• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Nilon Dengan Resin Akrilik Polimerisasi Panas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Nilon Dengan Resin Akrilik Polimerisasi Panas."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia

Tahun 2010 Trisna

Perbedaan Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Nilon Dengan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

xiv + 70 Halaman

Daya tahan, penampilan, dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Pada beberapa tahun terakhir, nilon telah menarik perhatian sebagai bahan basis gigitiruan karena memiliki beberapa kelebihan, namun nilon juga memiliki kekurangan, antara lain sulit direline dan lebih sulit dilakukan proses akhir dan pemolesan dibandingkan resin akrilik sehingga kemungkinan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan resin akrilik. Gigitiruan dengan permukaan yang kasar sering membawa banyak masalah bagi pemakai gigitiruan karena memungkinkan perlekatan debris dan plak bakteri. Bahan nilon lebih sulit untuk dipoles dan penelitian tentang kekasaran permukaan nilon masih sangat sedikit, maka peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kekasaran permukaan bahan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas serta bagaimana perbedaan kekasaran permukaan antara kedua bahan tersebut.

(2)

setiap kelompok. Setelah sampel dikeluarkan dari kuvet, sampel nilon dipisahkan dari spru dan kedua kelompok sampel dipoles dengan kertas pasir waterproof ukuran 150, 400, dan 600 yang dipasangkan pada rotary grinder dengan air mengalir masing-masing selama 5 menit (nilon) dan 3 menit (resin akrilik polimerisasi panas) dengan kecepatan 500 rpm, kemudian dilanjutkan dengan Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada polishing motor dengan kecepatan 500 rpm dan menggunakan coarse pumice selama 5 menit hingga mengkilat, dan dikilatkan lagi dengan polishing cloth dan menggunakan whiting slurry selama 5 menit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekasaran permukaan nilon adalah 0,395 + 0,034 µ m dan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas adalah 0,325 + 0,020 µm. Hasil dari analisis statistik dengan uji-t independen menunjukkan bahwa p = 0,0001 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara kekasaran permukaan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas. Jadi, dapat dilihat bahwa kekasaran permukaan nilon lebih besar dibandingkan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilon dan resin akrilik polimerisasi panas memiliki kekasaran permukaan yang berbeda secara signifikan, dan nilon memiliki kekasaran permukaan yang lebih besar dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas sehingga pemakaian basis gigitiruan nilon sesuai indikasinya perlu memperhatikan kebersihan mulut pasien dan instruksi pembersihan gigitiruan kepada pasien.

(3)

PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN

BAHAN BASIS GIGITIRUAN NILON DENGAN

RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : TRISNA NIM : 060600125

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 07 April 2010

Pembimbing : Tanda Tangan

Prof. Haslinda Z. Tamin,drg., M.Kes., Sp.Pros (K) ... NIP: 19540504 198003 2 001

Ariyani,drg. ………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 07 April 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K)

ANGGOTA : 1. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K) 2. Ariyani, drg.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkatNya yang berlimpah yang diberikan sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yaitu papa (dr.Kurniawan) dan mama (Tan Erfi) yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang yang tak berbalas, doa, semangat dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua saudara penulis yaitu Felix dan Dennis dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan sekaligus ketua tim penguji skripsi penulis yang telah memberikan banyak saran dan masukan yang berguna dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

(7)

untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta memberikan saran, nasehat dan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Ariyani, drg. selaku pembimbing kedua penulis yang telah banyak membimbing serta memberikan perhatian, saran, dukungan, dan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hinga selesai.

4. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS. selaku Ketua Departemen Prostodonsia FKG-USU atas kesempatan dan dukungan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan lancar.

5. Sitti Chadidjah, drg. selaku penasehat akademik yang telah memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG-USU.

6. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) dan Siti Wahyuni, drg. selaku anggota tim penguji skripsi penulis atas segala masukan, saran, dan dukungan yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG-USU terutama di Departemen Prostodonsia atas dukungan, masukan dan bimbingan yang bermanfaat.

8. Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes selaku Pembantu Dekan I FKM-USU yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam analisis statistik.

(8)

10.Pimpinan dan seluruh karyawan Unit UJI Laboratorium Dental FKG-USU yang telah membantu penulis dalam pembuatan sampel serta memberikan dukungan kepada penulis.

11.Teman-teman yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia yaitu Sri Fajarni, Nurhidayatul, Steven S, Helly Chandra, Dairiana, Saniah, Rifka, Handoko atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini, semoga tetap semangat dan dapat segera menyelesaikan penulisan skripsi.

12.Kelompok Abeng Community (Theresia, Ellysa Gan, Helly Chandra, Vincent Panto, Albert Prawira, Antony, Steven S) atas segala bantuan, doa, perhatian, dukungan, nasehat dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini sehingga penulis bisa tetap bersemangat menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman seangkatan penulis, terutama Vera, Dahnil, Calvin, Yufridika, Risya Dini, Erwina, Tika, Hesti, Noni, Lenny, Dorinda, Yumira, Amanda, Steffie, Nelly, Jupita, Desira, Pocut, Sufeni, Dewi Diana, Indah Wati, Vivi, Fani, Ellissa Wijaya, Willi, Mukhtar, Tari, Nadia, Wirna, dan teman-teman seangkatan 2006 lain yang tidak mungkin disebutkan satu per satu atas bantuan, doa dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka.

(9)

teman-teman lainnya yang telah banyak memberikan bantuan, perhatian dan dorongan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penulis melaksanakan penelitian penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu, masyarakat, dan FKG-USU.

Medan, 07 April 2010 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERSETUJUAN………... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI………... ….. viii

(11)

2.2.3.2 Sifat Kemis dan Biologis…………... 17

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi……….. 32

2.4.3 Metode Pengukuran……….... 34

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….. 37

3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian……….. 37

3.2.1 Sampel Penelitian……… 37

3.5.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel ………. 41

3.5.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel……….. 43

3.5.2 Bahan Penelitian……….. 43

3.6 Cara Penelitian………. 44

(12)

Polimerisasi Panas (Kelompok B)…….... 50 3.6.2 Pengukuran Kekasaran Permukaan……….. 53 3.7 Analisis Data………... 55 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kekasaran Permukaan Nilon……… 56 4.2 Kekasaran Permukaan Resin Akrilik Polimerisasi Panas… 57 4.3 Perbedaan Kekasaran Permukaan Nilon dan Resin Akrilik

Polimerisasi Panas……… 58 BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Metodologi Penelitian……….. 59 5.2 Hasil Penelitian……… 59 5.2.1 Kekasaran Permukaan Nilon………... 59 5.2.2 Kekasaran Permukaan Resin Akrilik Polimerisasi

Panas……… 61

5.2.3 Perbedaan Kekasaran Permukaan Nilon dan Resin

Akrilik Polimerisasi Panas………... 62 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan……….. 65

6.2 Saran……… 65

DAFTAR RUJUKAN……….. . 66

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Nilai Kekasaran Permukaan Nilon (Kelompok A)………... 56 2 Rerata dan Standar Deviasi Kekasaran Permukaan Nilon

(Kelompok A)…... 57 3 Nilai Kekasaran Permukaan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

(Kelompok B)………... 57

4 Rerata dan Standar Deviasi Kekasaran Permukaan Resin Akrilik

Polimerisasi Panas (Kelompok B)……… 58 5 Analisis Statistik Perbedaan Kekasaran Permukaan Nilon

(Kelompok A) dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas (Kelompok B)

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gigitiruan Resin Akrilik……… 11

2 Gigitiruan Kombinasi Logam-Resin………... 12

3 Acron MC, GC America – Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik Polimerisasi Panas………. 13

4 Porositas di Permukaan dan di dalam Basis Gigitiruan………. 20

5 Fraktur Basis Gigitiruan pada Gigitiruan Resin Akrilik……… 22

6 Gigitiruan Nilon………. 23

7 Gigitiruan Nilon dalam Mulut Pasien……….... 24

8 Kuvet untuk Injection-Moulding dan Plugger……….. 25

9 Profile Meter……….. 35

10 Prinsip Sentuhan Stylus dengan Alat Profile Meter………... 36

11 Bentuk dan Ukuran Sampel………... 37

12 Injection Flask………... 45

13 Kuvet Bawah yang Telah Dituangkan Adonan Gips Keras……… 45

14 Cartridge untuk Injection-Moulding……….. 47

15 Cartridge Berisi Bahan Nilon Dipanaskan dalam Alat Furnace……... 48

16 Injector………... 48

17 Proses Injeksi Bahan Nilon ke dalam Kuvet………... 48

(15)

19 Sampel Kelompok A Setelah Pemolesan………... 49

20 Mould yang Didapatkan Setelah Pengangkatan Model Induk………... 51

21 Waterbath………... 52

22 Sampel Kelompok B Setelah Pemolesan……… 53

23 Kalibrasi Alat Profile Meter………... 54

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka Konsep Skripsi

(17)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia

Tahun 2010 Trisna

Perbedaan Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Nilon Dengan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

xiv + 70 Halaman

Daya tahan, penampilan, dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Pada beberapa tahun terakhir, nilon telah menarik perhatian sebagai bahan basis gigitiruan karena memiliki beberapa kelebihan, namun nilon juga memiliki kekurangan, antara lain sulit direline dan lebih sulit dilakukan proses akhir dan pemolesan dibandingkan resin akrilik sehingga kemungkinan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan resin akrilik. Gigitiruan dengan permukaan yang kasar sering membawa banyak masalah bagi pemakai gigitiruan karena memungkinkan perlekatan debris dan plak bakteri. Bahan nilon lebih sulit untuk dipoles dan penelitian tentang kekasaran permukaan nilon masih sangat sedikit, maka peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kekasaran permukaan bahan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas serta bagaimana perbedaan kekasaran permukaan antara kedua bahan tersebut.

(18)

setiap kelompok. Setelah sampel dikeluarkan dari kuvet, sampel nilon dipisahkan dari spru dan kedua kelompok sampel dipoles dengan kertas pasir waterproof ukuran 150, 400, dan 600 yang dipasangkan pada rotary grinder dengan air mengalir masing-masing selama 5 menit (nilon) dan 3 menit (resin akrilik polimerisasi panas) dengan kecepatan 500 rpm, kemudian dilanjutkan dengan Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada polishing motor dengan kecepatan 500 rpm dan menggunakan coarse pumice selama 5 menit hingga mengkilat, dan dikilatkan lagi dengan polishing cloth dan menggunakan whiting slurry selama 5 menit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekasaran permukaan nilon adalah 0,395 + 0,034 µ m dan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas adalah 0,325 + 0,020 µm. Hasil dari analisis statistik dengan uji-t independen menunjukkan bahwa p = 0,0001 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara kekasaran permukaan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas. Jadi, dapat dilihat bahwa kekasaran permukaan nilon lebih besar dibandingkan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilon dan resin akrilik polimerisasi panas memiliki kekasaran permukaan yang berbeda secara signifikan, dan nilon memiliki kekasaran permukaan yang lebih besar dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas sehingga pemakaian basis gigitiruan nilon sesuai indikasinya perlu memperhatikan kebersihan mulut pasien dan instruksi pembersihan gigitiruan kepada pasien.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms edisi delapan (GPT-8, 2005), basis gigitiruan dapat didefenisikan sebagai bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigitiruan dilekatkan. Basis gigitiruan yang baik dibutuhkan untuk mendapatkan gigitiruan yang tahan lama serta baik secara estetis dan biologis.1

Daya tahan, penampilan dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigitiruan, namun bahan-bahan tersebut memiliki kekurangan. Syarat-syarat ideal dari suatu bahan basis gigitiruan antara lain estetis; kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan yang tinggi; dimensi stabil; tidak mengeluarkan bau, rasa, atau bahan toksik; resisten terhadap absorpsi cairan mulut; retensi yang baik dengan polimer, porselen, dan logam; mudah diperbaiki; mudah pemanipulasiannya; kepadatan rendah; menghasilkan detil permukaan yang akurat; resisten terhadap pertumbuhan bakteri; konduktivitas termal baik; radiopak; mudah dibersihkan; dan ekonomis.

Seiring berjalannya waktu dan kemajuan peradaban dengan perkembangan ilmu pengetahuan biologi, kimia dan fisika, bahan-bahan yang dapat digunakan untuk basis gigitiruan terus berkembang. Walaupun demikian, hingga saat ini belum

(20)

ditemukan suatu bahan yang sangat ideal untuk digunakan sebagai bahan basis gigitiruan.1

Vulkanit adalah bahan pertama yang digunakan untuk produksi gigitiruan secara massal. Perkenalan vulkanit ke dalam kedokteran gigi pada tahun 1854 seperti penemuan api dalam sejarah manusia. Saat itu vulkanit hampir merupakan jawaban terhadap masalah-masalah dokter gigi dalam pembuatan gigitiruan, namun bahan ini sulit untuk diwarnai dan cenderung tidak higienis karena menyerap saliva. Pada tahun 1937 resin akrilik (poli metil metakrilat) diperkenalkan sebagai bahan basis gigitiruan dan segera menggantikan vulkanit karena kualitas estetiknya yang lebih baik.

Resin akrilik memiliki berbagai kelebihan yaitu kualitas estetis yang baik, ekonomis dan mudah diproses. Awalnya resin akrilik yang ditemukan hanya yang dipolimerisasi dengan panas, kemudian pada tahun 1947 di Jerman dikembangkan resin akrilik menggunakan akselarator kimia untuk polimerisasi yang disebut dengan resin swapolimerisasi. Namun kekuatan dan stabilitas warna resin akrilik swapolimerisasi tidak sebaik resin akrilik polimerisasi panas, serta mengandung jumlah monomer sisa yang lebih banyak dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas. Selanjutnya pada tahun 1986 Dentsply International menemukan suatu bentuk resin akrilik yang menggunakan sinar tampak untuk polimerisasi. Jenis resin akrilik yang baru ini juga tidak dapat menggantikan resin akrilik polimerisasi panas karena rendahnya kekuatan perlekatan bahan ini terhadap anasir gigitiruan berbahan resin. Di antara berbagai jenis resin akrilik, resin akrilik polimerisasi panas paling banyak

(21)

digunakan karena lebih baik dalam hal estetis, penyerapan air rendah dan proses perbaikan mudah.1,2,4,5

Resin akrilik memenuhi banyak kriteria sebagai bahan basis gigitiruan, tetapi bahan ini masih memiliki kekurangan, seperti kurangnya kekuatan dan kekerasan. Di samping itu, cangkolan logam yang melekat pada basis resin akrilik sering mengakibatkan berbagai masalah dan keluhan dari pasien, misalnya tekanan yang berlebihan pada gigi penyangga dan masalah estetis. Kekurangan lainnya adalah terdapat sejumlah kecil pasien yang dilaporkan alergi terhadap resin akrilik dan khususnya terhadap monomer sisa metil metakrilat yang terdapat pada basis gigitiruan. Untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan tersebut maka dikembangkanlah bahan polikarbonat dan nilon.2,3,6

Polikarbonat diproses dengan teknik injection-moulding dan karena itu memerlukan peralatan khusus. Titik lebur polikarbonat bernilai sekitar 150oC dan umumnya diinjeksikan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari titik lebur tersebut. Basis polikarbonat memiliki internal stress setelah mengisi mould dan dapat mengalami distorsi bila ditempatkan dalam air panas.3

(22)

Bahan nilon memiliki sejumlah kelebihan. Nilon memiliki kekuatan fisik yang tinggi, tahan panas dan bahan kimia. Bahan ini dapat dimodifikasi dengan mudah untuk meningkatkan kekakuan dan daya tahan pemakaiannya. Sifat-sifat lain yang menguntungkan adalah elastisitas dan ketelitian mengisi mould yang lebih baik dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas sehingga memungkinkan retensi gigitiruan yang lebih baik dengan cara memanfaatkan daerah gerong dari gigi penyangga. Retensi yang baik dari gigitiruan memungkinkan untuk tidak menggunakan cangkolan dari logam atau kawat sehingga estetis menjadi lebih baik, tidak terjadi tekanan yang berlebihan pada gigi penyangga dan alergi terhadap cangko lan logam dari gigitiruan dapat diatasi. Selain itu, nilon memiliki warna yang semitranslusen sehingga menghasilkan estetis yang sangat baik. 1,4,6,7

Nilon juga memiliki kekurangan, antara lain sulit direline karena tidak memiliki kekuatan perlekatan yang cukup dengan resin autopolimerisasi. Selain itu, bahan ini lebih sulit dilakukan proses akhir dan pemolesan dibandingkan resin akrilik sehingga kemungkinan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan resin akrilik.

Permukaan yang kasar dari suatu restorasi dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan kesulitan menjaga oral hygiene, karena debris makanan dan plak dapat melekat dengan mudah. Kekasaran tersebut juga dapat mengakibatkan iritasi dan resesi dari jaringan lunak mulut setelah restorasi berkontak lama dengan gingiva. Untuk mencegah dampak buruk di atas, proses akhir dan pemolesan dari

(23)

gigitiruan merupakan tahap-tahap yang penting untuk keberhasilan pembuatan gigitiruan secara klinis.

1.2 Permasalahan

8

Kekasaran permukaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu gigitiruan. Gigitiruan dengan permukaan yang kasar sering membawa banyak masalah bagi pemakai gigitiruan karena memungkinkan perlekatan debris dan plak bakteri. Debris dan plak bakteri yang melekat pada basis mengakibatkan timbulnya iritasi pada mukosa mulut, bau tidak sedap dan stain yang mengurangi estetis dari gigitiruan.

Kekasaran permukaan dari suatu basis gigitiruan dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, teknik manipulasi, dan teknik pemolesan. Bahan nilon lebih sulit untuk dipoles dan penelitian tentang kekasaran permukaan nilon masih sangat sedikit, maka peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kekasaran permukaan bahan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas serta bagaimana perbedaan kekasaran permukaan antara kedua bahan tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, diperoleh rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana kekasaran permukaan nilon

2. Bagaimana kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas

(24)

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian bahwa ada perbedaan kekasaran permukaan antara resin akrilik polimerisasi panas dengan nilon

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kekasaran permukaan nilon

2. Untuk mengetahui kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas 3. Untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas

1.6 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi sebagai suatu pertimbangan dalam memilih bahan basis gigitiruan, karena kemungkinan terdapat perbedaan kekasaran permukaan antara nilon dan resin akrilik polimerisasi panas

2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Prostodonsia

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Basis Gigitiruan

Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigitiruan. Kayu, tulang, ivory, keramik, logam, logam aloi dan berbagai polimer telah diaplikasikan untuk basis gigitiruan. Perkembangan yang pesat dalam bahan basis gigitiruan menyebabkan terjadinya peralihan dari penggunaan bahan alami menjadi penggunaan resin sintetis dalam pembuatan basis gigitiruan.1,4

2.1.1 Pengertian

Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT) edisi 8 (2005), basis gigitiruan adalah bagian dari suatu gigitiruan yang bersandar pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigitiruan dilekatkan dan bahan basis gigitiruan adalah suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigitiruan, namun belum ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan bahan basis gigitiruan.1,2,9

2.1.2 Persyaratan

Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-syarat bahan basis gigitiruan yang ideal adalah:4

a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan

(26)

c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara merata

d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan

e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen f. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong g. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60-65 MPa

h. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer swapolimerisasi

i. Tidak ada monomer sisa j. Tidak menyerap cairan k. Tidak dapat larut

Sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang mampu memenuhi semua kriteria tersebut di atas.10

2.1.3 Klasifikasi

(27)

2.1.3.1 Logam

Logam sebagai bahan basis gigitiruan memiliki beberapa keuntungan: a. Penghantar suhu

10

Logam merupakan penghantar suhu yang baik, sehingga setiap perubahan suhu yang terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya. Rangsang seperti ini akan menstimulasi dan mempertahankan kesehatan jaringan.

b. Ketepatan dimensi

Basis yang terbuat dari aloi emas maupun krom kobalt tidak hanya lebih tepat, tetapi juga mampu mempertahankan bentuk tanpa terjadi perubahan selama pemakaian dalam mulut.

c. Kebersihan

Logam adalah bahan yang tahan abrasi, sehingga permukaannya tetap licin dan mengkilat serta tidak menyerap saliva. Sifat ini membuat deposit makanan dan kalkulus sulit melekat.

d. Kekuatan maksimal dengan ketebalan minimal

Basis logam dapat dibuat lebih tipis daripada resin, tetapi cukup kuat dan kaku, sehingga ruang gerak bagi lidah relatif lebih luas.

Di samping beberapa keuntungan di atas, logam juga memiliki beberapa kerugian:

a. Basis logam tidak mungkin dilapis atau dicekatkan kembali 10

(28)

c. Relatif lebih berat, terutama aloi emas untuk rahang atas

d. Perluasan basis logam hingga lipatan bukal serta pengembalian kontur pipi dan bibir sulit dilakukan dengan basis logam

e. Teknik pembuatannya lebih rumit dan mahal

2.1.3.2 Resin

Sebagai basis gigitiruan, resin akrilik dan nilon menunjukkan beberapa keuntungan: 10

a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya, sehingga memenuhi faktor estetik

(Gambar 1)

b. Dapat dilapis dan dicekatkan kembali c. Relatif lebih ringan

d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah e. Biaya murah

Di samping keuntungan tersebut, resin juga memiliki beberapa kerugian: a. Penghantar suhu yang buruk

10

b. Dimensinya tidak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian dan reparasi

c. Mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian

(29)

e. Kalkulus dan deposit makanan mudah melekat pada basis resin

Gambar 1 : Gigitiruan Resin Akrilik11

Berdasarkan ISO 1567, polimer basis gigitiruan dikategorikan dalam tipe dan kelas berikut:

a. Tipe 1. Polimer yang diproses dengan panas 3,4

(i) Kelas 1. Bubuk dan cairan (ii) Kelas 2. Plastic cake

b. Tipe 2. Polimer swapolimerisasi (i) Kelas 1. Bubuk dan cairan.

(30)

2.1.3.3 Kombinasi Logam-Resin

Basis kombinasi logam-resin ini berupa rangka dari logam, dilapisi resin untuk tempat perlekatan elemen tiruan dan bagian yang berkontak dengan mukosa mulut. (Gambar 2) Tujuan pemakaian basis kombinasi logam-resin adalah memanfaatkan keuntungan masing-masing bahan.10

Gambar 2 : Gigitiruan Kombinasi Logam-Resin 12

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigitiruan selama lebih dari 60 tahun dan saat ini merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan.2-5,13-5 Resin akrilik merupakan bahan pilihan karena memiliki estetis yang baik,sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, murah, dan mudah dibuat dengan peralatan yang tidak mahal. Walaupun demikian, seperti bahan basis gigitiruan lainnya, resin akrilik tidak terlepas dari keterbatasan dan tidak memenuhi seluruh persyaratan bahan basis gigitiruan yang ideal.

Pada tahun 1935, Imperial Chemical Industries memperkenalkan bahan resin akrilik injection-moulded. Pada tahun 1936, Roth menemukan proses dough moulding yang kemudian dibuat dan dipasarkan dengan polimer dalam bentuk bubuk

(31)

dan monomer dalam bentuk cairan. (Gambar 3) Ketika dicampurkan bahan ini membentuk suatu adonan plastis yang dapat dimasukkan dalam mould gigitiruan dan polimerisasi terjadi dengan pemanasan terhadap mould yang telah terisi yang akhirnya membentuk suatu zat padat yang kaku.2,16

Gambar 3 : Acron MC-GC America, Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik Polimerisasi Panas17

2.2.1 Komposisi

Unsur pokok dari resin akrilik polimerisasi panas adalah: a. Bubuk

2,3,4

Polimer : butiran atau granul poli metil metakrilat Inisiator : benzoyl peroxide

Pigmen/pewarna : garam cadmium atau besi, atau pewarna organik b. Cairan

Monomer : metil metakrilat

(32)

Komponen utama dari bubuk adalah butiran-butiran poli metal metakrilat dengan diameter hingga 100 µ m dan massa jenis 1,19 g/cm3, sedangkan komponen utama dari cairan adalah monomer metil metakrilat yang bening, tidak berwarna, tidak kental dan berbau menyengat yang disebabkan tekanan penguapan yang relatif tinggi pada suhu ruangan.4

2.2.2 Manipulasi

Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Bubuk dan cairan dicampur dengan perbandingan volume 3:1 atau perbandingan berat 2,5:1. 2,5

Bahan yang telah dicampur melewati empat tahap:

a. Tahap pertama: tahap basah, seperti pasir (wet sand stage) 2,5,18

b. Tahap kedua: tahap lengket berserat (tacky fibrous) selama polimer larut dalam monomer (sticky stage)

c. Tahap ketiga: tahap lembut, seperti adonan, sesuai untuk diisi ke dalam mould (dough stage / gel stage)

d. Tahap keempat: tahap kaku, seperti karet (rubbery stage)

(33)

akhir pada suhu 100oC selama 30 menit sesuai rekomendasi Japan Industrial Standard (JIS).19

Setelah prosedur polimerisasi, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan hingga mencapai suhu kamar untuk memungkinkan pelepasan internal stress yang cukup sehingga meminimalkan perubahan bentuk basis. Selanjutnya dilakukan pemisahan kuvet dan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah fraktur atau distorsi gigitiruan.5 Setelah dikeluarkan dari kuvet, basis gigitiruan akrilik siap untuk diproses akhir dan dipoles.8

2.2.3 Sifat-Sifat

Sifat bahan basis gigitiruan terbagi atas sifat mekanis, sifat kemis dan biologis, serta sifat fisis.3

2.2.3.1 Sifat Mekanis

Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis, dari bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan.15 Sifat mekanis bahan basis gigitiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing dan kekerasan.

a. Kekuatan Tensil

3

(34)

b. Kekuatan Impak

Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm.4,20 Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigitiruan akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi fraktur.3

c. Fatique

Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat fatique. Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak didesain dengan baik sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima tekanan pengunyahan.3 Kekuatan fatique basis resin akrilik polimerisasi panas adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah dengan beban 2500 lb/in2 pada stress maksimum 17 MPa.

d. Crazing 20

(35)

perbaikan gigitiruan ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin akrilik yang telah mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat crazing ini dapat dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat rantai-rantai polimer.

e. Kekerasan

3

Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2.3,20 Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dibandingkan dengan logam dan mengakibatkan basis resin akrilik cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun penipisan basis resin akrilik ini bukan suatu masalah besar.3

Kekurangan utama dari resin akrilik adalah mudah frakturnya gigitiruan, hal ini berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanis resin akrilik polimerisasi panas, yaitu kekuatan tensil, lentur, fatique dan impak yang rendah serta sifat notch sensitivity yang tinggi.5,16

2.2.3.2 Sifat Kemis dan Biologis

Sifat kemis adalah sifat suatu bahan yang dapat mengubah sifat dasar bahan tersebut, seperti penyerapan air dan stabilitas warna. Sifat biologis adalah sifat suatu bahan dalam interaksinya dengan makhluk hidup, seperti pembentukan koloni bakteri dan biokompatibilitas.

a. Penyerapan Air 3

(36)

tergantung pada ketebalan gigitiruan. Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih besar pada bahan yang lebih kasar.13 Penyerapan air menyebabkan perubahan dimensi, meskipun tidak signifikan.3,5 Penelitian Cheng Yi-Yung (1994) menemukan bahwa penambahan berbagai serat pada resin akrilik menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman dalam air.

b. Pembentukan Koloni Bakteri

21

Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan gigitiruan resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas permukaan, kekerasan permukaan, dan kekasaran permukaan.3,22 Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan permukaan yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak permukaan dengan air yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan baik dan sering dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan muda h terjadi.10,16,23 Pembersihan dan perendaman gigitiruan dalam pembersih kemis secara teratur umumnya sudah cukup untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri.

c. Stabilitas Warna

5

(37)

d. Biokompatibilitas

Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel. Walaupun demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoic acid pada basis gigitiruan. Pasien yang tidak alergi juga dapat mengalami iritasi apabila terdapat jumlah monomer yang tinggi pada basis gigitiruan yang tidak dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi monomer sisa untuk resin akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2 %.2,3

2.2.3.3 Sifat Fisis

Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya dan tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Sifat fisis terdiri atas massa jenis, ekspansi termal, porositas dan kekasaran permukaan.

a. Massa Jenis

3

Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen.

b. Ekspansi Termal 3

(38)

c. Porositas

Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigitiruan. (Gambar 4) Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Porositas

dapat diakibatkan penguapan monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul polimer yang rendah, disertai temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut.15

a b c d

Gambar 4 : Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan24 a : porositas di permukaan basis gigitiruan

b : porositas di permukaan basis gigitiruan dilihat dengan mikroskop elektron

c : porositas di dalam basis gigitiruan

d : porositas di dalam basis gigitiruan dilihat dengan mikroskop elektron

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan yang tidak tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen, penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat.

d. Kekasaran Permukaan 15

(39)

kedokteran gigi yang dipertimbangkan ideal oleh Quirynen dkk. dan Bollen dkk. adalah mendekati 0,2 µ m atau kurang. Untuk resin akrilik, sedikit perbedaan dari 0,2 µ m dapat diabaikan. Hal ini disebabkan resin akrilik mengandung monomer sisa yang memiliki efek sitotoksik terhadap sejumlah bakteri sehingga dapat mengurangi perlekatan bakteri pada permukaan resin akrilik.22

Pemolesan gigitiruan akrilik dapat dilakukan dengan pemolesan mekanis, atau dengan pemolesan kemis merendam akrilik dalam larutan pemolesan kemis yang telah dipanaskan. Pemolesan kemis memiliki keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Selain pemolesan mekanis dan kemis, juga dapat digunakan sealant yang diaktivasi dengan sinar ultraviolet untuk pemolesan. Sofou dkk. (2001) menyatakan bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan dengan bahan ini sama dengan yang dihasilkan oleh pemolesan mekanis. Cara ini juga cukup hemat waktu seperti pemolesan kemis dan Valittu (1996) menemukan bahwa sealant ini menurunkan tingkat monomer sisa.25 Pfeiffer dan Rosenbauer (2004) serta Valittu (1996) menyatakan bahwa resin akrilik yang dipoles dengan baik menunjukkan penurunan pelepasan monomer yang signifikan dibandingkan dengan yang tidak dipoles.14

2.2.4 Keuntungan

Keuntungan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas adalah:

1. Penyerapan air lebih rendah dibandingkan nilon 2,4,16,20,22,23,26

(40)

3. Kekerasan permukaan lebih tinggi dibandingkan nilon

4. Sudut kontak permukaan dengan air cukup besar sehingga perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi

5. Stabilitas warna lebih baik dibandingkan nilon

6. Mudah dalam pembuatan, penyesuaian, proses akhir dan pemolesan, serta perbaikan

2.2.5 Kerugian

Kerugian penggunaan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas adalah:

1. Mudah fraktur (Gambar 5), karena resin akrilik polimerisasi panas memiliki kekuatan tensil, lentur, fatique dan impak yang rendah serta sifat notch sensitivity yang tinggi

2,3,5,8,15,16,27

2. Memiliki porositas

(41)

Gambar 5: Fraktur basis gigitiruan pada gigitiruan resin akrilik 28

2.3 Nilon

Nilon merupakan nama generik dari suatu polimer termoplastik yang tergolong dalam kelas polyamide. Nilon pertama kali diperkenalkan sebagai bahan basis gigitiruan di London sekitar tahun 1950.1,4 Terdapat perbedaan utama dalam hal sifat antara resin akrilik dan nilon, yaitu nilon merupakan polimer crystalline sedangkan akrilik merupakan polimer amorphous. Sifat crystalline ini mengakibatkan nilon memiliki sifat tidak dapat larut dalam pelarut, ketahanan panas yang tinggi, dan kekuatan yang tinggi serta kekuatan tensil yang baik.4

Pada beberapa tahun terakhir, nilon telah menarik perhatian sebagai bahan basis gigitiruan karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain: hasil estetis yang baik, keamanan toksologik untuk pasien yang alergi terhadap logam dan monomer resin, elastisitas lebih tinggi daripada resin polimerisasi panas, kekuatan yang cukup untuk digunakan sebagai bahan basis gigitiruan dan tidak terjadi perubahan bentuk

(42)

selama proses polimerisasi dan tidak terdapat monomer sisa karena penggunaan injection-moulding.7 (Gambar 6 dan 7)

Gambar 6: Gigitiruan nilon 12

Gambar 7: Gigitiruan nilon dalam mulut pasien

Nilon merupakan suatu resin yang dihasilkan dari reaksi kondensasi antara monomer diamine dan dibasic acid. Frekuensi kelompok amida sepanjang rantai mempengaruhi penyerapan air dan sifat kemis dari setiap jenis nilon. Semakin besar jarak kelompok amida, maka penyerapan airnya semakin rendah dan memiliki ketahanan kemis yang lebih baik.

12

2.3.1 Komposisi

(43)

2.3.2 Manipulasi

Nilon tidak dapat larut sehingga tidak dapat dibuat dalam bentuk adonan dan mengisi mould dengan teknik biasa, tapi harus dilelehkan dan diinjeksikan ke dalam kuvet di bawah tekanan (injection-moulding). Nilon dimasukkan dalam satu cartridge dan dilelehkan pada suhu 248,8-265,5oC dengan furnace elektrik. Selanjutnya nilon yang telah meleleh ditekan ke dalam kuvet oleh plugger di bawah tekanan yang diberikan oleh pres hidrolik atau manual. (Gambar 8) Tekanan injection-moulding dijaga pada tekanan 5 bar selama 3 menit kemudian kuvet beserta cartridge segera dilepaskan. Kuvet kemudian dibiarkan dingin pada suhu kamar selama 30 menit sebelum dibuka.4

Gambar 8 : Kuvet untuk injection-moulding

dan plugger 29

2.3.3 Sifat-Sifat

Sifat dari suatu bahan basis gigitiruan terbagi atas sifat mekanis, sifat kemis dan biologis, serta sifat fisis.

2.3.3.1 Sifat Mekanis

(44)

a. Kekuatan Tensil

Kekuatan tensil nilon adalah 98 N/mm2. Nilai kekuatan tensil nilon ini jauh lebih besar daripada resin akrilik.

b. Kekuatan Impak 4

Kekuatan impak adalah suatu ukuran kekuatan bahan yang diukur dari energi yang diperlukan untuk memulai dan melanjutkan retakan melewati sebuah spesimen dengan dimensi tertentu.3 Salah satu kelebihan utama dari nilon adalah daya tahan terhadap impak yang tinggi.16,30 Nilai kekuatan impak nilon adalah 120-150 kg/mm3.

c. Fatique 31

Fatique adalah rusaknya atau patahnya suatu bahan yang disebabkan beban berulang di bawah batas tahanan bahan.9 Fraktur gigitiruan dapat terjadi sebagai akibat dari fatique.3 Mathews dan Smith (1955) menyatakan bahwa daya tahan nilon terhadap fatique atau stressing yang berulang juga merupakan salah satu kelebihan utama nilon.

d. Crazing 16

Crazing merupakan kumpulan retakan pada permukaan yang dapat melemahkan basis gigitiruan. Crazing ini kadang muncul pada permukaan gigitiruan akrilik, namun tidak dapat terjadi pada basis gigitiruan nilon.

e. Kekerasan

3

(45)

2.3.3.2 Sifat Kemis dan Biologis

a. Penyerapan Air

Penyerapan air yang tinggi merupakan kekurangan utama dari nilon.1,16 Jenis nilon yang pertama memiliki nilai penyerapan air yang tinggi yaitu 8,5 %, kemudian dikembangkan jenis nilon yang ditambah serat kaca yang memiliki penyerapan air yang relatif rendah hingga 1,2 %.4 Air yang diserap ke dalam bahan bertindak sebagai plasticizer dan menurunkan sifat-sifat mekanis bahan seperti kekerasan, kekuatan transversa, dan batas fatique. Penyerapan air juga mempengaruhi stabilitas dimensi.

b. Pembentukan Koloni Bakteri

13

Pembentukan koloni bakteri pada permukaan gigitiruan dipengaruhi oleh penyerapan air, energi bebas permukaan, kekerasan permukaan dan kekasaran permukaan.3,22 De Clerck JP (1987) menyatakan bahwa ketidakrataan permukaan yang disebabkan pemolesan yang tidak baik bertindak sebagai ceruk untuk perlekatan bakteri dan debris makanan.32 Penemuan ini juga telah dikonfirmasikan oleh Radford dkk. (1998) dan Taylor dkk. (1998) yang menemukan lebih banyak perlekatan bakteri pada permukaan yang lebih kasar.22 Beberapa penulis juga menyatakan bahwa permukaan yang halus dapat mengurangi kemungkinan perlekatan bakteri.

c. Stabilitas Warna

25

(46)

menemukan bahwa diskolorasi nilon setelah perendaman dalam larutan kopi dan teh lebih besar daripada resin akrilik.

d. Biokompatibilitas 4

Nilon tahan terhadap pelarut dan bahan kimia.4,7 Selain itu, karena diproses dengan teknik injection-molding, nilon tidak memiliki monomer sisa dan hampir tidak memiliki porositas.6,7 Nilon juga aman untuk pasien yang alergi terhadap logam dan monomer resin.

a. Massa jenis 4,6,33

2.3.3.3 Sifat Fisis

Massa jenis yang rendah merupakan sifat yang menguntungkan karena gaya gravitasi yang menyebabkan lepasnya gigitiruan atas berkurang.3 Massa jenis nilon adalah 1,04 – 1,22 g/cm3.

b. Ekspansi Termal 4,7,31

Hargreaves (1971) membandingkan sifat nilon dengan nilon yang diperkuat serat kaca, dan menemukan koefisien ekspansi linear dari nilon yang diperkuat serat kaca lebih rendah daripada nilon.

c. Porositas

4

Nilon hampir tidak memiliki porositas.7 Porositas pada nilon disebabkan masuknya udara selama prosedur pemanasan. Bila udara ini tidak dikeluarkan, gelembung-gelembung besar dapat terbentuk pada basis gigitiruan.

d. Kekasaran Permukaan

(47)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa meskipun memiliki banyak kelebihan seperti tahan terhadap pelarut dan panas serta kuat dan ringan, tidak ada yang dapat menutupi kekurangannya berupa staining, yellowing, fleksibilitas yang tinggi, penyerapan air yang tinggi, perubahan dimensi, kesulitan dalam pemrosesan, dan permukaan yang kasar.21 Mathews dan Smith menggunakan nilon untuk basis gigitiruan dan hasil klinis menunjukkan kecenderungan bahan tersebut untuk mengalami perubahan warna, timbul stain, penyerapan air yang tinggi, serta terjadi peningkatan kekasaran permukaan setelah beberapa minggu pemakaian.4

Permukaan basis gigitiruan nilon tidak dapat dipoles sebaik resin akrilik, sehingga terjadi peningkatan kekasaran serta perlekatan sisa makanan setelah beberapa bulan pemakaian (Smith, 1957; Greener dkk., 1972), sehingga Munns (1962) menyarankan penggunaan gigitiruan nilon hanya untuk pasien yang dapat merawat gigitiruan dengan baik.16 Beberapa penulis juga menyarankan pemakaian nilon hanya untuk kasus tertentu seperti fraktur gigitiruan yang berulang dan pasien yang hipersensitif terhadap resin akrilik.2,4,28,33

2.3.4 Keuntungan

Keuntungan penggunaan basis gigitiruan nilon adalah: 1. Lebih estetis dibandingkan resin akrilik

4,6,7,16,30,34

2. Tidak mengandung monomer sisa, sehingga aman digunakan untuk pasien yang alergi terhadap metil metakrilat

(48)

4. Ketepatan mengisi cetakan lebih baik dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas

5. Tidak menggunakan cangkolan logam 6. Hampir tidak memiliki porositas

7. Kekuatan tensil jauh lebih besar daripada resin akrilik 8. Daya tahan terhadap impak dan fatique tinggi

9. Tidak dapat mengalami crazing 10. Tahan bahan kimia

11. Lebih tipis dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas

2.3.5 Kerugian

Kerugian penggunaan basis gigitiruan nilon adalah:

1. Kekuatan perlekatan terhadap resin swapolimerisasi kurang 3,4,6,16,21

2. Kekerasan nilon lebih kecil dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas

3. Penyerapan air tinggi

4. Stabilitas warna lebih buruk dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas

5. Kesulitan dalam pemrosesan

6. Permukaan kasar dan terjadi peningkatan kekasaran serta perlekatan sisa makanan setelah beberapa bulan pemakaian

(49)

Kekasaran permukaan sangat mempengaruhi bagaimana suatu objek akan berinteraksi dengan lingkungannya. Permukaan yang kasar umumnya lebih cepat aus dan memiliki koefisien gesek yang lebih tinggi daripada permukaan yang halus. Kekasaran permukaan merupakan faktor penting terhadap pelaksanaan komponen-komponen mekanis, karena ketidakteraturan pada permukaan dapat menjadi daerah inti retakan dan korosi.35

2.4.1 Pengertian

Kekasaran permukaan adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan yang telah diproses akhir dan dipoles, dan diukur dengan satuan mikrometer (µm).8 Nilai ini merupakan ukuran deviasi vertikal suatu permukaan dari bentuk idealnya. Apabila deviasi ini besar, maka permukaan tersebut kasar; apabila deviasi ini kecil, maka permukaan tersebut halus. Kekasaran dianggap sebagai komponen dari permukaan yang telah diukur dengan frekuensi yang tinggi dan panjang gelombang yang pendek.25

Attar dan Chung menyatakan bahwa suatu restorasi dinyatakan halus apabila nilai kekasaran permukaannya kurang dari 1 µ m dan mendekati nilai kekasaran enamel 0,64 µ m.36 Quirynen dkk. dan Bollen dkk. menyatakan bahwa kekasaran permukaan dari bahan kedokteran gigi yang ideal adalah mendekati 0,2 µ m atau kurang.

Kontak antara permukaan restorasi yang kasar dengan gingiva dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, iritasi dan resesi jaringan lunak yang perlahan.

22

8

(50)

perlekatan bakteri dan menyulitkan pengangkatannya dengan cara alami atau bahkan dengan metode-metode pembersihan rongga mulut.22 Perlekatan bakteri pada basis gigitiruan dapat mengakibatkan bau mulut, denture stomatitis, dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pemakaian gigitiruan lainnya.37 Kekasaran permukaan juga mempengaruhi penampilan estetik, stabilitas warna, dan pembentukan biofilm.8,22

Untuk meningkatkan kualitas permukaan, Mantzikos dkk. (1998) menyarankan aplikasi selapis glaze dan menyatakan bahwa untuk restorasi sementara prosedur ini diindikasikan untuk mengurangi perlekatan bakteri, namun Sesma dkk. (2005) menyatakan bahwa glaze yang diaplikasikan pada permukaan restorasi tetap tidak mencegah perlekatan bakteri, meskipun membantu pengangkatannya.

a. Teknik manipulasi

22

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi

(51)

tersebut juga menemukan bahwa kekasaran permukaan bahan restorasi lebih banyak dipengaruhi oleh teknik pemolesan daripada teknik manipulasi.

b. Teknik pemolesan

25

Ketidakteraturan permukaan akibat pemolesan yang tidak baik bertindak sebagai lembah tempat perlekatan bakteri dan debris makanan.32 Teknik proses akhir dan pemolesan bertujuan untuk mengangkat bahan yang berlebih dan menghaluskan permukaan yang kasar.8 Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk pemolesan, antara lain pemolesan mekanis, pemolesan kemis dan aplikasi pelapis pada permukaan restorasi.25 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemolesan mekanis menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih kecil daripada pemolesan kemis.22,25,32

Pada pemolesan mekanis, teknik proses akhir dan pemolesan untuk sebagian besar bahan kedokteran gigi restoratif mengikuti prinsip yang sama. Tahap contouring dan penghalusan permukaan dilakukan dengan coarse abrasive atau bur, dilanjutkan dengan bahan abrasif yang lebih baik untuk menghilangkan goresan-goresan besar yang terbentuk.8 Untuk resin akrilik, biasanya dihaluskan dengan kertas pasir waterproof ukuran 150 hingga 600 secara bertahap di bawah air mengalir dan dipoles dengan pumice dan whiting slurry dengan menggunakan polishing cloth yang dipasangkan pada polishing motor.16 Beberapa penelitian menemukan bahwa pemolesan dengan polishing motor lebih baik dibandingkan dengan mikromotor.

Abrasi terjadi ketika permukaan yang keras dan kasar atau partikel yang keras dan berbentuk tidak teratur menggores bahan yang lebih lunak dan menyebabkan

(52)

bahan pada goresan tersebut terangkat dari permukaan. Setiap sisi atau titik dari bahan abrasif bertindak sebagai pisau pemotong dan mengangkat sebagian bahan dari permukaan yang sedang diabrasi. Proses abrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat fisis dan mekanis bahan, seperti kekerasan, kekuatan dan konduktivitas termal, sehingga bahan abrasif yang dipilih untuk menyelesaikan dan memoles berbagai bahan restorasi tergantung pada sifat-sifat dari bahan restorasi tersebut.8

Peralatan atau pasta abrasif tidak boleh digunakan dalam keadaan kering. Pemolesan kering dapat menurunkan efisiensi dari bahan abrasif dan meningkatkan bahaya overheating permukaan. Overheating mempengaruhi penampilan gigitiruan dan dapat menyebabkan timbulnya distorsi. Overheating selama pemolesan basis gigitiruan resin akrilik dapat terjadi karena konduktivitas termal akrilik yang rendah dan hal ini harus dihindari.

c. pH

8

Constantinescu dkk. (2007) membandingkan kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam saliva buatan dengan pH 5,5 dan 6,8, dan menemukan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam saliva yang lebih asam menunjukkan kekasaran yang lebih tinggi. Dari penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa keasaman saliva meningkatkan kekasaran permukaan basis gigitiruan resin akrilik.38

(53)

Porositas pada resin akrilik terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi dengan polimer selama proses pencampuran. Porositas pada basis gigitiruan dapat mempengaruhi kekasaran permukaan, estetik dan kebersihan basis gigitiruan.15

2.4.3 Metode Pengukuran

Kekasaran permukaan dapat diukur dengan dua metode, antara lain metode sentuhan (contact method) dan metode tanpa sentuhan (non-contact method). Metode sentuhan dilakukan dengan menarik suatu stylus pengukuran sepanjang permukaan. Alat untuk metode sentuhan ini disebut profilometer atau profile meter.35 (Gambar 9)

Metode tanpa sentuhan antara lain: a. interferometry

35

b. confocal microscopy

c. variasi fokus (focus variation) d. cahaya terstruktur (structured light) e. electrical capacitance

(54)

Gambar 9 : Profile meter 39

Untuk pengukuran dua dimensi, alat peraba biasanya mengikuti suatu garis lurus di atas suatu permukaan yang rata atau suatu garis lengkung mengelilingi suatu permukaan silindris. Panjang perjalanan yang diikuti disebut panjang pengukuran (measurement length). Untuk pengukuran tiga dimensi, alat pengukur diperintahkan untuk meneliti (scan) suatu daerah dua dimensi di atas suatu permukaan.35

(55)

Gambar 10 : Prinsip sentuhan stylus dengan alat

profile meter 35

(1) cantilever; (2) ujung kecil stylus; (3) arah horizontal; (4) arah vertikal; (5) permukaan objek; (6) profil yang diukur.

(56)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris 3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian

3.2.1 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon dengan bentuk silindris, ukuran (20 x 2 + 1) mm.4,22 (Gambar 11)

Gambar 11. Bentuk dan ukuran sampel

3.2.2 Besar Sampel Penelitian

Jumlah sampel penelitian berdasarkan rumus sebagai berikut: 40 (t-1) (r-1) > 15

Keterangan:

t : jumlah perlakuan r : jumlah ulangan

20 mm

(57)

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel, maka t = 2 dan jumlah sampel (r) tiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut:

(2-1) (r-1) > 15 1 (r-1) > 15 r-1 > 15

r > 15 + 1 r > 16

Maka N = 32 (jumlah sampel kedua kelompok)

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Klasifikasi Variabel 3.3.1.1 Variabel Bebas

Bahan basis gigitiruan: a. Nilon (Bioplast, Japan)

b. Resin akrilik polimerisasi panas (QC 20, England)

3.3.1.2 Variabel Terikat

Kekasaran permukaan nilon dan resin akrilik polimerisasi panas

3.3.1.3 Variabel Terkendali

a) Ukuran sampel

b) Perbandingan adonan gips keras c) Perbandingan polimer : monomer d) Tekanan pengepresan

(58)

g) Waktu pemanasan h) Teknik pemolesan

3.3.2 Definisi Operasional

1. Nilon adalah bahan termoplastik golongan polyamide yang melunak bila dipanaskan dan diproses menjadi basis gigitiruan dengan sistem injeksi.

2. Resin akrilik polimerisasi panas adalah bahan resin akrilik yang terdiri atas bubuk dan cairan yang setelah pencampuran dan pemanasan membentuk suatu bahan padat yang kaku.

3. Kekasaran permukaan adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan yang telah diproses akhir dan dipoles, dan diukur dengan satuan mikrometer (µm).8

4. Ukuran sampel adalah (20 x 2 + 1) mm berbentuk silindris sesuai dengan standar dari International Standard Organization.

a) Kelompok A = sampel dari bahan nilon. 4,22

5. Sampel dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:

b) Kelompok B = sampel dari bahan resin akrilik polimerisasi panas.

6. Perbandingan adonan gips keras adalah perbandingan antara jumlah gips keras : air yang digunakan untuk menanam sampel dalam kuvet, yaitu 300 gram gips keras : 90 ml air.41

(59)

8. Tekanan pengepresan adalah tekanan yang digunakan untuk mengepres kuvet yang telah berisi resin akrilik polimerisasi panas yaitu 1000 psi untuk pengepresan pertama dan 2200 psi untuk pengepresan kedua.

9. Waktu kuring adalah waktu yang diperlukan untuk proses polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas yaitu fase I 700C selama 90 menit dan fase II 1000C selama 30 menit.11

10. Suhu pemanasan adalah suhu yang digunakan untuk melunakkan bahan nilon pada alat furnace, yaitu 248,8 - 265,5oC.4

11. Waktu pemanasan adalah lamanya pemanasan bahan nilon pada alat furnace, yaitu 10 menit.4

12. Teknik pemolesan adalah cara pemolesan sampel, pada penelitian ini digunakan teknik pemolesan mekanis dan hanya dilakukan pada salah satu permukaan sampel, yaitu dengan cara berikut:

a) Kelompok A : dihaluskan dengan kertas pasir waterproof ukuran 150, 400, dan 600 yang dipasangkan pada rotary grinder dengan air mengalir masing-masing selama 5 menit dengan kecepatan 500 rpm, kemudian dilanjutkan dengan Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada polishing motor dengan kecepatan 500 rpm dan menggunakan coarse pumice selama 5 menit hingga mengkilat dan dikilatkan lagi dengan polishing cloth dan menggunakan whiting slurry selama 5 menit.

22

(60)

selama 3 menit dengan kecepatan 500 rpm, kemudian dilanjutkan dengan Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada polishing motor dengan kecepatan 500 rpm dan menggunakan coarse pumice selama 5 menit hingga mengkilat dan dikilatkan lagi dengan polishing cloth dan menggunakan whiting slurry selama 5 menit.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian 3.4.1 Tempat Pembuatan Sampel

a) Unit UJI Laboratorium Dental FKG USU

b) Laboratorium Departemen Prostodonsia FKG USU c) Laboratorium Mesin Politeknik Medan

3.4.2 Tempat Pengujian Sampel

Laboratorium Mesin Politeknik Medan

3.4.3 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

3.5.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel

1. Kelompok A • Injection flask

(61)

• Model induk terbuat dari logam berbentuk silindris dengan ukuran (20x2)mm

Lekron (Smic, China)

Timbangan Digital (Sartorius AG Gottingen, Germany) Vibrator (Pulsar 2 Filli Manfredi, Italy)

Cartridge

Plugger Furnace

Injector

Portable Dental Engine (Olympia, Japan)

Straight Handpiece (Olympia, Japan)

Disc pemotong

Fraser bur

Rotary grinder (Metaserv, England)

Polishing Motor (M2V Filli Manfredi, Italy)

Scotch-Brite Brush Polishing cloth

Stopwatch

2. Kelompok B

(62)

• Model induk terbuat dari logam berbentuk silindris dengan ukuran (20x2)mm

Lekron (Smic, China)

• Spatula semen untuk mengaduk resin akrilik dan pot pengaduk dari porselen

Timbangan Digital (Sartorius AG Gottingen, Germany) Vibrator (Pulsar 2 Filli Manfredi, Italy)

Pres hidrolik (OL 57 Manfredi, Italy) Unit kuring (Filli Manfredi, Italy)

Portable Dental Engine (Olympia, Japan)

Straight Handpiece (Olympia, Japan)

Fraser bur

Rotary grinder (Metaserv, England)

Polishing Motor (M2V Filli Manfredi, Italy)

Polishing cloth Stopwatch

3.5.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel

Profile meter (Mitutoyo-Surf Test 301, Japan)

3.5.2 Bahan Penelitian

(63)

Gips keras (Moldano, Germany)

• Air

• Vaselin untuk bahan separasi • Malam spru

• Malam • Tinfoil

• Cincin plastik

Cold Mould Seal sebagai bahan separasi (QC 20, England) • Plastik Selopan

Kertas pasir waterproof (Atlas) ukuran 150, 400, 600 Coarse pumice

Whiting slurry

• Spidol

3.6 Cara Penelitian

3.6.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian

Sampel dibuat dari resin akrilik polimerisasi panas dan nilon, diperoleh dari model induk yang terbuat dari logam berbentuk silindris dengan ukuran diameter 20 mm dan ketebalan 2 mm.

3.6.1.1 Pembuatan Sampel Nilon (Kelompok A)

(64)

a. Siapkan kuvet khusus untuk injection-moulding (injection flask) (Gambar 12)

b. Kuvet diolesi dengan bahan separasi vaselin

c. Membuat adonan gips keras dengan perbandingan 300 gram gips keras: 90 ml air

d. Adonan diaduk dalam mangkuk karet dengan spatula hingga homogen dan dituang ke kuvet bawah (Gambar 13)

e. Gips keras dibiarkan beberapa menit dan model induk ditanamkan pada gips keras tersebut, satu kuvet berisi 6 model induk

f. Diamkan selama 20 menit hingga gips keras mengeras

Gambar 12 : Injection flask

(65)

2. Pemasangan Spru

a. Setelah gips keras mengeras, malam spru sebagai jalan masuk bahan dilekatkan pada tepi model induk dengan menggunakan malam

b. Spru yang berlebih dibuang dengan lekron

3. Pengisian Kuvet Atas

a. Setelah semua model induk dipasang spru, olesi permukaan gips keras, model induk dan kuvet atas dengan vaselin

b. Kuvet atas dipasangkan di atas kuvet bawah dan dikunci hingga rapat c. Membuat adonan gips keras dengan perbandingan 300 gram gips keras: 90 ml air

d. Adonan diaduk dalam mangkuk karet dengan spatula hingga homogen e. Kuvet diletakkan di atas vibrator dengan posisi vertikal dan vibrator dinyalakan

f. Adonan gips keras dituang ke dalam kuvet melalui salah satu lubang pengisian pada kuvet hingga adonan keluar dari lubang lainnya

g. Diamkan selama 60 menit hingga gips keras mengeras

4. Pengangkatan Model Induk dan Pembuangan Spru a. Kunci kuvet dibuka dan kuvet dipisahkan

b. Model induk diangkat dari gips keras dengan menggunakan lekron

(66)

d. Kuvet dibuka dan disiram dengan air mendidih hingga tidak ada lagi sisa spru pada gips keras

5. Injeksi Bahan Nilon ke dalam Mould a. Kuvet dipasangkan kembali dan dikunci

b. Cartridge untuk injeksi disiapkan, kemudian letakkan tinfoil yang telah dipotong berbentuk lingkaran pada dasar cartridge (Gambar 14)

c. Bahan nilon ditimbang sebanyak 15 gram dengan menggunakan timbangan digital dan dimasukkan dalam cartridge

d. Cartridge berisi bahan nilon ditempatkan dalam furnace untuk melunakkan bahan nilon dengan panas pada suhu 248,8 - 265,5 oC selama 10 menit (Gambar 15)

e. Setelah bahan nilon meleleh seluruhnya, lapisi plugger penutup cartridge dengan cincin plastik dan tempatkan pada cartridge

f. Cartridge berisi bahan nilon yang telah dipanaskan dipasangkan di atas kuvet dan kuvet ditempatkan pada alat injector (Gambar 16 dan 17)

g. Bahan nilon diinjeksikan ke dalam kuvet

h. Biarkan di bawah tekanan selama 3 menit, lepaskan dari alat injector dan biarkan selama 30 menit hingga mengeras

Gambar 14 : Cartridge untuk

(67)

Gambar 15 : Cartridge berisi bahan nilon dipanaskan dalam furnace

(68)

6. Proses Akhir dan Pemolesan

Sampel dikeluarkan dari mould dan spru dibuang menggunakan disc pemotong. (Gambar 18) Selanjutnya sampel dirapikan dengan menggunakan fraser bur hingga permukaan sampel rata. Sampel kemudian dihaluskan salah satu permukaannya dengan kertas pasir waterproof ukuran 150, 400, dan 600 yang dipasangkan pada rotary grinder dengan air mengalir masing-masing selama 5 menit dengan kecepatan 500 rpm, kemudian dilanjutkan dengan Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada polishing motor dengan kecepatan 500 rpm dan menggunakan coarse pumice selama 5 menit hingga mengkilat dan dikilatkan lagi dengan polishing cloth dan menggunakan whiting slurry selama 5 menit. (Gambar 19)

(69)

Gambar 19 : Sampel kelompok A setelah pemolesan

3.6.1.2 Pembuatan Sampel Resin Akrilik Polimerisasi Panas (Kelompok B)

1. Penanaman Model Induk pada Kuvet Bawah a. Siapkan kuvet besar untuk menanam model b. Kuvet diolesi dengan bahan separasi vaselin

c. Membuat adonan gips keras dengan perbandingan 300 gram gips keras: 90 ml air

d. Adonan diaduk dalam mangkuk karet dengan spatula hingga homogen dan dituang ke kuvet bawah

e. Gips keras dibiarkan beberapa menit dan model induk ditanamkan pada gips keras tersebut, satu kuvet berisi 9 model induk

f. Diamkan selama 20 menit hingga gips keras mengeras

2. Pengisian Kuvet Atas

(70)

b. Kuvet atas dipasangkan di atas kuvet bawah

c. Membuat adonan gips keras dengan perbandingan 300 gram gips keras: 90 ml air

d. Adonan diaduk dalam mangkuk karet dengan spatula hingga homogen e. Kuvet diletakkan di atas vibrator dan vibrator dinyalakan

f. Adonan gips keras dituang ke dalam kuvet

g. Diamkan selama 60 menit hingga gips keras mengeras 3. Pengangkatan Model Induk

a. Setelah gips keras, kuvet dibuka dan model induk diangkat dengan menggunakan lekron

b. Mould yang didapat dituangi air panas sampai bersih untuk membuang vaselin yang tersisa (Gambar 20)

c. Setelah kering, mould diolesi dengan cold mould seal dan tunggu selama 20 menit hingga cold mould seal kering

(71)

4. Pengisian Resin Akrilik pada Mould

a. Monomer dituang ke dalam pot porselen dan masukkan polimer dengan perbandingan 2 gram polimer : 1 ml monomer sampai semua monomer terserap oleh polimer (sesuai petunjuk pabrik)

b. Adonan diaduk dengan spatula semen sampai monomer dan polimer tercampur dengan baik

c. Adonan didiamkan kira-kira selama 10 menit. Jika adonan sudah lunak tetapi tidak lengket dan tidak menempel pada dinding pot porselen (dough stage), maka adonan siap dimasukkan ke dalam mould.

d. Mould yang permukaannya telah diolesi cold mould seal diisi penuh dengan adonan resin akrilik

e. Letakkan plastik selopan di antara kuvet atas dan bawah, dan dipres dengan tekanan 1000 psi menggunakan pres hidrolik

f. Kuvet dibuka kembali dan akrilik yang berlebih dibuang, kemudian kuvet ditutup kembali, dilakukan pengepresan kedua dengan tekanan 2200 psi, prosedur diulang kemudian baut dipasang.

5. Kuring

(72)

Gambar 21 : Waterbath

6. Proses Akhir dan Pemolesan

(73)

Gambar 22 : Sampel kelompok B setelah pemolesan

3.6.2 Pengukuran Kekasaran Permukaan

a. Alat profile meter dikalibrasikan (Gambar 23)

b. Sampel diletakkan di atas meja sejajar alat profile meter dan alat profile meter dijalankan

(74)

Gambar 23 : Kalibrasi alat profile meter

Gambar 24 : Pengukuran kekasaran permukaan sampel resin akrilik Polimerisasi panas (kelompok B)

3.7 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Analisis Univarian untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi masing-masing kelompok

(75)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Kekasaran Permukaan Nilon

Nilai kekasaran permukaan nilon (kelompok A) diperoleh dengan menghitung rata-rata pengukuran pertama dan kedua dari setiap sampel kelompok A yang diukur dengan menggunakan alat profilemeter. Kekasaran permukaan nilon menunjukkan nilai terbesar 0,460 µm dan nilai terkecil 0,345 µm. (Tabel 1)

Tabel 1. NILAI KEKASARAN PERMUKAAN NILON (KELOMPOK A)

Sampel Pengukuran 1 (µm) Pengukuran 2 (µm) Kekasaran Permukaan (µ m)

1 0,430 0,490 0,460

(76)

Tabel 2. RERATA DAN STANDAR DEVIASI KEKASARAN PERMUKAAN NILON (KELOMPOK A)

Kelompok Kekasaran permukaan (µm)

A

Rerata SD

0,395 0,034

Kelompok A = nilon

4.2 Kekasaran Permukaan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Nilai kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas (kelompok B) diperoleh dengan menghitung rata-rata pengukuran pertama dan kedua dari setiap sampel kelompok B yang diukur dengan menggunakan alat profile meter. Nilai kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas yang terbesar adalah 0,350 µ m dan yang terkecil adalah 0,280 µm. (Tabel 3)

Tabel 3. NILAI KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS (KELOMPOK B)

Sampel Pengukuran 1 (µm) Pengukuran 2 (µm) Kekasaran Permukaan (µ m)

1 0,360 0,330 0,345

Gambar

Gambar Halaman
Gambar 1 : Gigitiruan Resin Akrilik11
Gambar 2 : Gigitiruan Kombinasi  Logam-Resin 12
Gambar 3 : Acron MC-GC America,         Salah Satu Nama Dagang             Resin Akrilik Polimerisasi              Panas17
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Kekerasan Permukaan Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Dibersihkan dengan Energi Microwave Berdaya 800 Watt dalam 3 Menit dengan Pengulangan 1 Kali,

Hasil penelitian kekuatan perlekatan bahan perekat gigitiruan Bony Plus pada sampel basis resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih besar

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan yang sering digunakan sebagai.. bahan basis

Perbandingan polimer : monomer adalah perbandingan antara jumlah polimer : monomer resin akrilik polimerisasi panas yang digunakan pada penelitian, yaitu 2 gram polimer : 1 ml

Nilai kekasaran permukaan (Ra) dari basis gigitiruan dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, metode polimerisasi bahan resin, teknik pemolesan, daya atau waktu

20 Menurut Rizzatti-Barbosa, dkk (2006) bahwa metode polimerisasi baik dengan microwave maupun dengan unit kuring pada bahan basis resin akrilik tidak mempunyai pengaruh

Hasil perbandingan perubahan nilai warna basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon termoplastis sebelum dan setelah perendaman dengan larutan coklat selama

5.2 Kekerasan Permukaan Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Dibersihkan dengan Energi Microwave Berdaya 800 Watt dalam 3 Menit dengan Pengulangan