BAKTERIAL DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis
Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZIKRI ADRIMAN
NIM : 087105013
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan
Nama : dr. Zikri Adriman
Nomor Induk : 087105013
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK, FINS DV) (dr. Kristina Nadeak,SpKK)
NIP. 196009601989031004 NIP.196312281989032003
Ketua Departemen Ketua Program Studi
(Prof.Dr.dr.IrmaD.Roesyanto,SpKK(K),FINS.DV) (dr.Chairiyah Tanjung,SpKK(K),FINS.DV) NIP. 194712241976032001 NIP. 1955012111978112001
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : dr. Zikri Adriman
NIM : 087105013
Perbandingan Kadar Vitamin D Serum antara Pasien Vaginosis Bakterial dengan Bukan Pasien Vagiosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan
Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti,Kristina Nadeak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Vaginosis bakterial merupakan suatu sindrom polimikroba yang ditandai dengan hilangnya flora normal pada vagina, yaitu spesies laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida dan terjadinya peningkatan bakteri anaerob (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) dan mikoplasma (Mycoplasma hominis). Perubahan flora normal yang terjadi pada vaginosis bakterial disertai dengan perubahan imunitas bawaan pada vagina, yang mana vitamin D berperan pada vaginosis bakterial karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek sistem imunitas. Vitamin D penting dalam mengatur produksi dan fungsi molekul peptida antimikroba (katelisidin dan defensin) yang dapat melawan bakteri pada vaginosis bakterial, tetapi masih sedikit penelitian yang membandingkan kadar vitamin D pada pasien vaginosis bakterial dengan wanita bukan pasien vaginosis bakterial.
Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial.
Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Lima belas pasien vaginosis bakterial dan lima belas bukan pasien vaginosis bakterial yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Kadar vitamin D serum diukur dengan menggunakan metode ELISA menggunakan Allegria test strip.
Hasil: Kadar vitamin D serum pada pasien VB lebih rendah dibandingan bukan pasien VB, dimana nilai rerata kadar vitamin D pada vaginosis bakterial adalah 9,59 ng/mL dan kadar vitamin D pada bukan pasien vaginosis bakterial adalah 22,65 ng/mL. Berdasarkan hasil statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,001
Kesimpulan: Kadar vitamin D serum pada pasien vaginosis bakterial lebih rendah dibandingkan bukan pasien vaginosis bakterial, dan terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan statitistik.
Kata kunci: Vaginosis bakterial, vitamin D serum
Comparison Serum Vitamin D between Bacterial Vaginosis versus Non Bacterial Vaginosis Patient In Adam Malik General Hospital Medan
Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti, Kristina Nadeak Dermatology and Venereology Department Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia
Abstract
Background: Bacterial vaginosis is polymicrobial syndrome in which the normal vagina lactobacilli , particularly those producing hydrogen peroxide , are replaced by a variety of anaerobic bacteria (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) and
mycoplasma (Mycoplasma hominis). The disruption of normal vaginal flora that occurs
with bacterial vaginosis is accompanied by important changes in the innate imunity of the vagina.Vitamin D may be important for bacterial vaginosis, because it influence a number of aspects of the immune system. Vitamin D is important in regulating the production and function of innate antimicrobial defense molecules such as cathelicidin that protects againts invasive bacterial infection, but only few studies that examined vitamin D blood serum levels between vaginosis bacterial patient compare with women with normal vaginal flora.
Objective: To compared vitamin D serum between bacterial vaginosis patients with non bacterial vaginosis patients.
Method: This is a cross sectional analytic design. Fifteen bacterial vaginosis patients and fifteen non bacterial vaginosis patients who came to the Dermatovenereology and obstetryginecology clinics Haji Adam Malik General Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Serum level of vitamin D were measured with ELISA (allegria strip test).
Result: The mean adjusted serum vitamin D concentration was lower among bacterial vaginosis patients compared with non bacterial vaginosis patients. Mean rate serum vitamin D for vaginosis bakterial patient is 9,59 ng/mL and mean rate serum vitamin D for non bacterial vaginosis patients is 22,65 ng/mL. Based on statistic analysis, there is signifcant different between vaginosis bacterial patient and non vaginosis bacterial patients, with p < 0,001
Conclusion: Our result indicated that vitamin D serum in vaginosis bacterial is lower than women non vaginosis bacterial and there is significant different between vaginosis bacterial patients and non vaginosis bacterial patients based on statistic analysis
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vagiosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Allah SWT telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang setinggi – tingginya kepada:
1. Yang terhormat dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK,FINS DV, selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.
2. Yang terhormat dr. Kristina Nadeak, SpKK, selaku pembimbing kedua penulis, yang juga dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.
3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi,SpKK(K), FINS.DV sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Yang terhormat dr Chairiyah Tanjung, SpKK (K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani pendidikan sehari – sehari.
5. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.
7. Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
8. Yang terhormat DR.dr.Imam Budi Putra MHA,SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
9. Yang terhormat dr. Oratna Ginting,SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
10. Yang terhormat dr. Isma Aprita Lubis,SpKK , FINS DV, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
11. Yang terhormat para Guru Besar, (Alm) Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K) serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
12. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
13. Yang terhormat Dr Arlinda dan Dr. Taufik, selaku staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.
14. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
15. Yang tercinta Ayahanda Drs.H.Adriman Kimat dan Ibunda Hj. Amna Yusra, yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik,dan membesarkan saya. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT, yang dapat membalas segala kebaikan kalian.
16. Yang tercinta suami saya, Zaldi Maulana B.Com terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kakanda berikan kepada saya selama ini. 17. Yang terkasih kakak dan abang saya, terima kasih atas doa, dukungan dan
pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.
18. Yang terkasih seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat selama masa pendidikan dan penelitian saya ini.
20. Teman – teman seangkatan saya, dr Erlinta Sembiring, SpDV, Mked.DV, dr Nancy N.Sitohang SP DV,M.Ked DV, dr Oliviti Natali SpKK, M.Ked KK, dan dr.Cut Yunita terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini. 21. dr. Dessi Indah Assegaf , SpKK, M.ked KK, dr. Nadya Munir, Julia fitriany M.ked ,SpA yang telah menjadi menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
22. Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Medan, Januari 2015 Penulis
2.1.8 Diagnosis Banding ... 15
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 28
3.6 Identifikasi Variabel ... 28
3.6.1 Variabel bebas ... 28
3.6.2 Variabel terikat ... 28
3.7 Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 28
3.7.1 Kriteria inklusi dan eklusi kelompok pasien VB ... 28
3.7.2 Kriteria inklusi dan eklusi kelompok bukan pasien VB ... 29 3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja
3.8.2 Alat dan bahan untuk pemeriksaan 25 (OH) D serum ... 30
3.8.3 Cara kerja pemeriksaan vaginosis bakterial ... 30
3.8.4 Cara kerja pemeriksaan 25 (OH) D serum ... 32
3.9 Definisi Operasional ... 33
3.10 Kerangka Operasional ... 36
3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis data ... 37
3.12 Ethical Clearance... 37
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik subjek penelitian ... 38
4.2 Perbandingan kadar vitamin D serum ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 44
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Fotokonversi dan Hidroksilasi Vitamin D ... 20
2.2 Peranan Vitamin D Terhadap Imunitas Tubuh ... 23
2.3 Diagram Kerangka Teori... 24
2.4 Diagram Kerangka Konsep ... 25
3.1 Diagram Kerangka Operasional... ... 36
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Distribusi karakteristik berdasarkan usia ... 38
4.2 Distribusi karakteristik berdasarkan status pernikahan ... 39
4.3 Distribusi karakteristik berdasarkan pendidikan ... 40
4.4 Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB dengan bukan
pasien VB ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Naskah penjelasan kepada pasien / orangtua / keluarga pasien ... 48
2. Persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 50
3. Status penelitian... 51
4. Data Penelitian ... 54
5. Hasil Uji Statistik ... 56
DAFTAR SINGKATAN
AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
AMP = Peptida Antimikroba
BBLR = Berat Badan Lahir Rendah
Bacteroides sp = Bacteroides Spesies
CDC = Centre for Disease Control and Prevention
DKK = Dan kawan kawan
ELISA = Enzyme linked immunosorbent assay G. Vaginalis = Gardnerella Vaginalis
IL = Interleukin
IMS = Infeksi Menular Seksual
Mobiluncus sp = Mobiluncus Spesies M. Hominis = Mycoplasma Hominis
NHAES = National Health and Nutrition Survey PAMPs = Patogen Associated Moleculer Pattern
TLRs = Toll Like Receptor
UVB = Ultraviolet B
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
VB = Vaginosis Bakterial
WSW = Women sex women
25 (OH) D = 25 Hidroksivitamin D 1,25 (OH) 2D = 1,25 Dihidroksivitamin D
Perbandingan Kadar Vitamin D Serum antara Pasien Vaginosis Bakterial dengan Bukan Pasien Vagiosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan
Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti,Kristina Nadeak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Vaginosis bakterial merupakan suatu sindrom polimikroba yang ditandai dengan hilangnya flora normal pada vagina, yaitu spesies laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida dan terjadinya peningkatan bakteri anaerob (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) dan mikoplasma (Mycoplasma hominis). Perubahan flora normal yang terjadi pada vaginosis bakterial disertai dengan perubahan imunitas bawaan pada vagina, yang mana vitamin D berperan pada vaginosis bakterial karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek sistem imunitas. Vitamin D penting dalam mengatur produksi dan fungsi molekul peptida antimikroba (katelisidin dan defensin) yang dapat melawan bakteri pada vaginosis bakterial, tetapi masih sedikit penelitian yang membandingkan kadar vitamin D pada pasien vaginosis bakterial dengan wanita bukan pasien vaginosis bakterial.
Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial.
Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Lima belas pasien vaginosis bakterial dan lima belas bukan pasien vaginosis bakterial yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Kadar vitamin D serum diukur dengan menggunakan metode ELISA menggunakan Allegria test strip.
Hasil: Kadar vitamin D serum pada pasien VB lebih rendah dibandingan bukan pasien VB, dimana nilai rerata kadar vitamin D pada vaginosis bakterial adalah 9,59 ng/mL dan kadar vitamin D pada bukan pasien vaginosis bakterial adalah 22,65 ng/mL. Berdasarkan hasil statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,001
Kesimpulan: Kadar vitamin D serum pada pasien vaginosis bakterial lebih rendah dibandingkan bukan pasien vaginosis bakterial, dan terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan statitistik.
Kata kunci: Vaginosis bakterial, vitamin D serum
Comparison Serum Vitamin D between Bacterial Vaginosis versus Non Bacterial Vaginosis Patient In Adam Malik General Hospital Medan
Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti, Kristina Nadeak Dermatology and Venereology Department Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia
Abstract
Background: Bacterial vaginosis is polymicrobial syndrome in which the normal vagina lactobacilli , particularly those producing hydrogen peroxide , are replaced by a variety of anaerobic bacteria (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) and
mycoplasma (Mycoplasma hominis). The disruption of normal vaginal flora that occurs
with bacterial vaginosis is accompanied by important changes in the innate imunity of the vagina.Vitamin D may be important for bacterial vaginosis, because it influence a number of aspects of the immune system. Vitamin D is important in regulating the production and function of innate antimicrobial defense molecules such as cathelicidin that protects againts invasive bacterial infection, but only few studies that examined vitamin D blood serum levels between vaginosis bacterial patient compare with women with normal vaginal flora.
Objective: To compared vitamin D serum between bacterial vaginosis patients with non bacterial vaginosis patients.
Method: This is a cross sectional analytic design. Fifteen bacterial vaginosis patients and fifteen non bacterial vaginosis patients who came to the Dermatovenereology and obstetryginecology clinics Haji Adam Malik General Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Serum level of vitamin D were measured with ELISA (allegria strip test).
Result: The mean adjusted serum vitamin D concentration was lower among bacterial vaginosis patients compared with non bacterial vaginosis patients. Mean rate serum vitamin D for vaginosis bakterial patient is 9,59 ng/mL and mean rate serum vitamin D for non bacterial vaginosis patients is 22,65 ng/mL. Based on statistic analysis, there is signifcant different between vaginosis bacterial patient and non vaginosis bacterial patients, with p < 0,001
Conclusion: Our result indicated that vitamin D serum in vaginosis bacterial is lower than women non vaginosis bacterial and there is significant different between vaginosis bacterial patients and non vaginosis bacterial patients based on statistic analysis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vaginosis bakterial (VB) merupakan gangguan pada traktus genital
bagian bawah yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduksi
(hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina,
yang ditandai dengan hilangnya flora normal vagina, yaitu spesies
laktobasilus , dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu Bacteroides
spesies (Bacteroides sp), Mobiluncus spesies (Mobiluncus sp), Gardnerella vaginalis (G.Vaginalis) dan Mycoplasma hominis (M.Hominis ) sehingga terjadi VB.1-5
Prevalensi VB berbeda– beda diseluruh dunia. Prevalensi VB berkisar
antara 10-30% pada populasi yang berbeda diseluruh dunia. Di Italia
prevalensi VB pada wanita dengan atau tanpa gejala sebesar 5%, di Helsinki
12% , di London 21%, di Jepang 14%, di Thailand 16%, dan di Indonesia
17%.2-4 Penelitian yang dilakukan Sopraptie dan Lumintang (2006)
menyatakan prevalensi VB selama lima tahun di RSU dr.Soetomo Surabaya
sebesar 1, 2% (60 pasien) dari seluruh kasus infeksi menular seksual (IMS) .6
Sedangkan penelitian oleh Sulistyowati dan kawan–kawan (2011)
menyatakan prevalensi VB sebanyak 17, 5% dari seluruh jumlah kasus IMS
VB berkaitan dengan beberapa komplikasi yang serius , yaitu
peningkatan resiko terjadinya human imunodefeciency virus (HIV) atau penyakit menular seksual lainnya, resiko terjadinya infertilitas tuba dan
penyakit radang panggul .2-4,8
Pada wanita hamil VB berkaitan dengan peningkatan resiko keguguran,
persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) serta
komplikasi postpartum , yaitu endometritis.9-12
Identifikasi faktor–faktor resiko menunjukkan kesempatan untuk
mengurangi komplikasi pada pasien VB .7,8 Faktor–faktor resiko yang
berkaitan dengan VB adalah memiliki pasangan seksual yang banyak,
memiliki pasangan sesama jenis, berhubungan seksual dengan pasangan baru,
pemakaian douching, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), merokok, serta ras kulit hitam.2,47,9,11,12 Wanita yang tidak pernah
berhubungan seksual dikatakan juga dapat terkena VB.11,12 Penelitian baru–
baru ini yang dilakukan oleh Bodnar dkk (2009 ) menunjukkan faktor resiko
lain untuk terjadinya VB, yaitu defisiensi vitamin D. Dikatakan defisiensi
vitamin D merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya VB pada
wanita hamil.7 Penelitian cross sectional ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi 25 hidroksivitamin D (25 (OH) D) serum yang
merupakan metabolit utama dari vitamin D dengan terjadinya VB pada
kehamilan.3,7 Sedangkan penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Hensel
dan kawan - kawan (2011) yang menilai hubungan vitamin D dengan
hubungan defisiensi vitamin D dengan terjadinya VB pada wanita hamil
sedangkan pada wanita tidak hamil, defisiensi vitamin D tidak secara
langsung berhubungan dengan terjadinya VB dan berkaitan erat dengan
kebiasaan douching, merokok dan ras kulit hitam, sehingga perlu penelitian selanjutnya mengenai kadar vitamin D dengan terjadinya VB pada wanita
tidak hamil untuk dapat lebih mengkonfirmasi penelitian tersebut. Konsentrasi
25 (OH) D serum yang merupakan metabolit utama vitamin D dalam darah
merupakan parameter untuk penentuan status vitamin D pada tubuh manusia.
Tingkatan 25 (OH) D serum dikategorikan menjadi : defisiensi (< 12 ng/mL),
insufisiensi(12-20 ng/mL),suffisiensi(>20-80 ng/mL).7,8Kadar optimal vitamin
D serum berdasarkan aspek kesehatan manusia masih diperdebatkan, tetapi
dikatakan serum vitamin D yang lebih tinggi diperlukan untuk memberikan
efek positif pada penyakit.7-9
Vitamin D merupakan regulator penting pada respon imun, dan
defisiensi vitamin D telah dikaitkan dengan terjadinya peningkatan penyakit
infeksi. Pengikatan vitamin D dengan reseptornya menyebabkan transkripsi
beratus–ratus gen termasuk komponen integral pada sistem imunitas bawaan.
Oleh karena itu vitamin D dapat mengatur pensinyalan imunitas host secara lokal.8 Perubahan flora normal vagina yang terjadi pada VB biasanya
bersamaan dengan perubahan pada imunitas bawaan pada vagina. Vitamin D
berperan pada VB karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek dari
melalui induksi katelisidin dan defensin yang merupakan peptida antimikroba
pada imunitas bawaan,.3,7,8
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai
kadar vitamin D serum pada pasien VB masih terbatas dan belum pernah
dilakukan di Indonesia sehingga peneliti berminat untuk melakukan
penelitian tentang perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB
dengan bukan pasien VB di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB
dengan bukan pasien VB ?
.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien
VB dengan bukan pasien VB .
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui kadar vitamin D serum pada pasien VB.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk bidang akademik/ilmiah
Membuka wawasan mengenai peranan vitamin D serum sebagai faktor
resiko dalam terjadinya VB.
2. Untuk pelayanan masyarakat
Menjadi landasan untuk pendekatan terapi VB di masa yang akan
datang terutama mengenai penggunaan suplemen vitamin D terhadap
pasien VB.
3.Untuk pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori bagi penelitian –
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vaginosis Bakterial
2.1.1. Definisi
Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan
dengan adanya keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB
merupakan sindrom polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal,
khususnya yang menghasilkan hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai
bakteri anaerob dan mikoplasma. Bakteri yang sering ada pada VB adalah G.
vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp dan M. hominis.1-3,14,15 2.1.2 Epidemiologi
Menentukan prevalensi VB sulit karena sepertiga sampai seperempat
wanita yang terinfeksi bersifat asimptomatik. VB merupakan infeksi vagina
yang paling sering pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual,
penyakit ini dialami pada 15% wanita yang mendatangi klinik ginekologi,
10-25% wanita hamil dan 33-37% wanita yang mendatangi klinik IMS. 11,12
Prevalensi VB juga sangat bervariasi, dikarenakan kriteria diagnostik yang
berbeda serta perbedaan dalam sampel populasi klinik, beberapa penelitian
nasional telah dilakukan di Amerika serikat, prevalensi VB yang dilaporkan
oleh National Health and Nutrition Survey (NHAES) yang menegakkan VB melalui kriteria Nuggent menemukan dari 12.000 pasien yang dikumpulkan, prevalensi VB sebesar 29, 2% dan ditemukan prevalensi 3,13 kali lebih tinggi
putih.11,12,15 Penelitian yang dilakukan Bhalla dan kawan- kawan (2007)
menyatakan prevalensi VB pada wanita di New Delhi India sebesar 17%,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti dan kawan – kawan
(2010) menyatakan prevalensi VB di Indonesia sebesar 30, 7%.
2.1.3. Faktor – faktor resiko
Beberapa faktor diketahui merupakan faktor resiko terjadinya VB,
yaitu :
1. Aktivitas seksual
Dikatakan VB lebih jarang pada wanita paskapubertas tanpa
pengalaman seksual dibandingkan yang mempunyai pengalaman seksual.
Amsel dan kawan- kawan menemukan pada wanita tanpa pengalaman seksual
tidak menderita VB dari 18 orang yang diperiksa, sedangkan pada wanita
yang mempunyai pengalaman seksual didapatkan sebanyak 69 (24%)
menderita VB.11Studi kohort longitudinal memberikan bukti bahwa wanita yang memiliki banyak pasangan seksual pria pasangan seksual pria dalam 12
bulan terakhir berkaitan dengan terjadinya vaginosis bakterial.11,14,17 VB juga
meningkat pada wanita yang melakukan hubungan seksual dengan wanita
(women sex women/WSW ) dan berkaitan dengan wanita yang memiliki satu atau lebih pasangan seksual wanita dalam 12 bulan terakhir Studi pada
lesbian memberikan bukti lebih jauh tentang peranan hubungan seksual dalam
penularan VB. Sekitar 101 lesbian yang mengunjungi klinik ginekologi
sebesar 29 % menderita VB begitu juga pasangan seksualnya. Kemungkinan
VB.2,4,14,17 Patogenesis terjadinya VB pada WSW ini masih belum jelas. Salah
satu penjelasan yang mungkin adalah adanya persamaan antara bakteri
anaerob yang berkaitan dengan gingivitis dan VB.17 Kebiasaan seksual
melalui anus dikatakan juga memegang peranan dalam terjadinya VB, transfer
perineal atau bakteri pada rektum ke vagina, telah diketahui menjadi
konsekuensi pada hubungan seksual melalui anal. Bakteri yang sering, yaitu
Echerria coli dan Streptococcus , dan hal ini memungkinkan bahwa VB dapat ditimbulkan atau dicetuskan oleh hubungan seksual yang tidak terlindungi ,
sehingga terjadi translokasi bakteri dari rektum ke vagina.11
2. Douching
Faktor epidemiologi lain juga penting dalam terjadinya VB. Studi
kohort terbaru dari 182 wanita menunjukkan terjadinya VB tidak hanya
berhubungan dengan pasangan seksual baru, tetapi juga berhubungan dengan
penggunaan douching vagina. Pemakaian douching vagina yang merupakan produk untuk menjaga hiegene wanita bisa menyebabkan VB.4,11,12 Kebiasaan
douching dikatakan dapat merubah ekologi vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan menyatakan douches yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai efek penghambatan terhadap laktobasilus
vagina dibandingkan yang mengandung air garam atau asam asetat.4
3. Merokok
Merokok dikatakan berkaitan dengan VB dan penyakit IMS lainnya,
dari penelitian yang dilakukan di Inggris dan Swedia, dikatakan merokok
dapat menekan pertumbuhan laktobasilus yang menghasilkan hidrogen
peroksidase.14,15 Mekanisme lain yang menghubungkan antara merokok dan
VB adalah, dikatakan rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin, kotinin,
dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah mikroflora vagina
atau merusak sel langerhan pada epitel servik yang menyebabkan terjadinya
imunosupresi lokal.17
Penelitian yang dilakukan oleh Smart dan kawan – kawan (2003)
menyatakan resiko terjadinya VB sebanding dengan jumlah rokok yang
dihisap tiap hari, yang mana jika jumlah rokok yang dihisap makin banyak
(> 20 batang/perhari) maka resiko terkena VB juga makin besar.16,17
4. Pengunaan AKDR
Amsel dkk, dan Holst dkk menemukan VB lebih sering ditemukan
pada wanita yang menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak
menggunakannya (18,8 % vs 5,4% dengan p <0,0001 dan 35 % vs 16 %
dengan p <0,03).11,12 Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Avonts dan
kawan –kawan melaporkan BV meningkat diantara pengguna AKDR
dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh bagian ekor
dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina menyebabkan lingkungan
untuk berkembangnya bakteri anaerob dan G.vaginalis , yang mungkin memegang peranan dalam terjadinya VB pada wanita yang menggunakan
AKDR.2,11,14,18
Ekosistem vagina normal sangat komplek, laktobasilus merupakan
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur,
tetapi ada juga bakteri lain yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB
muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri,
dimana dalam keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi rendah. Oleh
karena itu VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran
reproduksi wanita. Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan
dengan VB, yaitu : G.vaginalis, bakteri anaerob, M. hominis dan mikroorganisme lainnya.11,12,14-16,19,20
1. G. vaginalis
G. vaginalis merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak berkapsul dan nonmotile. Selama 30 tahun terakhir, berbagai literatur menyatakan G. vaginalis berkaitan dengan VB. Dengan media kultur yang lebih sensitif G. vaginalis dapat diisolasi pada wanita tanpa tanda- tanda infeksi vagina. G.vaginalis diisolasi sekitar >90 % pada wanita dengan VB. Saat ini dipercaya G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
M.hominis menyebabkan VB. Gardner dan Duke juga mengisolasi organisme lain dan berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan penyebab satu – satunya VB.11-15,19
2. Bakteri anaerob
Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina
pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis.
VB menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora vagina.
Ditemukan bacteroides sp (sekarang disebut provotella dan prophyromonas) sebesar 75% dan peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari wanita dengan VB. Penemuan spesies anaerob berkaitan langsung
dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan
vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob berinteraksi
dengan G.vaginalis dalam menyebabkan VB.11,12 Mikroorganisme anaerob lain yang dikatakan juga memiliki peranan dalam VB adalah Mobiluncus.
Mobiluncus selalu terdapat bersamaan dengan mikroorganisme lain yang berhubungan dengan VB.11,12,14
3. Mycoplasma genital
Tylor – Robinson dan McCormack (1980) yang pertama kali
berpendapat bahwa M.hominis berperan pada VB, bersimbiosis dengan
G.vaginalis maupun organisme patogen lainnya. Pheifer dan dan kawan – kawan mendukung hipotesis ini dengan penemuan M. hominis pada 63 % wanita dengan VB dan 10 % pada wanita normal. Paavonen (1982) juga
melaporkan hubungan dari VB dengan M.hominis dan G.vaginalis pada cairan vagina.15
4. Mikroorganisme lainnya
Wanita dengan VB tidak mempunyai peningkatan streptokokus grup
B, stafilokokus koagulase negatif, tetapi mempunyai peningkatan yang
streptococcus viridians, streptococcus asidominimus, dan stresptocccus morbilorum. Suatu analisis multivariat menemukan hubungan antara VB dengan empat kategori bakteri vagina yaitu ; Mobiluncus spesies, kuman batang gram negatif anaerob, G.vaginalis dan M.hominis. Prevalensi masing – masing mikroorganisme meningkat pada wanita dengan VB. Selain itu
organisme – organisme tersebut ditemukan pada konsentrasi 100 – 1000
lebih besar pada wanita dengan VB dibandingkan pada wanita normal,
sedangkan konsentrasi laktobasilus menurun pada wanita pasien VB.11,12
2.1.5 Patogenesis
Pada lingkungan mikrobiologi vagina, secara alami terdapat bakteri
yang berperan sebagai penjaga ekosistem vagina dan mencegah gangguan
dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi lingkungan vagina. Flora
normal vagina ini didominasi oleh laktobasilus yang menghasilkan hidrogen
peroksidase, yaitu Lactobaciluss crispatus, Lactobasilus acidofilus serta
Lactobasilus rhamnosus.15 Laktobasilus penghasil hidrogen dapat ditemukan sebesar 96% pada vagina normal dan hanya 6% pada wanita dengan VB.11,15
Laktobasilus penghasil hidrogen ini juga memiliki kemampuan untuk
menghasilkan asam organik (asam laktat) sehingga menjaga ph vagina <4,7
dengan menggunakan glikogen pada epitel vagina sebagai substrat, selain itu
laktobasilus juga menghasilkan bakteriosin, suatu protein yang dapat
hidogen ditemukan sebesar 4% pada wanita normal dan sebesar 36% pada
wanita dengan VB.11,12,15
VB ditandai dengan hilangnyanya laktobasilus penghasil hidrogen
peroksidase dan pertumbuhan pesat spesies anaerob. Tidak diketahui secara
pasti mana peristiwa yang mendahului, apakah terdapat faktor yang dapat
menyebabkan kematian laktobasilus sehingga bakteri anaerob ini berkembang
secara pesat atau bakteri anaerob yang sangat banyak jumlahnya
menyebabkan laktobasilus menghilang. Pertanyaan dasar yang merupakan
patogenesis VB ini masih belum dapat terjawab sampai sekarang.15,19
Sejumlah perubahan biokimia juga telah dijelaskan, epitel vagina
normal dilapisi oleh lapisan musin tipis.21-23 Pada VB lapisan pelindung ini
digantikan oleh biofilm yang dihasilkan G.vaginalis.21 β defensin -1 dan konsentrasi secretory leukosit protease inhibitor juga berkurang pada VB. Interleukin (IL) 1 α, 1β dan reseptor 1 agonis meningkat, IL8 ( sitokin
leukotaktik primer ) berkurang.22 Terjadi peningkatan pada protein 70 kD heat
shock, enzim lytic sialidase, matriks metaloproteinase 8 dan fosfolidase A2, nitrit oksida dan endotoksin juga ditemukan pada vagina dengan VB.23
Kesemuanya ini dapat menghilangkan mekanisme proteksi normal dan
meningkatkan terjadinya proses inflamasi.21-23
2.1.6 Gambaran klinik
Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan
dengan peningkatan pH , sehingga pasien sering merasa keluhan ini makin
memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah berhubungan
seksual ( karena adanya cairan sperma) atau selama menstruasi. Hampir
semua wanita dengan VB memiliki ph vagina >4,5 jika diukur menggunakan
kertas indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam
pemeriksaan klinis tetapi tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina
sering tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini
ditemukan sekitar 73 – 92% pada pasien VB.11,12,15,24 Pemeriksaan
mikroskopis cairan vagina ( dengan pembesaran 400 x) memperlihatkan
Clue cells pada 81% pasien VB dibandingkan bukan pasien VB sebesar 6%. Clue cells merupakan sel epitel yang ditempeli oleh bakteri sehingga tepinya tidak rata. Pada pasien VB tidak tampak inflamasi vulva atau vagina.6,11-15,24
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis VB ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh
pemeriksaan laboratorium.1,5,15,16
1. Kriteria Amsel
Amsel dan kawan –kawan menganjurkan dasar diagnosis VB
berdasarkan adanya paling tidak tiga tanda – tanda berikut : sekret vagina
a. Sekret vagina
Sekret vagina pada VB berwarna putih , melekat pada dinding
vagina, jumlahnya meningkat sedikit sampai sedang dibandingkan
wanita normal.11,12,19
b. pH cairan vagina
pH normal vagina berkisar antara 3,8- 4,1, sedangkan pH pada
pasien VB biasanya 4,7 – 5,5.19 Pemeriksaan pH vagina memerlukan
kertas indikator pH rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai
dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina
paling baik dilakukan pada bagian lateral atau posterior fornik vagina
dan langsung diperiksa/ditempatkan pada kertas pH.12 pH vagina
mempunyai sensitifitas yang paling tinggi pada VB tetapi mempunyai
spesifisitas yang paling rendah.11,12
c. Malodor vagina ( whiff test )
Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling sering terjadi
pada wanita dengan VB, untuk dapat membantu membantu deteksi
malodor bagi klinisi dapat dilakukan tes Whiff, hasilnya positif jika tercium aroma yang khas berupa fishy odor setelah ditetesi KOH 10%.11,12,19
d. Pemeriksaan Clue Cells
Tepi yang tidak rata ini akibat melekatnya bakteri termasuk
Gardnerella dan Mobiluncus. Clue Cells merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis VB.11,12,15
2. Kultur
Kultur G. vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam
konsentrasi rendah.11,12,15,19
3.Pewarnaan gram
Dengan tujuan untuk mendiagnosis VB secara objektif ,
Spiegel dan kawan – kawan memperkenalkan pewarnaan gram untuk
diagnosis VB. Sistem skoring pewarnaan gram dipakai untuk metode
standar untuk diagnosis VB berdasarkan tiga morfotipe , yaitu kuman
batang gram positif besar (laktobasilus), kuman batang gram negatif
kecil atau bervariasi (Gardnerella) dan kuman batang anaerob (Mobiluncus). 11,12,15,19
Selanjutnya, Nugent dan kawan – kawan memformulasikan sistem
skoring untuk pewarnaan gram, yang mana jika terdapat banyak laktobasilus
nilai skor akan kecil, sedangkan jika terdapat banyak morfotipe Gardnerella dan bakteroides nilai skor akan tinggi, dan akan ditambahkan satu atau dua
2.1.8 Diagnosis banding
VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis.
Pada trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan
vagina VB, namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear
dan dengan preparat basah ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis.12
Pada kandidiasis, pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah
KOH 10% berguna untuk mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang
sering terjadi pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi pada vagina. Sekret
vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.12
2.1.9 Pengobatan
Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala VB.
Tujuan pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda
dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit ,
yaitu Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.11,12,20 Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada
wanita tidak hamil ialah metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari
selama 7 hari, atau metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali
sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan
pada malam hari selama 7 hari.11,12,16,20 Atau regimen alternatif , yaitu
tinidazol 1 gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau
klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali sehari selama lima hari atau
klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama tiga hari.20
sedangkan pada wanita hamil, berdasarkan CDC tahun 2010 pengobatan yang
direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari
selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari
selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama
7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian
metronidazol pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan
mutagenik pada bayi.11,20 Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien,
efek samping yang mungkin terjadi , serta interaksi obat. Pasien harus
diberitahukan untuk tidak berhubungan seksual atau selalu memakai kondom
dengan tepat selama masa pengobatan.12
2.1.10 Komplikasi
VB paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan
ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi. VB merupakan faktor
resiko gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan
lahir rendah.9-12 Selain itu VB juga merupakan faktor resiko mempermudah
mendapat penyakit IMS lain, yaitu gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes
genital dan HIV.11-15 VB meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina yang meningkat,
terhadap HIV. 1,2,11,12,24 Selain itu VB dikatakan juga dapat menyebabkan
infertilitas tuba, dimana dua penelitian yang dilakukan di Glasgow dan Bristol
menemukan rerata infertilitas tuba lebih tinggi pada pasien VB dibandingkan
yang tidak menderita VB. VB disertai peningkatan resiko infeksi traktus
urinarius dan infeksi traktus genitalis bagian atas. Konsentrasi tinggi
mikrorganisme pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi
ditempat yang berdekatan.12,25
2.2 Vitamin D
Vitamin D termasuk kedalam golongan hormon steroid dan memiliki
reseptor hormon pada inti sel (nukleus). Vitamin D memiliki dua bentuk
utama , cholecalciferol (vitamin D3) dan ergocalciferol (vitamin D2). Kedua bentuk vitamin ini dapat kita temukan pada makanan atau suplemen, akan
tetapi hanya vitamin D3 yang dihasilkan dikulit akibat paparan terhadap matahari. Sumber utama dari vitamin D (80-90%) berasal dari paparan
terhadap matahari, sedangkan sisanya berasal dari makanan sebesar
(10-20%), bahan makanan yang menjadi sumber vitamin D adalah tumbuh –
tumbuhan (jamur shitake), kuning telur, lemak ikan, produk – produk susu yang telah difortifikasi dan hati sapi .26-28
Previtamin D3 dibentuk dari 7- dehydrocholesterol (yang disebut juga dengan provitamin D3) pada kulit selama paparan terhadap radiasi ultraviolet B (UVB), dengan panjang gelombang 290 – 315 nm. Previtamin D3 secara
membentuk vitamin D3. Vitamin D3 yang dibentuk dikulit kemudian memasuki sirkulasi darah dan berikatan dengan vitamin D binding protein yang kemudian mengalami hidroksilasi pada hati menjadi 25 hidroksivitamin
D (25(OH)D) dan ginjal menjadi 1,25 dihidroksivitamin D
(1,25(OH)2D).28,29,30-32 25 (OH) D merupakan bentuk yang tidak aktif dan
menunjukkan jumlah vitamin D yang tersimpan pada tubuh, sedangkan
1,25(OH)2 D merupakan bentuk aktif metabolik vitamin D. Metabolisme
vitamin D pada tubuh kita dapat kita lihat pada gambar 2.126
Pada awalnya, fungsi klasik dari vitamin D adalah meningkatkan
absorbsi kalsium dengan mengatur beberapa calcium transport protein pada usus halus serta untuk mobilisasi dan reabsorbsi kalsium dari tulang yang
merupakan tempat penyimpanan kalsium terbesar pada tubuh manusia.26,29,33
Akan tetapi pada tahun 1979 Deluca menemukan bahwa vitamin D terdapat
pada semua jaringan tubuh manusia, sehingga setiap sel memilki reseptor
untuk vitamin D.26 Vitamin D3 dipercayai memiliki peranan dalam mengontrol sistem imun ( dapat mengurangi resiko kanker dan penyakit
autoimun), meningkatkan fungsi neuromuskular dan memperbaiki mood, melindungi otak dari toksin kimia dan juga telah terdapat beberapa review
mengenai peranan vitamin D terhadap imunitas bawaan dan fungsi barier
tubuh.34
25 (OH) D merupakan bentuk vitamin D yang paling banyak
bersirkulasi pada darah manusia serta memiliki waktu paruh yang panjang
oleh praktisi untuk mengevaluasi status vitamin D diseluruh dunia.26-28,35
Tingkatan 25 (OH) D serum dikategorikan menjadi : defisiensi (< 12 ng/mL),
insufisiensi (12-20 ng/mL), suffisiensi (>20-80 ng/mL). 7,26,28,35Paparan
terhadap matahari tiap hari membantu tubuh untuk dapat memproduksi kadar
vitamin D yang diperlukan bagi tubuh kita. Akan tetapi , sekarang banyak
orang yang menghindari matahari dikarenakan kemungkinan resiko terjadinya
kanker kulit. Konsentrasi melanin yang tinggi pada kulit dapat menyebabkan
produksi vitamin D menjadi lebih lambat, hal ini juga terjadi pada kulit yang
menua, yang secara signifikan mengurangi produksi vitamin D pada kulit.
Penggunaan tabir surya, jendela kaca pada rumah dan mobil, semuanya dapat
menghambat paparan radiasi UVB, walaupun pada musim panas. Orang –
orang yang bekerja didalam ruangan , memakai pakaian yang tertutup,
memakai tabir surya secara teratur, memiliki kulit gelap, obesitas, usia tua,
atau menghindari sinar matahari secara sadar merupakan faktor resiko untuk
terjadinya defisiensi vitamin D.26,30,32,34 Beberapa penelitian menunjukkan
hubungan antara jumlah lemak tubuh dengan kadar vitamin D.Obesitas
didefinisikan sebagai lemak yang berlebihan pada jaringan adiposa yang
berpengaruh pada kesehatan. Beberapa penelitian juga menyatakan jika kadar
lemak tubuh meningkat, kadar 25(0H) D serum menurun, hal ini dikarenakan
vitamin D disimpan pada jaringan adiposa dan lemak yang berlebihan
mencetuskan sebuah kaskade yang mengakibatkan pada pengrusakan
organisme yang menginvasi. Pola pengenalan reseptor diekspresikan oleh sel
imunitas bawaan yang akan mengenali pola molekular yang ada berbagai
kelas patogen . Pola molekuler ini disebut juga patogen associated moleculer
pattern (PAMPs) Contoh dari PAMPs ini adalah lipopolisakarida, flagelin, protein viral dan ikatan rantai tunggal dan ganda dari RNA. Toll like receptor (TLRs) merupakan subklas pola pengenalan yang terutama diekpresikan pada
membran sel dan atau endosom. Respon sistem imunitas bawaan ini
tergantung terhadap TLR spesifik yang dicetuskan oleh PAMPs. Respon
terhadap pensinyalan yang dicetuskan oleh TLR ini adalah produksi peptida
antimikroba (AMP) dan sitokin serta apoptosis sel host. Peptida antimikroba ini memiliki aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri gram positif
dan gram negatif , serta virus dan jamur. 27-29,33 Walaupun begitu beberapa
organisme yang komensal pada tubuh manusia , yaitu laktobasilus dan
fosabacterium nucleatum resisten terhadap peptida antimiroba ini.36 Terdapat tiga kelas peptida antimikroba pada tubuh manusia , yaitu katelisidin, defensin
β dan defensin α . Manusia hanya memiliki satu katelisidin, yaitu hCAP18
yang akan dipecah ke bentuk LL-37. Manusia yang mengalami defisiensi
katelisidin lebih rentan terhadap infeksi pada permukaaan epitel , yaitu kulit
dan membran mukosa.29,33,37
Produksi katelisidin dan beberapa defensin pada tubuh manusia
tergantung pada sirkulasi yang cukup dari 25(OH)D. 27 Penelitian yang
mengupregulasi produksi peptida antimikroba. Mereka menyatakan bahwa
terapi dengan 1,25 (OH)2D dapat mengupregulasi mRNA katelisidin pada
sel dan kultur keratinosit, netrofil dan makrofag. Gombart dan kawan - kawan
menyatakan bahwa 1,25 (OH) 2D memiliki kemampuan untuk
mengupregulasi ekspresi katelisidin pada sel –sel bronkhial, urogenital, sel
epitel , keratinosit dan sel mieloid.27-29,38,39
Epitel vagina merupakan barier pertahanan terhadap infeksi
mikroorganisme. Permukaan vagina dipenuhi dengan peptida antimikroba
yang akan memediasi imunitas bawaan dalam melawan patogen yang
menginvasi.27Gangguan flora normal vagina yang terjadi pada VB disertai
dengan perubahan penting pada imunitas bawaan pada vagina. Dalam hal ini,
vitamin D dikatakan dapat mempengaruhi bagaimana host untuk dapat
mengenali patogen dan bagaimana sistem imun berespon untuk dapat
mencegah dan mengontrol invasi mikroorganisme. 1,25 (OH) D yang
merupakan bentuk aktif vitamin D , penting dalam mengatur produksi dan
fungsi molekul antimikroba bawaan, yaitu katelisidin, yang merupakan
produk degranulasi netrofil yang melindungi terhadap infeksi bakteri.
Hubungan vitamin D dengan produksi defensin dan fungsi lain dari netrofil
juga mungkin berhubungan dengan infeksi bakteri ini.30,33,35,37
Penelitian yang dilakukan oleh Bodnar dan kawan – kawan (2009)
mengenai hubungan defisiensi vitamin D dengan VB pada wanita hamil
menyatakan rerata serum 25 (OH) D lebih rendah diantara wanita hamil
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Diagram kerangka teori penelitian Vaginosis Bakterial
Defisiensi Vitamin D antimikroba (katelisidin Penurunan peptida dan defensin )
Pertumbuhan bakteri anaerob yang berlebihan
Faktor resiko terjadinya VB : - Wanita yang memiliki
pasangan seksual lebih dari satu - Wanita berhubungan seksual dengan wanita (WSW) - Douching
- Merokok
2.5. Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis
Ada perbedaan yang bermakna antara kadar vitamin D serum pada
pasien VB dengan bukan pasien VB.
Pasien vaginosis bakterial Kadar vitamin D serum
Gambar 2.4 Diagram kerangka konsep penelitian Bukan pasien vaginosis
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancang potong lintang (cross
sectional)
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1.Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai bulan Agustus
2014.
3.2.2. Tempat penelitian
Pengambilan sampel pulasan vagina dan sampel darah dilakukan di
poliklinik Infeksi Menular Seksual SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin dan poliklinik Ginekologi SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUP Haji Adam Malik Medan dan kemudian dikirim ke laboratorium
klinik Pramita untuk pemeriksaan kadar vitamin D serum dan
pemeriksaan Clue cells
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi target
3.3.2. Populasi terjangkau
Pasien VB dan bukan pasien VB yang datang berobat poliklinik
Infeksi Menular Seksual SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan
poliklinik Ginekologi SMF Obstetri dan Ginekologi.
3.3.3. Sampel penelitian
Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus sebagai
berikut :
N1 = N2 = 2 (Zα+Zβ) S 2
X1 – X2
N = Besar sampel
Zα = Deviat baku alfa = 1.96
Zβ = Deviat baku beta = 0,84
S = Standar deviasi gabungan = 2
X1 – X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 2
Sehingga akan didapatkan perhitungan sebagai berikut :
N1 = N2 = 2 (1.96+0.84) 2 2
2
N1 = N2 = 12,89 ≈ 13 15 sampel
Jadi besar sampel pada masing – masing kelompok yang dibutuhkan adalah
3.5 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel penelitian digunakan dengan metode
consecutive Sampling.
3.6 Identifikasi Variabel
3.6.1 Variabel bebas : Kadar vitamin D serum.
3.6.2 Variabel terikat : Pasien VB , bukan pasien VB
3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.7.1 Pasien VB
Kriteria inklusi:
1. Pasien VB ( ditegakkan dengan kriteria Amsel) dengan usia 18-
sampai dengan 50 tahun.
2. Bersedia untuk ikut dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent Kriteria eksklusi:
1. Hamil.
2. Perawan.
3. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D dalam waktu kurang
dari 3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
3.7.2 Kelompok bukan pasien VB
Kriteria inklusi:
1. Wanita berusia 18 sampai dengan 50 tahun
2. Pada pemeriksaan ditemukan kriteria Amsell negatif
3. Bersedia untuk ikut dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent Kriteria eksklusi:
1. Hamil
2. Perawan
3. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D dalam waktu kurang
dari 3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan.
4. Obesitas
3.8Alat, Bahan dan Cara Kerja
3.8.1 Alat & Bahan untuk pemeriksaan VB
1. Status penelitian yang akan diisi oleh peneliti berisi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan venereologi terhadap subjek
penelitian.
2. Alat steril : swab, spekulum, sarung tangan.
3. Alat nonsteril : kaca objek, kaca penutup, tabung reaksi dan rak
tabung, mikroskop dan bunsen/api spritus, wadah untuk mencuci
kaca objek, kertas pengering, mikroskop, alat pengukur waktu,
4. Bahan : cairan NaCl 0.9% (normal salin), larutan KOH 10%.
3.8.2 Alat & Bahan untuk pemeriksaan kadar vitamin D serum
1. Spuit 10 cc
2. Torniquet
3. Kapas
4. Plester
5. Povidon iodine
6. Alkohol 70%
7. Tabung
8. Alat pengukur kadar vitamin D serum : Allegria test strips 3.8.3 Cara kerja pemeriksaan VB
1. Pengambilan spesimen
a. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,
serta anjuran untuk tidak perlu merasa takut.
b. Pasien berbaring dalam posisi litotomi.
c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum melakukan
pemeriksaan.
d. Bila pada daerah vulva terdapat banyak duh tubuh, cuci dahulu
dengan KMnO4 atau cairan sublimat.
e. Setiap pengambilan bahan untuk pemeriksaan harus
g. Buka labia majora dengan tangan kiri masukkan spekulum
dalam keadaan tertutup dan posisi tegak/vertikal kedalam
vagina (900).
h. Masukkan spekulum pelan-pelan sampai ke ujung dan putar
perlahan-lahan sambil membuka mulut spekulum sehingga
posisi mendatar/horizontal 1800.
i. Spekulum kemudian dibuka dengan bantuan lampu sorot
vagina, cari portio serviks lalu spekulum dikunci sehingga
serviks terfiksasi.
j. Bersamaan dengan memasukkan spekulum, amati apakah
terdapat duh tubuh vagina dan atau serviks.
k. Pengambilan spesimen pada forniks posterior dengan
menggunakan cottonswab steril sebanyak dua swab.
l. Spekulum dilepas dengan cara melepas kunci terlebih dahulu
sehingga kunci dalam keadaan tertutup, putar spekulum 900
sehingga daun spekulum dalam posisi tegak lalu spekulum
dikeluarkan perlahan-lahan.
2. Pemeriksaan sediaan basah NaCl 0,9%
a. Siapkan kaca objek dan kaca penutup.
b. Teteskan 1-2 tetes larutan NaCl 0,9% ke kaca objek.
Bahan dan duh tubuh dari swab steril yang diambil dari
forniks\posterior dicampurkan pada tetesan larutan NaCl
c. Sediaan basah segera diperiksa dengan mikroskop dengan
pembesaran 10 x dan 400 x.
Yang dicari pada sediaan basah : Clue cells.
Pada pemeriksaan sediaan basah ditemukan Clue cells lebih dari 20% dikatakan memenuhi kriteria Amsel.
3. Pembuatan KOH (Whiff test / tes Amin)
Mengambil cairan vagina dan diteteskan pada kaca objek yang
sebelumnya ditetesi dengan KOH 10%.
Yang dicari pada pemeriksaan KOH 10% adalah bau amis atau
bau amin yang terdeteksi setelah penambahan KOH 10% pada
duh tubuh vagina.
4. Penentuan pH Vagina
a.Letakkan kertas pH pada dinding vagina. Cegah kontak
dengan mukosa serviks yang memiliki pH yang tinggi.
b.Sesuaikan kertas pH dengan skala warna untuk menetukan
nilai pH.
3.8.4 Cara kerja pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar
vitamin D serum
1. Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana cubiti di
lipatan siku
2. Torniquet diikatkan di atas lipatan siku, kemudian tangan
3. Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi dengan
larutan povidon iodine 10% dan alkohol 70%.
4. Tusukkan jarum dengan kedalaman 1,25 inci dengan sudut 45⁰
terhadap permukaan lengan.
5. Ambil darah hingga volume yang dibutuhkan kemudian
genggaman dilepaskan.
6. Lepaskan torniquet dan daerah punksi ditekan dengan kapas
beralkohol 70%.
7. Daerah punksi ditutup dengan plester.
8. Darah dimasukkan ke dalam tabung.
9. Kemudian diperiksa dengan menggunakan metode enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA) menggunakan Allegria® Test Strips .
Interpretasi hasil pemeriksaan : kadar vitamin D serum
dengan nilai rujukan normal : ≥ 20 ng/mL.
3.9 Definisi Operasional
1. Usia
Usia subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir,
bila lebih dari enam bulan usia dibulatkan ke atas; bila kurang dari
enam bulan, usia dibulatkan ke bawah.
Vaginosis bakterial adalah sindrom klinis akibat pergantian spesies
laktobasilus, penghasil hidrogen peroksidase dalam vagina normal
dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi dan M. hominis. 3. Kadar vitamin D serum
Ukuran konsentrasi vitamin D yang pada serum darah tubuh yang
diukur dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dengan menggunakan Allegria® test strips dengan kadar normal : > 20 ng/mL.
4. Hamil
Mengandung janin di rahim hasil dari konsepsi antara sel telur dan
spermatozoa.
5. Kriteria Amsel
Kriteria pemeriksaan dan analisis cairan vagina yang digunakan
untuk mendiagnosis vaginosis bakterial, dimana berdasarkan
terdapatnya tiga dari empat tanda-tanda berikut : sekret vagina
berwarna putih yang homogen, pH vagina >4,5, adanya fishy
odor bila ditetesi dengan KOH 10% (whiff test), adanya clue cells (>20%).
6. Pemeriksaan basah
Pemeriksaan laboratorium yang berguna untuk melihat adanya
7. Clue cells
Sel epitel yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina dalam
jumlah banyak sehingga batas sel menjadi tidak jelas.
8. pH vagina
Derajat keasaman vagina yang diukur dengan menggunakan
kertas dengan indikator warna. Dengan kadar normal <4,5.
9. Whiff test
Pemeriksaan dengan cara pengambilan sekret vagina yang lalu
diteteskan pada kaca objek yang sebelumnya telah diteteskan
KOH 10%.
10. Perawan
Perawan adalah perempuan yang belum pernah melakukan
hubungan seksual atau sanggama.
11. Obesitas
Kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada
jaringan adiposa dan diukur dengan indeks masa tubuh (IMT),
yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi dalam
3.10 Kerangka Operasional
Wanita yang datang berobat kepoliklinik IKKK divisi IMS dan kepoliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan
Pasien VB berdasarkan kriteria Amsell
Pengukuran kadar vitamin D serum
Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
Analisis data Sampel penelitian
Bukan pasien VB berdasarkan kriteria Amsell
Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
3.11 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dan selanjutnya dinyatakan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik yang digunakan untuk
mengetahui perbandingan kadar vitamin D serum antara kelompok pasien VB
dengan bukan pasien VB adalah uji Man Whitney.Batas kemaknaan bermakna
bila P < 0,001.
3.12 Ethical Clearance
Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di poliklinik Infeksi Menular Seksual SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan poliklinik ginekologi SMF Obstetri
dan Ginekologi di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dimulai dari bulan
Juli 2013 sampai dengan Agustus 2014. Pada penelitian ini telah dilakukan
pemeriksaan kadar vitamin D serum terhadap 15 orang pasien VB dan 15
orang bukan pasien VB.
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi
kelompok umur, status pernikahan, dan tingkat pendidikan .
4.1.1. Karakteristik berdasarkan umur
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur VB Bukan VB
( tahun) n % n %
15-24 0 0 0 0
25-44 13 86,67 13 86,67
45-64 2 13,33 2 13,3
Total 15 100 15 100
86,67%. Data ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulystyowati
dan kawan kawan (2011) di RSUD DR. Moerwadi Surakarta yang menjumpai
usia terbanyak yang menderita VB adalah usia 25-44 tahun sebanyak
43,75%.7 Hal ini juga dilaporkan oleh Aryadi (2009) di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado yang menyatakan pasien VB terbanyak usia 25-44 tahun
(50%).6,40 Sesuai kepustakaan, VB paling sering ditemukan pada wanita usia
produktif.20,30 Hal ini diduga karena pada masa-masa tersebut aktivitas
seksual lebih tinggi atau mencapai puncaknya dan menurun pada umur lebih
dari 40 tahun.6
4.1.2. Karakteristik berdasarkan status pernikahan
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik berdasarkan status pernikahan
Status pernikahan VB Bukan VB
n % n %
Menikah 12 80 15 100
Belum Menikah 3 20 0 0
Janda 0 0 0 0
Total 15 100 30 100,0
Pada penelitian ini didapati sebagian besar kelompok kasus adalah
sudah menikah yaitu 80% atau sebanyak 12 orang . Hasil ini sama dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Soepraptie (2008) di RS Soetomo