• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Polimorfisme Gen TNFα Pada Posisi -308 Dan -238 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Polimorfisme Gen TNFα Pada Posisi -308 Dan -238 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

DISERTASI

AMIRA PERMATASARI TARIGAN NIM 078102003

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238

DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

DISERTASI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Ilmu Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dibawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H,M.Sc (CTM), Sp.A (K)

Untuk dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AMIRA PERMATASARI TARIGAN NIM 078102003

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

PROMOTOR

Prof.dr.Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)

Guru Besar Luar Biasa Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan

KO-PROMOTOR

Prof.dr.Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K)

Guru Besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Jakarta

KO-PROMOTOR

Prof. Dr. dr. Suradi, Sp.P (K), MARS

Guru Besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta

(4)

Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 10 September 2012

PANITIA PENGUJI UJIAN TERTUTUP

Ketua : Prof.dr.Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)

Anggota : Prof.dr.Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K)

Prof. Dr. dr. Suradi, Sp.P (K), MARS

Prof.dr.Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH

Prof.Dr.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK

dr. Yahwardiah Siregar, PhD, MSc

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Amira Permatasari Tarigan

Nim : 078102003

Program Studi : Ilmu Kedokteran Jenis Karya : Disertasi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa izin dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikianlah pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya. Dibuat di Medan

Pada Tanggal 30 Oktober 2012 Yang menyatakan

(6)

Ku persembahkan kepada keluarga, almamater, bangsa dan negara sebagai kenangan, teladan dan pengabdian

Siapa yang menghendaki kehidupan dunia hendaknya dicarinya dengan ilmu, Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, hendaknya dicarinya dengan ilmu, Dan siapa yang menginginkan keduanya,

hendaklah dicarinya dengan ilmu pula. (Al Hadist)

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah segala puji dipanjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga disertasi yang merupakan tugas akhir program S3 telah sampai pada tahap akhir. Perasaan bahagia dan lega dirasakan, semoga disertasi ini dan ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai adanya hambatan aliran udara napas yang bersifat progresif dan parsial reversibel, disebabkan adanya inflamasi kronik di paru akibat terpapar dengan zat atau partikel berbahaya terutama asap rokok. PPOK akan menjadi penyebab kematian ke 3 di tahun 2020 di dunia, sehingga perlu dilakukan penelitian berkelanjutan untuk mendapatkan patogenesis yang lebih jelas tentang terjadinya PPOK khususnya peran faktor genetik pada orang Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan, sehingga faktor genetik lainnya yang mungkin berperan pada PPOK dapat tuntas terungkap. Kegunaan praktis penelitian ini adalah untuk mendapatkan ilmu dan informasi yang dapat digunakan untuk kepentingan konsultasi genetik dalam upaya pencegahan terjadinya PPOK atau mengantisipasi progresifitasnya.

Banyak kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam penulisan karya ilmiah ini dan juga pada saat melakukan penelitian. Disadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan moril dari keluarga, tim promotor dan teman sejawat, akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan.

Dengan tulus dan kerendahan hati perkenankan saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:

(8)

diberikan kepada saya, untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH atas kesempatan, fasilitas dan bantuan biaya pendidikan dalam mengikuti pendidikan S-3. Demikian pula Pembantu Dekan I Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K) atas bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan S-3.

Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H,SpA(K) sebagai Ketua Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah mengizinkan dan mendorong untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Demikian juga kepada Sekretaris Program Studi S-3 Prof.Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL, Prof.dr.Harun Rasyid Lubis Sp.PD-KGH sebagai mantan Ketua Program Studi S-3 yang secara berkesinambungan memberikan dukungan, saran dan motivasi kepada saya selama mengikuti proses pendidikan. Dan Prof.drg.Ismet Daniel Nasution, Ph.D, Sp.Pros(K) sebagai mantan Sekretaris Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Prof.dr.Tamsil Syafiuddin Sp.P(K), Guru besar Luar Biasa Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebagai Promotor, saya banyak mendapat bimbingan dan arahan, tidak hanya dalam menyelesaikan disertasi ini tetapi tentang pentingnya memperhatikan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan sehingga menambah makna dalam meningkatkan keilmuan, keprofesian, bermasyarakat dan berkeluarga. Beliau yang juga merupakan ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Sumatera Utara, diucapkan banyak terimakasih.

(9)

beliau yang sangat tinggi untuk meningkatkan kualitas dokter paru di tingkat nasional maupun Internasional.

Prof.DR.dr.Suradi, Sp.P(K),MARS, Guru besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Negeri Surakarta, dengan ikhlas membimbing, memotivasi, memberi masukan, pengarahan dalam penulisan disertasi ini. Saya kagum akan kearifan, kelapangan hati dan sikap yang selalu siap menolong dari beliau.

Prof.dr.H.Luhur Soeroso,Sp.P(K), Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Sumatera Utara. Rasa terima kasih dan penghormatan yang setingginya atas izin dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan Program Doktor.

Penguji Disertasi Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof.DR.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK, dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D dan dr.Budi Antariksa,Ph.D, Sp.P(K) yang telah bersedia memberikan penilaian dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini.

Para pemberi kuliah S-3 Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K); Drs. Sutarman, MSc, Ph.D ; Prof.dr.Iskandar Zulkarnaen Lubis, Sp.A(K); Prof.Dr.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK; Dr.drs.Ridwan Siregar, M.Lib atas pengajaran, bimbingan dan diskusi selama mengikuti pendidikan S-3. Dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D, Ketua Program Studi Magister Biomedis FK USU, yang menguasai Ilmu Biokimia maupun Ilmu Biomolekuler yang telah memberikan bantuan serta bimbingan dari awal penelitian hingga penulisan disertasi ini. Disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

Dr. Syafruddin, Ph.D sebagai peneliti senior dan asisten peneliti Dr.Puji Budi Setia Asih, Ph.D di Laboratorium Eijkman Jakarta yang telah banyak membantu dengan ikhlas membimbing mengenai biomolekuler, pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi ini.

(10)

Prof.DR.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK, Dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes dan dr.Putri Eyanoer, MSepid, Ph.D yang telah membantu di bidang Metodologi Penelitian, Statistik penelitian serta membimbing tentang presentasi dan publikasi ilmiah.

Dr. Dwi Widayati, M.Hum dari Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU atas koreksi bahasa Indonesia dalam disertasi saya.

Semua teman sejawat semasa pendidikan S-3 Kedokteran ini atas bantuan informasi ilmiah, dorongan moril dan kekompakan selama pendidikan S-3.

Rosminar, SE, Kiki Lestari, SE dan Marzuki, S.Kom yang telah banyak membantu di bidang administrasi dan kegiatan ilmiah selama pendidikan S-3.

Seluruh guru, para senior, teman sejawat, para medis, pegawai dan para peserta program dokter spesialis di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP Haji Adam Malik atas dukungan kepada saya dalam menyelesaikan pendidikan S-3.

Sahabat setia yang selalu mendukung saya selama ini Dr. Nuryunita Nainggolan, Sp.P, dr. Lita Feriyawati, MKes, dr. Tetty A.Nasution, M.Med.Sc, dr.Laszuarni Sp.M, dr. Devi Nuraini Santi, MKes dan Dr. Sri Wahyu Maryuni, Sp.OG (K).

Dengan penuh rasa hormat, disampaikan doa terima kasih yang setulusnya dari lubuk hati yang paling dalam kepada ayahanda (Alm) dr.H.M.Mochtar Tarigan Sp.P dan ibunda (Almh) Prof.DR.drg.Mundiyah,Sp.Ort, orangtua saya yang saya kagumi dan cintai, yang telah memberi tauladan, sehingga telah membentuk diri saya sebagaimana jadinya hari ini. Juga kepada kedua mertua ayahanda H. Hafzan Kasim, SH dan ibunda Hj. Muchaida Harahap atas kasih sayang serta doanya yang tiada batasnya.

(11)

dan M.Yaser Adira Putra yang merupakan buah kasih dan pelita hati saya. Mereka begitu sabar ikut memberikan doa, mendukung dan memberikan keceriaan bagi saya. Semoga kalian tetap menjadi anak yang soleh dan membanggakan.

Saudara-saudaraku Dr. Ahmad Primonta dan keluarga, Ir.Ahmad Prana Rulianto dan keluarga, Dr.Ir.Ahmad Perwira Mulia, MSc dan keluarga, Dr.drg.Ameta Primasari, MDSc dan keluarga, dan Lilik Amriyati Pritasari, BSc dan keluarga. Demikian juga kepada ipar saya, keluarga Fitri Enny, SH, keluarga Loly Andriawan, SE serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dorongan, doa serta persaudaraan yang erat selama ini. Semoga kita dapat terus membina kerukunan keluarga dan rasa saling mengasihi hingga masa mendatang.

Semua pihak yang telah banyak membantu, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, hanya Allah SWT yang mampu memberikan balasan terbaik.

Akhirnya saya ingin menyampaikan tafsir dari surat Asy-Syarh : “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap “ (QS.94:6-8)

Semoga dengan selesainya pendidikan S-3 ini akan dilanjutkan dengan penelitian-penelitian dibidang biomolekuler paru yang berkesinambungan dapat saya kerjakan dengan sungguh-sungguh dan diridhoi-Nya. Mudah-mudahan disertasi ini dapat memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan dunia ilmu dan bermanfaat bagi orang banyak. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin. Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(12)

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

ABSTRAK

Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Namun demikian, hanya 15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik dari jalur peranan polimorfisme -308G/A dan -238G/A gen TNFα pada perokok.

Metode

Penelitian case control, membandingkan genetik sekelompok orang yang menderita PPOK (kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita PPOK (kontrol) dengan riwayat merokok yang sama. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Januari 2011 sampai Maret 2012 dibeberapa lokasi antara lain :Poliklinik Paru RSUP.H.Adam Malik , RS.Pirngadi, RS. Tembakau Deli, RS. Siti Hajar di Medan dan beberapa Puskesmas di kota Medan. Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri dan analisis gen dengan teknik PCR-RFLP.

Hasil

Dari 227 orang diperoleh jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan penyetaraan umur dan riwayat merokok sebanyak 186 orang (93 orang sebagai kelompok kasus dan 93 orang sebagai kelompok kontrol). Hasil perhitungan frekuensi genotip -308 TNFα pada kelompok kasus PPOK, yaitu 75 GG, 8 GA, 10 AA dan pada kontrol yaitu 60 GG, 25 GA, 8 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 145 (78%), sedangkan pada kelompok kasus PPOK sebesar 158 (85%). Alel A pada kelompok kontrol sebesar 41 (22%) dan pada kelompok kasus PPOK sebesar 28 (15%).

(13)

0,014 maka perbedaan ini secara statistik bermakna. Untuk polimorfisme -238G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 8 pada kasus dan 4 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 85 pada kasus dan 89 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 2,094 dan tingkat kepercayaan (confidence interval / CI) = 0,608 - 7,211. Nilai p sama dengan 0,241 maka perbedaan ini secara statistik tidak bermakna.

Simpulan

Polimorfisme -308G/A gen TNFα terbukti sebagai faktor protektif terjadinya PPOK. Polimorfisme -238G/A gen TNFα tidak terbukti sebagai faktor resiko terjadinya PPOK.

(14)

Association of -308 and -238 Tumor Necrosis Factor Alpha Gene Polymorphisms With The Presence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease

ABSTRACT

Background

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) will be the highest cause of mortality and morbidity in the world. Data showed that 85-90% of COPD cases are caused by smoking, but only 15-20% of chronic heavy smokers who will develop COPD. This indicates a different susceptibility to damage from smoking that may be linked to genetic factors. The purpose of this study was to analyze the occurrence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease role path of -308G/A and -238g / A TNFα gene polymorphism in smokers.

Method

Case-control study, comparing the genetic group of people who have COPD (cases) and a group of people who do not suffer from COPD (control) with the same smoking history. Implementation of the study started from January 2011 to March 2012 at several locations, among others: Pulmonary Clinic RSUP.H.Adam Malik, RS.Pirngadi, RS. Tobacco Deli, RS. Siti Hajar in Medan and several health centers in the city of Medan. Examination of lung function using spirometry was performed and gene analysed by PCR-RFLP.

Result

(15)

we obtain oods ratio (OR) = 2.094 and the confidence interval / CI = 0.608 to 7.211. The p-value equal to 0.241, the difference was not statistically significant. Conclusion

Polymorphism-308G /A TNF- α gene shown to be a protective factor for the occurrence of COPD. Polymorphism -238 G /A TNF-α gene has not been proven as a risk factor for COPD.

Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, and TNF-α gene polymorphism

(16)

DAFTAR ISI

1.6 Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 9

2.1.1 Epidemiologi... 11

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis... 13

2.2 Respon Inflamasi yang Terjadi pada PPOK... 26

2.3 Tumor Nekrosis Faktor... 29

2.3.1 Gen TNFα, Polimorfisme TNFα dan Perannya Terhadap Timbulnya PPOK... 37

2.3.2 Teknik Pemeriksaan Gen TNFα dengan PCR-RFLP... 45

2.4 Hubungan Polimorfisme Gen TNFα dengan PPOK pada Berbagai Populasi... 48

2.5 Kerangka Konseptual ………... 53

(17)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian………..………….... 55

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 55

3.3 Populasi, Sampel Penelitian, Besar sampel dan Teknik Pengambilan... 56

3.3.1 Populasi... 56

3.3.2 Sampel Penelitian... 56

3.3.3 Besar Sampel... 58

3.3.4 Teknik Penentuan Sampel Penelitian... 58

3.4 Variabel Penelitian... 59

3.5 Definisi Operasional... 59

3.6 Pengambilan dan Penanganan Sampel Darah... 61

3.7 Prosedur Kerja Pemeriksaan ... 62

3.7.1 Pemeriksaan VEP1 dan VEP1/KVP dengan Spirometri ………... 63

3.7.2 Isolasi DNA ... 64

3.7.3 Analisis Polimorfisme Gen TNFα ... 65

3.8 Bahan dan Alat Penelitian... 75

3.9 Kerangka Kerja Penelitian... 77

3.10 Analisa Statistik... 78

3.11 Etika Penelitian... 79

3.12 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 79

3.13 Biaya Penelitian ... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 81

BAB V PEMBAHASAN ... 102

5.1 Desain Penelitian... 102

5.2 Konsep Pemilihan Populasi Dalam Penelitian... 105

5.3 Metode Diagnosis Polimorfisme -238G/A dan -308G/A TNFα... 109

5.4 Metode Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik... 112

5.5 Karakteristik Sampel Penelitian... 112

(18)

5.5.2 Karakteristik Umur ... 114

5.5.3 Karakteristik Pekerjaan ... 116

5.5.4 Karakteristik Riwayat Merokok ... 117

5.5.5 Karakteristik Derajat PPOK ... 119

5.6 Hubungan Polimorfisme -238G/A dan -308G/A Gen TNFα, Merokok dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik... 122

5.7 Hubungan Polimorfisme -238G/A dan -308G/A Gen TNFα dengan Derajat Penurunan Faal Paru... 129

5.8 Hubungan Haplotipe Dengan Kejadian PPOK... 130

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 132

6.1 Simpulan ... 132

6.2 Saran ... 133

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 134

LAMPIRAN

(19)

DAFTAR ISTILAH

ATS = American Thoracic Society

A1ATD = Defisiensi Alpha 1 antitripsin APE = Arus Puncak Ekspirasi

CD = Cluster of differentiation

COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease

(20)

ROS = Reactive Oxygen Species

SKRT = Survai Kesehatan Rumah Tangga SNP = Single Nucleotide Polymorphism

TGF = Transforming Growth Factor Th = T helper

TIMP = Tissue Inhibitor Metaloproteinase

TNF = Tumor Nekrosis Faktor TNF-α = Tumor Nekrosis Faktor-α

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik ...…………... 10

Tabel 2. Kandidat gen berkaitan dengan kejadian PPOK ... 18

Tabel 3. Penelitian polimorfisme TNFα berhubungan dengan PPOK.. 51

Tabel 4. Analisis univariat dan multivariat... 52

Tabel 5. Data dasar : jenis kelamin, umur dan pekerjaan ... .... 82

Tabel 6. Distribusi umur pada kelompok kasus dan kontrol... 83

Tabel 7. Kebiasaan merokok pada kelompok kasus dan kontrol... 84

Tabel 8. Riwayat merokok berdasarkan Indeks Brinkman ... 85

Tabel 9. Distribusi alel G dan A genotip -308TNFα kelompok kasus.... 90

Tabel 10. Distribusi alel G dan A genotip -308TNF kelompok kontrol.. 91

Tabel 11. Alel gen -308TNFα pada kelompok kasus dan kontrol ... ...92

Tabel 12. Distribusi alel G dan A genotip -238TNFα kelompok kasus... 94

Tabel 13. Distribusi alel G dan A genotip -238TNFα kelompok kontrol....95

Tabel 14. Alel gen -238TNFα antara kelompok kasus dan kontrol... 96

Tabel 15. Hubungan polimorfisme -308 dan -238 gen TNFα - PPOK....98

Tabel 16. Hubungan alel -308A & -238A gen TNFα-keparahan PPOK... 99

Tabel 17. Haplotipe -308A dan -238A gen TNFα kelompok kasus... 99

Tabel 18. Haplotipe -308A dan -238A gen TNFα kelompok kontrol.... 100

Tabel 19. Hubungan haplotipe -308A & -238A gen TNFα - PPOK... 101

(22)

Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya PPOK………... 24 Gambar 9 : Pengambilan Darah Vena Mediana kubiti... 61

Gambar 10 : Pemeriksaan Spirometri... 64 Gambar 11 : Strategi Penempatan Primer -308 TNFα... 66 Gambar 12 : Foto Elektroforesis Hasil PCR Fragmen Gen TNFα.... 68 Gambar 13 : Foto Hasil Pemotongan Fragmen TNFα oleh Enzim Restriksi... 69 Gambar 14 : Strategi Penempatan Primer -238 TNFα... 67 Gambar 15 : Foto Elektroforesis Hasil PCR Fragmen Gen TNFα... 71 Gambar 16 : Foto Hasil Pemotongan Fragmen TNFα oleh Enzim Restriksi... 74 Gambar 17 : Alat yang Digunakan dalam Penelitian…………... 76 Gambar 18: Distribusi Klasifikasi Hambatan Aliran Udara Napas Berdasarkan GOLD 2011 pada Kelompok Kasus ... 85 Gambar 19: Umur dan Hambatan Aliran Napas Kelompok Kasus 86 Gambar 20: Distribusi Pekerjaan dan Hambatan Aliran Udara

Napas pada Kelompok Kasus... 87 Gambar 21: Distribusi Kebiasaan Merokok dan Klasifikasi

Hambatan Aliran Udara Napas pada

(23)

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

ABSTRAK

Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Namun demikian, hanya 15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik dari jalur peranan polimorfisme -308G/A dan -238G/A gen TNFα pada perokok.

Metode

Penelitian case control, membandingkan genetik sekelompok orang yang menderita PPOK (kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita PPOK (kontrol) dengan riwayat merokok yang sama. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Januari 2011 sampai Maret 2012 dibeberapa lokasi antara lain :Poliklinik Paru RSUP.H.Adam Malik , RS.Pirngadi, RS. Tembakau Deli, RS. Siti Hajar di Medan dan beberapa Puskesmas di kota Medan. Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri dan analisis gen dengan teknik PCR-RFLP.

Hasil

Dari 227 orang diperoleh jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan penyetaraan umur dan riwayat merokok sebanyak 186 orang (93 orang sebagai kelompok kasus dan 93 orang sebagai kelompok kontrol). Hasil perhitungan frekuensi genotip -308 TNFα pada kelompok kasus PPOK, yaitu 75 GG, 8 GA, 10 AA dan pada kontrol yaitu 60 GG, 25 GA, 8 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 145 (78%), sedangkan pada kelompok kasus PPOK sebesar 158 (85%). Alel A pada kelompok kontrol sebesar 41 (22%) dan pada kelompok kasus PPOK sebesar 28 (15%).

(24)

0,014 maka perbedaan ini secara statistik bermakna. Untuk polimorfisme -238G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 8 pada kasus dan 4 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 85 pada kasus dan 89 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 2,094 dan tingkat kepercayaan (confidence interval / CI) = 0,608 - 7,211. Nilai p sama dengan 0,241 maka perbedaan ini secara statistik tidak bermakna.

Simpulan

Polimorfisme -308G/A gen TNFα terbukti sebagai faktor protektif terjadinya PPOK. Polimorfisme -238G/A gen TNFα tidak terbukti sebagai faktor resiko terjadinya PPOK.

(25)

Association of -308 and -238 Tumor Necrosis Factor Alpha Gene Polymorphisms With The Presence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease

ABSTRACT

Background

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) will be the highest cause of mortality and morbidity in the world. Data showed that 85-90% of COPD cases are caused by smoking, but only 15-20% of chronic heavy smokers who will develop COPD. This indicates a different susceptibility to damage from smoking that may be linked to genetic factors. The purpose of this study was to analyze the occurrence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease role path of -308G/A and -238g / A TNFα gene polymorphism in smokers.

Method

Case-control study, comparing the genetic group of people who have COPD (cases) and a group of people who do not suffer from COPD (control) with the same smoking history. Implementation of the study started from January 2011 to March 2012 at several locations, among others: Pulmonary Clinic RSUP.H.Adam Malik, RS.Pirngadi, RS. Tobacco Deli, RS. Siti Hajar in Medan and several health centers in the city of Medan. Examination of lung function using spirometry was performed and gene analysed by PCR-RFLP.

Result

(26)

we obtain oods ratio (OR) = 2.094 and the confidence interval / CI = 0.608 to 7.211. The p-value equal to 0.241, the difference was not statistically significant.

Conclusion

Polymorphism-308G /A TNF- α gene shown to be a protective factor for the occurrence of COPD. Polymorphism -238 G /A TNF-α gene has not been proven as a risk factor for COPD.

Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, and TNF-α gene polymorphism

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Berdasarkan perkiraan WHO, PPOK akan menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020. Penyebabnya antara lain adalah semakin banyaknya jumlah perokok, berkurangnya kematian yang disebabkan oleh penyakit lain (jantung dan infeksi), dan meningkatnya usia harapan hidup(GOLD, 2011 dan PDPI, 2011). Merokok adalah faktor lingkungan yang berhubungan erat dengan kejadianPPOK akibat terjadinya respon inflamasi di paru yang abnormal.Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok (Vestbo, 2003). Namun demikian, hanya 15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik (Teramoto, 2001). Merokokadalahfaktorrisiko yang pentingdalampenurunanfungsiparu-paru,

tetapipenyakitobstruktiftidakberkembangpadasebagianbesarperokok.Bany

akpasiendenganbronkitiskronik yang terusmerokoktidakmenunjukkanpenurunanfungsiparu yang berlebihan,

tetapibeberapaindividumenunjukkankerentanan

(28)

Zhai(2007)

menelitibahwagenetikberpengaruhkuatpadarasioantaranilai VEP1 yang diperiksa dengan nilai VEP1 yang normalpada orang sehat yang tidakterkenapengaruhrokok, tetapigenetikjugadipengaruhiolehmerokok. Kebiasaanmerokokakanberpengaruhterhadapekspresigenetikfungsiparu (Zhai, 2007). Namun bagaimana hal tersebut terjadi pada tiap-tiap pejamu yang rentan belum terlalu dimengerti.PPOK belakanganinidinyatakansebagaisuatukelainankompleks yang merupakanhasilinteraksiantarabeberapafaktorgenetikdanlingkungan.

Berkembangnyapemeriksaanterhadapberbagaibentukvariasigenetikdihara pkanakandapatmengungkapkanmekanismebarudaripatogenesis PPOK. Penyalinannomorvarian yang dapatmenjabarkanperbedaandalamurutan

“dosis gen” danstrukturnyamemberikankontribusidalammenjelaskankerentananterhad

apkejadian PPOK.Pengetahuantentangvariasigenetik, ekspresi gen danregulasinyamemungkinkanakanmengungkapkannovel

mekanismeterjadinya PPOK danberpotensi didalampenatalaksanaannya(Wan, 2009).

TNFα merupakan proinflamasi sitokin yang kuat dan suatu mediator

penting pada inflamasi, yang jika diproduksi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan tissue remodelling seperti halnya yang terjadi pada PPOK (Subowo, 2009 dan Nuswantara, 2010). Meskipun produksi sitokin TNFα

dipicu oleh proses inflamasi, kecepatan produksi TNFα dipengaruhi oleh

(29)

menyandi sitokin tersebut. Polimorfisme atau Single Nucleotida

Polimorphism (SNP) adalah suatu variasi urutan nukleotida, atau

perubahan salah satu basa nukleotida pada gen. Polimorfisme gen

TNFα posisi -238G/A dan -308G/A adalah perubahan basa nukleotida

guanin (G) menjadi adenin (A) pada posisi -238 dan -308. Perubahan ini akan menyebabkan peningkatan atau penurunanproses transkripsi

sehingga mempengaruhi produksi protein TNFα. Sejauh ini, 2 single

nucleotide polymorphisms (SNPs) pada daerah promoter TNFα pada

lokasi nukleotida -238 dan -308 dari gen TNFαtranscriptional start site

telah ditemukan. Jenis-jenis alelnya secara berturut-turut adalah TNFα -238G/A dan TNFα-308G/A. Adabanyak penelitian yang menunjukkan

polimorfisme gen TNFαmempengaruhitingkatproduksidari TNFα

(Hajeer,2000).Beberapa penelitian membuktikanmeningkatnyaaktifitastranskripsi gen

TNFαdikaitkandenganalel-308A homozigot (AA) maupun heterozigot (GA),

sedangkan alel -238A homozigot (AA) dan heterozigot (GA) dilaporkan menurunkan aktifitas transkripsi yang kemudian menurunkan produksi dari TNFα (Gingo, 2008).

Pada tahun 1997 Huangtelahmenemukanpolimorfismegen TNFαposisi-308G/A.Disiniterjadiperubahan basa guanin (G)

menjadiadenin (A) pada populasi di Taiwan yang

berperanterhadapterjadinyabronkitiskronik dan meningkatnyaresponinflamasi yang menjadipredisposisi pada

(30)

kejadianbronkitiskronikdengan oods ratio yaitu 11,1 pada seorangperokok

yang memiliki gen TNFα alel-308A

(termasukhomozigotmaupunheterozigot). Dari penelitian yang dilakukan Sapey (2010) terhadap gen TNFα alel -238A menunjukkan bahwa penderita PPOK yang memiliki alel ini lebih condong ke tipe bronkitis kronik, penurunan faal paru yang lebih besar setiap tahunnya, dan penurunan body mass index yang lebih besar.Sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli tentang pengaruh gen TNFαalel 308A dan

-238A terhadap kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Huang(1997)menemukanadanyapolimorfismegen TNFα posisi

-308G/A dibuktikankembali bahwapolimorfismenukleotidatunggaliniberhubungandenganterjadinya PPOK olehSakao (2001) danHersh (2005). Namun,berbeda denganhasilpenelitianHigham.(2000), Sandford(2001), Tanaka (2007) yang dilakukan pada populasiKaukasus dan olehIshi (2000), Jiang(2005),Hegab(2005) dan Chierakul(2005) pada populasi Asia, diperolehbahwapolimorfismenukleotidatunggalgen TNFαposisi-308G/A tidakberbedasecara bermakna antara perokokdenganatautanpa PPOK.

Hu(2007) di Cina dan Gingo(2008) di Amerikamengonfirmasikembaliadanyahubunganpolimorfismenukleotidatun

ggal gen TNFαposisi-308G/A denganPenyakitParuObstruktifKronik.

Padatahun 2008 Gingomelakukanpenelitianmembandingkanenamvariasipolimorfisme gen

(31)

-857C/T, -238G/A, -308G/A,dan +487G/A dandisimpulkanbahwaalel -308A yang memiliki odds rasio yang lebihtinggi (OR:1,9) berhubungandengan PPOK danjugadenganmakinmemburuknyanilai VEP1/KVP. Gingomenyatakanbahwa

dibutuhkanpenelitianyangdilakukanpadapopulasiKaukasiadanpopulasi

non-Kaukasia.Salahsatuhasil penelitianSmoolonska (2009), menunjukkanbahwapolimorfismegen TNFαposisi -308G/A berlaku pada populasi Asia saja dan disimpulkanbahwaetnik penting pada identifikasigenetik PPOK.

Penelitian di Indonesiayang berkaitan dengan polimorfisme gen

TNFα posisi -308 telah dilakukan oleh Kurniawidjaja (2004) tentang variasi

gen TNFα -308 terhadap Silikosis pekerja pabrik semen danNgestiningsih

pada tahun 2005 meneliti tentang polimorfisme alel TNFα pada penderita demam berdarah (DHF) dan dijumpai adanya variasi gen TNFα posisi -308 pada populasi Indonesia, yaitualel gen TNFα -308 homozigot AA (16%), heterozigot GA (66%) dan homozigot GG (8%). Turyadi (2006) juga melaporkan adanya frekuensi alel gen TNFα posisi -308 pada malaria berat dan ringan di Indonesia. Sementara ini belum ada penelitian yang merujuk adanya polimorfisme gen TNFα posisi -238 pada populasi Indonesia hingga saat ini.

Berdasarkanuraian di atas, penelitiberkeinginanmengetahuilebihjauhtentangmekanismeketerlibatanpo

limorfisme genTNFα yang berhubungandenganterjadinya PPOK pada

(32)

menganalisisterjadinyaPenyakitParuObstruktifKronikdarijalurperananpolim orfismegen TNFα posisi -308G/A dan -238G/A (homozigot dan

heterozigot).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah diuraikan dan penelusuran literatur, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Apakah polimorfismegenTNFα padaposisi -308dan -238berhubungan dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik? 1.2.2 Apakah polimorfisme gen TNFα pada posisi 308 dan

-238berhubungan dengan tingkat keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFαpada posisi -308 dan -238 dengan kejadianPenyakit Paru Obstruktif Kronik serta tingkat keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

(33)

1.3.2.1 Mendapatkan distribusi polimorfisme gen TNFα pada posisi -308dan -238pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di beberapa rumah sakit dan puskesmas di Medan

1.3.2.2 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα pada posisi -308 dan -238 dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik serta besarnya faktor risiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 1.3.2.3 Diketahuinyahubunganpolimorfismegen TNFα pada posisi

-308dan -238dengan tingkat keparahan (penurunan nilai VEP1)pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pengetahuan dan bagi kehidupan manusia. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut;

1.4.1 Manfaat teoritik

1.4.1.1 Hasilpenelitiandiharapkanakanmengungkapkantentang polimorfismegen TNFαpada posisi -308dan -238pada patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

1.4.1.2 Hasilpenelitiandiharapkandapatmenemukanteoritentang keterkaitanperanangen TNFα alel -308Adan -238Adengan penurunanfaalparu VEP1sehinggadapatmenyumbangkan

(34)

1.4.1.3 Mendapatkandistribusigen TNFαalel -308G/A dan -238G/A pada orang normal dan penderitaPenyakitParuObstruktifKronik pada beberapa rumah sakitdan puskesmas di Medan.

1.4.2 Manfaat praktis ( terapan )

1.4.2.1 Memanfaatkan metode biologi molekuler khususnya pemeriksaan polimorfisme gen TNFα pada posisi -308 dan -238 melalui konsul genetika untuk deteksi dini, dan terapi gen untuk pencegahan terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik di masa datang.

1.4.2.2 Sebagai langkah awal dalam mengupayakan pembuatan obat yang sesuai dengan kelainan spesifik yang terjadi (Target terapi) sehingga dapat mengurangi inflamasi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik sehingga dapat mengurangi progresifitasnya.

1.5.Orisinalitas

Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum menemukan penelitian tentang polimorfisme gen TNFαpada posisi238 dan -308terhadap kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada perokok di Indonesia. Yang telah diteliti di Indonesia adalah hubungan polimorfisme

gen TNFα pada posisi -308 terhadap DHF, Malaria dan Silikosis.

1.6. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

(35)

1.6.3 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi -238dengan kejadian PPOK pada orang Indonesia.

1.6.4 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi-308 dengan kejadian PPOK pada orang Indonesia.

1.6.5 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi-238 dengan nilai VEP1 atau derajat keparahan PPOK pada orang Indonesia.

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal dengan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandaidengan hambatan aliran udara napas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Gejala utama PPOK adalah sesak napas,batuk kronis atau produksi dahak danriwayat terpapar dengan faktor resiko (PDPI, 2011 dan GOLD, 2011).

(37)

penunjang. Pemeriksaan faal paru merupakan kunci dari diagnosis PPOK (PDPI, 2010).

Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosis PPOK dan menilai derajat obstruksi saluran napas. Spirometri menjadi

gold standard untuk mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri

penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP) dan nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dari nilai prediksi. Foto toraks tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis PPOK tetapi dapat digunakan untuk menyingkirkan penyakit lain yang juga dapat menimbulkan gejala obstruksi saluran napas ( TB, Bronkiektasis, kanker paru, dan lain-lain) (PDPI, 2010 dan GOLD, 2009) .

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (GOLD, 2011)

GOLD 2011

30% < VEP1< 50% Prediksi VEP1 / KVP < 70%

GOLD 4 :

PPOK Sangat Berat

VEP1< 30% prediksi VEP1/ KVP < 70%

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 KVP = Kapasiti Vital Paksa

(38)

European Respiratory Society(ERS), British Thoracic Society ( BTS ),

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease ( GOLD ) dan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Ke lima panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan yang sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1. BTS, ATS, GOLD dan PDPI merekomendasikan nilai absolut dari rasio VEP1/KVP harus kurang dari 70% sedangkan ERS merekomendasikan VEP1/KVP kurang dari 88% untuk mendiagnosis PPOK. Derajat keparahan PPOK ditentukan oleh nilai VEP1 yang sedikit berbeda antara panduan yang ada.

2.1.1 Epidemiologi

Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5 - 9% pada individu usia > 45 tahun (Wiyono, 2009). Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari 7,8% - 32,1% dibeberapa kota Amerika Latin. Prevalensi PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3% yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi di 6,7% di Vietnam (GOLD, 2007). Untuk Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6% (Regional COPD working Group, 2003).

(39)

penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (PDPI, 2003). Data kunjungan pasien di RS.H.Adam Malik dan RS.Tembakau Deli Medan menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus PPOK. Pada tahun 2009 proporsi pasien PPOK yang dirawat inap di bagian paru adalah 3,55% dari seluruh pasien yang dirawat inap di RSUP.H.Adam Malik Medan. Sementara proporsi pasien yang dirawat inap dengan diagnosis PPOK adalah 19,82% dari seluruh pasien yang dirawat inap di bagian paru. Distribusi proporsi pasien antara lain usia > 60 tahun 60,2%, Laki-laki 50%, suku batak 61,4% dengan riwayat merokok bekas perokok 35,2%, perokok 42% dan rerata Indeks Brinkman 431,18 (Candly, 2010).

(40)

pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk (dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an), industrialisasi dan polusi udara (terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan) (PDPI, 2003).

Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK diperkirakan dibawah dari angka yang sebenarnya dikarenakan PPOK tidak selalu dikenal dan didiagnosa sebelum tanda klinik muncul.Data tersebut juga bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya.Pada tahun 1990 PPOK merupakan penyebab ke 12 hilangnya Disability

Adjusted Life Years (DALYs). Diperkirakan pada tahun 2020 PPOK

menduduki urutan kelima hilangnya DALYs. Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari PPOK sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November (WHO, 2010).

2.1.2 Etiologi dan Patogénesis

Etiologi

Faktor risiko penyebab terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik antara lain, yaitu :

2.1.2.1 Merokok

(41)

terbanyak. Sebanyak 65 juta penduduk Indonesia (28%) adalah perokok yang artinya setiap 4 orang Indonesia terdapat seorang perokok (Rasmin, 2008). Jumlah penduduk Indonesia usia> 15 tahun yang merokok meningkat dari tahun ke tahun. Data survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1995 menunjukkan 26,9% populasi, tahun 2001 sebanyak 31,5% populasi, tahun 2003 sebanyak 31,6% dan terakhir tahun 2005 menjadi 35,4% populasi. Prevalensi perokok laki-laki di Indonesia saat ini diperkirakan 69,04% dan perempuan sebesar 4,83% (Wiyono, 2009).

Merokok terbukti menimbulkan berbagai efek kesehatan, diperkirakan sekitar 50 masalah kesehatan dapat timbul dan sekitar 20 masalah kesehatan berakibat fatal.Rokok menyebabkan 1 dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia. Data WHO tahun 2008 menunjukkan rokok menyebabkan kematian 5,4 juta setahun (1 kematian setiap 6,5 detik). Angka kematian oleh rokok ini jauh lebih besar dari total kematian manusia akibat HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria. Rokok terbukti merupakan faktor risiko dari 6 diantara 8 penyebab kematian tertinggi di dunia (WHO, 2008). Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan merokok sebagai penyebab 3 kematian utama yaitu kanker paru, jantung koroner, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Susanto, 2009).

(42)

penelitian cross sectional maupun longitudinal dan efek dari merokok ada pada kasus yang ringan hingga kasus yang berat (Vestbo, 2003).Ditemukan adanya obstruksi ringan jalan napas dan perkembangan yang lambat dari faal paru pada remaja Amerika yang merokok dan ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan adanya perlambatan perkembangan dari VEP1 pada perokok kalangan remaja dengan gejala pernapasan (Gold, 1996).

Walaupun perkembangan dari faal paru hanya melambat 1 - 2% secara rata-rata, tapi variasinya besar, dan ini mengindikasikan bahwa remaja yang rentan akan mengalami gangguan perkembangan yang nyata karena merokok. Efek merokok pada orang dewasa terhadap penurunan VEP1 sangat jelas adanya.Pada kebanyakan penelitian longitudinal menunjukkan adanya penurunan VEP1 pada laki-laki perokok berkisar dari 45 – 90 ml pertahun, sedangkan pada orang normal 30 ml pertahun. Dan data epidemiologi perokok > 10 bungkus pertahun ( > 10

(43)

2.1.2.2 Faktor Lingkungan

Diperkirakan 20 - 30% dari seluruh masalah respirasi disebabkan oleh polusi udara (Haq, 2002). Hampir setengah penduduk dunia saat ini hidup di daerah atau dekat daerah dengan kualitas udara yang buruk (FIRS, 2010). Selama dua puluh lima tahun terakhir, polusi udara meningkat dengan pesat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada energi lebih banyak. Penggunaan bahan bakar yang banyak mengandung sulfur, penggunaan bahan bakar bertimbal, proses pembakaran yang tidak sempurna, kepadatan lalu lintas, buruknya perawatan kenderaan bermotor dan keadaan jalan raya memperburuk keadaan. Polusi udara menjadi masalah penting karena dampaknya yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup (United Nations

Environment Programme, 2000).

Polusi udara di kota-kota besar asia dengan penduduk diatas 10 juta jiwa seperti New Delhi, Beijing dan Jakarta semakin parah disebabkan oleh efek akumulasi pertumbuhan penduduk, industrilisasi, peningkatan penggunaan kenderaan. Efek kesehatan dapat timbul akibat polusi udara tersebut. Yang lebih penting untuk diperhatikan adalah polusi udara dalam ruangan (PUDR). Risiko PUDR jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan polusi udara luar ruangan (PULR). World Health Organization

(44)

banyak terjadi di desa - desa yang masih mengandalkan pembakaran kayu, arang, sekam dan minyak untuk memasak. Di negara-negara berkembang, lebih dari 1 miliar orang yang masih hidup dengan pembakaran dari kayu atau bahan bakar biomassa lain tanpa cerobong asap yang memadai di rumahnya (Dawud, 2004). Dampak kesehatan akibat polusi udara yang umum dijumpai adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), Bronkhitis, Asma, PPOK dan gangguan pernapasan lain (Haq, 2002).

Polusi udara yang menahun suatu faktor resiko yang meningkatkan berkembangnya obstruksi jalan napas atau penurunan nilai VEP1 pada remaja umur 10 hingga 18 tahun. Seperti yang dilaporkan oleh Gauderman tentang efek polusi udara terhadap faal paru dan mekanisme ini dapat meningkatkan resiko terjadinya PPOK saat dewasa (Gauderman, 2004).

Dari penelitian kohort yang dilakukan terhadap penderita PPOK disimpulkan bahwa menghirup bahan iritan dalam waktu yang lama akan meningkatkan resiko kematian pada orang yang rentan terjadinya PPOK dan efeknya meningkat dengan meningkatnya waktu terekspos (Zanobetti, 2008).

2.1.2.3 Genetik

(45)

menderita PPOK telah ada dilaporkan sejak tahun 1950-an. Namun yang menarik tentang faktor genetik pada PPOK berkembang secara luas sejak ditemukannya defisiensi berat dari alfa-1-antitripsin pada tahun 1963 yang kemudian dikenal sebagai faktor genetik terpenting sebagai penyebab PPOK (Silverman, 2002).

Beberapa kandidat gen yang berhubungan dengan kerentanan terhadap timbulnya PPOK selain defisiensi alfa-1-antitripsin antara lain Matriks metalloproteinase 9 (MMP 9),Microsomal epoxide hydrolase (EPHX1), Heme oxygenase 1 (HMOX1), Glutathione S-transferase

Gen Varian

(46)

P1(GST P1), Vitamin D binding protein, β2-Adrenergic receptor (ADRB2) ,

TNFα dan Transforming growth factor-β1(TGFB1) (Wan, 2009).Sejak

tahun 1963 hingga saat ini, defisiensi alfa-1-antitripsin(A1ATD) diidentifikasi sebagai faktor risiko genetik untuk PPOK.Antitripsin, adalah suatu inhibitor protease serin yang paling banyak dalam tubuh, dikodekan oleh SERPINA1 gen pada kromosom 14. Suatu mutasi missense yang merupakan hasil dalam substitusi asam glutamat untuk lisin pada posisi asam amino 342.Defisiensi Alfa1-antitripsin (A1ATD) adalah kondisi yang relatif jarangdan hanya dijumpai pada 1 - 2% dari totalkeseluruhan kasus PPOK(Brantly, 1988). Hasil penelitian terhadap variasi nilai VEP1 pada 1529 orang kembar non perokok antara umur 18-84 tahun, disimpulkan bahwa gen adalah pengaruh utama, walaupun pengaruh kuat genetik ini sangat dimodifikasi oleh interaksinya dengan merokok (Zhai, 2007).

Peran Polimorfisme gen TNFα dengan kejadian PPOK didasari dan

dikaitkan dari penelitian Louis (1998), Braun(1996), Krouger (1997), Wilson(1997) dan Wu(1997) yangmelaporkan tentang peningkatan

aktivitas transkripsi gen TNFα yang dikaitkan dengan alel -308 diberbagai

gangguan. Higuchi (1998) melaporkan bahwa TNFα merupakan sebuah ekspresi dari mononuklear darah perifer sel dan melaporkan adanya alel 857T dan alel 1031C yang berhubungan dengan peningkatan transkripsional aktivitas gen TNFα. Udalova(2000) melaporkan tentang adanya alel 863A Tumor Nekrosis Faktor. Sementara alel -238A yang dilaporkan oleh Huizinga(1997), Pociot (1995) dan Hajeer(2000) juga

(47)

protein. Hubungan polimorfisme gen TNFα dengan kejadian PPOK telah dibuktikan pada banyak penelitian namun terkadang menunjukkan hasil yang bertentangan.

Data terakhir dari penelitian yang dilakukan Castaldi (2010), suatu metaanalisis terhadap 27 variasi gen pada PPOK dan kesimpulannya ada 4 yang secara signifikan berhubungan dengan kerentanan terjadinya PPOK yaitu GSTM1 null variant, rs18000470 TGFB1, rs1799896SOD3 dan rs1800629 TNFα( -308 TNFα).

Patogenesis

Paradigma terkini tentang patogenesis dari PPOK adalah bahwa hambatan aliran udara napas kronik dihasilkan oleh suatu respon inflamasi abnormal dari partikel dan gas yang terhirup masuk ke saluran napas, dimana reaksi inflamasi yang abnormal ini dapat juga di deteksi pada sirkulasi sistemik. Banyak penelitian menemukan bahwa respon inflamasi paru terhadap pajanan gas atau asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8 dan TNF-α dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau yang diaktifkan oleh sel inflamasi. Peningkatan jumlah limfosit T yang didomisasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal( Agusti, 2007).

Makrofag yang diaktifkan asap rokok dan zat iritan lainnya akan

(48)

dan netrofil mengeluarkan zat-zat protease seperti netrofil elastase, capthesin dan Matriks Metalo Protease (MMP) yang merusak dinding alveoli, jaringan penunjang pada parenkhim paru dan juga menstimuli terjadinya hipersekresi mukus. Asap rokok ini juga mengaktifkan sel epitel di saluran pernapasan untuk mengaktifkan T limfosit khususnya CD8 yang dapat langsung membuat kerusakan pada dinding alveoli dan juga dengan mengeluarkan berbagai macam mediator inflamasi, salah satunya

TNFα. Sel epitel yang terpajan asap rokok akan menyebabkan

pembentukan fibroblas meningkat sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis. Fibroblas akan diaktifasi oleh Growth Factor yang dilepaskan oleh makrofag dan sel epitel. Enzim-enzim ini pada kondisi normal akan diatasi oleh protease inhibitor, termasuk alpha 1 antitripsin, SLPI dan Tissue Inhibitor Metalo Protease (TIMP).Karakteristik PPOK adalah peradangan kronik mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskular pulmoner. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan netrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4, IL8, TNF dan lain-lain yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi netrofilik. Selain proses inflamasi terdapat 2 proses lain yang diduga berperan dalam patogenesis PPOK yaitu keseimbangan proteinase – antiproteinase dan keseimbangan beban oksidan dan antioksidan (Rennard, 2002).

(49)

inflamasi menginfiltrasi permukaan epitel saluran napas sentral, mengakibatkan perubahan epitel menjadi squamous metaplasia. Terjadi pembesaran kelenjar mukus dan peningkatan sel goblet. Perubahan tersebut mengakibatkan terjadi hipersekresi mukus. Perubahan pada saluran napas kecil akibat inflamasi menyebabkan airway remodelling

sehingga menyempitkan lumen saluran napas yang nonreversibel (PDPI, 2011).

Pada PPOK dinding antara sakus alveoli kehilangan kemampuannya untuk meregang dan mengempis. Adanya kerusakan jaringan penyokong dan serabut elastin akan meningkatkan compliance

jaringan dan mengurangi elastisitas pada ekspirasi. Elastisitas dari jaringan paru yang menghilang, akan menyebabkan peningkatan volume residu, volume gas total, penurunan kapasitas inspirasi, hiperinflasi paru dan udara yang terperangkap dalam sakus alveoli (gas trapping ) yang mengganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida dan menyebabkan auto PEEP (Positive End Expiratory Pressure). Hal ini juga mengakibatkan terjadinya obstruksi dari aliran udara. Jadi pada PPOK adanya obstruksi saluran napas selain disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil juga akibat destruksi alveoli dimana terjadi airtrapping dan hiperinflasi.

(50)

perubahan fisiologis utama pada PPOK. Destruksi dinding alveoli akan menyebabkan gangguan patensi saluran napas kecil, namun hal ini hanya memegang peranan kecil pada patofisiologi PPOK (PDPI, 2011).

Pada PPOK stadium lanjut, terjadi obstruksi saluran napas perifer dan kelainan pembuluh darah paru yang akan menyebabkan gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia dan akhirnya hiperkapnia. Komplikasi kardiovaskuler PPOK berupa hipertensi pulmoner dan kor pulmonal merupakan hal yang dihubungkan dengan prognosis yang buruk. Obstruksi jalan napas merupakan yang paling menonjol dan paling sukar ditanggulangi oleh karena umumnya menunjukkan tingkat perjalanan penyakit yang lanjut, irreversibel dan progresif. Penekanan terapi terhadap obstruksi jalan napas merupakan masalah pengobatan yang terpenting, oleh sebab itu mekanisme obstruksi jalan napas pada PPOK perlu dipahami secara baik (PDPI, 2011).

Mekanisme obstruksi saluran napas adalah obstruksi oleh sekret pada saluran napas akibat produksi sekret yang berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar, submukosa, secara potensial merupakan komponen obstruksi saluran napas yang reversibel. Reaksi oksidasi stress dari asap rokok atau dari sel inflamasi memiliki beberapa efek antara lain : menurunkan aktivitas dari antiprotease, mengaktivasi Nuklear factor kB,

meningkatkan sekresi sitokin IL8, meningkatkan produksi TNFα,

(51)

Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya PPOK (GOLD, 2009)

Yang menjadi dasar dari patogenesis PPOK adalah sejauh mana

host respon (respon pejamu) dari seorang perokok terhadap faktor

pajanan asap rokok. Apakah terjadi amplifikasi dari respon inflamasi, stress oksidasi atau proteinase yang dapat menyebabkan kerusakan pada PPOK atau tidak terjadi amplifikasi sehingga antioksidan dan antiproteinase dapat berperan menghambat terjadinya PPOK (gambar 1).

Patogenesis PPOK sangatlah kompleks, dan hingga mekanisme yang terlibat menjadi lebih jelas pun masih sulit dipahami mengapa hanya 20% dari perokok yang berkembang menjadi PPOK. Seorang perokok pasif dapat berkembang menjadi penderita PPOK, tetapi seorang perokok aktif berat tidak menjadi penderita PPOK. Walaupun kemajuan sudah dibuat dalam memahami patogenesis PPOK, namun masih belum jelas mengapa hanya sedikit perokok yang berkembang menjadi PPOK. Yang menjadi dasar dari patogenesis PPOK adalah

Faktor Pejamu Mekanisme melipatgandakan Asap rokok

Partikel bahaya

Anti oksidan Anti protease

(52)

respon dari hostatau pejamu (perokok) terhadap faktor risiko dari lingkungan (asap rokok). Efek utama dari respon ini telah digambarkan sebagai inflamasi yang abnormal, walaupun berbagai mekanisme lain yang terlibat masih belum jelas (GOLD, 2009).

Gambar 2 : Skematik patogenesis PPOK (Siafakas, 2003)

Secara skematik patogenesis PPOK diilustrasikan seperti pada gambar 2 bahwa: asap rokok dan host respon mempunyai peranan yang sama terhadap kejadian stress oksidatif, inflamasi, kerusakan jaringan dan remodeling(Siafakas, 2003).

Suatu epidemiologi model telah dibuat sebagai penekanan terhadap waktu pemaparan asap rokok (sebelum lahir, selama perkembangan paru, dan lain-lain). Ada juga bukti bahwa infkesi virus adenoviral pada awal kehidupan dapat menjadi faktor penting untuk mencirikan perokok yang rentan. Hiperesponsif dari saluran napas gagal untuk dapat dijelaskan ke gambaran umumnya dan masih menjadi suatu topik perdebatan. Perbedaan nutrisi, seperti vitamin atau minyak ikan dapat berperan dalam menyiapkan pertahanan terhadap efek stress oksidasi

(53)

tetapi tidak dapat secara lengkap dijelaskan terhadap keberadaan kerentanan seseorang.Perbedaan genetik menjadi parameter yang terbaik untuk mengindentifikasi perokok yang rentan. Pemahaman dasar genetik dari PPOK dapat mengarahkan ke metoda pencegahan dan pengobatan yang lebih baik dimasa yang akan datang (Siafakas, 2003).

2.2. Respon Inflamasi yang terjadi pada Penyakit Paru Obstruktif

Kronik

Inflamasi adalah merupakan bagian dari respon imunitas, dimana proses perbaikan dimulai ketika proses inflamasi terjadi di paru. Mediator inflamasi diketahui tidak hanya memodulasi terjadinya respon inflamasi tetapi diyakini mempunyai peranan yang penting didalam regulasi perbaikan. Mediator inflamasi bekerja secara lokal di sepanjang saluran napas dengan memberikan modulasi penarikan sel epitel untuk menutupi defek yang dihasilkan oleh suatu cedera. Kemampuan dari sel epitel bermigrasi untuk menutupi defek juga dimodulasi oleh komponen yang ada dalam lingkungan inflamasi yang terjadi. Pada PPOK, terjadinya gangguan fungsi pada saluran napas dan struktur alveoli disebabkan oleh kerusakan struktur akibat tidak berjalan sempurnanya respon perbaikan yang efektif, akibat dari terjadinya inflamasi yang terus menerus atau kronik (Rennard,1999)

(54)

mediator inflamasi (gambar 3 dan 4). Interaksi antara sel-sel inflamasi yang terlibat pada PPOK jelas terjadinya. Gambar dibawah menunjukkan peranan berbagai sel terhadap proses inflamasi pada PPOK antara lain : Netrofil, Makrofag, CD8-T Limfosit, Eosinofil, Epitel sel, Sel Endotel dan Fibroblas yang dapat menimbulkan efek perusakan jaringan paru dan efek modifikasi dari proses perbaikan epitel sehingga terjadi remodeling (Barnes, 2003).

Gambar 3: Sel inflamasi yang berperan pada PPOK (Barnes, 2003)

Mediator inflamasi berasal dari beberapa sel inflamasi di saluran napas dan mediator-mediator ini yang akan berperan pada kejadian sejumlah efek inflamasi. Beberapa mediator inflamasi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik yaitu (Barnes, 2003) :

1. Lipid Mediator : Protanoid, Leukotrin, Platelet Activating factor 2. Reactive Oxygen Species

3. Nitric Oxide

4. Peptide Mediator: Endotelin, Bradikinin, Tachykinin, Komplemen

5. Kemokin : IL 8, GROα, GROβ, MCP 1, MIP-1β

(55)

Interferon gamma

7. Growth Factor : TGFβ, EGF

8. Protease : Neutrofil elastase,Cathepsin, Protease 3, MMPs

Gambar 4 : Inflamasi yang kompleks pada PPOK (Barnes, 2003)

(56)

kronik dari jalan napas banyak diminati peneliti, walaupun secara alamiahnya belum jelas dipahami(Barnes, 2003).

Meningginya kadar dari inflamasi sistemik dapat dipastikan menggambarkan curahan dari inflamasi lokal pada saluran napas, atau awal dari respon lokal yang di modifikasi oleh faktor sistemik. Pemahaman tentang hubungan konsentrasi sistemik seperti sejumlah biomarker inflamasi dan oksidasi stress terhadap penurunan faal paru dapat memberikan pengertian yang mendalam terhadap proses yang terjadi di dalam paru yang menyebabkan obstruksi kronik jalan napas dan pemahaman terhadap hubungan inflamasi sistemik dengan proses di dalam paru tersebut (Walter, 2008).

Belakangan ini efek sistemik dari PPOK dikatakan kemungkinan adalah sebagai patobiologi dari sejumlah efek kerusakan terjadi di ekstra paru (Andreassen, 2003 danAgusti, 2007). Gan (2004) melakukan metaanalisis terhadap beberapa penelitian mengenai inflamasi sistemik dan hasilnya mengkonfirmasi adanya peningkatan dari leukosit, fibrinogen, C reactive Protein (CRP) , sitokin (IL6) dan Tumor nekrosis

faktor (TNFα) pada penderita PPOK stabil. Dan intensitas dari sistemik

inflamasi ini akan meningkat selama kejadian eksaserbasi pada PPOK(Andreassen, 2003 danAgusti, 2007).

2.3 Tumor Nekrosis Faktor

(57)

jenis sitokin yang merupakan peptida pengatur (regulator) yang dapat diproduksi oleh hampir semua jenis sel berinti dalam tubuh. Memiliki sel sasaran dan fungsi yang multipel. Dikelompokkan dalam mediator inflamasi yang berfungsi dalam komunikasi antar sel yang bekerja dalam sistem imun (Baratawidjaja, 2009 dan Subowo,2009).

Bersama dengan IFN gamma, TNF bersifat sitotoksik bagi banyak jenis sel tumor. TNFα pada awalnya dijelaskan sebagai suatu faktor yang diproduksi oleh stimulasi endotoksin terhadap makrofagsehingga menyebabkan hemoragik nekrosis dari tumor.TNFα merupakan proinflamasi sitokin yang kuat dengan pleiotropi dan suatu mediator penting pada inflamasi.Sitokin adalah mediator berupa peptida yang fungsinya dapat menurunkan atau meningkatkan respon imun, inflamasi dan respon tubuh terhadap penyembuhan jaringan yang rusak. Sitokin merupakan messenger kimia atau perantara dalam komunikasi intraseluler yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10 -10 – 10-15 mol/l dapat merangasang sel sasaran). Dewasa ini lebih dari

100 jenis sitokin yang sudah diketahui. Suatu sitokin bekerjanya seperti hormon, yaitu melalui reseptor pada permukaan sel sasaran.Adapun kerja dari sitokin adalah sebagai berikut(Baratawidjaja, 2009):

Langsung:

1. Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropi) 2. Autoregulasi (fungsi autokrin)

(58)

1. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme)

2. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)

TNFα bekerja dengan mengikat kepada dua struktur permukaan sel

reseptor yang berhubungan,yaitu p55 dan p75. Meskipun demikian reseptor p55 sepertinya bertanggung jawab sebagai mediasi mayoritas

fungsi TNFα. Kedua reseptor dapat secara proteolisis terbelah dan

melepaskan dalam bentuk larut, merupakan tanda yang baik untuk

aktifitas TNFα (Petrescu, 2010).TNFterbukti juga merupakan modulator

respon imun kuat yang memperantarai induksi molekul adhesi, sitokin lain dan aktivasi netrofil. TNF yang diproduksi dalam jangka panjang (kronik) dapat mengakibatkan tissue remodelling. TNF dapat berfungsi sebagai faktor angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai faktor pertumbuhan fibroblast (FGF) yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat. Bila produksi TNF tetap berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan jaringan limfoid baru dimana berkumpul limfosit B dan T.Ada 2 bentuk TNF, yaitu TNFα

dan TNFβ. TNFα diproduksi oleh berbagai jenis sel termasuk makrofag,

sel T, B, NK, astrosit dan Kupfer. Pembentukan terjadi sebagai respon terhadap rangsangan bakteri, virus dan sitokin, kompleks imun, komponen komplemen C5a dan reactive oxygen intermediate (ROI). Sebaliknya

TNFβ disekresi oleh sel T dan teraktivasi, ia dapat berada pada

(59)

protein termasuk keluarga protein yang diantaranya terdapat CD40L, CD30L dan CD29L. Lokasi TNFα, TNFβ dan LT beta pada region MHC kromosom 6 dan 17 menimbulkan dugaan bahwa molekul itu bertanggung jawab atas beberapa efek yang berhubungan dengan MHC. Ada 2 jenis reseptor TNFα yang dapat mengikat TNFα dan β dengan afinitas kuat. Walaupun hampir semua jenis sel dapat mengekspresikan reseptor tersebut, reseptor tipe II (tipe A) terutama diekspresikan oleh sel mieloid, sedangkan reseptor tipe I (tipe B) diekspresikan oleh berbagai jenis sel. Ekspresi reseptor diatur oleh vit D3, IL2, GMCSF, dan TNFα sendiri.Kini TNF lebih dianggap sebagai mediator utama dalam radang. Pola kerusakan jaringan radang mirip dengan kerusakan oleh IL 1, sehingga TNF dianggap penting dalam proses penyembuhan luka. Walaupun TNF dalam beberapa aktivitas biologi mirip IL 1, namun ada beberapa perbedaan dalam mekanisme pengaturan imun. TNF mempunyai aktivitas perangsangan yang multipel terhadap limfosit T teraktifkan, misalnya respon proliferatif limfosit T terhadap antigen, peningkatan

reseptor untuk IL2 dan induksi produksi IFNγ. Demikian juga imunitas

spesifik terhadap tumor ditingkatkan oleh TNF.TNF dapat meningkatkan ekspresi antigen MHC kelas I pada fibroblast dan sel endotel.Efek perlindungan non spesifik terhadap patogen telah dilaporkan pula untuk TNF.Misalnya aktivitas antivirus dan beberapa parasit (Subowo, 2009).

(60)

proteksi anti virus pada sel sekitar. Endotoksin memacu makrofag untuk memproduksi TNFα. Yang pada akhirnya memiliki sifat sitotoksik secara langsung terhadap beberapa sel tumor tetapi tidak terhadap sel normal. TNFα juga berperan dalam kehilangan material jaringan (seperti membuat menjadi kurus) yang merupakan ciri inflamasi kronik. TNFα bekerja

sinergitik dengan IFNγ dalam inisiasi respon inflamasi kronik. Kedua

sitokin jika bersama-sama menginduksi akan menyebabkan peningkatan jumlah yang lebih besar dari ICAM 1, E selektin dan MHC1 dibanding jika masing-masing sitokin bekerja sendiri(Subowo, 2009).

Dampak Tumor Nekrosis Faktor alpha (TNFα) secara sistemik antara lain adalah :

1. Bersama-sama dengan IL1, TNFα mengakibatkan demam karena TNFα dapat berinteraksi dengan sel-sel di daerah hipotalamus.

2. TNFα merangsang fagosit mononuklear untuk memproduksi IL1 dan IL6.

3. Merangsang hepatosit untuk memproduksi protein-protein tertentu misalnya protein amiloid A.

4. Mengaktifkan sistem koagulasi dengan merubah keseimbangan aktifitas prokoagulan dan antikoagulan pada endotel vaskuler.

5. Menekan aktivitas sterm cell dalam sum-sum tulang. Pemberian TNFα dalam jangka lama berakibat limfopeni dan imunodefisiensi

(61)

Gambar 5 : Peran TNFα terhadap proses inflamasi pada PPOK

(Barnes,2003)

Pada gambar 5 diatas dijelaskan TNFα berperan penting pada patogenesis PPOK dan dalam melipatgandakan respon inflamasisecara lokal di paru, dengan mengaktifkan sel epitel, monosit, makrofag dan netrofil. Ini dapat menyebabkan emfisema melalui pelepasan proteinase, termasuk netrofil elastase (NE) dan matriks metalo protease (MMP9) , menstimulasi sekresi mukus dan juga secara sistemik menginduksi terjadinya apoptosis pada otot skeletal (Barnes, 2003).

Hasil dari efek inflamasi sistemik pada PPOK dapat diukur dari organ ekstra paru seperti otot skeletal atau secara umum dapat digunakan komposisi tubuh, berat badan atau pengukuran yang setara lainnya. Kerusakan otot skeletal dijumpai pada kondisi penyakit kronik seperti juga PPOK. Mekanisme yang terlibat pada kerusakan otot skeletal adalah

(62)

Belakangan ini pemeriksaan terhadap biomarker salah satunya

TNFα, makin berkembang didalam pemahaman dan memonitor inflamasi

yang terjadi pada PPOK. Dari hasil metaanalisis sekian banyak biomarker yang ada, hanya 4 yang menunjukkan hubungan yang kuat dengan perbedaan derajat pada PPOK yaitu netrofil sputum, IL8, CRP dan juga

TNFα (Barnes, 2003). Beberapa sitokin secara invitro telah terbukti

dijumpai di darah perifer pada orang sehat yang salah satunya adalah

TNFα, dan telah terbukti secara signifikan level dari TNFα berbeda pada

setiap individu. (Hajeer, 2000). Sitokin TNFα memicu produksiintercellular cell adhesion molecule 1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1).

Gambar 6. Struktur tersier sitokin TNFα

Sudah dibuktikan tentang adanya TNFα yang diberikan pada sel epitel

(63)

menunjukkan bahwa fibroblas yang diisolasi dari pasien dengan sekret fibrosis paru adalah faktor yang menginduksi apoptosis dari sel epitel

alveoli. Dijumpainya hal ini membuat kita berhipotesis bahwa TNFα juga

berperan penting pada patogenesis perubahan empisema pada pasien dengan PPOK dengan induksi apoptosis sel alveoli tipe II yang berfungsi sebagai stem sel untuk memperbaiki alveoli yang rusak (Sakao, 2002).

TNFα juga sebagai pengatur utama regulasi dari MMP (Matriks

Metaloproteinase) yang merupakan patogenesis terjadinya PPOK oleh asap rokok. Ketidakseimbangan antara protease dan antiprotease berperan dalam terjadinya kelainan emfisema ditandai dengan meningkatnya degradasi dari matriks ekstraseluler, airway remodeling

pada bronkitis kronik dan asma dan dengan adanya peningkatan penumpukan kollagen.TNFα dapat mengaktifkan makrofag untuk memproduksi matriks metaloproteinase. Efek ini di inhibisi oleh IL10, yang juga meningkatkan pelepasan tissue inhibitor metaloproteinase (TIMP1) pada makrofag orang sehat, tetapi pada perokok IL10 meningkatkan pelepasan TIMP1 tanpa memodifikasi pelepasan MMP9 dari makrofag alveoli(Wright, 2007).

2.3.1Gen TNFα, Polimorfisme gen TNFα dan perannya terhadap

timbulnya PPOK

Regulasi dan produksi TNFα disandi oleh Gen TNFα yang pada

(64)

(De Vries, 2000). MHC mengakomodasi gen-gen yang memegang peranan penting dalam fungsi imunologis. Kompleks MHC dikelompokkan menjadi empat kelas dimana setiap kelas mengandung gen-gen yang mempunyai karakter berkaitan.

Lokasi paling ujung dekat dengan sentromer merupakan kelas II yang terdiri dari 17 HLA (human leukocyte antigen). Di sebelahnya mendekati arah telomere adalah kelas III yang mengkode beberapa komponen dan sistem komplemen. Sedangkan ujung lain yang paling dekat dengan telomere adalah kelas I yang mengkode lebih dari 18 gen yang berhubungan dengan HLA dan pseudogen. Akhir-akhir ini gen-gen yang bertanggung jawab terhadap inflamasi dan infeksi yang terletak di bagian tengah MHC dan berbatasan dengan kelas III telah dikelompokkan sendiri dan dikategorikan sebagai kelas Ivsepertiterlihatpadagambar7.

Gambar

Gambar 1  : Patogenesis Terjadinya PPOK (GOLD, 2009)
Gambar 2 : Skematik patogenesis PPOK (Siafakas, 2003)
Gambar 3: Sel  inflamasi yang berperan pada PPOK (Barnes, 2003)
Gambar 4 :  Inflamasi yang kompleks pada PPOK (Barnes,  2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimana orang yang mempunyai kebiasaan merokok lebih berisiko 7 kali terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan

Secara umum, keterpajanan asap rokok pada populasi yang tidak merokok (perokok pasif) mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian PPOK, dengan nilai OR:

Penelitian ini merupakan review PPOK berdasarkan data kepustakaan dan jurnal dengan fokus penulisan PPOK, yang meliputi; gejala, klasifikasi, prevalensi, faktor

Polymorphism in Promoter Regions of Matrix Metalloproteinases (MMP1, MMP9, and MMP12) in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Patients.. Polymorphism in Matrix

• Staf pengajar di STIKES Imelda Medan, tahun

Secara umum, keterpajanan asap rokok pada populasi yang tidak merokok (perokok pasif) mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian PPOK, dengan nilai OR:

rekam medis, sedangkan data kebiasaan merokok, gejala PPOK beserta dampaknya didapat dari wawancara dengan subjek menggunakan kuesioner tentang kebiasaan merokok, kuesioner CAT

Dimana orang yang mempunyai kebiasaan merokok lebih berisiko 7 kali terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan