• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Papan Partikel dari Bambu dengan Perekat Resin Damar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Papan Partikel dari Bambu dengan Perekat Resin Damar."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

DARA FEGY PRATIWI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Papan Partikel Dari Bambu Dengan Perekat Resin Damar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Dara Fegy Pratiwi

(4)

Resin Damar. Dibimbing oleh IKA AMALIA KARTIKA.

Bambu memiliki kadar serat kasar yang tinggi (59.75%), sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel.Pada penelitian ini resin damar digunakan sebagai perekat papan partikel. Resin damar dikembangkan untuk mensubstitusi perekat sintesis seperti urea dan fenol formaldehida. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu kempa dan jumlah damar yang ditambahkan terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel,serta untuk menentukan kombinasi perlakuan yang menghasilkan papan partikel dengan kualitas terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor, yaitu waktu kempa (10 dan 14 menit) dan jumlah damar yang ditambahkan (12, 14, dan 16%) dengan suhu kempa (130 dan 150oC) sebagai kelompoknya. Hasil analisis ragam pada suhu 130oC menunjukkan bahwa waktu kempa mempengaruhi kerapatan, daya serap air 2 dan 24 jam, MOR dan jumlah resin damar yang ditambahkan mempengaruhi kadar air, pengembangan tebal 2 dan 24 jam. Sedangkan pada suhu 150oC waktu kempa mempengaruhi kadar air, MOE, MOR, IB dan jumlah resin damar yang ditambahkan mempengaruhi pengembangan tebal 2 dan 24 jam, MOE dan MOR. Berdasarkan sifat fisik dan mekaniknya, papan partikel yang diproduksi dari perlakuan waktu kempa 10 menit dan resin damar 14%, dengan suhu pengempaan 150oC menghasilkan mutu terbaik dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan lainnya.

Kata kunci: bambu, damar, resin, papan partikel

ABSTRACT

DARA FEGY PRATIWI. Production of Particleboard FromBamboowithDamarResin as Adhesive. Supervised by IKA AMALIA KARTIKA.

(5)
(6)
(7)

DARA FEGY PRATIWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah papan partikel, dengan judul Pembuatan Papan Partikel Dari Bambu Dengan Perekat Resin Damar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT. selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan arahan selama penyusunan skripsi, teknisi di Laboratorium Biokomposit dan Rekayasa dan Desain Bangunan, Departemen Hasil Hutan atas kesediaannya dalam membantu penulis selama melaksanakan penelitian serta rekan-rekan seperjuangan Departemen Teknologi Industri Pertanian angkatan 48 atas semangat dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tujuan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Metode

Rancangan Penelitian dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(12)

1 Sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bambu dengan perekat resindamar

8

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses pembuatan papan partikel

2 Pola pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003 3 Kerapatan papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan 4 Kadar air papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

5 Daya serap air 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan 6 Daya serap air 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan 7 Pengembangan tebal 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

8 Pengembangan tebal 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

9 Kekuatan lentur papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan 10 Keteguhan patah papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan 11 Kuat rekat internal papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

3 4 9 10 12 13

14

15 16 18 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis bahan baku (analisa proksimat)

2 Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (JIS A 5908:2003)

3 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji pada suhu 130oC

4 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji pada suhu 150oC

24

26

29

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Papan partikel merupakan lembaran bahan yang terbuat dari serpihan kayu atau bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa dan disatukan dengan menggunakan bahan pengikat dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar airdan sebagainya (FAO 1997). Persediaan kayu sebagai bahan baku papan partikel semakin terbatas akibat eksploitasi hutan yang berlebihan.Papan partikel senantiasa menggunakan perekat dalam pembuatannya.Perekat yang umum digunakan pada industri papan partikel berupa Urea Formaldehyde (UF) dan Phenol Formaldehyde

(PF). Komponen utama UF dan PF ini berupa resin (Achmadi 1990). Resin UF dan PF dibuat dengan mereaksikan urea/fenol dengan formaldehida. Penggunaan senyawa formaldehida ini mengeluarkan emisi yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Roffael 1993). Dengan demikian diperlukan bahan baku dan perekat lain yang ketersediaannya melimpah dan ramah lingkungan, serta dapat menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang baik.

Salah satu bahan baku lokal yang memiliki potensi yang sangat menjanjikan adalah bambu. Bambu memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan mudah dibudidayakan (Muin et al. 2006). Perkiraan luas wilayah potensi bambu di Indonesia sebesar 170 393 ha, dengan potensi produksi sekitar 543 224 971 m3 (apabila per pohon/batang mempunyai volume 0.25 m3) (Pramono 2012). Keistimewaan bambu tersebut membuat usaha optimalisasi penggunaannya terus dilakukan baik sebagai bahan konstruksi, maupun untuk produk-produk panel. Bambu memiliki kesesuaian sebagai bahan baku pembuatan papan partikel ditinjau dari segi anatomis dan komposisi kimianya karena kandungan terbesar dalam batang bambu adalah selulosa (52.9%) dan mempunyai serat panjang 3-4 mm (Suranta 2009). Dengan demikian bambu merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan papan partikel.

Di lain pihak, untuk menghindari emisi formaldehida yang merugikan kesehatan manusia, perlu digunakan perekat yang ramah lingkungan. Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menemukan alternatif perekat yang ramah lingkungan, antara lain pemanfaatan ampas biji jarak pagar dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Lestari dan Kartika 2012), ampas tanaman bunga matahari dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Evon et al. 2010) dan serat kayu dengan protein kedelai sebagai perekatnya (Li et al. 2009). Pemanfaatan resin damar sebagai alternatif perekat papan partikel dianggap signifikan karena memiliki kandungan resin tinggi. Menurut Kusmayadi (2001), semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papan tersebut.

(14)

signifikan terhadap sifat fisik dan mekanik dari papan yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu dan waktu pengempaan, maka resin damar akan semakin mudah meleleh dan menyebar diantara pori partikel, sehingga dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik papan partikel tersebut. Menurut Sutigno (1988), beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan proses perekatan adalah suhu dan waktu pengempaan. Pengaruh suhu dan waktu kempa yang terlalu tinggi atau rendah akan mengurangi keteguhan rekatnya. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka perlu dilakukan optimasi terhadap suhu kempa, waktu kempa dan jumlah perekat pada pembuatan papan partikel dari bambu untuk mendapatkan papan dengan kualitas yang tinggi.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhwaktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkanterhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel, serta untuk menentukan kombinasiperlakuan yang menghasilkan papan partikel dengan kualitas terbaik dalam pembuatan papan partikel dari bambu dengan perekat resindamar.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa apus) dan resin damar. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan H2SO4 pekat, H2SO4 0.352 N, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N, NaOH 1.25 N, katalis CuSO4:Na2SO4, asam borat 2%, indikator mensel, pelarut heksan, alkohol dan aquades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin hotpress, kertas teflon, lembaran alumunium dan cetakan papan. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu Universal Testing Machine (UTM),jangka sorong, neraca analitik, loyang, alumunium foil, oven, mistar, cawan porselin, gegep, spidol dan label.

Metode

Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri atas 4 tahap, yakni tahap persiapan dan karakterisasi bahan baku, tahap pembuatan papan partikel, tahap pengkondisian papan partikel dan tahap pengujian papan partikel (Gambar 1).

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku

(15)

kadarkarbohidratnya. Prosedur analisis parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 1Diagram alir proses pembuatan papan partikel

Pembuatan Papan Partikel

Tahap pembuatan papan partikel diawali dengan pembentukan lembaran papan dengan target kerapatan 0.7-0.8 g/cm3 di dalam cetakan berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm. Bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan harus disebarkan secara merata agar diperoleh papan dengan kerapatan yang sama di setiap bagian. Selanjutnya, dilakukan proses pengempaan papan menggunakan mesin kempa panas.

Pengecilan ukuran (14 mesh)

Pengkondisian (Kadar air ± 10%)

Karakterisasi (Analisis proksimat)

Pembuatan lembaran papan

(30 cm x 30 cm x 1 cm, ρ = 0.7-0.8 g/cm3)

Pengempaan (T = 130oC dan 150oC,

t = 10 dan 14 menit dan P = 20 kgf/cm2)

Pengkondisian

(T = 30oC, RH = 77%, 14 hari)

Pengujian papan partikel (JIS A 5098:2003)

Bambu

Serbuk bambu

Papan Partikel Mulai

Selesai

(16)

Proses pengempaan dilakukan pada suhu 130oC dan 150oC dengan tekanan 20 kgf/cm2 dan waktu kempa selama 10 dan 14 menit.

Pengkondisian Papan Partikel

Tahap pengkondisian papan dilakukan selama 14 hari pada suhu sekitar 30oC untuk menghilangkan tegangan pada papan setelah proses pengempaan dan untuk mencapai kesetimbangan kadar air papan.

Pengujian Papan Partikel

Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah pengujian papan. Papan partikel yang telah selesai dikondisikan selanjutnya dipotong-potong dan diuji sesuai standar JIS A 5908:2003 dan hasilnya dibandingkan dengan JIS A 5908:2003. Pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air selama 2 jam dan 24 jam, pengembangan tebal selama 2 jam dan 24 jam, kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE), keteguhan patah atau Modulus of Rupture

(MOR) dan kuat rekat internal atau Internal Bonding (IB). Pola pemotongan dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan metode pengujiannya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Keterangan:

a) Contoh uji kerapatan dan kadar air (10 x 10) cm b) Contoh uji MOE dan MOR berukuran (5 x 20) cm c) Contoh uji keteguhan rekat internal berukuran (5 x 5) cm

d) Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran (5 x 5) cm

Gambar 2 Pola pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 kali ulangan. Terdapat 2 faktor yang diteliti yaitu waktu kempa (A) [10

30 cm

30 cm

b b

a

a

c d

(17)

menit (A1), 14 menit (A2)] dan jumlah resin damar yang ditambahkan (B) [12% (B1), 14% (B2), 16% (B3)]. Kedua faktor tersebut diduga saling berinteraksi. Terdapat 1 peubah pengganggu atau sampingan yang disebut kelompok dan tidak berinteraksi dengan faktor lain yaitu suhu (K) [130oC (K1), 150oC (K2)]. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut (Sampurna dan Nindhia 2013):

Yijm = µ + Km + Ai +Bj+ (AB)ij + Ɛijm

Keterangan:

Yijm =Nilaipengamatan yang memperoleh kombinasi perlakuan ke-i (taraf perlakuan faktor A), ke-j (taraf perlakuan faktor B) dan kelompok ke-m. µ = Nilai rata-rata umum.

Km = Pengaruh kelompok ke-m (m = 130 dan 150oC).

Ai = Pengaruh faktor waktu kempa pada taraf ke-i (i = 10 dan 14menit).

Bj = Pengaruh faktor jumlah resin damar yang ditambahkan pada taraf ke-j (j = 12,14dan 16%).

(AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j.

Ɛijm = Pengaruh galatatau error dari faktorA taraf ke-i, faktor B tarafke-jdan kelompok ke-m.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA pada α = 0.05 dan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Bambu tali yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kadar air 12.16%, kadar protein 0.72%, kadar lemak 0.01%, kadar abu 1.99%, kadar serat kasar 59.75% dan kadar karbohidrat 25.37%. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kandungan serat kasar yang cukup tinggi memungkinkan bambu tali untuk dijadikan bahan pengganti kayu dalam pembuatan papan partikel. Serat merupakan sumber lignoselulosa pada pembuatan papan partikel. Lignoselulosa mengandung 3 komponen penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (Jonsson et al.

2013).

(18)

memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol. Lignin membentuk ikatan kovalen dengan polisakarida-polisakarida yang lain. Unit senyawa fenolik yaitu fenil propana terikat satu sama lain dengan ikatan eter dan ikatan C-C, dengan persentasi ikatan eter lebih banyak (Sigit 2008).

Widyorini et al. (2005) mengungkapkan bahwa pecahan-pecahan bahan berlignoselulosa dapat dikonversi menjadi papan partikel dengan melakukan penguapan atau pemanasan. Selama perlakuan pemanasan, lignin dan hemiselulosa akan teraktifkan sehingga dapat meningkatkan kekuatan papan partikel (Miki et al. 2006).Pemanfaatan lignin sebagai perekat sesungguhnya telah lama dilakukan. Paten pertama tentang penggunaan lignin dari limbah industri pulp sebagai perekat bahkan telah ada sejak tahun 1900-an (Nimz 1983). Sayangnya, perekat lignin juga masih perlu dikopolimerisasi dengan senyawa formaldehida (Santoso 2003).

Kadar karbohidrat menunjukkan kandungan pati dan gula pada bahan.Kandungan tersebut diprediksi memainkan peran penting dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat (Shen 1986). Burrel (2003) menjelaskan pati selain dimanfaatkan sebagai sumber energi utama dalam makanan manusia, juga dimanfaatkan untuk berbagai proses dalam industri seperti perekat dalam pembuatan kertas, bahan tambahan dalam semen dan sebagai pengikat dalam papan serat gipsum. Pati akan tergelatinisasi selama proses pengempaan panas (Belizt dan Grosch 1999). Serat yang terdapat pada bambu akan terikat pada pati yang telah mengalami gelatinisasi dan mengering (Lawton et al.2004). Selain itu, kandungan air yang cukup tinggi pada bahan dapat berperan dalam proses gelatinisasi pati yang dapat membantu dalam proses perekatan partikel-partikel lignoselulosa (Fahmi 2013). Gelatinisasi merupakan peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu yang menyebabkan granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Belizt dan Grosch 1999). Menurut Li et al.(2009), kandungan air pada bahan juga berperan sebagai plastisizer, yang dapat mengurangi suhu eksotermik protein dan meningkatkan pergerakan rantai polipeptida protein serta memungkinkannya untuk berinteraksi lebih mudah dengan polimer yang lain.

(19)

Semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papan tersebut.

Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel

Papan partikel yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai sifat fisik dan mekanik seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume. Kerapatan papan partikel merupakan salah satu sifat fisik yang sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik lainnya. Semakin tinggi kerapatan papan maka akan semakin tinggi sifat keteguhannya (Bowyer et al. 2003).

Tabel 1 menunjukkan bahwa kerapatan papan bervariasi antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis ragam pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa berpengaruh secara signifikan terhadap kerapatan papan partikel (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa papan partikel yang dikempa selama 14 menit berbeda nyata dengan papan partikel yang dikempa selama 10 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki kerapatan yang lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit (Gambar 3). Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menunjukkan perlakuan-perlakuan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kerapatan papan partikel (Lampiran 4). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa variasi nilai kerapatan yang muncul tidak menunjukkan kecenderungan tertentu yang mengindikasikan adanya korelasi antara kerapatan papan partikel dengan kombinasi perlakuan yang diberikan. Apabila nilai kerapatan tersebut dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, maka seluruh papan partikel tersebut telah memenuhi standar (0.4-0.9 g/cm3). Papan partikel hasil perlakuan A2B3 pada suhu pengempaan 150oC merupakan kombinasi papan partikel yang mempunyai mutu terbaik dengan nilai sebesar 0.58 g/cm3. Namun, nilai kerapatan yang diperoleh belum memenuhi target kerapatan yaitu 0.7 g/cm3. Hal ini diduga akibat adanya kehilangan bahan pada saat pemindahan bahan ke dalam cetakan papan sebelum dikempa, sehingga massa bahan menjadi berkurang.

Penyesuaian kadar air pada saat pengkondisian juga menyebabkan kenaikan tebal papan partikel, sehingga tebal papan partikel yang dihasilkan melebihi target yang ditetapkan yaitu 1 cm. Kecenderungan tingginya penyerapan air pada papan saat pengkondisian disebabkan karena papan berkerapatan rendah memiliki rongga-rongga antar partikel yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan penetrasi air ke dalam papan partikel. Semakin tebal suatu papan maka akan semakin rendah kerapatannya, demikian juga sebaliknya (Setyawati et al. 2008).

(20)

Tabel 1 Sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bambu dengan perekat resin damar

(21)
(22)
(23)

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 3 Kerapatan papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Tingginya kerapatan bahan baku yang digunakan menyebabkan penurunan kekuatan papan, tetapi cenderung meningkatkan ketebalan papan (Kusmayadi 2001).Hal ini disebabkan semakin tinggi kerapatan bahan baku yang digunakan, semakin banyak kandungan zat pada dinding sel yang dapat menyebabkan masalah dalam pengerasan perekat dan menimbulkan blister akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang mudah menguap (Haygreen dan Bowyer 1989; Bowyer et al.2003). Sedangkan, tekanan pengempaan yang diberikan pada saat pembuatan papan partikel akan meningkatkan ikatan antar partikel, sehingga papan partikel yang dihasilkan lebih tahan terhadap air dan lebih stabil (Iskandar dan Supriadi 2011).

Kadar Air

Kadar air menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam papan partikel. Semakin tinggi kandungan air dalam suatu papan mengakibatkan papan partikel semakin mudah rusak. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas papan partikel semakin rendah bila kandungan air di dalamnya tinggi. Umumnya kadar air papan partikel lebih rendah dari kadar air bahan baku yang digunakan. Hal ini disebabkan karena perlakuan panas yang diterima papan partikel pada saat pengempaan panas (Massijaya et al. 2005).

Hasil analisis ragam pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 12%.Papan partikel dengan jumlah resin damar yang tinggi memiliki kadar air papan yang lebih rendah (Gambar 4). Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah resin

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(24)

damar yang ditambahkan membuat ruang lembaran papan menjadi sedikit dan lebih rapat sehingga kemampuan papan dalam menyerap uap air semakin rendah. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B1 dengan A2B3, A2B1 dan A1B2. Perlakuan A1B1, A2B3 dan A2B1 berbeda nyata dengan perlakuan A1B3 dan A2B2. Namun perlakuan A1B3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B2. Papan partikel dengan perlakuan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 12% (A1B1) memiliki nilai kadar air yang tinggi (Gambar 4).Kadar air yang tinggi disebabkan akibat ikatan antara partikel yang kurang kuat dan juga perubahan sifat fisik-kimia pada proses pengempaan akibat adanya panas (Kaliyan dan Morey 2010).Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menujukkan waktu kempa dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa papan partikel yang dikempa selama 10 menit berbeda nyata dengan papan partikel yang dikempa selama 14 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit (Gambar 4).Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B3 dengan perlakuan A1B1, A2B1 dan A2B3. Perlakuan A2B2 berbeda nyata dengan perlakuan A2B1 dan A2B3. Sedangkan perlakuan A1B2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) memiliki kadar air yang paling tinggi (Gambar 4). Dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, kadar air papan partikel telah memenuhi standar(5-13%).

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 4 Kadar air papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Menurut Setiawan (2008), fenomena yang terjadi pada papan partikel ialah semakin tinggi kerapatan papan partikel, maka kadar air yang terkandung di

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(25)

dalamnya semakin rendah. Hal ini terjadi karena papan partikel yang memiliki kerapatan tinggi, partikelnya akan semakin kompak dan padat sehingga tidak banyak terdapat rongga atau pori di antara jalinan partikel yang dapat diisi oleh air setelah dilakukan perendaman. Pengujian daya serap air papan partikel dilakukan pada waktu 2 dan 24 jam. Pengujian ini penting dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan terhadap air terutama jika penggunaannya untuk keperluan eksterior dimana papan mengalami kontak langsung dengan udara luar (Lestari dan Kartika 2012).

Hasil analisis ragam daya serap air dengan waktu perendaman 2 jam (DSA 2 jam) pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap DSA 2 jam (Lampiran 3). Berdasarkanuji lanjut Duncanterdapat perbedaan nyata antara perlakuan waktu kempa 10 menit dengan perlakuan waktu kempa 14 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit memiliki daya serap air yang lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit (Gambar 5). Tingginya daya serap air dengan waktu pengempaan yang lebih lama ini diduga karena rusaknya jaringan ikatan perekat. Kerusakan jaringan ikatan perekat ini menyebabkan air lebih mudah terserap ke dalam papan partikel (Syamani et al.

2008). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A2B3 dengan perlakuan A1B2, A2B1 dan A1B3. Perlakuan A2B2 berbeda nyata dengan perlakuan A2B1 dan A1B3. Perlakuan A1B1 berbeda nyata dengan perlakuan A1B3. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) memiliki daya serap air yang paling rendah (Gambar 5). Hal ini karena semakin banyaknya jumlah resin damar yang ditambahkan membuat ruang lembaran papan menjadi lebih rapat sehingga air yang masuk ke dalam papan menjadi lebih sedikit daya serap air semakin menurun. Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menunjukkan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A2B2 dengan perlakuan A1B2, A2B3 dan A1B3. Namun perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuanA1B2. Namun perlakuan A1B2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B1. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% (A1B2) memiliki daya serap air yang paling rendah (Gambar 5).

(26)

partikel dengan waktu pengempaan 10 menit (Gambar 6). Tingginya daya serap air pada waktu pengempaan yang lebih lama diduga karena rusaknya jaringan ikatan perekat. Sama halnya dengan DSA 2 jam, interaksi perlakuan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) menunjukkan daya serap air yang juga lebih rendah pada DSA 24 jam (Gambar 6). Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menunjukkan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A2B2 dengan perlakuan A1B1, A2B3 dan A1B3. Perlakuan A2B2 berbeda nyata dengan perlakuan A2B1 dan A1B2. Papan partikel dengan perlakuan A1B2 memiliki daya serap air yang paling rendah (Gambar 6).

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 5 Daya serap air 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Pengaruh tingginya kerapatan papan partikel cenderung menurunkan daya serap air papan tersebut. Semakin tinggi kerapatan papan partikel menyebabkan air akan sulit untuk masuk ke dalam rongga-rongga yang ada di dalam papan, karena memiliki pori yang lebih sedikit. Djalal (1981) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan air pada papan yaitu volume ruang kosong yang dapat menampung air di antara partikel, luas permukaan partikel yang tidak ditutupi perekat dan dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.

Parameter kualitas daya serap air tidak ditentukan nilai standarnya baik pada JIS A 5908:2003 maupun SNI 03-2105-2006. Akan tetapi apabila dilihat dari hasil uji pada Gambar 5 dan Gambar 6, jenis papan partikel pada kode A1B2 dengan suhu pengempaan 150oC memiliki daya serap air paling baik di antara papan partikel dengan kombinasi perlakuan lainnya. Papan partikel dengan kualitas yang baik adalah papan partikel yang memiliki daya serap air yang rendah karena besarnya jumlah air yang diserap dapat mengurangi kekuatan papan partikel saat digunakan.

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(27)

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 6 Daya serap air 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Pengembangan Tebal (PT)

Pengembangan tebal merupakan bertambahnya dimensi papan dengan bertambahnya ketebalan dari papan tersebut (Putra 2011). Nilai pengembangan tebal akan meningkat seiring dengan bertambah besarnya nilai daya serap air.Pengujian pengembangan tebal dilakukan pada waktu 2 dan 24 jam.

Hasil analisis ragam pengembangan tebal dengan waktu perendaman 2 jam (PT 2 jam) pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap PT 2 jam (Lampiran 3). Berdasarkan uji lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 12%. Papan partikel dengan jumlah resin damar yang lebih banyak memiliki pengembangan tebal yang lebih rendah (Gambar 7). Semakin tinggi jumlah resin yang digunakan untuk membuat papan partikel maka jumlah resin yang menutupi pori partikel semakin tinggi. Hal ini berarti ikatan antar partikel terjalin lebih rapat dan kekompakan yang terbentuk lebih sempurna, sehingga papan partikel dengan jumlah perekat tinggi akan lebih sulit dimasuki air (Kusmayadi 2001). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan papan partikel dengan perlakuan A2B1 berbeda nyata dengan perlakuan A1B3, A1B2 dan A2B3. Perlakuan A1B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B2 dan A1B3. Papan partikel dengan waktu kempa 14 menit dan jumlah resin damar 16% (A2B3) memiliki pengembangan tebal yang rendah (Gambar 7). Hal ini karena papan partikel dengan jumlah resin damar yang lebih tinggi membuat rongga-rongga antar partikel lebih sedikit, sehingga akan mengurangi penetrasi air ke dalam papan partikel. Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menujukkan jumlah resin damar yang ditambahkan dan

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(28)

interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan 12%. Semakin tinggi jumlah resin damar yang ditambahkan, maka pengembangan tebal papan partikel semakin rendah (Gambar 7). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan papan partikel dengan perlakuan A1B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B1. Perlakuan A1B1 berbeda nyata dengan perlakuan A2B2, A1B3, A2B3 dan A1B2. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% (A1B2) memiliki pengembangan tebal yang rendah (Gambar 7).

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 7 Pengembangan tebal 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Hasil analisis ragam pengembangan tebal dengan waktu perendaman 24 jam (PT 24 jam) pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap PT 24 jam (Lampiran 3). Berdasarkan uji lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar 12% dan 14%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan jumlah resin damar 16%. Penggunaan jumlah resin damar 16% memiliki daya pengembangan tebal yang rendah (Gambar 8). Hal ini terjadi karena dengan semakin bertambahnya resin damar membuat ruang lembaran papan menjadi lebih rapat sehingga air yang masuk ke dalam papan menjadi lebih sedikit dan pengembangan tebalnya semakin menurun. Menurut Widiyanto (2002), nilai pengembangan tebal yang kecil merupakan pengembangan tebal yang baik karena dapat mengantisipasi meresapnya air ke dalam papan melalui pori-pori partikel dan ruang kosong antar partikel secara perlahan. Hasil analisis ragam PT 24 jam pada suhu 150oC menunjukkan jumlah resin damar

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(29)

yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap PT 24 jam (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar 14% dengan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan jumlah resin damar 12%. Papan partikel dengan jumlah resin damar yang lebih tinggi memiliki nilai pengembangan tebal yang lebih rendah (Gambar 8).

Sifat pengembangan tebal berkorelasi dengan kerapatan papan partikel, dimana semakin tinggi kerapatan papan partikel maka semakin rendah pengembangan tebal papan partikel tersebut. Pada papan partikel dengan kerapatan rendah, air yang diserap lebih banyak dan hal ini akan mempengaruhi pengembangan volume partikelnya. Kestabilan dimensi papan partikel juga akan sangat tergantung pada kerataan penyebaran partikel pada saat pembentukan lembaran panil dan besarnya tekanan kempa. Kerataan partikel yang baik akan menghasilkan sifat muai, susut dan lenting yang jauh lebih baik dibandingkan sifat tersebut pada kayu utuhnya.

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 8 Pengembangan tebal 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Standar JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006menetapkanpengembangan tebal papan partikel maksimal 12%. Apabila dilihat dari hasil uji PT 2 jam pada Gambar 7, jenis papan partikel pada kode A1B2 dan A2B3 dengan suhu kempa 150oC memiliki nilai pengembangan tebal yang telah memenuhi standar. Sedangkan, bila dilihat dari hasil uji PT 24 jam pada Gambar 8, maka seluruh papan partikel yang dihasilkan memiliki nilai yang tinggi atau belum memenuhi standar.Menurut Massijaya et al. (2005), pengembangan papan partikel yang tinggi tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior karena stabilitas produk yang rendah dan sifat mekanik yang akan menurun secara drastis dalam jangka waktu yang singkat. Dari

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(30)

hasil pengujian yang dilakukan, ternyata papan yang dihasilkan tidak cocok untuk keperluan eksterior, karena pengembangan tebal papan partikel yang masih tinggi.

Modulus of Elasticity (MOE)

Kekuatan lentur merupakan sifat mekanis papan yang menunjukkan ketahanan terhadap pembengkokan akibat adanya beban yang diberikan sebelum papan partikel tersebut patah, atau dengan kata lain sifat ini berhubungan langsung dengan nilai kekakuan papan (Haygreen dan Bowyer 1996). Papan akan semakin elastis apabila nilai keteguhan lenturnya semakin tinggi.

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 9 Kekuatan lentur papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

Hasil analisis ragam kekuatan lentur (MOE) pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap MOE (Lampiran 3). Hasil analisis ragam MOE pada suhu 150oC menunjukkan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan, dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap MOE (Lampiran 4). Berdasarkan uji lanjut Duncan terdapat perbedaan nyata antara papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan 14 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki nilai MOE yang lebih tinggi (Gambar 9). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dengan 12%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan 16%. Papan partikel dengan jumlah resin damar 14% memiliki MOE yang paling tinggi (Gambar 9). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B1 dengan perlakuan A1B3, A2B3 dan A2B2. Namun perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan A1B2 dan A2B1. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar 14% (A1B2) memiliki MOE yang paling tinggi (Gambar 9).

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(31)

Semakin banyak jumlah resin damar yang ditambahkan, menyebabkan resin damar meleleh dan menyebar di antara partikel-partikel bambu sehingga kontak antar partikel dan resin semakin rapat. Semakin kuat ikatan partikel mengakibatkan papan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menahan beban yang mengenai papan (Puspita 2008).

Sama halnya dengan pengembangan tebal, kekuatan lentur juga berkorelasi dengan kerapatan papan partikel. Dimana semakin tinggi kerapatan papan partikel yang dihasilkan akan semakin padat dan ruang kosong antara perekat dan partikel akan berkurang, sehingga akan meningkatkan kekuatan papan. Menurut Erwinsyah dan Darnoko (2000), semakin tinggi kerapatan menyebabkan semakin tinggi kemampuan papan untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang diterima.

Apabila dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, MOE papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi standar yaitu minimal 20 000-20 400 kgf/cm2. Seperti yang terlihat pada Gambar 7 papan partikel dengan perlakuan A1B2 dan suhu kempa 150oC merupakan papan partikel yang mempunyai kualitas terbaik dengan MOE sebesar393.45 kgf/cm2. Meskipun demikian hasil tersebut belum memenuhi standar yang ditentukan.

Modulus of Rupture (MOR)

Keteguhan patah papan partikel merupakan sifat mekanis yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban yang bekerja terhadapnya. Semakin kuat nilai kekuatan lentur maka papan semakin kuat dalam menahan bobot benda.

Hasil analisis ragam keteguhan patah (MOR) pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa berpengaruh secara signifikan terhadap MOR (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan waktu kempa 14 menit dengan 10 menit. Papan partikel dengan waktu kempa 14 menit memiliki nilai MOR yang tinggi (Gambar 10). Hasil analisis ragam MOR pada suhu 150oC menunjukkan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap MOR (Lampiran 4). Berdasarkan uji lanjut Duncan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan waktu kempa 10 menit dengan waktu kempa 14 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki MOR yang lebih tinggi (Gambar 10). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar 14% dan 12%, namun keduanya berbeda nyata dengan jumlah resin damar 16%. Papan partikel dengan jumlah resin damar 14% memiliki MOR yang paling tinggi (Gambar 10). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B2 dengan perlakuan A2B1, A1B1, A1B3, A2B3 dan A2B2. Namun perlakuan A2B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B1. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar 14% (A1B2) memiliki MOR yang paling tinggi (Gambar 10). Jumlah resin damar yang tinggi menyebabkan resin damar semakin banyak yang meleleh menyebar ke permukaan antar partikel, sehingga ikatan antar partikel dan resin semakin tinggi yang membuat kekuatan papan semakin meningkat (Kusmayadi 2001).

(32)

sehingga kontak antar partikel lebih baik dan akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi. Kecenderungan tersebut terjadi karena luas permukaan yang tertutup perekat lebih besar, sehingga kekuatan ikatan menjadi lebih baik.

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 10 Keteguhan patah papan partikel pada berbagaikombinasi perlakuan

Apabila dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, MOR papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi standar yaitu minimal 80-82 kgf/cm2. Seperti yang terlihat pada Gambar 10 papan partikel dengan perlakuan A1B2 dan suhu kempa 150oC merupakan papan partikel yang mempunyai kualitas terbaik dengan MOR51.72 kgf/cm2. Meskipun demikian hasil ini belum memenuhi standar yang ditentukan.Menurut Evon et al. (2010), semakin tinggi suhu kempa maka MOR akan semakin besar. Suhu kempa berperan dalam menguapkan air hingga terbentuk ikatan kompleks antara perekat dan partikel. Dengan demikian kekuatan mekanik papan akan lebih baik seiring meningkatnya daya kohesi antar permukaan serat. Namun, rendahnya nilai MOR yang diperoleh diduga karena kurang meratanya partikel dalam pembuatan papan yang mengakibatkan masih terdapat rongga dalam papan.

Internal Bonding (IB)

Kuat rekat internal merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan papan. Pengujian kuat rekat internal dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam pencampuran perekat, pembentukan dan pengempaan papan (Bowyer et al.2003).

Hasil analisis ragam kuat rekat internal (IB) pada suhu 130oC menunjukkan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap IB (Lampiran 3). Berdasarkan uji lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B3 dengan perlakuan A2B1, A2B2, A1B2 dan A2B3. Perlakuan A1B3 berbeda nyata dengan perlakuan A1B1.

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(33)

Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) memiliki IB yang paling tinggi (Gambar 11). Hasil analisis ragam IB pada suhu 150oC menunjukkan waktu kempa dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap IB (Lampiran 4). Berdasarkan uji lanjut Duncan, papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki nilai IB yang lebih tinggi dibandingkan papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit (Gambar 11). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan interaksi dengan perlakuan A1B2 tidak berbeda nyata dengan A1B3, namun keduanya berbeda nyata dengan A2B3, A1B1 dan A2B2. Perlakuan A2B1 berbeda nyata dengan perlakuan A1B1 dan A2B2. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% (A1B2) memiliki IB yang paling tinggi (Gambar 11).

Pada dasarnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap MOE dan MOR juga akan berpengaruh terhadap kuat rekat internal papan, seperti kerapatan panil, kualitas partikel, kadar perekat dan kadar air lembaran (Kusmayadi 2001). Semakin tinggi kerapatan papan partikel maka kuat rekat internal pada papan akan semakin tinggi. Hal ini karena kemampatan antar partikel yang jauh lebih baik terjadi pada kerapatan yang tinggi, sehingga kekuatan patah papan akan semakin tinggi.

Keterangan:

A1 = waktu kempa 10 menit A2 = waktu kempa 14 menit

B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12% B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14% B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%

Gambar 11 Kuat rekat internal papan partikel pada berbagaikombinasi perlakuan

Apabila dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, IB papan partikel yang dihasilkan dari penelitian inibelum memenuhi standar yaitu minimal 1.5 kgf/cm2. Seperti yang terlihat pada Gambar 11 papan partikel dengan perlakuan A1B2 dan suhu kempa 150oC merupakan papan partikel yang mempunyai kualitas terbaik dengan IB0.90 kgf/cm2. Bowyer et al. (2007) menyatakan bahwa keteguhan rekat akan semakin sempurna dengan bertambahnya jumlah perekat yang digunakan pada proses pembuatan papan partikel. Ruhendyet al. (2007) menambahkan bahwa kekentalan perekat akan menentukan daya rekat dari perekat

0,00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(34)

dengan bahan yang digunakan karena daya rekat dipengaruhi oleh jarak kontak antara bahan yang bersentuhan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sifat fisik dan mekanik papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kombinasi perlakuan-perlakuanyang diberikan. Pada suhu 130oCwaktu kempa mempengaruhi kerapatan, dayaserap air 2 jam dan 24 jam, MOR danjumlah resin damar yang ditambahkan mempengaruhi kadar air pengembangan tebal 2 dan 24 jam.Sedangkan pada suhu 150oC waktu kempa mempengaruhi kadar air, MOE, MOR, IB dan jumlah resin damar yang ditambahkan mempengaruhi pengembangan tebal 2 dan 24 jam, MOE dan MOR. Sifat fisik dan mekanik papan partikel terbaik dihasilkan dari bahan yang diberi perlakuan waktu kempa 10 menit, jumlah resin damar 14% dan suhu kempa 150oC. Pada kondisi proses tersebut papan partikel yang dihasilkan mempunyai kerapatan 0.55 g/cm3, kadar air 9.99%, daya serap air selama 2 jam 72.56%, daya serap air selama 24 jam 83.54%, pengembangan tebal selama 2 jam 10.52%, pengembangan tebal selama 24 jam 17.96%, MOE 393.45 kgf/cm2, MOR 51.72 kgf/cm2 dan IB 0.90 kgf/cm2. Namun demikian hasil tersebut belum memenuhi standar JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006.

Saran

Peningkatan kualitas papan partikel dapat dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan pengempaan sehingga dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik papan partikel yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1990. Kimia Kayu. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Belizt HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin, Springer.

Burrel MM. 2003. Starch: The need for improved quality or quantity-An overview. J Experiment Botany. 54(382):451-456.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Prod and Wood Sci. United Satets of America: Blackwell.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Product and Wood Science 5th ed. United States of America (US): Blackwell Publishing.

Cowd MA. 1191. Kimia Polimer. Bandung: ITB.

(35)

Erwinsyah, Darnoko. 2000. Papan Partikel dari Tandan Kosong Sawit. Prosiding Seminar Nasional III MAPEKI, Bandung 22-23 Agustus 2000.

Evon P, Vanderbossche V, Pontailer P, Rigal L. 2010. Thermo-chemical behaviour of raffinate resulting from aqueous extraction of sunflower whole plant in twin-screw extruder: manufacturing of biodegradable agromaterials by thermo-pressing. Advance Material Research. 112:63-72.

Fahmi F. 2013. Pemanfaatan Ampas Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Hasil Samping Pengepresan Minyak Sebagai Bahan Baku Pembuatan Papan Partikel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1997. Fiber and Particle Board.FAO. Geneva.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1996.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, and Introduction.

Iskandar MI, Supriadi A. 2011. Pengaruh besaran kempa terhadap sifat papan partikel serutan kayu. Penelitian Hasil Hutan. 29(3):226-233.

[JIS] Japanese Industrial Standard. 2003. Japanese Standar Association Particleboard. Japan: JIS A 5908-2003.

Jonsson LJ, Alriksson B, Nilvebrant NO. 2013. Bioconversion of lignocellulose: inhibitors and detoxification. Biotechnology. 6:16.

Lawton JW, Shogren RL, Tiefenbacher KF. 2004. Aspen fiber addition improves the mechanical properties of baked cornstarch foams. Industrial Crops and Products. 19:41-48.

Lestari S, Kartika IA. 2012. Pembuatan papan partikel dari ampas biji jarak pagar pada berbagai kondisi proses. JAII. 1(1): 11-17.

Li X, Li Y, Zhong Z, Wang D, Ratto JA, Sheng K, Sun XS. 2009. Mechanical and water soaking properties of medium density fiberboard with wood fiber and soybean protein adhesive. Bior Tech. 100(14):3556-3562. doi:10.1016/j. biortech.2009.02.048.

Kaliyan N, Morey RV. 2010. Natural binders and solid bridge type binding mechanisms in briquettes and pellets made from corn stover and switch grass.

Bioresources Technology. 101:1082-1090.

Kollmann FFP, Kuenzi EW, Stamm AJ. 1975. Priciple of Wood Science and Technology II. Wood Based Materials. New York: Springer Verlag.

Kusmayadi. 2001. Pengaruh rasio kompresi (compaction ratio) terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel beberapa jenis kayu. ITHH. 1(1): 15-16.

Massijaya MY, Yusuf SH, Marsiah H. 2005. Pemanfaatan limbah kayu dan karton sebagai bahan baku papan komposit. Laporan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat.

Miki T, Takakura N, Iizuka T, Yamaguchi K, Kanayama K. 2006. Possibility of production of binderless boards using wood powder by rolling (Abstract). WIT Press.

Muin M, Suhasman, Oka NP, Putranto B, Baharuddin, Millang S. 2006.

(36)

Konstruksi dan Industri di Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. Makassar. 73p.

Namiroh N. 1998. Pemurnian Damar (Shorea javanica) Dengan Kombinasi Pelarut Organik [skripsi]. Fateta IPB.

Nimz HH. 1983. Lignin Based Wood Ahesives. In A. Pizzi. Wood Adhesives Chemistry and Technology. New York: Marcel Dekker. Inc.

Nordqvist P. 2012. Exploring The Wood Adhesive Performance of Wheat Gluten.

Swedia (SW): Stockholm University.

Okuda N, Sato M. 2004. Manufacture and mechanical properties of binderless boards from kenaf core. J Wood Sci. 50:5361.

Perhutani. 2014. Perum Perhutani - Kopal[internet]. [diunduh 2015 Jun 1]. Tersedia pada: http://www.bumn.go.id/perhutani/halaman/156.

Pramono J. 2012. Kebijakan Sektor Hulu dan Peran Kemenhut dalam Pengembangan Bambu. Rapat Forum Kerjasama Pengembangan Bambu Nasional. Ditjen Kerjasama Industri Internasional.

Pujirahayu N. 2012. Kajian sifat fisik beberapa jenis bambu di kecamatan tonggauna kabupaten konawe. Agriplus. 22: 226.

Puspita R. 2008. Papan Partikel Tanpa Perekat Sintesis (Binderless Particle Board) dari Limbah Industri Penggergajian [skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Putra E. 2011. Kualitas Papan Partikel Batang Bawah, Batang Atas Dan Cabang Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) [skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Ruhendy S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.

Analisis Perekatan Kayu.Bogor (ID): IPB.

Roffael E. 1993. Formaldehyde Release from Particle Board and Other Wood Based Panels. Kuala Lumpur (MY): FRIM Kepong.

Sampurna IP, Nindhia TS. 2013. Penuntun Praktikum Rancangan Percobaan dengan SPSS. Denpasar (ID): Universitas Udayana.

Santoso A. 2003. Sintesis dan Pencirian Resin Lignin Resorsino Formladehida untuk Perekat Kayu Lamina [disertasi]. Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB Bogor.

Setianingsih N. 1992. Pemurnian Damar Shorea javanica dengan Menggunakan Pelarut Organik dan Bahan Pemucat [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.

Setiawan B. 2008. Papan Partikel dari Sekam Padi [skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Setyawati D, Sirait SM, Rahmaniah D. 2008. Sifat-sifat papan komposit dari sabut kelapa, limbah plastik dan perekat urea formaldehida.JITHH. 1(1): 94-103. Shen KC. 1986. Process for Manufacturing Composite from Lignocellulosic

Materials. United States Patent 5017319.

Sigit AM. 2008. Pola Aktivasi Enzim Lignolitik Jamur Tiram (Plerotus ostreatus) Pada Media Sludge Industri Kertas [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Mutu Papan Partikel SNI 03-2105-2006.

Badan Standarisasi Nasional (DSN). Jakarta.

(37)

Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review.Bioresource Technology. 83:1-11.

Suranta H. 2009. Oriented Strand Board dari Tiga Jenis Bambu. Universitas Sumatera Utara Fakultas Kehutanan.

Surjokusumo S, Nugroho N. 1994. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. 82-87.

Sutigno P. 1988. Perekat dan Perekatan. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Syafi’i LI. 1984. Pengujian Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Contoh Kecil Bebas Cacat

Beberapa Jenis Bambu [skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Syamani FA, Prasetiyo KW, Budiman I, Subyakto, Subiyanto B. 2008. Sifat fisis mekanis papan partikel dari serat sisal atau serat abaka setelah perlakuan uap.

J. Tropical Wood Science and Technology.6(2) .

Tan CT. 1990. Beverage Emulsions, in Food Emulsions. 2nd ed. New York: Marcel Dekker.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York:Van Nostrand Reinhold.

(38)

Lampiran 1 Prosedur analisis bahan baku (analisis proksimat) (SNI 01 2891.1992)

1. Kadar Air

Cawan yang sudah dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan yang sudah diisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Apabila bobot masih berubah, maka pengeringan diulangi dengan suhu dan waktu yang sama. Pengeringan dilakukan sebanyak 3-4 kali atau lebih sampai didapatkan bobot yang konstan sebagai bobot akhir sampel. Kadar air dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dan bobot akhir sampel, dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

a = Bobot awal sampel (gram) b = Bobot akhir sampel (gram)

2. Kadar Lemak

Sampel dari analisa kadar air ditimbang dalam kertas saring, kemudian dipasang dalam labu soxhlet dan kondensor. Reflux dilakukan dengan pelarut lemak selama 5 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari labu soxhlet, dikeringkan dan didinginkan dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

a = Berat sampel + kertas saring sebelum diekstrak (gram) b = Berat sampel + kertas saring setelah diekstraksi (gram) w = Berat sampel (gram)

3. Kadar Serat Kasar

(39)

Keterangan:

a = Bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (gram) b = Bobot kertas saring kosong (gram)

w = Bobot sampel (gram)

4. Kadar Abu

Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas pemanas lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550°C selama 5-6 jam sampai pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

w = Bobot sampel sebelum diabukan (gram)

w1 = Bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram) w2 = Bobot cawan kosong (gram)

5. Kadar Protein

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal. Katalis ditimbang sebanyak 1 gram yang terdiri dari CuSO4:Na2SO4 = 1:1.2. Selanjutnya ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan didekstruksi sampai cairan bewarna hijau jernih, ekstraksi dilanjutkan selama 30 menit.

Labu beserta isinya didinginkan sampai suhu kamar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50% (sampai larutan menjadi basa). Hasil sulingan ditampung ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi HCl 0.02 N sampai tertampung tidak kurang dari 50 ml destilat, kemudian hasilnya didestilasi dengan NaOH 0.02 N disertai penambahan indikator mensel (campuran metil red dan metil blue) 3-4 tetes. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

a = Selisih ml NaOH yang digunakan untuk menitrasi blanko dengan sampel N = Normalitas larutan NaOH

W = Berat sampel (miligram)

6. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference seperti rumus:

Kadar karbohidrat (%) = Bobot total (100%) – (kadar air + kadar abu + kadar lemak+ kadar serat + kadar protein)

w1 – w2

w x 100% Kadar abu =

(40)

Lampiran 2 Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (JIS A 5908:2003)

1. Kerapatan

Contoh uji kerapatan berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm, sama dengan contoh uji kadar air. Contoh uji diukur panjang, lebar dan tebalnya. Dari pengukuran tersebut dapat dihitung volume (V) contoh uji, kemudian contoh uji ditimbang massanya (B). Nilai kerapatan papan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

B = Massa papan partikel (gram) V = Volume papan partikel (cm3)

2. Kadar Air

Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air papan partikel. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang ditimbang massa awalnya (B1). Kemudian dioven selama 24 jam, setelah itu ditimbang massanya (B2). Kadar air papan partikel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

B1 = Massa awal sampel (gram) B2 = Massa akhir sampel (gram)

3. Daya Serap Air (DSA)

Pengujian ini menggunakan contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa awal (B1), kemudian direndam dalam air selama 2 dan 24 jam. Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya (B2). Nilai daya serap air dapat diukur menggunakan rumus:

Keterangan:

B1 = Massa awal sampel (gram) B2 = Massa akhir sampel (gram)

Kadar air (%) =

B1–B2

B2

x 100 %

DSA (%) = B2 – B1 B1

x 100 % Kerapatan (gram per cm3) = B

(41)

4. Pengembangan Tebal (PT)

Pengembangan tebal dihitung berdasarkan pada selisih tebal sebelum dan setelah perendaman air selama 24 jam pada suhu ruang dengan contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Pengembangan tebal dapat diukur menggunakan rumus:

Keterangan:

T1 = Tebal sampel uji sebelum perendaman (cm) T2 = Tebal sampel uji setelah perendaman (cm)

5. Modulus of Elasticity (MOE)

Pengujian kuat lentur dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOR dengan memakai contoh uji yang sama. Nilai MOE papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

∆B = Beban sebelum batas proporsi (kgf) S = Jarak sangga (cm)

∆d = Lentursn pada beban (cm) l = Lebar contoh uji (cm) t = Tebal contoh uji (cm)

6. Modulus of Rupture (MOR)

Contoh uji keteguhan patah berukuran 10 cm x 5 cm x 1cm. Pengujian MOR dilakukan menggunakanUniversal Testing Machine (UTM) dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Nilai MOR papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

B = Beban maksimum (kgf) S = Panjang bentang (cm) l = Lebar contoh uji (cm) t = Tebal contoh uji (cm)

PT (%) = T2 – T1 T1

x 100 %

MOR (kgf/cm2) = 3BS 2lt2 MOE (kgf/cm2) = ∆BS

3

(42)

7. Internal Bonding (IB)

Uji ini diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan sampel uji pada balok besi tersebut ditarik secara berlawanan.contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm.Internal Bonding (IB) papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

P = Beban tarikan maksimum pada saat sampel rusak (kgf) A = Luas permukaan sampel uji (cm2)

IB (kgf/cm2) = Pmax

(43)

Lampiran 3 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji pada suhu 130oC

Keterangan: A= Waktu kempa B = Jumlah resin damar

Hasil analisis keragaman kerapatan Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.00126280 0.00126280 8.38 0.0275

B 2 0.00074548 0.00037274 2.47 0.1646

AB 2 0.00063862 0.00031931 2.12 0.2012

Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu kempa

Grup Duncan Rata-rata N A

a 0.562167 6 10

b 0.541650 6 14

Hasil analisis keragaman kadar air Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.00850136 0.00850136 0.23 0.6471

B 2 0.94749242 0.47374621 12.93 0.0067

AB 2 0.86844291 0.43422145 11.85 0.0082

Hasil uji lanjut Duncan terhadap jumlah resin damar

Grup Duncan Rata-rata N B

a 10.4347 4 12

b 10.0632 4 16

b 9.7471 4 14

Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu kempa dan jumlah resin damar Grup

Rata-rata N AB

Duncan

a 10.4458 2 A1B1

a 10.4366 2 A2B3

a 10.4235 2 A2B1

b a 10.0295 2 A1B2

bc 9.6899 2 A1B3

(44)

Hasil analisis keragaman Daya Serap Air (DSA) 2 jam Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 397.1100316 397.1100316 13.32 0.0107

B 2 103.2663226 51.6331613 1.73 0.2548

AB 2 786.4779522 393.2389761 13.19 0.0064

Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu kempa

Grup Duncan Rata-rata N A

a 125.177 6 14

b 113.671 6 10

Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu kempa dan jumlah resin damar Grup

Rata-rata N AB

Duncan

a 134.235 2 A2B3

b a 129.405 2 A2B2

b a c 120.550 2 A1B1

b c 117.212 2 A1B2

d c 111.890 2 A2B1

d 103.252 2 A1B3

Hasil analisis keragaman Daya Serap Air (DSA) 24 jam Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 1013.611055 1013.611055 13.73 0.0100

B 2 136.091492 68.045746 0.92 0.4477

AB 2 849.545331 424.772666 5.75 0.0403

Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu kempa

Grup Duncan Rata-rata N A

a 138.576 6 14

(45)

Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu kempa dan jumlah resin damar Grup

Rata-rata N AB

Duncan

a 145.749 2 A2B2

b a 144.016 2 A2B3

b a 130.271 2 A1B1

b a c 125.963 2 A2B1

b c 122.241 2 A1B2

c 108.072 2 A1B3

Hasil analisis keragaman Pengembangan Tebal (PT) 2 jam Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 1.52090320 1.52090320 0.80 0.4042

B 2 50.67439553 25.33719776 13.41 0.0061

AB 2 16.66496893 8.33248446 4.41 0.0664

Hasil uji lanjut Duncan terhadap jumlah resin damar

Grup Duncan Rata-rata N B

a 20.3524 4 12

b 17.4680 4 14

b 15.3376 4 16

Hasil analisis keragaman Pengembangan Tebal (PT) 24 jam Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.8812920 0.8812920 0.13 0.7325

B 2 185.4592165 92.7296082 13.50 0.0060

AB 2 51.1210227 25.5605114 3.72 0.0890

Hasil uji lanjut Duncan terhadap jumlah resin damar

Grup Duncan Rata-rata N B

a 28.098 4 12

a 25.476 4 14

(46)

Hasil analisis keragaman kekuatan lentur (MOE) Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 767.968000 767.968000 2.09 0.1980

B 2 104.263165 52.131582 0.14 0.8703

AB 2 1275.701834 637.850917 1.74 0.2535

Hasil analisis keragaman keteguhan patah (MOR) Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 70.99981008 70.99981008 7.37 0.0349

B 2 7.13826290 3.56913145 0.37 0.7052

AB 2 36.67743147 18.33871574 1.90 0.2291

Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu kempa

Grup Duncan Rata-rata N A

a 22.718 6 14

b 17.853 6 10

Hasil analisis keragaman kuat rekat internal (IB) Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.00041536 0.00041536 0.04 0.8500

B 2 0.02931264 0.01465632 1.38 0.3223

AB 2 0.11658025 0.05829013 5.47 0.0444

Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu kempa dan jumlah resin damar Grup

Rata-rata N AB

Duncan

a 0.6016 2 A1B3

b a 0.4790 2 A2B1

b a 0.4127 2 A2B2

b a 0.3612 2 A1B2

b a 0.3546 2 A2B3

(47)

Lampiran 4 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji pada suhu 150oC

Keterangan:

A = Waktu kempa B = Jumlah resin damar

Hasil analisis keragaman kerapatan Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.00097741 0.00097741 1.40 0.2814

B 2 0.00124062 0.00062031 0.89 0.4591

AB 2 0.00036211 0.00018106 0.26 0.7797

Hasil analisis keragaman kadar air Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 0.19212821 0.19212821 13.55 0.0103

B 2 0.10610950 0.05305475 3.74 0.0881

AB 2 0.30317386 0.15158693 10.69 0.0105

Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu kempa

Grup Duncan Rata-rata N A

a 10.02633 6 10

b 9.77327 6 14

Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu kempa dan jumlah resin damar Grup

Rata-rata N AB

Duncan

a 10.2051 2 A1B3

b a 10.0700 2 A2B2

b a c 9.9866 2 A1B2

b c 9.8874 2 A1B1

d c 9.7243 2 A2B1

d 9.5256 2 A2B3

Hasil analisis keragaman Daya Serap Air (DSA) 2 jam Sumber

db Kuadrat Kuadrat F hitung Pr > F

Keragaman Jumlah Rata-rata

A 1 331.914423 331.914423 2.27 0.1830

B 2 222.057539 111.028769 0.76 0.5088

Gambar

Gambar 1Diagram alir proses pembuatan papan partikel
Gambar 2  Pola pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Tabel 1  Sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bambu dengan perekat resin damar
Gambar 3  Kerapatan papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf nyata 5 % bahwa kadar air papan partikel tidak berbeda nyata pada kadar perekat dan fortifikasi sehingga nilai

Beberapa sifat dari papan partikel adalah kerapatan, kadar.. air, daya serap air, serta pengembangan tebal, Modulus of Elasticity

KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) DENGAN VARIASI KADAR PEREKAT.. UREA FORMALDEHIDA DAN

2008.Pengaruh Kadar Resin Perekat Urea Formaldehidaa Terhadap Sifat-Sifat Papan Partikel dari Ampas Tebu.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.. Bowyer, J.L, Shmulsky R,

Berdasarkan data daya serap air papan partikel yang didapatkan di atas, komposisi papan partikel yang terbaik adalah papan partikel dengan perbandingan 70%

Pada papan dengan kadar resin yang kecil daripada kadar sekamnya memiliki sifat isolator panas yang lebih baik dibandingkan papan dengan kadar resin yang lebih besar

tinggi kadar perekat semakin baik sifat papan partikel yang dihasilkan. Penggunaan kadar perekat minimum 11% dari berat kering

Berdasarkan data daya serap air papan partikel yang didapatkan di atas, komposisi papan partikel yang terbaik adalah papan partikel dengan perbandingan 70%