• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

82

KAJIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

EPIDEMIOLOGIC STUDY OF CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

Ratih Oemiati*

Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI; Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta, Indonesia

*Korespondensi penulis: [email protected]

Submitted : 01-01-2013; Revised : 05-03-2013; Accepted : 07-03-2013

Abstrak

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005. Kajian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi PPOK, tingkat keparahan, serta untuk mengidentifikasi tipe PPOK, faktor risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK dan biaya pengobatan. Penelitian ini merupakan review PPOK berdasarkan data kepustakaan dan jurnal dengan fokus penulisan PPOK, yang meliputi; gejala, klasifikasi, prevalensi, faktor risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK, pengobatan dan biaya pengobatan PPOK. Berdasarkan kajian tipe PPOK ada dua yaitu bronchitis kronik dan emphysema. Di Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%)dan RRC (6,5%). Faktor risiko antara lain merokok; polusi indoor, outdoor, dan polusi di tempat kerja; genetik; riwayat infeksi saluran napas berulang. Ada 4 indikator tingkat keparahan berdasarkan ATS (American Thoracic Society). Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan akibat PPOK.Dibutuhkan sekitar $ 18 miliar biaya langsung dan biaya tidak langsung sekitar $14.1 miliar dalam penanggulangan PPOK di Eropa. Kata Kunci: PPOK, faktor risiko, mortalitas

Abstract

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) was unknown diseases. It SUHGLFWHG PLOOLRQ &23'¶V SDWLHQW LQ

in USA,in the other hand it raised to 41.5% compare with in 1982.Mortality rate have raised up 32.9% from 1979 to 1991. World Health Organization (WHO) assumed that COPD was in fourth ranks of cause of death in the world, would have 2.75 million mortality or equivalence with 4.8%. Otherwise WHO predicted 80 million people had COPD that 3 million among of them would be death in 2005. The aim of this study to measure COPD prevalenced, degree of severity, COPD types, risk factors, morbidity and mortality, impact of COPD and cost of health care in COPD. The data wasexplored of review COPD based on literature and journal that focused on type of COPD, risk factors, prevalence, morbidity and mortality, severe ranks, impact of COPD, medication and cost of PPOK medication.There were two types of COPD, i.e chronic bronchitis and emphysema. It was 6.3 % prevalence of COPD in South East Asian where maximum prevalences were in Vietnam (6.7%) and China (6.5%). The risk factors of COPD were smoking, indoor, outdoor and workplace pollution, genetic (ATT); repeated of infectious respiratory disease history.It was four indicators severe based on ATS (American Thoracic Society) standards. There were many impacts of COPD i.e; disability, decending of weight body, rising up of risk of cardiovascular disesase, osteoporosis and depression. It needed $ 18 billion to cover direct cost and $14.1 billion covered indirect cost, according to cope of COPDin Europe

(2)

83 Pendahuluan

Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keter-batasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi di-karenakan bahan yang merugikan atau gas1.

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupa-kan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK2.

PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang agak jarang terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan. Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-valensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8)3. Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 19914. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)5.

PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang kronik. Co morbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety6.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang banyak dipastikan memiliki prevalen-si PPOK yang tinggi. Namun sangat disayangkan data prevalensi PPOK tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian PPOK secara komprehensip agar pencegahan PPOK dapat dilaku-kan dengan baik.

Metode

Kajian ini merupakan tinjauan pustaka tentang PPOK yang diambil dari berbagai sumber antara lain jurnal penelitian baik dalam negeri maupun luar negeri, buku pedoman diagnosis dan penatalaksanaan PPOK yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jurnal yang diakses berupa perangkat keras (hard copy) dan lunak (soft copy) yang diunduh dari internet. Beberapa hasil yang diambil ada yang artikel lengkap (full paper) dan ada pula yang hanya berbentuk abstrak penelitian.

Tujuan penulisan ini adalah untuk memapar-kan masalah PPOK secara epidemiologis dari gejala, klasifikasi, prevalensi, faktor risiko, morbid-ditas, mortalitas, dampak PPOK, pengobatan dan biaya pengobatan PPOK.

Metode analisis yang digunakan analisis deskriptif secara komprehensif berdasarkan pada pokok-pokok masalah yang ada pada tujuan penulisan.

Prevalensi

Estimasi dengan pemodelan di 12 negara Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi maksimum ada di negaraVietnam (6,7%) dan RRC (6,5%)7. Hasil Penelitian lain dari Bold Study pada 12 negara di dunia dengan jumlah sampel total sebesar 9425 responden yang telah dilakukan pemeriksaan spiro-metri dan mengisi kuesioner yang berisi gejala respirasi, status kesehatan dan faktor risiko pajanan PPOK, menunjukkan hasil 5 besar PPOK menurut jenis kelamin sebagai berikut3:

Tabel 1. Prevalensi PPOK Menurut Jenis Kelamin dan Negara Negara Laki-laki Negara Perempuan Cape Town - Afrika Selatan 22,2% Cape Town-Afrika Selatan 16,7%

Manila - Philipina 18,8% Lexington- USA 15,6%

Adana - Turki 15,4% Sydney- Australia 12,2%

Krakow ±

Polandia

13,3% Salzburg-Austria 11,0%

Lexington - USA 12,7%

Reykjavik-Islandia

9,3%

Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa secara umum prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki- dibandingkan perempuan, dan kota Cape Town di

(3)

84

Afrika Selatan menunjukkan prevalensi PPOK tertinggi baik laki-laki maupun perempuan. Sedang-kan kota Lexington di Amerika Serikat prevalensi PPOK tertinggi kedua pada kelompok perempuan namun pada laki-laki hanya menunjukan prevalen-si kelima dari 12 negara yang diteliti.

Tingkat Keparahan PPOK

Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic Society (ATS)4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut : a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

dengan skala 0.

b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjuk-kan nilai VEP1 •

c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas, atau harus ber-henti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang. d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau

setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat.

e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.

Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta mem-butuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi. Tipe PPOK8

Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam :

a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 • SUHGLNVL QRUPDO GDQ

VEP1/KVP < 70 %

b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya

me-nunjukkan VEP1 • GDQ 9(31/KVP < 80%

prediksi

c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 %

prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas

kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.

Faktor Risiko4,9,10

Beberapa faktor risiko antara lain 1. Pajanan dari partikel antara lain :

a. Merokok: Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang11. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an hubung-antara penurunhubung-an volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis

dan lamanya merokok12. Studi di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94),13

Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.14

b. Polusi indoor: memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%13.

Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO

yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip15.

(4)

85 WHO melaporkan bahwa polusi indoor

bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya16.

Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK (adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 ± 9,1)17. c. Polusi outdoor: polusi udara mempunyai

pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang

paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/pabrik/tambang.

Bagaimanapun peningkatan relatif kendara-an sepeda motor di jalkendara-an raya pada dekade terakhir ini18,19,20 saat ini telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok

PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan lingkung-an dari bahlingkung-an beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan out door21. Di Mexico, Tellez ± Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi partikel 10µg/m3 dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95% CI 0,9 ± 4,9) dan kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 ± 6,9 ), respectively22.

Di Hongkong sebuah studi kohort pros-pektif menemukan bahwa prevalensi dari kebanyakan gejala sakit pernafasan mening-kat lebih selama periode 12 tahun dan diperoleh data bahwa prevalensi yang ter-diagnosa emfisema meningkat dari 2,4% - 3,1% dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 ± 2,86)23, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan khususnya peningkatan polusi udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian menemukan bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara menurun-kan laju fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak24.

d. Polusi di tempat kerja: polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari

jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%25.

2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 ± 3% pada pasien PPOK26.

3. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimkecacat-ana ada hubungan dengan terjadinya PPOK27.

4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 ± 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 ± 3,02).

Morbiditas

Data morbiditas PPOK diantara Penyakit Tidak Menular Utama di negara maju dan berkembang terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Sepuluh Penyakit Penyebab Utama Kematian di Dunia28

Negara maju (ekonomi tinggi) Negara berkembang (ekonomi rendah)

1. Heart disease 1. Heart Disease

2. Stroke 2. Stroke

3. Lung cancer 3. Lower respiratory

infections 4. Lower respiratory infections 4. HIV/AIDS

5. COPD atau PPOK 5. Fetus/newborn (perinatal conditions)

6. Colon and rectum cancers 6. COPD atau PPOK

7. $O]KHLPHU¶V GLVHDVH 7. Diarrhea

8. Diabetes tipe 2 8. Tuberculosis

9. Breast Cancer 9. Malaria

10. Stomach cancer 10. Road traffic accident

Dari tabel 2 terlihat jika dicermati ternyata PPOK merupakan ancaman kematian yang yang tinggi baik di negara maju maupun negara ber-kembang.PPOK merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di dunia, dan salah satu dari

(5)

86

penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan income tinggi dan income rendah.

Mortalitas

WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian secara global. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30% pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua dekade diharapkan di negara-negara Asia dan Afrika karena peningkatan pemakaian tembakau15. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia. Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%16. Di wilayah Eropa angka kematian PPOK sekitar < 20/100.000 penduduk (Yunani, Swedia, Islandia, Norwegia) samapi > 80/100.000 penduduk (Ukraina, dan Romania).Sedangkan di Perancis angka kematian PPOK sebesar 40/100.000 penduduk.Di negara-negara berkembang kematian akibat PPOK juga meningkat, hal ini dihubungkan dengan peningkat-an jumlah masyarakat ypeningkat-ang mengkonsumsi rokok. Di Cina merokok menyebabkan kematian sebesar 12% dan diperkirakan akan meningkat menjadi 30% pada tahun 203015.

Mortalitas PPOK lebih tinggi pada laki-laki dan akan meningkat pada kelompok umur > 45 tahun. Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada umur 30-40 tahun29. Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa PPOK dikaitkan dengan risiko kematian yang didefinisi-kan sebagai Hazard Rasio (HR), dari penelitian kohort diperoleh hasil Satdium I, HR 1,4 dengan 95% CI 1,31 ± 1,70 dan stadium II, HR 2,04 dengan 95% CI 1,34 ± 3,11, dan PPOK yang akut: HR 2,7 dengan 95% CI 2,1-3,530.

Laju kematian selama perawatan di rumah sakit dengan exacerbasi diperkirakan antara 2,5 ± 10%. Kematian setelah perawatan di rumah sakit diperkirakan antara 16 ± 19% pada 3 bulan setelah perawatan di rumah sakit; 23 ± 43% setelah satu tahun perawatan di rumah sakit dan 55 ± 60% setelah 5 tahun keluar dari rumah sakit31.

Dampak Ppok

Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utamanya yang akan mempe-ngaruhi kualitas hidupnya. Selain itu inflamasi

sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik pasien PPOK. Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi. Gejala ini me-rupakan penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas fisiknya untuk menghindari sesak napasnya.

Penurunan massa sel tubuh mencapai >40% dari metabolisme jaringan lunak (tissue) secara aktif merupakan manifestasi sistemik yang penting pada PPOK. Massa lemak bebas yang hilang akan mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer dan ststus kesehatan. Penurunan berat badan memberikan efek negatif pada prognosis pasien PPOK32.

PPOK merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang diakibatkan oleh proses inflamasi sistemik dan jantung merupakan salah satu organ yang sangat dipengaruhi oleh progresitas PPOK33. PPOK merupakan penyebab utama hipertensi pulmoner dan korpulmonal yang memberikan kontribusi 80 ± 90% dari seluruh kasus penyakit paru.34Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada PPOK biasanya disertai curah jantung normal dan insidens hipertensi pulmoner diperkirakan 2 ± 6 per 1.000 kasus.

Osteoposrosis yang terjadi pada pasien PPOK disebabkan faktor seperti malnutrisi yang menetap, merokok, penggunaan steroid dan inflamasi sistemik35.

Biaya Pengobatan PPOK

Di Amerika pada tahun 2002, sebagai contoh biaya langsung untuk pengobatan PPOK sekitar $ 18 miliar dan biaya tidak langsung sekitar $14.1 miliar36. Di negara Uni Eropa biaya total untuk penyakit pernafasan diperkirakan sekitar 6% dari total biaya pelayanan kesehatan, dengan biaya PPOK sekitar 56% dari total. (38.6 miliar Euro)37.

Sementara di Perancis biaya tahunan rata-rata yang langsung setiap pasien diperkirakan sebesar 4.366 Euro, dimana 41% digunakan untuk biaya pengobatan dan rawat jalan pasien, 25% untuk biaya exacerbasi dan 34% untuk membiayai akibat sakitnya (disabilitas). Secara umum 33% dialokasikan untuk perawatan di rumah sakit dan

(6)

87 31% untuk biaya pembelian obat dan sisanya untuk

biaya operasional pengobatan38.

Kesimpulan

Gejala PPOK secara umum ada tiga yaitu, batuk, berdahak dan sesak napas khsususnya saat beraktivitas.ATS telah membagi skala sesak napas dari tingkat 0, satu, dua, tiga dan empat, yang menuju ke tingkat keparahan. Sedangkan klasifikasi PPOK terdiri dari ringan sedang dan berat yang diukur berdasarkan pemeriksaan spirometri yang menghasilkan nilai VEP1 dibagi dengan KVP yaitu

besarnya ratio udara yang mampu dihisap dan dikeluarkan oleh paru-paru manusia. Faktor risiko utama PPOK antara lain merokok, polutan indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada juga faktor risiko lain yaitu genetik, gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik.

Berdasarkan tingkat ekonomi ternyata PPOK menduduki peringkat lima dari 10 PTM utama, sedangkan pada negara berkembang menduduki peringkat enam berasarkan data morbiditas. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia. Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%.

Saran

Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utamanya yang akan mem-pengaruhi kualitas hidupnya PPOK. Disarankan pasien melakukan terapi yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi keluhan sesak napas atau gangguan fisik serta perbaikan standar kualitas hidup penderita PPOK. Secara umum biaya pengobatan PPOK 33% dialokasikan untuk perawatan di rumah sakit dan 31% untuk biaya pembelian obat dan sisanya untuk biaya operasional pengobatan.

Daftar Pustaka

1. National Institutes of Health, National Heart, Lung and Blood Institutes. Global Iniatiative for Chronic Obstructive Lung Disease. NHLBI/WHO workshop report, 2001.

2. Heidy Agustin dan Faisal Yunus, Proses Metabolisme pada PPOK, J Respir Indo vol 28 no 3 Juli, 2008.

3. Buist AS, McBurnie MA, Vollmer WM, Gillespie S, Burney P, Mannino DM, Menezes AM, Sullivan SD, Lee TA, Weiss KB, Jensen RL, Marks GB,

Gulsvik A, Nizankowska-Mogilnicka E; BOLD Collaborative Research Group,International variation in the prevalence of COPD (the BOLD Study): a population-based prevalence study. Lancet. 2007 Sep 1;370(9589):741-50.

4. American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120

5. Chan-Yeung M, Ait Khaled N, White N, Ip MS, and Tan WC, The Burden and Impact of COPD in Asia and Africa, Int J Tuberc Lung Dis, 2004; 8; p.2-14

6. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, Systemic Effect of COPD, Eur Respir J 2003; 21; p.347-360

7. Wan C Tan and Tze P Ng, COPD in Asia, Where East meets West, Chest, February, 2008(133), Number 2; p.517-527

8. Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006

9. Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78

10. Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med 1999:160;p.29-32

11. Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2001

12. Yong Il Hwang, Ki Suck Jung, Sughoon Park, et al, Clinical Characteristic of COPD patients According to BMI, Am J Respir, 2011 (183); A.2975

13. Katleen H Reilly, Dong Feng Gu, Xiu Fang Duan, Xiugui Wu, Chung Shiwan Chen et al, Risk Factors for COPD mortality in Chinese adult, Am Journal of Epidemiol vol 167 issue 8, p.998-1004

14. P Yin, CQ Jiang, KK Cheng, et al. Passive smoking exposure and risk of COPD among adults in China. The Lancet 2007:370; p.751-757

15. Dennis RS, Maldonado D, Norman S, Baena E, Martinez G, Woodsmoke Exposure and Risk for Obstructive air ways disease among women, Chest 1996:109; p.115-119

16. WHO, World Health Statistics 2008, Geneva 17. Y Liu, K Lee, R Perez Padilla, NL Hudson, DM

Mannino, Outdoor and in door air pollution and COPD related disease in high and low income countries, Int J Tuberc Lung Dis, 2008, 12(2); p.115-127

18. Perez Padilla R, Regalado J, Vedal S, et al, Exposure to biomass smoke and chronic airway disease, a case control study inMexican women , Am J Respir Crit Care Med 1996:154;701-706 19. MN Bustan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular,

PT Rineka Cipta, Jakarta 2007

20. Mc Connell R, Bechame K, Yao L, et al, Traffic, Susceptibility and Childhoodism, Envirron Health Perspect 2006:114;766-772

(7)

88

21. Brunckreef B, Holgate ST, Air pollution and Health, Lancet 2002:360;p.1233-1242

22. Telez-Rojo MM, Romieu I, Ruiz Velasco S, Lezana MA< Hernadez Avila MM, Daily Respiratory Mortality and PM10 pollution in Mexico, Eur respire J 2000:16;p.391-396

23. Ko FW, Tan W, Wong TW, et al, Temporal Relatioship between airpollutants and hospital admissions for COPD in Hongkong, Thorax, 2007:62;779-784

24. Cazzola M, Donner CF, Hanania N, The Hundred Years of COPD, Respir Med 2007:101;p.1049-1065

25. Di Pede C, Chronic Obstructive Lung Disease and Occupational Exposure, Curr Op in Allergy Clin Immuno 2002:2;p.115-121

26. Romieu, Trenga C, Diet and Obstructive Lung Disease, Epidemiol Dev 2001:23;p.268-287 27. Rojas R, Romieu I, Perez Padilla R, Mendoza L,

Fortoul T, Olaiz G, Lung Fuctions Growth in Children with longterm exposure to air pollutants in Mexico city, Epidemiology 2006:17(Suppl): p.S266-S267

28. Murray CJC, Lopez AD, Mortality by cause for eight regions of the world global burden disease study. The Lancet 1997: 349;p.1269-1276

29. Mannino DM , COPD, Epidemiology, prevalence, morbidity and mortality and disease heterogienety, Chest 2002: 121(Suppl);p.121 S-125S

30. USA, CDC. National Health and Nutrition Examination Survey, 2004. http://www.cdc.gov 31. Loddenkemper R, Gibson GJ, Sibille Y. The

Burden of Lung Disease in Europe. Eur Respir J, 2003:22;p.869

32. Schwartz DB, Malnutrition in COPD, Respir Care Clin N Am 2006:12;p.521-531

33. Sin DD, Man SF. Why are patients with COPD at increased risk of cardiovascular diseases? Circulation 2003:107;p.1514-1519

34. Barbara JA, Peinado VI, Santos S. Pulmonary hypertension in COPD. Eur Respir J 2003:21;p.892-905

35. Incalzi RA, Caradonna P, Ranieri P. Correlates of osteoporosis in COPD. Respir Med 2000: 94; p.1079-1084

36. Chapman K R, Mannino D M, Soriano J B, et al. Epidemiology and costs of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2006; 27: p.188± 207.

37. Rabe K F, Hurd S, Anzueto A, et al. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: GOLD executive summary. Am J Respir Crit Care Med 2007; 176: p.532±555.

38. De Tournay B, Pribil C, Fournier M, et al, The SCOPE study; Health Care Consumption related to patient COPD in France, Value Health, 2004:7;p.168-174

Gambar

Tabel 1.   Prevalensi PPOK Menurut Jenis Kelamin  dan Negara  Negara   Laki-laki  Negara  Perempuan  Cape  Town  -  Afrika Selatan  22,2%  Cape  Town-Afrika Selatan  16,7%
Tabel 2.  Sepuluh Penyakit Penyebab Utama  Kematian di Dunia 28

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berbeda terhadap penelitian oleh Valipour Arschang, dkk, 2008, terdiri dari 30 pasien PPOK eksaserbasi akut, 30 pasien PPOK stabil dan 30 pasien sebagai kontrol yang

Berdasarkan panduan Global initiative for chronic obstructive lung disease (2015) penderita PPOK yang memerlukan perawatan di RS adalah penderita PPOK dengan

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas

PPOK merupakan penyakit paru kronis yang dapat menurunkan tingkat kemampuan aktivitas, kualitas hidup dan meningkatkan risiko kematian pada tiap individu yang

Ruljancic et al juga mengemukakan bahwa suplementasi magnesium pada pasien – pasien dengan PPOK stabil mungkin dapat memperbaiki gejala dan mengurangi angka kejadian

Adam Malik Medan dan dilakukan pada bulan Juli hingga November 2011 yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu usia, jenis

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya

Dokumen ini membahas tentang penyakit paru-paru yang dikenal sebagai Penyakit Paru Obstruktif Kronik