ANALISIS TINGKAT RESIKO BAGI PELAKU AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Oleh:
FRISKA PARDOSI
060304026
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS TINGKAT RESIKO BAGI PELAKU AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
SKRIPSI
OLEH:
FRISKA PARDOSI 060304026 AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi pembimbing
Ir. Luhut Sihombing, MP Ir. Lily Fauziah, MSi
Ketua Anggota
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
FRISKA PARDOSI (060304026/ AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ‘Analisis Tingkat Resiko Bagi Pelaku Agribisnis Kelapa Sawit”. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Lily Fauziah, Msi sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara, mengidentifikasi upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di Desa Gunung Rintis Kecamatan STM.Hilir Kabupaten Deli Serdang dan PTPN.IV Kebun Adolina dengan alasan PTPN-IV merupakan salah satu perkebunan negara yang paling besar dengan luas areal 8.965 ha dan Desa Gunung Rintis memiliki jumlah petani sawit yang layak untuk diteliti.
Pengambilan sampel petani rakyat dilakukan dengan metode Simple
Random Sampling dan pengambilan sampel perkebunan negara dilakukan dengan
metode Purposive dengan pertimbangan PTPN IV merupakan salah satu perkebunan dengan produktifitas yang tinggi. Sampel petani rakyat ditentukan dengan rumus Slovin dan didapat 55 sampel. Resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara dianalisi dengan metode analisis deskriptif dan disertai dengan analisis finansial sebagi pendukung. Upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan: Terdapat beberapa resiko yakni resiko teknis dan resiko non teknis. Resiko teknis menyangkut penyediaan bibit, seleksi bibit, penanaman, pemberian pupuk, penanaman tanaman penutup tanah/ LCC(Land Cover Crop), serangan hama, penyakit dan gulma dan kesalahan pemanenan. Resiko non teknis menyangkut lembaga permodalan, manajemen keuangan dan SDM, kebijakan pemerintah, AMDAL, hubungan dengan masyarakat, lembaga perkumpulan petani sawit rakyat dan penyuluhan serta menyangkut track dan keadaan politik. Dari resiko tersebut diketahui dampak resiko yakni rendahnya produksi 9,3 ton/ha dan penerimaan petani rakyat yaitu 5.128.024. Upaya-upaya dalam memitigasi resiko adalah memilih bibit yang unggul dan bersertifikat, pemeriksaan kadar hara tanah, pemeliharaan tanaman yang baik, penambahan alat pengangkutan, adanya lembaga permodalan, membentuk lembaga/ organisasi untuk kelapa sawit dan pengaktifan kerja penyuluh.
RIWAYAT HIDUP
Friska Pardosi, lahir tanggal 18 Juni 1988 di Medan, anak pertama dari
lima bersaudara dari Ayahanda P. Pardosi dan Ibunda R.br. Simbolon.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
pada tahun 1994 masuk sekolah dasar di SD.ST.Antonius VI Medan tamat tahun
2000. Tahun 2000 masuk sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP.Trisakti I
Medan tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk sekolah menengah atas di SMAN.
14 Medan tamat tahun 2006.
Pada tahun 2006 diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Bulan Maret 2009 mengikuti
IMTGT Varsity Carnival di Perlish, Malaysia, Bulan Juni 2009 mengikuti International Youth Camp di Medan, Indonesia. Bulan Mei 2010 melaksanakan
penelitian skripsi di PTPN IV Kebun Adolina dan Desa Gunung Rintis
Kecamatan STM. Hilir Kabupaten Deli Serdang. Bulan Juli 2010 melaksanakan
praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Tanah Pinem, Kecamatan Tanah Pinem,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
kasih dan anugerahnya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Tingkat Resiko Bagi
Pelaku Agribisnis Kelapa Sawit ‘’. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terciptanya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua komisi pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk mengajar, dan membimbing serta memberi
masukan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini, Ibu Ir. Lily Fauziah,
Msi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membukakan
wawasan secara detail, yang mengayomi dan memberikan masukan yang sangat
berarti kepada penulis, Dr. Ir. Salmiah, MS selaku sekretaris Departemen SEP,
FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam perkuliahan, seluruh staf
pengajar dan pegawai di departemen SEP, FP USU terutama Kak Lisbeth, Kak
Runi dan Kak Yani atas saran-saran yang diberikan dalam melancarkan semua
administrasi, teman-teman saya yang paling teristimewa; Yeni, Ester, Tycha,
Vicha, Rani dan Pasti, kakak senior yang telah membantu selama perkuliahan;
Kak Julia, k’echi, k’nova, k’nency, k’vidya, k’kepsel, k’darma semua senior yang
NHKBP Simpang Marindal terlebih-lebih kepada seluruh sampel di Desa Gunung
Rintis, Bapak Barus ketua gapoktan, Ibu Asni penyuluh perkebunan dan bapak
selaku KJF perkebunan STM.Hilir, Asisten Uda Pardosi dan Bapak Tumanggor,
Ibu Pohan yang telah melancarkan administrasi dan semua staf PTPN.IV Kebun
Adolina yang telah membantu penulis dalam melengkapi data-data yang
dibutuhkan selama penelitian.
Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan untuk
ayahanda P. Pardosi dan ibunda R. Simbolon atas semua semangat dan
dukungannya baik secara materi, moril maupun doa yang diberikan kepada
penulis selama menjalani perkuliahan, kepada tante-tanteku dan opungku
tersayang yang tak pernah henti-hentinya menanyakan skripsi ini, seluruh
keluarga, kakanda Fandi Mulia S yang selalu mensupport, mendoakan, menemani
dan membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini. Kepada adik-adikku
tersayang Francisco, Roy, Mey, Jos juga Renaldi dan Pargaulan atas dukungan
dan doanya, semoga kalian bisa dan harus lebih dari apa yang kuraih.
Terima kasih setulusnya penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman
Agribisnis FP USU stambuk 2006 dan semua jurusan dan stambuk di FP USU
yang membantu dan memberikan motivasi. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2010
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN
KERANGKA PEMIKIRAN... II.1. Tinjauan Pustaka...
II.1.1. Tinjauan Teknis... II.1.2. Tinjauan Ekonomi... II.1.3. Resiko Yang Ditimbulkan Agribisnis Kelapa Sawit... II. 2. Landasan Teori... II.2.1 Teori Probabilitas... II.2.2. Teori Pendapatan... II.3. Kerangka Pemikiran... II.4. Hipotesis Penelitian...
BAB III. METODE PENELITIAN... III.1.Metode Penentuan Daerah Penelitian... III.2. Metode Pengambilan Sampel... III.3. Metode Pengambilan Data... III.4. Metode Analisis Data... III. 5. Defenisi dan Batasan Operasional...
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL... IV.1.Deskripsi Daerah Penelitian... IV.2.Tata Guna Lahan... IV.3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin... IV.4. Keadaan Penduduk Menurut Umur... IV.5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... IV.6. Keadaan Penduduk Menurut Sosial Budaya dan Ekonomi... IV.7. Sarana dan Prasarana... IV.8. Karakteristik Petani Sampel...
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN... V.1. Resiko Yang Dihadapi Perkebunan Rakyat Dan Perkebunan Negara...
V.1.1. Resiko Teknis... V.1.2. Resiko Non Teknis... V.1.3. Dampak Pada Penerimaan Petani... V.2. Upaya Yang Perlu Dilakukan Dalam Memitigasi Resiko...
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1 Kadar Asam Lemak Bebas... 20
2 Tata Guna Lahan Daerah Penelitian Tahun 2010... 33
3 Penggunaan Lahan Kelapa Sawit PTPN.IV Tahun 2010... 34
4 Karakteristik Penduduk Desa Gunung Rintis Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Tahun 2009...
35
5 Karakteristik Tenaga Kerja di Perkebunan PTPN IV Kebun Adolina Tahun 2010...
36
6 Komposisi Penduduk Desa Gunung Rintis Berdasarkan Umur Tahun 2009...
37
7 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gunung Rintis Tahun 2009...
38
8 Gambaran Keadaan Sosial Menurut Suku Budaya di Desa Gunung Rintis...
39
9 Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Desa Gunung Rintis Tahun 2009...
40
10 Sarana dan Prasarana di Desa Gunung Rintis Tahun 2009...
41
11 Karateristik Petani Sampel di Desa Gunung Rintis tahun 2009...
42
12 Jenis Resiko Teknis Yang Potensial di Perkebunan Rakyat Desa Gunung Rintis dan PTPN IV Kebun Adolina...
44
13. Perbedaan Ciri Fisik Kecambah Dan Bibit Liar Dan Unggul...
46
14 Pengamatan Terhadap Kerapatan Buah di PTPN IV Kebun Adolina...
48
15 Kebutuhan Pupuk Di Pembibitan Pre-Nursery Dan Main Nursery PTPN IV Kebun Adolina...
16 Pemupukan Pada TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) PTPN IV Kebun Adolina...
50
17 Kadar Mutu Minyak Kelapa Sawit di PTPN IV Kebun Adolina...
53
18 Resiko Non Teknis Yang Dihadapi Petani Rakyat Dan Perkebunan Negara...
54
19 Rata-Rata Pendapatan Bersih Agribinis Kelapa Sawit Per Petani dan Per Hektar Desa Gunung Rintis Tahun 2010...
61
20 Nilai Rata-rata B/C, R/C, BEP Produksi, BEP Harga di Desa Gunung Rintis...
62
21 Biaya Produksi dan Produksi PTPTN IV Kebun Adolina dalam Menghasilkan TBS per Mei Tahun 2010...
63
22 BEP Harga PTPN. IV Kebun Adolina per Mei Tahun 2010...
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1 Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit dan TBS... 7
2 Gambar 2. Bagan Nilai Tambah Kelapa Sawit... 15
3 Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran... 24
4 Gambar 4.Grafik Perbedaan Produksi Tbs Perkebunan Rakyat Dan Perkebunan Negara... 68
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1 Karakteristik Petani Kelapa Sawit Rakyat Di Desa Gunung Rintis... 77
2 Penggunaan bibit per petani di Desa Gunung Rintis tahun 2010... 79
3 Penggunaan Pupuk Dan Herbisida Per Petani Per Tahun Sebelum Menghasilkan Buah Pasir Di Desa Gunung Rintis... 81
4 Penggunaan Pupuk Dan Herbisida Per Petani Per Tahun Setelah Menghasilkan Buah Pasir di Desa Gunung Rintis... 85
5 Penggunaan Alat Mesin Pertanian Per Petani Per Tahun Di Desa Gunung Rintis...
89 6 Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani Per Tahun Di Desa Gunung
Rintis... 93 7 Biaya produksi Agribisnis Kelapa Sawit per petani Desa Gunung
Rintis tahun 2010... 96
8 Produksi Tandan Buah Segar di Desa Gunung Rintis per Petani... 104
9 Produksi Tanaman dan Prediksi Penerimaan Dan Pendapatan Petani Di Desa Gunung Rintis Tahun 2010...
106
10 Perkiraan B/C, R/C, BEP Produksi dan BEP Harga... 108
ABSTRAK
FRISKA PARDOSI (060304026/ AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ‘Analisis Tingkat Resiko Bagi Pelaku Agribisnis Kelapa Sawit”. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Lily Fauziah, Msi sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara, mengidentifikasi upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di Desa Gunung Rintis Kecamatan STM.Hilir Kabupaten Deli Serdang dan PTPN.IV Kebun Adolina dengan alasan PTPN-IV merupakan salah satu perkebunan negara yang paling besar dengan luas areal 8.965 ha dan Desa Gunung Rintis memiliki jumlah petani sawit yang layak untuk diteliti.
Pengambilan sampel petani rakyat dilakukan dengan metode Simple
Random Sampling dan pengambilan sampel perkebunan negara dilakukan dengan
metode Purposive dengan pertimbangan PTPN IV merupakan salah satu perkebunan dengan produktifitas yang tinggi. Sampel petani rakyat ditentukan dengan rumus Slovin dan didapat 55 sampel. Resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara dianalisi dengan metode analisis deskriptif dan disertai dengan analisis finansial sebagi pendukung. Upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan: Terdapat beberapa resiko yakni resiko teknis dan resiko non teknis. Resiko teknis menyangkut penyediaan bibit, seleksi bibit, penanaman, pemberian pupuk, penanaman tanaman penutup tanah/ LCC(Land Cover Crop), serangan hama, penyakit dan gulma dan kesalahan pemanenan. Resiko non teknis menyangkut lembaga permodalan, manajemen keuangan dan SDM, kebijakan pemerintah, AMDAL, hubungan dengan masyarakat, lembaga perkumpulan petani sawit rakyat dan penyuluhan serta menyangkut track dan keadaan politik. Dari resiko tersebut diketahui dampak resiko yakni rendahnya produksi 9,3 ton/ha dan penerimaan petani rakyat yaitu 5.128.024. Upaya-upaya dalam memitigasi resiko adalah memilih bibit yang unggul dan bersertifikat, pemeriksaan kadar hara tanah, pemeliharaan tanaman yang baik, penambahan alat pengangkutan, adanya lembaga permodalan, membentuk lembaga/ organisasi untuk kelapa sawit dan pengaktifan kerja penyuluh.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan
kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru. Produk dari perkebunan kelapa
sawit di tingkat kebun berbentuk TBS (Tandan Buah Segar) diolah menjadi
produk setengah jadi berbentuk CPO (crude palm oil) dan minyak inti sawit.
Kedua produk ini dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan untuk
industri makanan seperti minyak goreng, mentega, alkohol, metil serta untuk
industri non pangan seperti deterjen, kosmetik, dan lainnya. Selain itu minyak
kelapa sawit juga memiliki kandungan kalori, vitamin, asam lemak essensial dan
dapat juga digunakan sebagai obat jantung koroner dan kanker (Pahan, 2005).
Agribisnis kelapa sawit memberi prospek yang cerah bagi perekonomian
Indonesia. Oleh karena itu agribisnis kelapa sawit perlu dikembangkan.
Pengembangan agribisnis ini akan meningkatan pendapatan petani, menyediakan
kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja dan menciptakan produk
olahan yang memberi nilai tambah baik melalui penanam modal asing maupun
skala perkebunan rakyat. Dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, kelapa
sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat
berperan dalam penyerapan efek gas rumah kaca seperti CO2 dan mampu
menghasilkan O2 atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity atau
Peluang pengembangan agribinis kelapa sawit cukup terbuka bagi Indonesia,
terutama karena ketersediaan sumber daya alam/ lahan, tenaga kerja dan ahli serta
iklim yang mendukung. Dengan alasan tersebut Direktorat Pengembangan
Perkebunan Departemen Pertanian mengembangkan sebuah visi dalam
pengembangan kelapa sawit, yakni: “Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis
Kelapa Sawit yang Berdaya Saing, Berkerakyatan, Berkelanjutan dan
Terdesentralisasi”. Pendekatan pengembangan kelapa sawit yang ditempuh adalah
mekanisme pasar dimana alokasi sumber daya diarahkan oleh mekanisme
suply dan demand (Anonimus b 2009).
Pengembangan yang mengarah pada mekanisme supply-demand harus dilakukan
di seluruh ruang lingkup agribisnis. Ruang lingkup agribisnis sendiri mencakup
up-stream, on-farm dan down-stream atau sering disebut bidang usaha dari hulu
sampai hilir dan pendukungnya. Dengan memperhatikan berbagai potensinya,
pengembangan agribisnis kelapa sawit juga mengarah pada pengembangan
kawasan industri masyarakat perkebunan melalui pemberdayaan di hulu
(up-stream) dan penguatan di hilir (down-(up-stream). Pengembangan ini dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat perkebunan dan memberi dukungan bagi
setiap pelaku agribisnis agar produk yang dihasilkan dari agribisnis kelapa sawit
semakin meningkat dan berkualitas. Dalam kaitan dengan pengembangan
wilayah, pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi di
sentra-sentra produksi kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan
Agribisnis kelapa sawit berkembang secara berkelanjutan bila usaha perkebunan
kelapa sawit (on-farm) didukung oleh industri hulunya (up-stream agribusiness)
yang berupa pembibitan, usaha pupuk serta dukungan dari industri hilir
(down-stream agribusiness) seperti pengolahan CPO. Selain itu, berbagai kebijakan-
kebijakan seperti pengamanan pasokan bahan baku minyak sawit, larangan ekspor
minyak sawit berlebihan dan produk turunannya juga mendukung perkembangan
agribisnis kelapa sawit. Agribisnis kelapa sawit juga akan semakin diminati oleh
investor karena nilai ekonomi dan nilai jualnya yang cukup tinggi dari
produk-produk turunan dari kelapa sawit(Anonimus,c. 2007).
Menurut Basar tahun 2009 semakin banyak produk turunan kelapa sawit
menunjukkan tingginya nilai ekonomi agribisnis kelapa sawit. Prospek cerah ini
menarik banyak perhatian para pengusaha lain untuk mengalihkan usahanya
kepada agribisnis kelapa sawit. Mereka cenderung memproduksi dengan skala
besar dan kurang memperhatikan resiko-resiko yang ada. Resiko yang muncul
adalah resiko berupa teknis maupun non teknis. Resiko terlihat mulai dari
down-stream hingga up-down-stream yakni sejak pembukaan lahan hingga kepada pemasaran.
Resiko-resiko ini perlu dimitigasi untuk memperkecil tingkat kerugian yang harus
ditanggung oleh para pelaku usaha agribisnis kelapa sawit. Variasi aktivitas di
sektor agribisnis seyogyanya bisa dilihat sebagai potensi munculnya resiko
sehingga perlu dilakukan upaya meminimumkan resiko tersebut. Dengan
Para pelaku agribisnis harus dapat memahami dengan baik setiap tahapan dan
akibat yang timbul dari agribisnis kelapa sawit. Pelaku agribisnis perkebunan
kelapa sawit tersebut dibagi atas tiga kelompok, yakni perkebunan rakyat,
perkebunan besar negara, dan perkebunan swasta sedangkan pelaku agribisnis
diluar perkebunan mencakup penyedia sarana produksi, para peneliti dan pemasar.
Untuk meningkatkan pemahaman pelaku agribisnis kelapa sawit diperlukan
berbagai penyuluhan, serta perhatian pemerintah baik berupa adanya kebijakan
pemasaran yang mendukung ataupun kebijakan perbankan. Disamping itu jasa
penunjang (litbang, pendidikan, SDM, infrastruktur, dan lain-lain) juga
memegang peranan penting dalam pengembangan komoditas tersebut
(Anonimus a, 2009).
Selain para pelaku usaha agribisnis kelapa sawit, pemerintah juga memiliki peran
sebagai pendorong terjadinya integrasi kegiatan on-farm dan off- farm serta
mengembangkan sistem dan mekanisme untuk mengatasi resiko dan ketidak
pastian. Pemerintah harus dapat membina, mengatur dan mengawasi operasi
mekanisme sistem agribisnis kelapa sawit secara vertikal. Pembinaan dilakukan
oleh pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat ikatan keterpaduan antar
pelaku (Anonimus b, 2009)
Integrasi pihak- pihak ini dapat membangun agribisnis kelapa sawit sehingga
dapat memitigasi resiko yang ada mulai dari pembukaan lahan hingga pemasaran
dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta memperkuat posisi
memanfaatkan potensi alam, berbagai peluang dan teknologi para pelaku usaha
dan investor diharapkan dapat membangkitkan nilai ekonomi kelapa sawit. Untuk
itu setiap kegiatan mulai dari pembibitan hingga pemasaran hendaklah
dikoordinasikan dengan baik untuk memperkecil resiko sehingga meningkatkan
produktifitas dan pendapatan. Alasan inilah yang mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai tingkat resiko agribisnis kelapa sawit. Penelitian
ini diharapkan memberikan informasi bagi para pelaku serta investor mengenai
resiko agribisnis kelapa sawit sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang
baik untuk mengusahakan agribisnis kelapa sawit tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah- masalah yang akan
diteliti, yaitu:
1) Resiko apa yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan
Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara?
2) Apa upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam
memitigasi resiko?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk menganalisis resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa
sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa
Sawit Negara.
2) Untuk mengidentifikasi upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku
1.4. Kegunaan Penelitian
1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam
pengambilan keputusan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit.
2) Sebagai bahan pertimbangan bagi para investor dan petani kelapa sawit
pemula dalam mengambil kebijaksanaan untuk mengembangkan sektor
perkebunan kelapa sawit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2. 1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Tinjauan Teknis
Agribisnis kelapa sawit merupakan usaha pemberdayaan komoditi kelapa sawit
mulai dari up-stream, on-farm dan down-stream atau sering disebut bidang usaha
dari hulu sampai hilir.
Gambar 1. Pohon kelapa sawit dan TBS Sumber: www.google.com
Ditinjau dari segi teknisnya, agribisnis kelapa sawit dibagi atas:
1. Pengadaan Bibit
Pada umumnya tanaman kelapa sawit dikembangbiakkan melalui biji namun
sejalan perkembangan teknologi saat ini sudah dapat dilakukan dengan kultur
jaringan. Penyedian benih untuk perkebunan skala besar bukanlah hal yang
mudah, karena itu pekerjaan ini sering diserahkan kapada instansi yang
berwewenang dan memiliki keterampilan seperti Pusat Penelitian Marihat, Balai
Penelitian Perkebunan Medan (RISPA), PT. Socfin Indonesia, PT. London
Sumatera, dan PT. Dami Mas. Benih yang sering digunakan adalah jenis Tenera
Adapun penyediaan benih melalui biji didapat dengan cara seleksi dan
pengecambahan biji yaitu biji yang telah dipilih dikupas dagingnya dengan pisau
lalu dicuci bersih kemudian ditipiskan kulit kerasnya dan direndam di larutan HCl
0,1%. Setelah itu dapat dilakukan pengecambahan baik secara terbuka,
pengecambahan dalam peti/ fermentasi, di rumah kecambah/germinator maupun
dengan pemanasan kering. Kemudian kecambah disemai di bedengan ± 3 bulan
lalu dipindahkan ke dalam polibag . Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari,
kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan
Kebutuhan air siraman ± 2 lt/polybag/hari, disesuaikan dengan umur bibit.
Pengadaan bibit melalui kultur jaringan dilakukan dengan memotong jaringan
daun muda kemudian disemai dalam media tertentu untuk membentuk kalus
primer lalu dipindahkan ke media lain dan membentuk embryoid. Embryoid ini
dipindahkan ke tabung lalu muncul tunas- tunas daun, tunas- tunas akar sehingga
terbentuk tanaman baru.
Untuk mendapatkan bibit/ benih bersertifikat ada beberapa prosedur yang harus
dijalani, yakni pembeli mengajukan surat pesanan yang berisi jumlah benih, jenis
benih, waktu pesan, luas lahan dan lokasi penanaman (desa, kecamatan,
kabupaten). Lalu dibuat surat perjanjian jual beli, dan perusahaan penyedia benih
akan memberikan jawaban tertulis (Fauzi, 2002)
2. Penanaman
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam penanaman adalah pembuatan lubang
tanamnya. Pembuatan lubang tanam dilakukan seminggu sebelum penanaman jika
produktivitas kerja. Pembuatan lubang tanam harus memperhatikan jenis media
yang akan ditanami ada yang tanah mineral ada pula tanah gambut. Pada tanah
mineral lubang tanam dibuat dengan ukuran 60cm x 60cm x60cm, sedangkan
pada tanah gambut langkah pertama dibuat 100cm x 100cm x 30cm kemudian
ditengah lubang tersebut dibuat lagi lubang dengan ukuran 60cm x 60cm x 60cm.
Tujuan penanaman dengan ukuran tersebut adalah mengurangi resiko terjadinya
pertumbuhan tanaman miring. Setelah itu bibit diseleksi berdasarkan umur dan
tinggi dan disayat bagian bawah polibag dan dimasukkan ke lubang tanam
kemudian ditimbun kembali dengan tanah. Kerapatan tanaman juga perlu
diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat produksi tanaman kelapa sawit.
Jarak tanam yang optimal adalah 9 m untuk tanah datar dan 8,7 untuk tanah
gambut. Susunan tanaman diatur seperti segitiga sama kaki karena susunan akan
memberikan hasil paling ekonomis yakni 143 pohon per hektar (Pahan, 2005)
3. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau yang
pertumbuhannya kurang baik dengan tanaman yang baru. Saat yang baik untuk
penyulaman adalah musim hujan dengan menggunakan bibit berumur 12-14
bulan. Cara penyulaman sama dengan penanaman bibit (Fauzi, 2002)
4. Penanaman tanaman sela
Di sela tanaman kelapa sawit dapat ditanami tanaman sela untuk mengurangi
penguapan, erosi, dapat menjadi mulsa, pemfiksasi nitrogen dari udara,
Tanaman sela yang digunakan harus dengan umur pendek dan tidak mengganggu
tanaman kelapa sawit tersebut. Jenis tanaman sela yang disering digunakan adalah
calopogonium mucunoides, centrosema pubescens, dan pueraria javanica
(Mangoensoekarjo, 2003)
5. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara agar dapat
meningkatkan produktifitas. Defisiensi unsur hara dapat menurunkan produktifitas
bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Pemberian pupuk harus
memperhatikan daya serap akar tanaman, cara pemberian dan penempatan pupuk,
waktu pemberian serta jenis dan dosis pupuk. Cara pemupukan yang baik adalah
dengan membersihkan dahulu piringan dari alang-alang kemudian pupuk ditabur
merata mulai 0,5 m dari pohon sampai pinggiran piring (pada lahan datar). Pada
lahan berteras pupuk disebarkan pada piringan ± 2/3 dosis di bagian dalam teras
dan sisanya dibagian luar.
Waktu pemupukan yang baik adalah saat musim hujan yakni saat tanah dalam
kondisi lembab hingga mudah menyerap pupuk. Namun adakalanya pupuk
terbawa air hujan, hal ini harus disiasati dengan cara menanam pupuk. Jenis
pupuk yang baik digunakan pada Tanaman Belum Menghasilkan adalah SA, TSP,
KCl, Kieserite, Borium, NPK. Untuk tanaman umur 3 tahun digunakan ZA, TSP,
MOP, Kieserit dan untuk tanaman menghasilkan kurang dari 8 tahun disebar
pupuk urea, ZA, MOP sedangkan umur 8 tahun ke atas digunakan ZA, MOP,
kieserit, RP.
6. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan untuk membuang daun-daun tua yang tidak produktif.
Pemangkasan dimaksudkan untuk mengurangi penguapan oleh daun,
memperlancar metabolisme tanaman, memperbaiki sirkulasi udara sehingga
penghalangan pembesaran buah dan buah terjepit tidak terjadi selain itu dapat juga
membantu memudahkan proses panen. Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali
untuk TBM dan 8 bulan sekali untuk TM. Pemangkasan dilakukan dengan
menggunakan dodos, egrek atau kampak. Jumlah pelepah tanaman berumur 3-8
tahun adalah 48-56 dan untuk tanaman lebih dari 8 tahun 40-48 pelepah (Fauzi,
2002)
7. Pengendalian Hama Penyakit
Hama penyakit merupakan salah satu faktor yang paling diperhatikan dalam
agribisnis kelapa sawit. Karena adanya hama penyakit secara otomatis akan
menurunkan produksi dan bahkan mematikan tanaman. Adapun hama yang sering
terdapat di perkebunan kelapa sawit adalah nematoda, tungau, ulat api, ulat
kantong, belalang, kumbang, kutu daun, penggerek tandan buah, tikus, dan babi
hutan. Sedangkan penyakit yang sering timbul adalahpenyakit busuk pangkal
batang/ ganoderma, penyakit daun bibit muda, penyakit akar lunak, penyakit
tajuk, busuk pangkal atas, busuk kering pangkal batang, busuk kuncup, garis
kuning dan busuk tandan buah. Hama penyakit tersebut dapat dikendalikan secara
manual yakni membongkar tanaman, secara kimia menyemprot pestisida dan
fungisida yang tepat dengan dosis tepat dan secara musuk alami yakni
menyebarkan organisme musuh hama penyakit tetapi tidak mengganggu tanaman
8. Panen
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan
setelah penyerbukan. Yang perlu diperhatikan dalam proses panen adalah kriteria
matang panen yakni umur lebih dari 31 bulan, Jumlah pohon yang dapat dipanen
per hektar sebanyak 60%, jumlah brondolan yang jatuh ± 10 butir untuk tanaman
kurang dari 10 tahun dan 15-20 butir untuk tanaman lebih dari 10 tahun dengan
warna kulit buah merah jingga atau dapat juga ditentukan dengan melihat
fraksinya yaitu 25%-50% buah luar membrondol dan 50%-75% buah luar
membrondol. Panen dilakukan dengan melepaskan tandan buah menggunakan
dodos, egrek kemudian dikumpulkan di Tempat Pengumpulan Hasil/TPH. Selain
itu perlu diperhatikan rotasi panen, sistem panennya dan kecepatan pengangkuat
buah ke pabrik. Rotasi panen yang optimal adalah 7 hari dengan sistem 5/7 yakni
5 hari panen dan masing-masing diulang 7 hari berikutnya. Buah yang telah
dipanen harus cepat diangkut ke tempat pengolahan maksimal 8 jam setelah panen
karena jika terlalu lama (lebih dari 1 hari) akan meningkatkan kandungan asam
bebas/free fatty acid yang pada akhirnya menurunkan kualitas rendemen minyak.
9. Pengolahan hasil
Pengolahan hasil kelapa sawit dilakukan dengan cara perebusan TBS yang
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam lori pada sterilizer/ketel rebus selam 1 jam
dengan suhu 125ºC 2,5 atm. Lalu lori yang berisi TBS diangkat dengan alat
Hoisting crane untuk dibalikkan ke mesin perontok buah(tresher). Dari tresher
dibawa ke mesin pelumat (digester) sambil dipanasi. Setelah itu biji sawit
dipisahkan dari hasil lumatan dengan mengaduk selama 25-30 menit lalu
proses ekstraksi diolah lagi karena masih berupa minyak sawit kasar yang
mengandung kotoran partikel tempurung dan serabut. Minyak kasar tersebut
dialirkan ke tangki minyak kasar dan dimurnikan atau diklarifikasikan secara
bertahap sehingga menghasilkan minyak sawit mentah/ crude palm oil(CPO).
Setelah itu dilakukan proses penjernihan untuk menurunkan kadar air dalam
minyak Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung dalam tangki
penampungan dan siap dipasarkan. Biji sawit yang tersisa dipecah lalu
dikeringkan dalam silo 14 jam pada suhu 50ºC lalu dipisahkan inti sawitnya
dengan tempurung. Inti dipisahkan dengan aliran air yang berputar dalam tabung
dan dalam keadaan tersebut inti akan mengapung. Selanjutnya inti sawit dicuci
dikeringkan pada suhu 80ºC kemudian diekstrasi untuk menghasilkan minyak inti
sawit/palm kernel oil/PKO(Fauzi, 2002)
10. Pemasaran
Dalam memasarkan produk kelapa sawit perlu diperhatikan beberapa pola
pemasaran secara umum, yakni:
♦ Pola pemasaran perkebunan rakyat
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan
yang terbatas yaitu berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut,
tentunya menghasilkan produksi TBS yang terbatas, untuk mengatasi hal ini
maka petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat
dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang
besar hingga ke prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada
♦ Pola Pemasaran Perkebunan Besar Negara dan Swasta
Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN) dilakukan
secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan untuk
perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa sawit dilakukan
oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan besar baik negara
maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk olahan yaitu minyak
sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Penjualan langsung
kepada eksportir ataupun ke pedagang/industri dalam negeri (Anonimus a, 2009)
2.1.2. Tinjauan Ekonomi
Produk kelapa sawit yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat banyak
Ragam produk turunan akan bervariasi sesuai intensitas modal dan teknologi yang
digunakan. Produksi CPO dapat memberikan nilai tambah yang cukup tinggi
Nilai tambah tersebut dapat dilihat dari berbagai macam produk turunan minyak
kelapa sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri yakni industri
pangan dan non pangan. Pada industri pangan, minyak sawit yang diproses
melalui fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis menghasilkan minyak goreng,
margarin, butter, vanaspati, shortening dan bahan pembuat kue lainnya (Goenadi,
2005)
Pada industri non pangan, minyak kelapa sawit diproses melalui
hidrolisis/splitting untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. Asam lemak
tersebut diproses lagi melalui hidrogenasi, destilasi, fraksinasi sehingga
menghasilkan detergent, bahan softener, tinta, perekat, aspal, industri tekstil dan
pelincir dan cat. Selain itu bagian kayu, pelepah dan limbah sawit pun dapat
memberikan hasil yakni limbah sebagai pupuk dan biogas, kayu untuk furniture,
pelepah untuk pulp. Secara skematis nilai tambah kelapa sawit dapat dilihat pada
bagan berikut:
Gambar 2. Bagan nilai tambah kelapa sawit Sumber: Goenadi, 2005
Nilai tambah dari berbagai produk turunan yang sangat dibutuhkan ini menjadi
daya tarik tersendiri bagi pengusaha sawit. Selain itu harga yang relatif lebih
murah dibanding minyak nabati lain dan keterbatasan negara lain dalam
memproduksi kelapa sawit menjadi alasan utama pengembangan agribisnis kelapa
sawit di Indonesia. Kebutuhan akan minyak sawit ini berdampak pada supply dan
pada harga komoditi kelapa sawit bahkan dapat mempengaruhi komoditi lain dan
kurs nilai tukar. Harga minyak kelapa sawit terus mengalami kenaikan sejak akhir
tahun 2009. Alasan kenaikan dari sisi produksi adalah terjadinya penurunan
produksi minyak sekitar 10% di awal tahun 2010.
Adanya kenaikan harga CPO dunia tersebut juga memaksa harga minyak goreng
ikut naik. Selain itu kenaikan harga minyak goreng juga dipicu oleh penghapusan
PPn DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah). Secara umum
pergerakan harga minyak sawit domestik searah dengan perkembangan harga
minyak sawit di pasar internasional. Selain itu, harga minyak sawit juga
mempunyai fluktuasi musiman. Dalam semester 1, harga pada bulan Januari
biasanya adalah paling tinggi kemudian turun melandai dalam Februari sampai
Mei. Dalam semester 2, penurunan harga yang paling tajam terjadi pada
Mei-Juli/Agustus dan naik sampai dengan bulan Januari. (Anonimus b, 2009)
Dengan berbagai peluang baik tingginya kebutuhan dunia akan kelapa sawit
maupun kondisi kelapa sawit yang subur di Indonesia, banyak pengusaha yang
melakukan ekspor CPO ke berbagai negara. Negara tujuan utama ekspor minyak
sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk
yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO, dan
beberapa produk oleokimia. Sampai saat ini, Indonesia hanya mampu mengekspor
bahan mentah kelapa sawit dan mengimpor minyak dalam bentuk jadi seperti
olein, sehingga Pemerintah berencana mendorong industri hilir kelapa sawit.
kebutuhan CPO dengan persentase 50,2 persen dari total produksi sawit dunia
dengan penyumbang devisa bagi negara sebesar 13,79 miliar dolar AS.
Menteri Perindustrian mengatakan bahwa pada beberapa tahun ke depan
Indonesia akan mengurangi volume ekspor CPO secara bertahap seperti pada
tahun 2015 volume yang diekspor hanya sekitar 50% dari total produksi dan pada
2020 menjadi 30% dan sebagaian besar CPO itu dikembangkan menjadi industri
hilir. Karena itu pemerintah mencanangkan pengembangan kluster industri
berbasis pertanian dan oleochemical di Kuala Enok dan Dumai di Kawasan
Industri Dumai (KID), Pelintung, Dumai, Riau (Said, 2010).
2.1.3. Resiko yang ditimbulkan agribisnis kelapa sawit
Resiko dapat terjadi dari adanya penyimpangan-penyimpanan kegiatan agribisnis
kelapa sawit, dari struktur kelembagaan serta fasilitas yang ada dan dari pengaruh
supply-demand terhadap harga. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak
tercapainya misi dan tujuan dari suatu instansi. Resiko diyakini tidak dapat
dihindari tetapi dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen
resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan
cepat berubah, mengembangkan coorporate governance, mengoptimalkan
penyusunan strategic management (Nasution, 2005).
Pengembangan agribisnis kelapa sawit dengan memitigasi resiko- resiko yang ada
akan memberikan manfaat apabila para pelaku agribisnis kelapa sawit, perbankan,
lembaga penelitian dan pengembangan serta sarana dan prasarana ekonomi
lainnya memberikan dukungan dan peran aktifnya. Peran pelaku agribisnis ini
dan pasar, peningkatan pengawasan dan pengujian mutu benih, perlindungan
plasma nutfah kelapa sawit, pengembangan dan pemantapan kelembagaan petani,
pemberian kredit lunak bagi petani sawit (Sukamto,2008)
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Teori Probabilitas
Agribisnis kelapa sawit memiliki berbagai resiko yang menjadi tantangan bagi
pengusaha kelapa sawit. Mulai dari pengadaan benih hingga pemasaran.
Maraknya benih palsu saat ini menyebabkan turunnya produktivitas kelapa sawit
petani hingga 50 persen dibandingkan dengan bibit unggul. Banyaknya benih
kelapa sawit palsu disebabkan langka dan mahalnya harga benih sawit unggul.
Harga benih kelapa sawit unggul mencapai Rp 13.000 – Rp 15.000 per bibit siap
tanam. Sedangkan harga bibit palsu sekitar Rp 3.000 - Rp 5.000 per bibit siap
tanam. Para penjual benih juga banyak yang memalsukan sertifikat benih sehingga
banyak petani yang tertipu Benih palsu tersebut banyak dipakai oleh petani,
sedangkan perkebunan besar rata-rata memakai benih unggul (Arsjad,2009).
Penanaman yang kurang baik juga akan memberikan resiko tinggi. Penanaman
yang tidak sesuai ukuran lubang tanam dan terlebih lagi pada tanah gambut akan
menjadikan pertumbuhan tanaman miring ke salah satu posisi. Kemiringan terjadi
karena tanaman yang masih muda belum memiliki struktur akar yang kuat untuk
memegang lapisan tanah gambut. Perlakuan penanaman dengan menggunakan
lubang hole in hole memang tidak dapat dijamin 100% akan memberikan tanaman
yang tegak, tapi setidaknya perlakuan itu dapat mengurangi resiko kemiringan
Besarnya produksi kelapa sawit sangat tergantung pada berbagai faktor, di
antaranya jenis tanah, jenis bibit, iklim dan teknologi yang diterapkan. Kelapa
sawit dapat tumbuh baik pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu,
Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai.
Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit
menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan
memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan
lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o. Dalam keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun
atau sekitar 4-5 ton minyak sawit. Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16
ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila
menggunakan bibit unggul sawit bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas
CPO (Crude Palm Oil) perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO
per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan
negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per
hektar, dan perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar
dan 0,57 ton PKO per hektar(Anonimus c, 2009).
Penentuan kriteria panen dan pengangkutan juga sangat mempengaruhi kualitas
hasil kelapa sawit. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan kelewat
matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB (Asam Lemak Bebas)
dalam prosentase tinggi. TBS yang kelewat matang dan belum matang akan
membeikan penurunan rendemen minyak sehingga kualitasnya akan menurun dan
Tabel 1.Kadar Asam Lemak Bebas
Lama menginap(hari) Rendemen Minyak Terhadap buah(%)
ALB (%)
0 50.44 3.90
1 50.60 5.01
2 50.73 6.09
3 48.66 6.90
Sumber: Fauzi, 2002
Mutu tandan buah segar yang baik untuk diolah adalah tandan buah segar yang
menghasilkan asam lemak bebas ≤ 5% pada minyak sawit, 3,5% pada minyak inti
sawit. Kadar kotoran 0,5% pada minyak sawit dan 0,02% pada minyak inti sawit
(Fauzi, 2002).
Industri pengolahan kelapa sawit juga dapat memberikan resiko cukup penting
yakni limbah sawit dalam jumlah besar sebagai sisa dari proses produksi. Limbah
sawit bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang
berdampak pada kelangsungan kehidupan masyarakat disekitar kebun. Namun
bila dimanfaatkan maka akan menimbulkan nilai tambah berupa pupuk yang dapat
dialirkan ke kebun. Hal ini harus menjadi hal yang perlu diperhitungkan sebelum
melakukan usaha pengolahan minyak sawit (CPO) karena akan berdampak
terhadap produksi dan pendapatan.
2.2.2 Teori Pendapatan
Resiko yang ada pada agribisnis kelapa sawit akan dimitigasi dengan upaya-upaya
pemitigasian resiko. Upaya yang dilakukan haruslah memberikan produktifitas
yang optimal. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi biaya atau
meningkatkan penerimaan karena pendapatan merupakan penerimaan dikurang
Pd = TR- TC
dimana: Pd= Pendapatan TR= Total Penerimaan
TC= Total Cost(Soekartawi, 1995)
Dari sisi Penerimaan, dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah produksi.
Dari sisi biaya dapat dilakukan dengan meminimisasi peneluaran sepewrti
pembelian pupuk, pestisida dengan asumsi kebutuhan optimum dari setiap
tanaman tetap terpenuhi atau dengan kata lain kualitas TBS tidak berkurang.
Dengan cara demikian maka pendapatan diharapkan akan dapat meningkat.
2.3. Kerangka Pemikiran
Agribisnis kelapa sawit dikembangkan bukan hanya untuk mencari profit tetapi
juga keberlangsungan ‘sustainable’ dari berbagai produk hasil dari kelapa sawit
tersebut. Produk kelapa sawit sangat luas penggunaannya dalam bidang industri,
seperti industri makanan, farmasi, kosmetik, logam, dan tinta cetak. Produksi dari
industri makanan, farmasi dan kosmetik berhubungan langsung dan erat kaitannya
dengan kebutuhan sehari-hari manusia. Oleh karena itu, para pelaku agribisnis
harus berusaha sebaik mungkin agar menghasilkan TBS sebagai produk utama
kelapa sawit dengan baik dan berkualitas tinggi.
Pelaku agribisnis yang diteliti adalah perkebunan negara dan perkebunan rakyat.
perkebunan negara. Kedua pelaku usaha ini melakukan agribisnis kelapa sawit
yang dimulai dari pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
panen, pengolahan hingga pemasaran. Agribisnis kelapa sawit terdiri dari
up-stream, on-farm, dan down-stream. Upstream agribisnis meliputi sub agribisnis
agribisnis meliputi subsistem produksi yakni pemupukan, pemberantasan hama
penyakit dan panen. Sedangkan Downstream meliputi sub sistem agribisnis pasca
produksi dan pemasaran yakni pengolahan TBS dan pemasaran produk akhir dari
kelapa sawit. Sedangkan subsistem agribisnis pendukung atau penunjang terdapat
di upstream, on-farm, downstream seperti bank, penyedia bibit di upstream,
peneliti hasil di on-farm, LSM, lembaga marketing di downstream. Dalam
agribisnis kelapa sawit mulai dari upstream hingga down stream muncul beberapa
resiko baik dari segi teknis maupun non teknis. Resiko teknis yaitu resiko-resiko
yang timbul dari kesalahan atau penyimpangan budidaya, pengolahan dan
pemasaran. Sedangkan resiko non teknis adalah resiko diluar resiko teknis seperti
iklim, masalah kredit macet perkebunan, dan fluktuasi harga TBS di pasar.
Berbagai resiko tersebut menimbulkan kerugian yakni menurunnya produksi
kelapa sawit sehingga penerimaan yang diperoleh rendah. Dalam perkebunan
kelapa sawit, resiko – resiko tersebut perlu diminimisasi agar tidak memberi
pengaruh buruk yang besar pada setiap kegiatan agribisnis kelapa sawit dan pada
produksinya. Untuk itu diperlukan upaya -upaya untuk memitigasi resiko tersebut.
Upaya upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengoordinasikan setiap tahapan
usaha sehingga dapat diperoleh produksi yang optimal dan memberikan
pendapatan yang tinggi. Selain itu dengan tidak mengabaikan syarat-syarat utama
tahapan budidaya, peningkatan pendapatan juga dapat dilakukan dengan
memperkecil biaya atau meningkatkan penerimaan ataupun melakukan
kedua-duanya. Dengan upaya tersebut diharapkan agribisnis kelapa sawit yang
dijalankan oleh para pelaku agribisnis dapat memberikan hasil yang berkuantitas
turunan yang baik pula sehingga harga jualnya pun akan tinggi. Harga jual yang
tinggi akan memberikan pendapatan yang tinggi bagi pelaku agribisnis tersebut.
Keseluruhan kegiatan ini merupakan sebuah informasi bagi pelaku agribisnis dan
para investor yang akan menanamkan modalnya di sektor ini. Informasi mengenai
semua tahapan agribisnis, resiko yang timbul, biaya yang perlu dikeluarkan serta
upaya pemitigasiannya akan membantu para pelaku agribisnis dan investor dalam
mengambil keputusan untuk melakukan agribisnis kelapa sawit dengan baik atau
PELAKU AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
Upstream
Resiko teknis Produksi menurun
On farm
Resiko non teknis Pendapatan menurun Down stream
Upaya pemitigasian resiko
Peningkatan Produksi danPendapatan
Informasi
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
2.4. Hipotesis Penelitian
Dari keterangan berbagai referensi diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis dari
penelitian ini, yakni:
1) Terdapat beberapa resiko yang dihadapi pelaku agribisnis baik perkebunan
negara maupun perkebunan rakyat.
2) Terdapat berbagai upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Metode penentuan daerah penelitian
Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) daerah yakni PT. Perkebunan Nusantara IV
Kebun Adolina dan Desa Gunung Rintis Kecamatan STM (Senembah Tanjung
Muda) Hilir Kabupaten Deli Serdang. Metode penentuan daerah penelitian
ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa PTPN-IV merupakan
salah satu perkebunan negara yang paling besar dengan luas areal 8.965 ha dan
Desa Gunung Rintis memiliki jumlah petani sawit yang layak untuk diteliti.
3.2. Metode pengambilan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku agribisnis kelapa sawit di desa
Gunung Rintis dan perkebunan nusantara yang ada di Sumatera Utara. Menurut
Dinas Penyuluhan STM. Hilir jumlah populasi petani kelapa sawit di Desa
Gunung Rintis sebanyak 120 KK. Sampel dalam penelitian ini ada 2 kelompok
yakni petani kelapa sawit rakyat di Desa Gunung Rintis Kecamatan STM. Hilir
dan PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina.
Pengambilan sampel petani rakyat dilakukan dengan metode Simple Random
Sampling dengan pertimbangan petani kelapa sawit di desa Gunung Rintis sangat
jarang diteliti. Pengambilan sampel perkebunan nusantara dilakukan dengan
metode Purposive dengan pertimbangan PTPN IV merupakan salah satu
Jumlah petani sawit rakyat yang akan diteliti ditentukan dengan rumus Slovin:
n = 2
1 Ne N
+
dimana: n = ukuran sample
N = ukuran populasi
e = error term yakni 10%
(Supriana, 2009)
dari rumus tersebut didapatkan jumlah sampel adalah 55 petani. Penetapan sampel
akan dilakukan secara acak.
3.3. Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.
Data primer seperti biaya-biaya produksi, harga jual, penerimaan dan resiko yang
dihadapi diperoleh dari petani sawit/ responden di Desa Gunung Rintis dan asisten
tanaman PTPN IV melalui wawancara langsung dan dengan menggunakan
quesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder seperti luas lahan,
jumlah populasi dan karakteristik daerah dan karakteristik petani diperoleh dari
dinas/ instansi terkait yaitu BPS Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Deli Serdang,
Kantor Direksi PTPN IV, Kantor Unit Kebun Adolina PTPN IV dan Kantor
Penyuluh STM. Hilir.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif dan dilengkapi dengan
analisis finansial. Hipotesis 1 akan dijawab dengan cara mendeskripsikan resiko-
resiko yang dihadapi petani sawit di daerah penelitian, mentabulasi resiko- resiko
secara umum dari hasil produksi PTPN dan perkebunan rakyat. Selain itu,
dikumpulkan data finansial dari petani dan perusahaan untuk melihat seberapa
besar dampak resiko terhadap pendapatan dan berapa besar harga impas optimal
dari TBS rakyat.
Analisis finansial dilakukan dengan menghitung:
1. Pendapatan
π = TR – TC
Dimana: π = Pendapatan;
TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total biaya).
2. Return Cost Ratio
Untuk melihat apakah agribisnis kelapa sawit menguntungkan.
R/C =
Dengan kriteria R/C > 1, maka usaha untung; jika R/C = 1, maka usaha tidak
untung dan tidak rugi; jika R/C < 1, maka usaha rugi.
3. Benefit Cost Ratio (B/C)
Untuk melihat perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan
total biaya yang dikeluarkan selama pengelolaan tanaman kelapa sawit.
B/C =
4. Break Even Poin(BEP)
Untuk melihat pada tingkat produksi dan harga TBS berapa usaha tersebut tidak
memberikan keuntungan.
Dimana: BEP Produksi = Titik impas produksi (kg) BEP Harga = Titik impas harga (Rp ) TC = Total Biaya
Py = Harga penjualan
Q atau y = Jumlah TBS yang diproduksi
(Fauzi, 2002)
Untuk menguji hipotesis 2 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan
mendeskripsikan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam memitigasi
resiko- resiko yang muncul pada agribisnis kelapa sawit tersebut baik bagi petani
rakyat maupun bagi perusahaan besar.
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
3.5.1 Defenisi
1. Resiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa baik yang dapat
diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan yang dapat
menimbulkan dampak merugikan, membahayakan bagi pencapaian tujuan.
2. Mitigasi adalah tindakan terencana dan berkelanjutan agar dapat
mengurangi dampak dari suatu kejadian atau kegiatan.
3. Mitigasi Resiko adalah suatu tindakan terencana dan berkelanjutan yang
kejadian yang berpotensi merugikan atau membahayakan pemilik kegiatan
tersebut.
4. Tingkat Resiko adalah besar resiko dari suatu agribisnis kelapa sawit yang
dilihat dari hasil produksi kelapa sawit seluruhnya.
5. Agribisnis kelapa sawit adalah upaya meningkatkan hasil kelapa sawit
melalui kegiatan upstream atau hulu hingga downstream atau hilir
mencakup semua subsistem yang tercakup yang dimulai sejak pembukaan
lahan hingga pemasaran..
6. Up-stream Agribusiness / Agribisnis Hulu adalah kegiatan pengusahaan
kelapa sawit mulai dari tahap paling awal meliputi pembukaan lahan,
penyiapan bibit, sarana produksi dan aspek kelembagaan hingga
penanaman.
7. On-farm Agribusiness/ Proses Produksi adalah semua kegiatan mengenai
produksi menyangkut pemeliharaan kebun kelapa sawit mulai dari tahap
pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama penyakit hingga panen.
8. Off-farm Agribusiness adalah semua usaha diluar kegiatan pemeliharaan
atau perawatan kebun kelapa sawit.
9. Down-stream Agribusiness/ Agribisnis Hilir adalah semua kegiatan
pengolahan hasil dan pemasaran yakni pengolahan menjadi produk
setengah jadi dan produk akhir dan pemasaran.
10.Pelaku agribisnis kelapa sawit adalah semua yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kuantitas dan kualitas kelapa sawit. Dalam hal ini hanya
11.Reactive decision making adalah suatu pengambilan keputusan yang
kurang bijaksana dalam suatu manajeman sumber daya.
3. 5. 2 Batasan Operasional
1.Daerah Penelitian adalah Desa Gunung Rintis Kecamatan STM. Hilir
Kabupaten Deli Serdang dan PTPN. IV Kebun Adolina.
2.Sampel Penelitian adalah pelaku agribisnis kelapa sawit di tingkat produksi
yakni petani kelapa sawit rakyat Kecamatan STM. Hilir Kabupaten Deli
Serdang dan PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina.
3.Waktu penelitian adalah tahun 2010.
4.Penerimaan yang dihitung pada penelitian ini adalah penerimaan
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
IV.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 2 daerah yakni Desa Gunung Rintis, Kecamatan
STM.Hilir, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah
3.693 Ha dan PTPN IV Kebun Adolina yang berada di Kabupaten Serdang
Bedagai dan Kabupaten Deli Serdang dengan luas areal kelapa sawit 7.996 Ha.
Desa Gunung Rintis berada pada ketinggian 190 - 500m dpl dengan suhu rata-rata
25-32° C. Desa ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.326 jiwa atau 561 KK
yang terdiri dari laki-laki 1.169 jiwa dan wanita 1.157 jiwa.
Kecamatan STM.Hilir memiliki jumlah penduduk sebanyak 30.098 jiwa atau
7.257 KK dengan luas wilayah 19.050 Ha. Kecamatan STM. Hilir memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Kecamatan Patumbak dan Biru-Biru
• Sebelah Timur : Kecamatan Bangun Purba dan STM. Hilir
• Sebelah Selatan : Kecamatan STM. Hulu
• Sebelah Barat : Kecamatan Biru-Biru
Kabupaten Deli Serdang secara geografis berada pada 2°57’’ lintang utara,
3°16’’lintang selatan dan 98°33’’- 99°27’’ bujur timur dengan luas wilayah
24.977.200 Ha dan ketinggian 0-500 m diatas permukaan laut.
PTPN. IV Kebun Adolina berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di
pinggiran jalan raya Medan-Pematang Siantar dengan jarak 38 km dari Medan
yang dikelilingi oleh 21 (dua puluh satu) desa, berada di 6(enam) kecamatan yaitu
Perbaungan, Pantai Cermin dan Pegajahan di Kabupaten Serdang Bedagai dan
Kecamatan Galang, Bangun Purba, STM. Hilir di Kabupaten Deli Serdang.
Topografi tanah keadaan datar dengan ketinggian ±15 m diatas permukaan laut.
(PTPN IV Selayang Pandang).
IV.2. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan Desa Gunung Rintis menurut fungsinya terdiri dari kebun
kelapa sawit, ladang, sawah, tanah bangunan, wakap. Secara rinci dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2. Tata Guna Lahan Desa Gunung Rintis Tahun 2010
no jenis penggunaan tanah luas(ha) presentase (%)
1. Kebun Kelapa Sawit 1.068 27,05
2. Ladang 2.840 71,66
3. Sawah 29 0,73
4. Tanah Bangunan 25 0,64
5 Wakap 1 0,02
Jumlah 3.963 100
Sumber: BPS Deli Serdang 2010
Dari Tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan di desa penelitian
lebih banyak digunakan untuk ladang yang terdiri dari ladang jagung, hortikultura,
palawija dan kebun karet. Untuk lahan kelapa sawit sebesar 1.068 Ha dengan
presentase 27,05%, untuk lahan sawah sebesar 29 Ha dengan presentase 0,73%,
untuk tanah bangunan sebesar 25 Ha dengan presentase 0,64%, untuk wakaf
Gunung Rintis bermata pencaharian dari sektor perkebunan yakni kebun rakyat
kelapa sawit yang luasnya lebih besar dibanding dengan luas lahan hortikultura di
ladang per komoditi.
Pada perkebunan PTPN IV areal /lahan ditanami dengan kelapa sawit dan kakao.
Untuk lahan yang ditanami kelapa sawit dipergunakan dan dibagi menurut
fungsi-fungsinya, yakni:
Tabel 3. Penggunaan Lahan Kelapa Sawit PTPN.IV Tahun 2010
no. Uraian luas (ha) persentase (%)
1. TBM/Tanaman Belum Menghasilkan 2177 0.27
2 TM/ Tanaman Menghasilkan 5095 0.64
3. Tanaman Usia Tua 655 0.08
Total 7927 100
Sumber : PTPN IV Selayang Pandang, 2010
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa perkebunan PTPN IV memiliki lahan
kelapa sawit sekitar 7.927 ha dan dipergunakan untuk
TBM/Tanaman Belum Menghasilkan dengan luas 2177 ha, TM/ Tanaman
Menghasilkan, dengan luas 5095 ha dan Tanaman Usia Tua yang akan direplanting
dengan luas 655 ha.
IV.3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Desa Gunung Rintis memiliki penduduk berjumlah 2.326 jiwa yang terdiri dari
561 kepala keluarga/kk. Di Desa Gunung Rintis ini umumnya penduduk dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada penduduk dengan jenis kelamin
Tabel 4. Karakteristik Penduduk Desa Gunung Rintis berdasarkan jenis kelamin
pada tahun 2010
no. jenis kelamin jumlah (jiwa) persentase
1. Laki-laki 1.169 50,26
2. Perempuan 1.157 49,74
Total 2.326 100%
Sumber: Kecamatan STM.Hilir dalam angka, 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk Desa Gunung
Rintis berjumlah 2.326 jiwa dimana Penduduk laki-laki lebih mayoritas dibanding
penduduk perempuan. Penduduk laki-laki berjumlah 1.169 jiwa dengan
persentase 50,26 % sedangkan penduduk wanita sebanyak 1.157 dengan
persentase 49,74%.
Pada perkebunan PTPN IV Kebun Adolina terdapat 1.665 tenaga kerja dengan
bagian, tugas kerja dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Tenaga kerja di PTPN
IV Kebun Adolina menurut jenis kelaminnya dapat didistribusikan atas karyawan
pimpinan laki-laki dan perempuan, karyawan pelaksana laki-laki dan perempuan
serta tenaga honor laki-laki dan perempuan.
Yang termasuk ke dalam kelompok karyawan pimpinan adalah manajer, asisten
kebun dan kepala ADM; karyawan pelaksana adalah karyawan buruh dari
afdeling 1-10 dan karyawan kantor sedangkan tenaga honor lebih dikenal dengan
buruh harian lepas (BHL). Keterangan lebih lanjut mengenai karakteristik tenaga
kerja yang ada di perkebunan PTPN. IV Kebun Adolina dapat dilihat pada tabel
Tabel 5. Karakteristik Tenaga Kerja di Perkebunan PTPN IV Kebun Adolina
Tahun 2010
no. jenis kelamin pria wanita jumlah(org)
1. Karyawan Pimpinan 19 0 19
2. Karyawan Pelaksana 1198 437 1635
3. Honor 9 2 11
Total 1226 439 1665
Sumber : PTPN IV Selayang Pandang, 2010
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 1.226 tenaga kerja pria yang
terdiri dari 19 orang pimpinan, 1198 karyawan dan tenaga honor sebanyak 9
orang. Sedangkan tenaga kerja wanita keseluruhan berjumlah 439 orang yang
terdiri atas karyawan pelaksana sebanyak 437 orang seperti karyawan administrasi
dan kesekretariatan; tenaga kerja honor tetap sebanyak 2 orang. Dilihat dari
keseluruhan karyawan pimpinan berjumlah 19 orang, karyawan pelaksana 1635
IV.4. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Menurut kelompok umur, penduduk Desa Gunung Rintis dapat dikelompokkan
berdasarkan rentang usia dari 0 hingga 60+. Gambaran distribusi penduduk
berdasarkan umur disajikan pada tabel berikut:
Tabel 6.Komposisi Penduduk Desa Gunung Rintis Berdasarkan Umur Tahun
2010
no. umur (tahun) jumlah (jiwa) persentase (%)
1. 0-4 128 5,51
2. 5-9 207 8,89
3. 10-14 225 9,67
4. 15-19 247 10,61
5. 20-24 244 10,49
6. 25-29 194 8,34
7. 30-34 180 7,73
8. 35-39 165 7,09
9 40-44 169 7,26
10. 45-49 155 6,66
11. 50-54 149 6,40
12. 55-59 132 5,67
13 60+ 130 5,58
Total 2.326 100%
Sumber: Kecamatan STM.Hilir dalam angka, BPS 2010
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Gunung Rintis
paling banyak pada rentang usia 15-19 tahun yakni sebesar 247 jiwa dengan
persentase 10,61% dan paling sedikit pada rentang usia 0-4 tahun sebanyak 128
jiwa dengan presentase 5,51%.
IV.5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Keadaan Penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Gunung Rintis pada tahun
2009 dapat dikelompokkan atas penduduk buta huruf, tidak tamat SD, penduduk
D2& S1. Keadaan penduduk Desa Gunun Rintis menurut tingkat pendidikan
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gunung Rintis Tahun 2010
no. jenis pendidikan jumlah (jiwa) persentase %)
1. Penduduk Buta huruf 629 27
2. Tidak tamat SD 328 14.1
3. Penduduk tamat SD 596 25.6
4. Penduduk tamat SLTP 318 13.7
5. Penduduk tamat SLTA 363 15.6
6. Penduduk tamat D-1, D-2& S1 92 4
Jumlah 2326 100
Sumber: Kecamatan STM.Hilir dalam angka, 2010
Dari tabel tersebut dapat dilihat penduduk yang mendapatkan pendidikan hanya
pada tingkat SD sebesar 596 orang dengan presentase 25,6%, tamat SLTP sebesar
318 orang dengan presentase 13,7 %, tamat SLTA sebesar 363 orang dengan
presentase 15,6% dan tamat D1, D2-S1 sebesar 92 orang atau 4%. Sedangkan
penduduk buta huruf yang paling banyak terdiri dari penduduk yang masih belum
sekolah sebanyak 629 jiwa dengan presentase 27%. Dari keterangan di atas
diketahui bahwa di Desa Gunung Rintis pendidikan sangat memprihatinkan,
banyak masyarakat yang memilih tidak melanjutkan sekolah karena hanya ada
sekolah SD dan untuk melanjutkan jenjang pendidikan harus sekolah ke luar
IV. 6. Keadaan Penduduk Menurut Sosial Budaya dan Ekonomi
Gambaran keadaan sosial ekonomi penduduk di Desa Gunung Rintis bervariasi
dilihat dari segi suku budayanya yakni Jawa, Karo, Tapsel, Toba, Melayu dan
Simalungun. Gambaran karakteristik penduduk sosial ekonomi menurut suku
budaya dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8. Gambaran Keadaan Sosial Menurut Suku Budaya di Desa Gunung Rintis
Tahun 2010
no. suku jumlah (jiwa) persentase
1. Jawa 708 30,43
2. Karo 1.316 56,57
3. Tapanuli Selatan 0 0
4. Toba 131 5,64
5. Melayu 4 0,03
6. Simalungun 24 0,18
Jumlah 2326 100%
Sumber: Kecamatan STM.Hilir dalam angka, 2010
Dari tabel 6. diatas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Gunung Rintis paling
banyak merupakan suku karo yakni sebayak 1.316 dengan persentase 56,57%.
Sedangkan suku Jawa 708 orang dengan presentase 30.43%, suku Toba 131
orang dengan presentase 5,64%, suku Simalungun 24 orang dengan presentase
0,18%, dan suku Melayu 4 orang dengan presentase 0,03%.
Mata Pencaharian
Menurut jenis mata pencaharian, penduduk Desa Gunung rintis dapat
dikelompokkan dalam 9 kelompok. Distribusi penduduk menurut mata
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Desa Gunung Rintis
Tahun 2010
no. jenis mata pencaharian jumlah (jiwa) persentase
1. Petani 991 71,91
2. Pedagang 140 10,15
3. PNS 113 8,20
4. Karyawan swasta 69 5
5 Guru 50 3,63
6. Tukang 2 0,14
7. Tenaga Medis 3 0,21
8. TNI 3 0,21
9. Supir 7 0,51
Jumlah 1378 100%
Sumber: Kecamatan STM.Hilir, 2010
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Gunung Rintis paling
banyak bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 991 orang atau
71,91% dari jumlah penduduk yang sudah bekerja. Sedangkan penduduk Desa
Gunung Rintis yang bermata pencaharian sebagai tukang paling sedikit yaitu
2 orang atau 0,14 % dari jumlah penduduk yang sudah bekerja.
IV.7. Sarana dan Prasarana
Desa Gunung Rintis memiliki sarana dan prasarana yang masih kurang dilihat dari
segi pendidikan dan kesehatan. Untuk prasarana kesehatan hanya ada 2 klinik
kesehatan sedangkan lainnya lebih kepada pengobatan tradisional. Sarana ibadah
di daerah ini cukup tersedia dengan baik yakni terdapat 1 mesjid, 1 surau dan 5
gereja. Di Desa Gunung Rintis juga terdapat gapoktan/ gabungan kelompok tani
yang secara tidak langsung menjadi sebuah wadah organisasi seperti koperasi
simpan pinjam bagi rakyat dalam menyalurkan dana PUAP. Kegiatan dan
tergabung dalam gapoktan ini. Sarana dan Prasarana Desa Gunung Rintis dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Sarana dan Prasarana di Desa Gunung Rintis pada tahun 2010.
no sarana dan prasarana jumlah 1 Pendidikan
SD 3
2 Kesehatan
klinik 2
3. Ibadah
Mesjid 1
Surau 1
Gereja 5
4 Jalan
Aspal 10 km
Kerikil 10 km
Tanah 1 km
Sumber: Kecamatan STM.Hilir dalam Angka. 2010
Kondisi jalan di daerah Gunung Rintis masih tergolong kurang baik. Hal ini
terbukti dari masih adanya jalan yang belum di aspal dan berbatu-batu. Hal ini
mengakibatkan sulitnya akses transportasi pengangkutan hasil panen kelapa sawit
ke pedagang pengumpul/ agen. Kondisi listrik dan telekomunikasi di Desa
Gunung Rintis tergolong baik terlihat dari penggunaan listrik di seluruh rumah
dan sinyal yang baik di daerah tersebut. Sedangkan fasilitas pendidikan sangatlah
minim yakni hanya ada sekolah SD sebanyak 3 unit dan tidak ada sekolah SLTP
dan SMU. Penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan harus keluar dari desa