• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran F : Data Penentuan Bilangan Iodin dengan Metode Wijs

Sampel Massa Sampel (gr) Volume Titrasi (mL) Bilangan

Iodin

m1 m2 m3 m v1 v2 v3 v

Blanko - - - - 47,47 47,47 47,47 47,47 -

Gliseril Monooleat 0,235 0,235 0,231 0,234 31,8 31,8 32,1 32,90 79,01

Gliseril 9,10

dihidroksi stearat 0,337 0,343 0,336 0,339 39,2 39,4 39,2 39,26 30,74

Perhitungan Bilangan Iodin dengan Metode Wijs

(Vblanko – Vsampel) x N Na2S2O4 Bil.Iodin =

x 12,69

Massa sampel (gr)

1. Senyawa Gliseril Oleat

Bil. Iodin = (47,47 – 31,53) x 0,1 x 12,69 0,256

= 79,01

2. Senyawa Gliseril 9,10 Dihidroksi Stearat

Bil. Iodin = (47,47 – 39,26) x 0,1 x 12,69

0,339

(7)

Lampiran G : Data Penentuan Harga HLB dengan Metode Titrasi

Data Penentuan Bilangan Asam

Sampel Massa Sampel (gr) Volume Titrasi (mL) Bilangan

Asam

m1 m2 m3 m v1 v2 v3 v

Gliseril

Monooleat 3,035 3,030 3,032 3,033 10,6 10,7 10,6 10,64 1,968

Gliseril 9,10

dihidroksi

stearat

3,118 3,120 3,118 3,119 14,7 14,8 14,7 14,73 2,649

Data Penentuan Bilangan Penyabunan

Sampel Massa Sampel (gr) Volume Titrasi (mL) Bilangan

Penyabunan

m1 m2 m3 m v1 v2 v3 v

Blanko - - - - 22,70 22,70 22,70 22,70 -

Gliseril

Monooleat 3,030 3,050 3,044 3,041 21,2 21,1 21,2 21,17 2,862

Gliseril 9,10

dihidroksi

stearat

(8)

Perhitungan Harga HLB Menggunakan Metode Titrasi

S HLB = 20 1 –

A

1. Senyawa gliseril oleat

2,862 HLB = 20 1 -

1,968

= 9,08

2. Senyawa gliseril 9,10 dihidroksi stearat

4,109 HLB = 20 1 -

2,649

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R., Marvin, W dan Krishnamurthy, R. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat. Fourth Edition. New York : John Willey and Sons

Austin, T. 1985. Sherve’s Chemistry Process Industries. Fourth edition. New York : Mc. Graw Hill Book Company.

Awang, R. 2004. Synthesis of Monoglyceride from dihidroxystearic acid. Malaysia Journal of Chemistry 6 : hal. 13-19

Becker, P. 1983. Encyclopedia of Emultion Technology. Vol 1 : Basic Theory. New York : Marcel Dekker Inc.

Bornscheuer, U.T. 1995. Lipase-catalyzed synthesis of monoacylglycerol. Enzyme Microbal Technology 17 : hal. 679-686

Brahmana, H. R. 1989. Penentuan Komposisi Asam Lemak Dari Bahan Alam Dengan Cara Kromatografi Gas Terhadap Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Nabati. Medan : Lembaga Penelitian USU V

Braun, R.D. 1987. Introduction to Instrumental Analysis. New York : Mc. Graw Hill Book Company.

Bresnick, S. 2002. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Carlson, K.D dan Chang S.P. 1985. Chemical epoxidation of naturan unsaturated epoxy seed oil from vernonia galamanensis and a look of epoxy oil market. J.Am.Oil.Chem.Soc 62 : hal. 934-939

Dziezak,D.1988. Emulsifiers: The Interfacial Key To Emulsion Stability. Journal Of Food Techonology

Endo, Y.H., Sanae dan Kenshiro, F. 1997. Autooxidation of synthetic isomers of Triacylglycerol containing eicosapentaenoic acid. J.Am.Oil.Chem.Soc 74(5): hal. 543-548

Fessenden, R.J dan Fessenden, J. 1989. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Gan, L.H., Goh, S.H dan Ooi, K.S. 1992. Kinetics studies of epoxidation and oxirane cleavage of palm olein methyl ester. J.Am.Oil.Chem.Soc 69 : hal. 347-351 Gound, V.V., Pradhan, N.C dan Patwardan A.V. 2006. Epoxidation of karanja oil by H2O2. J.Am.Oil.Chem.Soc 83 : hal. 635

(10)

Gunstone, F.D., Harwood, J.L dan Padley, F.B. 1994. The Lipid Handbook. London : Chapman and Hall.

Hart, H. 2003. Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Jakarta : Erlangga

Hui, Y.H. 1996. Bailey’s industrial oil and fat products. John Wiley & Sons Inc, Singapore 3

Jung, S., Goulon, M ., Girardin dan Ghoul. 1998. Structure and surface active properties determination of fructose monooleats. Journal of Surfactans and Detergent 1 : hal. 53-57

Kamel, B.S. 1991. “Emulsifiers”. Dalam J. Smith (ed). Food Additive Users’s Handbook. Glasgow : Blackie Academic & Professional.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Kusmiyati. 2008. Reaksi Katalisis Esterifikasi Asam Oleat dan Metanol Menjadi Biodiesel dengan Metode Destilasi Reaktif. Surakarta : Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah. Vol.12 No.2

Manurung, R. 2006. Transesterifikasi Minyak Nabati. Jurnal Teknologi Proses Departemen Teknik Kimia, Teknik USU.

Martin, J.B. 1953. The equilibrium between symmetrical and unsymmetrical monoglycerides and determination of total monoglyceryds.

J.Am.Oil.Chem.Soc 75 : hal. 5483-5486

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya

Nasution, S. 2006. Pembuatan Senyawa Epoksi dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Menggunakan Katalis Amberlite. Tesis. Medan : FT.Kimia - USU

Noureddini, H dan Medikonduru. 1977. Glycerolysis of fats and methyl esters. J.Am.Oil.Chem.Soc 74(4) : hal. 419-425

Ocha, D. 2009. Studi Alkoksilasi dengan Gliserol Terhadap Hasil Epoksidasi Metil Risinoleat yang Diperoleh dari Minyak Jarak. Skripsi. Medan : F.MIPA, Kimia - USU

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.

(11)

Richtler, M.J dan Knaut, J. 1984. Challenges to nature industry marketing and economics of oleochemical in western europe . J.Am.Oil.Chem.Soc 61 hal. 16

Riswiyanto. 2002. Kimia Organik. Erlangga : Jakarta

Rohman, A. 2008. Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Jakarta : Erlangga.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta : UGM Press.

Seager, S.L dan Slabough, M.R. 1994. Organic and Biochemistry for Today. Second Edition. New York : West Publishing Company.

Sreenivasan, R. Interesterification of Fats. J.Am.Oil.Chem.Soc 55 : hal. 796-805

Suarti, B. 2008. Pembuatan Shortening yang Mengandung C12 – C18

Gliserolisis Terhadap Campuran Minyak Inti Sawit dan Stearin. Skripsi. Melalui Reaksi

Medan : F.MIPA, Kimia - USU

Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan : USU Press

Tarigan, D. 2005. Pembuatan surfaktan dari minyak kemiri melalui reaksi Interesterifikasi diikuti reaksi amidasi. Jurnal Sains Kimia 9(1) : hal. 1-7 Willet, J. 1987. Gas Chromatography. London : ACOL

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Nama Alat Ukuran Merck

Alat Vakum Fisons

Beaker Glass 100 ml Pyrex

Hotplate stirrer Thermolyne

Kertas Saring

Kondensor Pyrex

Labu leher dua 250 ml Pyrex

Labu takar 250 ml Pyrex

Neraca Analitis Mettler PM 480

Pengaduk magnetic Thermolyne

Rotarievaporator Heidolph

Statif dan Klem

Tabung CaCl2 Pyrex

Tabung Iodine

(13)

3.2Bahan

Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Akuades -

Amilum p.a E’Merck

Asam Formiat 90% p.a E’Merck

Asam Klorida 37% p.a E’Merck

Asam Oksalat (s) p.a E’Merck

Asam Oleat p.a E’Merck

Asam Sitrat (s) p.a E’Merck

Asam Sulfat 98% p.a E’Merck

CaCl2 Anhidrat p.a E’Merck

Dietil eter p.a E’Merck

Gliserol PT SOCI

Hidrogen Peroksida 30% p.a E’Merck

Iodin p.a E’Merck

Kalium Hidroksida (pellet) p.a E’Merck

Kalium Iodida p.a E’Merck

Metanol

n-heksana p.a E’Merck

Natrium Hidroksida (pellet) p.a E’Merck

Natrium Sulfat Anhidrat p.a E’Merck

Natrium Tiosulfat p.a E’Merck

Nitrogen PT Aneka Gas

(14)

3.3Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagen dan Standarisasi

3.3.1.1Pembuatan Larutan KOH-Alkohol 0,5N

Ditimbang KOH sebanyak 7,0125 gram dan dilarutkan dengan alkohol dalam labu takar 250 mL sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,5N dan indikator fenolftalein.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan KOH 0,5N

Ditimbang KOH sebanyak 4,5 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 250 mL sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,5N dan indikator fenolftalein.

3.3.1.3Pembuatan Larutan HCl 0,1N

Diukur sebanyak 2,07 mL larutan HCl 37% lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 mL sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan Na2CO3 0,1N.

3.3.1.4Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1N

Ditimbang 1,575 gram H2C2O4.2H2O lalu dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.5Pembuatan Larutan Indikator Fenolftalein 1%

(15)

3.3.1.6Pembuatan Alkohol Netral

Ke dalam 200 mL alkohol 96% ditambahkan 4 tetes indikator fenolftalein dan ditetesi dengan larutan KOH 0,1N hingga menjadi larutan merah muda.

3.3.1.7Pembuatan Larutan KI 10%

Ditimbang 10 gram Kristal KI, dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis batas.

3.3.1.8Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1N

Ditimbang 6,25 gram Kristal Na2S2O3.5H2O, dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai garais batas. Distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7 0,1N menggunakan indikator amilum mengikuti titrasi secara iodometri.

3.3.1.9Pembuatan Larutan KOH 0,1N

Dipipet 50 ml larutan KOH 0,5N kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas. Distandarisasi dengan larutan H2C2O4 0,1N menggunakan indikator fenolftalein.

3.3.1.10 Pembuatan Larutan Asam Sitrat 10%

(16)

3.3.2 Pembuatan Monogliserida Oleat Campuran

Ke dalam labu leher dua dimasukkan 120 ml gliserol dan 1 gram NaOH pellet. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2. Kemudian dipanaskan sampai pada suhu 120oC sambil diaduk selanjutnya melalui corong penetes ditesteskan sebanyak 50 ml asam oleat secara perlahan- lahan. Direfluks pada suhu 200oC dalam keadaan vakum dengan gas N2 selama 5 jam. Hasil reaksi didinginkan pada suhu kamar, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan diekstraksi dengan 75 ml dietil eter. Fase dietil eter ditambahkan dengan larutan asam sitrat 10% sebanyak 20 mL dan dicuci dengan akuades sebanyak 2 kali masing- masing sebanyak 10 ml. Kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotarievaporator. Hasil yang diperoleh dianalisis melalui analisis spektroskopi FT-IR, dilanjutkan analisis KGC, bilangan iodine dan harga HLB.

3.3.3 Pembuatan Senyawa Gliseril 9,10- Dihidroksi Stearat

(17)

3.3.4 Prosedur Analisis

3.3.4.1 Analisis Bilangan Penyabunan

Analisis ini dilakukan terhadap monogliserida oleat campuran dan gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Ditimbang ± 0,3 gram sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 25 mL larutan KOH-alkohol 0,5N kemudian dipanaskan hingga mendidih. Didinginkan dan ditambah 3 tetes indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1N hingga warna merah muda hilang.

Dicatat volume HCl 0,1N yang terpakai dan dihitung bilangan penyabunan dengan rumus :

(Vblanko – Vsampel) x N HCl x 56,1 Bil.Penyabunan =

Massa sampel (gr)

3.3.4.2 Analisis Bilangan Asam

Analisis ini dilakukan terhadap monogliserida oleat campuran dan gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Ditimbang ± 0,3 gram sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 10 mL larutan isopropil alkohol. Erlenmeyer tersebut ditutup dengan plastik dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan tersebut didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1N sampai terbentuk warna merah muda.

Dicatat volume KOH 0,1N yang terpakai dan dihitung bilangan asam dengan rumus :

V KOH x N KOH x 56,1 Bil.Asam =

(18)

3.3.4.3Penentuan Harga HLB

Analisis ini dilakukan terhadap monogliserida oleat campuran dan gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Harga HLB dapat diperoleh dari bilangan asam dan bilangan penyabunan dari senyawa ester dengan menggunakan rumus :

S HLB = 20 1 –

A

Dimana : S = Bilangan penyabunan A = Bilangan asam

3.3.4.4Analisis Bilangan Iodin

Analisis ini dilakukan terhadap monogliserida oleat campuran dan gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Ditimbang sampel sebanyak ± 0,3 gram ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang bertutup, lalu ditambahkan 20 ml sikloheksana, kemudian dikocok/diguncang untuk memastikan sampel telah benar-benar larut. Ditambahkan 25 ml larutan Wijs ke dalamnya, kemudian ditutup dan dikocok agar campuran benar-benar bercampur. Disimpan bahan tersebut dalam ruang gelap selama ± 30 menit. Diambil bahan tersebut dari tempat penyimpanan dan ditambahkan 25 ml larutan KI10% dan 150 ml air. Dititrasi dengan larutan Na2S2O4

Dicatat volume Na

0,1N sampai warna kuning hampir hilang (kuning pucat). Ditambahkan 1-2 ml indikator amilum ke dalamnya dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang.

2S2O4

(Vblanko – Vsampel) x N Na

0,1N yang terpakai dan dihitung bilangan iodin dengan rumus :

2S2O4 Bil.Iodin =

x 12,69

(19)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Monogliserida Oleat Campuran

120 mL gliserol

dimasukkan ke dalam labu leher dua

ditambahkan 1 gr NaOH pellet

dirangkai alat refluks dilengkapi dengan tabung CaCl2 anhidrous

dipanaskan sampai suhu 120oC sambil diaduk dengan magnetik stirer

ditambahkan 50 mL asam oleat melalui corong penetes

direfluks kembali pada suhu 200oC dalam keadaan vakum dengan gas N2 selama 5 jam

campuran

didinginkan pada suhu kamar

dimasukkan ke dalam corong pisah

diekstraksi dengan 75 mL dietil eter

lapisan atas lapisan bawah

ditambahkan asam sitrat 10% sebanyak 20 mL

dicuci dengan aquadest sebanyak 2 kali masing-masing 10 mL

lapisan atas lapisan bawah

diuapkan dengan rotarievaporator pada suhu 33oC

hasil destilat

(20)

3.4.2 Pembuatan Gliseril 9,10-dihidroksi Stearat

30 mL HCOOH 90%

dimasukkan ke dalam labu leher dua

ditambah 15 mL H2O2 30% setetes demi setetes

ditambahkan 1 mL H2SO4 (p) setets demi setetes melalui corong penetes sambil diaduk

diaduk pada suhu 40-45oC selama 1 jam dirangkai alat refluks dilengkapi dengan tabung CaCl2 anhidrous

ditambahkan 30 mL monogliserida oleat campuran

campuran

diaduk pada suhu 40-45oC selama 2 jam

didiamkan selama 1 malam

lapisan atas

dimasukkan ke dalam corong pisah

lapisan bawah

ditambah 50 mL dietil eter

dicuci dengan 10 mL NaOH 2N

dicuci dengan aquadest sebanyak 2 kali masing-masing 10 mL

lapisan atas lapisan bawah

dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous

disaring

filtrat residu

dirotarievaporasi

hasil

(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pembuatan Monogliserida Oleat Campuran

Esterifikasi asam oleat dengan katalis NaOH, dengan waktu reaksi selama 5 jam dalam temperatur 200°C menghasilkan monogliserida dan digliserida. Hasil analisis melalui Kromatografi Gas Cair detektor FID (Flame Ionization Detector), kolom DB-5HT (15m x 0,25m) dengan gas pembawa He, suhu injektor dan detektor 380°C diperoleh kromatogram (Gambar 4.1) dengan komposisi seperti pada Tabel 4.1

(22)

Gambar 4.1 Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat dengan katalis NaOH

(23)

Tabel 4.1 Persen komposisi hasil reaksi esterifikasi asam oleat dengan katalis NaOH

Komponen Kadar (%)

Gliserol 1,1531

Ester 61,8124

Monogliserida 21,6774

Digliserida 11,972

4.1.2 Pembuatan Senyawa Gliseril 9,10-dihidroksi stearat

Pembuatan senyawa gliseril 9,10 dihidroksi stearat campuran diperoleh melalui epoksidasi monogliserida campuran dengan asam performat yang dilanjutkan dengan hidrolisis. Asam performat yang digunakan diperoleh dari reaksi antara HCOOH 90% dengan H2O2 30% menggunakan katalis H2SO4 (p) yang selanjutnya diikuti penambahan hasil gliserolisis yang direfluks pada suhu 40-45°C. Dalam hal ini, ikatan

π dari monogliserida campuran yang tidak jenuh akan membentuk cincin epoksida dan

(24)

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembuatan Monogliserida Oleat Campuran

Esterifikasi terhadap asam oleat dengan menggunakan katalis NaOH pada suhu 200°C menghasilkan campuran monogliserida dan digliserida. Hasil esterifikasi yang dihasilkan dianalisa dengan spektroskopi FT-IR dan dilanjutkan analisis KGC untuk menghitung kadar dari monogliserida dan digliserida yang dihasilkan.

(25)

menunjukkan vibrasi stretching =C-H (alkena) yang didukung oleh puncak serapan C=C pada bilangan gelombang 1651 cm-1. Pada bilangan gelombang 2924 cm-1 dan 2854 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H sp3 asimetrik dan simetrik untuk -CH2- yang didukung oleh vibrasi bending C-H sp3 pada bilangan gelombang 1458 cm-1 dan 1361 cm-1. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1735 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O dari ester yang didukung oleh puncak serapan C-(C=O)-C pada bilangan gelombang 1172 cm-1. Puncak serapan pada bilangan gelombang 725 cm-1 menunjukkan adanya alkil rantai panjang –(CH2)n dimana (n≥4).

Harga bilangan iodin dari senyawa monogliserida oleat campuran yang diperoleh sebesar 79,01 (lampiran F). Hasil penentuan harga HLB monogliserida oleat campuran adalah sebesar 9,08 (lampiran G)

Adapun reaksi dari pembuatan mono dan digliserida oleat adalah sebagai berikut :

(26)

2H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-C

Gambar 4.4 Reaksi esterifikasi asam oleat menggunakan katalis NaOH

4.2.2 Pembuatan senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Monogliserida campuran yang diperoleh selanjutnya diepoksidasi dengan asam performat, kemudian dilanjutkan dengan reaksi hidrolisis sehingga dihasilkan senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat.

Asam formiat dan hidrogen peroksida direaksikan membentuk senyawa performat dengan bantuan katalis H2SO4 (p), selanjutnya diikuti penambahan monogliserida oleat campuran dan direfluks pada suhu 40-45°C selama 2 jam. Dalam

(27)

Berdasarkan hasil FT-IR terhadap hasil epoksidasi dan hidrolisis dari monogliserida campuran diperoleh spektrum (Gambar 4.3) dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 3431 cm-1 yang merupakan serapan khas gugus OH. Pada daerah ini, sebelum diepoksidasi belum ditemui puncak serapan tersebut dan yang ditemui adalah pada daerah 3091 cm-1 (C-H sp2) serta pada daerah 1651 cm-1 (C=C) yang menunjukkan bahwa masing-masing ikatan π pada monogliserida oleat campuran telah dioksidasi dan berubah menjadi bentuk diol. Pada bilangan gelombang 2924 - 2852cm-1 dan menunjukkan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung oleh puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 1459 – 1415 cm-1 yang menunjukkan serapan khas dari vibrasi bending C-H sp3. Pada bilangan gelombang 1735 cm-1 menunjukkan serapan khas gugus karbonil (C=O) dan bilangan gelombang pada daerah 1173 cm-1 menunjukkan serapan khas gugus C-O-C yang menunjukkan adanya ester.

(28)

Adapun reaksi dari pembuatan gliseril 9,10-dihidroksi stearat adalah sebagai berikut :

Gliseril mono 9,10 dihidroksi stearat

(29)

2.

Gliseril di 9,10 dihidroksi stearat

H2O

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat campuran dapat disintesis dari asam oleat melalui reaksi esterifikasi, epoksidasi yang diikuti dengan hidrolisis. 2. Harga HLB dari senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat campuran adalah

sebesar 11,02 dan dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi o/w.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar memisahkan monogliserida dan digliserida yang diperoleh.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oleokimia

Oleokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari tentang proses pengolahan asam lemak dan gliserol serta derivatnya, baik yang dihasilkan dari minyak atau lemak maupun hasil sintesis dari produksi etilena dan propilena secara industri petrokimia.

Oleokimia mencakup pengertian sebagai proses pembuatan asam lemak dan turunannya serta proses pengolahannya dari berbagai reaksi sintesis kimia, sehingga menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk kebutuhan manusia (Richtler, et al , 1984).

Oleokimia alami merupakan senyawa kimia yang berasal dari minyak dan lemak tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dengan cara saponifikasi diikuti hidrolisis sehingga menghasilkan asam lemakbebas dan gliserol. Dari asam lemak ini, dapat dibuat turunan asam lemak seperti alkohol asam lemak, amina asam lemak dan lain-lain. Sedangkan oleokimia sintesis berasal dari petrokimia, misalnya pembuatan alkohol asam lemak dari etilena serta gliserol dari propilena (Austin, 1985).

(32)

Diagram alir dari oleokimia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Diagram alur Oleokimia

Bahan Dasar

Bahan Dasar Oleokimia Turunan Oleokimia

Minyak/

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik berasal dari hewan maupun tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang, dengan rumus umum :

O R – C – OH

(33)

leburnya. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam oleat mempunyai rantai karbon yang sama panjang dengan asam stearat, akan tetapi suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Di samping itu, makin banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya. Hal ini tampak pada titik lebur asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat (Poedjiadi, 2006).

Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya mempunyai ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap di antara satu atom-atom penyusunnya (Tambun, 2006).

Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis, walaupun sebagian kecil dalam bentuk trans. Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair akan semakin meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun dengan bertambahnya iakatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom karbon yang sama. Posisi asam lemak pada molekul trigliserida juga mempengaruhi titik cair minyak dan lemak. Posisi asam lemak yang simetris dalam molekul trigliserida mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi yang tidak simetris (Seager dan Slabough, 1994).

(34)

Sifat fisik dan fisiologi asam lemak ditentukan oleh panjang rantai dan derajat ketidakjenuhan. Semakin panjang rantai atom karbon, maka titik cair asam lemak semakin tinggi. Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan asam lemak, maka titik cairnya semakin rendah , serta asam lemak yang berstruktur trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada yang berstruktur cis (Ketaren, 2006).

Keberadaan ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk, yaitu cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis. Asam lemak trans hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan, tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus (Tambun, 2006).

2.2.1 Asam Oleat

Asam oleat atau asam heptadekana-8,1-karboksilat merupakan penyusun dari lemak-lemak tanaman atau hewan. Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara hidrolisis. Sebagian asam oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam palmitat. Sruktur asam oleat adalah CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH. Asam oleat membentuk cis karena mempunyai titik lebur yang rendah dan mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi (Sastrohamidjojo, 2005).

(35)

Asam oleat dapat dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses hidrolisa. Asam Oleat dapat juga dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis lemak. Dalam industri asam oleat banyak digunakan sebagai surface active, emulsifier, dan dalam produk-produk kosmetika.

Sifat-sifat fisika dan kimia asam oleat adalah sebagai berikut : a. Sifat Kimia :

larut dalam pelarut organik seperti alkohol bersifat hidrolisis

tidak stabil pada suhu kamar Asam lemak bebas 2,5-2,4 % b. Sifat Fisika :

berat molekul : 280,45 (kg/mol) titik leleh : 16,3 0C

titik didih : 285 0C indeks bias : 1,4565

spesifik gravity : 0,917-0,919 (25 0C) densitas : 0,8910 gr/ml

tidak larut dalam air mudah terhidrogenasi

merupakan asam lemak tak jenuh

(36)

Penelitian tentang asam oleat telah banyak dikembangkan, misalnya dalam pembuatan bahan bakar alternatif (biodiesel). Asam oleat dikonversi menjadi produk biodiesel di unit reaksi penambahan alkohol dan katalis, kemudian dimurnikan di unit pemisahan (Kusmiyati, 2008).

2.3 Esterifikasi

Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi. Esterifikasi juga dapat didefenisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya methanol, etanol, propanol, 1-butanol, amyl alkohol dan lain-lain. Asam anorganik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi, sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang aan berperan sebagai substrat (Ozgulsun, 2008).

Cara lain dalam pembuatan ester adalah dengan melewatkan HCl ke dalam campuran reaksi tersebut dan direfluks. Cara ini dikenal dengan nama metode Fischer-Speier. Esterifikasi tanpa katalis dapat juga dilakukan dengan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebih. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya benzene dan kloroform, sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan atau dengan menambahkan molecular sieves (Yan, 2001).

(37)

Reaksi esterifikasi ini dapat terjadi secara acak ataupun terarah. Secara umum reaksi esterifikasi dapat terjadi secara batch, semi continuously atau continuously. Reaksi ini akan berjalan dengan empat tahapan, yaitu : perlakuan minyak awal, penambahan katalis, terjadi reaksi dan deaktivasi enzim. Reaksi terjadi acak mengikuti hukum kemungkinan hingga komposisi yang terbentuk seimbang. Reaksi ini dapat terjadi pada suhu tinggi ataupun rendah. Secara komersial, reaksi ini berlangsung pada suhu tinggi 249°C tanpa katalis, atau pada suhu rendah dengan penambahan katalis metal alkali. Proses esterifikasi umumnya dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : suhu, lama pengadukan, jenis substrat, konsentrasi katalis dan perbandingan metanol dan asam lemak (Hui,1996).

Tabel 2.2 Kondisi Optimum Katalis Dalam Proses Esterifikasi Kimia.

Katalis untuk

(38)

Penggunaan katalis dalam reaksi esterifikasi akan berpengaruh terhadap peningkatan laju reaksi yang terjadi. Katalis yang digunakan dalam reaksi esterifikasi dapat berupa katalis kimia maupun katalis enzimatis. Kedua jenis katalis ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan katalis kimia saat ini lebih banyak digunakan dikarenakan katalis kimia memiliki kelebihan antara lain mudah penanganannya, harganya yang murah, mudah dipisahkan dan dapat digunakan dalam konsentrasi relatif rendah. Walaupun begitu penggunaan katalis kimia memiliki beberapa kekurangan, antara lain terjadinya variasi produk yang beragam karena gugus asil terdistribusi dengan acak. Selain itu diketahui juga bahwa produk hasil sintesis secara kimiawi memiliki rendemen yang rendah, warna yang gelap dan flavour yang kurang baik (Bornscheuer, 1995).

2.3.1 Ester Asam Lemak

Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi denga phospat seperti pada phospolipida. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan maupun untuk bahan oleokimia seperti surfaktan, aditif, dan deterjen (Endo, et al, 1997). Ester asam lemak yang paling sederhana adalah ester antara metanol dengan asam lemak yang dikenal luas sebagai metil ester asam lemak pada industri oleokimia. Metil ester asam lemak ini dapat dihasilkan melalui transesterifikasi secara metanolisis terhadap ester asam lemak dengan gliserol (Manurung, 2008).

(39)

c. Alkoholisis

O O

R-C-OR’ + R”-OH R-C-OR” + R’-OH

d. Asidolisis

O O O O

R-C-OR’ + R”-C-OH R”-C-OR’ + R-C-OH (Gandhi, 1997)

Ester merupakan turunan dari asam karboksiat, dimana dapat dibentuk melalui reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan alkohol, yang disebut dengan reaksi esterifikasi (Shreve, 1956)

Yang dikelompokkan sebagai ester asam lemak meliputi :

a. Ester karboksilat tunggal dengan panjang rantai karbon mulai dari C6 sampai C20

b. Ester asam lemak yang hanya mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. .

Ester asam lemak sering dimodifikasi untuk digunakan sebagai bahan makanan, surfaktan, polimer, sintesis, zat aditif, bahan kosmetik dan kebutuhan lain. Metil ester asam lemak yang merupakan bagian dari pada ester asam lemak mono alkohol merupakan zat antara dalam industri oleokimia, di samping dapat digunakan sebagai bahan bakar biodiesel (Ozgul, 1993).

(40)

2.4 Gliserol

Gliserol merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus-OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida.

Sifat fisik dari gliserol :

Merupakan cairan tidak berwarna Tidak berbau

Cairan kental dengan rasa yang manis Densitas 1,261

Gliserol dengan bentuk gunting Gliserol dengan bentuk sisir

Gambar 2.2 Struktur Gliserol

(41)

2.5 Monogliserida dan Digliserida

Sintesis monogliserida dan digliserida dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah esterifikasi langsung, reaksi gliserolisis dan dapat dilakukan secara enzimatis.

Monogliserida adalah mono ester gliserol dengan asam lemak yang merupakan gliserida sederhana, karena hanya satu gugus hidroksi pada gliserol yang diganti oleh asam lemak. Berdasarkan posisi asam lemak yang diikatnya

monogliserida terdiri dari α-monogliserida dan β-monogliserida. Sedangkan

berdasarkan asam lemak yang diikatnya monogliserida dapat terdiri dari beberapa jenis misalnya gliseril monostearat, gliseril monooleat dan lain-lain. Monogliserida

mudah sekali berisomerisasi yaitu perubahan bentuk dari β-monogliserida menjadi α

-monogliserida. α-monogliserida mudah berubah menjadi β-monogliserida dalam

suasana asam, basa atau panas menjadi bentuk α-monogliserida yang lebih stabil

(Martin, 1953).

Gambar 2.3 Struktur ά dan β Monogliserida.

(42)

gliserol, melalui transesterifikasi metil ester asam lemak dengan gliserol, melalui reaksi hidrolisis trigliserida atau lemak dan melalui reaksi kondensasi asam lemak dengan gliserol atau dengan senyawa-senyawa turunannya (Awang, 2004).

Monogliserida merupakan komponen yang tersusun oleh satu rantai asam lemak yang diesterifikasi ke rantai gliserol, sehingga monogliserida bagian gugus hidroksil bebas, yang merupakan hidrofilik dan gugus ester asam lemak yang merupakan gugus hidrofobik. Karena sifat afinitas gandanya atau sering disebut amphifilik tersebut, monogliserida dapat digunakan sebagai emulsifier. Monogliserida dengan satu gugus asam lemak dan dua gugus hidroksil bebas pada gliserol membuatnya bersifat seperti lemak dan air (Potter, 1986). Monogliserida dapat disentesis melalui beberapa metode yaitu hidrolisis selektif terhadap trigliserida, esterifikasi asam lemak atau ester asam lemak dengan gliserol dan gliserol dengan lemak /minyak (Bornscheuer, 1995).

Monogliserida dapat diperoleh secara alami dan sintesis. Secara alami monogliserida hanya dalam jumlah kecil saja yaitu hasil hidrolisa lemak atau minyak oleh enzim lipase selama penyimpanan.Dalam industri, monogliserida biasanya dibuat dengan dua cara, yaitu dengan cara gliserolisis (reaksi antara gliserol dengan lemak/minyak) dan reaksi esterifikasi langsung antara asam lemak dengan gliserol. Esterifikasi langsung dapat menggunakan katalis, misalnya NaOH dan dapat juga menggunakan protective group, misalnya asetonasi menggunakan aseton sebagai protective group (Brahmana, 1989).

Digliserida atau diasilgliserida (DAG) adalah ester dari gliserol, dimana dua gugus hidroksil gliserol teresterifikasi oleh asam lemak. Digliserida terdapat secara alami pada beberapa minyak dan lemak dengan jumlah berkisar ± 5%.

(43)

(Flickinger dan Matuso, 2005). Sintesis 1,3-diasilgliserida dengan hasil cukup besar menggunakan enzim lipase yang spesifik bekerja pada posisi 1 dan 3 gliserol telah dapat dilakukan. Enzim lipase yang digunakan berasal dari Chromobacterium viscosum, Rhizopus delemar dan Rhizomucor miehei dengan donor aslinya berasal dari asam lemak bebas, alkil ester asam lemak dan vinil ester. Keseluruhan reaksi dilakukan dalam pelarut n-heksan, dietil eter atau t-BuOMe (Maki, et al , 2002)

2.6 Epoksida

Epoksida ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang mengandung satu atom oksigen (Hart,2003). Epoksida ini mudah terkena serangan nukleofilik karena elektronegativitas oksigen yang menyebabkan terpolarisasinya ikatan C-O (Bresnick, 2002). Penamaan epoksida disebut dengan oksirana. Senyawa oksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun manfaat hasil reaksi terus dikembangkan (Wisewan, 1983).

Epoksidasi terhadap ikatan rangkap adalah salah satu modifikasi kimia terhadap berbagai senyawa yang memiliki ikatan π. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran epoksida dapat dipakai sebagai zat antara untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia, yakni alkohol, alkanol amin, senyawa karbanil, ester, dan bahan polimer.

(44)

asam peroksi mengoksidasi ikatan rangkap, sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap dan pembentukan gugus oksiran (Nasution, 2006).

Minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh merupakan sumber menarik untuk diperbaharui dalam menghasilkan produk baru yang berguna tetapi kereaktifannya perlu ditingkatkan melalui penambahan gugus fungsi kedalam molekul asam lemaknya, dengan demikian dengan berbagai reaksi kimia dan biokimia telah dilakukan berbagai cara pengubahan menjadi produk yang lebih berharga. Sejalan dengan reaksi tersebut, epoksida memegang peranan penting karena minyak maupun ester asam lemak yang terepoksidasi dapat digunakan untuk membuat senyawa-senyawa yang berbeda fungsinya dalam industri seperti plastizer, stabilizer, resin, PVC, polyester, poliuretan, resin epoksi, dan pelapisan permukaan (Carlson dan Chang, 1985).

Metode yang umum digunakan untuk mensintesis epoksida adalah reaksi alkena dengan asam peroksida dan prosesnya dinamakan epoksidasi. Peroksida merupakan sumber elektrofilik oksigen dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan dari alkena (Riswiyanto, 2002).

Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin, yaitu :

1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim.

2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali dengan hidrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi. 3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen, dengan garamnya

sebagai reagen dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap. 4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang

(45)

Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan (Goud, et al, 2006)

Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

O O

Gambar 2.4 Reaksi Epoksidasi Terhadap Gugus Olefin Pada Senyawa Alkena

2.7 Poliol

Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu. Dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun aditif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam, seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin.

(46)

hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi lipofil. Adanya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi, seperti obat-obatan (Jung, et al, 1998).

Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat, linoleat maupun linolenat. Seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelai melalui proses ozonolisis katalitik dan dihasilkan komposisi gliserida yang baru, yang mana komponen utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil yang baru. Senyawa yang terbentuk berupa campuran mono, di dan trigliserida yang memiliki gugus hidroksi.

Kebutuhan poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri oleokimia. Pada awalnya telah dimanfaatkan risinoleat dari minyak jarak sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposisi utamanya adalah gliserol tririsinoleat. Bahan poliol dari sumber minyak nabati dikembangkan melalui transformasi ikatan π pada asam lemak tidak jenuh, baik sebagai trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga alkil asam lemak, melalui proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi, hidroformulasi dan metathesis (Goud, et al, 2002).

2.8 Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai kesetimbangan. Katalis berpengaruh untuk mengubah kecepatan konversi (pengubahan) substrat menjadi produk dalam suatu reaksi. Katalis tidak akan mengubah nilai ketetapan kesetimbangan, dan tidak mengalami perubahan apapun. Menurut teori kecepatan reaksi absolute, peranan katalis adalah menurunkan energi aktivasi (Cotton dan Wilkinson, 1989)

(47)

pada fasa yang sama disebut katalis homogen, dan bila katalis berada pada fasa yang berbeda dari reaktannya dikatakan sebagai katalis heterogen.

Pada pembuatan monogliserida secara gliserolisis, jumlah gliserol yang dicampurkan pada minyak berkisar 25-40% dan ditambah katalis sebesar 0,05-0,2%. Katalis yang banyak digunakan adalah NaOH, tapi disamping itu, dapat juga digunakan KOH (Stirton, 1964)

Pada proses esterifikasi langsung, gliserol direaksikan dengan asam-asam lemak seperti asam oleat, linoleat, stearat, laurat dan lain-lain dalam suasana vakum pada suhu 180°C katalis yang digunakan adalah NaOH. Reaksi terjadi dalam dua tingkatan. Pertama molekul asam lemak menyebar secara acak antara ketiga gugus OH dari gliserol yang menghasilkan trigliserida, dan tingkatan kedua adalah campuran antara gliserolisis dan esterifikasi. Kesetimbangan reaksi dicapai setelah pemanasan berlangsung selama 1-4 jam. Pada akhir kesetimbangan reaksi, baik secara gliserolisis maupun esterifikasi langsung, campuran yang dihasilkan tidak seluruhnya merupakan monogliserida, tetapi terdiri dari campuran digliserida dan trigliserida (Choudhury,1962).

2.9 Emulsifier

Emulsifier adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan diantara dua fase yang tidak saling bercampur, sehingga dapat bersatu dan berbentuk emulsi (Dziezak, 1988). Emulsifier biasanya berupa ester yang memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik.

(48)

segmen lipofilik dan hidrofilik seperti monogliserida dan digliserida. Cara kerja emulsifier ini dengan menurunkan tegangan permukaan antara dua fase kemudian akan menstabilkan produk ( Kamel, 1991).

Emulsifier dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai HLB. Nilai tersebut menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air atau polar) dan gugus lipofilik (menyukai minyak atau non polar) dari dua fase yang diemulsikan. Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah biasanya diaplikasikan ke dalam produk emulsi water in oil (w/o), sedangkan emulsifier dengan nilai HLB tinggi sering digunakan dalam produk emulsi oil in water.

Klasifikasi emulsifier berdasarkan nilai HLBnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Nilai HLB dan Aplikasinya

Nilai HLB Aplikasi

3-6 Emulsifier w/o

7-9 Wetting agent

8-18 Emulsifier o/w

13-15 Detergen

15-18 Stabilizer

Sumber : Becker (1983)

2.10 Kromatografi Gas

(49)

Dikenal dua macam metode kromatografi gas yaitu : 1. Kromatografi Gas Padat (KGP)

Dimana sebagai fase diam adalah butiran-butiran adsorben padat dan fase gerak adalah gas. Mekanisme pemisahan komponen sampel adalah perbedaan sifat fisik adsorbs oleh fase diam. Ada beberapa kelemahan pada KGP yaitu adsorbs fase diam terhadap komponen-komponen sampel bersifat semipermanen terutama terhadap molekul yang aktif atau molekul yang polar. Disamping itu KGP seringkali memberikan bentuk kromatogram yang berekor dan efektivitas pemisahaan komponen sangat dipengaruhi bobot molekul. KGP lebih efektif untuk pemisahaan komponen-komponen dengan massa molekul relatif rendah.

2. Kromatografi Gas Cair (KGC)

Pada KGC sebagai fase gerak adalah gas yang lembam dan fase diam adalah cairan yang disalutkan tipis pada permukaan butiran padat sebagai pendukung. Mekanisme pemisahannya adalah perbedaan partisi komponen-komponen sampel di antara fase gas dan fase cair ( Mulja, 1995).

Kromatografi gas (KG) merupakan metode pilihan untuk pemisahaan dan analisis kuantitatif asam-asam lemak. Untuk meningkatkan volatilitasnya dan untuk meningkatkan efesiensi pemisahan, asam-asam lemak pada umumnya diderivatisasi sebelum dilakukan analisis secara KG. Metilasi merupakan metode derivatisasi yang paling sering digunakan karena sederhana dan biayanya murah. Kolom kapiler lebih dipilih untuk analisis asam-asam lemak ini karena mempunyai kapasitas pemisahaan yang lebih tinggi. Metilasi dilakukan dengan BF3 10 % dalam metanol. Kolom kapiler silica lebur ( CP Sil 88,50 x 0,25 mm i.d; ketebalan lapisan 0,20 mikron) digunakan untuk pemisahaan secara isothermal. Suhu kolom bervariasi antara 155oC – 185oC; suhu lubang injeksi dan suhu detector dipertahankan pada suhu 250oC. Helium digunakan sebagai gas pembawa (tekanan inlet 120 kPa). Urutan retensi metal ester asam lemak tergantung pada suhu kolom (Rohman, 2008).

(50)

tambat), yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom. Kekurangan alat ini adalah tidak mudah memisahkan campuran dalam jumlah yang besar (Mc Nair, 1988). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat, yang diukur mulai saat penyuntikan sampai terjadi elusi (Gritter, 1991).

Hampir setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi. Sifat- sifat yang harus dimiliki cuplikan agar dapat dipisahkan dengan kromatografi, antara lain :

1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)

2. Kecenderungan molekul untuk melarut pada permukaan serbuk halus (adsorpsi)

3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Willet, 1987)

2.11 Spektroskopi Inframerah

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan diukur pada spektrofotometer inframerah. Spektra di daerah merah dapat dipergunakan untik mempelajari sifat-sifat bahan. Perubahan struktur yang sedikit saja, dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spektogram panjang gelombang vs transmitansi. Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul, dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif.

(51)

Spektra inframerah biasanya merupakan spektrofotometer berkas ganda dan terdiri dari empat bagian utama, yaitu sumber cahaya, monokromator, kisi difraksi dan detektor.

1. Sumber cahaya

Sumber cahaya berfungsi untuk memberikan panjang gelombang yang dibutuhkan untuk analisa. Berbagai tipe sumber inframerah digunakan sesuai dengan kebutuhannya.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mengurangi spektrum sinar menjadi berbagai spektra sesuai dengan urutan panjang gelombang yang dianalisa, yang diperoleh melalui sebuah slit (celah) panjang gelombang.

3. Sampel ditempatkan pada sebuah sel yang dibuat khusus. Syarat umum dari sel untuk sampel ini adalah transparan terhadap panjang gelombang yang

digunakan. Berarti sel untuk inframerah harus transparan terhadap sinar inframerah. Umumnya sel ini terbuat dari NaCl yang memiliki sifat kekerasan yang mudah larut dalam air.

4. Detektor

Detektor yang digunakan juga bermacam-macam sesuai dengan tipe

instrumennya. Untuk spektrofotometer infra double beam, data pengukuran transmitans dari sampel diolah dan ditampilkan dalam bentuk spektogram (grafik) yang menggambarkan hubungan antara frekuensi dan persen (%) transmitans. Spektogram ini berguna untuk identifikasi secara kualitatif. Alat-alat yang modernkebanyakan menggunakan detektor “thermopile”. Dasar kerja thermopile adalah sebagai berikut : Jika 2 kawat logam yang berbeda

(52)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Monogliserida dan digliserida mempunyai sifat hidrofilik karena gugus hidroksil bebas yang dimilikinya dan bersifat hidrofobik karena adanya residu asam lemak. Monogliserida dan digliserida larut parsial dalam air dan dalam lemak, sehingga monogliserida dan digliserida merupakan zat pengemulsi yang baik. Monogliserida dan digliserida biasanya ditambahkan sebagai shorterning dan pengelmulsi dalam beberapa produk makanan (Potter, 1986).

Untuk memperoleh senyawa monogliserida telah dilakukan melalui reaksi gliserolisis terhadap lemak maupun metil ester asam lemak, baik secara kimiawi maupun secara enzimatis. Suarti (2008) telah membuat senyawa monogliserida melalui reaksi gliserolisis campuran minyak inti sawit dan stearin untuk pembuatan shortening dengan menggunakan katalis natrium metoksida.

Noureddini (2004) mengatakan bahwa monogliserida dan digliserida dapat dibuat dari semua senyawa gliserida baik yang berasal dari lemak maupun minyak. Senyawa gliserida tersebut direaksikan dengan gliserol dan menggunakan katalis natrium / kalium gliserolat yang dibuat dari NaOH / KOH dan gliserol. Reaksi dilakukan pada suhu 220-250oC dalam tekanan atmosfir.

(53)

minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh tinggi (Goud,et al, 2006).

Salah satu produk epoksida yang dapat dihasilkan menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakunya adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Polihidroksi trigliserida merupakan senyawa turunan dari minyak atau lemak yang memiliki gugus hidroksil lebih dari dua. Senyawa polihidroksi trigliserida ini banyak digunakan sebagai bahan pembuatan poliuretan, bahan aditif untuk plastik, pelumas, surfaktan dan lain-lain sehingga kebutuhan akan senyawa ini menjadi sangat tinggi.

Senyawa polihidroksi trigliserida ini dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi. Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi pembentukan cincin epoksida (oksiran) dan diikuti reaksi pembentukan cincin oksiran. Senyawa trigliserida tidak jenuh yang terkandung dalam minyak nabati ini diepoksidasi menggunakan asam peroksi, yang terbuat dari asam karboksilat dan hidrogen peroksida (Gan, 1992).

Adanya ikatan π pada senyawa organik seperti halnya asam lemak tidak jenuh

melalui reaksi epoksidasi dilanjutkan dengan hidrolisis akan menghasilkan senyawa poliol (Fessenden,,R.J,1994).

Ikatan π pada metil resinoleat dari minyak jarak juga telah berhasil

diepoksidasi dan dilanjutkan dengan alkoksilasi untuk menghasilkan senyawa metil [9-(2,3-dihidroksipropoksi)-10,12-dihidroksioktadekanoat] (Ocha,2009).

(54)

1.2 Permasalahan

1. Apakah senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat campuran dapat dihasilkan melalui hidrolisis terhadap epoksida dari monogliserida oleat campuran.

2. Berapakah nilai HLB dari hasil yang diperoleh.

1.3 Pembatasan Masalah

Permasalahan dibatasi pada :

1. Monogliserida oleat campuran yang digunakan diperoleh melalui reaksi esterifikasi antara asam oleat dengan gliserol menggunakan katalis NaOH. 2. Epoksidasi terhadap monogliserida campuran dilakukan dengan menggunakan

asam performat dan katalis H2SO4

3. Analisis hasil dilakukan dengan menggunakan GC, IR, Bilangan Iodin dan HLB

(p).

4. Penentuan harga HLB dilakukan dengan metode titrasi dengan menentukan harga bilangan asam dan bilangan penyabunan.

5. Penentuan harga bilangan iodin dilakukan dengan metode Wijs.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menghasilkan senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat campuran melalui hidrolisis senyawa epoksida dari monogliserida oleat campuran.

(55)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi salah satu pemanfaatan asam oleat bagi industri oleokimia dalam menghasilkan gliseril 9,10-dihidroksi stearat sebagai bahan untuk surfaktan.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik F.MIPA-USU Medan, analisa kandungan gliserida dengan kromatografi gas dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Bea Cukai Belawan dan analisa bilangan iodin dilakukan di salah satu laboratorium kimia Perusahaan Swasta di Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

(56)

ABSTRAK

(57)

ABSTRACT

(58)

SINTESIS GLISERIL 9,10-DIHIDROKSI STEARAT DARI MONO

GLISERIDA OLEAT CAMPURAN YANG DIPEROLEH

MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI DENGAN

MENGGUNAKAN KATALIS NaOH

SKRIPSI

DEWI PRATIWI

070802036

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(59)

SINTESIS GLISERIL 9,10-DIHIDROKSI STEARAT DARI MONO

GLISERIDA OLEAT CAMPURAN YANG DIPEROLEH

MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI DENGAN

MENGGUNAKAN KATALIS NaOH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DEWI PRATIWI

070802036

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

PERSETUJUAN

Judul : SINTESIS GLISERIL 9,10-DIHIDROKSI STEARAT DARI MONOGLISERIDA OLEAT CAMPURAN YANG DIPEROLEH MELALUI REAKSI

ESTERIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS NaOH

Kategori : SKRIPSI

Nama : DEWI PRATIWI

No Induk Mahasiswa : 070802036

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Januari 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Drs. Darwis Surbakti, MS

NIP. 195307071983031001 NIP. 195307041980031002 Dr. Adil Ginting, M.Sc

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia F.MIPA USU Ketua,

(61)

PERNYATAAN

SINTESIS GLISERIL 9,10-DIHIDROKSI STEARAT DARI

MONOGLISERIDA OLEAT CAMPURAN YANG DIPEROLEH MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS NaOH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

(62)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan rencana dan kehendakNya. Banyak hal sebagai pembelajaran dan pembentukan diri yang penulis rasakan setiap waktu, sehingga semakin melihat dan merasakan kebaikan dan kebesaranNya.

Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Adil Ginting, M.Sc selaku pembimbing I serta bapak Drs. Darwis Surbakti, MS selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan serta dukungan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan. Kepada seluruh staf ahli Laboratorium Kimia Organik/Proses Kimia F.MIPA USU, bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc , bapak Dr. Mimpin Ginting, MS , ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si , ibu Dr. Juliati Tarigan, M.Si , ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan ibu Helmina Sembiring M.Si yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama melakukan penelitian, serta kepada seluruh staf dan dosen FMIPA-USU yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Drs. Lasman Purba dan Erli Kristina br Ginting yang selalu memberikan dukungan doa, kasih sayang dan materil, kepada adik tersayang Theo Sam Joseph Purba dan kepada yang terkasih Roy Marananndo atas dukungan dan perhatiannya. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih untuk para sahabat, Silorida br Tarigan, Stephanus Pasaribu, Ira Flora Purba, Bahtiar Lubis, Cristy Halomoan, Nova Maria, William Singarimbun, Pahala Simbolon, Sarwedi Situngkir dan Best Avesta yang selalu memberikan bantuan dan semangat, juga kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Organik : Samuel, Deny, Sion, Mutiara, Bayu, Egi, Rimenda, Despita, Naomi, Sophia, Dian dan Yabes, serta kepada seluruh teman seangkatan 2007 dan adik-adik stambuk 2008, 2009 dan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam demi pengembangan Bangsa dan Negara.

Medan, Januari 2013 Penulis

(63)

ABSTRAK

(64)

ABSTRACT

(65)

DAFTAR ISI

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oleokimia 5

2.2. Asam Lemak 6

2.2.1 Asam Oleat 8

2.3. Esterifikasi 10

2.3.1Ester Asam Lemak 12

2.4. Gliserol 14

2.5. Monogliserida dan Digliserida 15

2.6. Epoksida 17

2.7. Poliol 19

2.8. Katalis 20

2.9. Emulsifier 21

2.10. Kromatograsi Gas 22

2.11. Spektroskopi Inframerah 24

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat 26

3.2. Bahan 27

3.3. Prosedur Penelitian 28

(66)

3.3.1.1 Pembuatan Larutan KOH-Alkohol 0,5N 28 3.3.1.2 Pembuatan Larutan KOH 0,5N 28 3.3.1.3 Pembuatan Larutan HCl 0,1N 28 3.3.1.4 Pembuatan Larutan H2C2O4

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Indikator Fenolptalein 1% 28

0,1N 28

3.3.1.6 Pembuatan Alkohol Netral 29

3.3.1.7 Pembuatan Larutan KI 10% 29

3.3.1.8 Pembuatan Larutan Na2S2O3

3.3.1.9 Pembuatan Larutan KOH 0,1N 29

0,1N 29

3.3.1.4 Pembuatan Larutan Asam Sitrat 10% 29 3.3.2. Pembuatan Monogliserida oleat campuran 30 3.3.3. Pembuatan Gliseril 9,10 dihidroksi stearat 30

3.3.4. Prosedur Analisis 31

3.3.4.1 Analisis Bilangan Penyabunan 31

3.3.4.2 Analisis Bilangan Asam 31

3.3.4.3 Penentuan Harga HLB 32

3.3.4.4 Analisis Bilangan Iodin 32

3.4. Bagan Penelitian 33

3.4.1. Pembuatan Monogliserida oleat campuran 33 3.4.2. Pembuatan Gliseril 9,10 dihidroksi stearat 34

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 35

4.1.1. Pembuatan Monogliserida oleat campuran 35 4.1.2. Pembuatan Gliseril 9,10 dihidroksi stearat 37

4.2. Pembahasan 38

4.2.1. Pembuatan Monogliserida oleat campuran 38 4.2.2. Pembuatan Gliseril 9,10 dihidroksi stearat 40

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 42

5.2. Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

(67)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Diagram alur oleokimia 6

Tabel 2.2. Kondisi optimum katalis dalam proses esterifikasi kimia 11

Tabel 2.3. Nilai HLB dan aplikasinya 22

(68)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur trans dan cis asam oleat 8

Gambar 2.2 Struktur gliserol 14

Gambar 2.3 Struktur ά dan β monogliserida 15 Gambar 2.4 Reaksi epoksidasi terhadap gugus olein pada senyawa alkena 19 Gambar 4.1. Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat dengan katalis 36

NaOH

Gambar 4.2. Spektrum FT-IR hasil esterifikasi asam oleat dengan katalis 36 NaOH

(69)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Standar Kromatografi Total 49 Lampiran B. Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat

menggunakan katalis NaOH 50

Lampiran C. Spektrum FT-IR Asam Oleat 51 Lampiran D. Spektrum FT-IR hasil esterifikasi asam oleat

menggunakan Katalis NaOH 52

Lampiran F. Spektrum FT-IR hasil epoksidasi dan hidrolisis

monogliserida campuran 53

Gambar

Gambar 4.1 Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat dengan katalis NaOH
Tabel 4.1 Persen komposisi hasil  reaksi esterifikasi asam oleat dengan katalis                      NaOH
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR senyawa gliseril 9,10-dihidroksi stearat
Gambar 4.4 Reaksi  esterifikasi asam oleat menggunakan katalis NaOH
+6

Referensi

Dokumen terkait

a) Hasil dari negosiasi biaya yang mencakup aspek – aspek kesesuaian rencana kerja dengan jenis pengeluaran biaya, volume kegiatan dan jenis pengeluaran biaya

a) Hasil dari negosiasi biaya yang mencakup aspek – aspek kesesuaian rencana kerja dengan jenis pengeluaran biaya, volume kegiatan dan jenis pengeluaran biaya

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W4, 2015 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Rencana pengelolaan aspek produksi adalah meliputi kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pengelolaan hutan sebagai komunitas tegakan kayu jati dan rimba

Cara kerja dan tahapan pekerjaan utama tidak diuraikan dengan lengkap sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan yang secara teknis dapat dilaksanakan, dan cara kerja dari

kecamatan dalam memfasi- litasi kegiatan pemerintah an dengan baik dan lancar bidang perekonomi an Pemkab yang dapat difasilitasi dengan lancar bidang perekonomia n dapat di

Again, the experimental case for the 40-year-old male was considered and the path that is suggested for him by the application (Figure 4-a) was compared with the shortest

Untuk merealisasikan strategi pencapaian visi dan misi daerah tadi, secara fungsional Kecamatan Maron dituntut untuk mampu menterjemahkannya kedalam berbagai bentuk