• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA

PADA PASANGAN PERNIKAHAN BEDA ETNIS

(BATAK TOBA-TAMIL)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

RATNA J. MALAU

071301055

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA

PADA PASANGAN PERNIKAHAN BEDA ETNIS

(BATAK TOBA-TAMIL)

Dipersiapkan dan disusun oleh :

RATNA J. MALAU 071301055

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 30 Januari 2013

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog

NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Eka Ervika, M.Si., psikolog Penguji I

NIP. 197710142002122001 Merangkap pembimbing 2. Rahma Yurliani, M.Psi., psikolog Penguji II

NIP. 198107232006042004

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasangan Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2013

(4)

Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasangan Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)

Ratna J. Malau dan Eka Ervika

ABSTRAK

Pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang hampir sama dengan pernikahan sama etnis, namun ada perbedaan pada beberapa area masalah. Menurut Markoff (1977), masalah-masalah tersebut meliputi komunikasi verbal dan non verbal, perbedaan konsep dari pernikahan, keputusan pasangan yang didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan individual pasangan atau didasarkan pada tradisi dan persetujuan keluarga. Permasalahan lainnya dalam hubungan pernikahan beda etnis adalah reaksi keluarga, teman-teman dan kelompok masyarakat. Salah satu cara dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan tersedianya dukungan sosial.

Dukungan sosial terdiri dari kumpulan proses sosial, emosi, kognitif dan perilaku yang terjadi dalam hubungan personal dan jaringan sosial. Menurut Sarason (dalam Dalton, 2001), dukungan sosial dapat dipahami dalam dua bentuk yaitu dukungan umum (generalized support) dan dukungan khusus (specific support). Dukungan umum terjadi dalam hubungan interpersonal yang berlangsung terus menerus , baik ketika individu menghadapi stressor atau ketika individu sedang tidak mengalami masalah yang berarti. Dukungan umum terdiri dari dua jenis yaitu integrasi sosial (social integration) dan dukungan emosional (emotional support). Dukungan spesifik adalah bentuk dukungan yang diberikan untuk membantu individu menghadapi stressor tertentu. Ada tiga jenis dukungan yang termasuk specific support antara lain dukungan instrumental, informasional dan penghargaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dukungan sosial keluarga pada pasangan pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif tipe fenomenologi. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara. Responden dalam penelitian ini berjumlah empat orang (dua pasang suami istri). Adapun yang menjadi karakteristik dari penelitian ini adalah pasangan suami-istri beda etnis; suami beretnis Tamil dan istri beretnis Batak Toba serta usia pernikahan maksimal 20 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua pasangan sama-sama menerima dukungan sosial khusus (specific support) berupa dukungan instrumental, informasional dan penghargaan dari keluarga. Namun, kedua pasangan masih membutuhkan dukungan umum (generalized support) berupa dukungan emosional dan integrasi sosial. Hanya saja, pasangan pertama mengharapkan dukungan instrumental sedangkan pasangan kedua mengharapkan dukungan penghargaan. Namun, kedua pasangan masih mengharapkan dan membutuhkan dukungan sosial umum yaitu dukungan emosional dan integrasi sosial dari kedua pihak keluarga.

(5)

Social Support From Family For Intercultural Couples (Batak Toba-Tamil) Ratna J. Malau dan Eka Ervika

ABSTRACT

Intercultural marriage almost face the same problems with intracultural marriage, but there is a difference in some area. Markoff (1977) identified that the problems include verbal and nonverbal communication, concept of marriage, decision making based on spouse‟s need or on family and tradition. Another problem is the response from family, friends and community. Without social support, intercultural relationship may experience obstacles and more susceptible to problems.

Social support represents a collection of social, emotional, cognitive, and behavioral processes occurring in personal relationship that provide aid that promotes adaptive coping (Sarason, 1990). Social support occurs in ongoing interpersonal relationship (generalized support) and also to help a person to cope with a particular stressor (specific support). Family members, particularly parents and spouse are important sources of support, generalized and specific (Dalton, 2001).

The purpose of this research was to find out the description of family social support in intercultural couple (Batak Toba-Tamil). This research used qualitative approachment type phenomenology. The collecting of data was conducted through interviewing method. The number of respondents in this research is four people (two couple). Actually, the characteristic of this research was intercultural couple; husband is from Tamil ethnic and wife is from Batak Toba and the age of marriage maximum 20 years.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Allah atas anugerah dan kasihNya yang memampukan penulis untuk mengerjakan dan menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada

Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil) ” . Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis

menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Dosen pembimbing peneliti yaitu ibu Eka Ervika, M.Si., psikolog yang telah membimbing peneliti dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

3. Dosen penguji peneliti yaitu Kak Rahma Yurliani, M.Psi., psikolog sebagai penguji II dan Pak Ari Widiyanta, M.Si., psikolog sebagai penguji III yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan penelitian ini.

(7)

5. Orangtua penulis, khususnya kepada bapak dan mamak yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Saudara-saudari penulis, Bang Timbul, Bang Franky, Kak Lydia dan John yang selalu mendukung, memberikan perhatian dan mendoakan peneliti selama pengerjaan skripsi.

7. Kelompok Tumbuh Bersamaku, Ilokusi Newborn ; Kak Fenny, Kak Yoland, Pipin, & Desmi yang memberikan semangat, doa dan perhatian sejak 2007 sampai saat ini. Aku bersyukur semakin banyak belajar tentang kehidupan, baik suka dan duka bersama-sama dengan kalian. Hanya kasih Allah yang mengijinkan persekutuan kita ini terus berjalan sampai saat ini.

8. Sahabat seperjuangan angkatan 2007, para bobangerz ; Aurora, Desmi, Helen, Kak Sustri, Iren, Leny, Arini. Terimakasih untuk kehadiran kalian yang sangat bermakna bagiku, untuk setiap waktu dan kebersamaan yang kita lalui bersama-sama. I thanks God for our friendship, sist..

9. Teman-teman angkatan 2007 Psikologi USU : Tetty, Novita, Ramon, Kak Marni yang telah meluangkan waktunya untuk membantu memberikan ide & evaluasi, Noni, Ocik, Nuzul, Putrilia dalam proses pengerjaan revisi dan teman lainnya yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu.

(8)

11.Teman-teman nongkrong di kantin kampus, tempat kita bergabung, duduk bersama untuk membahas banyak hal yang tidak terlalu penting tapi menyenangkan serta memorable. Thanks for the old time, brother Edwin, ito Hitler, Armen, Agus, Martua, Roimer, Junias & Pangeran.

12.Adik junior angkatan 2011. Nenita, Desi, Frans, Adolf, Simson & Yunita dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan guna memperbaiki dan meyempurnakan skripsi ini agar ke depan menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2013

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat teoritis ... 7

2. Manfaat praktis ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Dukungan Sosial Keluarga 1. Pengertian Dukungan Sosial ... 10

(10)

3. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial ... 12

B. Pernikahan Beda Etnis 1. Pengertian Pernikahan ... 14

2. Tahap-tahap Pernikahan ... 15

3. Pengertian Pernikahan Beda Etnis ... 19

4. Masalah-masalah dalam Pernikahan Beda Etnis ... 22

C. Dukungan Sosial Keluarga pada Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil) ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A.Penelitian Kualitatif Fenomenologis ... 27

B. Subjek Penelitian ... 29

1. Karakteristik Subjek ... 29

2. Jumlah Subjek Penelitian ... 30

3. Teknik Pengambilan Subjek ... 31

4. Lokasi Penelitian ... 31

C. Metode Pengumpulan Data ... 31

(11)

1. Alat perekam (voice recorder) ... 32

2. Pedoman wawancara ... 33

E. Kredibilitas (Validitas) Penelitian ... 33

F. Prosedur Penelitian ... 34

1. Tahap persiapan penelitian ... 34

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 35

3. Tahap pencatatan data ... 37

4. Teknik dan proses pengolahan data ... 37

BAB IV HASIL ANALISIS DATA A. Deskripsi Data ... 40

B. Analisa Data ... 41

1. Masalah-masalah dalam pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil) .. 41

a. Pasangan Pertama (Harry & Mery) ... 41

b. Pasangan Kedua (Roy & Selly) ... 44

2. Dukungan Sosial Keluarga Yang Diterima ... 53

(12)

b. Pasangan Kedua (Roy & Selly) ... 54

3. Dukungan Sosial Keluarga Yang Dibutuhkan ... 60

a. Pasangan Pertama (Harry & Mery) ... 60

b. Pasangan Kedua (Roy & Selly) ... 63

C. Pembahasan ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

1. Masalah dalam Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil) ... 81

2. Dukungan Sosial Keluarga Yang Diterima ... 81

3. Dukungan Sosial Keluarga Yang Dibutuhkan ... 82

B. Saran 1. Saran Praktis ... 83

2. Saran untuk penelitian berikutnya... 84

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Etnis di Kota Medan ... 3

Tabel 2. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 40

Tabel 3. Rangkuman Analisis Dukungan Sosial Keluarga yang Diterima dan yang Dibutuhkan Pasangan Pertama (Harry & Merry) ... 66

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Pedoman Wawancara

LAMPIRAN B

Lembar Persetujuan Wawancara

LAMPIRAN C

(15)

Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasangan Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)

Ratna J. Malau dan Eka Ervika

ABSTRAK

Pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang hampir sama dengan pernikahan sama etnis, namun ada perbedaan pada beberapa area masalah. Menurut Markoff (1977), masalah-masalah tersebut meliputi komunikasi verbal dan non verbal, perbedaan konsep dari pernikahan, keputusan pasangan yang didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan individual pasangan atau didasarkan pada tradisi dan persetujuan keluarga. Permasalahan lainnya dalam hubungan pernikahan beda etnis adalah reaksi keluarga, teman-teman dan kelompok masyarakat. Salah satu cara dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan tersedianya dukungan sosial.

Dukungan sosial terdiri dari kumpulan proses sosial, emosi, kognitif dan perilaku yang terjadi dalam hubungan personal dan jaringan sosial. Menurut Sarason (dalam Dalton, 2001), dukungan sosial dapat dipahami dalam dua bentuk yaitu dukungan umum (generalized support) dan dukungan khusus (specific support). Dukungan umum terjadi dalam hubungan interpersonal yang berlangsung terus menerus , baik ketika individu menghadapi stressor atau ketika individu sedang tidak mengalami masalah yang berarti. Dukungan umum terdiri dari dua jenis yaitu integrasi sosial (social integration) dan dukungan emosional (emotional support). Dukungan spesifik adalah bentuk dukungan yang diberikan untuk membantu individu menghadapi stressor tertentu. Ada tiga jenis dukungan yang termasuk specific support antara lain dukungan instrumental, informasional dan penghargaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dukungan sosial keluarga pada pasangan pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif tipe fenomenologi. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara. Responden dalam penelitian ini berjumlah empat orang (dua pasang suami istri). Adapun yang menjadi karakteristik dari penelitian ini adalah pasangan suami-istri beda etnis; suami beretnis Tamil dan istri beretnis Batak Toba serta usia pernikahan maksimal 20 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua pasangan sama-sama menerima dukungan sosial khusus (specific support) berupa dukungan instrumental, informasional dan penghargaan dari keluarga. Namun, kedua pasangan masih membutuhkan dukungan umum (generalized support) berupa dukungan emosional dan integrasi sosial. Hanya saja, pasangan pertama mengharapkan dukungan instrumental sedangkan pasangan kedua mengharapkan dukungan penghargaan. Namun, kedua pasangan masih mengharapkan dan membutuhkan dukungan sosial umum yaitu dukungan emosional dan integrasi sosial dari kedua pihak keluarga.

(16)

Social Support From Family For Intercultural Couples (Batak Toba-Tamil) Ratna J. Malau dan Eka Ervika

ABSTRACT

Intercultural marriage almost face the same problems with intracultural marriage, but there is a difference in some area. Markoff (1977) identified that the problems include verbal and nonverbal communication, concept of marriage, decision making based on spouse‟s need or on family and tradition. Another problem is the response from family, friends and community. Without social support, intercultural relationship may experience obstacles and more susceptible to problems.

Social support represents a collection of social, emotional, cognitive, and behavioral processes occurring in personal relationship that provide aid that promotes adaptive coping (Sarason, 1990). Social support occurs in ongoing interpersonal relationship (generalized support) and also to help a person to cope with a particular stressor (specific support). Family members, particularly parents and spouse are important sources of support, generalized and specific (Dalton, 2001).

The purpose of this research was to find out the description of family social support in intercultural couple (Batak Toba-Tamil). This research used qualitative approachment type phenomenology. The collecting of data was conducted through interviewing method. The number of respondents in this research is four people (two couple). Actually, the characteristic of this research was intercultural couple; husband is from Tamil ethnic and wife is from Batak Toba and the age of marriage maximum 20 years.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia, sampai pada kematian. Salah satu di antara tahap tersebut adalah masa yang disebut dengan dewasa dini (Hurlock ,1999). Individu dewasa dini adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dewasa lainnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa dini yaitu mulai memilih pasangan hidup dan kemudian membentuk sebuah keluarga. Biasanya, individu dewasa dini menginginkan hubungan cinta mereka dikokohkan dalam sebuah pernikahan (Kail & Cavanaugh, 2000).

(18)

Sumatera Utara. Mayoritas penduduk kota tersebut adalah suku Jawa, suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo) dan juga keturunan India dan Tionghoa (Wikipedia, 2012). Tabel berikut ini menunjukkan jumlah proporsi penduduk kota Medan yang berdasarkan pada etnis.

Tabel 1. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

*Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%

(19)

pernyataan seorang wanita Tamil yang memperoleh persetujuan dari orangtuanya untuk menikah dengan pria Batak Toba :

“…Orangtua saya fair, mereka welcome dengan suku lain..karena

sebelumnya kakak saya juga menikah dengan orang Jawa. Kata mereka, saya bisa menikah dengan siapa saja asal seiman, walau beda suku itu ga masalah, yang penting dia itu sayang saya dan sayang keluarga.”

(Komunikasi personal, 03 Desember 2011)

Pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang hampir sama dengan pernikahan sama etnis, namun ada perbedaan pada beberapa area masalah. Menurut Markoff (1977), masalah-masalah tersebut meliputi komunikasi verbal dan non verbal, perbedaan nilai dan konsep pernikahan, keputusan pasangan yang didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan individual pasangan atau didasarkan pada tradisi atau persetujuan sosial keluarga. Permasalahan lainnya adalah reaksi keluarga, teman dan masyarakat terhadap pernikahan beda etnis. Sung (1990) menambahkan bahwa streotip yang dipegang oleh masyarakat mengenai etnis individu dan pasangan merupakan salah satu tantangan dalam pernikahan beda etnis. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Arman (bukan nama sebenarnya), pria Tamil yang menikah dengan wanita Batak Toba :

“…Mertua saya sempat stres karena keluarga istri saya bertanya-tanya

kenapa anaknya mau menikah dengan orang India. Mereka bilang orang India itu peminum, pemabuk, semua perilaku yang negatif...padahal kan ga semua orang India peminum, salah satunya ya saya. Malahan orang Batak peminum juganya..”

(Komunikasi personal, 5 Juni 2012)

(20)

khusus dalam tugas dan tujuannya. Menurut Dalton (2001), dalam hubungan personal seperti pernikahan, dukungan sosial dapat berlangsung secara terus-menerus sepanjang waktu dengan kehadiran orang-orang yang berarti yang memberikan perhatian dan keterikatan (generalized support). Dukungan sosial juga dapat berupa perilaku menolong yang diberikan untuk individu dalam menghadapi stressor tertentu (specific support). Masa transisi menuju orangtua (parenthood) merupakan salah satu tahap dalam siklus kehidupan pernikahan yang dapat menimbulkan masalah (stressor) jika tidak dijalankan dengan baik. Hal ini disebabkan karena masa transisi tersebut membawa banyak perubahan dan penyesuaian, seperti pola, tanggung jawab dan rutinitas yang baru bagi pasangan suami istri (DeGenova,2008).

(21)

Banyak pasangan beda etnis yang berhasil dan bertahan di dalam pernikahan meskipun mereka berpotensi menghadapi masalah di dalam maupun di luar hubungan tersebut. Salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan tersebut adalah tersedianya dukungan sosial dari keluarga, teman maupun masyarakat. Hubungan yang intim seperti hubungan dengan anggota keluarga dan teman-teman dekat cenderung akan lebih menyediakan dukungan daripada kenalan-kenalan (E. G., Dakof & Taylor, 1990). Anggota keluarga, khususnya orangtua dan pasangan adalah sumber utama dari dukungan sosial baik secara umum (generalized support) maupun secara khusus (specific support). Keluarga dan pasangan dinilai memiliki komitmen yang lebih besar dan memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengenai individu yang diberikan dukungan jika dibandingkan dengan sumber dukungan yang lain (Dalton, 2001). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maya, seorang wanita Batak Toba yang menikah dengan pria Tamil :

“Namanya juga kalau masuk ke keluarga suami, yah saya jadi perlu harus belajar banyak tentang mereka, karena beda jauh dengan orang kita Batak…banyak hal yang berubah..bisa buat stres juga lah kalau ga ada orang yang mau bantuin kita..Keluarga saya dan suami lah memang, orang yang seharusnya bisa kita harapkan untuk membantu,yang bisa diajak untuk tukar pikiran, cerita-cerita kalau kita lagi senang atau susah.. ”

(Komunikasi personal, 12 September 2012)

(22)

tahap-tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kuantitas dukungan sosial dalam fase perkawinan sangat berbeda dengan banyak dan jenis-jenis dukungan sosial yang dibutuhkan ketika keluarga sudah berada dalam fase kehidupan terakhir.

Dukungan sosial keluarga dapat membuat keluarga mampu berfungsi lebih baik serta meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga di daalam semua tahap siklus kehidupan. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga juga melibatkan kewajiban yang lebih besar untuk adanya balasan (timbal-balik) dan memiliki potensi yang lebih besar untuk berkonflik (Dalton,2001). Keluarga dapat menjadi pemberi dukungan yang utama bagi seseorang dalam menemukan kualitas serta kuantitas bantuan yang didapatnya (Caplan dalam Maldonado, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, dilihat bahwa pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang lebih kompleks daripada pernikahan sama etnis, terkhusus dari keluarga dan masyarakat. Dukungan sosial dari keluarga dapat mempengaruhi bagaimana pasangan mengatasi hambatan dan tantangan di dalam pernikahannya. Dukungan sosial memberi pengaruh untuk keberhasilan dalam mempertahankan hubungan beda budaya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana gambaran dukungan sosial keluarga pada pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil).

B. Perumusan Masalah

(23)

penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu : “Bagaimana gambaran dukungan sosial keluarga pada pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil) ?” :

- Dukungan sosial apa sajakah yang diterima pasangan dari keluarga? - Dukungan sosial apa sajakah yang dibutuhkan pasangan dari keluarga?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dukungan sosial keluarga pada pasangan pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(24)

2. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pasangan beda etnis Batak Toba-Tamil untuk mengidentifikasi dukungan sosial yang diterima dari keluarga di dalam pernikahan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi keluarga pasangan beda etnis Batak Toba-Tamil agar mereka dapat memberikan dukungan sosial yang sesuai seperti yang dibutuhkan oleh pasangan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat khususnya bagi wanita atau pria yang belum menikah sebagai informasi penting jika ingin melaksanakan perkawinan beda etnis Batak Toba-Tamil.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kualitatif,

(25)

pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur

penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi Data

Bab ini menjabarkan hasil dari analisis data ke dalam bentuk penjelasan

yang lebih terperinci dan runtut disertai dengan data yang

mendukungnya.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai

dukungan sosial kelurga pada pernikahan beda etnis (Batak

Toba-Tamil). Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian

sebagaimana yang telah dituangkan dalam perumusan masalah

penelitian. Saran berupa saran-saran praktis sesuai dengan hasil dan

masalah-masalah penelitian, dan saran-saran metodologis untuk

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA 1. Pengertian Dukungan Sosial

Pierce (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Dimatteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang – orang lainnya. Siegel (dalam Taylor, 1999) menggambarkan dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, berharga dan dihargai serta merupakan bagian dari suatu jaringan sosial.

(27)

dukungan sosial bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai.

2. Sumber-sumber dukungan sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan.

(28)

Sumber dukungan yang dimaksud meliputi supervisor, tenaga ahli/profesional dan keluarga jauh.

Menurut Burgess dan Locke (dalam DeGenova, 2008), keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan dalam ikatan pernikahan, darah atau adopsi ; berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain di dalam peran sosial masing-masing (suami dan isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan) serta menciptakan dan memelihara budaya bersama. Keluarga merupakan pusat utama dalam kehidupan manusia yang senantiasa mendampingi dan mengiringi seorang manusia sepanjang hidupnya.

Berdasarkan beberapa literatur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga adalah dukungan sosial yang bersumber dari sekelompok orang yang memiliki peran sosial sebagai ayah, ibu dan mertua bagi individu yang menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai.

3. Bentuk-bentuk dukungan sosial

Menurut Sarason (dalam Dalton, 2001), dukungan sosial dapat dipahami dalam 2 (dua) bentuk yaitu generalized support dan specific support.

1. Generalized Support (Dukungan Umum)

(29)

individu sedang tidak mengalami masalah yang berarti . Biasanya dukungan ini bersifat stabil dan berlangsung di sepanjang situasi kehidupan seseorang. Dukungan ini memberikan dasar yang aman bagi individu dalam menyelesaikan permalasahannya. Ada dua jenis yaitu integrasi sosial (social integration) dan dukungan emosional (emotional support).

a. Integrasi Sosial (Social Integration)

Social integration merujuk pada perasaan individu sebagai suatu bagian di

dalam sebuah kelompok atau masyarakat (sense of belongingness). Hubungan persahabatan, pekerjaan dan keanggotaan dalam kegiatan agama atau lingkungan tempat tinggal merupakan contoh dimana social integration dapat terjadi. Menurut Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.

b. Dukungan Emosional (Emotional Support)

Emotional support merujuk pada pemberian perhatian dan kenyamanan dalam

(30)

2. Spesific Support (Dukungan Spesifik)

Dukungan spesifik adalah bentuk dukungan yang diberikan untuk membantu individu menghadapi stressor tertentu. Ada tiga jenis dukungan yang termasuk specific support antara lain :

a. Dukungan penghargaan (Encouragement/Esteem Support)

Dukungan penghargaan adalah dukungan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap kompetensi individu. Menurut Cutrona dan Russel (dalam Dalton, 2001), dukungan ini bersifat menentramkan dan menenangkan, namun bukan merupakan dukungan emosional yang lebih dalam. Dukungan ini biasanya berasal dari keluarga atau teman dekat, tetapi bisa juga berasal dari sumber dukungan yang kurang intim dengan individu seperti teman kerja.

b. Dukungan Informasional (Informational Support)

Dukungan informasional meliputi penmberian nasihat atau bimbingan. Secara umum, dukungan ini cenderung melibatkan kognitif daripada emosional dan biasanya pemberiannya disesuaikan dengan situasi yang spesifik yang dialami individu.

c. Dukungan Instrumental (Tangible/Instrumental Support)

Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata , biasanya mengarah pada sumber material seperti penyediaan benda-benda atau layanan (task) untuk memecahkan masalah praktis.

(31)

1. Pengertian Pernikahan

Duvall dan Miller (1986) mendefinisikan pernikahan sebagai hubungan

antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan

seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas

masing-masing sebagai suami dan istri. Suami dan istri membawa budaya dan kebiasaan asli mereka kemudian membangun budaya baru di dalam keluarga mereka sendiri di dalam pernikahan. Pasangan suami istri mendamaikan perbedaan nilai-nilai dan dan pemahaman yang telah mereka sosialisasikan di dalam perkembangan pribadi masing-masing (Godman & Nanba dalam Yabuki, 2005). Gardiner & Myers (dalam Papalia, 2007) menambahkan bahwa pernikahan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang,

pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional

seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

pernikahan adalah hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat

yang bukan lagi individu tunggal yang bebas, akan tetapi peran dan tanggung jawabnya pun berubah, baik terhadap diri sendiri, pasangan atau lingkungannya.

2. Tahap-Tahap Pernikahan

(32)

(dalam Hoyer & Roodin, 2003) membagi tahap pernikahan menjadi tahap sebelum kehadiran anak pertama, kehadiran anak & setelah keluarnya anak dari rumah. Sementara, Cole (dalam Lefrancois, 1993) membagi tahap pernikahan menjadi awal pernikahan, kelahiran & mengasuh anak & emptynest sampai usia tua.

a. Tahap I : Pasangan Awal (Married Couple)

Berdasarkan family life cycle dari Duvall, tahap ini berlangsung selama kurang lebih 2 tahun dimulai dari ketika pasangan menikah & berakhir ketika anak pertama lahir. Selama tahun pertama dan kedua pernikahan pasangan suami istri biasanya harus melalui beberapa penyesuaian utama (Hurlock, 1999), yaitu:

a) Penyesuaian dengan pasangan

Penyesuaian dengan pasangan merupakan penyesuaian yang paling pokok dan pertama kali dihadapi oleh keluarga baru. Tidak mudah menyatukan dua orang yang berlainan jenis, kepribadian, sifat dan juga kebiasaan-kebiasaan. Dalam penyesuaian pernikahan yang jauh lebih penting adalah kesanggupan dan kemampuan suami istri untuk berhubungan dengan mesra, saling memberi dan menerima cinta.

b) Penyesuaian seksual

(33)

sejak masa bayi disosialisasikan untuk menutupi dan menekan gejolak seksualnya dan tidak dapat dengan segera berubah untuk tidak malu-malu menunjukkan rasa nikmat seperti perubahan sikap yang disarankan oleh budaya suami (Rubin, dalam Hurlock, 1999)

c) Penyesuaian keuangan

Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan pernikahannya. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan pemasukan dan pengeluaran dengan kebiasaan-kebiasaan karena sering kali permasalahan keuangan menjadi awal percekcokan antara suami dan istri

d) Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan

Melalui pernikahan, setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga yaitu anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari bayi hingga nenek/kakek, yang kerap kali mempunyai minat dan nilai yang berbeda, bahkan sering sekali sangat berbeda dari segi pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya. Suami istri harus mempelajari dan menyesuaikan diri bila tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka.

b. Tahap II: Membesarkan Anak (Childrearing)

(34)

merupakan transisi hidup yang penuh tekanan yang melibatkan perubahan yang postitif dan negatif (Cowan & Cowan; Monk et al, dalam Sigelman & Rider, 2003). Selain itu, kepuasan pernikahan juga menurun pada tahun-tahun pertama setelah bayi lahir dan biasanya penurunan ini lebih tajam pada wanita dibandingkan pria dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar terhadap pengasuhan anak (Levy & Shiff, dalam Sigelman & Rider, 2003).

Seiring bertambahnya usia anak, maka orangtua perlu mengadakan penyesuaian-penyesuaian sebagaimana dikatakan oleh Crnic & Booth (dalam Sigelman & Rider, 2003) bahwa stress dan ketegangan merawat anak-anak lebih besar daripada merawat bayi dan lahirnya anak kedua akan menambah tingkat

stres orangtua (O‟ Brien, dalam Sigelman & Rider, 2003). Semakin dewasa usia

anak maka timbul konflik-konflik baru antara anak dan orangtua walaupun sebagian besar orangtua menyatakan lebih puas terhadap pernikahan dan hubungan dengan anak-anak, namun anak-anak menyulitkan terhadap orangtua dengan memaksa orangtua untuk memberi waktu dan tenaga kepada mereka sehingga menambah stres orangtua. (Kurdek, 1999).

c. Tahap III: Kekosongan (Emptynest)

(35)

rata-rata ibu pada awal tahap ini sekitar 52 tahun dan 54 tahun untuk ayah, sedangkan menurut Hurlock (1999), tahap ini terjadi pada usia 40 sampai 49 tahun.

Ketika remaja atau dewasa awal meninggalkan rumah, beberapa orangtua mengalami perasaan kehilangan yang dalam yang disebut sebagai Sindrom Emptynest (Hoyer & Roodin, 2003). Hal ini didukung oleh penelitian Rubin (dalam Lefrancois, 1993) bahwa pada masa emptynest, wanita mengalami kesedihan, namun tidak ditemukan adanya depresi. Kenyataannya banyak orangtua yang memandang ketidakhadiran anak dalam keluarga sebagai saat untuk membangun kebebasan hidup sebagai orang dewasa. Tekanan yang berat dikarenakan kondisi ekonomi dan pekerjaan terjadi ketika anak-anak tidak benarbenar membuat masa emptynest terjadi sebagaimana diharapkan atau mereka kembali lagi ke rumah (Glick & Lin, dalam Lefrancois, 1993).

(36)

3. Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil) a. Pengertian Pernikahan beda etnis

Menurut Tseng (dalam McDermott & Maretzki, 1977), pernikahan beda etnis (intercultural marriage) adalah perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Budaya menjadi suatu aspek yang penting dalam perkawinan, dimana pasangan tersebut tentu memiliki dalam hal nilai-nilai budaya yang dianut, menurut keyakinan dan kebiasaan, serta adat istiadat dan gaya hidup budaya. Di dalam perkawinan juga disatukan dua budaya yang berbeda, latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda (Koentjaraningrat, 1981). Latar belakang yang berbeda ini dapat menimbulkan ketidakcocokan. Ketidakcocokan tersebut dapat mengakibatkan konflik, baik tentang kebiasaan, sikap perilaku dominan, maupun campur tangan keluarga (Purnomo dalam Natalia & Iriani, 2002).

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda etnis adalah perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Secara khusus, pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil) adalah perkawinan yang terjadi antara pria/wanita yang berasal dari latar belakang etnis Batak Toba dengan wanita/pria etnis Tamil.

b. Etnis Tamil

(37)

datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan (Tamil) dan juga orang Bombay serta Punjabi (Mani, 1980). Sebuah laporan menyebutkan bahwa penduduk Tamil yang berjumlah kira-kira 30.000 jiwa di Medan dan sekitarnya, terbagi atas 66 % yang menganut agama Hindu, 28 % agama Budha, 4,5 % beragama Katolik dan Kristen, dan 1,5 % yang beragama Islam (Napitupulu, 1992).

Suku Tamil memiliki hubungan yang harmonis dengan kelompok etnis lain di Sumatera Utara karena latar belakang budaya dan ekonomi yang tidak terlalu berbeda. Hal ini disebabkan karena proses-proses adaptasi sosial budaya komunitas Tamil di Medan berlangsung lebih intensif dengan komunitas-komunitas tempatan jika dibandingkan dengan orang-orang Punjabi. Kenyataan bahwa orang-orang Tamil lebih terfragmentasi berdasarkan agama membuat mereka lebih terbuka untuk berubah sehingga sehingga identitas ke-Tamil-an mereka berangsur-angsur memudar. Salah satu contoh adaptasi tersebut antara lain pernikahan eksogami dari dua generasi terakhir suku Tamil di kota Medan dengan kelompok suku lain seperti etnis Jawa, Karo, Nias, Tionghoa dan Batak Toba (Lubis, 2005).

(38)

c. Etnis Batak Toba

Masyarakat di luar suku Batak menggambarkan orang Batak Toba sebagai orang yang tidak mau kalah, bersuara keras, terbuka, spontan, agresif, pemberani, rentenir, preman, suka minum tuak, suka main catur, pandai main gitar, inang-inang, dan perantau (Irmawati, 2007). Suku Batak Toba merupakan masyarakat patrilineal dan menarik garis kekeluargaan dari pihak ayah juga memiliki aturan dan adat pernikahan. Suku ini mengenal bentuk perkawinan eksogami marga yaitu perkawinan dengan orang di luar kelompok/klan marga (Bangun, 1982).

Perkawinan yang dianggap ideal oleh masyarakat suku Batak Toba adalah perkawinan yang dilakukan sesama orang Batak Toba. Perkawinan dengan orang yang bukan Batak tidak akan diakui dalam adat Batak Toba. Jika seorang yang bukan masyarakat Batak Toba ingin menikah dengan orang Batak Toba, maka terlebih dahulu diberikan marga. Pemberian marga kepada laki-laki disebut manampe marga dan kepada perempuan disebut marboruhon (Bruner, 1994).

(39)

4. Masalah-masalah dalam Pernikahan Beda Etnis

Pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang hampir sama dengan pernikahan sama etnis, namun ada perbedaan pada beberapa area masalah. Menurut Markoff (1977), masalah-masalah tersebut meliputi komunikasi verbal dan non verbal, perbedaan nilai dan konsep pernikahan, keputusan pasangan yang didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan individual pasangan atau didasarkan pada tradisi atau persetujuan sosial keluarga. Markoff juga mengindikasikan sumber konflik lainnya dalam pasangan antar budaya adalah level dari keterlibatan dari keluarga mengenai konflik-konflik pasangan (Tseng , dalam McDermott & Maretzki, 1977). Sung (1990) menambahkan bahwa streotip yang dipegang oleh masyarakat mengenai etnis individu dan pasangan merupakan salah satu tantangan dalam pernikahan beda etnis.

(40)

memutuskan sikap antipati mereka terhadap menantu perempuan atau laki-laki ketika mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan kehilangan kontak dengan anak dan cucu mereka (Kouri & Lasswell, 1993).

C. Dukungan Sosial Keluarga Pada Pernikahan Beda Etnis (Batak Toba-Tamil)

Tiap-tiap suku memiliki konsep dan aturan mengenai perkawinan yang berbeda satu sama lainnya, seperti mengenai pengaturan pembatasan jodoh, mahar, tata upacara dan sebagainya. Salah satu perbedaan yang mencolok ditemukan di dalam masyarakat suku Tamil dengan suku Batak Toba. Suku Tamil cenderung lebih adaptif dengan kelompok etnis lain di Sumatera Utara, salah satunya dengan adanya pernikahan eksogami dengan etnis Jawa, Karo, Nias, Tionghoa dan Batak Toba (Lubis, 2005). Lain halnya dengan suku Batak Toba yang memegang kuat norma endogami (Bangun, 1982). Perkawinan yang dianggap ideal oleh masyarakat suku Batak Toba adalah perkawinan yang dilakukan sesama orang Batak Toba. Perkawinan dengan orang yang bukan Batak tidak akan diakui dalam adat Batak Toba (Bruner, 1994).

(41)

pernikahan seperti ketika masing-masing pasangan memandang yang lainnya sebagai perwakilan dari budayanya yang menyebabkan penyimpangan terhadap peran dan kepribadian pasangan. Markoff juga mengindikasikan sumber konflik lainnya dalam pasangan antar budaya adalah level dari keterlibatan dari keluarga mengenai konflik-konflik pasangan (Tseng , dalam McDermott & Maretzki, 1977).

Banyaknya perbedaan dan permasalahan yang dihadapi oleh pasangan beda budaya di dalam tahap pernikahan menuntut kemampuan pasangan untuk mengatasi tantangan tersebut demi keberhasilan hubungan mereka. Salah satu cara yang dapat membantu pasangan dalam menghadapi permasalahan pernikahan adalah dengan tersedianya dukungan sosial, baik dari keluarga, teman dan masyarakat. Dengan demikian, pasangan mungkin akan lebih mampu mengatasi hambatan-hambatan tersebut karena adanya dukungan yang mereka terima dari orang lain, keluarga, teman-teman, rekan kerja, atau bahkan masyarakat (DeGenova, 2008).

(42)

dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.

Orang-orang yang menerima dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, bernilai, dan bagian dari jaringan sosial (Caplan, 1974; Procidano, 1978 & 1983). Newcomb & Vaux (dalam Colarossi, 2003) menambahkan bahwa dukungan sosial yang diberikan pada seseorang dapat mengembangkan perasaan berharga dan meningkatkan self efficacy pada orang tersebut. Menurut Cobb (dalam Sarafino, 1994) seseorang yang mendapat dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai dan diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dari suatu kelompok sebagai sebuah keluarga atau komunitas. Hal ini senada dengan pendapat Smet (1994), jika seorang individu merasa didukung oleh lingkungannya, maka segala sesuatu akan terasa mudah ketika ia mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan. Individu yang mempunyai dukungan sosial yang tinggi lebih optimis dalam menghadapi situasi kehidupannya saat ini maupun masa depan, mempunyai harga diri yang lebih tinggi dengan tingkat kecemasan yang lebih rendah.

(43)
(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Penelitian Kualitatif Fenomenologis

Secara umum, penelitian kualitatif mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretif dan fenomenologis yang antara lain : (1) realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterprestasikan, bukan sesuatu yang lepas di luar individu-individu ; (2) manusia tidak secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam di luar diri, melainkan didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersidat induktif, idiografis dan tidak bebas nilai, serta (4) penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial (Sarantakos, 1993).

Penelitian fenomenologis adalah salah satu jenis penelitian kualitatif yang melihat secara dekat interpretasi individual tentang pengalaman-pengalamannya. Peneliti fenomenologis berusaha memahami makna dari sebuah pengalaman dari perspektif partisipan. Peneliti memperkenalkan cara yang berbeda untuk menginterpretasikan pengalaman yang sama dan tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui apa makna sesuatu bagi orang yang diteliti. Penelitian ini juga menghargai bahwa pengalaman bervariasi dan kompleks sehingga peneliti mengumpulkan sejumlah data melampaui waktu dari partisipan (Emzir, 2011)

(45)

akan menjadi suatu alasan yang pantas untuk melakukan suatu penelitian fenomenologis. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan penelitian fenomenologis dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggali dan menginterpretasi pengalaman individu mengenai dukungan sosial keluarga pada pasangan suami-istri beda etnis (Batak Toba-Tamil).

Peneliti berusaha masuk ke dunia konseptual subjek yang ditelitinya untuk menangkap apa (what) dan bagaimana (how) sesuatu terjadi. Peneliti berharap dengan menggunakan metode penelitian fenomenologis, peneliti dapat mendapatkan gambaran luas dan mendalam mengenai gambaran dukungan sosial keluarga pada pasangan beda etnis (Batak Toba-Tamil), apa dan bagaimanakah dukungan sosial yang diberikan atau disediakan oleh keluarga yang dibutuhkan oleh pasangan serta bagaimana sikap, perasaan dan perubahan yang dialami oleh pasangan suami-istri beda etnis (Batak Toba-Tamil) yang akan berbeda pada tiap individunya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sensitif dan akan melahirkan reaksi-reaksi emosional tertentu, sehingga kemampuan untuk membaca reaksi emosional yang tersirat (non verbal) dan tersurat (verbal) mutlak diperlukan guna menunjang kualitas hasil penelitian.

(46)

B. Subjek Penelitian B.1. Karakteristik Subjek

Pemilihan subjek dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa karakteristik

tertentu, antara lain:

a. Pasangan suami istri beda etnis (Batak Toba-Tamil) ; suami beretnis Tamil

dan istri beretnis Batak Toba

Beberapa pasangan beda etnis mengalami suatu tekanan atau konflik dengan keluarga pasangan mereka karena sikap etnosentris keluarga yang dapat menimbulkan masalah pada pasangan. (Arnett & Pugh, Killian, Rosen dalam Shute, 2003). Secara khusus pada masyarakat suku Batak Toba yang menganggap bahwa perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang dilakukan sesama orang Batak Toba. Perkawinan dengan orang yang bukan Batak tidak akan diakui dalam adat Batak Toba (Bruner, 1994). Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana dukungan sosial keluarga jika perkawinan yang terjadi adalah perkawinan yang tidak ideal, seorang perempuan Batak Toba menikah dengan pria bukan Batak Toba, khususnya Tamil.

b. Usia pernikahan maksimal 20 tahun

(47)

dukungan sosial dari pihak keluarga yang diberikan pada pasangan suami-istri beda etnis yang juga berperan sebagai orangtua.

B.2. Jumlah Subjek Penelitian

Menurut Strauss (dalam Irmawati, 2002) tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah responden yang harus dipenuhi pada pendekatan kualitatif. Sarantakos (dalam Poerwandari, 2007) mengatakan bahwa prosedur penentuan subjek dan/atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik seperti :

a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel besar, melainkan pada menampilkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.

c. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak) melainkan pada kekecocokan kriteria.

(48)

B.3 Teknik Pengambilan Subjek

Patton ( dalam poerwandari, 2001) menyatakan pengambilan subjek dalam penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel

bola salju/berantai (snowball/ chain sampling). Pengambilan sampel dilakukan

secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai

atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. (Poerwandari, 2001).

B.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan dan sekitarnya. Pengambilan daerah

penelitian dilakukan sesuai dengan data demografis penyebaran etnis Batak Toba

dan Tamil di daerah Sumatera Utara dan memberi kemudahan bagi peneliti dalam

mendapatkan responden penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

(49)

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan subjek atau orang yang diwawancarai (Bungin, dalam Poerwandari, 2001). Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister, 1994).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Banister (1994) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara, namun penggunaannya tidak sekedar wawancara terstruktur. Pedoman wawancara

berisi “open-ended question” yang bertujuan agar arah wawancara tetap sesuai

(50)

D. Alat Bantu Pengambilan Data 1. Alat perekam (voice recorder)

Poerwandari (2001) menyatakan, sedapat mungkin wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata), sehingga tidak bijaksana jika peneliti hanya mengandalkan ingatan. Untuk tujuan tersebut, perlu digunakan alat perekam agar peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi subjek kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas. Peneliti menggunakan aplikasi perekam suara (voice recorder) pada smartphone dengan seizin subjek penelitian.

2. Pedoman wawancara

(51)

E. Kredibilitas (Validitas) Penelitian

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif.

Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan :

1. Memilih calon partisipan yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah pasangan beda etnis ; suami Tamil istri Batak Toba dan memiliki usia pernikahan maksimal 20 tahun.

2. Membangun rapport dengan partisipan agar ketika proses wawancara berlangsung partisipan dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan suasana tidak kaku pada saat wawancara.

3. Membuat pedoman wawancara berdasarkan jenis-jenis dukungan sosial, kemudian melakukan standarisasi pedoman wawancara dengan dosen pembimbing. Professional judgement di dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing penelitian ini.

4. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

(52)

Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

F. Prosedur Penelitian

F.1.Tahap persiapan penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melakukan penelitian :

a. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi, teori-teori dan resensi yang berhubungan dengan dukungan sosial keluarga pada pernikahan beda etnis, kemudian menguraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena tersebut berdasarkan teori yang relevan.

b. Menyiapkan Pedoman wawancara

Peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teori dan dimensi yang ada untuk menjadi pedoman wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

c. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti mencari beberapa orang partisipan yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan, meminta kesediannya untuk menjadi partisipan dan mengumpulkan informasi tentang calon partisipan tersebut.

d. Membangun Rapport dan menentukan Jadwal Wawancara

(53)

informed consent dimana peneliti menjelaskan penelitian secara umum meliputi tujuan dan manfaat penelitian serta aktivitas dan peran partisipan dalam penelitian ini, apa yang diharapkan dari partisipan dan disampaikan bahwa informasi yang mereka berikan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian serta dujamin kerahasiaannya. Setelah itu, peneliti dan partisipan mengadakan kesepakatan tentang pelaksaan penelitian yang meliputi waktu dan lokasi wawancara.

F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitian antara lain :

a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

Sebelum wawancara dilakukan peneliti mengkonfirmasikan ulang waktu dan tempat wawancara yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan subjek. Konfirmasi ulang ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan subjek dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara. Setelah ada kesepakatan waktu dan tempat, peneliti melakukan wawancara. Penelitian secara umum bersifat saling kerja sama antara peneliti dan subjek. Mereka meluangkan waktu dan bersedia menjawab semua pertanyaan peneliti sehingga berjalan dengan lancar.

b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara

(54)

subjek mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu, serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Dalam melakukan wawancara, peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap subjek.

c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim Setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti menindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2001).

d. Melakukan analisa data

Bentuk transkrip verbatim yang sudah selesai kemudian dibuatkan salinannya dan diserahkan kepada pembimbing. Pembimbing membaca verbatim berulang-ulang untuk mendapat gambaran yang lebih jelas. Setelah itu verbatim wawancara disortir untuk memperoleh hasil yang relevan dengan tujuan dan diberi kode.

e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran

(55)

data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.

F.3. Tahap Pencatatan Data

Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada subjek untuk merekam wawancara yang akan dilakukan. Peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Setelah wawancara yang dilakukan lalu peneliti membuat verbatim dari wawancara tersebut yang dapat dilihat dalam lampiran.

F.4. Teknik dan Proses Pengolahan Data

Data akan dianilisis menurut prosedur penelitian kualitatif, dengan mengumpulkan verbatim wawancara dan mengolah data dengan metode kualitatif. Menurut Poerwandari (2001) proses analisa data adalah sebagai berikut :

a. Organisasi Data

(56)

b. Koding dan analisis

Langkah penting pertama sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan medetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya. Peneliti berhak memilih cara melakukan koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya.

c. Pengujian terhadap dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Begitu tema-tema dan pola-pola muncul dari data, untuk meyakini temuannya, selain mencoba untuk terus menajamkan tema dan pola yang ditemukan, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran atau fenomena berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut.

d. Strategi analisis

Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2001) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata subjek sendiri maupun konsep yang dkembangkan oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Analisa yang dilakukan adalah dengan cara menganalisa setiap subjek terlebih dahulu yang kemudian diikuti dengan analisa keseluruhan subjek.

(57)
(58)

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA

Pada bab ini akan diuraikan analisa hasil wawancara dengan para responden penelitian dalam bentuk narasi. Pada bab ini juga akan dikemukakan deskripsi data responden, data wawancara, dan interpretasi data. Data akan dijabarkan dan dianalisa tiap responden untuk mempermudah pembaca dalam memahami gambaran dukungan sosial keluarga pada pasangan pernikahan beda etnis Batak Toba-Tamil. Selanjutnya pada bab ini akan terdapat kutipan dalam setiap bagian analisa yang akan diberikan kode-kode tertentu karena satu kutipan dapat saja diinterpretasikan beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah RA. W.1/b.27-29/hal.5, maksud kode ini adalah kutipan pada responden A, wawancara pertama, baris 27 sampai 29, verbatim halaman 5.

A. Deskripsi Data

Tabel 2. Gambaran Umum Responden Penelitian

Keterangan Pasangan Pertama Pasangan Kedua Nama (bukan

sebenarnya)

Harry Merry Roy Selly

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

(59)

B. Hasil Analisis Data

1. Masalah-masalah dalam pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil) a. Pasangan pertama (Harry dan Merry)

Saat ini, pernikahan Harry dan Merry sudah berjalan selama 14 tahun. Mereka dikaruniai dua orang anak perempuan yang berusia 13 tahun dan 10 tahun. Selama menjalani hidup bersama, ada masalah-masalah dalam rumah tangga Harry yang disebabkan perbedaan budaya Batak Toba dan Tamil. Salah satunya adalah masalah perbedaan kebiasaan makanan antara Harry dan Merry. Harry memiliki kebiasaan harus mengkonsumsi kari, masakan khas India setiap hari, tetapi Merry belum mahir untuk memasak makanan kari. Harry juga ingin agar kedua anaknya mengikuti kebiasaan memakan kari, tetapi Merry tidak setuju. Hal ini diungkapkan Harry sebagai berikut :

“..Satu hal yang perlu diketahui kalau orang India itu makanannya harus makanan kari, yang pakai rempah-rempah itu. Jadi, ikan pun bisa dimasak kari, udang dikari, pokoknya seafood itu ada jenis-jenis karinya. Kami harus makan itu. Karena saya menikah dengan suku lain, jadinya istri saya belum mahir memasak makanan seperti ini.”

(RA.W1/b.121-129/hal.3)

“…Masalahnya kan biasanya karena anak, saya kan berupaya agar anak

-anak saya harus makan kari karena kalau makan kari itu kan sehat, karena itu rempah. Tapi menurut istri saya itu tidak bisa, kan rempah-rempah itu panas, bisa buat panas dalam, anak-anak jadi sakit.”

(RA.W1/b.205-211/hal.5)

(60)

menyukai makanan favorit suaminya, Harry. Hal ini diungkapkan Merry sebagai berikut :

“... masalah makanan. Orang India ini memang sangat memegang sekali adatnya terkhusus dalam makanan. Jadi, memang hari-hari mereka tidak terlepas dari makanan yang namanya kari. Sayur dikari, daging dikari, ikan dikari. Memang itulah yang menjadi kebiasaannya sehari-hari. Dan memang di dalam pesta-pesta adat mereka juga, yah makanan kari itu Soalnya pedas dan perut saya suka sakit makan yang pedas-pedas.”

(RB.W1/b.264-273/hal.26-27)

Selain perbedaan kebiasaan makanan, Harry dan Merry juga memiliki cara yang berbeda dalam berkomunikasi satu sama lain akibat perbedaan latar belakang budaya antara Batak Toba dan Tamil. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam menyesuaikan komunikasi dengan pasangannya. Merry cenderung lebih ekspresif dan terbuka dalam berkomunikasi dibandingkan dengan Harry. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan pada diri Merry. Merry merasa bahwa Harry dan keluarga tidak terbuka dan cenderung menutup-nutupi suatu masalah. Berbeda dengan keluarga inti Merry yang selalu berdiskusi bersama untuk menyelesaikan permasalahan keluarga. Hal ini diungkapkan Merry sebagai berikut :

“Kita kan orang Batak yang tidak bisa menyembunyikan sesuatu atau membicarakannya di belakang. Kita langsung ke forum. Kalau bagi orang India, itu tidak sopan. Jadi mereka lebih cenderung menahan diri untuk tidak menyakiti orang.”

(61)

“..Pak Harry juga begitu. Karena suara saya kadang juga kuat, dia bilang

“Kamu marah, ya?” Awal-awalnya ini memang menjadi sesuatu yang

gimana gitu yaa.. “Aduh kok gini? Kaget-kaget.” Suami saya kaget, saya juga kaget.

(RB.W1/b.340-345/hal.28)

“Suami saya cenderung tertutup karena keluarga suami saya beda dengan

keluarga saya. Kalau mereka setiap ada konflik tidak pernah dibawa ke permukaan, selalu ditutup-tutupi. Tidak pernah diselesaikan karena bagi mereka itu suatu aib. Jadi memang, tidak ada keterbukaan. Beda dengan kita, yahh.. kalau kita orang Batak kan terbuka, semua-semua pun enjoy aja, ada ekspresi.”

(RB.W1/b.365-373/hal.29)

Perbedaan latar belakang budaya yang menimbulkan masalah bagi Merry juga terdapat pada keluarga besar Harry. Budaya Tamil masih mengenal adanya rasa segan antara ipar. Jika Merry ingin berkomunikasi dengan suami adik iparnya, maka harus disampaikan kepada Harry, lalu diteruskan ke adik perempuan Harry lalu sampai kepada suaminya. Masalah pun timbul ketika Merry meminta tolong pada suami adik ipar untuk mengantarkannya membeli obat ke apotik di tengah malam. Saat itu situasi cukup pelik ; anak responden sakit dan Harry sedang berada di luar kota. Permintaan Merry ditolak dengan alasan karena suami adik ipar responden merasa segan. Akhirnya, Merry bertanya pada temannya yang berada di dekat rumahnya dan Merry pun mendapatkan obat untuk anaknya.

“..keluarga besar saya dalam budaya India, masih ada rasa segan. Saya punya eda, namanya anni kalau dalam budaya Tamil. Jadi suami eda saya ini kalau ada apa-apa yang berhubungan dengan saya, dia akan ngomong ke istrinya, lalu istrinya akan bicara ke suami saya, terus suami saya akan bilangkan ke saya. Yah, panjanglah jalannya. Gak bisa langsung.”

(RB.W1/b.215-223/hal.25-26)

(62)

kebetulan tinggal di daerah itu, orang kita Batak. Saya tanya apa dia punya persediaan obat. Puji Tuhan, dia punya jadi saya datang ke dia.”

(RB.W1/b.236-244/hal.26)

Kesibukan Harry sebagai pendeta di gereja A dan istrinya juga yang sibuk melayani di Gereja B menyebabkan waktu yang diberikan Harry dan Merry kepada anak-anaknya menjadi berkurang. Mereka merasakan bahwa kedua anaknya menjadi terabaikan. Harry pun meminta Merry untuk meninggalkan pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga yang memperhatikan anak-anak mereka. Hal ini diungkapkan Harry sebagai berikut :

“Dulu kami sama-sama sibuk, jadinya anak-anak terlantar. Saya di sini,

dia di sana. Anak-anak pulang sekolah kan harus kita jemput, disiapkan makanan terus kita pergi lagi, terkadang sampai malam, anak-anak terlantar, yah jadinya dia (Merry) pikir-pikir “ Betul juga ya, saya harus damping suami.”

(RA.W2/b.469-477/hal.11)

“Sekarang dia udah resign dari tempat kerjanya. Dulu dia kan di

sekretariat gereja Bethany, tapi dia udah pindah ga kerja di situ lagi karena saya minta dia seharusnya ikut saya.”

(RA.W2/b.465-468/hal.11)

b. Pasangan kedua (Roy dan Selly)

Gambar

Tabel 1. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000
Tabel 2. Gambaran Umum Responden Penelitian
Tabel 3. Rangkuman Analisis Dukungan Sosial Yang Diterima
Tabel 4. Rangkuman Analisis Dukungan Sosial Yang Diterima

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil Evaluasi Kualifikasi Pokja Pengadaan Barang/Jasa Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru, perusahaan saudara dinyatakan lulus evaluasi kualifikasi untuk paket

Perhatikan gambar persegi AB Jika tinggi segitiga sama den dan jumlah luas daerah yang pada bangun tersebut 25 cm 2 diarsir adalah…cm 2.. Pada suatu latihan, 11 ora ng, dan 5

Xabaikan d a rl vatode apektroiTotOBytri in i dapat diaababkan karana paralatan yan$ dipakal dan eiara palakaanaan Betoda-> taraabut* Alat yang dlpakai bukonlah

tetapi tidak memenuhi persyaratan khusus dapat mendaftar pada PPDB tahap kedua SMA sesuai ketentuan. 4) Calon peserta didik baru SMA yang tidak diterima pada PPDB tahap pertama

Kesimpulan: Di Jagalan, Margodadi, Seyegan, Sleman, Yogyakarta (1) 50% remaja laki-laki adalah memiliki perilaku minum minuman keras yang tinggi, (2) 58,8% remaja

Title Added value services based on Shopping layer Involved building blocks Discovery Service, Processing System, Shopping layer Involved applications GAMBAS mobile

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa diduga ada pengaruh ciri – ciri psikologis, komponen pengetahuan, strategi penentuan keputusan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Quality of Service, Discrimination , Self Assessment terhadap Penggelapan pajak.. Populasi dalam penelitian ini