• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Conservation Village Development of Family’s Edible and Medicinal Plants A Case Study in Cigeurut Village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Conservation Village Development of Family’s Edible and Medicinal Plants A Case Study in Cigeurut Village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN KAMPUNG KONSERVASI

TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT KELUARGA :

Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat

RONA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

Rona (E34070085). Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat. Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Pangan dan obat-obatan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat untuk mempertahankan hidup. Dilihat dari tingkat konsumsi pangan, masyarakat Indonesia selama ini masih mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kecukupan pangan dalam negeri. Upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan menggali potensi sumberdaya pangan lokal di setiap daerah. Kampung Cigeurut merupakan salah satu Kampung di Desa Cipakem yang lokasinya berada di dekat hutan dan jauh dari perkotaan. Keberadaan sarana dalam menunjang kebutuhan hidup pun sangat terbatas, terutama sarana kesehatan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat. Sehingga masyarakat masih mengandalkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan serta mengobati penyakit yang dideritanya. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA), mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan POGA untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri, mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA, serta menyusun strategi pengembangan konservasi POGA. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2011 di Kampung Cigeurut Desa Hutan Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat.

Kampung Cigeurut teridentifikasi sebanyak 110 spesies tumbuhan pangan dari 44 famili dan 8 kelompok habitus. Musaceae adalah famili tertinggi sebanyak 15 spesies, dan herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 40,91 %. Sedangkan tumbuhan obat terdapat 201 spesies dari 65 famili, 7 kelompok habitus, dan 16 bagian tumbuhan yang digunakan. Asteraceae adalah famili tertinggi sebanyak 18 spesies, dan herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 75 spesies. Tumbuhan pangan dimanfaatkan masyarakat ke dalam 4 manfaat yang meliputi sumber karbohidrat, sumber sayur, buah, dan bahan baku minuman. Masyarakat Cigeurut kulon dan wetan sebanyak 30 % dan 3,33 % sangat mengetahui, 63,33 % dan 70 % mengetahui, dan 6,67 % dan 26,67 % kurang mengetahui tentang khasiat dari tumbuhan obat. Pengetahuan tersebut sebagian besar berasal dari turun temurun. Kegiatan yang masih dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Cigeurut yaitu pembuatan gula aren, pembuatan kolobot, kegiatan budidaya tumbuhan pangan dan obat keluarga. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kampung konservasi POGA dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan mandiri melalui swasembada pangan, pembuatan kelompok usaha tani, kaderisasi masyarakat peduli tumbuhan obat keluarga, kerjasama kemitraan, dan budidaya tumbuhan pangan dan obat berdasarkan stimulus alamiah, manfaat, dan rela (AMAR).

(3)

SUMMARY

Rona (E34070085). Study of Conservation Village Development of Family’s Edible and Medicinal Plants : A Case Study in Cigeurut Village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java. Under supervision of ERVIZAL A. M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.

Food and medicine are essential requirement for people to survive. Based on the level of food consumption, the people of Indonesia still relies on food imports to meet domestic food sufficiency. Effort that can be done to meet the food requirement is exploration the potential of local food resources in each region. Cigeurut is one village in Cipakem that is located near the forest and away from urban areas. The existence of facilities are limited supporting for life, especially health care facilities that are vital for society to survive. So people still relies on natural resources around them to feed and treat the disease. The purposes of this study are to identify family’s edible and medicinal species plant, identify knowledge and utilization of family’s edible and medicinal plants to create food safety and healthy life, identify the local wisdom of family’s edible and medicinal plants for conservation diversity, and arrange development strategy of Family’s edible and medicinal plants. The study was conducted during June until July in 2011 in Cigeurut village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java.

Cigeurut village was identified 110 species of edible plants consist of 44 families and 8 categories of habitus. Musaceae is the highest family consist of 15 species, and herbs are the highest habitus as many as 40.91%. While there are 201 species of medicinal plants consist of 65 families, and 7 groups of habitus, and 16 parts of plants used. Asteraceae is the highest family consist of 18 species, and herbs are the highest habitus as many as 75 species. Edible plants are classified to four utilization groups, that include a source of carbohydrates, vegetables, fruits, and raw materials of beverages. Society of West and East Cigeurut Village as many as 30% and 3.33% are well aware, 63.33% and 70% knew, and 6.67% and 26,67% less know about the utilization of medicinal plants. Most of the knowledge heritaged from generation to generation. Activities carried on from generation to generation by the Cigeurut people are making palm sugar, kolobot, and cultivation of family’s medicine and edible plants. Strategies that are needed to develop conservation village of POGA in order to improve food security and health self sufficient are through self sufficiency in food, manufacture of farm groups, medicinal plant’s care group, braid partner relationship, and cultivate edible and medicinal plant based on tri stimulus AMAR, that include is a nature, benefit, and religious/willing stimulus.

(4)

KAJIAN PENGEMBANGAN KAMPUNG KONSERVASI

TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT KELUARGA :

Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat

RONA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya Rona menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

(6)

Judul Skripsi : Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat

Nama : Rona NIM : E34070085

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.

NIP . 19590618 198503 1 003 NIP . 19620918 198903 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah berupa skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Penelitian dengan judul “Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat” dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA), mengidentifikasi pengetahuan dan bentuk pemanfaatan tumbuhan POGA untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri, mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA, serta menyusun strategi pengembangan Kampung konservasi POGA. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terkait data tumbuhan pangan dan obat keluarga yang digunakan untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri di Kampung Cigeurut.

Tak ada gading yang tak retak. Pribahasa tersebut menyatakan bahwa Penulis pun menyadari karya ilmiah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Bogor, September 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 30 Mei 1989 sebagai anak ke-lima dari enam bersaudara yaitu Heri Susanto, Yanti Susanti, S.Pdi, Dian Fitriani, Diki, dan Muhammad Fikri dari pasangan Mas’ud dan Iyah Zuhriyah. Pada tahun 2001 Penulis lulus dari SDN 1 Gereba, tahun 2004 Penulis lulus dari MTs Manba’ul – Ulum Silebu, tahun 2007 Penulis lulus dari SMAN 1 Mandirancan, dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pemerintah daerah Kabupaten Kuningan sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis aktif di beberapa organisasi yakni Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora dan Ekowisata, Organisasi Mahasiswa Daerah Kuningan sebagai Staff Public Information and Relation. Penulis melakukan Praktik Group Project di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Burangrang dan Cikeong, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran (TNB).

Penulis pernah menjadi tour guide Agroedutourism kampus IPB pada tahun 2010 dan 2011, pernah menjadi Asisten praktikum mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata S-1 pada tahun 2010. Selain itu, Penulis juga pernah mengajar privat SMA di Lembaga Privat Mandiri Bogor pada tahun 2010.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF. Selaku pembimbing kedua, terima kasih atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Arinana, S.Hut, MSi selaku ketua sidang dan Ir. Edhi Sandra, MSi selaku ketua sidang. Terima kasih atas masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi juga atas nasehat yang diberikan kepada penulis. 3. Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah diterima

penulis selama belajar di KSHE.

4. Kedua Orang tua tercinta Ibunda Iyah Zuhriyah dan Ayahanda Mas’ud yang telah memberikan do’a dan materi selama kuliah berlangsung. Juga kepada kakanda Diki, Heri, Yanti, Dian dan Adinda Fikri yang telah memberikan kasih sayang, masukan dan semangat serta do’a dan materi dalam melancarkan perkuliahan di IPB.

5. Pemerintah Daerah Kuningan yang meliputi Bupati, Wakil Bupati, Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, dan staff jajarannya yang telah memberikan dana Beasiswa Utusan Daerah dan telah membantu segala kelancaran dalam menunjang perkuliahan selama di IPB.

6. Kepala desa Cipakem, Pak Rurah Cigeurut Kulon dan Cigeurut Wetan, Keluarga Pak Yadi, Keluarga Bu Nani yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian di Kampung Cigeurut.

(10)

8. Keluarga Besar Lab KTO 44 atas semangat kebersamaan dalam pengerjaan proposal dan skripsi di ruang KTO tercinta.

9. Dinar, Oman, Nayunda, Ovi, Jefri, Marwa, Atin, Neneng, Heni, Fela, Hireng, Mprit, dan Jauhar yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian.

10.Keluarga besar KSH 44 yang telah memberikan pengalaman baru, semangat baru, motivasi, serta dukungan selama kuliah

11.Keluarga Wisma Aria 2011 (ruly, ian, dery, kang yayat, bambang, dadan) yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Keluarga besar HIMARIKA 44 yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) ... 3

2.1.1 Tumbuhan Pangan ... 3

2.1.2 Tumbuhan Obat Keluarga ... 3

2.2 Kearifan Lokal ... 5

2.3 Ketahanan Pangan Lokal ... 6

2.4 Kesehatan Mandiri melalui Pengobatan Tradisional ... 7

2.5 Strategi Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 9

3.2 Alat, Bahan, dan Objek Penelitian ... 9

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 10

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 11

3.4.1 Observasi/ pengamatan lapang ... 11

3.4.2 Wawancara ... 11

3.4.3 Pembuatan herbarium ... 11

3.4.4 Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat ... 12

3.4.5 Studi pustaka ... 12

3.5 Analisis Data ... 13

3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA) ... 13

(12)

ii

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas ... 15

4.2 Aksesibilitas ... 15

4.3 Tata Guna Lahan ... 16

4.4 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 16

4.5 Kesehatan Masyarakat ... 16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik responden Masyarakat Kampung Cigeurut ... 18

5.1.1 Kondisi sosial ekonomi respoden masyarakat Cigeurut ... 18

5.1.2 Kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut ... 20

5.1.3 Pendidikan responden masyarakat Cigeurut ... 23

5.1.4 Luas kepemilikan lahan ... 24

5.1.5 Penyakit responden masyarakat Cigeurut ... 24

5.2 Potensi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Cigeurut ... 27

5.2.1 Potensi tumbuhan pangan ... 27

5.2.1 Potensi Tumbuhan obat ... 32

5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Pangan oleh masyarakat 35 5.2.1 Sayur-sayuran ... 36

5.2.2 Buah-buahan ... 37

5.2.3 Karbohidrat ... 38

5.2.4 Tumbuhan pangan sebagai minuman ... 38

5.4 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh masyarakat .. 39

5.4.1 Proses pembuatan obat dari tumbuhan obat ... 40

5.5 Diversifikasi pangan di Kampung Cigeurut ... 41

5.6 Kearifan Lokal Masyarakat Cigeurut ... 42

5.6.1 Pembuatan gula aren ... 42

5.6.2 Pembuatan kolobot ... 43

5.6.3 Kegiatan budidaya tumbuhan pangan dan obat keluarga ... 43

5.6.4 Tumbuhan pangan dan obat yang digunakan untuk kegiatan adat 44 5.7 Permasalahan ... 45

5.8 Strategi Pengembangan Konservasi POGA Kampung Cigeurut .... 46

(13)

iii

5.8.2 Kelompok wirausaha tani ... 48

5.8.3 Kaderisasi masyarakat peduli tumbuhan obat keluarga ... 49

5.8.4 Kerjasama kemitraan ... 50

5.8.4 Budidaya tumbuhan pangan dan obat berdasarkan ... 52

Stimulus AMAR BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(14)

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis data yang dikaji dalam penelitian ... 10

2. Jenis penggunaan lahan di Desa Cipakem ... 16

3. Tingkat pendidikan responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan ... 23

4. Luas kepemilikan lahan responden masyarakat Kampung Cigeurut ... 24

5. Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Cigeurut ... 25

6. Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili... 28

7. Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat ... 30

8. Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili ... 33

9. Bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat ... 34

10. Spesies tumbuhan obat yang sering dibunakan oleh masyarakat ... 40

11. Jenis olahan makanan masyarakat Cigeurut ... 42

12. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam tradisi masyarakat ... 45

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Denah lokasi penelitian di Kampung Cigeurut... 9

2. Jalan menuju Cigeurut Kulon ... 15

3. Jalan menuju Cigeurut Wetan ... 15

4. Jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Cipakem ... 17

5. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Kulon ... 18

6. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan ... 19

7. Sop tutu sebagai sumber protein hewani masyarakat Cigeurut ... 21

8. Diagram pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari ... 22

9. Jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Cigeurut ... 26

10. Kondisi kamar mandi Cigeurut Kulon ... 27

11. Pemanfaatan sungai oleh masyarakat Cigeurut Wetan ... 27

12. Tipologi habitat tumbuhan pangan ... 28

13. Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan habitus ... 29

14. Bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan ... 31

15. Status budidaya tumbuhan pangan ... 31

16. Genjer ... 32

17. Tumbuhan budidaya ... 32

18. Tipologi habitat tumbuhan obat ... 33

19. Habitus tumbuhan obat ... 35

20. Status budidaya tumbuhan obat ... 35

21. Buah takokak ... 37

22. Buah picung ... 37

23. Hasil peremasan daun mustajab... 41

24. Proses pembuatan kolobot ... 43

25. Kalua ... 49

26. Pareredan ... 49

27. Gula aren ... 49

(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pangan dan obat-obatan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan pangan dan obat-obatan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dilihat dari tingkat konsumsi pangan, masyarakat Indonesia selama ini masih mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kecukupan pangan dalam negeri. Padahal Indonesia menempati posisi kedua setelah Brazil dari segi tingkat keanekaragaman hayati di dunia (Rahayu et al. 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati tumbuhan belum dimanfaatkan secara optimal di setiap daerah. Upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan menggali potensi sumberdaya pangan lokal di setiap daerah. Sastraatmadja (2006) menyatakan bahwa pangan lokal yang dimiliki oleh Indonesia merupakan potensi yang besar untuk menciptakan kemandirian pangan serta dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pangan impor. Sehingga pemanfaatan spesies tumbuhan pangan lokal menjadi alternatif untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat daerah di seluruh Indonesia.

(18)

masyarakat pedesaan, biaya berobat ke dokter terbilang mahal, selain itu akses menuju lokasi yang sangat jauh sehingga masyarakat pedesaan memilih obat-obatan tradisional untuk mengobati penyakitnya secara tradisional.

Kampung Cigeurut merupakan salah satu kampung di Desa Cipakem yang berada di wilayah Kecamatan Maleber yang lokasinya berada di dekat hutan dan jauh dari perkotaan. Aksesibilitas yang sangat terbatas, mengakibatkan Kampung Cigeurut menjadi terisolasi dari beberapa aspek, seperti halnya transportasi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi. Keberadaan sarana-sarana dalam menunjang kebutuhan hidup pun sangat terbatas, terutama sarana kesehatan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat Kampung Cigeurut mengandalkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan serta mengobati penyakit yang dideritanya. Maka dari itu perlu dilakukan pengkajian terkait pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat yang digunakan oleh masyarakat Kampung Cigeurut untuk mengetahui potensinya yang dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta menciptakan ketahanan pangan lokal dan kesehatan mandiri.

1.2Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA) 2. Mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan POGA untuk

menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri

3. Mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA 4. Menyusun strategi pengembangan kampung konservasi POGA

1.3Manfaat

(19)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) 2.1.1 Tumbuhan Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman (PP No. 68 2002). Menurut Guinand dan Lemessa (2000) tumbuhan pangan adalah semua sumberdaya tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk bertahan hidup. Tumbuhan pangan menurut Sunarti et al. (2007) dibedakan menjadi tumbuhan pangan kelompok buah-buahan, sayur-sayuran, sereal, serta umbi-umbian. Deptan (2008) menyatakan bahwa sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam ketahanan pangan adalah: (1) ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal; (2) meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan.

Sumberdaya alam, khususnya tumbuhan penghasil pangan menjadi sumber utama kehidupan masyarakat di pedesaan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan meliputi bagian buah, daun, bunga, umbi, rimpang, akar, dan biji (Kala 2009). Pangan tradisional merupakan instrumen penting dalam pembangunan pedesaan di tingkat lokal (Albayrak & Gunes 2010).

2.1.2 Tumbuhan Obat Keluarga

(20)

modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Tumbuhan obat dapat berkhasiat mengobati berbagai macam jenis penyakit yang dialami manusia (Arafah 2005). Keuntungan obat tradisional menggunakan tumbuhan obat yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri di rumah (Zein 2005). Dibandingkan obat-obat modern, tumbuhan obat memiliki beberapa kelebihan, antara lain (Katno & Pramono 2009):

1. Efek samping relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat. Tumbuhan obat akan bermanfaat dan aman jika:

a. Ketepatan takaran/dosis b. Ketepatan waktu penggunaan c. Ketepatan cara penggunaan

d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar

e. Ketepatan pemilihan spesies tumbuhan obat untuk indikasi tertentu

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/ komponen bioaktif tanaman obat.

(21)

untuk mendekatkan tanaman obat kepada upaya-upaya kesehatan masyarakat yang antara lain meliputi:

1. Upaya preventif (pencegahan)

2. Upaya promotif (meningkatkan derajat kesehatan) 3. Upaya kuratif (penyembuhan penyakit)

Sumberdaya tumbuhan yang terdapat di lingkungan pedesaan merupakan sumber obat-obatan dan makanan bagi masyarakat di sekitarnya (Kala 2009). Agromedia (2008) menyatakan bahwa berbagai spesies tumbuhan yang berkasiat obat sebenarnya banyak yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar rumah, seperti di halaman pekarangan, pinggir jalan, pinggir sungai, kebun, bahkan di dapur sebagai bahan atau bumbu masakan. Aliandi dan Roemantyo (1994) menjelaskan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat keluarga oleh masyarakat dilakukan dalam skala keluarga, umumnya oleh keluarga yang tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana medis yang terbatas. Masyarakat diharapkan mampu menolong dirinya dan keluarganya dengan pengobatan tradisional melalui pemanfaatan berbagai tumbuhan berkhasiat obat (tumbuhan obat) sebelum memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas ataupun rumah sakit (Aliadi & Roemantyo 1994).

2.2 Kearifan Lokal

(22)

perilaku manusia sehari-hari baik terhadap sesama manusia ataupun terhadap alam di sekitarnya.

2.3 Ketahanan Pangan Lokal

Pangan lokal didefinisikan sebagai pangan yang diproduksi setempat (suatu wilayah/ daerah) dengan tujuan ekonomi atau konsumsi (Deptan 2008). Kecukupan pangan lokal tersebut dihasilkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal (Martianto et al. 2008). Untuk memantapkan ketahanan pangan keluarga yang kokoh dan berkesinambungan, dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat yang memprioritaskan kepedulian masyarakat membangun SDM yang berkualitas dan mandiri untuk mengelola pangan berbasis sumberdaya dan budaya lokal (Martianto et al. 2008).

Ketahanan pangan menurut UU No. 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau bagi setiap individu. Ketahanan pangan juga berhubungan dengan persepsi suatu masyarakat, nilai-nilai budaya di dalamnya. Ketahanan pangan yang mantap perlu dibangun dengan membina sisi peningkatan produksi pangan daerah yang mampu memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Sastraatmadja 2006). Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Menurut Martianto et al. (2008) sasaran pengembangan pangan lokal adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pangan lokal, berkembangnya aneka pangan lokal yang berkualitas, dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga secara berkesinambungan (Deptan 2008).

(23)

terhadap pola konsumsi dan keseimbangan gizi yang mempertimbangkan budaya dan kelembagaan lokal (Riyadi 2002).

2.4 Kesehatan Mandiri melalui Pengobatan Tradisional

Obat tradisional adalah obat asli yang berasal dari bahan alam baik komposisi tunggal ataupun campuran dalam bentuk obat jadi berbungkus atupun obat jadi tidak berbungkus (jamu gendong) ataupun jamu hasil ramuan sendiri yang digunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (Soenardi 1989). Katno dan Pramono (2001) mendefinisikan obat tradisional sebagai obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional merupakan semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu (Salan et al. 1989). Pengobatan tradisional masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan formal yang terjangkau oleh masyarakat, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial budaya dari masyarakat tersebut. Pengobatan tradisional sudah merupakan bagian integral dari lingkungan sosial budaya dan terdapat nilai-nilainya yang patut dipertahankan dan ditingkatkan, yang dapat memberikan sumbangan positif bagi upaya kesehatan. Hikmat dan Wahid (1994) pun menyatakan bahwa pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembanguan nasional, dilaksanakan untuk mencapai tujuan hidup sehat bagi penduduk.

(24)

pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Sari 2006).

2.5 Strategi Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA)

(25)

9

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2011 dan berlokasi di Kampung Cigeurut Desa Cipakem Kecamatan Maleber Kabupaten Kuningan.

Gambar 1 Denah lokasi penelitian di Kampung Cigeurut.

3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian

(26)

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur sebagai penunjang data primer. Jenis data yang dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang dikaji dalam penelitian No Data yang

diperoleh

Sumber

data Rincian data Metode

A Data Primer

1. Tumbuhan pangan lokal : Nama spesies, ilmiah, dan obat yang diketahui dan dimanfaatkan

6. Pola makan dan komposisi jenis pangan yang dimakan 7. Penyakit yang pernah

diderita dan cara pengobatannya

(27)

Tabel 1 (Lanjutan) No Data yang

diperoleh

Sumber

data Rincian data Metode

4 Kearifan lokal masyarakat

Masyarakat Bentuk kearifan masyarakat Kampung Cigeurut dalam upaya

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi/ pengamatan lapang, wawancara kepada masyarakat, pembuatan spesies herbarium, identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat, serta studi pustaka.

3.4.1 Observasi/ pengamatan lapang

Pengamatan potensi tumbuhan obat dan pangan dilakukan dihalaman rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, hutan, dan pemakaman umum di kampung Cigeurut. Pengamatan potensi dilakukan dengan cara mengidentifikasi tumbuhan obat dan pangan secara sensus, kemudian memisahkannya untuk setiap blok, sehingga akan terlihat daerah yang memiliki potensi tumbuhan obat dan pangan yang banyak ditemukan.

3.4.2 Wawancara

Wawancara dilakukan kepada masyarakat Desa Cipakem secara semi terstruktur melalui pengisian kuisioner. Jumlah sampel yang akan diwawancara sebanyak 60 responden dengan rincian 30 responden dari total 69 kepala keluarga masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan 30 responden dari 64 kepala keluarga masyarakat Kampung Cigeurut Wetan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

(28)

3.4.3 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, serta lebih baik kalau ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat yang belum diketahui spesiesnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

a. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.

b. Contoh herbarium tadi dipotong dengan menggunakan gunting dengan panjang kurang lebih 40 cm.

c. Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan memberikan label gantung yang berukuran (3 x 5) cm. Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

d. Contoh herbarium yang telah diberi label kemudian dirapikan dan dimasukan ke dalam lipatan kertas koran untuk kemudian lipatan kertas koran tersebut dimasukan ke dalam plastik.

e. Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dikeringkandenganmenggunakan oven.

f. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

3.4.4 Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan pangan dan obat hasil pengamatan lapang. Identifikasi spesimen herbarium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3.4.5 Studi pustaka

(29)

penelitian berupa jurnal, buku, laporan penelitian, dan data monografi Desa Cipakem.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA)

Data potensi tumbuhan pangan dan obat keluarga disusun dan dikelompokkan berdasarkan (1) kegunaan, (2) jumlah spesies masing-masing kegunaan, (3) famili, (4) tipologi habitat, (5) frekuensi perjumpaan, (6) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (7) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (8) klasifikasi berdasarkan habitus.

1. Persentase famili

Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan famili, kemudian dihitung presentasinya menggunakan rumus :

= � × 100%

2. Presentase habitus

Persentase habitus merupakan besarnya suatu jenis habitus tumbuhan pangan dan obat yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, semak merambat, perdu, palem, bambu, herba, dan herba merambat. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut :

= � × 100%

3. Persentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/ daun sampai ke bagian bawah/ akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan, digunakan rumus:

� �

= �

(30)

4. Persentase tipe habitat

Tumbuhan pangan dan obat yang ditemukan di kampung Cigeurut dikelompokkan berdasarkan tipe habitat, kemudian dihitung persentasinya menggunakan rumus :

= × 100%

5. Persentase tumbuhan budidaya/ liar

Tumbuhan pangan dan obat hasil wawancara dan observasi lapang dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar, kemudian dihitung persentasinya menggunkan rumus :

� � � /

= � � /

� × 100%

3.5.2 Analisis data masyarakat

(31)

15

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kampung Cigeurut merupakan salah satu kampung yang berada di bawah Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan dengan luasan Desa Cipakem ± 2086 ha. Desa Cipakem merupakan salah satu desa yang berada di wilayah sekitar hutan dengan potensi sumber daya alam hutan dan pertanian melimpah. Dengan kondisi desa yang luas wilayah yang terpisah-pisah dari satu dusun kedusun yang lain dan didukung dengan kondisi alam hutan, bukit yang luas. Adapun batasan Desa Cipakem adalah :

Sebelah utara : berbatasan dengan Desa Mekarsari

Sebelah timur : berbatasan dengan Desa Cilayung kecamatan Ciwaru Sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Giriwaringin

Sebelah barat : berbatasan dengan Desa Cipedes kecamatan Ciniru.

4.2 Aksesibilitas

Kampung Cigeurut berjarak 7 km dari Desa Cipakem. Jarak Kampung Cigeurut ke pusat pemerintahan yaitu ke Kecamatan Maleber berjarak 16 km, sedangkan menuju Kabupaten Kuningan berjarak 32 km. Jalan menuju Cigeurut dari pusat Desa Cipakem hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor. Kondisi jalannya kecil dan masih berupa bebatuan dan tanah. Namun, sebagian besar jalan menuju Cigeurut berupa jalan tanah. Hal ini sangat bermasalah bagi masyarakat ketika di musim hujan, karena jalan menjadi berair dan licin yang akan membahayakan bagi pengendara motor.

(32)

4.3 Tata Guna Lahan

Desa Cipakem merupakan desa yang luas dan didominasi oleh lahan Perhutani yang ditanami oleh pohon Jati dan Mahoni seluas 1418 ha, dan sisanya adalah sawah, rumah penduduk, kebun rakyat, dan lain-lain (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis penggunaan lahan di Desa Cipakem

No Penggunaan lahan Luas (Ha)

1 Sawah 175

2 Perkampungan penduduk 100

3 Kebun rakyat 467

4 Alun-alun dan kantor desa 0,3

5 Lapang sepak bola 0,5

6 Pekuburan 6

7 Sungai 10

8 Sekolah 5

9 Sarana Agama 2

10 Tanah Perhutani 1418

4.4 Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan data terakhir bulan Desember 2008, Jumlah penduduk Kampung Cigeurut Kulon berjumlah sebanyak 520 jiwa yang terdiri dari 69 kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk di Kampung Cigeurut Wetan sebanyak 490 jiwa yang terdiri dari 64 kepala keluarga. Pendapatan masyarakat Kampung Cigeurut, baik Cigeurut Kulon maupun Cigeurut Wetan sebagaian besar bersumber dari sektor pertanian. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani sesuai dengan potensi sumber daya alam sesuai dengan letak geografis Kampung Cigeurut yang berada di wilayah sekitar hutan. Selain itu juga sektor perdagangan dan peternakan adalah mata pencaharian tambahan masyarakat.

4.5 Kesehatan Masyarakat

(33)

Gambar 4 10 jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Cipakem. 58

14 13 10 8 7 4 3 3 2

0 10 20 30 40 50 60 70

Demam Maagh Asma Diare Flu Diabetes Pegal Telinga Sakit Mata Darah tinggi

Jumlah penderita

Je

n

is

pe

n

y

a

k

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden Masyarakat Kampung Cigeurut 5.1.1 Kondisi sosial ekonomi responden masyarakat Cigeurut

Masyarakat Kampung Cigeurut sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan memiliki sawah serta kebun yang cukup luas. Sawah dan kebun menjadi tumpuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 86,67 % responden masyarakat Cigeurut Kulon bermata pencaharian sebagai petani, 6,67 % sebagai pedagang, 3,33 % sebagai penjaga sekolah, dan 3,33 % lagi sebagai paraji. Hal tersebut sesuai dengan karakter Kampung Cigeurut yang kaya akan sumberdaya alamnya. Diversifikasi mata pencaharian di Kampung Cigeurut tidak bervariasi, rata-rata hanya 2-3 jenis mata pencaharian.

Jumlah anggota keluarga responden masyarakat Cigeurut bervariasi. Dalam satu rumah, rata-rata terdiri atas 2 keluarga yang meliputi ibu, bapak, anak, kakek, dan nenek. Sedangkan, jumlah anggota keluarga yang bekerja hanya satu sampai dua orang untuk setiap rumah. Penghasilan masyarakat Cigeurut Kulon yang bermata pencaharian sebagai petani tidak menentu karena masyarakat mengandalkan hasil dari pertanian yang mereka tanam.

Gambar 5 Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Kulon.

Masyarakat Cigeurut Kulon dapat melakukan panen sebanyak 3 kali dalam setahun. Hasil panen tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

86.67 6.673.333.33

(35)

Hasil panen dari sawah jarang untuk di jual ke pasar, sebagian besar untuk dikonsumsi pribadi. Pemenuhan kebutuhan sekunder, masyarakat memanfaatkan lahan perkebunan untuk ditanami tanaman yang memiliki nilai jual tinggi seperti cengkeh, kopi, dan kapulaga. Hasil tanaman tersebut hanya dapat di panen satu kali dalam setahun. Masyarakat harus mengeluarkan ongkos sebesar Rp 50.000 untuk menuju ke pasar Kuningan. Ongkos yang sangat mahal tersebut mengakibatkan masyarakat Cigeurut tidak mampu untuk memasarkan hasil alam yang mempunyai nilai jual rendah. Masyarakat akan menjual hasil alam ke pasar jika harga dasarnya melebihi Rp 5.000/kg dan barang yang akan dijual dalam jumlah besar. Jarak yang sangat jauh menuju pasar mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Kampung Cigeurut menjadi tertinggal. Kendala yang dialami oleh masyarakat adalah terkait pemasaran hasil alam yang ada di Cigeurut Kulon. Pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden masyarakat Cigeurut Kulon diantaranya mencangkul lahan milik orang lain. Masyarakat hanya diberi upah sebesar Rp 15.000 setelah mencangkul sawah yang dimulai dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Pekerjaan sampingan tersebut tidak setiap hari dilakukan oleh masyarakat, sebab pekerjaan tersebut tergantung panggilan dari masyarakat yang membutuhkan. Adapun masyarakat Cigeurut Wetan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebesar 96 % masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, dan sisanya sebesar 4 % sebagai pedagang. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan lebih sedikit dibandingkan dengan Cigeurut Kulon.

Gambar 6 Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan.

96.3 3.7

(36)

Masyarakat yang tidak memiliki kebun atau sawah melakukan kerjasama dengan Perhutani. Bentuk kerjasama tersebut yaitu masyarakat diberi hak untuk menggarap lahan milik perhutani dengan imbalan Perhutani berhak mendapatkan sebanyak 30 % dari hasil garapan masyarakat. Akan tetapi, jika hasil yang diperoleh masyarakat gagal atau mendapatkan hasil yang sedikit, hasil yang diberikan oleh masyarakat kepada perhutani tidak mencapai 30 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan hutan Perhutani memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kampung Cigeurut.

Susanto dan Saidi (1998) mengelompokkan masyarakat Cigeurut, baik Cigeurut Kulon maupun Cigeurut Wetan berdasarkan kemampuan memenuhi kebutuhan keluarganya tergolong ke dalam keluarga pra sejahtera. Hal tersebut dilihat dari indikator penilaian bahwa yang tergolong keluarga pra sejahtera yaitu keluarga dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti halnya kebutuhan pangan, sandang, dan papan, serta dilihat dari pendidikan masyarakat Cigeurut yang sebagian besar hanya sampai Sekolah Dasar.

5.1.2 Kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut

Masyarakat Kampung Cigeurut masih memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya baik masyarakat Kampung Cigeurut Kulon maupun masyarakat Kampung Cigeurut Wetan. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, masyarakat mengambil hasil pangan tersebut dari hutan, kebun, dan sawah. Jenis pangan yang diambil dari alam bervariasi jenisnya, seperti pangan penghasil karbohidrat, buah-buahan, sayuran-sayuran, dan jenis pangan sebagai sumber protein hewani.

(37)

lezat. Selain itu, untuk mendapatkannya pun tidak memerlukan biaya. Masyarakat biasanya memasak keong sawah dengan cara dibuat sop, dan dinamakan “sop tutut” oleh masyarakat. Keong yang diambil dari sawah dicuci atau dibersihkan dari kotoran lumpur yang masih menempel di cangkang keong (Gambar 7). Selain itu, sumber protein hewani lain yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah belut. Belut diperoleh masyarakat dari sawah sekitar Kampung Cigeurut. Akan tetapi, pemanfaatan belut hanya bisa dilakukan oleh masyarakat ketika lahan sawah baru dibajak. Ketika lahan sawah sudah ditanami padi, masyarakat tidak melakukan pengambilan belut.

Gambar 7 Sop tutut sebagai sumber protein hewani masyarakat Cigeurut.

(38)

Gambar 8 Diagram pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari.

Tingkat pengeluaran masyarakat berbanding lurus dengan jumlah anggota keluarga yang ada serta jumlah income keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang berada dalam satu rumah, maka pengeluaran pun semakin tinggi. Selain itu, pendapatan keluarga yang tinggi akan meningkatkan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, terutama jenis pangan selain karbohidrat. Dilihat dari tingkat konsumsi beras, jumlah konsumsi per hari tergantung dari jumlah orang dalam satu keluarga. Kebutuhan rata-rata beras setiap harinya untuk jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang memerlukan 2 kg beras. Apabila dalam jangka waktu sebulan, masyarakat membutuhkan stok beras sebanyak 60 kg beras per setiap keluarga. Jika dianalisis perhitungan untuk Cigeurut Kulon yang terdiri dari 69 KK, maka kebutuhan beras per bulannya mencapai 4,14 ton. Sedangkan untuk Cigeurut Wetan yang terdiri dari 64 KK, maka kebutuhan beras per harinya mencapai 3,84 ton. Akan tetapi, pasokan beras tersebut sebagian besar diperoleh dari hasil pertanian masyarakat, dan sebagian kecil dipasok dari beras miskin (Raskin). Jika dilihat dari fakta di atas bahwa beras sudah menjadi kebutuhan yang tak terlepaskan dari masyarakat Kampung Cigeurut.

Tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk pasar tergolong sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan tercukupinya sumberdaya pangan yang ada di Cigeurut untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat serta kondisi keuangan masyarakat tidak cukup untuk membeli bahan makanan di warung karena harganya yang sangat mahal. Kondisi tersebut dapat menciptakan ketahanan

(39)

pangan lokal di Kampung Cigeurut. Sehingga apabila terjadi krisis moneter atau kenaikan harga pangan di pasar, kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut dapat terpenuhi dari produksi pangan lokal.

5.1.3 Pendidikan responden masyarakat Cigeurut

Responden masyarakat Kampung Cigeurut sebagian besar mengenyam pendidikan hanya sampai sekolah dasar saja, bahkan ada beberapa masyarakat yang tidak melanjutkan sekolah dasar. Masyarakat Cigeurut Kulon sebanyak 16 orang hanya melanjutkan sekolahnya sampai tingkat SD, 13 orang tidak sekolah, dan hanya 1 orang yang melanjutkan sampai tingkat SMP. Sedangkan, masyarakat Cigeurut Wetan sebanyak 21 orang melanjutkan sampai tingkat SD, 7 orang tidak sekolah, 1 orang lulusan tingkat SMP, dan 1 orang lulusan tingkat SMA (Tabel 3). Ketertinggalan pendidikan tersebut dikarenakan lokasinya yang sangat jauh dengan sekolah, yaitu jarak dari Kampung Cigeurut menuju SD harus menempuh jarak ± 5 km, dan mereka harus berjalan kaki untuk menempuh jarak tersebut karena sebagian besar masyarakat Kampung Cigeurut tidak memiliki kendaraan. Tabel 3 Tingkat pendidikan responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan

No Pendidikan

Cigeurut Kulon Cigeurut Wetan

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase

(%) Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas)

(40)

tersita. Akan tetapi pihak sekolah memberi kelonggaran kepada siswa-siswi Kampung Cigeurut dengan hanya 4 atau 5 hari masuk sekolah dalam seminggu.

5.1.4 Luas kepemilikan lahan

Kampung Cigeurut memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua responden baik Cigeurut Kulon ataupun Cigeurut Wetan memiliki lahan terutama lahan pekarangan. Lahan pekarangan rumah di Kampung Cigeurut memiliki luasan < 100 m2. Lahan pekarangan tersebut digunakan oleh masyarakat sebagai lahan tambahan dalam mencukupi kebutuhan pangan. Lahan tersebut sering dimanfaatkan masyarakat untuk ditanami tumbuhan penghasil bumbu, berbagai spesies tumbuhan obat, bahkan ditanami aneka spesies tumbuhan penghasil buah dalam skala kecil atau sedikit. Penanaman skala banyak dilakukan oleh masyarakat di sawah atau di kebun. Sebanyak 11 dan 14 responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan memiliki luasan sawah dan kebun > 500 m2 (Tabel 4). Lahan berupa kebun yang luas digunakan oleh masyarakat untuk ditanami spesies-spesies tumbuhan yang memiliki nilai jual tinggi. Sedangkan untuk lahan sawah digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu ditanami dengan padi-padian dan berbagai spesies tumbuhan lainnya.

Tabel 4 Luas kepemilikan lahan responden masyarakat Kampung Cigeurut Luas lahan

(m2)

Pekarangan (responden) Kebun dan sawah (responden)

Cigeurut

5.1.5 Penyakit responden masyarakat Cigeurut

(41)

Kampung Cigeurut, baik Cigeurut Kulon atau Cigeurut Wetan masih banyak ditemukan masyarakat yang mempunyai usia lanjut dengan kondisi fisik masih sehat. Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat 21 responden dari 60 responden atau sebesar 35 % masyarakat dengan usia di atas 50 tahun dengan kondisi badan sehat dan mampu melakukan aktivitas berat seperti mencangkul dan membawa kayu bakar. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang mengarah kepada pola hidup sehat. Pola hidup sehat dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari serta jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Cigeurut pun berasal dari alam sekitarnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Cigeurut Waktu kegiatan

(WIB) Jenis kegiatan Deskripsi

06.00-07.00 Sarapan - Jenis pangan yang dimakan untuk

sarapan berupa singkong rebus, misro, pisang goreng, talas rebus, ubi jalar rebus**

07.00-12.00 Bertani - Kegiatan pergi ke hutan, sawah, atau

kebun. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencangkul, mencari bahan pangan, memberi pakan ternak, mengambil air nira, dan lain-lain**

12.00-13.30 Istirahat, makan

siang

- Kegiatan istirahat setelah melakukan pekerjaan seharian

- Mengisi energi untuk kembali

beraktivitas dengan makan siang. Menu makan siang meliputi nasi, sayur, dan buah (pisang, pepaya)*

13.30-16.00 Bertani - Mengambil rumput untuk pakan ternak

- Melanjutkan aktivitas bertani yang belum selesai di pagi hari

16.00-18.00 Istirahat, makan

sore

- Kegiatan pulang dari bertani (istirahat) - Kegiatan makan sore, menu makan sore meliputi nasi, sayur, dan ikan (ikan asin, telor, keong sawah, belut)* Keterangan : * (memilih salah satu), ** (memilih lebih dari satu)

(42)

merupakan penyakit yang sangat jarang diderita oleh masyarakat seperti penyakit paru-paru dan kencing batu.

Pola makan yang tidak teratur serta jenis makanan yang dimakan merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit. Penyakit yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur adalah penyait pencernaan terutama penyakit magh. Adapun penyakit yang ditimbulkan dari jenis makanan bervariasi dan hampir sebagian besar penyakit disebabkan oleh jenis makanan yang dimakan.

Gambar 9 Jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Cigeurut.

Selain faktor makanan, kondisi lingkungan pun berperan dalam menciptakan stabilitas kesehatan. Lingkungan yang kotor menjadi sumber timbulnya penyakit. Lingkungan yang kotor identik dengan tempat pembuangan sampah serta saluran-saluran pembuangan kotoran. Masyarakat Cigeurut sebagian besar tidak memiliki WC atau tempat buang air besar. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden Cigeurut Kulon dan Wetan sebesar 60 % dan 93,3 % tidak memiliki WC. Masyarakat yang tidak memiliki WC memanfaatkan sungai atau biasa disebut dengan istilah “lebak” sebagai tempat buang air besar, mencuci pakaian dan piring, juga untuk mandi.

(43)

Gambar 10 Kondisi kamar mandi Gambar 11 Pemanfaatan sungai oleh Cigeurut Kulon. masyarakat Cigeurut Wetan.

Masyarakat Cigeurut Kulon yang tidak memiliki WC, sebagian besar masyarakat mempunyai kamar mandi yang hanya bisa digunakan untuk mandi, mencuci piring, dan terkadang digunakan untuk mencuci pakaian (Gambar 10). Sedangkan untuk masyarakat Cigeurut Kulon yang tidak memiliki WC, sebagian besar menggunakan sungai dan kamar mandi umum untuk melakukan kegiatan mandi, mencuci piring, dan pakaian (Gambar 11).

5.2 Potensi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Cigeurut

Terdapat 251 spesies tumbuhan di Kampung Cigeurut yang terbagi ke dalam tumbuhan pangan dan tumbuhan obat, serta spesies yang memiliki fungsi keduanya. Tumbuhan pangan ditemukan sebanyak 50 spesies, tumbuhan obat 141 spesies, dan sisanya sebanyak 60 spesies termasuk ke dalam tumbuhan yang memiliki dua fungsi baik untuk tumbuhan pangan ataupun untuk tumbuhan obat.

5.2.1 Potensi tumbuhan pangan

(44)

Spesies tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut digolongkan ke dalam 44 famili. Famili Musaceae, Fabaceae, dan Solanaceae adalah famili dengan jumlah spesies terbanyak ditemukan yaitu masing-masing sebanyak 15, 9, dan 8 spesies. Famili Musaceae atau pisang-pisangan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi komoditas utama dalam menyuplai kebutuhan buah desa cipakem. Selain spesiesnya yang beranekaragam, jumlahnya di alam pun melimpah. Sedangkan untuk famili Fabaceae dan Solanaceae merupakan famili yang memiliki spesies yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan makanan sehari-hari.

Tabel 6 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili.

No Nama Famili Jumlah Spesies Persentase (%)

1 Musaceae 15 13.64

2 Fabaceae 9 8.18

3 Solanaceae 8 7.27

4 Zingiberaceae 6 5.45

5 Euphorbiaceae 5 4.55

6 Poaceae 5 4.55

7 Rutaceae 4 3.64

8 Anacardiaceae 4 3.64

9 Arecaceae 4 3.64

10 Famili lainnya (35 famili) 50 45.45

Tumbuhan pangan banyak ditemukan di kebun sebanyak 38 %, hutan 26 %, pekarangan dan sawah 14 %, dan areal pemakaman 8 %. Hal tersebut diakibatkan banyaknya tumbuhan yang dibudidayakan di lahan mereka. Areal kebun dan sawah milik masyarakat sebagian besar ditanami dengan spesies tumbuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Gambar 12).

Gambar 12 Tipe habitat tumbuhan pangan.

26%

38% 8%

14%

14%

(45)

Sumarnie et al. (1993) menyatakan bahwa di daerah pedesaan, fungsi pekarangan adalah sebagai penghasil bahan makanan, tambahan pendapatan sehari-hari. Selain itu juga pekarangan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber obat-obatan. Adapun spesies tumbuhan pangan yang masih liar atau belum dibudidayakan, masyarakat mengambilnya dari hutan.

Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitus atau perawakannya dikelompokkan menjadi 8 kelompok habitus yang meliputi herba, herba merambat, semak, semak merambat, perdu, pohon, bambu, dan palem. Kelompok habitus tertinggi yaitu habitus herba sebanyak 45 spesies atau sebesar 40,91 %, pohon sebesar 24,55 %, semak 15,45 %, herba merambat 9,09 %, perdu 6,36 %, palem 1,82 %, semak merambat 0,91 %, dan bambu 0,91 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki habitus herba memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang tinggi. Tumbuhan dengan habitus herba memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat serta masa umur pendek. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan budidaya secara rutin agar dapat dimanfaatkan secara lestari. Berbeda halnya dengan habitus pohon, masa tumbuh pohon memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tingkat pohon.

Gambar 13 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan habitus.

Potensi tumbuhan pangan di Kampung Cigeurut berdasarkan Kartikawati (2004) dikelompokkan menjadi 4 jenis pangan yang meliputi sebagai penghasil buah-buahan, sayur-sayuran, karbohidrat, serta sebagai bahan baku minuman (Tabel 7). Tumbuhan penghasil sayur-sayuran memiliki jumlah spesies tertinggi yaitu

(46)

sebanyak 52 spesies atau 45,61 %, kemudian tumbuhan penghasil buah-buahan sebesar 39,47 %, tumbuhan penghasil karbohidrat 8,77 %, dan tumbuhan sebagai bahan baku minuman sebesar 7,14 %. Tumbuhan penghasil buah sebagian besar merupakan tumbuhan yang dapat dipanen secara berkala setiap berbuah. Akan tetapi untuk mendapatkan buah pada musim berbuah, membutuhkan waktu yang lama antara jarak penanaman sampai tumbuhan tersebut berbuah. Keanekaragaman jenis manfaat dari spesies tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut memudahkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan. Selain itu, kebutuhan gizi masyarakat akan terpenuhi jika manfaat dari spesies tumbuhan pangan dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 7 Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat

No Manfaat Jumlah spesies Contoh spesies

1 Sayur 52 Takokak, katuk, labu siam, pare, kukuk 2 Buah 45 Pisang, jambu biji, jeruk bali, rambutan 3 Karbohidrat 10 Padi, jagung, talas, suweg, singkong

4 Minuman 7 Kopi, cincau, kelapa

(47)

Gambar 14 Bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan.

Masyarakat Kampung Cigeurut memanfaatkan bagian buah dari tumbuhan pangan untuk dikonsumsi langsung seperti buah-buahan ataupun sebagai bahan sayuran. Tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut menurut status budidayanya tergolong ke dalam tumbuhan yang dibudidayakan dan tumbuhan liar atau yang belum dibudidayakan. Tumbuhan pangan di Kampung Cigeurut sebagian besar adalah tumbuhan hasil budidaya yaitu sebesar 78%, dan sisanya yaitu 22 % adalah tumbuhan liar yang belum dibudidayakan oleh masyarakat.

Gambar 15 Status budidaya tumbuhan pangan.

Pengambilan tumbuhan pangan non budidaya atau liar dilakukan oleh masyarakat jika persediaan bahan pangan hasil budidaya tidak mencukupi. Spesies liar yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan diantaranya adalah genjer dan eceng yang tumbuh liar di sawah (Gambar 16 & 17).

3% 1%

8%

56% 2%

21% 5%4%

air batang umbi buah bunga daun biji rimpang

Budidaya 78% Liar

(48)

Gambar 16 Genjer. Gambar 17 Tumbuhan budidaya.

Tumbuhan pangan yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang sering dikonsumsi. Pekarangan rumah menjadi tempat untuk membudidayakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan tersebut meliputi katuk, singkong, pisang, cabe, bawang, dan lain-lain.

5.2.2 Potensi tumbuhan obat

Berdasarkan hasil observasi lapang di Kampung Cigeurut, ditemukan tumbuhan obat sebanyak 201 spesies dari 65 famili. Kampung Cigeurut Kulon memiliki jumlah spesies yang lebih banyak yaitu sebanyak 198 spesies dibandingkan Kampung Cigeurut Wetan sebanyak 185 spesies. Sebagian besar memiliki banyak persamaan spesies antara Kampung Cigeurut Kulon dan Cigeurut Wetan. Hal tersebut diakibatkan lokasinya yang bersampingan, namun dipisahkan oleh sawah, hutan, dan pemakaman.

Jika dibandingkan potensi tumbuhan obat antara Kampung Cigeurut dengan tempat lain, maka Kampung Cigeurut memiliki potensi yang tinggi. Ditemukan 201 spesies tumbuhan obat di Kampung Cigeurut yang meliputi 2 RT. Sedangkan penelitian Rosmiati (2010) di Kampung Gunung Leutik ditemukan sebanyak 216 spesies dari 70 famili. Penelitian tersebut dilakukan di 6 RT.

(49)

Tabel 8 Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili

No Famili Jumlah spesies

1 Asteraceae 18

2 Euphorbiaceae 16

3 Fabaceae 12

4 Zingiberaceae 11

5 Lamiaceae 7

6 Solanaceae 7

7 Apocynaceae 6

8 Araceae 6

9 Malvaceae 6

10 Cucurbitaceae 5

11 Piperaceae 5

12 Liliaceae 5

13 Moraceae 5

14 Famili lain (52 famili) 92

Tumbuhan obat Kampung Cigeurut sebagian besar ditemukan di Kebun sebanyak 32 %, 26 % dari Pekarangan, 21 % dari Hutan, 15 % dari Sawah, dan 6 % dari areal Pemakaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat diperoleh dari lahan masyarakat.

Gambar 18 Tipe habitat tumbuhan obat.

Potensi tumbuhan obat Cigeurut berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan, dikelompokkan menjadi 16 bagian yang digunakan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 114 spesies tumbuhan obat. Bagian tumbuhan lainnya meliputi buah sebanyak 47 spesies, akar sebanyak 38 spesies, herba 32 spesies, dan sebagainya (Tabel 9).

21%

32%

6% 26%

15%

(50)

Tabel 9 Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat

No Bagian tumbuhan yang digunakan Jumlah Persentase (%)

1 Daun 114 34.86

Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan secara terus-menerus akan berdampak terhadap keberadaan spesies tumbuhan tersebut, terutama bagian yang dimanfaatkannya adalah akar dan batang. Akar dan batang merupakan bagian yang paling penting bagi tumbuhan untuk bertahan hidup. Pengambilan akar dan batang secara terus menerus akan mengakibatkan terhadap kelangkaan spesies. Upaya yang perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian spesies tersebut yaitu melalui perbanyakan atau budidaya. Spesies yang dimanfaatkan akarnya sebagai bahan obat diantaranya cariu (Eutada scandens). Akar cariu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat diare yang diiringi dengan pendarahan. Untuk mendapatkan cariu, masyarakat harus mengambilnya di hutan dan sulit untuk ditemukan karena jumlahnya yang sedikit.

(51)

Gambar 19 Habitus tumbuhan obat.

Tumbuhan obat yang berada di Kampung Cigeurut berdasarkan status budidaya terbagi menjadi 2 status budidaya yaitu tumbuhan yang sudah dibudidaya dan tumbuhan obat yang belum dibudidaya atau liar. Tumbuhan obat liar paling banyak ditemukan di Kampung Cigeurut dengan persentase sebanyak 54 %, dan sisanya sebanyak 46 % adalah tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat. Tumbuhan obat yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang sering digunakan dan mudah dalam proses budidayanya. Lahan pekarangan menjadi tempat yang digunakan masyarakat untuk membudidayakan tumbuhan obat.

Gambar 20 Status budidaya tumbuhan obat.

5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Pangan oleh Mayarakat

Kebutuhan pangan masyarakat Kampung Cigeurut tidak dipengaruhi oleh pasokan dari pasar. Kebutuhan pangan sehari-hari sebagian besar diperoleh dari alam

0

(52)

sekitar. Pengetahuan masyarakat terhadap spesies tumbuhan penghasil pangan di alam sekitarnya pun masih tinggi. Pengetahuan tersebut dipraktikkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan pangan setiap harinya. Terdapat 87 spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Jika dibandingkan dengan hasil observasi lapang sebesar 110 spesies bahwa sebanyak 23 spesies tumbuhan pangan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa spesies tumbuhan pangan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan tersebut meliputi tumbuhan sebagai penghasil sayur-sayuran, buah-buahan, penghasil karbohidrat, dan penghasil minuman.

5.3.1 Sayur-sayuran

(53)

Gambar 21 Buah takokak. Gambar 22 Buah picung.

Sinar Tani (2006) menyatakan bahwa sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan dalam memelihara kesehatan yang prima. Selain itu, Almatsier (2006) menyatakan bahwa sumber protein nabati terbesar terdapat pada kacang-kacangan. Karena itu untuk nutrisi yang seimbang, sayuran dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari di samping karbohidrat, lemak dan protein. Dengan semakin sadarnya masyarakat akan makanan yang sehat, maka sayuran tidak saja dikonsumsi karena nilai nutrisi, akan tetapi juga dari segi farmakologi terutama yang mengandung serat, anti oksidan, anti kangker dan untuk menjaga kebugaran tubuh lainnya. Takokak (Solanum torvum) merupakan sayuran yang memiliki khasiat sebagai obat.

Masyarakat memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk ditanami berbagai spesies tumbuhan penghasil bumbu dapur. Seledri (Apium graveolens), bawang merah (Allium cepa), dan cabe rawit (Capsicum frutescens) merupakan spesies tumbuhan penghasil bumbu yang sering ditemukan di lokasi pekarangan rumah.

5.3.2 Buah-buahan

(54)

Cigeurut dapat memakan buah pisang sebagai kebutuhan buah yang harus dipenuhi oleh tubuh. Selain pisang, buah-buahan yang sering dimakan oleh masyarakat adalah jeruk bali (Citrus maxima), jambu biji (Psidium guajava), nanas (Ananas comosus), dan kelapa (Cocos nucifera).

5.3.3 Karbohidrat

Kampung Cigeurut memiliki 9 spesies tumbuhan penghasil karbohidrat. Beras merupakan sumber utama makanan pokok masyarakat Cigeurut yang tidak bisa digantikan dengan jenis makanan lain dalam mencukupi kebutuhan karbohidrat masyarakat Cigeurut. Sumber karbohidrat masyarakat berasal dari tumbuhan penghasil biji-bijian atau sereal, penghasil umbi, serta dari batang. Tumbuhan pangan jenis sereal meliputi padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays). Sedangkan spesies tumbuhan pangan jenis umbi-umbian meliputi talas (Colocasia esculenta), suweg (Amorphophallus campanulatus), ganyong (Canna edulis), gadung (Dioscorea hispida), ubi jalar (Ipomoea batatas), singkong (Manihot utilissima). Sedangkan sumber karbohidrat dari batang yaitu sagu (Metroxylon sagu). Spesies tumbuhan penghasil karbohidrat selain dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan pokok, juga menjadi makanan sampingan atau sebagai cemilan menjadi kue dan makanan kering. Masyarakat mendapatkan tumbuhan penghasil karbohidrat tersebut dari hasil tumbuhan yang sudah dibudidaya.

5.3.4 Tumbuhan pangan sebagai minuman

(55)

5.4 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat

Pengetahuan masyarakat Kampung Cigeurut terhadap tumbuhan obat masih tinggi. Hal tersebut terbukti bahwa masyarakat Cigeurut masih menggunakan tumbuhan obat yang ada di sekitarnya untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Masyarakat Cigeurut Kulon dan Wetan sebanyak 30 % dan 3,33 % sangat mengetahui, 63,33 % dan 70 % mengetahui, dan 6,67 % dan 26,67 % kurang mengetahui terkait tumbuhan yang berkhasiat untuk obat. Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat Kampung Cigeurut diantaranya adalah spesies-spesies yang mempunyai fungsi lain seperti digunakan sebagai sayur dan bumbu. Sayur dan bumbu dapur merupakan bahan yang selalu digunakan dalam sehari-hari oleh masyarakat. Selain untuk konsumsi pangan sehari-hari, sayur dan bumbu dapur memiliki banyak khasiat sebagai obat. Beberapa spesies tumbuhan penghasil bumbu dan sayuran yang memiliki khasiat obat adalah bawang merah (Allium cepa), kapulaga (Amomum cordomomum), cengkeh (Syzigium aromaticum), seledri (Apium graveolens), takokak (Solanum torvum) dan sebagainya.

Masyarakat Cigeurut Kulon dan Cigeurut Wetan sebagian besar mengetahui spesies tumbuhan obat dari turun-temurun. Hasil wawancara menyebutkan masyarakat Cigeurut Kulon dan Wetan sebesar 93,3 % dan 80 % mengetahui tumbuhan obat dari turun-temurun, sisanya berasal dari tetangga dan informasi lain. Masyarakat Cigeurut Kulon dan Wetan sebesar 90 % dan 66,67 % menyatakan bahwa tumbuhan obat berkhasiat manjur dalam menyembuhkan penyakit, 10 % dan 33,33 % menyatakan kurang manjur. Masyarakat yang merasakan khasiat manjur sering menggunakan tumbuhan secara terus menerus, sehingga khasiat tumbuhan obat dapat dirasakan bagi pengguna tumbuhan obat tersebut. Sedangkan masyarakat yang menyatakan kurang manjur adalah masyarakat yang mengkonsumsi tumbuhan obat tidak rutin atau terus menerus dalam mengobati penyakitnya, sehingga efek dari khasiat tumbuhan obat belum dirasakan oleh pengguna. Telah diketahui bahwa tumbuhan obat memerlukan waktu yang lama untuk menyembuhkan penyakit.

Gambar

Gambar 1 Denah lokasi penelitian di Kampung Cigeurut.
Tabel 1  Jenis data yang dikaji dalam penelitian
Tabel 1 (Lanjutan)
Tabel 2 Jenis penggunaan lahan di Desa Cipakem
+7

Referensi

Dokumen terkait

penghargaan dari perawat bahwa setiap pasien memiliki hak yang sama untuk. mengambil keputusan bagi dirinya; faktor yang berpengaruh

dalam tanaman yang akan diperbaiki melalui metode transfer genetik (Seraj,.. 2001), sehingga tahapan yang panjang untuk back crossing dan seleksi

Memberikan pelayanan pada Ibu Hamil Fotocopy laporan pelayanan ibu hamil, diverifikasi oleh atasan langsung.. Memberikan pelayanan pada

Penelitian ini berisi tentang persepsi penumpang pada kualitas pelayanan jasa pada perusahaan perusahaan transportasi (studi perbandingan pada 3 perusahaan otobus atau PO.),

Dengan menyelesaikan persamaan panas, diperoleh persamaan distribusi suhu yang dinyatakan sebagai fungsi dari posisi suatu titik dalam tabung pemanas dispenser. Pola

[r]

METODE ANTIM ( ACADEMY OF NETWORKED THINKING IN MUSIC) DALAM PEMBELAJARAN PIANO TINGKAT DASAR DI INDRA MUSIC SCHOOL BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

“ Pengaruh Kepercayaan Pada Merek ( Trust In a Brand) Terhadap Loyalitas Merek ( Brand Loyalty) Pada Konsumen Teh Siap Minum dalam Kemasan Merek Teh Botol Sosro di