• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAKTERIAL DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZIKRI ADRIMAN

NIM : 087105013

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : dr. Zikri Adriman

Nomor Induk : 087105013

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK, FINS DV) (dr. Kristina Nadeak,SpKK)

NIP. 196009601989031004 NIP.196312281989032003

Ketua Departemen Ketua Program Studi

(Prof.Dr.dr.IrmaD.Roesyanto,SpKK(K),FINS.DV) (dr.Chairiyah Tanjung,SpKK(K),FINS.DV) NIP. 194712241976032001 NIP. 1955012111978112001

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : dr. Zikri Adriman

NIM : 087105013

(5)

Perbandingan Kadar Vitamin D Serum antara Pasien Vaginosis Bakterial dengan Bukan Pasien Vagiosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti,Kristina Nadeak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia  

Abstrak

Latar belakang: Vaginosis bakterial merupakan suatu sindrom polimikroba yang ditandai dengan hilangnya flora normal pada vagina, yaitu spesies laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida dan terjadinya peningkatan bakteri anaerob (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) dan mikoplasma (Mycoplasma hominis). Perubahan flora normal yang terjadi pada vaginosis bakterial disertai dengan perubahan imunitas bawaan pada vagina, yang mana vitamin D berperan pada vaginosis bakterial karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek sistem imunitas. Vitamin D penting dalam mengatur produksi dan fungsi molekul peptida antimikroba (katelisidin dan defensin) yang dapat melawan bakteri pada vaginosis bakterial, tetapi masih sedikit penelitian yang membandingkan kadar vitamin D pada pasien vaginosis bakterial dengan wanita bukan pasien vaginosis bakterial.

Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial.

Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Lima belas pasien vaginosis bakterial dan lima belas bukan pasien vaginosis bakterial yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Kadar vitamin D serum diukur dengan menggunakan metode ELISA menggunakan Allegria test strip.

Hasil: Kadar vitamin D serum pada pasien VB lebih rendah dibandingan bukan pasien VB, dimana nilai rerata kadar vitamin D pada vaginosis bakterial adalah 9,59 ng/mL dan kadar vitamin D pada bukan pasien vaginosis bakterial adalah 22,65 ng/mL. Berdasarkan hasil statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,001

Kesimpulan: Kadar vitamin D serum pada pasien vaginosis bakterial lebih rendah dibandingkan bukan pasien vaginosis bakterial, dan terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan statitistik.

Kata kunci: Vaginosis bakterial, vitamin D serum

(6)

Comparison Serum Vitamin D between Bacterial Vaginosis versus Non Bacterial Vaginosis Patient In Adam Malik General Hospital Medan

Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti, Kristina Nadeak Dermatology and Venereology Department Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia

Abstract

Background: Bacterial vaginosis is polymicrobial syndrome in which the normal vagina lactobacilli , particularly those producing hydrogen peroxide , are replaced by a variety of anaerobic bacteria (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) and

mycoplasma (Mycoplasma hominis). The disruption of normal vaginal flora that occurs

with bacterial vaginosis is accompanied by important changes in the innate imunity of the vagina.Vitamin D may be important for bacterial vaginosis, because it influence a number of aspects of the immune system. Vitamin D is important in regulating the production and function of innate antimicrobial defense molecules such as cathelicidin that protects againts invasive bacterial infection, but only few studies that examined vitamin D blood serum levels between vaginosis bacterial patient compare with women with normal vaginal flora.

Objective: To compared vitamin D serum between bacterial vaginosis patients with non bacterial vaginosis patients.

Method: This is a cross sectional analytic design. Fifteen bacterial vaginosis patients and fifteen non bacterial vaginosis patients who came to the Dermatovenereology and obstetryginecology clinics Haji Adam Malik General Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Serum level of vitamin D were measured with ELISA (allegria strip test).

Result: The mean adjusted serum vitamin D concentration was lower among bacterial vaginosis patients compared with non bacterial vaginosis patients. Mean rate serum vitamin D for vaginosis bakterial patient is 9,59 ng/mL and mean rate serum vitamin D for non bacterial vaginosis patients is 22,65 ng/mL. Based on statistic analysis, there is signifcant different between vaginosis bacterial patient and non vaginosis bacterial patients, with p < 0,001

Conclusion: Our result indicated that vitamin D serum in vaginosis bacterial is lower than women non vaginosis bacterial and there is significant different between vaginosis bacterial patients and non vaginosis bacterial patients based on statistic analysis

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vagiosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Allah SWT telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang setinggi – tingginya kepada:

1. Yang terhormat dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK,FINS DV, selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.

2. Yang terhormat dr. Kristina Nadeak, SpKK, selaku pembimbing kedua penulis, yang juga dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi,SpKK(K), FINS.DV sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Yang terhormat dr Chairiyah Tanjung, SpKK (K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani pendidikan sehari – sehari.

5. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

(8)

7. Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Yang terhormat DR.dr.Imam Budi Putra MHA,SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

9. Yang terhormat dr. Oratna Ginting,SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

10. Yang terhormat dr. Isma Aprita Lubis,SpKK , FINS DV, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

11. Yang terhormat para Guru Besar, (Alm) Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K) serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

12. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

13. Yang terhormat Dr Arlinda dan Dr. Taufik, selaku staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.

14. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

15. Yang tercinta Ayahanda Drs.H.Adriman Kimat dan Ibunda Hj. Amna Yusra, yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik,dan membesarkan saya. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT, yang dapat membalas segala kebaikan kalian.

16. Yang tercinta suami saya, Zaldi Maulana B.Com terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kakanda berikan kepada saya selama ini. 17. Yang terkasih kakak dan abang saya, terima kasih atas doa, dukungan dan

pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.

18. Yang terkasih seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat selama masa pendidikan dan penelitian saya ini.

(9)

20. Teman – teman seangkatan saya, dr Erlinta Sembiring, SpDV, Mked.DV, dr Nancy N.Sitohang SP DV,M.Ked DV, dr Oliviti Natali SpKK, M.Ked KK, dan dr.Cut Yunita terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini. 21. dr. Dessi Indah Assegaf , SpKK, M.ked KK, dr. Nadya Munir, Julia fitriany M.ked ,SpA yang telah menjadi menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

22. Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, Januari 2015 Penulis

(10)
(11)

2.1.8 Diagnosis Banding ... 15

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 28

3.6 Identifikasi Variabel ... 28

3.6.1 Variabel bebas ... 28

3.6.2 Variabel terikat ... 28

3.7 Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 28

3.7.1 Kriteria inklusi dan eklusi kelompok pasien VB ... 28

3.7.2 Kriteria inklusi dan eklusi kelompok bukan pasien VB ... 29 3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja

(12)

3.8.2 Alat dan bahan untuk pemeriksaan 25 (OH) D serum ... 30

3.8.3 Cara kerja pemeriksaan vaginosis bakterial ... 30

3.8.4 Cara kerja pemeriksaan 25 (OH) D serum ... 32

3.9 Definisi Operasional ... 33

3.10 Kerangka Operasional ... 36

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis data ... 37

3.12 Ethical Clearance... 37

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik subjek penelitian ... 38

4.2 Perbandingan kadar vitamin D serum ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Fotokonversi dan Hidroksilasi Vitamin D ... 20

2.2 Peranan Vitamin D Terhadap Imunitas Tubuh ... 23

2.3 Diagram Kerangka Teori... 24

2.4 Diagram Kerangka Konsep ... 25

3.1 Diagram Kerangka Operasional... ... 36

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Distribusi karakteristik berdasarkan usia ... 38

4.2 Distribusi karakteristik berdasarkan status pernikahan ... 39

4.3 Distribusi karakteristik berdasarkan pendidikan ... 40

4.4 Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB dengan bukan

pasien VB ... 41

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Naskah penjelasan kepada pasien / orangtua / keluarga pasien ... 48

2. Persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 50

3. Status penelitian... 51

4. Data Penelitian ... 54

5. Hasil Uji Statistik ... 56

   

 

 

 

 

 

(16)

DAFTAR SINGKATAN

AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

AMP = Peptida Antimikroba

BBLR = Berat Badan Lahir Rendah

Bacteroides sp = Bacteroides Spesies

CDC = Centre for Disease Control and Prevention

DKK = Dan kawan kawan

ELISA = Enzyme linked immunosorbent assay G. Vaginalis = Gardnerella Vaginalis

IL = Interleukin

IMS = Infeksi Menular Seksual

Mobiluncus sp = Mobiluncus Spesies M. Hominis = Mycoplasma Hominis

NHAES = National Health and Nutrition Survey PAMPs = Patogen Associated Moleculer Pattern

TLRs = Toll Like Receptor

UVB = Ultraviolet B

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat

VB = Vaginosis Bakterial

WSW = Women sex women

25 (OH) D = 25 Hidroksivitamin D 1,25 (OH) 2D = 1,25 Dihidroksivitamin D

(17)

Perbandingan Kadar Vitamin D Serum antara Pasien Vaginosis Bakterial dengan Bukan Pasien Vagiosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti,Kristina Nadeak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia  

Abstrak

Latar belakang: Vaginosis bakterial merupakan suatu sindrom polimikroba yang ditandai dengan hilangnya flora normal pada vagina, yaitu spesies laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida dan terjadinya peningkatan bakteri anaerob (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) dan mikoplasma (Mycoplasma hominis). Perubahan flora normal yang terjadi pada vaginosis bakterial disertai dengan perubahan imunitas bawaan pada vagina, yang mana vitamin D berperan pada vaginosis bakterial karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek sistem imunitas. Vitamin D penting dalam mengatur produksi dan fungsi molekul peptida antimikroba (katelisidin dan defensin) yang dapat melawan bakteri pada vaginosis bakterial, tetapi masih sedikit penelitian yang membandingkan kadar vitamin D pada pasien vaginosis bakterial dengan wanita bukan pasien vaginosis bakterial.

Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial.

Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Lima belas pasien vaginosis bakterial dan lima belas bukan pasien vaginosis bakterial yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Kadar vitamin D serum diukur dengan menggunakan metode ELISA menggunakan Allegria test strip.

Hasil: Kadar vitamin D serum pada pasien VB lebih rendah dibandingan bukan pasien VB, dimana nilai rerata kadar vitamin D pada vaginosis bakterial adalah 9,59 ng/mL dan kadar vitamin D pada bukan pasien vaginosis bakterial adalah 22,65 ng/mL. Berdasarkan hasil statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p < 0,001

Kesimpulan: Kadar vitamin D serum pada pasien vaginosis bakterial lebih rendah dibandingkan bukan pasien vaginosis bakterial, dan terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan statitistik.

Kata kunci: Vaginosis bakterial, vitamin D serum

(18)

Comparison Serum Vitamin D between Bacterial Vaginosis versus Non Bacterial Vaginosis Patient In Adam Malik General Hospital Medan

Zikri Adriman, Irwan Fahri Rangkuti, Kristina Nadeak Dermatology and Venereology Department Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia

Abstract

Background: Bacterial vaginosis is polymicrobial syndrome in which the normal vagina lactobacilli , particularly those producing hydrogen peroxide , are replaced by a variety of anaerobic bacteria (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides spp) and

mycoplasma (Mycoplasma hominis). The disruption of normal vaginal flora that occurs

with bacterial vaginosis is accompanied by important changes in the innate imunity of the vagina.Vitamin D may be important for bacterial vaginosis, because it influence a number of aspects of the immune system. Vitamin D is important in regulating the production and function of innate antimicrobial defense molecules such as cathelicidin that protects againts invasive bacterial infection, but only few studies that examined vitamin D blood serum levels between vaginosis bacterial patient compare with women with normal vaginal flora.

Objective: To compared vitamin D serum between bacterial vaginosis patients with non bacterial vaginosis patients.

Method: This is a cross sectional analytic design. Fifteen bacterial vaginosis patients and fifteen non bacterial vaginosis patients who came to the Dermatovenereology and obstetryginecology clinics Haji Adam Malik General Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Serum level of vitamin D were measured with ELISA (allegria strip test).

Result: The mean adjusted serum vitamin D concentration was lower among bacterial vaginosis patients compared with non bacterial vaginosis patients. Mean rate serum vitamin D for vaginosis bakterial patient is 9,59 ng/mL and mean rate serum vitamin D for non bacterial vaginosis patients is 22,65 ng/mL. Based on statistic analysis, there is signifcant different between vaginosis bacterial patient and non vaginosis bacterial patients, with p < 0,001

Conclusion: Our result indicated that vitamin D serum in vaginosis bacterial is lower than women non vaginosis bacterial and there is significant different between vaginosis bacterial patients and non vaginosis bacterial patients based on statistic analysis

(19)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vaginosis bakterial (VB) merupakan gangguan pada traktus genital

bagian bawah yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduksi

(hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina,

yang ditandai dengan hilangnya flora normal vagina, yaitu spesies

laktobasilus , dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu Bacteroides

spesies (Bacteroides sp), Mobiluncus spesies (Mobiluncus sp), Gardnerella vaginalis (G.Vaginalis) dan Mycoplasma hominis (M.Hominis ) sehingga terjadi VB.1-5

Prevalensi VB berbeda– beda diseluruh dunia. Prevalensi VB berkisar

antara 10-30% pada populasi yang berbeda diseluruh dunia. Di Italia

prevalensi VB pada wanita dengan atau tanpa gejala sebesar 5%, di Helsinki

12% , di London 21%, di Jepang 14%, di Thailand 16%, dan di Indonesia

17%.2-4 Penelitian yang dilakukan Sopraptie dan Lumintang (2006)

menyatakan prevalensi VB selama lima tahun di RSU dr.Soetomo Surabaya

sebesar 1, 2% (60 pasien) dari seluruh kasus infeksi menular seksual (IMS) .6

Sedangkan penelitian oleh Sulistyowati dan kawan–kawan (2011)

menyatakan prevalensi VB sebanyak 17, 5% dari seluruh jumlah kasus IMS

(20)

VB berkaitan dengan beberapa komplikasi yang serius , yaitu

peningkatan resiko terjadinya human imunodefeciency virus (HIV) atau penyakit menular seksual lainnya, resiko terjadinya infertilitas tuba dan

penyakit radang panggul .2-4,8

Pada wanita hamil VB berkaitan dengan peningkatan resiko keguguran,

persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) serta

komplikasi postpartum , yaitu endometritis.9-12

Identifikasi faktor–faktor resiko menunjukkan kesempatan untuk

mengurangi komplikasi pada pasien VB .7,8 Faktor–faktor resiko yang

berkaitan dengan VB adalah memiliki pasangan seksual yang banyak,

memiliki pasangan sesama jenis, berhubungan seksual dengan pasangan baru,

pemakaian douching, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), merokok, serta ras kulit hitam.2,47,9,11,12 Wanita yang tidak pernah

berhubungan seksual dikatakan juga dapat terkena VB.11,12 Penelitian baru–

baru ini yang dilakukan oleh Bodnar dkk (2009 ) menunjukkan faktor resiko

lain untuk terjadinya VB, yaitu defisiensi vitamin D. Dikatakan defisiensi

vitamin D merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya VB pada

wanita hamil.7 Penelitian cross sectional ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi 25 hidroksivitamin D (25 (OH) D) serum yang

merupakan metabolit utama dari vitamin D dengan terjadinya VB pada

kehamilan.3,7 Sedangkan penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Hensel

dan kawan - kawan (2011) yang menilai hubungan vitamin D dengan

(21)

hubungan defisiensi vitamin D dengan terjadinya VB pada wanita hamil

sedangkan pada wanita tidak hamil, defisiensi vitamin D tidak secara

langsung berhubungan dengan terjadinya VB dan berkaitan erat dengan

kebiasaan douching, merokok dan ras kulit hitam, sehingga perlu penelitian selanjutnya mengenai kadar vitamin D dengan terjadinya VB pada wanita

tidak hamil untuk dapat lebih mengkonfirmasi penelitian tersebut. Konsentrasi

25 (OH) D serum yang merupakan metabolit utama vitamin D dalam darah

merupakan parameter untuk penentuan status vitamin D pada tubuh manusia.

Tingkatan 25 (OH) D serum dikategorikan menjadi : defisiensi (< 12 ng/mL),

insufisiensi(12-20 ng/mL),suffisiensi(>20-80 ng/mL).7,8Kadar optimal vitamin

D serum berdasarkan aspek kesehatan manusia masih diperdebatkan, tetapi

dikatakan serum vitamin D yang lebih tinggi diperlukan untuk memberikan

efek positif pada penyakit.7-9

Vitamin D merupakan regulator penting pada respon imun, dan

defisiensi vitamin D telah dikaitkan dengan terjadinya peningkatan penyakit

infeksi. Pengikatan vitamin D dengan reseptornya menyebabkan transkripsi

beratus–ratus gen termasuk komponen integral pada sistem imunitas bawaan.

Oleh karena itu vitamin D dapat mengatur pensinyalan imunitas host secara lokal.8 Perubahan flora normal vagina yang terjadi pada VB biasanya

bersamaan dengan perubahan pada imunitas bawaan pada vagina. Vitamin D

berperan pada VB karena vitamin D mempengaruhi berbagai aspek dari

(22)

melalui induksi katelisidin dan defensin yang merupakan peptida antimikroba

pada imunitas bawaan,.3,7,8

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai

kadar vitamin D serum pada pasien VB masih terbatas dan belum pernah

dilakukan di Indonesia sehingga peneliti berminat untuk melakukan

penelitian tentang perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB

dengan bukan pasien VB di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB

dengan bukan pasien VB ?

.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien

VB dengan bukan pasien VB .

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui kadar vitamin D serum pada pasien VB.

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk bidang akademik/ilmiah

Membuka wawasan mengenai peranan vitamin D serum sebagai faktor

resiko dalam terjadinya VB.

2. Untuk pelayanan masyarakat

Menjadi landasan untuk pendekatan terapi VB di masa yang akan

datang terutama mengenai penggunaan suplemen vitamin D terhadap

pasien VB.

3.Untuk pengembangan penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori bagi penelitian –

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vaginosis Bakterial

2.1.1. Definisi

Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan

dengan adanya keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB

merupakan sindrom polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal,

khususnya yang menghasilkan hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai

bakteri anaerob dan mikoplasma. Bakteri yang sering ada pada VB adalah G.

vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp dan M. hominis.1-3,14,15 2.1.2 Epidemiologi

Menentukan prevalensi VB sulit karena sepertiga sampai seperempat

wanita yang terinfeksi bersifat asimptomatik. VB merupakan infeksi vagina

yang paling sering pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual,

penyakit ini dialami pada 15% wanita yang mendatangi klinik ginekologi,

10-25% wanita hamil dan 33-37% wanita yang mendatangi klinik IMS. 11,12

Prevalensi VB juga sangat bervariasi, dikarenakan kriteria diagnostik yang

berbeda serta perbedaan dalam sampel populasi klinik, beberapa penelitian

nasional telah dilakukan di Amerika serikat, prevalensi VB yang dilaporkan

oleh National Health and Nutrition Survey (NHAES) yang menegakkan VB melalui kriteria Nuggent menemukan dari 12.000 pasien yang dikumpulkan, prevalensi VB sebesar 29, 2% dan ditemukan prevalensi 3,13 kali lebih tinggi

(25)

putih.11,12,15 Penelitian yang dilakukan Bhalla dan kawan- kawan (2007)

menyatakan prevalensi VB pada wanita di New Delhi India sebesar 17%,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti dan kawan – kawan

(2010) menyatakan prevalensi VB di Indonesia sebesar 30, 7%.

2.1.3. Faktor – faktor resiko

Beberapa faktor diketahui merupakan faktor resiko terjadinya VB,

yaitu :

1. Aktivitas seksual

Dikatakan VB lebih jarang pada wanita paskapubertas tanpa

pengalaman seksual dibandingkan yang mempunyai pengalaman seksual.

Amsel dan kawan- kawan menemukan pada wanita tanpa pengalaman seksual

tidak menderita VB dari 18 orang yang diperiksa, sedangkan pada wanita

yang mempunyai pengalaman seksual didapatkan sebanyak 69 (24%)

menderita VB.11Studi kohort longitudinal memberikan bukti bahwa wanita yang memiliki banyak pasangan seksual pria pasangan seksual pria dalam 12

bulan terakhir berkaitan dengan terjadinya vaginosis bakterial.11,14,17 VB juga

meningkat pada wanita yang melakukan hubungan seksual dengan wanita

(women sex women/WSW ) dan berkaitan dengan wanita yang memiliki satu atau lebih pasangan seksual wanita dalam 12 bulan terakhir Studi pada

lesbian memberikan bukti lebih jauh tentang peranan hubungan seksual dalam

penularan VB. Sekitar 101 lesbian yang mengunjungi klinik ginekologi

sebesar 29 % menderita VB begitu juga pasangan seksualnya. Kemungkinan

(26)

VB.2,4,14,17 Patogenesis terjadinya VB pada WSW ini masih belum jelas. Salah

satu penjelasan yang mungkin adalah adanya persamaan antara bakteri

anaerob yang berkaitan dengan gingivitis dan VB.17 Kebiasaan seksual

melalui anus dikatakan juga memegang peranan dalam terjadinya VB, transfer

perineal atau bakteri pada rektum ke vagina, telah diketahui menjadi

konsekuensi pada hubungan seksual melalui anal. Bakteri yang sering, yaitu

Echerria coli dan Streptococcus , dan hal ini memungkinkan bahwa VB dapat ditimbulkan atau dicetuskan oleh hubungan seksual yang tidak terlindungi ,

sehingga terjadi translokasi bakteri dari rektum ke vagina.11

2. Douching

Faktor epidemiologi lain juga penting dalam terjadinya VB. Studi

kohort terbaru dari 182 wanita menunjukkan terjadinya VB tidak hanya

berhubungan dengan pasangan seksual baru, tetapi juga berhubungan dengan

penggunaan douching vagina. Pemakaian douching vagina yang merupakan produk untuk menjaga hiegene wanita bisa menyebabkan VB.4,11,12 Kebiasaan

douching dikatakan dapat merubah ekologi vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan menyatakan douches yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai efek penghambatan terhadap laktobasilus

vagina dibandingkan yang mengandung air garam atau asam asetat.4

3. Merokok

Merokok dikatakan berkaitan dengan VB dan penyakit IMS lainnya,

dari penelitian yang dilakukan di Inggris dan Swedia, dikatakan merokok

(27)

dapat menekan pertumbuhan laktobasilus yang menghasilkan hidrogen

peroksidase.14,15 Mekanisme lain yang menghubungkan antara merokok dan

VB adalah, dikatakan rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin, kotinin,

dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah mikroflora vagina

atau merusak sel langerhan pada epitel servik yang menyebabkan terjadinya

imunosupresi lokal.17

Penelitian yang dilakukan oleh Smart dan kawan – kawan (2003)

menyatakan resiko terjadinya VB sebanding dengan jumlah rokok yang

dihisap tiap hari, yang mana jika jumlah rokok yang dihisap makin banyak

(> 20 batang/perhari) maka resiko terkena VB juga makin besar.16,17

4. Pengunaan AKDR

Amsel dkk, dan Holst dkk menemukan VB lebih sering ditemukan

pada wanita yang menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak

menggunakannya (18,8 % vs 5,4% dengan p <0,0001 dan 35 % vs 16 %

dengan p <0,03).11,12 Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Avonts dan

kawan –kawan melaporkan BV meningkat diantara pengguna AKDR

dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh bagian ekor

dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina menyebabkan lingkungan

untuk berkembangnya bakteri anaerob dan G.vaginalis , yang mungkin memegang peranan dalam terjadinya VB pada wanita yang menggunakan

AKDR.2,11,14,18

(28)

Ekosistem vagina normal sangat komplek, laktobasilus merupakan

spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur,

tetapi ada juga bakteri lain yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB

muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri,

dimana dalam keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi rendah. Oleh

karena itu VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran

reproduksi wanita. Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan

dengan VB, yaitu : G.vaginalis, bakteri anaerob, M. hominis dan mikroorganisme lainnya.11,12,14-16,19,20

1. G. vaginalis

G. vaginalis merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak berkapsul dan nonmotile. Selama 30 tahun terakhir, berbagai literatur menyatakan G. vaginalis berkaitan dengan VB. Dengan media kultur yang lebih sensitif G. vaginalis dapat diisolasi pada wanita tanpa tanda- tanda infeksi vagina. G.vaginalis diisolasi sekitar >90 % pada wanita dengan VB. Saat ini dipercaya G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan

M.hominis menyebabkan VB. Gardner dan Duke juga mengisolasi organisme lain dan berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan penyebab satu – satunya VB.11-15,19

2. Bakteri anaerob

Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina

pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis.

(29)

VB menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora vagina.

Ditemukan bacteroides sp (sekarang disebut provotella dan prophyromonas) sebesar 75% dan peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari wanita dengan VB. Penemuan spesies anaerob berkaitan langsung

dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan

vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob berinteraksi

dengan G.vaginalis dalam menyebabkan VB.11,12 Mikroorganisme anaerob lain yang dikatakan juga memiliki peranan dalam VB adalah Mobiluncus.

Mobiluncus selalu terdapat bersamaan dengan mikroorganisme lain yang berhubungan dengan VB.11,12,14

3. Mycoplasma genital

Tylor – Robinson dan McCormack (1980) yang pertama kali

berpendapat bahwa M.hominis berperan pada VB, bersimbiosis dengan

G.vaginalis maupun organisme patogen lainnya. Pheifer dan dan kawan – kawan mendukung hipotesis ini dengan penemuan M. hominis pada 63 % wanita dengan VB dan 10 % pada wanita normal. Paavonen (1982) juga

melaporkan hubungan dari VB dengan M.hominis dan G.vaginalis pada cairan vagina.15

4. Mikroorganisme lainnya

Wanita dengan VB tidak mempunyai peningkatan streptokokus grup

B, stafilokokus koagulase negatif, tetapi mempunyai peningkatan yang

(30)

streptococcus viridians, streptococcus asidominimus, dan stresptocccus morbilorum. Suatu analisis multivariat menemukan hubungan antara VB dengan empat kategori bakteri vagina yaitu ; Mobiluncus spesies, kuman batang gram negatif anaerob, G.vaginalis dan M.hominis. Prevalensi masing – masing mikroorganisme meningkat pada wanita dengan VB. Selain itu

organisme – organisme tersebut ditemukan pada konsentrasi 100 – 1000

lebih besar pada wanita dengan VB dibandingkan pada wanita normal,

sedangkan konsentrasi laktobasilus menurun pada wanita pasien VB.11,12

2.1.5 Patogenesis

Pada lingkungan mikrobiologi vagina, secara alami terdapat bakteri

yang berperan sebagai penjaga ekosistem vagina dan mencegah gangguan

dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi lingkungan vagina. Flora

normal vagina ini didominasi oleh laktobasilus yang menghasilkan hidrogen

peroksidase, yaitu Lactobaciluss crispatus, Lactobasilus acidofilus serta

Lactobasilus rhamnosus.15 Laktobasilus penghasil hidrogen dapat ditemukan sebesar 96% pada vagina normal dan hanya 6% pada wanita dengan VB.11,15

Laktobasilus penghasil hidrogen ini juga memiliki kemampuan untuk

menghasilkan asam organik (asam laktat) sehingga menjaga ph vagina <4,7

dengan menggunakan glikogen pada epitel vagina sebagai substrat, selain itu

laktobasilus juga menghasilkan bakteriosin, suatu protein yang dapat

(31)

hidogen ditemukan sebesar 4% pada wanita normal dan sebesar 36% pada

wanita dengan VB.11,12,15

VB ditandai dengan hilangnyanya laktobasilus penghasil hidrogen

peroksidase dan pertumbuhan pesat spesies anaerob. Tidak diketahui secara

pasti mana peristiwa yang mendahului, apakah terdapat faktor yang dapat

menyebabkan kematian laktobasilus sehingga bakteri anaerob ini berkembang

secara pesat atau bakteri anaerob yang sangat banyak jumlahnya

menyebabkan laktobasilus menghilang. Pertanyaan dasar yang merupakan

patogenesis VB ini masih belum dapat terjawab sampai sekarang.15,19

Sejumlah perubahan biokimia juga telah dijelaskan, epitel vagina

normal dilapisi oleh lapisan musin tipis.21-23 Pada VB lapisan pelindung ini

digantikan oleh biofilm yang dihasilkan G.vaginalis.21 β defensin -1 dan konsentrasi secretory leukosit protease inhibitor juga berkurang pada VB. Interleukin (IL) 1 α, 1β dan reseptor 1 agonis meningkat, IL8 ( sitokin

leukotaktik primer ) berkurang.22 Terjadi peningkatan pada protein 70 kD heat

shock, enzim lytic sialidase, matriks metaloproteinase 8 dan fosfolidase A2, nitrit oksida dan endotoksin juga ditemukan pada vagina dengan VB.23

Kesemuanya ini dapat menghilangkan mekanisme proteksi normal dan

meningkatkan terjadinya proses inflamasi.21-23

2.1.6 Gambaran klinik

Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan

(32)

dengan peningkatan pH , sehingga pasien sering merasa keluhan ini makin

memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah berhubungan

seksual ( karena adanya cairan sperma) atau selama menstruasi. Hampir

semua wanita dengan VB memiliki ph vagina >4,5 jika diukur menggunakan

kertas indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam

pemeriksaan klinis tetapi tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina

sering tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini

ditemukan sekitar 73 – 92% pada pasien VB.11,12,15,24 Pemeriksaan

mikroskopis cairan vagina ( dengan pembesaran 400 x) memperlihatkan

Clue cells pada 81% pasien VB dibandingkan bukan pasien VB sebesar 6%. Clue cells merupakan sel epitel yang ditempeli oleh bakteri sehingga tepinya tidak rata. Pada pasien VB tidak tampak inflamasi vulva atau vagina.6,11-15,24

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis VB ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh

pemeriksaan laboratorium.1,5,15,16

1. Kriteria Amsel

Amsel dan kawan –kawan menganjurkan dasar diagnosis VB

berdasarkan adanya paling tidak tiga tanda – tanda berikut : sekret vagina

(33)

a. Sekret vagina

Sekret vagina pada VB berwarna putih , melekat pada dinding

vagina, jumlahnya meningkat sedikit sampai sedang dibandingkan

wanita normal.11,12,19

b. pH cairan vagina

pH normal vagina berkisar antara 3,8- 4,1, sedangkan pH pada

pasien VB biasanya 4,7 – 5,5.19 Pemeriksaan pH vagina memerlukan

kertas indikator pH rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai

dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina

paling baik dilakukan pada bagian lateral atau posterior fornik vagina

dan langsung diperiksa/ditempatkan pada kertas pH.12 pH vagina

mempunyai sensitifitas yang paling tinggi pada VB tetapi mempunyai

spesifisitas yang paling rendah.11,12

c. Malodor vagina ( whiff test )

Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling sering terjadi

pada wanita dengan VB, untuk dapat membantu membantu deteksi

malodor bagi klinisi dapat dilakukan tes Whiff, hasilnya positif jika tercium aroma yang khas berupa fishy odor setelah ditetesi KOH 10%.11,12,19

d. Pemeriksaan Clue Cells

(34)

Tepi yang tidak rata ini akibat melekatnya bakteri termasuk

Gardnerella dan Mobiluncus. Clue Cells merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis VB.11,12,15

2. Kultur

Kultur G. vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam

konsentrasi rendah.11,12,15,19

3.Pewarnaan gram

Dengan tujuan untuk mendiagnosis VB secara objektif ,

Spiegel dan kawan – kawan memperkenalkan pewarnaan gram untuk

diagnosis VB. Sistem skoring pewarnaan gram dipakai untuk metode

standar untuk diagnosis VB berdasarkan tiga morfotipe , yaitu kuman

batang gram positif besar (laktobasilus), kuman batang gram negatif

kecil atau bervariasi (Gardnerella) dan kuman batang anaerob (Mobiluncus). 11,12,15,19

Selanjutnya, Nugent dan kawan – kawan memformulasikan sistem

skoring untuk pewarnaan gram, yang mana jika terdapat banyak laktobasilus

nilai skor akan kecil, sedangkan jika terdapat banyak morfotipe Gardnerella dan bakteroides nilai skor akan tinggi, dan akan ditambahkan satu atau dua

(35)

2.1.8 Diagnosis banding

VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis.

Pada trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan

vagina VB, namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear

dan dengan preparat basah ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis.12

Pada kandidiasis, pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah

KOH 10% berguna untuk mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang

sering terjadi pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi pada vagina. Sekret

vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.12

2.1.9 Pengobatan

Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala VB.

Tujuan pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda

dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit ,

yaitu Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.11,12,20 Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada

wanita tidak hamil ialah metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari

selama 7 hari, atau metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali

sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan

pada malam hari selama 7 hari.11,12,16,20 Atau regimen alternatif , yaitu

(36)

tinidazol 1 gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau

klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali sehari selama lima hari atau

klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama tiga hari.20

sedangkan pada wanita hamil, berdasarkan CDC tahun 2010 pengobatan yang

direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari

selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari

selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama

7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian

metronidazol pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan

mutagenik pada bayi.11,20 Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien,

efek samping yang mungkin terjadi , serta interaksi obat. Pasien harus

diberitahukan untuk tidak berhubungan seksual atau selalu memakai kondom

dengan tepat selama masa pengobatan.12

2.1.10 Komplikasi

VB paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan

ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi. VB merupakan faktor

resiko gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan

lahir rendah.9-12 Selain itu VB juga merupakan faktor resiko mempermudah

mendapat penyakit IMS lain, yaitu gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes

genital dan HIV.11-15 VB meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina yang meningkat,

(37)

terhadap HIV. 1,2,11,12,24 Selain itu VB dikatakan juga dapat menyebabkan

infertilitas tuba, dimana dua penelitian yang dilakukan di Glasgow dan Bristol

menemukan rerata infertilitas tuba lebih tinggi pada pasien VB dibandingkan

yang tidak menderita VB. VB disertai peningkatan resiko infeksi traktus

urinarius dan infeksi traktus genitalis bagian atas. Konsentrasi tinggi

mikrorganisme pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi

ditempat yang berdekatan.12,25

2.2 Vitamin D

Vitamin D termasuk kedalam golongan hormon steroid dan memiliki

reseptor hormon pada inti sel (nukleus). Vitamin D memiliki dua bentuk

utama , cholecalciferol (vitamin D3) dan ergocalciferol (vitamin D2). Kedua bentuk vitamin ini dapat kita temukan pada makanan atau suplemen, akan

tetapi hanya vitamin D3 yang dihasilkan dikulit akibat paparan terhadap matahari. Sumber utama dari vitamin D (80-90%) berasal dari paparan

terhadap matahari, sedangkan sisanya berasal dari makanan sebesar

(10-20%), bahan makanan yang menjadi sumber vitamin D adalah tumbuh –

tumbuhan (jamur shitake), kuning telur, lemak ikan, produk – produk susu yang telah difortifikasi dan hati sapi .26-28

Previtamin D3 dibentuk dari 7- dehydrocholesterol (yang disebut juga dengan provitamin D3) pada kulit selama paparan terhadap radiasi ultraviolet B (UVB), dengan panjang gelombang 290 – 315 nm. Previtamin D3 secara

(38)

membentuk vitamin D3. Vitamin D3 yang dibentuk dikulit kemudian memasuki sirkulasi darah dan berikatan dengan vitamin D binding protein yang kemudian mengalami hidroksilasi pada hati menjadi 25 hidroksivitamin

D (25(OH)D) dan ginjal menjadi 1,25 dihidroksivitamin D

(1,25(OH)2D).28,29,30-32 25 (OH) D merupakan bentuk yang tidak aktif dan

menunjukkan jumlah vitamin D yang tersimpan pada tubuh, sedangkan

1,25(OH)2 D merupakan bentuk aktif metabolik vitamin D. Metabolisme

vitamin D pada tubuh kita dapat kita lihat pada gambar 2.126

Pada awalnya, fungsi klasik dari vitamin D adalah meningkatkan

absorbsi kalsium dengan mengatur beberapa calcium transport protein pada usus halus serta untuk mobilisasi dan reabsorbsi kalsium dari tulang yang

merupakan tempat penyimpanan kalsium terbesar pada tubuh manusia.26,29,33

Akan tetapi pada tahun 1979 Deluca menemukan bahwa vitamin D terdapat

pada semua jaringan tubuh manusia, sehingga setiap sel memilki reseptor

untuk vitamin D.26 Vitamin D3 dipercayai memiliki peranan dalam mengontrol sistem imun ( dapat mengurangi resiko kanker dan penyakit

autoimun), meningkatkan fungsi neuromuskular dan memperbaiki mood, melindungi otak dari toksin kimia dan juga telah terdapat beberapa review

mengenai peranan vitamin D terhadap imunitas bawaan dan fungsi barier

tubuh.34

25 (OH) D merupakan bentuk vitamin D yang paling banyak

bersirkulasi pada darah manusia serta memiliki waktu paruh yang panjang

(39)

oleh praktisi untuk mengevaluasi status vitamin D diseluruh dunia.26-28,35

Tingkatan 25 (OH) D serum dikategorikan menjadi : defisiensi (< 12 ng/mL),

insufisiensi (12-20 ng/mL), suffisiensi (>20-80 ng/mL). 7,26,28,35Paparan

terhadap matahari tiap hari membantu tubuh untuk dapat memproduksi kadar

vitamin D yang diperlukan bagi tubuh kita. Akan tetapi , sekarang banyak

orang yang menghindari matahari dikarenakan kemungkinan resiko terjadinya

kanker kulit. Konsentrasi melanin yang tinggi pada kulit dapat menyebabkan

produksi vitamin D menjadi lebih lambat, hal ini juga terjadi pada kulit yang

menua, yang secara signifikan mengurangi produksi vitamin D pada kulit.

Penggunaan tabir surya, jendela kaca pada rumah dan mobil, semuanya dapat

menghambat paparan radiasi UVB, walaupun pada musim panas. Orang –

orang yang bekerja didalam ruangan , memakai pakaian yang tertutup,

memakai tabir surya secara teratur, memiliki kulit gelap, obesitas, usia tua,

atau menghindari sinar matahari secara sadar merupakan faktor resiko untuk

terjadinya defisiensi vitamin D.26,30,32,34 Beberapa penelitian menunjukkan

hubungan antara jumlah lemak tubuh dengan kadar vitamin D.Obesitas

didefinisikan sebagai lemak yang berlebihan pada jaringan adiposa yang

berpengaruh pada kesehatan. Beberapa penelitian juga menyatakan jika kadar

lemak tubuh meningkat, kadar 25(0H) D serum menurun, hal ini dikarenakan

vitamin D disimpan pada jaringan adiposa dan lemak yang berlebihan

(40)
(41)

mencetuskan sebuah kaskade yang mengakibatkan pada pengrusakan

organisme yang menginvasi. Pola pengenalan reseptor diekspresikan oleh sel

imunitas bawaan yang akan mengenali pola molekular yang ada berbagai

kelas patogen . Pola molekuler ini disebut juga patogen associated moleculer

pattern (PAMPs) Contoh dari PAMPs ini adalah lipopolisakarida, flagelin, protein viral dan ikatan rantai tunggal dan ganda dari RNA. Toll like receptor (TLRs) merupakan subklas pola pengenalan yang terutama diekpresikan pada

membran sel dan atau endosom. Respon sistem imunitas bawaan ini

tergantung terhadap TLR spesifik yang dicetuskan oleh PAMPs. Respon

terhadap pensinyalan yang dicetuskan oleh TLR ini adalah produksi peptida

antimikroba (AMP) dan sitokin serta apoptosis sel host. Peptida antimikroba ini memiliki aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri gram positif

dan gram negatif , serta virus dan jamur. 27-29,33 Walaupun begitu beberapa

organisme yang komensal pada tubuh manusia , yaitu laktobasilus dan

fosabacterium nucleatum resisten terhadap peptida antimiroba ini.36 Terdapat tiga kelas peptida antimikroba pada tubuh manusia , yaitu katelisidin, defensin

β dan defensin α . Manusia hanya memiliki satu katelisidin, yaitu hCAP18

yang akan dipecah ke bentuk LL-37. Manusia yang mengalami defisiensi

katelisidin lebih rentan terhadap infeksi pada permukaaan epitel , yaitu kulit

dan membran mukosa.29,33,37

Produksi katelisidin dan beberapa defensin pada tubuh manusia

tergantung pada sirkulasi yang cukup dari 25(OH)D. 27 Penelitian yang

(42)

mengupregulasi produksi peptida antimikroba. Mereka menyatakan bahwa

terapi dengan 1,25 (OH)2D dapat mengupregulasi mRNA katelisidin pada

sel dan kultur keratinosit, netrofil dan makrofag. Gombart dan kawan - kawan

menyatakan bahwa 1,25 (OH) 2D memiliki kemampuan untuk

mengupregulasi ekspresi katelisidin pada sel –sel bronkhial, urogenital, sel

epitel , keratinosit dan sel mieloid.27-29,38,39

Epitel vagina merupakan barier pertahanan terhadap infeksi

mikroorganisme. Permukaan vagina dipenuhi dengan peptida antimikroba

yang akan memediasi imunitas bawaan dalam melawan patogen yang

menginvasi.27Gangguan flora normal vagina yang terjadi pada VB disertai

dengan perubahan penting pada imunitas bawaan pada vagina. Dalam hal ini,

vitamin D dikatakan dapat mempengaruhi bagaimana host untuk dapat

mengenali patogen dan bagaimana sistem imun berespon untuk dapat

mencegah dan mengontrol invasi mikroorganisme. 1,25 (OH) D yang

merupakan bentuk aktif vitamin D , penting dalam mengatur produksi dan

fungsi molekul antimikroba bawaan, yaitu katelisidin, yang merupakan

produk degranulasi netrofil yang melindungi terhadap infeksi bakteri.

Hubungan vitamin D dengan produksi defensin dan fungsi lain dari netrofil

juga mungkin berhubungan dengan infeksi bakteri ini.30,33,35,37

Penelitian yang dilakukan oleh Bodnar dan kawan – kawan (2009)

mengenai hubungan defisiensi vitamin D dengan VB pada wanita hamil

menyatakan rerata serum 25 (OH) D lebih rendah diantara wanita hamil

(43)
(44)

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.3 Diagram kerangka teori penelitian Vaginosis Bakterial

Defisiensi Vitamin D antimikroba (katelisidin Penurunan peptida dan defensin )

Pertumbuhan bakteri anaerob yang berlebihan

Faktor resiko terjadinya VB : - Wanita yang memiliki

pasangan seksual lebih dari satu - Wanita berhubungan seksual dengan wanita (WSW) - Douching

- Merokok

(45)

2.5. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis

Ada perbedaan yang bermakna antara kadar vitamin D serum pada

pasien VB dengan bukan pasien VB.

Pasien vaginosis bakterial Kadar vitamin D serum

Gambar 2.4 Diagram kerangka konsep penelitian Bukan pasien vaginosis

(46)

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancang potong lintang (cross

sectional)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1.Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai bulan Agustus

2014.

3.2.2. Tempat penelitian

Pengambilan sampel pulasan vagina dan sampel darah dilakukan di

poliklinik Infeksi Menular Seksual SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin dan poliklinik Ginekologi SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUP Haji Adam Malik Medan dan kemudian dikirim ke laboratorium

klinik Pramita untuk pemeriksaan kadar vitamin D serum dan

pemeriksaan Clue cells

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi target

(47)

3.3.2. Populasi terjangkau

Pasien VB dan bukan pasien VB yang datang berobat poliklinik

Infeksi Menular Seksual SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan

poliklinik Ginekologi SMF Obstetri dan Ginekologi.

3.3.3. Sampel penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus sebagai

berikut :

N1 = N2 = 2 (Zα+Zβ) S 2

X1 – X2

N = Besar sampel

Zα = Deviat baku alfa = 1.96

Zβ = Deviat baku beta = 0,84

S = Standar deviasi gabungan = 2

X1 – X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 2

Sehingga akan didapatkan perhitungan sebagai berikut :

N1 = N2 = 2 (1.96+0.84) 2 2

2

N1 = N2 = 12,89 ≈ 13  15 sampel

Jadi besar sampel pada masing – masing kelompok yang dibutuhkan adalah

(48)

3.5 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel penelitian digunakan dengan metode

consecutive Sampling.

3.6 Identifikasi Variabel

3.6.1 Variabel bebas : Kadar vitamin D serum.

3.6.2 Variabel terikat : Pasien VB , bukan pasien VB

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1 Pasien VB

Kriteria inklusi:

1. Pasien VB ( ditegakkan dengan kriteria Amsel) dengan usia 18-

sampai dengan 50 tahun.

2. Bersedia untuk ikut dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent Kriteria eksklusi:

1. Hamil.

2. Perawan.

3. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D dalam waktu kurang

dari 3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan.

(49)

3.7.2 Kelompok bukan pasien VB

Kriteria inklusi:

1. Wanita berusia 18 sampai dengan 50 tahun

2. Pada pemeriksaan ditemukan kriteria Amsell negatif

3. Bersedia untuk ikut dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent Kriteria eksklusi:

1. Hamil

2. Perawan

3. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D dalam waktu kurang

dari 3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan.

4. Obesitas

3.8Alat, Bahan dan Cara Kerja

3.8.1 Alat & Bahan untuk pemeriksaan VB

1. Status penelitian yang akan diisi oleh peneliti berisi anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan venereologi terhadap subjek

penelitian.

2. Alat steril : swab, spekulum, sarung tangan.

3. Alat nonsteril : kaca objek, kaca penutup, tabung reaksi dan rak

tabung, mikroskop dan bunsen/api spritus, wadah untuk mencuci

kaca objek, kertas pengering, mikroskop, alat pengukur waktu,

(50)

4. Bahan : cairan NaCl 0.9% (normal salin), larutan KOH 10%.

3.8.2 Alat & Bahan untuk pemeriksaan kadar vitamin D serum

1. Spuit 10 cc

2. Torniquet

3. Kapas

4. Plester

5. Povidon iodine

6. Alkohol 70%

7. Tabung

8. Alat pengukur kadar vitamin D serum : Allegria test strips 3.8.3 Cara kerja pemeriksaan VB

1. Pengambilan spesimen

a. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,

serta anjuran untuk tidak perlu merasa takut.

b. Pasien berbaring dalam posisi litotomi.

c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum melakukan

pemeriksaan.

d. Bila pada daerah vulva terdapat banyak duh tubuh, cuci dahulu

dengan KMnO4 atau cairan sublimat.

e. Setiap pengambilan bahan untuk pemeriksaan harus

(51)

g. Buka labia majora dengan tangan kiri  masukkan spekulum

dalam keadaan tertutup dan posisi tegak/vertikal kedalam

vagina (900).

h. Masukkan spekulum pelan-pelan sampai ke ujung dan putar

perlahan-lahan sambil membuka mulut spekulum sehingga

posisi mendatar/horizontal 1800.

i. Spekulum kemudian dibuka dengan bantuan lampu sorot

vagina, cari portio serviks lalu spekulum dikunci sehingga

serviks terfiksasi.

j. Bersamaan dengan memasukkan spekulum, amati apakah

terdapat duh tubuh vagina dan atau serviks.

k. Pengambilan spesimen pada forniks posterior dengan

menggunakan cottonswab steril sebanyak dua swab.

l. Spekulum dilepas dengan cara melepas kunci terlebih dahulu

sehingga kunci dalam keadaan tertutup, putar spekulum 900

sehingga daun spekulum dalam posisi tegak lalu spekulum

dikeluarkan perlahan-lahan.

2. Pemeriksaan sediaan basah NaCl 0,9%

a. Siapkan kaca objek dan kaca penutup.

b. Teteskan 1-2 tetes larutan NaCl 0,9% ke kaca objek.

Bahan dan duh tubuh dari swab steril yang diambil dari

forniks\posterior dicampurkan pada tetesan larutan NaCl

(52)

c. Sediaan basah segera diperiksa dengan mikroskop dengan

pembesaran 10 x dan 400 x.

Yang dicari pada sediaan basah : Clue cells.

Pada pemeriksaan sediaan basah ditemukan Clue cells lebih dari 20% dikatakan memenuhi kriteria Amsel.

3. Pembuatan KOH (Whiff test / tes Amin)

Mengambil cairan vagina dan diteteskan pada kaca objek yang

sebelumnya ditetesi dengan KOH 10%.

Yang dicari pada pemeriksaan KOH 10% adalah bau amis atau

bau amin yang terdeteksi setelah penambahan KOH 10% pada

duh tubuh vagina.

4. Penentuan pH Vagina

a.Letakkan kertas pH pada dinding vagina. Cegah kontak

dengan mukosa serviks yang memiliki pH yang tinggi.

b.Sesuaikan kertas pH dengan skala warna untuk menetukan

nilai pH.

3.8.4 Cara kerja pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar

vitamin D serum

1. Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana cubiti di

lipatan siku

2. Torniquet diikatkan di atas lipatan siku, kemudian tangan

(53)

3. Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi dengan

larutan povidon iodine 10% dan alkohol 70%.

4. Tusukkan jarum dengan kedalaman 1,25 inci dengan sudut 45⁰

terhadap permukaan lengan.

5. Ambil darah hingga volume yang dibutuhkan kemudian

genggaman dilepaskan.

6. Lepaskan torniquet dan daerah punksi ditekan dengan kapas

beralkohol 70%.

7. Daerah punksi ditutup dengan plester.

8. Darah dimasukkan ke dalam tabung.

9. Kemudian diperiksa dengan menggunakan metode enzyme

linked immunosorbent assay (ELISA) menggunakan Allegria® Test Strips .

Interpretasi hasil pemeriksaan : kadar vitamin D serum

dengan nilai rujukan normal : ≥ 20 ng/mL.

3.9 Definisi Operasional

1. Usia

Usia subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir,

bila lebih dari enam bulan usia dibulatkan ke atas; bila kurang dari

enam bulan, usia dibulatkan ke bawah.

(54)

Vaginosis bakterial adalah sindrom klinis akibat pergantian spesies

laktobasilus, penghasil hidrogen peroksidase dalam vagina normal

dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi dan M. hominis. 3. Kadar vitamin D serum

Ukuran konsentrasi vitamin D yang pada serum darah tubuh yang

diukur dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dengan menggunakan Allegria® test strips dengan kadar normal : > 20 ng/mL.

4. Hamil

Mengandung janin di rahim hasil dari konsepsi antara sel telur dan

spermatozoa.

5. Kriteria Amsel

Kriteria pemeriksaan dan analisis cairan vagina yang digunakan

untuk mendiagnosis vaginosis bakterial, dimana berdasarkan

terdapatnya tiga dari empat tanda-tanda berikut : sekret vagina

berwarna putih yang homogen, pH vagina >4,5, adanya fishy

odor bila ditetesi dengan KOH 10% (whiff test), adanya clue cells (>20%).

6. Pemeriksaan basah

Pemeriksaan laboratorium yang berguna untuk melihat adanya

(55)

7. Clue cells

Sel epitel yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina dalam

jumlah banyak sehingga batas sel menjadi tidak jelas.

8. pH vagina

Derajat keasaman vagina yang diukur dengan menggunakan

kertas dengan indikator warna. Dengan kadar normal <4,5.

9. Whiff test

Pemeriksaan dengan cara pengambilan sekret vagina yang lalu

diteteskan pada kaca objek yang sebelumnya telah diteteskan

KOH 10%.

10. Perawan

Perawan adalah perempuan yang belum pernah melakukan

hubungan seksual atau sanggama.

11. Obesitas

Kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada

jaringan adiposa dan diukur dengan indeks masa tubuh (IMT),

yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi dalam

(56)

3.10 Kerangka Operasional

Wanita yang datang berobat kepoliklinik IKKK divisi IMS dan kepoliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan

Pasien VB berdasarkan kriteria Amsell

Pengukuran kadar vitamin D serum

Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi

Analisis data Sampel penelitian

Bukan pasien VB berdasarkan kriteria Amsell

Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi

(57)

3.11 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dan selanjutnya dinyatakan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik yang digunakan untuk

mengetahui perbandingan kadar vitamin D serum antara kelompok pasien VB

dengan bukan pasien VB adalah uji Man Whitney.Batas kemaknaan bermakna

bila P < 0,001.

3.12 Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

(58)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di poliklinik Infeksi Menular Seksual SMF

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan poliklinik ginekologi SMF Obstetri

dan Ginekologi di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dimulai dari bulan

Juli 2013 sampai dengan Agustus 2014. Pada penelitian ini telah dilakukan

pemeriksaan kadar vitamin D serum terhadap 15 orang pasien VB dan 15

orang bukan pasien VB.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi

kelompok umur, status pernikahan, dan tingkat pendidikan .

4.1.1. Karakteristik berdasarkan umur

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur VB Bukan VB

( tahun) n % n %

15-24 0 0 0 0

25-44 13 86,67 13 86,67

45-64 2 13,33 2 13,3

Total 15 100 15 100

(59)

86,67%. Data ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulystyowati

dan kawan kawan (2011) di RSUD DR. Moerwadi Surakarta yang menjumpai

usia terbanyak yang menderita VB adalah usia 25-44 tahun sebanyak

43,75%.7 Hal ini juga dilaporkan oleh Aryadi (2009) di RSUP Prof. Dr. R.D.

Kandou Manado yang menyatakan pasien VB terbanyak usia 25-44 tahun

(50%).6,40 Sesuai kepustakaan, VB paling sering ditemukan pada wanita usia

produktif.20,30 Hal ini diduga karena pada masa-masa tersebut aktivitas

seksual lebih tinggi atau mencapai puncaknya dan menurun pada umur lebih

dari 40 tahun.6

4.1.2. Karakteristik berdasarkan status pernikahan

Tabel 4.2 Distribusi karakteristik berdasarkan status pernikahan

Status pernikahan VB Bukan VB

n % n %

Menikah 12 80 15 100

Belum Menikah 3 20 0 0

Janda 0 0 0 0

Total 15 100 30 100,0

Pada penelitian ini didapati sebagian besar kelompok kasus adalah

sudah menikah yaitu 80% atau sebanyak 12 orang . Hasil ini sama dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Soepraptie (2008) di RS Soetomo

Gambar

Gambar 2.2. PGPeranan vitammin D  terhaadap imunitaas tubuh. Dikkutip sesuai
Gambar 2.3 Diagram kerangka teori penelitian
Gambar 2.4 Diagram kerangka konsep penelitian
Gambar 3.1 Diagram Kerangka Operasional
+5

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), stimulasi verbal yang dapat dilakukan orang tua untuk mengembangkan kemampuan bicara

Keberadaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Rokan Hulu -- sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal di Kabupaten Rokan Hulu yang menerapkan Program

Kegiatan yang akan dilakukan meliputi: pengecilan ukuran jerami padi, optimisasi parameter- parameter proses hidrolisa sellulosa menjadi glukosa, Hasil penelitian menunjukkan

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tujuan model pembelajaran Means-Ends Analysis adalah untuk memudahkan siswa dalam memecahkan masalah melalui

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang tingkat kemampuan siswa menerapkan model matematis dalam fisika dan hubungannya dengan prestasi akademis di

Profil Kuman aerob pada penderita rinosinusitis maksila kronis yang dilakukan tindakan pembedahan di RSUP H Adam Malik dalam: Tesis bagian THT-KL FK USU.. Chmielik,

apung (Anonim, 2011). Ringkasan hasil penga- matan parameter fisik dan kimia perairan ditampilkan pada Tabel 1, yang memberikan informasi tentang kisaran, rataan, dan standar