya diantara populasi unggas.

Pola penyebaran perdagangan unggas di pasar tradisional (Beringkit, Kumbasari dan Kediri) mencakup ke seluruh wilayah di Bali dan berpotensi mengeluarkan penyakit flu burung ke semua kabupaten di Bali. Untuk menekan resiko penularan virus avian influenza perlu menerapkan biosecurity yang ketat di pasar, alat angkut untuk unggas dan di rumah tangga. Demikian juga vaksinasi, menurut Foster (2009) secara teori vaksinasi dapat memecahkan masalah penyebaran flu burung, tetapi pada tataran implementasi vaksinasi hanya menekan sementara tapi tidak menyelesaikan persoalan. Situasi ini diperparah karena kekurangan tenaga yang ahli yang berkaitan dengan hal ini.

(33)

jual daging broiler turun hingga 37 persen, walaupun kondisi harga jual pasca AI telah normal kembali.

Dampak ekonomi wabah AI terhadap usaha pedagang pengecer telur ayam ras dan burung puyuh adalah sebagai berikut: (1) menurunnya volume penjualan telur hingga 53-70 persen; (2) ternyata wabah AI tidak berpangaruh negatif terhadap harga jual telur, dimana harga jual malahan meningkat pada saat wabah AI, sebagai akibat kurang nya pasokan telur di pasar; dan (3) kondisi tersebut menunjukan bahwa konsumen tidak memberikan respon negatif terhadap hasil ternak telur akibat AI seperti halnya pada broiler.

Implikasi kebijakan yang di pandang relevan dalam antisipasi dan penanggulangan wabah AI antara lain adalah: (1) melakukan sistem deteksi dini terhadap berbagai serangan penyakit ternak menular; (2) melakuakn pendataan yang cepat dan akurat tentang data populasi, tingkat serangan atau jumlah kematian serta evaluasi terhadap kinerja program yang telah dilakuakan baik secara swadaya maupun program pemerintah; (3) ternyata sistem pengusahaan ternak unggas dengan memberlakukan biosecurity yang ketat, adanya barier alam, serta paksinasi yang tepat sangat efektip dalam penanggulangan virus AI; dan (4) kebijakan recovery di tingkat petani akibat AI dapat dilakukan dengan konpensasi yang memadai dan pemberian pinjaman lunak dengan tingkat suku bunga kurang dari 12 persen per tahun dengan besaran modal sebesar biaya investasi untuk recovery (Saptana et al

2008).

(34)

tinggi. Negara yang dijadikan objek penelitian Metras adalah Ethiopia, Kenya, Ghana, Nigeria dan Indonesia.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Menyangkut Model CGE

Beberapa penelitian sebelumnya tentang flu burung telah dilakukan baik oleh peneliti dalam negeri maupun negara lain diantaranya adalah Chang (2006) melakukan penelitian tentang flu burung. Penelitian ini menganalisis dampak potensial flu burung terhadap ekonomi makro dan industri di Taiwan. Dengan menggunakan pendekatan CGE Chang membuat simulasi dampak negatif dari adanya virus flu burung terhadap penurunan konsumsi domestik, eksport dan penawaran tenaga kerja. Kesimpulan yang diperoleh bahwa pandemik flu burung tidak hanya merugikan sektor unggas tapi juga berdampak pada ekonomi secara keseluruhan. Penelitian ini di fokuskan pada penilaian secara komprehensif terhadap dampak dari flu burung di Taiwan khususnya mengenai efek keterkaitan antar sektor.

Dampak negatif flu burung juga telah diteliti oleh Oktaviani (2008). Model yang digunakan adalah kombinasi model INDOF dan WAYANG. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kontribusi sektor unggas terhadap perekonomian Indonesia tidak terlalu signifikan, namun penurunan output yang dialami oleh sektor-sektor yang terkait dengan sektor unggas tersebut secara simultan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari turunnya nilai PDB riil pada semua simulasi. Serangan flu burung memicu inflasi sehingga dilihat dari PDB dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga mengalami penurunan disemua simulasi. Inflasi juga akan menyebabkan daya saing poduk Indonesia di pasar Internasional mengalami penurunan sehingga tidak mengherankan jika nilai ekspor Indonesia juga mengalami penurunan. Selanjutnya, turunnya daya saing juga akan menyebabkan kenaikan impor. Kombinasi dari turunnya ekspor dan kenaikan impor akan menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.

(35)

dipergunakan untuk meninjau ulang kebijakan perdagangan sektor pertanian khususnya negara berkembang. Hal ini sejalan dengan Diao et al (2009) yang melakukan penelitian tentang flu burung di Ghana. Penelitian ini menggunakan CGE dinamik dan menganalisa aspek mirko dan makro eonomi. Diantara kesimpulannya adalah penurunan permintaan daging ayam 40 persen menyebabkan penurunan lebih dari 40 persen penurunan produksi domestik. Besarnya impor juga akan turun jika respon negatif masyarakat kuat sekali terhadap kasus ini khususnya yang berkaitan dengan permintaan ayam maka harga ayam domestik akan naik dengan kondisi kekurangan permintaan dan terdapat peningkatan konsumsi terhadap makanan subtitusi ayam misalnya jagung dan kedelai, jadi penurunan permintaan terhadap ayam akan memeberi peningkatan produksi dan keuntungan pada produsen jagung, kedelai dan makanan lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(36)
(37)

BAB III

KERANGKA TEORITIS MODEL KESEIMBANGAN UMUM

Pada bab ini akan dijelaskan teori yang mendukung penelitian bagian yang kedua, yang berkaitan dengan pemodelan CGE, yaitu tentang Teori Keseimbangan Umum, Ciri Kondisi Keseimbangan Umum, Keseimbangan Produksi, Keseimbangan Konsumsi, Keseimbangan Simultan di Sektor Produksi dan Konsumsi Serta Konsep Dasar Model CGE.

3.1.Teori Keseimbangan Umum

Teori keseimbangan umum dibahas dalam berbagi literatur ekonomi, namun pada intinya teori keseimbangan umum adalah teori yang menjelaskan tentang keberadaan pasar sebagai suatu sistem dalam suatu perekonomian yang terdiri atas beberapa macam pasar (misalnya pasar input dan pasar output) yang memiliki kaitan antara satu pasar dengan pasar lainnya. Dengan adanya kaitan tersebut, maka setiap perubahan pada satu pasar akan berpengaruh terhadap kinerja pasar lainnya. Model keseimbangan umum pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras yang mengemukakan bahwa semua harga dan kuantitas barang di semua pasar ditentukan secara simultan melalui proses interaksi satu dengan lainnya. Hal ini dapat diartikan dalam suatu sistem perekonomian, perubahan keseimbangan pada suatu pasar tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga berdampak terhadap sektor atau komoditas serta berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui keterkaitan harga. Dalam beberapa kasus dampak suatu kebijakan lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan dengan teori keseimbangan parsial.

(38)

Menurut teori keseimbangan umum, apabila dalam kondisi keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada satu pasar, maka akan diikuti oleh penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan kembali pada kondisi keseimbangan yang baru. Mekanisme pencapaian keseimbangan pada semua jenis barang di semua pasar yang berlaku bagi produsen dan konsumen disebut sebagai analisis keseimbangan umum (general equilibrium analysis).

Keseimbangan umum menggunakan asumsi Walras, yaitu andaikan ada n

pasar, dan jika n-1 pasar sudah berada dalam keseimbangan, maka seluruh n pasar akan berada dalam keseimbangan. Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut dilakukan dengan menggunakan matematika formal. Walras menyimpulkan bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung pada fungsi lainnya. Formula ini dapat dituliskan sebagai berikut:

( )

0

1

=

=

P

ED

P

i i n

i

(1)

dimana:

i

ED

(P) = excess demand untuk barang i

i

P

= harga untuk barang ke i

Persamaan di atas berarti bahwa total excess demand terjadi pada seluruh jenis barang atau komoditas yang diproduksi (Nicholson 1994). Apabila nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama dengan nilai komoditas yang diminta di pasar, sedangkan harga-harga (dalam hal ini harga relatif) diketahui pada saat pasar ke n-1 ada keseimbangan, maka dalam pasar yang sisanya akan ada keseimbangan juga.

(39)

Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik untuk mencapai keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah satu pasar (Oktaviani, 2001).

Secara umum model CGE memuat persamaan-persamaan, variabel-variabel eksogen dan parameter, variabel-variabel-variabel-variabel endogen dan bentuk-bentuk fungsi dari persamaan. Sistem persaman dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang secara umum meliputi produksi, pasar tenaga kerja, faktor renumerasi, pendapatan disposible, kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi, permintaan produk, pasar eksternal, keseimbangan pasar produk dan numeraire (Sadoulet 1992). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi, dan blok kliring pasar.

Model CGE dapat digunakan untuk mensimulasi dampak dari kebijakan perdagangan dan dampak perubahan ekonomi dari berbagai paket kebijakan pemerintah. Adapun menurut Yeah et al (1994) bahwa penggunaan model CGE tidak hanya pada model perdagangan internasioal tetapi juga pada perencanaan pembangunan, keuangan, lingkungan, manajemen sumberdaya, dan perubahan transisi dan ekonomi pasar. Model tersebut dapat menganalisis sensitivitas dari alokasi sumberdaya karena adanya perubahan dari sektor eksternal sementara analisis keseimbangan parsial mengasumsikan bahwa sumberdaya bersifat tetap. Selanjutnya, landasan teori ekonomi mikro yang digunakan meliputi parameter elastisitas dan input-output data, sehingga model CGE merupakan alat analisis eksperimental untuk menganalisis perubahan ekonomi.

(40)

diantara kedua barang tersebut menghasilkan neraca perdagangan (balance of trade ). Barang produksi domestik yang tidak diekspor (D) dijual di pasar domestik yang dilukiskan pada kuadran III. Berkorespondensi dengan ke tiga kuadran tersebut di atas, tingkat konsumsi frontier di kuadran II dipasok dari kombinasi barang domestik (D) dan impor (M)

[image:40.595.72.470.62.778.2]

Sumber : Sadoulet dan De Janvry (1992)

Gambar 2. Keseimbangan Ekonomi Makro dan Model Keseimbangan Umum Keterangan : M = komoditas impor, E = Komoditas ekspor, D = Komoditas

domestic, C = Tingkat konsumsi frontier, P = Tingkat produksi Frontier, PE/Pd = harga ekspor relatif terhadap harga domestik, dan Pd/PM = harga domestik relatif teehadap harga impor.

Kuadran I mengasumsikan tidak ada foreign capital inflow dan volume ekspor maupun impor adalah sama yag dilukiskan oleh lereng garis balance of trade. Pada kuadran II, kecuraman kurva utilitas merupakan fungsi dari tingkat konsumsi frontier pada titik C dan harga relatif keseimbangan Pd / PM. Adapun pada sisi produksi di kuadran IV yang berkaitan dengan tingkat produksi sebesar P, dimana kecuraman lereng kurva kemungkinan produksi frontier ditentukan oleh

Kemungkinan Produksi 

Frontier Q=Q(E,D) 

D

Balance of Trade (BOT)  Utilitas 

PE/Pd

M

Konsumsi  frontier 

Pasar Domestik  Pd/PM 

P

(41)

harga relatif barang ekspor dan domestik (PE/Pd). Selanjutnya, solusi keseimbangan ekonomi makro dalam model ini dapat diamati pada kuadran II yang menunjukan permintaan konsumen, yaitu tingkat utilitas tertentu pada saat konsumsi sebesar C dan tingkat produksi sebesar P.

Merebaknya virus AI menyebabkan perubahan harga relatif dan akan merubah lereng kurva utilitas dapat dilihat pada Gambar 3. Daging unggas termasuk produk yang diekspor dan diimpor, dengan adanya serangan virus AI maka terjadi penurunan volume Ekspor dan Impor daging unggas. Disisi lain juga terjadi penurunan permintaan daging unggas oleh masyarakat. Elastisitas permintaan daging unggas domestik sangat elastis, sehingga akan merubah rasio harga relatif (Term of Trade) menjadi seperti dibawah ini :

[image:41.595.105.515.57.812.2]

Gambar 3 Perubahan Harga Relatif

Ketika terjadi serangan virus AI, terjadi perubahan permintaan daging unggas domestik. Hal ini menyebabkan penurunan penawaran produk unggas domestik dan menyebabkan harga produk impor (PM ) relatif lebih murah

M

Kemungkinan Produksi Frontier Q=Q(E,D)

 D

Balance of Trade (BOT)

 

d E

d E

P

P

P

P

<

  Konsumsi

frontier

Pasar Domestik

M d

M d

P

P

P

P

>

 

P

E  C 

(42)

sehingga rasio harga ( M

d

P

P

) menjadi lebih tinggi, sehingga kurva utilitas menjadi

lebih curam. Demikian juga halnya harga produk ekspor untuk daging unggas menjadi relatif lebihrendah sehingga rasio harga ekspor (PE ) dan harga domestik (Pd) menjadi lebih rendah. Hal ini mengakibatkan kurva utilitas menjadi landai.

3.1.1. Ciri Kondisi Keseimbangan Umum

Menurut Nicholson (1994), ciri-ciri dari kondisi keseimbangan umum adalah terjadinya efisiensi pareto. Kriteria pareto menyatakan bahwa sesuatu perubahan dianggap sebagai perubahan yang membawa kebaikan, jika perubahan tersebut mengakibatkan beberapa orang menjadi lebih baik namun tidak seorangpun menjadi lebih buruk. Dengan demikian, apabila telah tercapai suatu kondisi dimana satu pihak tidak dapat meningkatkan kepuasannyata tanpa mengurangi kepuasan pihak-pihak yang lainnya, maka kondisi ini disebut Pareto Optimum.

Efisiensi pareto terjadi pada saat keseimbangan umum tercapai melalui mekanisme pasar persaingan sempurna. Konsep efisiensi pareto mencakup tiga jenis efisiensi, yaitu efisiensi alokasi sumber (keseimbangan produksi), efisiensi distribusi komoditas (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi). Di bawah ini dibahas masing-masing keseimbangan (keseimbangan produksi, konsumsi dan simultan) tersebut dengan contoh kasus satu orang konsumen, dua faktor produksi ( tenaga kerja dan kapital) dan dua komoditas (x1 dan x2).

3.1.2. Keseimbangan Produksi

(43)

yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi dapat dilaksanakan melalui kotak Edgeworth seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.

[image:43.595.106.491.28.842.2]

Sumber : Nicholson (1994)

[image:43.595.107.462.69.438.2]

Gambar 4 Diagram Kotak Edgeworth Pada Kasus Dua Komoditas dan Dua Faktor Produksi

Gambar 4 menunjukkan bahwa keseimbangan simultan antara dua produk x1 dan x2 tercapai pada saat isoquant x1 bersinggungan dengan isoquant x2 pada berbagai tingkat output. Titik–titik singgung tersebut membentuk kurva yang disebut contract curve (CC), Pilihan tingkat output yang akan di produksi ditentukan oleh rasio harga faktor. Secara matematis permasalahan diatas dapat diformulasikan sebagai berikut.

MRTS1lk= MRTS

2

lk = 2 1

w

w

(2)

dimana,

MRTS = slope dari isoquant.

Rumusan di atas adalah rumusan keseimbangan umum di sektor produksi, yang tercapai pada saat MRTS untuk semua jenis output adalah sama. Jika harga faktor diketahui, maka jumlah output yang harus diproduksi agar tercapai keuntungan yang maksimum dapat ditentukan. Tingkat output x1 dan x2 yang di poduksi perusahaan harus sesuai dengan permintaan konsumen terhadap barang x1 dan x2. Permintaan konsumen ditentukan oleh harga relatif p1 dan p2.

X1

X1

X1

X1

X2

X2 X2

X2

P P

P P

0X1 

0X2 

(44)

3.1.3 Keseimbangan Konsumsi

Kondisi pareto optimum pada konsumen dapat diketahui melalui konsep tingkat pertukaran marginal atau Marginal Rate of Substitution (MRS), dimana MRS menunjukan kesediaan seorang konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan berbagai unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan dikonsumsinya, yang secara matematis dapat ditentukan sebagai berikut:

Fungsi kepuasan U = f(X) dengan pendapatan (I), sehingga didapatkan: Max U = f (x1,x2), kendala: p1x1 + p2 x2 = I (3)

=

γ

f (x1,x2) +

λ

(I - p1x1 - p2 x2)

0 . 1 2 1 = −

=MU p

dx d

λ

γ

atau 2 2

p

MU

=

λ

0 2 2 1

1 − =

=I px p x d d λ γ 2 1 2 1

p

p

MU

MU

=

U = f (x1,x2)

0

2 1 1

=

+

=

dx

dU

dx

dx

dU

dU

0 . . 1 2 2

1dx+MUdx =

MU 12 1 2 2 1

MRS

dx

dx

MU

MU

=

=

Dari persamaan di atas terbukti bahwa

2 1 12

p

p

MRS

=

3.1.4. Keseimbangan Simultan di Sektor Produksi dan Konsumsi

(45)

konsumsi atau MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan simultan ini adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik dari sudut produsen maupun konsumen. Secara grafis keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 5),

[image:45.595.109.470.86.477.2]

Sumber: Nicholson (1994)

Gambar 5. Keseimbangan Simultan Sektor Produksi dan Konsumsi

3.2..Konsep Dasar Model CGE

Model CGE yang standar terdiri dari persamaan untuk menjelaskan interaksi transaksi seperti yang tercantum pada matrik SNSE. Model CGE standar merupakan persamaan simultan yang bersifat non linier karena dampak simulasi pada masing masing sektor tidak sama dan tidak proporsional. Tiap persamaan menjelaskan perlakuan untuk pelaku yang berbeda. Pada satu bagian, menggunakan aturan yang sederhana dengan koefisien tetap. Untuk keputusan produksi dan konsumsi digunakan persamaan non linier karena dalam produksi dan konsumsi tidak mengikuti pola atau trend yang sama, tetapi ditentukan oleh turunan perilaku optimalisasi. Keputusan untuk memproduksi ditentukan oleh maksimalisasi keuntungan yang dibatasi oleh tehnologi produksi, sedangkan keputusan untuk mengkonsumsi ditentukan oleh maksimalisasi utilitas yang harus

X

X

2

X

P

X

1

X

1

X

0

U

U

E

C

(46)

tunduk pada kendala pendapatan. Hal tersebut menjadi asumsi bagi produsen dan konsumen. Seperti dijelaskan pada Gambar 6 struktur ekonomi berikut ini:

Permintaan dan penawaran diturunkan

dari optimalisasi pelaku

[image:46.595.83.479.67.842.2]

Gambar 6 Struktur Ekonomi

CGE model memberikan kerangka makro ekonomi yang komprehensif untuk menjelaskan ekonomi yang berorientasi pasar. Dimana ada tiga komponen yaitu konsumen, produsen dan pasar. Hubungan dari tiga komponen ini dapat digambarkan pada struktur sederhana dibawah ini (Gambar 7).

1) Rumah tangga

Utilitas

konsumsi

3) pasar

Output

2) perusahaan

faktor produksi Sumber : Hosoe, 2004

Gambar 7 Struktur Model yang Sederhana

pasar penyesuaian harga untuk

menyeimbangkan permintaan dan penawaran

Produsen konsumen

Maksimalisasi utilitas

(kendala pendapatan)

Maksimalisasi profit

(Kendala tehnologi produksi)

UU

Xpj

Zj 

FHj 

(47)

Diasumsikan bahwa permintaan input primer hanya ada dua yaitu tenaga kerja dan kapital, dimana fungsi yang digunakan adalah CES (Constant Elasticity

of Subtitution). Demikian juga fungsi produksi antara value added dan

intemediate input menggunakan fungsi CES (Gambar 8). Diasumsikan pula

bahwa pemerintah hanya mengenakan pajak tak langsung pada produksi barang. Pajak tersebut merupakan pendapatan pemerintah yang dibelanjakan untuk keperluan publik dan tabungan. Pemerintah membelanjakan penerimaannya secara proporsional untuk komoditi, dimana hal tersebut mengurangi tabungannya. Disamping itu juga perlu memperhatikan pasar domestik dan pasar luar negeri dimana hal tersebut banyak dipengaruhi oleh harga ekspor dan harga impor, dimana sering kali kedua harga tersebut menjadi variabel eksogen yang nilainya ditentukan oleh pihak lain.

Sumber : Hosoe, 2004

Gambar 8 Aktivitas, Produksi dan Faktor Produksi

Secara umum kelebihan model CGE dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika dibandingkan dengan model SNSE, model CGE selain sudah memasukkan persamaan non-linier, juga sudah memasukkan harga sebagai variabel endogen. Kelebihan lain adalah dalam model CGE juga sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen merubah komposisi penggunaan faktor produksi

  Comodity outputs

(fixed yield coefficients)

Activity level (CES/Leontic funciont)

Value‐added  (CES function) 

Intermediate  (Leontief function) 

Primary 

factors  comoditiesComposite   

(48)
(49)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Kerangka Pemikiran Operasional

(50)

Gambar 9 Kerangka Pemikiran Operasional

4.2. Metode Analisis

4.2.1. Penelitian dan Jenis Data

Penelitian tentang flu burung ini terdiri dari dua jenis penelitian yaitu :

1. Penelitian dengan menggunakan data primer. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian ini dilakukan di Tangerang, di

Serangan virus AI (flu burung)

Penularan virus AI pada unggas

 

Kegiatan Produksi

 

 

 

 

 

 

 

institusi

         

 

 

 

 

sektor- sektor terkait tidak

langsung sektor-sektor

terkait langsung

1.GDP (makro dan sektoral )

2.Pendapatan Rumah Tangga struktur faktor produksi

rekomendasi kebijakan

Rumah  tangga 

  GOV

                

   

pemerintah

Rumah

(51)

mana terdiri dari tiga wilayah yaitu Kabupaten Tangerang, Kotamadya Tangerang dan Tangerang Selatan.

2.Penelitian dengan menggunakan data sekunder.

Penelitian dilakukan dengan lingkup nasional yang meliputi semua sektor sektor ekonomi nasional yang terpapar dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Nasional (SNSE) 2008. Struktur SNSE 2008 dapat diperhatikan pada Lampiran1.

4.2.2.Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan para peternak (skala menengah dan skala besar) dan masyarakat yang memiliki ternak (peternak tradisional/rakyat) serta para pedagang unggas di pasar unggas hidup. Data sekunder yang digunakan yaitu Tabel Input-Output (I-O ) tahun 2008 dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2008. SNSE adalah model yang mencatat semua transaksi ekonomi diantara para pelaku ekonomi, khususnya transaksi antara kegiatan produksi institusi (termasuk rumah tangga) dan pemilik faktor produksi dalam perekonomian. Data I-O 2008 dan SNSE 2008 diperoleh dari BPS.

4.2.3. Teknik Penentuan Sampel

Responden dari masyarakat yang dipilih adalah, pertama, responden yang memiliki ternak ayam dan masyarakat yang berprofesi sebagai peternak ayam, kedua, pedagang unggas di pasar unggas. Sampel ditentukan dengan menggunakan stratified purposive sampling. Populasi peternak dan pedagang unggas di Kota Tangerang diasumsikan homogen. Terdapat tiga wilayah yang

(52)

Tabel 3 Kota, Peternak dan Sampel Yang Diambil

Sumber: data primer

Sampel untuk pedagang unggas adalah 100 responden, dimana jumlah populasi tidak diketahui, maka penentuan sampel ditentukan berdasarkan proporsi. Area yang dipilih adalah area yang penduduknya mayoritas adalah peternak ayam dan pedagang unggas di pasar unggas .

Tabel 4 Kota, Pedagang dan Sampel Yang Diambil

Wilayah Jumlah Kecamatan Pasar Unggas Jml. Sampel P

Gambar

Gambar 2. Keseimbangan Ekonomi Makro dan Model Keseimbangan Umum
Gambar 3  Perubahan Harga Relatif
Gambar 4 Diagram Kotak Edgeworth Pada Kasus Dua Komoditas
Gambar 5. Keseimbangan Simultan Sektor Produksi dan Konsumsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Lumajang mengalami perubahan, sehingga Rencana strategis Dinas Perhubungan

Pedoman Penilaian Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas Tahun 2008.. Menteri Kesehatan sebagai Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas Tingkat Nasional. Jenis dan Bentuk Penghargaan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa teori didalam Relationship marketing yang diutarakan oleh Robinette dalam Sandra (2005:14) yang dimana variabel dari

Dalam stability of consociational settlement yang akan disinggung dalam pembahasan konflik di Irlandia Utara ini meliputi agenda kebijakan politik dan kebijakan

Dimana penulis skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar akademik Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Pergeseran ini terjadi karena pengaruh tiga faktor: pertama, adanya penguatan koalisi negara berkembang terutama paska dimulainya perundingan Doha sebagai bagian dari

Fluktuasi dalam hubungan bilateral Indonesia dan Australia disebabkan oleh berbagai perbedaan di antara kedua negara, yang terkait dengan kebudayaan, tingkat kemajuan