• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STATUS HEMATOLOGI SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK DENGAN MASA REMISI PADA PASIEN ANAK LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) DI RSUP. H. ADAM MALIK

DARI TAHUN 2009-2014

Oleh:

STEPHANIE

110100074

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN STATUS HEMATOLOGI SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK DENGAN MASA REMISI PADA PASIEN ANAK LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) DI RSUP. H. ADAM MALIK

DARI TAHUN 2009-2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: STEPHANIE

110100074

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

Nama : Stephanie

NIM : 110100074

Pembimbing Penguji I

(Prof.dr. Bidasari Lubis, Sp. A(K)) (dr. Surjit Singh, Sp.F) NIP: 19530315 197912 2 001 NIP: 19510203 198903 1 001

Penguji I

(dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes) NIP: 19720107 200112 2 002

Medan, 9 Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker adalah suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Kanker yang paling sering diderita oleh anak-anak adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Pada LLA, peran status hematologi bukan hanya digunakan untuk diagnosis, tetapi penting juga untuk memantau keberhasilan terapi dalam mencapai remisi.

Tujuan; Penelitian ini bertujuan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUPH Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah rekam medis pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014. Pengambilan sampel dengan metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 51 data rekam medik. Data ini dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS. Uji hipotesa dengan menggunakan uji kai-kuadrat/ Chi square (x2) dan Fischer’s Exact Test.

Hasil: Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien anak yang berhasil mencapai remisi induksi adalah 16 pasien (31.4%) dan yang tidak mencapai remisi induksi 35 pasien (68,6%). Berdasarkan hasil uji statistik, ditemukan bahwa tidak adanya hubungan status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan (p>0.05).

(5)

ABSTRACT

Background: Cancer is a disease that has been a health problem . The most common cancer suffered by children is Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) . In

ALL , the role of hematological status is not only used for diagnosis , but it is also

important to monitor the success of therapy in achieving remission .

Objective: This study aims to determine whether there was a correlation between hematological status as prognostic factor and remission in ALL pediatric patients

in the RSUP. H. Adam Malik.

Methods: This is descriptive analytic study with cross sectional approach . Samples of this study were medical records of ALL pediatric patients in the RSUP.

H. Adam Malik in 2009-2014 . Samples were taken by total sampling method

which met the inclusion and exclusion criteria . The number of samples obtained

were 51 medical records . These data were analyzed using SPSS computer

program . Hypothesis is tested by using the Chi -square ( x2 ) or Fischer 's Exact

Test .

Results: This study found that patients who achieved induction remission were 16 patients ( 31.4 % ) and who did not achieve induction remission were 35 patients (

68.6 % ) . Based on the results of statistical tests , it was found that there was no

association between hematological status as a prognostic factor and remission in

ALL pediatric patients in RSUP.H. Adam Malik ( p > 0.05 ).

Conclusion: There was no correlation between hematologic status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam

Malik from 2009-2014 .

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

Karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014” ini merupakan syarat kelulusan dalam program studi pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan, kesehatan dan kekuatan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.dr.Bidasari Lubis, Sp.A (K) selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Surjit Singh, Sp.F dan dr. T. Helvi Mardiani, M. Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. Para dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membuka wawasan dalam penelitian.

(7)

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Sehingga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Medan, 8 Desember 2014 Peneliti,

(8)
(9)

2.3.7. Masa Remisi ... 24

2.3.8. Prognosis ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 33

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 35

(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi LLA berdasarkan WHO ……….. 9 Tabel 2.2 Gambaran sitologi dari tipe LLA berdasarkan

klasifikasi FAB ……….... 10 Tabel 2.3 Gambaran klinis dan laboratorium pada LLA ……… . 14 Tabel 5.2. Karakteristik Subjek Penelitian ……… 35 Tabel 5.3. Hubungan Antara FAB pada Saat Terdiagnosa dengan

Remisi ……….……….. 36

Tabel 5.4. Hubungan Antara Kadar Hb pada Saat Terdiagnosa

dengan Remisi ………. 36 Tabel 5.5. Hubungan Antara Kadar Leukosit pada Saat

Terdiagnosa dengan Remisi ……….. 36 Tabel 5.6. Hubungan Antara Kadar Trombosit pada Saat

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Komponen cairan darah……… 5

Gambar 2.2 Hematopoesis……… 6

Gambar 2.3 Perkembangan sel darah ……….. 7

Gambar 2.4 Aspirasi sumsum tulang……… 21

Gambar 2.5 LLA sel blas……….. 22

Gambar 2.6. Pungsi lumbal ………... 23

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian……….. 27

(13)

DAFTAR SINGKATAN

LLA Leukemia Limfoblastik Akut WHO World Health Organization

UICC Union for International Cancer Control

Riskesdas Riset Kesehatan Dasar CFUs Colony- Forming Units

FBA French-American-British

HTLV-1 Human T-lymphotropic Virus 1

EBV Epstein Barr Virus

Hb Hemoglobin

HSV Human Simplex Virus

CSF Cerebrospinal Fluid

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Curriculum Vitae LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Hasil Output SPSS

(15)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker adalah suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Kanker yang paling sering diderita oleh anak-anak adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Pada LLA, peran status hematologi bukan hanya digunakan untuk diagnosis, tetapi penting juga untuk memantau keberhasilan terapi dalam mencapai remisi.

Tujuan; Penelitian ini bertujuan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUPH Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah rekam medis pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014. Pengambilan sampel dengan metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 51 data rekam medik. Data ini dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS. Uji hipotesa dengan menggunakan uji kai-kuadrat/ Chi square (x2) dan Fischer’s Exact Test.

Hasil: Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien anak yang berhasil mencapai remisi induksi adalah 16 pasien (31.4%) dan yang tidak mencapai remisi induksi 35 pasien (68,6%). Berdasarkan hasil uji statistik, ditemukan bahwa tidak adanya hubungan status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan (p>0.05).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik dari tahun 2009-2014.

(16)

ABSTRACT

Background: Cancer is a disease that has been a health problem . The most common cancer suffered by children is Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) . In

ALL , the role of hematological status is not only used for diagnosis , but it is also

important to monitor the success of therapy in achieving remission .

Objective: This study aims to determine whether there was a correlation between hematological status as prognostic factor and remission in ALL pediatric patients

in the RSUP. H. Adam Malik.

Methods: This is descriptive analytic study with cross sectional approach . Samples of this study were medical records of ALL pediatric patients in the RSUP.

H. Adam Malik in 2009-2014 . Samples were taken by total sampling method

which met the inclusion and exclusion criteria . The number of samples obtained

were 51 medical records . These data were analyzed using SPSS computer

program . Hypothesis is tested by using the Chi -square ( x2 ) or Fischer 's Exact

Test .

Results: This study found that patients who achieved induction remission were 16 patients ( 31.4 % ) and who did not achieve induction remission were 35 patients (

68.6 % ) . Based on the results of statistical tests , it was found that there was no

association between hematological status as a prognostic factor and remission in

ALL pediatric patients in RSUP.H. Adam Malik ( p > 0.05 ).

Conclusion: There was no correlation between hematologic status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam

Malik from 2009-2014 .

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak terkontrol. Pertumbuhan sel ini dapat menginvasi ke jaringan disekitarnya serta dapat menyebar ke organ tubuh lain. (WHO, 2014). Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Menurut UICC (2009) dalam Panduan Hari Kanker Sedunia di Indonesia (2013), setiap tahunnya, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena kanker. Jika tidak diambil tindakan pengendalian yang memadai, maka diperkirakan pada tahun 2030, 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta di antaranya akan meninggal dunia karena kanker. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia sendiri, prevalensi kanker adalah 1,4 permil (Riskesdas, 2013).

Kanker merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Namun, adanya keterkaitan kanker dengan beberapa faktor, seperti merokok/terkena paparan asap rokok, mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas dan diet tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan infeksi yang berhubungan dengan kanker. Para ahli memperkirakan sekitar 40% kanker dapat dicegah dengan mengurangi faktor risiko terjadinya kanker tersebut (Panduan Hari Kanker Sedunia di Indonesia, 2013).

Kanker dapat diderita pada segala usia, bukan hanya pada orang dewasa atau lansia saja, tetapi dapat juga ditemukan pada anak-anak dan remaja walaupun lebih sering ditemukan pada orang dewasa atau lansia. Jenis kanker yang berkembang pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Jenis kanker yang tersering pada anak-anak (usia 0-19tahun) adalah leukemia (26%), kanker otak dan sistem saraf pusat (SSP) (18%), dan limfoma (14%) (Cancer Fact and Figure, 2014).

(18)

maturitas sel (leukemia akut dan leukemia kronik) maupun turunan sel (leukemia mieloid dan leukemia limfoid) (Rofinda, 2012).

Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak (Perwono dan Ugrasena, 2010). Karakter leukemia akut adalah ditemukannya diferensiasi dan proliferasi sel punca hematopoesis yang ganas dalam jumlah besar. Sel-sel tersebut terakumulasi di sumsum tulang dan menekan pertumbuhan dan perkembangan sel darah normal. Gejala leukemia akut bervariasi menurut derajat anemia, neutropenia dan trombositopenia (Devine dan Larson, 1994).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang paling banyak diderita oleh anak-anak di Indonesia maupun di seluruh dunia (Smith dan Gloeckler, 2002; Widjajanto et al.,2006). Walaupun angka kesembuhannya cukup tinggi (80-90%), jika tidak diobati dapat berakibat fatal (Pui dan Crist, 1999; Widjajanto et al.,2006). Selain pengobatan, kesembuhan LLA juga dipengaruhi beberapa faktor, seperti usia, hitung leukosit, kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel blas, maupun jumlah platelet (Donadieu et al.,2000).

Menurut Oudot et al.(2008), jumlah leukosit yang >100.000/µl dapat diindikasikan sebagai faktor resiko dalam kegagalan pengobatan pada tahap induksi, sehingga tidak tercapai remisi. Faktor prognostik buruk juga ditemukan pada jumlah leukosit <50.000/µl dengan morfologi L2, sedangkan faktor prognostik baik ditemukan pada jumlah leukosit yang <100.000/µl, Hb<9g/dl, dan usia diantara 2-10 tahun (Kanerva, 2011). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang status hematologi sebagai faktor prognostik LLA dalam mencapai masa remisi.

1.2. Rumusan Masalah

(19)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui status hematologi anak penderita LLA sebagai faktor prognostik pada anak yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2009-Juni 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini:

1. Untuk mengetahui status hematologi (leukosit, Hb, platelet, dan sel blas) pada awal diagnosis.

2. Untuk mengetahui status leukosit sebagai faktor prognostik pada LLA. 3. Untuk mengetahui status blas sebagai faktor prognostik pada LLA.

4. Untuk mengetahui status hemoglobin sebagai faktor prognostik pada LLA. 5. Untuk mengetahui status platelet sebagai faktor prognostik pada LLA.

6. Untuk mengetahui jumlah pasien yang mencapai masa remisi (kriteria remisi berupa jumlah sel blas <5% dari sel berinti, Hb>12g/dl (tanpa transfusi), jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal, dan jumlah trombosit >100.000/ µl).

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai LLA bagi masyarakat luas.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hematologi

Pada umumnya, darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu: (1) 55% adalah sel plasma, cairan matriks ekstraselular yang mengandung zat-zat terlarut, dan (2) 45% adalah unsur yang diedarkan yang terdiri dari sel dan fragmen- fragmen sel. Pada umumnya, sekitar 99% dari unsur yang diedarkan merupakan sel darah merah (eritrosit), kurang dari 1% adalah sel darah putih (leukosit) dan platelet. (Tortora, 2009).

2.2. Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses dan perkembangan sel darah. Pada masa embrio dan fetus, proses ini melibatkan beberapa organ, yaitu hati, limpa, timus, getah bening, dan sumsum tulang. Akan tetapi, setelah fetus dilahirkan sampai dewasa, proses ini hanya melibatkan sumsum tulang dan sedikit peran dari getah bening. (Dorland, 2012)

Sumsum tulang adalah jaringan lunak, berongga, dan terletak pada bagian dalam dari tulang tengkorak, tulang skapula, tulang rusuk, tulang panggul, dan tulang belakang. Semua jenis sel darah diproduksi di sumsum tulang. Sumsum tulang terbentuk dari sejumlah kecil stem sel darah, sel pembentuk darah, sel lemak, dan jaringan yang membantu pertumbuhan sel darah (American Cancer Society, 2013).

(21)
(22)

Gambar 2.2. Hematopoesis (Komorniczak, 2011).

Selama hematopoesis, stem sel mieloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Akan tetapi, beberapa stem sel mieloid dan stem sel limfoid berkembang secara langsung menjadi sel. Sel – sel progenitor dikenal sebagai

(23)
(24)

2.3. Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih. Pengaturan sel leukosit yang terganggu menyebabkan proliferasi sel leukosit menjadi tidak teratur dan tidak terkendali. Keadaan ini menyebakan fungsi sel leukosit menjadi tidak normal, sehingga fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut juga dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA) (Perwono dan Ugrasena, 2010). Leukemia Limfoblastik Akut (Acute Lymphoblastic Leukemia) disebut juga sebagai Acute Lymphatic Leukemia

(American Cancer Association, 2013).

2.3.1. Klasifikasi

Menurut WHO (2008), klasifikasi dilakukan berdasarkan sitogenik dan karakteristik molekulernya (Tabel 2.1), sedangkan menurut French-American-British (FAB), klasifikasi LLA berdasarkan morfologi (Tabel 2.2) dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

A. L1: terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.

B. L2: pada jenis ini sel limfoblas lebih besar, tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.

(25)

Tabel 2.1. Klasifikasi LLA berdasarkan WHO (Lanzkowsky,2011). Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B tidak spesifik

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B dengan kelainan genetik

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasit(9;22)(q34;q11.2); BCR-ABL 1

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(v;11q23); penyusunanan ulang MLL

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(12;21)(p13;q22) TEL-AML 1 (ETV6-RUNX1)

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan hiperdiploid Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan hipodiploid

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(5;14)(q31;32) IL3-IGH

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(1;19)(q23;p13.3); TCF 3-PBX 1

(26)

Tabel 2.2. Gambaran sitologi dari tipe LLA berdasarkan klasifikasi FAB (Imbach,2005).

L1 L2 L3

Ukuran dari blas

Kecil, seragam Besar, Berubah-ubah

Sedikit Berubah-ubah Sedang

Sitoplasmik basofilia

Sedang Berubah-ubah Sangat

Sitoplasmik vacuoles

Berubah-ubah Berubah-ubah Menonjol

Nukleus Teratur, sekali-kali membelah, kromatin Nukleous 0-1, tidak menonjol 1 atau lebih,

menonjol

2-5, menonjol

Nukleat/ rasio sitoplasma

Tinggi Rendah Rendah

2.3.2. Faktor Resiko

Menurut American Cancer Society (2013), hanya beberapa faktor resiko yang telah diketahui dari LLA, yaitu:

A. Paparan Radiasi

(27)

B. Zat Kimia

Resiko LLA meningkat dengan paparan zat kimia berupa benzene dan obat kemoterapi tertentu.

C. Infeksi Virus

Infeksi virus tertentu seperti HTLV-1 dapat menyebabkan LLA, tetapi jarang terjadi tipe yang seperti itu. Di Afrika, virus juga dihubung-hubungkan dengan terjadinya LLA , yaitu virus yang menyebabkan “mono” (mononucleus) yang disebut sebagai Epstein Barr Virus atau EBV.

D. Sindrom yang diwariskan (Inherited Syndromes)

Sindrom adalah kumpulan dari tanda dan gejala yang secara bersamaan menimbulkan masalah. Sindrom-sindrom tertentu tampaknya meningkatkan resiko terjadinya LLA. Adapun sindrom-sindrom tersebut adalah:

- Down Syndrome

LLA lebih sering pada ras kulit putih dibandingkan dengan Afrika-Amerika, tetapi mekanismenya masih belum jelas.

F. Jenis kelamin

LLA lebih sering diderita anak laki-laki daripada perempuan. Namun, mekanismenya masih belum jelas.

G. Kembar Identik dengan LLA

Apabila salah satu dari pasangan kembar identik menderita LLA, maka hal ini akan meningkatkan resiko pada pasangan kembarnya pada awal kehidupan.

2.3.3. Patogenesis

(28)

tulang yang berat seperti pada leukemia akut sampai kepada penyakit dengan perjalanan penyakit yang lambat dan gejala ringan (indolent) seperti pada leukemia kronik. Pada dasarnya efek patofisiologi berbagai macam leukemia akut mempunyai kemiripan, tetapi berbeda dengan leukemia kronik (Perwono dan Ugrasena, 2010).

Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya adalah asal mula “gugus” sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenik dan morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimia terhadap sel normal (Perwono dan Ugrasena, 2010).

LLA adalah hasil dari kegagalan genetik pada saat pembentukan sel darah, yaitu pada jalur pembentukan sel-T atau sel-B. Kegagalan ini disebabkan adanya mutasi yang menyebabkan pembentukan sel darah baru tanpa batas. Sel pada LLA ini telah disusun ulang struktur pembelahan immunoglobulin / reseptor gen pada sel-T-nya. Gambaran molekul antigen-reseptor yang mengalami diferensiasi pada hubungan permukaan sel glikoprotein yang secara besar-besaran merekapitukasi sel progenitor limfosit yang belum matang pada permulaan perkembangan sel-T dan sel-B normal (Pui et al., 2008).

2.3.4. Gejala Klinis

Gejala klinis LLA, yaitu:

A. Gejala sistemik yang sering ditemukan - Demam (60%)

- Lemah, letih (50%)

- Pucat (40%) (Lanzkowsky,2011).

B. Efek hematologi sebagai pengaruh dari invasi dari sumsum tulang

- Anemia: menyebabkan pucat, mudah lelah, takikardi, dispnea, dan kadang-kadang dapat menyebabkan Congestive Heart Failure.

- Neutropenia: menyebabkan demam, ulserasi mukosa bukal, serta infeksi.

(29)

Pada 1-2% pasien LLA, gejala utama yang ditemukan adalah pansitopenia, sehingga terjadi kesalahan diagnosa menjadi anemia aplastik atau kegagalan sumsum tulang (hanya 5% yang menggambarkan anemia aplastik) dan akhirnya berkembang menjadi LLA. Pada kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut: - Pansitopenia atau sitopenia tunggal.

- Sumsum tulang yang hiposelular. - Tidak ditemukan hepatosplenomegali.

- Diagnosa dari leukemia 1-9 bulan setelah onset dari gejala (Lanzkowsky,2011). C. Manifestasi Klinis yang timbul dari invasi sistem limfoid

- Limfadenopati: kadang-kadang muncul dengan limfadenopati mediastinum yang besar (bulky mediastinal lymphadenopathy).

- Splenomegali.

- Hepatomegali (Lanzkowsky,2011).

D. Manifestasi klinis dari invasi ekstramedula i. Sistem Saraf Pusat

Ditemukan kurang dari 5% anak LLA dengan gejala seperti ini pada diagnosa awal. Ditemukan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

- Tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial (contoh: sakit kepala, muntah di pagi hari, papiledema, kelumpuhan bilateral N VI).

- Tanda dan gejala gangguan parenkim (contoh, tanda neuron fokal: hemiparesis, kelumpuhan saraf kranial, kejang, gangguan cerebral, seperti ataxia, dysmetria, hypotonia, hiperflexia).

- Sindrom Hipotalamus (polifagia dengan penambahan berat badan, hirsutism, dan perubahan tingkah laku).

- Diabetes Insipidus (gangguan pada pituitary bagian posterior).

- Kloroma pada saraf spinal (sangat jarang pada LLA) dapat ditemukan dengan sakit punggung, sakit pada tungkai, kebas-kebas, Sindrom Brown- Se´quard, dan gangguan spinter pada kandung kemih dan usus.

(30)

dan pendarahan; trombositopenia dan koagulopati juga berperan dalam pendarahan otak (Lanzkowsky, 2011).

Tabel 2.3. Gambaran klinis dan laboratorium pada LLA (Pizzo,2006; Lanzkowsky,2011).

Gejala Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium Persentasi Pasien Gejala klinis dan pemeriksaan fisik:

Demam

Pendarahan ( peteki atau purpura) Nyeri tulang

(31)

ii. Sistem Perkemihan a. Gangguan pada testis

- Biasanya ditemukan pembesaran testis yang tidak disertai nyeri.

- Terjadi pada 10-23% laki-laki saat pertengahan perjalanan dari 13 bulan setelah didiagnosa.

- 10-33% laki-laki menjalani biopsi bilateral (wedge biopsies).

- Faktor resiko dari gangguan pada testis termasuk: sel -T LLA, leukositosis saat terdiagnosa (>20.000/mm3), ditemukan tumor mediastinum, hepatomegali dan limfadenopati (sedang-berat), dan trombositopenia (<30.000/mm3).

b. Gangguan pada ovarium (jarang ditemukan) c. Priapism (jarang ditemukan)

Disebabkan oleh gangguan pada saraf sakral atau terjadi obstruksi mekanik pada corpora cavernosa dan vena dorsalis oleh infiltrat leukemik atau oleh koagulasi dari platelet yang terjadi karena sel darah yang mengandung banyak leukosit di corpora cavernosa.

d. Gangguan pada ginjal

Pada gangguan ginjal dapat ditemukan hematuria (Lanzkowsky, 2011). iii. Sistem Pencernaan

Gangguan yang tersering adalah terjadinya pendarahan. Pendarahan disebabkan oleh infiltrat leukemik padasaluran cerna biasanya tidak terdeteksi sampai stadium akhir, ketika necrotizing enteropathy telah terjadi. Daerah yang paling sering terserang adalah caecum (usus besar) (Lanzkowsky, 2011). iv. Tulang dan Sendi

Gejala ini telah dijumpai pada awal perjalanan penyakit. Sekitar 25% pasien LLA mengalami nyeri tulang dan sendi. Kejadian ini sebagai hasil dari infiltrasi leukemik langsung pada periosteum, penyumbatan tulang, atau penyebaran ke celah sumsum tulang oleh sel leukemik. Pada radiologi dapat ditemukan:

- Lesi dari osteolotik pada celah medulari dan cortex.

(32)

- Pembentukan tulang baru pada bagian subperiosteal (Lanzkowsky, 2011). v. Kulit

Umumnya ditemukan pada neonatus (Lanzkowsky, 2011). Selain dijumpai tanda-tanda pendarahan pada neonatus, dapat pula dijumpai makulopapular pada kulit yang mengalami infiltrasi sehingga berwarna merah gelap (leukemia kutis) (Imbach, 2001).

vi. Jantung

Setengah hingga dua pertiga pasien ditemukan gangguan jantung pada saat dilakukan otopsi, tetapi pasien yang mengeluhkan gangguan jantung tidak melebihi 5% kasus. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya infiltrasi leukemik dan pendarahan pada bagian miokardium ataupun perikardium (Lanzkowsky, 2011).

vii. Paru-paru

Jarang ditemukannya gangguan. Gangguan paru yang mungkin ditemukan karena disebabkan oleh infiltrasi leukemik atau pendarahan paru (Lanzkowsky, 2011).

2.3.5. Diagnosis

Pendekatan diagnosis: A. Anamnese

Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan tentang tanda dan gejala, penyakit terdahulu, faktor resiko, serta sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh anak (American Cancer Society, 2013). Gejala klinis yang ditanyakan berupa demam, lemah, letih, tidak bersemangat, pucat (penurunan kadar Hb), gusi berdarah, mimisan, memar, nyeri tulang, sakit kepala di pagi hari, muntah, tanda neurologi fokal (cranial nerve palsies, hemiparesis, pusing) maupun menstruasi yang memanjang (Imbach, 2005).

B. Pemeriksaan Fisik i. Inspeksi

(33)

- Hidung: dapat ditemukan ada tidaknya pendarahan.

- Rongga mulut: dapat ditemukan gusi yang berdarah maupun ulserasi mukosa yang dapat disertai infeksi. Infeksi biasanya disebabkan oleh jamur, bakteri maupun virus. Infeksi jamur Candida albicans (oral thrush) sering ditemukan pada saat diagnosa. Infeksi bakteri yang sering ditemukan disebabkan oleh Streptococcus viridans (S. mitis, S. sanguis, S. hominis), sedangkan infeksi virus

adalah Herpes Simplex Virus (HSV) (Smith dan Hann, 2006)

- Leher: pemeriksaan vena jugularis externa. Ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis (Sindroma Vena Cava Superior) (Imbach

, 2005).

- Extremitas superior: dapat ditemukan pucat pada kuku dan telapak tangan. Selain itu, dapat ditemukan juga pembengkakan pada sendi (Imbach

, 2005).

- Secara keseluruhan tubuh: ditemukan petekie, purpura, dan mudah memar. ii. Palpasi

Meraba ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening (umumnya di daerah cervical dan inguinal) (Simone et al., 2011) dan pembesaran organ. Pembesaran organ, umumnya pada hepar (kanan) dan spleen (kiri) (American Cancer Society, 2013). Pada anak laki-laki sering ditemukan adanya pembesaran testis yang tidak disertai dengan nyeri (Lanzkowsky, 2011).

iii. Perkusi

Perkusi yang dilakukan di rongga dada, dapat ditemukan beberapa kelainan berupa tamponade jantung dan efusi pleura/ perikardium (Imbach

,

2005).

C. Pemeriksaan Laboratorium i. Status hematologi

- Hemoglobin

(34)

Menurut Teuffel et al. (2008), pasien dengan kadar Hb yang tinggi (Hb ≥8g/dl) pada saat terdiagnosa dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih rendah (Hb < 8g/dl). Hal ini dikarenakan pada leukemia sel-T prekursor sering ditemukan kadar Hb yang lebih tinggi pada saat terdiagnosa dibandingkan leukemia sel-B prekursor. Akan tetapi, diantara sesama anak-anak dengan leukemia sel-T prekursor, kadar Hb yang rendah pada saat terdiagnosa dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih tinggi.

Kadar Hb pada saat terdiagnosa bukan merupakan faktor resiko yang mandiri karena kadar Hb tidak dapat dipakai sebagai stratifikasi terhadap uji klinis. Hubungan anemia dengan prognosis mungkin hanya sebatas kepentingan informasi biologikal dalam menjamin investigasi lebih lanjut (Teuffel et al.,

2008). - Leukosit

Jumlah leukosit dapat meningkat, normal, maupun menurun. Jumlah leukosit> 50.000/µl menunjukkan prognosis buruk (Lanzkowsky, 2011). Menurut Gustafsson et al. (2000) dalam Kanerva (2001), pada anak-anak dengan jumlah leukosit > 50.000/µl, umumnya beresiko tinggi terhadap kekambuhan penyakit, sehingga memerlukan pengobatan yang intensif. Jumlah leukosit yang meningkat, umumnya ditemukan sel blas. Jumlah leukosit > 100.000/ µl limfoblas sudah banyak dijumpai dan telah terjadi viseromegali (Imbach

, 2005).

(35)

dengan jumlah leukosit antara 10.000/µl - 50.000/µl (Pullen et al., 1999; Yanada

et al., 2006).

- Hapusan darah tepi

Pada pemeriksaan hapusan darah tepi sering ditemukannya sel blas. Pada kondisi tertentu seperti pada pasien leukopenia, hanya ditemukan sedikit hingga tidak ditemukannya sel blas. Biasanya, apabila leukosit melebihi 10.000/mm3, sel blas ditemukan berlimpah-limpah. Eosinofil jarang ditemukan pada anak-anak LLA (Lanzkowsky, 2011).

Menurut Patte et al. (2001), Reiter et al. (1999), Reiter et al. (1992) dalam Kanerva (2001), L3 pada LLA juga disebut sebagai Burkitt’s leukemia. Secara klinis, karakteristiknya mempunyai perkembangan yang pesat dan biasanya terjadi lisis tumor. Pengobatan dilakukan secara intensif, tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Dengan strategi seperti ini, outcome dari pasien anak ini adalah baik.

L2 pada LLA tidak mempunyai hubungan apapun dengan faktor prognotik lain yang sifatnya berlawanan. Pada median dari leukosit yang rendah dan hiperdiploidi yang umumnya terdapat pada kelompok L2. Leukemia sel-T sedikit, tetapi tidak mutlak, berhenti pada gambaran L2. Sel blas L2 lebih resisten terhadap pengobatan anti-kanker dibandingkan sel blas L1. Faktor prognotik buruk ditemukan hanya pada pasien kelompok L2 dengan leukosit <50.000/µl, tetapi tidak pada kelompok jumlah leukosit ≥50.000/µl yang dapat diperdebatkan sesuai dengan variasi acak dibandingkan interaksi nyata. Selain itu, tidak ditemukannya perbedaan dalam outcome antara pasien LLA antara L1 dan L2 pada saat jumlah leukosit >50.000/µl pada saat terdiagnosa (Kanerva, 2001). - Trombosit

92% dari pasien LLA mempunyai kadar trombosit di bawah normal. Pendarahan yang serius ( sistem pencernaan atau intrakranial ) terjadi pada platelet dibawah 20.000/ mm3 (Lanzkowsky, 2011).

Jumlah platelet merupkan faktor prognosis yang mandiri. Jumlah platelet dapat menggambarkan luas dari infiltrasi sel leukemik pada sumsum tulang.

(36)

lebih baik daripada pasien dengan jumlah platelet yang lebih rendah (Simone et al., 1975).

Menurut Hirt et al. (1997a), Hirt et al. (1997b) dan Pyesmany et al. (1999) dalam Kanerva (2001), anak-anak dengan jumlah leukosit yang tinggi pada saat terdiagnosa mempunyai perjalanan penyakit yang cepat dengan kecepatan proliferasi yang tinggi terhadap sel blas. Pada pasien ini dapat ditemukan kadar Hb dan platelet yang mendekati kadar normal. Sebaliknya, anak-anak dengan jumlah leukosit yang rendah dapat ditemukan kadar Hb dan platelet yang rendah juga. Hal ini menunjukkan perkembangan yang lambat, sehingga memerlukan waktu yang panjang dalam mengganggu produksi dari prekursor normal sel darah.

Kebanyakan dari pasien LLA ditemukan leukosit yang berlebihan, keterbatasan sel darah merah, dan platelet yang tidak mencukupi. Terlihat leukosit yang berupa sel blas. Pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk melihat seberapa bagus pengobatan tersebut (American Cancer Society, 2013).

ii. Analisa kimia darah

Tujuan dilakukannya pemeriksaan analisa kimia darah adalah untuk mengetahui seberapa kerusakan yang terjadi, seperti fungsi ginjal (elektrolit, urea), asam urat, fungsi hati, dan tingkatan immunoglobulin.

Pada pasien LLA umumnya terjadi peningkatan terhadap kadar serum asam uratnya, derajat peningkatan ini mencerminkan tingkat keparahannya. Peningkatan kadar asam urat ini terjadi pada pasien dengan tanda-tanda peningkatan jumlah leukosit dan penyakit ekstramedular yang meluas. Disfungsi dari ginjal juga dapat terjadi diantara pasien hiperuricemia. Kadar serum laktat dehidrogenase umumnya juga meningkat, peningkatan ini mencerminkan tingkat keparahan tumor (Rudolph et.al., 2003).

(37)

Penurunan imunoglobulin pada serum saat didagnosa ditemukan pada 30% anak LLA dan hal ini mengarah ke prognosis yang buruk (Rudolph et.al., 2003). iii. Profil koagulasi: ditemukannya penurunan faktor koagulasi

Gangguan koagulasi berat bukan merupakan tanda dan ciri khas LLA (Rudolph et al., 2003). Penurunan faktor koagulasi yang umumnya terlibat adalah hipofibrinogen, faktor V, IX dan X (Lanzkowsky, 2011).

D. Tes sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang dan biopsi digunakan untuk mendapatkan sampel sumsum tulang . Tes ini bertujuan untuk menegakkan apakah seseorang menderita LLA atau tidak. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melihat seberapa bagus pengobatan yang diberikan (American Cancer Society, 2013).

(38)

Gambar 2.5. LLA sel blas (Leukemia & Lymphoma Society, 2014).

Panel A adalah gambaran sel dari perkembangan sumsum tulang sehat. Tampak gambaran yang bervariasi dari sumsum normal. Panel B adalah gambaran sel dari pasien LLA. Tampak gambaran dengan karakteristik sama tanpa variasi tertentu dari sel blas leukemi (Leukemia & Lymphoma Society, 2014).

Sumsum tulang umumnya digantikan oleh 80%-100% sel blas. Megakariosit umumnya tidak ditemukan. Seseorang diduga leukemia apabila sumsum tulang dipenuhi lebih dari 5% sel blas. Tanda dari leukemia akut adalah adanya sel blas. Sumsum tulang dapat diperiksa dengan cara histochemistry, immunophenotyping, dan sitogenik.

(39)

Gambar 2.6. Pungsi Lumbal (National Cancer Institute, 2014).

2.3.6. Pengobatan

Penanganan leukemia pada anak meliputi penanganan kuratif dan penanganan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi, yaitu transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian anti-jamur, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, pemberian nutrisi yang tepat, dan pendekatan psikososial (Perwono dan Ugrasena, 2010).

Penanganan kuratif bertujuan untuk menyembukan leukemianya yang berupa kemoterapi (Perwono dan Ugrasena, 2010). Menurut American Cancer Society (2013), kemoterapi merupakan terapi yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

A. Tahap Induksi

Tujuan dari terapi ini adalah untuk mencapai remisi komplit hematologi, yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang sehingga kembalinya hematopoesis normal.

(40)

Terapi ini biasanya diberikan dalam siklus empat hingga enam bulan. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah sel leukemia yang masih tersisa. C. Tahap Maintenance.

Terapi ini diberikan sekitar dua-tiga tahun. Pada anak-anak terapi ini memperpanjang disease free survival.

Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.

2.3.7. Masa Remisi

Tujuan utama pengobatan LLA adalah agar tercapainya remisi. Pencapaian remisi penting dalam menentukan kelangsungan hidup yang lebih lama (Leukemia & Lymphoma Society, 2014). Remisi komplit dapat dilihat dari hasil laboratorium dan gejala klinis leukemia yang menghilang berupa demam dan nyeri tulang. Selain itu, tidak ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb>12g/dl tanpa transfusi, jumlah granulosit ≥500/µl, jumlah trombosit >75.000/µl, dan tidak ditemukannya sel blas dalam pemeriksaan hapusan darah (Lanzkowsky, 2011). Pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti. Jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal dan pemerikaan cairan serebrospinal normal (Perwono dan Ugrasena, 2010).

2.3.8. Prognosis

Keberhasilan pengobatan leukemia semakin meningkat setiap tahunnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi prognotik LLA adalah:

(41)

- Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat didiagnosa berperan sebagai faktor prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB denga antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaan sel blas) diketahui merupakan faktor prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang jelek, dan merupakan resiko tinggi. Dengan terapi yang intensif, sel-T leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol resiko tinggi.

- Pasien dengan jumlah platelet pada saat terdiagnosa >50.000/mm3 lebih baik daripada pasien dengan jumlah platelet yang lebih rendah (Simone et al., 1975). Selain itu, jumlah platelet >100.000/ µl pada akhir pengobatan induksi juga ikut menentukan kelangsungan hidup lebih lama (Perwono dan Ugrasena, 2010). - Kadar Hb pada saat terdiagnosa bukan merupakan faktor resiko yang mandiri.

Kadar Hb yang tinggi (Hb ≥8g/dl) pada saat terdiagnosa dapat memiliki prognosis lebih buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih rendah (Hb < 8g/dl). Hal ini dikarenakan pada leukemia sel-T prekursor sering ditemukan kadar Hb yang lebih tinggi pada saat terdiagnosa dibandingkan leukemia sel-B prekursor (Teuffel et al., 2008). Akan tetapi, apabila kadar Hb pada akhir induksi tidak mencapai Hb>12g/dl tanpa transfusi menunjukan prognosis yang kurang baik (Perwono dan Ugrasena, 2010). Hubungan anemia dengan prognosis mungkin hanya sebatas kepentingan informasi biologikal dalam menjamin investigasi lebih lanjut (Teuffel et al.,

2008).

- Keberhasilan pengobatan dapat diukur dari jumlah sel blas pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk. - Ditemukannya hubungan antara usia pasien pada saat didiagnosa LLA dan hasil

(42)

dibawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosom 11q23 seperti t (4;11) atau t (11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.

- Jenis kelamin juga mempengaruhi prognosis. Dari berbagai hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar menyimpulkan bahwa anak laki-laki mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan gangguan pada testis pada kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab kejadian ini belum diketahui secara pasti, tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolism pada merkaptopurin dan metotreksat.

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka yang berisi gambaran tetang unsur-unsur yang ingin diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

-Jumlah sel blas <5% dari sel berinti

- Hb>12g/dl (tanpa transfusi)

-Jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal -Jumlah trombosit >100.000/ µl - Jumlah leukosit pada

saat terdiagnosa

- Kadar hemoglobin pada saat terdiagnosa

- Jumlah platelet pada saat terdiagnosa - Sel blas pada saat terdiagnosa

Leukemia Limfoblastik

Akut (LLA) Masa Remisi

Variabel Independent Variabel Dependent

(44)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

LLA adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih yang mengakibatkan penekanan terhadap produksi komponen sel darah lain. Penegakkan diagnosis LLA berupa pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan klasifikasi FAB.

3.2.2. Masa Remisi

- Definisi operasinal : suatu periode waktu ketika sel kanker merespon pengobatan dengan baik setelah tahap induksi. Syarat tercapainya remisi apabila sesuai dengan kriteria remisi berupa jumlah sel blas <5% dari sel berinti, Hb>12g/dl (tanpa transfusi), jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal, dan jumlah trombosit >100.000/ µl

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan pemenuhan selurah kriteria remisi di atas (remisi dan tidak remisi).

- Skala pengukuran : nominal.

3.2.3. Hemoglobin (Hb)

- Definisi operasinal : kadar Hb dalam darah dari hasil pemeriksaan dalam rekam medis (g/dL).

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan kadar hemoglobin pada saat pertama kali terdiagnosa ( rendah: <8 g/dL, sedang: 8-12g/dL, tinggi: >12g/dL).

- Skala pengukuran : ordinal.

3.2.4. Leukosit

(45)

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan jumlah leukosit pada saat pertama kali terdiagnosa ( rendah: <20.000/ mm3, sedang: 20.000-50.000/mm3, tinggi: >50.000/ mm3).

- Skala pengukuran : ordinal.

3.2.5. Platelet

- Definisi operasinal : jumlah platelet dalam darah dari hasil pemeriksaan dalam rekam medis (mm3).

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan jumlah platelet pada saat pertama kali terdiagnosa (rendah: <20.000/mm3, sedang: 20.000-100.000/mm3, tinggi: >100.000/mm3).

- Skala pengukuran : ordinal.

3.2.6. Sel Blas

- Definisi operasinal : gambaran sel blas berdasarkan sitologi sel blas dalam klasifikasi FAB.

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan sitologi sel blas ( L1, L2, L3). - Skala pengukuran : nominal.

3.3. Hipotesis

(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang retrospektif). Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien anak LLA yang dirawat di unit rawat pediatrik RSUP. H .Adam Malik pada tahun 2009-2014 dan tanpa adanya perlakuan terhadap sampel.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi rekam medik RSUP H.Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi dipertimbangan berdasarkan jumlah dan kualitas sampel yang ingin diteliti, bahwa RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengambilan data rekam medik dilakukan pada bulan Juli 2014 hingga September 2014. Penelitian ini dilakukan dimulai sejak bulan Maret 2014 sampai Desember 2014 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengolahan data, penelitian dan penulisan hasil penelitian. Data yang akan diambil dimulai dari bulan Januari 2009- Juli 2014.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

(47)

4.3.2. Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan meliputi data rekam medis keseluruhan pasien yang didiagnosa menderita LLA (metode total sampling) yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi mulai Juni tahun 2009 – Juli 2014 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu:

1. Seluruh pasien LLA di unit rawat pediatrik RSUP. H. Adam Malik Medan yang pertama kali terdiagnosa LLA yang dimulai dari Januari 2009 - Juli 2014. 2. Rekam medis yang memiliki data yang lengkap, berupa umur pasien (<20

tahun), jenis kelamin pasien, gejala klinis, status hematologi (Hb, jumlah leukosit, platelet, dan sel blas), pemeriksaan sumsum tulang, dan keadaan akhir pasien.

3. Seluruh pasien LLA yang didiagnosis dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria FAB.

Kriteria eksklusi penelitian ini, yaitu:

1. Rekam medis yang memiliki data tidak jelas, baik tulisan maupun isi.

2. Status hematologi pasien yang mendapatkan transfusi tepat sebelum pemeriksaan hematologi dilakukan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder (rekam medis) pasien LLA yang dirawat di unit rawat pediatrik RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009-2014. Data sekunder ini diperoleh dari bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(48)
(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan. RSUP HAM berlokasi di Jalan Bunga Lau Nomor 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Berdasarkan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990, RSUP HAM merupakan rumah sakit kelas A yang memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Oleh karena itu, RSUP HAM Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Selain itu, RSUP HAM Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Sumatera Utara sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991tanggal 6 September 1991.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Terdapat 147 data rekam medis yang diperoleh dari RSUP HAM selama periode Januari 2009 sampai Juni 2014, yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi berjumlah 51 sampel. Ditemukan sebanyak 8 pasien yang meninggal dunia dan 88 pasien yang loss to follow up (Tabel 5.1).

(50)

awal di antara 8-12 g/dl, kelompok leukosit awal kurang dari 20.000 /mm3 , kelompok trombosit awal di antara 20.000-100.000/mm3 dan pada kelompok L1.

Gambar 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian 147 sampel penelitian

51 sampel

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

8 sampel meninggal dunia

(51)

Tabel 5.2. Karakteristik Subjek Penelitian

20.000-100.000/mm3 28 54,9

>100.000/mm3 10 19,6

Remisi

Ya 16 31,4

Tidak 35 68,6

5.1.3. Hasil Analisis Data

(52)

Tabel 5.3. Hubungan Antara FAB pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

p value = 0,094. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara FAB pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Tabel 5.4. Hubungan Antara Kadar Hb pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

p value = 0,086. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar Hb pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Tabel 5.5. Hubungan Antara Kadar Leukosit pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

Kadar Leukosit Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

(53)

Tabel 5.6. Hubungan Antara Kadar Trombosit pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

Kadar Trombosit Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

p value = 0,799. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar trombosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

5.2. Pembahasan

Dari data demografi jenis kelamin, didapatkan bahwa jumlah pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Namun, perbedaan jumlah ini tidak tampak mencolok antara jumlah pasien laki-laki (28 pasien) dengan jumlah pasien perempuan (23 pasien).

Berdasarkan kelompok umur, pasien LLA pada kisaran umur 5-10 tahun (24 pasien) merupakan pasien terbanyak dalam penelitian ini, kemudian diikuti dengan pasien kelompok umur >10 tahun (15 pasien) dan kelompok umur <5 tahun (12 pasien).

Dari hasil penelitian, juga dapat terlihat keberhasilan dalam terapi. Pasien yang berhasil mencapai masa remisi setelah dilakukan terapi induksi hanya 16 pasien (31,4%). Sedangkan sisanya, 35 pasien (68,6%), gagal mencapai masa remisi setelah dilakukan terapi induksi.

(54)

parah dibandingkan yang lain. Pasien kebanyakan datang dengan keluhan epitaxis yang sering berulang dan sukar dihentikan.

Pada perbandingan klasifikasi FAB awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data dengan menggunakan metode Fischer’s Exact Test sehingga didapat nilai p adalah 0,094. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara klasifikasi FAB pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Pada perbandingan kadar Hb awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data dengan menggunakan metode Chi Square sehingga didapat nilai p adalah 0,086. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar Hb pada saat terdiagnosa dengan masa remisi.

Pada perbandingan kadar leukosit awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data juga dengan menggunakan metode Chi Square kemudian didapat nilai p adalah 0,200. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar leukosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Pada perbandingan kadar trombosit awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data juga dengan menggunakan metode Chi Square lalu didapat nilai p adalah 0,799. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar trombosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Menurut Advani (1999), rendahnya jumlah leukosit serta tingginya kadar Hb dan platelet menunjukkan faktor prognostik yang baik. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak ditemukannya keterkaitan hubungan karena keberhasilan terapi juga sering dikaitkan dengan usia anak, keadaan umum berupa hepatomegali, splenomegali, maupun kelainan genetik (Shuster, et al., 1990). Selain itu, keberhasilan terapi juga dapat dihubungkan dengan perkembangan suatu negara. Pada negara yang maju, keberhasilan terapi LLA sangat tinggi, sekitar 85% ( Assumpcao, et al., 2013 ), sedangkan di negara berkembang atau negara yang berpendapatan rendah masih sangat tertinggal. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang penyebab kanker, peran ilmu kesehatan masyarakat dalam pencegahan maupun keterlambatan dalam diagnosa ( Howard, et al., 2007).

(55)

kombinasi antara obat kemoterapi dapat menganggu hemostatis pada pasien LLA selama pengobatan. Oleh karena itu, pasien LLA sering mengalami pendarahan yang berujung pada trombositopenia, sehingga pasein LLA yang dalam masa pengobatan, sering mendapatkan transfusi trombosit yang berulang. Menurut Corazza et al (2006) dalam Rofinda (2012), transfusi trombosit yang berulang dapat menyebabkan terjadinya aloimunisasi yang akan membentuk aloantibodi, sehingga terjadilah proses penghancuran trombosit itu sendiri.

(56)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari proses dan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis, dapat diambil beberapa kesimpulan,berupa:

1. Dengan menggunakan metode Chi Square dan Fischer’s Exact Test

disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara status hematologi anak penderita LLA sebagai faktor prognostik dengan remisi (p>0,05).

2. Insidensi tertinggi pada anak berusia 5-10 tahun, L1, Hb awal 8-12g/dl, leukosit <20.000 mm3, dan trombosit antara 20.000-100.000/mm3.

3. Tidak adanya hubungan antara status leukosit sebagai faktor prognostik pada LLA.

4. Tidak adanya hubungan antara sel blas sebagai faktor prognostik pada LLA. 5. Tidak adanya hubungan antara status hemoglobin sebagai faktor prognostik pada LLA.

6. Tidak adanya hubungan antara status platelet sebagai faktor prognostik pada LLA.

7. Pasien yang mencapai remisi dari Januari 2009 hingga Juni 2014 adalah 16 pasien (31,4%).

5.2. Saran

Setelah penulis menyelesaikan keseluruhan proses penelitian, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi semua pihak yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Kepada pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan yang berperan supaya lebih memperhatikan kelengkapan isi rekam medis karena penyakit LLA adalah penyakit yang memerlukan follow up yang panjang.

(57)
(58)

DAFTAR PUSTAKA

Asvani, S.,et al. Acute Lymphoblastic Leukemia in India: An Analysis of Prognostic Factors using a

single treatment regimen. Klumer Academic Publishers. Annals of Oncology Vol 10

1999:167-176.

American Cancer Society, 2014. Cancer Facts & Figures 2014, 25. Available fro

American Cancer Society, 2013. Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. Available

from:

Assumpcao, J.G., et al., 2013. Gene Rearrangement Study for Minimal Residual Disease Monitoring in

Children with Acute Lymphoblastic Leukemia. Rev Bras Hemato Hemoter. 2013; 35(5): 337-42.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, 3. Panduan Memperingati Hari Kanker Sedunia di Indonesia Tahun 2013. Direktorat Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Devine, S. M. dan Richard A. L, 1994. Acute Leukemia in Adults: Recent Developments in Diagnosis and Treatment. CA Cancer J Clin 1994; 44: 326-352.

Donadieu J, et al., 2000. Prognostic study of continuous variables (white blood cell count, peripheral blast cell count, haemoglobin level, platelet count and

age) in childhood acute lymphoblastic leukaemia. Analysis of a population of

1545 children treated by the French Acute Lymphoblastic Leukaemia Group

(59)

Dorland, W.A. N, 2012. Dorland’s Illustrated MedicalJurnal 32nd Edition . Elsevier Saunders, United States, 2012: 633.

Gatot, D, Keumala P., Ruliana S., 2006. Coagulation Abnormality as a Complication of L-asparaginase Therapy in Childhood Lymphoblastic

Leukemia. Paediatrica Indonesiana (2006) Vol. 46 No.1-2 : 46-50.

Howard, S.C., et al., 2007. Childhood Cancer Epidemiology in Low-Income Countries. Cancer Vol. 112 No. 3, 2008: 461-472.

Imbach. P, T. Kühne, R. Arceci (Eds.), 2006. Acute Lymphoblastic Leukemia.

In: Imbach. P. Pediatric Oncology. Germany: Springer. 2005: 11-25.

Kanerva,J. 2001. Prognostc Factors in Childhood Acte Lymphoblastic Leukemia (ALL). Medical Faculty of the University of Helsinki, 2002. Available from: http://www.ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kliin/vk/kanerva/ [Accessed 20 May 2014].

Komorniczak, M., 2011. Hematopoesis. Available from:

Lanzkowsky, P, 2011. Leukemias. In: Lanzkowsky, P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. United State: Elsevier, 2011: 546-577.

Leukemia and Lymphoma Society, 2014. Acute Lymphoblastic Leukemia. Available from: http://www.LLS.org. [Accessed 10 May 2014].

National Cancer Institute, 2014. General Informaton About Lymphoblastic Leukemia. Available from: http://www.cancer.gov. [Accessed 10 May 2014].

(60)

Therapy: The FRALLE 93 Study. Journal of Clinical Oncology Vol 26 Number 9: 1496-1503.

Permono, B. , IDG Ugrasena, 2010. Leukemia Akut. In: Sumantri, AG. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak Cetakan Ketiga. Jakarta: IDAI, 2010: 236-241.

Pui, C.H., Leslie L.R., A. Thomas L. 2008. Acute Lymphoblastic Leukemia. Lancet Vol 371: 1030-1043.

Riskesdas, 2013. Hasil RISKESDAS 2013. Badan Kementrian dan Pengembangan Kesehaan Kementrian Kesehatan RI 2013. Jakarta.

Rofinda, Z. D., 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Universitas Andalas. Available from: jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf. [Accessed 11 May 2014].

Shuster, J.J., et al., 1990. Prognostic Factors in Childhood T-Cell Acute Lymphoblastic Leukemia: A Pediatric Onkology Group Study. Blood Vol 75, No.1, 1990: 166-173.

Simone, J.V. et al., 1975. Initial Feature and Prognosis in 363 Children with Acute Lymphocytic Leukemia. Cancer 36: 2099-2108.

Smith, O.P. and Hann I.M. 2006. Clinical Features and Therapy of

Lymphoblastic Leukemia. In: Pediatric Hematology Third Eition.

British. Blackwell. 2006: 450-481.

(61)

Teuffel et al.,2008. Anemia and survival in childhood acute lymphoblastic leukemia. Haematol. Volume 93 no. 11 1652-1657.

Tortora, G. J. and Bryan D., 2009. The Cardiovascular System: The Blood. In: Tortora, Gerard J. and Bryan Derrickson, ed. Principles of Anatomy and Physiology ed 12. United State, Wiley, 2009: 690-695.

Pullen, J. et al., Significance of commonly used prognostic factors differs for children with T cell acute lymphocytic leukemia (ALL), as compared to those

with B-precursor ALL. A Pediatric Oncology Group (POG) study.

Leukemia(08876924) . Vol. 13 Issue 11, p1696. 12p.

Widjajanto, P H, Anjo JP. Veerman, Sutaryo, 2006. Apoptotic Cell Identification: an in vivo Study during Induction Treatment of Childhood Acute

Lymphoblastic Leukemia. Pediatrica Indonesiana. 2006;46:195-198.

World Health Organization, 2014. Cancer. Available from: http://www.who.int/topicd/cancer/en/. [Accessed 25 May 2014].

Yanada et al., 2006. Clnical Features and Outcome of T-lineage Acute Lymphoblastic Leukemia in Adult: A low initial white blood count, as well as

(62)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Stephanie

Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 27 November 1992

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Prof HM Yamin SH No 72B

Medan 20234

Riwayat Pendidikan : 1. SD Methodist-3 Medan 1999 2. SMP Methodist-3 Medan 2005 3. SMA Methodist-2 Medan 2008 4. Fakultas Kedokteran USU 2011 Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Buddhis USU tahun 2011

(63)
(64)
(65)

LAMPIRAN 3

sex

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid l 28 54,9 54,9 54,9

p 23 45,1 45,1 100,0

Total 51 100,0 100,0

agekel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 12 23,5 23,5 23,5

2,00 24 47,1 47,1 70,6

3,00 15 29,4 29,4 100,0

Total 51 100,0 100,0

FAB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid L1 49 96,1 96,1 96,1

L2 2 3,9 3,9 100,0

Total 51 100,0 100,0

HBkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 19 37,3 37,3 37,3

2,00 22 43,1 43,1 80,4

3,00 10 19,6 19,6 100,0

Total 51 100,0 100,0

WBCkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 36 70,6 70,6 70,6

2,00 8 15,7 15,7 86,3

3,00 7 13,7 13,7 100,0

Total 51 100,0 100,0

TROMBOSITkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(66)

2,00 28 54,9 54,9 80,4 REMISI TIDAK REMISI

HBkel 1,00 Count 4 15 19

Pearson Chi-Square 4,918a 2 ,086

Likelihood Ratio 4,650 2 ,098

N of Valid Cases 51

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is 3,14.

WBCkel * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total REMISI TIDAK REMISI

WBCkel 1,00 Count 14 22 36

(67)

2,00 Count 1 7 8

Pearson Chi-Square 3,217a 2 ,200

Likelihood Ratio 3,565 2 ,168

N of Valid Cases 51

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is 2,20.

TROMBOSITkel * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total REMISI TIDAK REMISI

TROMBOSITkel 1,00 Count 4 9 13

Expected Count 4,1 8,9 13,0

% within TROMBOSITkel 30,8% 69,2% 100,0%

2,00 Count 8 20 28

(68)

% within TROMBOSITkel 28,6% 71,4% 100,0%

Pearson Chi-Square ,450a 2 ,799

Likelihood Ratio ,437 2 ,804

N of Valid Cases 51

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is 3,14.

FAB * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total REMISI TIDAK REMISI

(69)

Expected Count 16,0 35,0 51,0

% within FAB 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4,554a 1 ,033

Continuity Correctionb 1,840 1 ,175

Likelihood Ratio 4,819 1 ,028

Fisher's Exact Test ,094 ,094

N of Valid Cases 51

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,63.

Gambar

Tabel 5.6.  Hubungan Antara Kadar Trombosit pada Saat
Gambar 2.1 Komponen cairan darah…………………………………
Gambar 2.1. Komponen cairan darah ( Tortora; Bryan, 2009).
Gambar 2.2. Hematopoesis (Komorniczak, 2011).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya tulis ilmiah ini, dipaparkan landasan pemikiran dan segala konsep serta hasil yang diperoleh dari penelitian yang berjudul “ Angka Kejadian Mukositis Oral pada

Kejadian mukositis oral paling banyak dijumpai pada anak laki- laki, kelompok umur 5-10 tahun, anak dengan malnutrisi ringan, dan anak yang menjalani kemoterapi fase

Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua,yaitu terapi spesifik dalam bentuk kemoterapi, dan terapi suportif untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik

Gambaran Fungsi Ginjal Pada Anak Dengan Terapi Leukemia Limfoblastik Akut di Pusat Kanker.. Anak Estella RSUP Prof DR RD Kandou, Manado :

Toksisitas Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat dengan Metoktreksat 1 gram.. Available from:

The 2008 revision of the World Health Organization (WHO) classification of myeloid neoplasms and acute leukemia: rationale and important changes. Widiaskara, I.M., Permono,

Lampiran 6 Kurva WHO untuk Anak Perempuan... Lampiran 7 Kurva WHO untuk

Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang