• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Diabetes Melitus dengan Gangguan Pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Diabetes Melitus dengan Gangguan Pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

ANNISA DWI ANDRIANI 090100056

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

ANNISA DWI ANDRIANI 090100056

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Diabetes Melitus dengan Gangguan Pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012

Nama : Annisa Dwi Andriani NIM : 090100056

Pembimbing Penguji

(dr. Andrina Y. M. Rambe, Sp. THT-KL) (dr. Riri Andri, Sp.PD) NIP. 19710622 199703 2 001 NIP. 19791224 200812 2 001

(dr. Sarma N. Lumbanraja, Sp.OG) NIP. 19600116 1986111 001

Medan, Januari 2013 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

Abstrak

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi gula dalam darah yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak, metabolisme protein, dan berbagai komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran.

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) di RSUP H. Adam Malik Medan, secara consecutive sampling mulai bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan tes penala terhadap penderita Diabetes Melitus dan kelompok pembanding untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan tes penala terhadap kelompok DM dan kelompok pembanding untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Data dianalisa dengan uji Chi Square dan Kolmogorov Smirnov, dengan tingkat kemaknaan 5%.

Total seluruh sampel sebanyak 80 sampel, 40 sampel pada kelompok DM dan 40 sampel pada kelompok pembanding. Pada kelompok DM didapat jenis gangguan pendengaran terbanyak adalah sensorineural yaitu sebanyak 33 sampel (41,3%) diikuti dengan yang normal sebanyak 6 sampel (7,5%) dan gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel (1,3%). Sedangkan pada kelompok pembanding didapatkan hasil pemeriksaan yang terbanyak adalah Normal sebanyak 23 sampel (28,8%), diikuti gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 16 sampel (20%) dan gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel (1,3%). Dijumpai hubungan yang bermakna antara DM dengan gangguan pendengaran (p < 0,05).

Terdapat hubungan yang bermakna antara Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran.

(5)

Abstract

Diabetes mellitus is a disease characterized by an increase in the blood sugar concentration associated with abnormalities in carbohydrate, fat, protein metabolism, and microvascular and macrovascular complications. The abnormality of cell growth and cell death is the basis of the chronic complications of diabetes mellitus in macroangiopathy and microangiopathy. The aim of this study is to learn the correlation of Diabetes Mellitus with hearing impairment.

This is a cross sectional study performed in RSUP H. Adam Malik Medan. Sample was collected through Consecutive Sampling, starting from July 2012 to September 2012. All sample underwent routine ENT examination and tuning fork test to determine type hearing impairment. Data was analysed through Chi Square Test and Kolmogorov Smirnov.

This analytic study includes 80 samples divided into two groups : 40 patients in diabetic group and 40 healthy individual in control group. The result in diabetic group show 33 samples (41,3%) with Sensorineural Hearing Loss (SNHL), 6 samples (7,5%) with normal hearing, and 1 sample (1,3%) with Conductive Hearing Loss . In control group, the result show 23 samples (28,2%) with normal hearing, 16 samples (20%) with SNHL, and 1 sample (1,3%) with conductive hearing loss. Significance correlation was found between DM with hearing impairment (p < 0,05).

Significance correlation was found between Diabetes Mellitus with hearing impairment.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mencari hubungan Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran . Namun demikian, mudah-mudahan karya tulis ini dapat menambah perbendaharaan penelitian tentang Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran. Dalam penyelesaian proposal penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku

rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu dr. Andrina Y. M. Rambe, Sp. THT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. dr. Riri Andri, Sp.PD selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu dr. Sarma N. Lumbanraja, Sp.OG , selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

(7)

7. Seluruh peserta penelitian yang telah banyak berjasa secara sukarela bersedia menjadi sampel dalam penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

9. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2009 yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril dalam baik dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal penelitian ini.

Medan, 11 Desember 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ………..

(9)

2.4. Patofisiologi Gangguan Pendengaran Karena DM …..

13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI

OPERASIONAL ………... 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………. 19

3.2. Definisi Operasional ……….. 19

BAB 4 METODE PENELITIAN ………. 22

4.1. Jenis Penelitian ……….. 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………... 4.2.1. Waktu ……….. Pengolahan dan Analisa Data ………

24 25 25

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian ... 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ...

(10)

BAB 6 5.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.. 5.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 5.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Gangguan Pendengaran ... 5.2.4. Hubungan Gangguan Pendengaran dengan DM ... 5.2.5. Hubungan Umur dengan Gangguan

Pendengaran pada DM ... 5.2.6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gangguan

Pendengaran pada DM ... 5.2.7. Hubungan Lama Sakit dengan Gangguan Pendengaran pada DM ... Kelemahan ...

KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan Tes Penala dan Diagnosis ... 10

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... ... 26

Tabel 5.2. Distribusi Sampel berdasarkan umur ... ... 27

Tabel 5.3. Distribusi gangguan pendengaran ... ... 27

Tabel 5.4 Hubungan DM dengan Gangguan pendengaran ... ... 28

Tabel 5.5. Hubungan Umur dengan gangguan pendengaran pada Penderita DM ... 29

Tabel 5.6 Modifikasi hubungan umur dengan gangguan Pendengaran pada penderita DM ... 30

Tabel 5.7. Hubungan jenis kelamin dengan gangguan Pendengaran pada penderita DM ... 31

Tabel 5.8. Hubungan lama sakit dengan gangguan pendengaran Pada penderita DM ... 32

Tabel 5.9. Modifikasi Hubungan lama sakit dengan gangguan pendengaran pada penderita DM... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Telinga ... 7

Gambar 2.2. Patofisiologi Komplikasi DM ... 17

Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 19

Gambar 2.4. OMSK Tipe Tubotimpani... 12

Gambar 2.5. OMSK Tipe Atikoantral... 13

Gambar 2.6. Perforasi Sentral... 14

Gambar 2.7. Perforasi Marginal... 14

Gambar 2.8. Perforasi Atik... 14

Gambar 2.9. Audiogram Tuli Konduktif... 26

Gambar 2.10. Audiogram Tuli Sensorineural... 26

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 3 Lembar Penjelasan

(14)

Abstrak

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi gula dalam darah yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak, metabolisme protein, dan berbagai komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran.

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) di RSUP H. Adam Malik Medan, secara consecutive sampling mulai bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan tes penala terhadap penderita Diabetes Melitus dan kelompok pembanding untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan tes penala terhadap kelompok DM dan kelompok pembanding untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Data dianalisa dengan uji Chi Square dan Kolmogorov Smirnov, dengan tingkat kemaknaan 5%.

Total seluruh sampel sebanyak 80 sampel, 40 sampel pada kelompok DM dan 40 sampel pada kelompok pembanding. Pada kelompok DM didapat jenis gangguan pendengaran terbanyak adalah sensorineural yaitu sebanyak 33 sampel (41,3%) diikuti dengan yang normal sebanyak 6 sampel (7,5%) dan gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel (1,3%). Sedangkan pada kelompok pembanding didapatkan hasil pemeriksaan yang terbanyak adalah Normal sebanyak 23 sampel (28,8%), diikuti gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 16 sampel (20%) dan gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel (1,3%). Dijumpai hubungan yang bermakna antara DM dengan gangguan pendengaran (p < 0,05).

Terdapat hubungan yang bermakna antara Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran.

(15)

Abstract

Diabetes mellitus is a disease characterized by an increase in the blood sugar concentration associated with abnormalities in carbohydrate, fat, protein metabolism, and microvascular and macrovascular complications. The abnormality of cell growth and cell death is the basis of the chronic complications of diabetes mellitus in macroangiopathy and microangiopathy. The aim of this study is to learn the correlation of Diabetes Mellitus with hearing impairment.

This is a cross sectional study performed in RSUP H. Adam Malik Medan. Sample was collected through Consecutive Sampling, starting from July 2012 to September 2012. All sample underwent routine ENT examination and tuning fork test to determine type hearing impairment. Data was analysed through Chi Square Test and Kolmogorov Smirnov.

This analytic study includes 80 samples divided into two groups : 40 patients in diabetic group and 40 healthy individual in control group. The result in diabetic group show 33 samples (41,3%) with Sensorineural Hearing Loss (SNHL), 6 samples (7,5%) with normal hearing, and 1 sample (1,3%) with Conductive Hearing Loss . In control group, the result show 23 samples (28,2%) with normal hearing, 16 samples (20%) with SNHL, and 1 sample (1,3%) with conductive hearing loss. Significance correlation was found between DM with hearing impairment (p < 0,05).

Significance correlation was found between Diabetes Mellitus with hearing impairment.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran, dari penyakit infeksi menjadi panyakit degeneratif menahun, misalnya diabetes melitus. Hal ini diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah, seperti pola makan dan kurangnya aktivitas fisik (Suryono, 2006). Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi gula dalam darah yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak, metabolisme protein, dan berbagai komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular (Inzucchi, 2005).

Berdasarkan data prevalensi diabetes melitus di dunia, diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 171 juta orang penderita diabetes melitus yaitu 2,8% dari total penduduk dunia , dan akan naik pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita diabetes melitus yaitu 4,4% dari total penduduk dunia. Indonesia menduduki urutan ke-4 terbanyak di dunia, yaitu dengan angka 8,4 juta pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild, 2004). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dansar (Riskesdans) tahun 2007, proporsi kematian pasien DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan di daerah perdesaan DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (DEPKES, 2009).

(17)

Berbagai penelitian prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Waspadaji, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di Amerika, didapatkan bahwa terjadi peningkatan gangguan pendengaran pada pasien diabetes melitus. Walaupun belum ada patofisiologi pasti, dipercayai perubahan patologi yang diakibatkan diabetes dapat merusak vestibular atau sistem neural telinga dalam, sehingga menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural (Bainbridge, 2008).

Gangguan pendengaran merupakan masalah yang disebabkan peningkatan umur, penyakit, keturunan dan kebisingan. Di dunia, menurut WHO, pada 2005 terdapat sedikitnya 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara, sedangkan pada bayi terdapat 0,1-0,2% menderita gangguan pendengaran sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1-2 bayi yang menderita gangguan pendengaran. Di Indonesia, menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, gangguan pendengaran dan gangguan pendengaran saat ini masih merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan hasil survei nasional, kesehatan indera penglihatan dan pendengaran di 7 provinsi diketahui prevalensi gangguan pendengaran sekitar 0,4% dan gangguan pendengaran adalah sekitar 16,8% (Jaafar, 2010).

(18)

Telah dilakukan penelitian sebelumnya dengan judul Prevalensi Gangguan Pendengaran pada Penderita DM yang berobat di Poliklinik Penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Tahun 2010 oleh Nur Rihana Binti Jaafar. Dan hasil yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah prevalensi gangguan pendengaran pada penderita DM sebanyak 75,4%.

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji pendengaran : konduktif, sensorineural dan gabungan keduanya atau tipe campuran. Gangguan pendengaran kondukif adalah akibat kelainan telinga luar atau tengah. Sedangkan gangguan pendengaran sensorineural timbul sekunder dari kelainan koklearis, saraf kedelapan atau saluran auditorik sentral. Ada beberapa macam cara tes uji pendengaran, antara lain : uji penala, audiometri nada murni, audiometri bicara, uji-uji khusus dan audiometri pediatrik (Lassman, 1997). Pada penelitian saya ini tes yang akan digunakan adalah tes penala.

Melihat efek dari diabetes melitus yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan diabetes melitus dengan gangguan pendengaran dan mengetahui angka kejadiannya di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah : Bagaimana hubungan Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui Hubungan gangguan pendengaran dengan Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

(19)

2. Mengetahui hubungan umur dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

3. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

4. Mengetahui hubungan lamanya sakit DM dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

1.4.Hipotesa

1. Ada hubungan antara DM dengan gangguan pendengaran

2. Ada hubungan antara DM dengan jenis gangguan pendengaran pada penderita DM

3. Ada hubungan antara umur dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

4. Ada hubungan jenis kelamin dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

5. Ada hubungan lamanya sakit DM dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Pasien

Memberikan informasi kepada penderita DM tentang status pendengarannya

1.5.2. Bagi Peneliti

(20)

1.5.3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan di perpustakaan besar Universitas Sumatera Utara, yang diharapkan bermanfaat sebagai pembanding dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.5.4. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan evaluasi dan rujukan untuk mengetahui hubungan gangguan pendengaran dengan diabetes melitus pada praktik klinis

1.5.5. Bagi Masyarakat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TELINGA

2.1.1. Anatomi Telinga

Telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam : a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang (Soetirto, 2007).

b. Telinga tengah

Telinga tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus tulang temporal. Dengan membran timpani sebagai batas antara telinga luar dan dalam. Terdiri dari maleus (martil), inkus (anvil) dan stapes (sanggurdi). Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibuli, yang memisahkah telinga tengah dengan dalam (Sloane, 2003). c. Telinga dalam

(22)

2.1.2. Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran diawali dengan dikumpulkan dan disalurkan gelombang suara oleh Pinna, yaitu suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, ke saluran telinga luar. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah. Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang-tulang tersebut bergerak memindahkan frekuensi gerakan yang sama dari

(23)

membran timpani ke oval window (sherwood, 2001). Ada dua cara telinga tengah menguatkan getaran suara. Pertama dengan menggunakan permukaan luas membran timpani, dan digabungkan dengan area kecil dari stamis. Kedua tuas antara malleus dan inkus juga meningkatkan getaran amplitudo suara (Oghalai, 2008). Gerakan tersebut menyebabkan perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto, 2007).

2.1.3. Tes Audiologi

Audiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya (Soetirto, 2007).

Tes audiologi dapat diklasifikasikan berdasarkan pengukuran threshold atau ambang batas pendengaran, suprathreshold dari bicara, pengukuran fungsi telinga tengah, pengukuran fungsi koklear, penentuan hubungan fungsi neural dan vestibular. Beberapa tes tersebut antara lain : audiometry nada murni, speech recognition, immittance battery, otoacoustic emissions, electrophysiology, dan electronystagmography (Sweetow, 2008).

Audiologi medik dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus. a. Audiologi Dasar

Pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan:

(24)

• Tes berbisik bersifat semi-kuantitatif.

• Tes Audiometri nada murni akan menghasilkan audiogram sehingga diperlukan alat audiometri.

b. Audiologi Khusus

Diperlukan untuk membedakan gangguan pendengaran sensorineural koklea dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk gangguan pendengaran anorganik, audiologi anak, audiologi industi (Soetirto, 2007).

2.1.4. Tes Penala

Tes penala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti : a. Tes Rinne

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga pasien. Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).

b. Tes Weber

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

c. Tes Schwabach

(25)

bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan Tes Penala dan Diagnosis Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada

lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit

Memanjang Tuli Konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat

Memendek Tuli Sensori-neural Catatan : pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif

2.2. GANGGUAN PENDENGARAN/GANGGUAN PENDENGARAN

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran diukur dengan jumlah tingkat kerugian yang disebut desibel (dB) (Vorvick, 2011).

Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat kesalahan pada aurikula, kanal auditori eksternal, telinga tengah, telinga dalam, dan nervus pendengaran (Lalwani, 2008).

Secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

(26)

b. Gangguan pendengaran sensorineural atau sensorineural hearing loss (SNHL), akibat masalah di telinga dalam (Vorvick, 2011).

2.2.1. GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

Gangguan pendengaran sensori atau Sensorineural hearing loss (SNHL) merupakan suatu penyakit umum, memiliki efek dari tidak terdeteksi sampai hilangnya kemampuan fungsi sosial (Lalwani, 2008).

a. Etiologi

Developmental and hereditary disordersi : Waardenburg’s syndrome, Alpot’s syndrome, Usher’s syndrome, kelainan telinga dalam, Large vestibular aqueduct syndrome.

Infeksi : labirinitis, otitis media, infeksi virus (Herpes Zoster oticus, Measles, Mumps, CMV, Sipilis, Rocky Mountain Spotted Fever.

Toksisitas obat : Aminoglycosides, loop diuretik, antimalaria, salisilats, NSAIDs, vankomisin, erithromisin, cisplatinum, antineoplastik, Vincristin, eflornithine, deferoxamine, lipid-lowering drugs.

Penyakit lain : kelainan ginjal

Trauma : cedera kepala, akibat kebisingan dan trauma akustik, barotrauma dan fistudia perilimpatik, irradiation.

Neurologic disorders : Multiple Sklerosis, Benign Intrakranial Hypertension.

Kelainan vaskular dan hematologi : migraine, oklusi arteri vertebrobasilar, Rheologic disorders dan blood dyscrasias (Waldenstrom’s macroglobulinemia, cryoglobulinemia, anemia bulan sabit, leukemia, lymphoma, caradiopulmonary bypass, vascular loop.

Penyakit imun : penyakit sistemik autoimun, primary autoimmune inner ear disease, AIDS, sindrom paraneoplastic.

Kelainan tulang : otosklerosis, paget’s disease, neoplasma, kelainan endokrin dan metabolisme, pseudohypacusis.

(27)

b. Diagnosis

Anamnesa dilakukan terlebih dahulu mencakup : durasi, onset (tiba-tiba atau perlahan), perjalanan penyakit (cepat atau lambat), jumlah telinga yang terkena (unilateral atau bilateral).

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah melakukan anamnesa, yaitu mencakup : pemeriksaan telinga (evaluasi aurikula, telinga luar, membran timpani), pemeriksaan organ lain (hidung, nasofaring, ogan pernapasan atas), dan pemeriksaan dengan menggunakan garputala (Rinne, Weber, Scwabach).

Tes Audiologi dilakukan untuk menegakkan diagnosa secara pasti, dapat menggunakan audiometri nada murni hantaran udara dan hantaran tulang. (Lalwani, 2008).

2.2.2. GANGGUAN PENDENGARAN KONDUKTIF

Gangguan pendengaran konduktif biasanya sering disebabkan masalah dari telinga luar atau telinga tengah. Perforasi atau penyebaran dari gendang telinga, infeksi atau inflamasi telinga tengah, oteosklerosis, atau trauma merupakan penyebab dari gangguan pendengaran konduktif. Tipe gangguan pendengaran ini membutuhkan intervensi operatif sebagai penyembuhannya, alat bantu dengar juga efektif (UMMC,2012).

a. Etiologi

• Kelainan telinga : anotia/mikrotia, atresia, deformitas daun telinga, miringosklerosis, timpanosklerosis.

• Kelainan tulang : otosklerosis, osteogenesis imperfekta, osteopetrosis. • Inflamasi/infeksi : otitis eksterna, otitis media akut, otitis media serosa,

otitis media kronik, otomikosis, furunkulosis, herpes zoster otikus, perikondritis, selulitis, TB otitis, sipilis.

• Trauma : komplikasi dari operasi, korek kuping, trauma, terbakar, barotrauma, fraktur tulang temporal.

• Benda asing, serumen.

(28)

sebaseos sel karsinoma, paraganglioma, neurofibrima, limpangioma, leukemia, multiple myeloma, rhabdomiosarkoma, hemangioma.

b. Diagnosa

Hal pertama tetap anamnesa, karena menentukan pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan fisik dari kepala sampai leher, pemeriksaan telinga menggunakan garputala, tes audiometri juga digunakan (Backous, Niparko, 2005).

2.3. DIABETES 2.3.1. DEFINISI

Menurut America Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

DM terdiri dari sekelompok gangguan metabolisme umum yang memiliki fenotipe hiperglikemia. DM disebabkan oleh interaksi yang kompleks genetika, faktor lingkungan, dan pilihan gaya hidup. Faktor yang berperan pada DM mencakup sekresi insulin berkurang, penggunaan glukosa berkurang, dan produksi glukosa meningkat (Powes, 2005).

2.3.2. KLASIFIKASI

DM diklasifikasikan berdasarkan patogenesis dari hiperglikemia, antara lain : a. DM tipe 1 sering disebut dengan Insulin-Dependent Diabetes Melitus

(IDDM). DM tipe 1 A disebabkan oleh penghancuran sel beta secara autoimun sehingga menyebabkan defisiensi insulin, sedangkan DM tipe 1B idiopatik. b. DM tipe 2 sering disebut dengan Noninsulin-Dependent Diabetes Melitus

(29)

c. DM tipe lain disebabkan oleh etiologi-etiologi lain seperti defek genetik spesifik untuk sekresi dan kerja insulin, kelainan metabolik yang menyebabkan gangguan sekresi insulin, kelainan mitokondria, dan keadaan penderita yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa.

d. Diabetes melitus gestasional (GDM). Toleransi glukosa dapat terjadi saat kehamilan, resistensi insulin berkaitan dengan perubahan metabolik saat hamil. (Powes, 2005)

2.3.3. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi diabetes terletak pada dasar-dasar metabolisme karbohidrat dan aksi insulin. Setelah konsumsi makanan karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul glukosa dalam usus, glukosa diserap ke dalam alirah darah dan menaikkan kadar glukosa darah. Kenaikan KGD merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas. Insulin dibutuhkan oleh sel-sel untuk masuknya glukosa ke dalam sel. Insulin berikatan dengan reseptor seluler spesifik dan memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel, untuk digunakan sebagai sumber energi. Sekresi insulin dan pankreas meningkat dan bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah. Apabila kadar glukosa lebih rendah ini akan menurunkan sekresi insulin.

Dalam diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat mensintesis cukup hormon insulin yang dibutuhkan oleh tubuh. Patofisiologinya menunjukkan bahwa hal itu disebabkan penyakit autoimun. Tubuh memiliki sistem kekebalan tubuh yang menghasilkan sekresi zat yang menyerang sel beta pankreas. Akibatnya pankreas mengeluarkan sedikit insulin atau tidak sama sekali. Diabetes tipe 1 lebih umum terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yaitu sekitar 20 tahun, sehingga sering disebut diabetes Juvenil. Karena pengobatannya menggunakan insulin sehingga sering disebut juga dengan Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM).

(30)

Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil, hal ini disebabkan karena fluktuasi tingkat hormon selama kehamilan. Biasanya kadar gula darah kembali normal setelah bayi lahir (Porth, 2006).

2.3.4. GEJALA KLINIS

Gejala yang selalu ada pada pasien-pasien diabetes adalah 3 poli, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan) disertai dengan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala tersebut sangat berkaitan dengan kejadian hiperglikemik dan glikosuria pada pasien diabetes. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus valvae pada pasien wanita (Gustasvani, 2006).

2.3.5. DIAGNOSA

Diagnosa DM harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa dianjurkan dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena di laboratorium klinik yang terpercaya.

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl

(Gustavani, 2006).

(31)

a. Gejala khas ditambah KGD sewaktu ≥ 11.1 mmol/L (200 mg/dL). Atau b. KGD puasa ≥ 7.0 mmol/L (126/mg/dL). Atau

c. KGD 2 jam setelah makan ≥ 11.1 mmol/L (200 mg/dl) sesudah diberi beban glukosa 75 gram pada TTGO (Power, 2005).

2.3.6. KOMPLIKASI

Berbagai penelitian prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbataun pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan pembuluh darah tungkai bawah. Hal ini disebabkan adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal akibat tingginya kadar gula darah (hiperglikemi). Perubahan dasar / disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan sel (Waspadaji, 2006). Diabetes diperberat oleh arteri (atherosklerosis) dari pembuluh darah besar, menyebabkan penyakit jantung koroner (angina atau seringan jantung), stroke, dan sakit pada ekstremitas bawah karena kurangnya suplay darah (klaudikasio) (Mathur & Shiel, 2012).

(32)

2.3.7. PENGOBATAN

Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan atau terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus (Yunir & Soebardi, 2006).

Bila tidak tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis, yang meliputi pemberian obat antidiabetes oral dan injeksi insulin. Yang harus diperhatikan adalah cara kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Ada beberapa macam obat oral pada DM, yaitu :

a. Golongan insulin sensitizing : Biguanid (Metformin), Glitazone.

(33)

2.4. PATOFISIOLOGI GANGGUANG PENDENGARAN KARENA DM Telah diketahui bahwa pasien diabetes melitus memiliki angka kejadian idiopathic sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) lebih tinggi dari pada pasien non DM. Kejadian ini dikaitkan dengan acute cranial neuropathies dan kelainan pembuluh darah. Kelainan histologi tulang temporal pasien DM tidak ditemukan. Pada penelitian lebih lanjut, Wilson dkk. menemukan bahwa pada pasien tersebut kurang bisa mendengar pada nada dengan frekuensi tinggi. SNHL pada pasien DM berhubungan dengan atherosklerosis pada makrovaskular dan mikrovaskular (Arts, 2005).

Studi patologi oleh Fukushima (2004), mengatakan kehilangan pendengaran tersebut terjadi akibat dari mikroangiopati pada saluran darah pada telinga dalam dan atropi stria vaskular serta kehilangan sel rambut. Perubahan patologi yang berlaku akibat diabetes dengan merusak vaskular atau sistem neural pada telinga dalam sehingga menyebabkan gangguan pendengaran. Pengontrolan DM dengan baik dapat memperlambat proses gangguan pendengaran tersebut (Hain, 2011).

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka konsep hubungan Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2.Definisi Operasional 3.2.1. Diabetes Melitus

a. Definisi : pasien yang datang dan sedang melakukan rawat jalan di Poli Endokrinologi dan Metabolisme Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan telah ditegakkan diagnosa oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya. b. Cara ukur : observasional

c. Alat ukur : rekam medis d. Kategori :

1. Menderita DM 2. Tidak menderita DM e. Skala pengukuran : nominal Variabel Independen :

Diabetes Melitus Umur Jenis kelamin

Lama sakit

(35)

3.2.2. Gangguan Pendengaran

a. Definisi : bila pada pemeriksaan tes penala ditemukan adanya kelainan.

b. Cara ukur : observasional c. Alat ukur : tes penala d. Kategori :

Jenis gangguan pendengaran dikategorikan berdasarkan hasil pemeriksaan tes penala, yaitu :

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis Positif Tidak ada

lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit

Memanjang Tuli Konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang

a. Definisi : umur responden pada saat dilakukan penelitian. b. Cara ukur : wawancara

c. Alat ukur : kuesioner d. Kategori :

(36)

3.2.4. Jenis kelamin

a. Definisi : kelas kelompok gender tertentu yang didapat sejak lahir.

b. Cara ukur : wawancara c. Alat ukur : kuesioner d. Kategori :

Jenis kelamin dikategorikan manjadi 2, yaitu : 1. Laki – laki

2. Perempuan

e. Skala ukur : nominal

3.2.5. Lama sakit

a. Definisi : lama sejak penderita mengalami gejala-gejala DM dan setelah ditegakkan diagnosa oleh dokter sampai saat pemeriksaan pendengaran dilakukan. b. Cara ukur : wawancara dan observasional

c. Alat ukur : kuesioner dan rekam medis d. Kategori :

Lama sakit dikategorikan menjadi : 1. 1 – 5 tahun

2. 6 – 10 tahun 3. 11 – 15 tahun 4. > 15 tahun

e. Skala : interval

3.3.Hipotesa

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional untuk mengetahui hubungan gangguan pendengaran dengan diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012. Pengambilan data dilakukan saat penderita datang rawat jalan, dan data diambil satu kali.

4.2.2. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Poli Endokrinologi dan Metabolisme Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian dikarenakan RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit umum yang menjadi tempat rujukan di kota Medan dan ada poliklinik khusus untuk endokrin dan metabolik.

4.3.Populasi dan sampel 4.2.3. Populasi

(38)

4.3.1. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah teknik tidak berdasarkan peluang atau non-probability sampling dengan cara consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Teknik ini merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik (Sudigdo, 2011).

Besar sampel minimal ditentukan dengan menggunakan rumus dibawah ini :

N = Z

1−∝2

2 × P × (1P)

d2

n : jumlah sampel. Z1-α/2: tingkat kemaknaan.

P : proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicarai. d : derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan.

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis satu arah diperoleh nilai sebesar 1,645, Proporsi pasien DM yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebesar 16% (Muhammad, 2011), dan ketetapan relatif yang diinginkan sebesar 10%. Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

� =(1,645)

2 0,16 0,84

(0,1)2

(39)

Adapun kriteria inklusi yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

a. Penderita Diabetes Melitus yang sudah ditegakkan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya.

b. Usia antara 12 sampai 60 tahun

c. Bersedia menjadi sampel penelitian dan telah menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

Adapun kriteria inklusi untuk kelompok non-DM yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

a. Sampel tidak menderita Diabetes Melitus yang ditegakkan dengan bertanya langsung kepada pasien tersebut.

b. Usia antara 12 – 60 tahun.

c. Bersedia menjadi sampel penelitian dan telah menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

Adapun kriteria eksklusi untuk kelompok DM dan non-DM penelitian ini, antara lain :

a. Memiliki penyakit gangguan pendengaran sejak lahir (kongenital)

b. Menderita penyakit lain yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran c. Apabila dijumpai perforasi membran timpani

d. Sedang menggunakan obat-obat ototoksik e. Riwayat trauma kepala dan terpapar kebisingan

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Pengumpulan Data

(40)

4.4.2.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa : a. Catatan medis penderita dan kuesioner penelitian b. Formulir persetujuan penelitian

c. Lampu kepala merek Riester d. Spekulum telinga tipe Hartmann e. Otoskop merek Heine Mini 2000 f. Garputala 512 Hz

4.5. Kerangka Kerja

Pasien Diabetes Melitus

Anamnesis Pemeriksaan THT

Memenuhi Kriteria Inkusi dan Eksklusi

Tes Penala

Mengalami gangguan pendengaran

Tidak mengalami gangguan pendengaran Pasien Non- Diabetes

(41)

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisa secara analitik secara komputerisasi dengan menggunakan Program SPSS (Statistical Package for the Social Science) for windows. Data dianalisis secara statistik dan untuk menentukan hubungan kebermaknaan dilakukan uji Kolmogorov Smirnov. Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel.

4.7. Cara Analisis Data 1. Analisis univariat

Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis bivariat

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan selama bulan Agustus 2012 dengan peserta penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. RSUP Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 80 orang, 40 orang sebagai kelompok DM dan 40 orang sebagai kelompok pembanding. Distribusi frekuensi responden meliputi jenis kelamin, umur, distribusi gangguan pendengaran pada penderita DM, distribusi gangguan pendengaran pada kelompok pembanding, hubungan umur dan gangguan pendengaran pada penderita DM, hubungan jenis kelamin dan gangguan pendengaran pada penderita DM, hubungan lama sakit dan gangguan pendengaran pada penderita DM.

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Riwayat sakit

Total DM Non-DM

Laki-laki 20 20 40

Perempuan 20 20 40

Total 40 40 80

(43)

sebanyak 20 orang (25%) dan perempuan DM sebanyak 20 orang (25%), laki-laki non-DM sebanyak 20 orang (25%) dan perempuan non-DM sebanyak 20 orang (25%).

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Umur sampel Riwayat sakit

Data diatas menunjukkan umur terbanyak sampel 51 – 60 tahun sebanyak 60 sampel (75%), kemudian disusul dengan kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 14 sampel (17,5%), dan kelompok umur 31 – 40 tahun sebanyak 6 sampel (7,5%). Sedangkan pada kelompok umur 12 – 20 tahun dan 21 – 30 tahun tidak ada.

Tabel 5.3. Distribusi Gangguan Pendengaran

Gangguan Pendengaran Jumlah % Normal

(44)

5.1.3. Analisa Data

Tabel 5.4. Hubungan DM dengan Gangguan Pendengaran

Sakit Hasil Pemeriksaan THT

Total Normal Sensorineural Konduktif

DM Count 6 33 1 40

Non-DM Count 23 16 1 40

Total Count 29 49 2 80

X2 = 15,863, df = 2, p = 0,001

Dari tabel diatas didapatkan pada kelompok DM gangguan pendengaran terbanyak adalah gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 33 sampel dan yang mengalami gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel. Sementara pada kelompok pembanding atau non-DM yang normal sebanyak 23 sampel, yang mengalamai gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 16 sampel dan yang mengalami gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel.

Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai p < 0,001 (p< 0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan bermakna antara DM dengan gangguan pendengaran.

Tabel 5.5. Hubungan Umur dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Umur Gangguan Pendengaran

Total Normal Sensorineural Konduktif

(45)

Dari hasil penelitian didapatkan pada kelompok umur 31 – 40 tahun yang normal sebanyak 3 sampel, sedangkan yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural dan konduktif tidak ada. Pada kelompok umur 41 – 50 tahun yang normal sebanyak 3 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 4 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif tidak ada. Pada kelompok umur 51 – 60 tahun yang normal tidak ada, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 29 sampel, yang mengalami gangguan pedengaran konduktif sebanyak 1 sampel.

Tabel ini tidak memenuhi syarat untuk diuji hipotesisnya dengan menggunakan Chi-Square, sehingga dilakukan penggabungan sel menjadi bentuk 2x3 dan didapatkan tabel sebagai berikut :

Tabel 5.6. Modifikasi Hubungan Umur dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Umur Pemeriksaan THT DM

Total Normal Sensorineural Konduktif

12-20 dan 21-30 dan 31-40

Count 3 0 0 3

41-50 dan 51-60

Count 3 33 1 37

Total Count 6 33 1 40

(46)

Tabel 5.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Jenis Pemeriksaan THT DM

Total Kelamin Normal Sensorineural Konduktif

Laki-laki Count 6 14 0 20

perempuan Count 0 19 1 20

Total Count 6 33 1 40

Dari hasil penelitian didapatkan pada laki-laki yang normal sebanyak 6 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 14 sampel, dan yang mengalami gangguan pendengaran tidak ada. Sedangkan pada perempuan yang normal tidak ada, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 19 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel.

Tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai p = 0,069 (p< 0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gangguan pendengaran pada penderita DM.

Tabel 5.8. Hubungan Lama Sakit dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Lama Pemeriksaan THT DM

Total Sakit Normal Sensorineural Konduktif

1 – 5 Count 4 18 0 22

6 – 10 Count 1 5 0 6

11 – 15 Count 1 4 1 6

>15 Count 0 6 0 6

(47)

Dari hasil penelitian didapatkan pada kelompok lama sakit 1 – 5 tahun yang normal sebanyak 4 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 18 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif tidak ada. Pada kelompok lama sakit 6 – 10 tahun yang normal sebanyak 1 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 5 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif tidak ada. Pada kelompok lama sakit 11 – 15 tahun yang normal 1 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 4 sampel, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif sebanyak 1 sampel. Pada kelompok lama sakit diatas 15 tahun yang normal tidak ada, yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 6 orang, yang mengalami gangguan pendengaran konduktif tidak ada.

Tabel ini tidak memenuhi syarat untuk diuji hipotesisnya dengan menggunakan Chi-Square, sehingga dilakukan penggabungan sel menjadi bentuk 3x3 dan didapatkan tabel sebagai berikut :

Tabel 5.9. Modifikasi Hubungan Lama Sakit dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Lama Pemeriksaan THT DM

Total Sakit Normal Sensorineural Konduktif

1-5 Count 4 17 0 21

(48)

Tabel 5.10. Modifikasi 2 Hubungan Lama Sakit dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Lama Pemeriksaan THT DM

Total Sakit Normal Sensorineural Konduktif

1-5 dan

Setelah dimodifikasi, tabel ini dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai p = 1,000 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan gangguan pendengaran pada penderita DM.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5.1. menyatakan bahwa jenis kelamin sampel pada penelitian ini adalah laki-laki sebanyak 40 sampel (50%) dan perempuan sebanyak 40 sampel (50%). Jumlah tersebut telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

5.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

(49)

diakibatkan proses degeneratif sehingga menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural.

5.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Gangguan Pendengaran

Pada tabel 5.5. dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran yang paling banyak terjadi adalah gangguan pendengaran sensorineural sebanyak 49 sampel (61,3%), sedangkan yang normal sebanyak 29 sampel (36,3%) dan gangguan pendengaran konduktif sebanyak 2 sampel (2,5%). Hal ini dapat ditemukan juga dalam penelitian Kakarlapudi et. al (2003) di USA. Dalam penelitian Rajendran et.al (2011) di India juga mengatakan bahwa gangguan pendengaran yang paling sering terjadi pada DM adalah gangguan pendengaran sensorineural.

5.2.4. Hubungan Gangguan Pendengaran dengan DM

Tabel 5.8. menunjukkan adanya hubungan antara DM dengan gangguan pendengaran. Data tersebut dilakukan uji hipotesa dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan nilai p < 0,001 (p=0,05). Hal tersebut juga didapatkan oleh Kakarlapudi et.al (2003) di University of Maryland School of Medicine, Baltimore, Maryland, U.S.A. Gangguan pendengaran yang sering terjadi pada penderita DM adalah gangguan pendengaran sensorineural.

Gangguan pendengaran tersebut tersebut terjadi akibat dari mikroangiopati pada saluran darah pada telinga dalam dan atropi stria vaskular serta kehilangan sel rambut. Perubahan patologi yang berlaku akibat diabetes dengan merusak vaskular atau sistem neural pada telinga dalam sehingga menyebabkan gangguan pendengaran. Pengontrolan DM dengan baik dapat memperlambat proses gangguan pendengaran tersebut (Hain, 2011). Namun sampai saat ini patofisiologi pasti tentang kejadian gangguan pendengaran pada pasien DM masih diperdebatkan (Fauci, 2008 dalam Jafar, 2010).

(50)

penebalan kapiler stria vaskuler, atropi ganglion spiral, dan demyelinisasi pada saraf kranial kedelapan.

5.2.5. Hubungan Umur dengan Gangguang Pendengaran pada Penderita DM Berdasarkan tabel 5.10. setelah dimodifikasi dari tabel 5.9. dan setelah diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov, didapatkan bahwa tidak ada hubungan umur dengan gangguan pendengaran yang terjadi pada penderita DM dengan nilai p=0,158 ( p < 0,05). Hasil yang sama juga didapat oleh Mozaffari et. Al (2010) di Tehran University of Medical Sciences, Iran.

Umur yang paling banyak terjadi gangguan pendengaran adalah pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 30 sampel (37,5%). Tetapi dalam rentan umur tersebut gangguan pendengaran juga dapat dipengaruhi oleh Presbikusis. Presbikusis terjadi akibat adanya perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada usia lanjut. Jenis gangguan pendengaran yang umumnya terjadi adalah gangguan pendengaran sensorineural, namun dapat juga berupa gangguan pendengaran konduktif atau campuran. Biasa terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VII. Pada koklea perubaan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf (Suwento, 2007).

5.2.6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

(51)

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan pendengaran.

Dari data National Health Survey (1962) menyatakan, perempuan mempunyai pendengaran yang lebih baik dari lelaki. Menurut penelitian yang dilakukan Barbara di Karolinska Institute, Stockholm, Sweden (2008), gangguan pendengaran kurang terjadi pada perempuan karena adanya hormon estradiol yang bekerja melalui reseptor estrogen beta yang dapat memelihara sistem auditori dari trauma.

5.2.7. Hubungan Lama Sakit dengan Gangguan Pendengaran pada Penderita DM

Berdasarkan tabel 5.14 setelah dimodifikasi 2 kali dari tabel 5.13 dan tabel 5.12, dapat kita tarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan gangguan pendengaran pada penderita DM. Tetapi hal tersebut berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad T (2011) di Iran yang mendapatkan bahwa adanya hubungan lama sakit dengan gangguan pendengaran pada penderita DM. Menurut penelitian Okhovat et.al (2011) di Iran, lama sakit lebih dari 5 tahun dapat menyebabkan gangguan pendengaran di beberapa frekuensi tertentu.

Kelompok lama sakit yang paling banyak mengalami gangguan pendengaran adalah 1 – 5 tahun. Lama sakit DM berpengaruh terhadap gangguan pendengaran, semakin lama menderita DM maka resiko mengalami gangguan pendengaran semakin besar. Ketidaksesuaian antara teori dan hasil penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang ini mungkin terjadi oleh karena sampel yang diambil jumlahnya kurang banyak.

5.3. Kelemahan

(52)
(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan gangguan pendengaran.

2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan gangguan pendengaran pada penderita DM

6.2. SARAN

Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu :

1. Dari hasil penelitian ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara DM dengan gangguan pendengaran. Disarankan agar pada setiap pasien DM dilakukan pemeriksaan pendengaran untuk mengetahui status pendengaran, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih awal agar gangguan pendengaran tersebut tidak semakin memburuk.

2. Diharapkan agar pada penelitian berikutnya menggunakan sampel yang lebih banyak.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association, 2011. Standanrds of Medical Carae in Diabetes-2011. In : Diabetes Care 34 : 511 – 561. Available from : http://carae.

diabetesjournals.org/content/34/Supplement_1/S11.full.pdf+html?sid=4bad333b-9f56-4b2b-9e97-a1abe0b23c75

American Diabetes Association, 2012. Definition and Description of Diabetes

Melitus. Available from :

. [Accessed 15 April 20]

Mei 2012].

Arts, H. A., 2005. Sensorineural Hearing Loss : Evaluation and Management in Adults. In : Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 4th edition. Volume 4. Philadeplhia, USA : Elsevier Mosby, 3535 – 3561.

Backous, D.D., Niparko, J.N., 2005. Evaluation and Surgical Management of Conductive Hearing Loss. In : Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 4th edition. Volume 4. Philadeplhia, USA : Elsevier Mosby, 3522 – 3534.

Bainbridge, K.E., Hoffman, H.J., Cowie, C.C., 2008. Diabetes and Hearing Impairment in the United States: Audiometric Evidence from the National Health and Nutrition Examination Survey. In : Annals of Internal Medicine . Available from April 2012]

(55)

Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Melitus. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1857-1859.

Hain, C.T., 2011. Sensorineural Hearing Loss. Available from :

Inzucchi, S. E., 2005. Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus. In : Inzuchhi, S. E. The Diabetes Melitus Manual : A Primary Carae Companion to Ellenberg & Rifkin’s Sixth edition. Singapore : Mc Graw Hill, 1-14.

Jafar, N. R., 2010. Prevalensi Gangguan Pendengaran pada Penderita Diabetes Melitus yang Berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik

Tahun 2010 Medan, Universitas Sumatera Utara. Available from : 2012]

Kakarlapudi, V., Sawyer, R., Staecker, H., 2003. The Effect of Diabetes on Sensorineural Hearing Loss. In : Otology & Neurotology Inc., Vol. 24, No.3.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Available from:

(56)

Lalwani, A. K., 2008. Sensorineural Hearing Loss. In : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 2nd edition. USA : McGraw-Hill Companies, Lange, 683 – 688.

Lassman, F. M., Levine, S. C., Greenfield, D. G., 1997. Audiologi. In : Higler, A. B., Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th edition. Jakarta: ECG, 46-74.

Mathur, R., Shiel, W.C., 2012. Diabetes Melitus-What are the chronic chronic

complication of diabetes. Available from :

Mei 2012].

Mohammad, T. H., Azad, M. R., 2011. The Comparison of Hearing Loss Among Diabetic and Non-Diabetic Patients. In : Journal of Clinical and

Diagnostic Research.. Available from :

Mozaffari, M., et. al., 2010. Diabetes mellitus and sensorineural hearing loss among non-elderly people. In : Eastern Mediterraean Health Journal.

Netter, F. H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5th edition. Philadelphia, USA : Saunders Elsevier.

Oghalai, J.S., Brownell, W.E., 2008. Anatomy & Phisiology of the Ear. In : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery.

2nd edition. USA: McGraw-Hill-Lange, 577-595.

(57)

Medical Sciences. Available from : 26 March 2012]

Onerci, T. M., 2009. Diagnosis in Otorhinolaryngology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg : London.

Porth, C.M., 2006. Essentials of Patophysiology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Power, A. C., 2005. Diabetes Melitus. In : Harrison’s Principal of Internal Medicine. 16th edition. USA : McGraw-Hill company, 2152 – 2179.

Rajendran, S., et. al, 2011. Evaluation of the Incidence of Sensorineural hearing loss in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. In : International Journal of Biological & Medical Research. Available from :

Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H., 2004. Global Prevalence of Diabetes, Estimates for the year 2000 and projection for 2030. In : Diabetes Care 27

: 1047-1053. Available from :

April 2012]

Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2011. Dansar-dansar Metodologi Penelitian Klinis.4th Edition. Jakarta: Sagung Seto.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta : ECG.

(58)

Soegondo, S., 2006. Farmakoterapi pada Pengendanlian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1860 – 1863.

Soetirto, I., Hendanrmin, H., Bashiruddin, J., 2007. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. In : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 10-22.

Suryono, S., 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1852- 1856.

Suwento, R., Hendarmin, H., 2007. Gangguan Pendengarean pada Geriatri. In : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 43-45.

Sweetow, R. W., Sabes, J.H., 2008. Audiologic Testing. In : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck Surgery. 2nd edition. USA : McGraw-Hill Companies, Lange, 596 – 606.

UMMC, University of Maryland Medical Center, 2012. Hearing and Balance

Centre. Available from :

(59)

Waspadaji, S., 2006. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1884 – 1888.

WHO, 2012. Grades of Hearing Impairment. Available from :

(60)

LAMPIRAN I

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Annisa Dwi Andriani Tempat/ tanggal lahir : Jakarta/ 7 Mei 1991 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah Blok YY No. 128, Medan

Nomor Telepon : 085270763688 / 08994906991 Orang Tua :

- Ayah : Ardiono

- Ibu : dr. Suliarni, Sp.PK

Riwayat Pendidikan : TK Mandiri Medan ( 1994 – 1997 ) SD Harapan 2 Medan ( 1997 – 2003 ) SMP Negeri 1 Medan ( 2003 – 2006 ) SMA Negeri 1 Medan ( 2006 – 2009 ) Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang) Riwayat Organisasi : OSIS SMA Negeri 1 Medan

BAKMISS SMA Negeri 1 Medan

(61)

LAMPIRAN II

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Jenis Kelamin :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian “Hubungan Diabetes Melitus dengan Gangguan Pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan”, maka dengan ini saya mengatakan bahwa saya memahami penjelasan secara lengkap. Saya secara sukarela dan tanpa paksaan bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, ...2012

( )

(62)

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya, Annisa Dwi Andriani, mahasiswa semester VI dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Diabetes Melitus dengan Gangguan Pendengaran”.

Diabetes Melitus atau yang lebih dikenal sebagai sakit gula atau kencing manis merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan mikroangiopati pada pembuluh darah pada telinga dalam serta kehilangan sel rambut. Perubahan patologi yang berlaku akibat diabetes dengan merusak pembuluh darah atau sistem neural pada telinga dalam dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Penelitian saya ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Diabetes Melitus dengan gangguan pendengaran.

Untuk mendapatkan data penelitian ini, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk diperiksa pendengarannya dengan alat Audiometri. Pemeriksaan ini tidak akan menimbulkan rasa nyeri atau rasa tidak menyenangkan lainnya. Data-data yang didapatkan hanya akan digunakan dalam penelitian ini dan tidak akan disebar untuk tujuan lain.

Tidak ada biaya apa pun yang akan dikenakan pada penelitian ini. Partisipasi penelitian ini bersifat bebas dan tanpa ada paksaan. Anda berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Anda mengisi lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) yang telah saya persiapkan. Atas partisipasi dan kesediaan Anda, saya ucapkan terima kasih.

Medan, ...2012

(63)

LAMPIRAN IV

DATA PASIEN

Nomor

:

Nama

:

Alamat

:

Umur

:

Jenis kelamin

:

Pendidikan terakhir

:

Pekerjaan

:

Nomor tlpn./HP

:

Riwayat penyakit

:

Lama sakit

:

Riwayat Konsumsi obat :

(64)

1 Ansyah perempuan 52 DM 1 Tuli Sensorineural 2 Nippon Ginting laki-laki 60 DM 3 Tuli Sensorineural

3 Iriani perempuan 50 DM 1 Tuli Sensorineural

4 Gunawan Ginting laki-laki 60 DM 12 Tuli Sensorineural

5 Mastika perempuan 57 DM 8 Tuli Sensorineural

6 Astrijar Pane perempuan 39 DM 1 Tuli Sensorineural 7 R. Anting Suryaningsih perempuan 60 DM 5 Tuli Sensorineural

8 L. Purbangun laki-laki 55 DM 3 Tuli Sensorineural

9 Suria Idawati perempuan 55 DM 1 Normal

10 Sartin Br. Sembiring perempuan 60 DM 4 Tuli Sensorineural

11 Amir Hasan laki-laki 58 DM 17 Tuli Sensorineural

12 J.M. Soaloon Batu Bara laki-laki 60 DM 10 Tuli Sensorineural 13 Rosmawati Nababan perempuan 58 Non-DM 0 Tuli Sensorineural

14 Rosmawati perempuan 49 DM 2 Tuli Sensorineural

15 Nur Asiah perempuan 52 DM 20 Tuli Sensorineural

16 Ida perempuan 48 DM 1 Normal

(65)

19 Iveronika perempuan 57 Non-DM 0 Normal

20 Veronika perempuan 57 DM 5 Tuli Sensorineural

21 Rospita Manalu perempuan 57 Non-DM 0 Tuli Sensorineural

22 R. Sinaga laki-laki 60 DM 12 Tuli Sensorineural

23 Ilham laki-laki 43 Non-DM 0 Tuli Sensorineural

24 Pardede laki-laki 53 DM 0 Normal

25 Albert laki-laki 60 DM 21 Tuli Sensorineural

26 Herianto Perangin-angin laki-laki 46 DM 1 Tuli Sensorineural

27 Susi perempuan 52 DM 3 Tuli Sensorineural

28 Magdalena Bangun perempuan 60 DM 8 Tuli Sensorineural

29 Ali laki-laki 51 DM 6 Normal

30 Syahruddin Hasibuan laki-laki 60 DM 18 Tuli Sensorineural 31 Kharisma Enhy laki-laki 58 DM 11 Tuli Sensorineural

32 Waris Ginting laki-laki 37 Non-DM 0 Normal

33 Natan Ginting laki-laki 60 Non-DM 0 Tuli Sensorineural

34 Kiki laki-laki 55 Non-DM 0 Tuli Sensorineural

Gambar

Tabel  2.1.
Gambar 2.1. Anatomi Telinga ....................................................
Gambar 2.1. Anatomi Telinga ( Netter, 2011)
Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan Tes Penala dan Diagnosis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala, peneliti mendapatkan hasil dua dari tiga orang responden mengalami gangguan pendengaran tipe

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik yang menderita gangguan pendengaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik yang menderita gangguan pendengaran

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan yang menderita

3 Apakah anda pernah menderita sakit keluar cairan dari telinga?. Ya

Jika terdapat gangguan pendengaran tipe sensorineural pada satu sisi saja, nada akan terdengar pada telinga yang mengalami tidak mengalami gangguan (Greenberg,

Pasien dengan gangguan pendengaran harus mendapat evaluasi berupa inspeksi ada tidaknya kelainan telinga luar yang dapat mengganggu konduksi gelombang suara, obstruksi liang

Berbagai penelitian juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran sensorineural pada penderita diabetes melitus