Oleh :
IRWIN LAMTOTA
100100325
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
”Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh :
IRWIN LAMTOTA
100100325
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Sirosis Hati adalah salah satu penyakit hati yang paling sering dijumpai di kalangan masyarakat kita. Penyebab sirosis hati yang paling banyak adalah perjalanan dari penyakit infeksi hati dan karena dampak dari konsumsi alkohol berkepanjangan. Pencegahan serta pengobatan dini dapat kita lakukan bila kita mengetahui karateristik penyakit sirosis hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.
Penelitian ini adalah penelitian survey dimana design penelitian berbentuk deskriptif dengan metode pengambilan potong lintang (cross-sectional study) yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis pada 174 data rekam medis dari pasien sirosis hati yang dirawat inap pada tahun 2012.
Dari hasil penelitian diperoleh proporsi distribusi tertinggi pada pasien berdasarkan sosiodemografinya adalah kelompok umur 51-55 dan diatas 60 tahun (17.8%), jenis kelamin laki-laki (71,3%), suku Batak (54%), tingkat pendidikan SLTA dan sederajat (54%), dan pekerjaan sebagai wiraswata (55,7%), ascites (88,5%) merupakan gejala yang paling sering muncul, komplikasi yang paling sering adalah pendarahan varises esophagus (63,8%), lama rawatan pasien rata-rata adalah 8-9 hari, keadaan waktu pulang pasien yang paling sering adalah pulang berobat jalan (48,9%), dan mayoritas pasien berada di grade A (41,4%) klasifikasi Child-Pugh.
ABSTRACT
Liver cirrhosis is one of liver disease most frequently be found among our society. Causes of liver cirrhosis the most numerous is the journey of heart and infectious diseases and because of the impact of the prolonged alcohol consumption. Prevention and early treatment can we do when we know the characteristics of disease cirrhosis of the liver. This research aims to know the profile of patients liver cirrhosis, which was admitted in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012
This research is a survey research which design descriptive with the methods cross-sectional study at the RSUP Haji Adam Malik Medan. Data collection is done through the analysis on medical record data from 174 patients cirrhosis liver are admitted in
The research results obtained proportion distribution highest in patients based on sosiodemografi is age group 51-55 and above 60 years (17.8%), the male sex (71,3%), Batak (54%), the level of education is senior high school and equal (54%), and a job as a wiraswata (55,7%), ascites (88,5%) is a symptom of the most frequently appears, the most frequent complication was esophageal varices bleeding (63.8%), while the average patient treatments is 8-9 days, state by patient condition while return home is return with control (48,9%), and most of the patients are in grade a (41,4%) Child-Pugh classifications
From this research, can be concluded that most patients liver cirrhosis, which was admitted in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012 are up to 50 years old, suku Batak and have a good prognosis.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas
berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
diberi judul “Profil Pasien Sirosis Hati yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam
Malik Medan”. Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran, karya tulis ilmiah ini
merupakan salah satu persyaratan dalam kelulusan sarjana kedokteran.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, di
antaranya :
1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Kepada dr. Taufik Sungkar, Mked(PD), Sp.PD selaku dosen pembimbing
yang telang meluangkan waktu dan sangat banyak membantu penyelesaian
karya tulis ilmiah ini, serta dr. Zaldi, Sp.M dan dr. Tri Faranita,
Mked(Ped), Sp.A selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan
3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ester Sitorus, Sp.PA
selaku dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan
4. Kepada orang tua penulis, Ayahanda Anthony Lumbanraja dan Ibunda
Sondang Lucia Purba yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat pada penulis
5. Kepada teman-teman satu angkatan 2010 yang membantu dalam penelitian
ini
6. Kepada sahabat-sahabat penulis yang sangat luar biasa, khususnya Andrio
Gultom, Andre Hutasoit, dan Jeffry Simatupang yang banyak sekali
membantu, serta Shiela Vioriesca Putri yang senantiasa memberikan
semangat dan motivasi yang sangat membantu penulis
Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran yang akan berperan di dunia
kesehatan khususnya di kalangan teman sejawat dan masyarakat, penulis
yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan” ini. Semoga penelitian ini
dapat menjadi sumbangsih kepada ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu
kedokteran dan juga kepada masyarakat umum.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna dan
banyak kekurangan baik dari segi materi maupun tata cara penulisan.Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
karya tulis ilmiah ini di kemudian hari.
Medan, Desember
2013
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vi
Daftar Gambar ... viii
Daftar Lampiran ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Tujuan Penelitian ... 2
1.2.1. Tujuan Umum ... 2
1.2.2. Tujuan Khusus ... 2
1.3.Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.Hati ... 4
2.1.1. Anatomi Hati ... 4
2.1.2. Mikroskopik Hati ... 5
2.1.3. Fungsi Hati ... 5
2.2.Sirosis Hati ... 6
2.2.1. Definisi ... 6
2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati ... 6
2.2.3. Etiologi Sirosis Hati ... 6
2.2.5. Patogenesis Sirosis Hati ... 10
2.2.6. Manifestasi Klinis Sirosis Hati ... 12
2.2.7. Diagnosis Sirosis Hati ... 13
2.2.8. Skor Child-Pugh dan Prognosis Sirosis Hati ... 17
2.2.9. Komplikasi Sirosis Hati ... 18
2.2.10. Penatalaksaan ... 20
2.2.11. Pencegahan Sirosis Hati ... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23
3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 23
3.2.Definisi Operasional ... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27
4.1.Jenis Penelitian ... 27
4.2.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 27
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 28
4.5.Pengolahan dan Analisis Data ... 29
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
5.1 Hasil Penelitian ... 30
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30
5.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
6.1 Kesimpulan ... 40
6.2 Saran ... 41
AFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Skor Child-Pugh 17
3.1 Variabel dan Defenisi Operasional Penelitian 24
5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur 31
5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin 31
5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan suku 32
5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
32
5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan 33
5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan komplikasi 34
5.8 Distribusi frekuensi berdasarkan lama rawat pasien
34
5.9 Distribusi frekuensi berdasarkan keadaan pasien
sewaktu pulang
35
5.10 Distribusi frekuensi berdasarkan klasifikasi
Child Pugh
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Anatomi Hati 4
2.2 Makroskopik Sirosis Hati 17
3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian 23
4.1 Bagan Kerangka Konsep Operasional
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Data Induk
Lampiran 3. Outcome
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hati merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
negara-negara berkembang. Salah satu jenis penyakit hati yang sering dijumpai di
kalangan masyarakat adalah sirosis hati. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan
oleh Laennec pada tahun 1826. Hal ini berasal dari istilah Yunani scirrhus dan mengacu pada permukaan jeruk atau cokelat dari hati yang terlihat pada otopsi
(David C Wolf, 2012)
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progesif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Nurdjanah, Sirosis
Hati, 2009)
Penyebab sirosis hati ada beberapa sebab seperti konsumsi alhokol
berkepanjangan, infeksi hati kronis yakni hepatitis B dan C, penyakit bilier,
Autoimun hepatitis, penyakit jantung, perlemakan hati serta pengaruh gen.
Etiloginya di tiap tempat berbeda-beda jumlah prevalensinya, di Amerika
penyebab utama dari sirosis hati adalah alkohol dan hepatitis C, sedangakan
hepatitis B merupakan penyebab siroris hati yang paling sering di dunia (Young et
al., 2010)
Di seluruh dunia, sirosis hati menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis
hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukaan dalam ruang perawatan
Bagian Penyakit Dalam. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum
laki-laki dibanding kaum wanita (1,6:1) dengan umur rata-rata 30-59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (Sutardi, 2003)
Di Amerika, sirosis hati berada di urutan nomor 9 sebagai penyakit yang
menyebabkan kematian. Penyakit hati kronis dan sirosis hati dapat menyebabkan
kematian sebesar 4-5 % pada orang yang berumur 45-54 tahun dan menyebabkan
kronis di Amerika adalah 72,33 per 100.000 populasi. Prevalensi penyakit hati
kronisi dan sirosis hati sebesar 5,5 juta kasus. (Dale & Federman, 2007)
Data WHO (2004), ASDR (Age Standardized Death Rates) sirosis hati di Indonesia mencapai 13,9 per 100.000 penduduk. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu
4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien
di Bagian Penyakit Dalam. (Nurdjanah, Sirosis Hati, 2009)
Atas latar belakang ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai profil pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik
Medan.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui profil pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP Haji
Adam Malik Medan pada tahun 2012 sampai 31 Mei 2012.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, pendidikan dan pekerjaan).
2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan
gejala klinis.
3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan
komplikasi.
4. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita sirosis hati.
5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan
keadaan sewaktu pulang.
6. Untuk mengetahui klasifikasi/derajat penderita sirosis hati berdasarkan
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada :
1. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan
Sebagai bahan masukan bagi pihak RS mengenai profil pasien sirosis hati
yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dan untuk
penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih intensif dan lebih baik
2. Bagi Peneliti
Memperdalam pengetahuan peneliti tentang Sirosis hati serta melatih
Permukaan hati ditutupi oleh peritoneum viseral (serosa), dengan kapsul
Glisson dibawahnya. Pada porta hepatis, kapsul Glisson berjalan di sepanjang
saluran trias porta membawa cabang dari arteri hepatika, vena portal, dan saluran
empedu ke dalam substansi hati.
Sinusoid merupakan kapiler dengan diameter besar yang dilapisi oleh sel
endotel diantara lempeng sel hepatosit. Sinusoid juga mengandung sel Kupffer
dari sistem retikuloendotelial. Setiap lobulus heksagonal memiliki sebuah celah
portal yang mengandung arteri hepatica, vena portal dan duktus biliaris.
Kanalikuli biliaris yang berada diantara sel hepatosit mengalir ke duktus biliaris
yang ada di celah portal. Duktus biliaris kemudian membentuk saluran empedu
intrahepatik yang terbentuk seperti cabang-cabang pohon (Kapoor, 2012)
2.1.3 Fungsi Hati
Menurut Young et al. (2010), fungsi hati yang normal adalah sebagai
berikut :
Memproduksi protein
Memfiltrasi aliran darah mesenterik
Sebagai metabolisme bahan endogenus (contoh:bilirubin) dan bahan eksogenus
(contoh:obat-obatan)
Pernyataan tersebut didukung oleh Snell (2006) yang menyatakan bahwa
hati memiliki 3 fungsi dasar yaitu :
Membentuk dan mensekresikan empedu ke traktus intestinalis
Berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
Menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke
2.2 Sirosis Hati
2.2.1 Definisi
Menurut Dorland (2002) sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati yang
ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan
dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya membentuk nodul-nodul.
Sirosis hati merupakan tahap terakhir dari berbagai penyakit hati kronik
setelah beberapa tahun atau dekade dengan perjalanan yang lambat (Wiegand &
Berg, 2013)
Pada pasien penderita sirosis hati terjadi pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
(Malau, 2011)
2.2.2 Epidemiologi Sirosis Hati
Sirosis hati berada di urutan ke-10 sebagai penyebab kematian di Amerika
Serikat berdasarkan data yang dikumpulkan oleh 2000 Vital Statistics Report yang
datanya dikumpulkan pada tahun 1998 (Runyon, 2004)
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun
2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk.Di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di
Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1 (Malau, 2011)
2.2.3 Etiologi Sirosis Hati
Menurut Hadi (2002), penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai
sekarang belum jelas, namun ada beberapa kemungkinan penyebab sirosis hati
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut
Campara (1973) untuk terjadinya sirosis hepatis ternyata ada bahan dalam
makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis
hepatis. Dan secara klinik telah diketahui bahwa hanya beberapa dari tipe virus
hepatitis yang menyebabkan sirosis hati yang merupakan kelanjutan dari infeksi
kronis yaitu hepatitis virus B, C dan D.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B
akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap
meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai
prognosis kurang baik
Pada penderita hepatitis virus C, resiko perjalanan infeksi akut menjadi
kronik dan berujung menjadi sirosis hati cukup tinggi yaitu sekitar 20%,
sedangkan pada penderita hepatitis virus D yang biasanya disertai dengan virus B
juga memiliki resiko yang sama dengan penderita hepatitis virus B saja. (Kumar,
Cotran, & Robbins, 2004)
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan
berupa sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara
berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat,
kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis
Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada
orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak,
dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan
disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
Sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
6. Sebab-sebab lain :
Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan
nekrosis sentrilibuler.
Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
kaum wanita.
Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%,
Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan
tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup
2.2.4 Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Sirosis hati kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata.
Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaan secara klinis. Test biokimia pada sirosis hati kompensasi
menunjukkan hasil yang normal, sedikit peningkatan yang umumnya terjadi
pada nilai serum transaminase dan gamma-T. Diagnosis pastinya baru dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi hati
Sirosis hati dekompensasi, di mana sudah terlihat gejala klinik yang jelas. (Misnadiarly, 2006)
Secara morfologi, Sherrlock membagi sirosis hati berdasarkan besar
kecilnya nodul, yaitu :
Makronoduler (irreguler, multilobuler)
Mikronoduler (reguler, monolobuler)
Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler Menurut Gall, membagi penyakit sirosis hati dibagi atas:
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi menjadi :
a. Sirosis portal
b. Sirosis postnekrotik
2.2.5 Patogenesis Sirosis Hati
Secara garis besar, Price & Wilson (2003) membagi patogenesis sirosis
hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut :
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi) merupakan pola khas
sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau
lebih dari kasus sirosis. Hubungan antara penyalahgunaan alkohol dengan
sirosis Laennec tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan
alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi
lemak pada sel hati berakibat pada gangguan metabolisme yang menyebabkan
pembentukan trigleserida secara berlebihan, menurunya jumlah keluaran
trigleserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak. Penyebab utama
kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol yang meningkat
pada saat malnutrisi. Pasien dapat juga mengalami defisiensi tiamin, asam
folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan vitamin A. Defisiensi
kalori-protein juga sering terjadi. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut,
lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi
parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat
aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak.
Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel degenerasi dan regenerasi yang
dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis
sering disebut sebagai sirosis nodul halus. Hati akan menciut, keras, dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang
menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis
Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hat primer (hepatoseluler).
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan
hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan
kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Kasus
sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri
predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler).
Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan
pada pasien bukan karier (Hildt, 1998)
c. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan
pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2%
penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah
obstruksi biliaris pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan
empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada
sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini,
demikian pula pruritus, malaabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris primer
(yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik) menampilkan pola
yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas,
namun lebih jarang ditemukan. Sirosis biliaris primer paling sering terjadi pada
Antibodi anti-mitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat pada 90%
pasien.
Menurut Dale & Federman (2007) patogenesis sirosis hati juga dapat
dibagi berdasarkan fase, sebagai berikut :
a. Fase awal : Fibrogenesis hati
Sirosis hati merupakan stadium akhir dari pada penyakit hati kronis pada
umumnya yang ditandai dengan pembentukan jaringan fibrous (jaringan parut)
yang bertahap. Jaringan fibrous ini terbentuk karena proses respon
penyembuhan diri yang dilakukan oleh hati karena cedera jaringan yang
berulang. Fibrosis jaringan ini merupakan akumulasi dari protein Extraceluller Matrix (ECM) yaitu kolagen, glikoprotein dan proteoglikan yang dikarenakan peningkatan pembentukan ECM dan penurunan degradasinya. Yang berperan
penting dalam proses pembentukan ECM adalah sel Stellate. Pada proses
penyembuhan ini, mediator yang berperan adalah sitokin mediator inflamasi,
b. Fase lanjut : Sirosis hati
Jaringan fibrous pada hati tadi menyebabkan keabnormalitasan pada
mikrosirkulasi pada hati. Peningkatan kolagen pada perisiunusoidal dan
berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi
(ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel Stellate dalam
memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan
daerah perisinusoidal. Adanya kapilerisasi dan kontraktilitas sel Stellate inilah
yang menyebabkan penekanan banyak vena di hati sehingga menganggu proses
aliran darah ke hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematikan hepatosit dalam
jumlah yang besar akan menyebabkan kerusakan pada fungsi hati sehingga
menumbulkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama dari penyebab
manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah pada hati. Selain itu, biasanya
terjadi peningkatan aliran arteri asplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu
menurunya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban yang berlebhihan sistem porta.
Pembebanan sistem porta ini merangsang timbulnya timbulnya aliran kolateral
guna menghindari obstruksi hepatik.
2.2.6 Manifestasi Klinis Sirosis Hati
Menurut Garcia-Tsao & Lim (2009), gejala klinis sirosis hati dapat dibagi
berdasarkan dua stadium yaitu stadium kompensasi dimana belum ada gejala
spesifik seperti jaundice, asites, encephalopati, atau pendarahan viseral. Stadium
dekompensasi yaitu sirosis hati dengan komplikasi utama yaitu pendarahan viseral
dan Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Price & Wilson (2003) mengatakan gejalan dini pasien sirosis hati bersifat
samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen,
perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), berat badan berkurang, mual
epigastrium atau kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi
akibat dua tipe gangguan fisiologis yaitu :
a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler
Manifestasi klinisnya adalah : ikterus, edema perifer, kecenderungan
pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor
hepatikum, dan ensefalopati hepatik
b. Hipertensi portal
Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali, varises esofagus dan lambung,
serta manifestasi sirkulasi kolateral lain.
Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai
manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
2.2.7 Diagnosis Sirosis Hati
1. Anamnesa
Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan resiko
sirosis hati, berupa :
a. Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom
b. Konsumsi alkohol yang berlebihan
c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d. Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik (Wiegand & Berg,
2013)
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi :
a. Spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
b. Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, ditemukan pula pada kehamilan, artritis
c. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku
d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
e. Kontaktur Dupuyten
Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak spesifik berkaitan dengan
sirosis
f. Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme.
Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga
dikira fase menopause
g. Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik sirosis
dan hemakromatosis.
h. Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
i. Splenomegali
j. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta
dan hipoalbumimenia
k. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat
l. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap
m. Asterixis
Bersifat bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsoflexi lengan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na
dalam urin akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan
telah terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002) b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau
kehitaman (Hadi, 2002)
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan,
kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan
asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana
penderita pernah mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan
dengan adanya trombositopeni (Hadi, 2002)
d. Tes faal hati
Nurdjanah (2009) menjabarkan tes fungsi hati pada sirosis hati berupa :
Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) meningkat
Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase (SPGT) meningkat
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati
alkoholik kronik
Promtombine time (PT) memanjang
Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih
lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada
sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun (Hadi, 2002)
Menurut Wiegand & Berg (2013), pada pemeriksaan lab pasien sirosis
menunjukkan trombositopeni disertai dengan kegagalan biosintesis hati
yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi albumin dan cholinesterase
serta meningkatnya INR (International Normalized Ratio). Konsentrasi transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit
meningkat.
4. Pencitraan
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah : pemeriksaan
foto toraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002)
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) yang dikombinasikan dengan color flow Doppler adalah alat pencitraan paling berguna bagi pasien sirosis. Dengan USG
kita dapat melihat karateristik dari morfologi sirosis termasuk batas dari
nodul-nodul, strukturnya dan tanda-tanda hipertensi porta (Dale &
Federman, 2007)
3. CT Scan & MRI
Sangat terbatas penggunaanya karena harganya yang sangat mahal.
(Dale & Federman, 2007)
5. Biopsi
Biopsi hati sebenarnya tidak diperlukan, bahkan kontraindikasi bila
Tabel 2.1 Skor Child-Pugh
SKOR
1 2 3
Ensefalopati Tidak ada Dapat dikontrol Koma
Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Bilirubin (mg/dl) 1-2 2,1-3 >3
Albumin (g/dl) >3,4 2,8-3,4 <2,8
Protombin time <4 4-6 >6
Sumber : (Brisco & Mullur, 2010)
Dimana :
Grade A : 5-6 poin : prognosis baik; angka kelangsungan hidup 100%
Grade B : 7-9 poin : prognosis sedang; angka kelangusngan hidup 80%
Grade C : 10-15 poin : prognosis buruk; angka kelangsungan hidup 40%
(Garcia-Tsao et al, 2007)
2.2.9 Komplikasi Sirosis Hati
Komplikasi sirosis hati dapat berupa :
1. Asites dan Edema
Dari segi epidemiologi, asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis
hati dan hipertensi porta. Dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis sirosis, lebih
dari 50% pasien akan terjadi penimbunan cairan (asites). Perkembangan asites
dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien sirosis hati dengan mortalitas
15% dalam setahun dan 44% dalam lima tahun yang di follow-up. Oleh karena
itu, pasien asites harus dipertimbangkan untuk transplantasi hati, sebaiknya
sebelum perkembangan disfungsi ginjal (Biecker, 2011)
SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intra abdominal (Nurdjanah, 2009)
SBP terjadi sekitar 10-20% pada pasien sirosis dengan asites yang dirawat di
rumah sakit. Mortalitas SBP cukup tinggi yaitu sekitar 80% akan tetapi dengan
penanganan yang cepat dan pemberian antibiotik yang tepat, makan angka
kematian dapat diturunkan menjadi 10-20% (Garcia-Tsao et al, 2009)
3. Pendarahan Varises Esofagus
Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus
yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam vena
porta (hipertensi porta). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan
peningkatan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian
bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan
lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya, semakin besar varisesnya, dan
makin besar kemungkinannya pasien mengalami pendarahan varises
(Kusumobroto, 2007)
dibandi
4. Ensefalopati Hepatik
Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun
akibat hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Sebagai tambahan,
beberapa bagian darah dalam vena porta tidak dapat masuk ke dalam hati,
tetapi langsung masuk ke vena yang lain (bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masuk ke dalam hati, sehingga terjadi
akumulasi bahan ini di dalam darah. Apabila bahan-bahan ini terkumpul cukup
banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini disebut ensefalopati hepatik.
Tidur lebih banyak pada siang dibanding malam (perubahan pola tidur)
merupakan tanda awal ensefalopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah
tersinggung, tidak mampu berkonsentrasi, atau menghitung, kehilangan
memori, bingung, dan penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya
ensefalopati hepatik yang berat dapat menyebabkan koma dan kematian
5. Sindroma Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
penginkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
(Nurdjanah, 2009)
6. Sindroma Hepatopulmonal
Sindroma hepatopulmonal adalah komplikasi yang jarang dari penyakit hati
dari berbagai etiologi yang ada dan mungkin menunjukkan prognosis yang
buruk. Oleh karena itu, diperlukan metokde skrining non-invasif yang
sederhana untuk mendeteksi sindroma hepatopulmonal ini. Dalam beberapa
penelitian atau studi, pulse oximetry dievaluasi untuk mengindetifikasi pasien dengan sindroma hepatopulmonal (Deibert, 2006)
7. Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya
pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab
dari sepertiga kematian.Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor
penting yang mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik. (Price & Wilson,
2003)
8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)
Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan resiko
peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama dua dekade
terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat, terumata
karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkaj-langkah
pencegahan. Pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining dengan
alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan (Anand, 2002)
2.2.10 Penatalaksanaan
Menurut (Garcia-Tsao et al, 2009) penatalaksaan sirosis hati dapat dibagi
berdasarkan stadiumnya :
Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati
penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis
non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis
2. Sirosis dekompensasi
Pada stadium dekompensasi, tujuan dari pengobatan adalah mengobati atau
meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa :
a. Asites
Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam sebanyak 5,2 gram atau
90mmol/hari. Diet rendah garam biasanya dikombinasikan dengan
obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberiam spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis
dilakukan bila asites sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin
b. Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu paien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang
kaya asam amoni rantai cabang
c. Varises esofagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin
atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amosilin, atau
aminoglikosida
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
2.2.11 Pencegahan Sirosis Hati
Menurut Dermawati (2006), pencegahan sirosis hati adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan
faktor pencetus. Yang paling penting adalah penjagaan organ hati agar jangan
sampai berkembang menjadi sirosis hati
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi dini
penyakit sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati itu adalah alkohol, sebaiknya
konsumsi alkohol dihentikan. Bila penyebabnya perlemakan lemak akibat
malnutrisi atau obesitas maka diberikan diet yang tinggi protein dan rendah
kalori
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Bagan kerangka konsep penelitian Karakteristik :
1. Variabel Orang
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan 2. Gejala Klinis
3. Komplikasi
4. Lama Rawatan
5. Keadaan Sewaktu Pulang
6. Skor Child-Pugh Sirosis Hati
Fibrosis Hati
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional Penelitian
Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur menjadi pasien di RSUP. H. Adam Malik
Jenis Kelamin pasien Analisis rekam
Suku Asal etnis pasien Analisis rekam
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif karena bertujuan untuk
melihat fenomena yang ditemukan berkaitan dengan profil pasien sirosis hati yang
dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional) yaitu suatu desain penelitian yangmana peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor
risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.
Tentunya tidak semua subjek harus diperiksa pada hari ataupun saat yang sama,
namun baik variabel risiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau
statusnya pada waktu observasi, jadi pada desain cross sectional tidak ada prosedur tindak lanjut atau follow up (Ghazali, 2011).
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei 2013 sampai dengan
Agustus 2013. Lokasi penelitian ini adalah RSUP H. Adam Malik Medan dengan
pertimbangan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A sesuai SK
MENKES No.335/MENKES/SK/VII/1990 yang merupakan pusat pelayanan
kesehatan pemerintah yang menjadi tempat rujukan di Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Sampel adalah semua populasi dari penelitian ini yaitu semua pasien
sirosis hati yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tanggal 1 Januari
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu rekam medis pasien
sirosis hati yang dirawat inap dimana hal yang diperlukan dalam penelitian
terkhusus pada indikasi akan dicatat dan diuraikan berdasarkan kebutuhan
peneliti.
Gambar 4.1. Bagan kerangka konsep operasional Rekam Medis Pasien
RSUP H. Adam Malik Medan
Manifestasi Klinis Laboratorium Radiologi
SIROSIS HATI
Karakteristik :
7. Variabel Orang
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan 8. Gejala Klinis
9. Komplikasi
10. Lama Rawatan
11. Keadaan Sewaktu Pulang
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan program
komputer yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui profil pasien
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berlokasi
di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan
Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit Tipe A sesuai dengan
SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. RSUP H. Adam Malik Medan juga
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat
bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
502/Menkes/IX/1991 pada tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik
Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan
meneliti data – data yang diambil dari rekam medis pasien sirosis hati yang
dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 hingga
Desember 2012. Pada Penelitian ini didapati sampel kasus sebanyak 174 pasien
5.1.3 Profil Pasien Sirosis Hati
1. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan sosiodemografi
(umur, jenis kelamin, suku, pendidikan dan pekerjaan)
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi berdasarkan umur
Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
16-20 1 0,6
21-25 1 0,6
26-30 9 5,2
31-35 7 4
36-40 12 6,9
41-45 29 16,7
46-50 27 15,5
51-55 31 17,8
56-60 26 14,9
>60 31 17,8
Total 174 100
Berdasarkan kelompok umur pada tabel di atas, penderita pasien sirosis
hati yang dirawat inap tertinggi terdapat pada kelompok umur 51 – 55 tahun dan
>60 tahun yaitu sebesar 17,8%. Sedangkan kelompok dengan penderita Sirosis
hati terkecil terdapat pada usia muda yaitu 16 – 20 dan 21 - 25 orang yaitu 0,6%.
Data yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas.
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki – laki 124 71,3
Perempuan 50 28,7
Total 174 100
Berdasarkan jenis kelamin pada tabel di atas, sebagian besar subjek
penelitian adalah laki-laki, yaitu berjumlah 124 orang (71,3%) dan yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 50 orang (28,7%).
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi berdasarkan suku
Suku Jumlah (Orang) Persentase (%)
Aceh 30 17,2
Melayu 18 10,3
Batak 94 54,0
Jawa 27 15,5
Padang 5 2,9
Total 174 100
Berdasarkan suku pada tabel di atas, mayoritas pasien sirosis hati
bersuku Batak, sebanyak 94 orang (54%), sedangkan suku pasien yang paling
sedikit adalah suku Padang, sebanyak 5 orang (2,9%).
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
SD & Sederajat 59 33,9
SLTP & Sederajat 37 21,3
SLTA & Sederajat 69 39,7
Perguruan Tinggi 8 4,6
Total 174 100
Berdasarkan tingkat pendidikan pada tabel di atas, pasien yang memiliki
tingkat pendidikan SLTA dan sederajat merupakan yang terbanyak yaitu 69 orang
(39,7%), sedangkan pasien yang tidak memiliki jenjang pendidikan hanya 1 orang
(0,6%).
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Belum Bekerja 2 1,1
Pelajar 1 0,6
PNS/ Pesiunan PNS 34 19,5
Wiraswasta 97 55,7
Ibu Rumah Tangga 40 23
Total 174 100
Berdasarkan pekerjaan pada tabel di atas, pasien sirosis hati paling
banyak adalah wiraswata yaitu sebanyak 97 orang (55,7%) sedangkan yang paling
sedikit adalah pasien yang masih pelajar yaitu hanya 1 orang (0,6%)
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi berdasarkan gejala klinis
Gejala Klinis
Ya Tidak
N % N %
Spider Nevi 42 24,1 132 75,9
Eritem Palmar 48 27,6 126 72,4
Kolateral Vein 39 22,4 135 77,6
Ascites 154 88,5 20 11,5
Splenomegaly 82 47,1 92 52,9
Inverted Albumin Globulin Level 83 47,7 91 52,3
Hepatomegaly 60 34,5 114 65,5
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 154 orang (88,5%) didapati tanda
klinis berupa ascites yaitu keluhan perut membesar dan yang didapati dari
pemeriksaan fisik abdomen. Sedangkan tanda kolateral vein didapati hanya
terdapat pada 39 orang (22,4%). Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas.
3. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan komplikasi
Tabel 5.7. Distribusi frekuensi berdasarkan komplikasi
Komplikasi
Ya Tidak
N % N %
Spontan Bacterial Peritonitis 89 51,1 85 48,9
Hepato Celluler Carcinoma 57 32,8 117 67,2
Hepato Renal Syndrome 83 47,7 91 52,3
Ensefalopati Hepatik 54 31 120 69
Berdasarkan tabel diatas, komplikasi yang terjadi pada pasien sirosis
hati adalah terjadinya pendarahan varises esophagus sebanyak 111 orang (63,8%)
yang di dapat dari pemeriksaan endoskopi, sedangkan jenis komplikasi yang
paling sedikit muncul adalah Ensefalo Hepatik yaitu sebanyak 54 orang (31%).
Data yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas.
4. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan lama rawat
Tabel 5.8. Distribusi frekuensi berdasarkan lama rawat pasien
Lama Rawat (hari) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 minggu (0-7) 94 54
2 minggu (8-14) 53 30,5
3 minggu (15-21) 14 8
1 bulan (22-28) 9 5,2
>1 bulan (>28) 4 2,3
Total 174 100
Berdasarkan tabel diatas, lama rawatan pasien sirosis paling sering
adalah selama 1 minggu (0-7 hari) yaitu sebanyak 94 orang (54%), sedangkan
hanya 4 orang pasien (2,3%) yang dirawat lebih dari 1 bulan (>28 hari). Dari data
yang akan peneliti lampirkan, didapatkan bahwa lama rawatan pasien paling lama
adalah 60 hari, sedangkan lama rawatan paling sebentar yaitu 0 hari dimana hal
yang dimaksud adalah pasien diindikasikan untuk rawat inap ketika pasien datang
rawat rata-rata pasien sirosis adalah 8-9 hari. Data yang lebih lengkap dapat
dilihat pada tabel diatas.
5. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan keadaan sewaktu
pulang
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi berdasarkan keadaan pasien sewaktu pulang
Keadaan Sewaktu Pulang Jumlah (Orang) Persentase (%)
Pulang Berobat Jalan 85 48,9
Pulang Atas Permintaan Sendiri 51 29,3
Meninggal 38 21,8
Total 174 100
Berdasarkan tabel keadaan sewatu pulang pasien di atas, pasien yang
pulang dengan berobat jalan merupakan yang paling banyak yaitu 85 orang
(48,9%), diikuti pasien yang pulang atas permintaan sendiri yaitu 51 orang
(29,3%) dan yang paling sedikit adalah keadaan dimana pasien meninggal dunia
yaitu 38 orang (21,8%).
6. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan klasifikasi/ derajat
penderita dengan menggunakan skor Child Pugh
Tabel 5.10. v
Klasifikasi Child Pugh Jumlah (Orang) Persentase (%)
Grade A (Prognosis Baik) 72 41,4
Grade B (Prognosis Sedang) 50 28,7
Grade C (Prognosis Buruk) 52 29,9
Berdasarkan tabel klasifikasi Child Pugh di atas, mayoritas pasien
memiliki prognosis yang baik (Grade A) yaitu 72 orang (41,1%), diikuti pasien
yang memiliki prognosis buruk (Grade C) yaitu 52 orang (28,7%) sedangkan yang
paling sedikit adalah pasien dengan prognosis sedang (Grade B) yaitu 50 orang
(29,9%). Hasil klasifikasi Child Pugh didapatkan dari keadaan klinis dan hasil lab
5.2 Pembahasan
Sebagai hasil penelitian, dari 174 sampel yang diteliti, mayoritas kasus
terjadi pada dekade kelima yaitu kelompok umur 52 – 55 tahun dan kelompok
umur >60 tahun sebanyak 31 orang (17,8%), sedangkan kasus jarang terjadi pada
usia muda yaitu pada kelompok umur 16 – 20 dan 21 – 25 dimana hanya terjadi 1
kasus pertahun. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan oleh Oladimeji dkk di Nigerian pada tahun 2013 juga
mendapatkan umur 62 tahun sebagai rentang umur yang tersering.
Hasil penelitian saya menyatakan bahwa pasien sirosis hati mayoritas
adalah berjenis kelamin laki-laki (71,3%) dibanding perempuan (28,7%).
Prevalensi yang sama juga diperoleh oleh Ji-Yao Wang dkk pada tahun 2013 di
China. Laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi karena berkaitan dengan
konsumsi alkohol dan pekerjaan yang memungkinkan untuk terpapar dari infeksi
khususnya hepatitis B.
Dari segi kelompok suku, pasien yang bersuku batak merupakan yang
terbanyak (54%) sedangkan yang paling sedikit adalah suku Padang (2,9%). Hal
ini mungkin berhubungan dengan adat Batak yang sering mengkonsumsi tuak
pada saat acara adat maupun untuk konsumsi sehari-hari seperti yang dipaparkan
oleh Bataknews (2011). Asumsi lain adalah karena suku Batak merupakan suku
mayoritas di Sumatera Utara, sehingga mempengaruhi proporsi distribusi
penyakit.
Mayoritas tingkat pendidikan pasien sirosis hati adalah SLTA dan
sederajat (39,7%) sedangkan yang paling sedikit adalah pasien yang belum pernah
menikmati jenjang pendidikan (0,6%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian Ji-Yao Wang dkk pada tahun 2013 di China yang justru menyatakan
bahwa kelompok orang berpendidikan rendah merupakan kelompok yang paling
beresiko menderita sirosis hati. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh
Dilihat dari segi pekerjaan, paling sering pekerjaan pasien adalah
wiraswasta (55,7%) sedangkan yang paling sedikit adalah pasien yang masih
pelajar (0,6%).
Bila dilihat dari tanda yang muncul pada pasien sirosis hati, keluhan perut
membesar atau ascites merupakan gejala yang paling sering muncul (88,5%) yang
diikuti oleh perubahan pada nilai laboratorium yaitu terjadinya perubahan nilai
pada Albumin-Globulin (47,7%). Hal ini mendukung hasil penelitian Yilmaz dkk
(2010) dan penelitian Abolghasemi dkk (2013) yang menyatakan bahwa ascites
merupakan gejala yang paling sering muncul pada sirosis hati tingkat
dekompensata.
Pada pasien sirosis hati, komplikasi yang paling sering dijumpai adalah
pendarahan varises esophagus (63,8%) yang bermanifestasi pada BAB
menghitam dan gambaran khas pada endoskopi. Hal ini mendukung hasil
penelitian Garcia-Tsao & Lim pada tahun 2009 yang menyatakan bawah varises
esophagus dan pendarahan saluran cerna merupakan komplikasi yang tersering
ditemukan dibeberapa negara khususnya Asia Tenggara.
Berdasarkan dari klasifikasi Child-Pugh untuk menentukan prognosis
pada pasien sirosis hati, grade A merupakan yang terbanyak pada pasien yang
bermakna prognosis yang baik. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan di negara berbeda, penelitian Abolghasemi dkk (2013) di Iran
menyatakan bahwa pasien dengan grade B merupakan proporsi terbanyak
sedangkan penelitian Wang dkk (2013) di Cina dan penelitian Yilmaz dkk (2010)
di Turki mendapatkan bahwa pasien dengan grade C merupakan proporsi
terbanyak di negara mereka. Perbedaan hasil di beberapa negara ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan penyebab penyakit dan karateristik pasien di
masing-masing negara.
Berdasarkan lama rawatan, rata-rata pasien sirosis hati dirawat inap
selama 8 – 9 hari dengan waktu tersering adalah 0 - 7 hari/ 1 minggu (54%). Hal
ini dikarenkan karena mayoritas pasien berada di grade A (41,4%) yang bermakna
prognosis baik, oleh karena itu masa rawatan menjadi lebih singkat bila dibanding
Berdasarkan keadaan sewaktu pulang, pasien sirosis paling sering
meninggalkan rumah sakit dengan status pulang berobat jalan (48,9%) yaitu
pasien diperbolehkan pulang oleh dokter tetapi juga masih memerlukan control
terhadap penyakitnya. Hal ini juga berkaitan dengan proporsi klasifikasi
Child-Pugh pasien yaitu grade A yang bermakna prognosis baik, pasien boleh pulang
dari rumah sakit tapi harus memerlukan control yang baik dari dokter dikarenakan
penyakit sirosis hati belum bisa disembuhkan.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah data rekam medis
mengenai jenis pekerjaan pasien sirosis hati kurang spesifik sehingga terdapat
keterbatasan dalam menentukan proporsi distribusi pasien sirosis hati berdasarkan
jenis pekerjaan. Oleh karena itu diharapkan penelitian lain dapat menilai hal
serupa dengan melakukan uji dalam skala besar dan mencakup beberapa fasilitas
kesehatan, baik swasta maupun umum untuk mendapatkan profil/karateristik
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan
yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Distribusi proporsi penderita sirosis hati berdasarkan sosiodemografi,
proporsi tertinggi adalah sebagai berikut: berdasarkan umur
terbanyak terdapat pada kategori usia 51-55 tahun dan diatas 60 tahun
dengan jumlah masing-masing 31 orang (17.8%), berdasarkan jenis
kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 124 orang (71,3%)
dengan perbandingan 2,3 : 1 terhadap perempuan, berdasarkan suku
terbanyak suku batak sebanyak 94 orang (54%), berdasarkan tingkat
pendidikan terbanyak pada SLTA dan sederajat sebanyak 69 orang
(39,7%), dan berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta
sebanyak 97 orang (55,7%).
2. Berdasarkan gejala klinis yang tampak pada penderita sirosis hati
yang dirawat inap pada tahun 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan,
diperoleh tanda ascites paling sering muncul (88,5%) baik sewaktu
anamnesa ataupun pemeriksaan fisik abdomen.
3. Berdasarkan komplikasi yang timbul pada penderita sirosis hati yang
dirawat inap pada tahun 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan,
diperoleh pendarahan varises esofagus paling sering muncul (63,8%)
yang diperoleh dari pemeriksaan endoskopi
4. Berdasarkan lama rawatan pasien, diperoleh lama rawatan 0-7 hari
atau 1 minggu merupakan rentang waktu yang paling sering (54%)
dengan waktu rawatan rata-rata 8-9 hari lamanya rawatan penderita
sirosis hati di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
5. Berdasarkan keadaan sewaktu pulang, diperoleh keadaan pulang
berobat jalan (48,9%) paling sering pada pasein sirosis hati di RSUP
6. Berdasarkan klasifikasi Child-Pugh, diperoleh Grade A merupakan
proporsi tertinggi pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2012.
7. Pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan
pada tahun 2012 kebanyakan memiliki prognosa yang baik (41,4%)
yang diperoleh dari klasifikasi Child-Pugh
6.2 Saran
1. Institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan sistem
pencatatan ataupun dokumentasi data rekam medis agar terdapat
keselarasan antara jumlah pasien yang terdaftar di rumah sakit
dengan data yang terdapat dalam rekam medis.
2. Isi rekam medis sebaiknya dapat dicantumkan secara lengkap mulai
dari pemeriksaan awal berupa anamnese sampai pengobatan sehingga
tidak terjadi kesalahan saat mengambil data berupa data tidak lengkap
atau terkesan rancu.
3. Pelayanan berupa edukasi kepada masyarakat dalam hal ini adalah
orang yang beresiko tinggi yaitu orang yang berumur >50 tahun,
orang yang terpapar dengan sumber infeksi hati termasuk tenaga
kesehatan dan orang yang memiliki kecanduan terhadap alkohol
mengenai gambaran klinis sirosis hati, faktor resiko penyebab sirosis
DAFTAR PUSTAKA
Abolghasemi, J., Eshraghian, M. R., Toosi, M. N., Mahmoodi, M., & Foroushani,
A. R., 2013. Introducing an Optimal Liver Allocation System for Liver
Cirrhosis Patients. Hepatitis Monthly
Anand, B. S., 2002. Cirrhosis of Liver. Western Journal of Medicine, 171: 110-115.
BatakNews., 2011. Tuak: Sebuah Kisah dari Tahun 1979. Available from: http://www.bataknews.wordpress.com [Accesed 6 Desember 2013 ].
Biecker, E. 2011. Diagnosis and Therapy of Ascites Dalam Liver Cirrhosis.
PubMed Central (PMC)
Brisco, M. A., & Mullur, R. S., 2010. Washington Manual of Outpatient Internal
Medicine, The1st Edition. Washington: Lippincott Williams & Wilkins. Dale, D. C., & Federman, D. D., 2007. ACP Medicine, 2007 Edition. USA:
WebMD Inc.
David, C. & Wolf, M. F., 2012. Cirrhosis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#a [Accesed 27 April
2013].
Deibert, P., 2006. Hepatopulmonary Syndrome. Dalam Patients with Chronic
Liver Disease: Role of Pulse Oximetry. Journal PubMed Central (PMC). Dermawati., 2006. Karateristik Penderita Sirosis Hati Yang Dirawat Inap Di
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2002-2004. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara .
Dorland, W. A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 438-439
Garcia-Tsao, G., & Lim, J., 2009. Management and Treatment of Patients With
Cirrhosis and Portal Hypertension: Recommendations From the Department
of Veterans Affairs Hepatitis C Resource Center Program and the National
Garcia-Tsao, G., Sanyal, A. J., Grace, N. D., & Carey, W., 2007. Prevention and
Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in
Cirrhosis. Hepatology .
Ghazali, M.V., Sastromihardjo, S., Soedjarwo, S.R., Soelaryo, T., Pramulyo, H.S.
Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat. CV. Jakarta : Sagung Seto, 132.
Hadi, S., 2002. Sirosis Hepatis. Dalam Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi
Edisi 7. Bandung.
Kapoor, V. K, 2012. Liver Anatomy. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1900159-overview#aw2aab6b4
[Accesed 27 April 2013].
Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L., 2004. Buku Ajar Patologi edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kusumobroto, O. H., 2007. Sirosis Hepatis. Dalam A. Sulaiman, Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jaya Abadi, 335-345.
Lindseth, G. N., 2002. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In S. A.
Price, & L. M. Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 472-473.
Malau, A. S. 2011. Karakteristik Penderita Sirosis Hati Yang Dirawat Inap Di
Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2006 - 2010. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara .
Misnadiarly., 2006. Sirosis Hati. Dalam Misnadiarly, Penyakit Hati (Liver). Jakarta: Pustaka Obor Pupuler, 23-32.
Nurdjanah, S., 2009. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing, 668-673.
Oladimeji, A. A., Temi, A. P., Adekunle, A. E., Taiwo, R. H., & Ayokunle, D. S. (2013). Prevalence of spontaneous bacterial peritonitis in liver cirrhosis with ascites. Pan African Medical Journal .
Price, S. A., & Wilson, L. M., 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Runyon, B. A., 2004. Management of Adult Patients With Ascites Due to
Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sutardi, S. M., 2003. Sirosis Hati. USU Digital Library .
Wang, JY., et al, 2013. Prevalence of minimal hepatic encephalopathy and quality
of life evaluations in hospitalized cirrhotic patients in China. World Jounal of Gastroenterology , 4984-4991.
WHO., 2004. Age-standardized death rates: Liver cirrhosis by country. Available from: http://apps.who.int/gho/data/view.main.53180?showonly=GISAH
[Accesed 12 April 2013 ].
Wiegand, J., & Berg, T., 2013. The Etiology, Diagnosis and Prevention of Liver
Cirrhosis. Deutsches Ärzteblatt International , 85-91.
Yilmaz, V. T., Eken, C., Avci, A. B., Duman, A., Tuna, Y., Akin, M., et al. (2010). Relationship of increased serum brain natriuretic peptide levels with hepatic failure, portal hypertension and treatment in patients with cirrhosis. Turk J Gastroenterol , 381-386.
Young, V. B., Kormos, W. A., Chick, D. A., & Goroll, A. H, 2010. Cirrhosis.
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi
Nama : Irwin Lamtota Lumbanraja
Tempat, Tanggal lahir : Medan, 02 November 1992
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Amal Luhur 14 Medan
Nomer telepon : 087868610469 (mobile phone);
Email : lamtotairwin2@yahoo.com
Orang Tua : Ir. Anthony Lumbanraja (Ayah)
Riwayat Pendidikan
Pendidikan Formal:
2010-Sekarang : Universitas Sumatera Utara Pendidikan Dokter (S1)
2007 – 2010 : SMA St. Thomas 1 Medan
2006 - 2007 : SMP St. Thomas 4 Medan
2004 – 2006 : SMP Ostrom Methodist 2 Tebing-Tinggi
1998 - 2004 : SD Ostrom Methodist 2 Tebing-Tinggi
Pendidikan Non Formal:
2004-2006 : Lembaga Bahasa & Pendidikan Bahasa Inggris Mitra
Tebing-Tinggi
Demikian Curriculum Vitae ini saya buat dengan sebenar-benarnya, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
Kelompok Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16-20 1 .6 .6 .6
21-25 1 .6 .6 1.1
26-30 9 5.2 5.2 6.3
31-35 7 4.0 4.0 10.3
36-40 12 6.9 6.9 17.2
41-45 29 16.7 16.7 33.9
46-50 27 15.5 15.5 49.4
51-55 31 17.8 17.8 67.2
56-60 26 14.9 14.9 82.2
> 60 31 17.8 17.8 100.0
Total 174 100.0 100.0
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 124 71.3 71.3 71.3
perempuan 50 28.7 28.7 100.0