• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan Minyak Sawit Mentah (Msm) Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan Minyak Sawit Mentah (Msm) Di Indonesia"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

TURUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (MSM)

DI INDONESIA

DIDIK MOCHAMAD ROFIQI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan Minyak Sawit Mentah (MSM) di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Didik Mochamad Rofiqi NRP F351114021

*) Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak

(4)
(5)

Didik Mochamad Rofiqi. Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan

Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia. Dibimbing oleh M SYAMSUL

MAARIF dan AJI HERMAWAN.

Indonesia telah menjadi produsen utama minyak sawit dunia dengan kontribusi pada tahun 2013 sebesar 48,37% dari produksi minyak sawit dunia. Minyak sawit mentah mempunyai keunggulan sebagai bahan baku industri oleokimia dibandingkan minyak nabati lain. Hilirisasi merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif suatu negara. Sampai saat ini proses hilirisasi belum berjalan baik, khususnya industri oleokimia. Mulai tahun 1975 – 2013, hanya terdapat 9 (sembilan) industri oleokimia di Indonesia. Guna meningkatkan dayasaing dan menjadikan Indonesia sebagai penghasil oleokimia dunia sebagaimana ditargetkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2035 maka Indonesia harus mempunyai 33 (tiga puluh tiga) industri oleokimia sebesar kapasitas yang ada saat ini. Untuk terwujudnya tujuan tersebut diperlukan strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan percepatan pengembangan industri turunan minyak sakit mentah (MSM) di Indonesia, mendapatkan alternatif strategi dan urutan prioritas langkah strategi percepatan pengembangan industri turunan MSM sebagai bagian penting dalam pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia.

Pengidentifikasian masalah dilakukan melalui analisis dayasaing industri turunan minyak sawit sesuai kerangka Berlian Porter. Alternatif strategi ditentukan dari wawancara dengan pakar atau pemangku kepentingan (stakeholder). Hasil wawancara secara mendalam dicatat dengan cermat guna dianalisis dengan interative model. Pakar yang diwawacarai terdiri atas beberapa stakeholders yaitu a) pemerintah: Dirjen Industri Agro, Kemetrian Perindustrian RI, b) pelaku bisnis: GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), dan c) peneliti: Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (MAKSI), Surfaktan Bioenergi Research Centre-Institut Pertanian Bogor (SBRC-IPB), Pusat Penelitian Kelapa

Sawit-Research Perkebunan Nusantara (PPKS-RPN), PASPI (Palm Oil

Agribusiness Strategic Policy Institute. Perumusan strategi disusun dari alternatif strategi dan faktor-faktor yang berpengaruh. Skala prioritas untuk menentukan strategi percepatan dilakukan dengan teknik pendekatan AHP. Guna melihat validitas model AHP maka dilakukan analisa sensitivitas terhadap masing-masing faktor dari setiap alternatif strategi yang diteliti.

(6)

para pakar. Hasil pendapatnya dapat dihimpun yang terdiri atas penyederhanaan perijinan, penyiapan infrastruktur, pemberian insentif perpajakan, adanya dukungan moneter, adanya komitmen pemerintah, serta kepastian pasar. Faktor penentu yang menjadi pertimbangan terlaksananya alternatif strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia adalah biaya yang timbul untuk proses pendirian, waktu atau lamanya proses kegiatan terjadi, dan kondisi sumber daya manusia yang menjalankan kegiatan (baik kompetensi maupun moral hazard).

Hasil perhitungan menunjukan prioritas alternatif strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia dengan prioritas: 1) komitmen pemerintah (0.31); 2) kepastian pasar (0.21); 3) penyiapan infrastruktur (0.17); 4) dukungan moneter (0.13); 5) penyederhanaan perijinan (0.11); 6) insentif pajak (0.07). Dengan urutan faktor penentu yang harus diperbaiki yaitu sumber daya manusia (0.39), biaya (0.35), dan waktu (0.25).

Prioritas utama ini menunjukkan semua stakeholder memandang industri turunan minyak sawit mentah memerlukan adanya dukungan komitmen pemerintah secara konsistensi dalam jangka panjang. Komitmen pemerintah merupakan bagian penting dalam mewujudkan kepercayaan investor akan stabilitas keamanan modal yang ditanamkan. Adanya komitmen pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 128/ PMK.011/2011 tentang bea keluar produk dan turunan minyak kelapa sawit membuat industri turunan minyak kelapa sawit yang stagnan mulai menggeliat lagi. Disisi lain, kebijakan pemerintah dalam pemakaian biodiesel di dalam negeri sampai belum menunjukkan hal yang menggembirakan. Kondisi ini menjadikan kegamangan investor untuk menanamkan modalnya. Hasil analisis sensitifitas dengan menurunkan biaya sampai - 30%, penurunan waktu sebesar -20% dan peningkatan sumber daya manusia sebesar 60% menunjukkan urutan prioritas alternatif strategi yang sama, sehingga model ini telah cukup valid.

(7)

Didik Mochamad Rofiqi. An Accelerating Strategy for Development of Palm Oil

Downstream Industry in Indonesia. M SYAMSUL MAARIF and AJI

HERMAWAN.

Indonesia has become a major producer of palm oil, contributing as much as 48,37% world palm oil production in 2013. The palm oil has advantages as oleochemical material if compared to other vegetable oils. Downstream industrialization is one step to improve the competitive advantage. Utilization process has not been going well in Indonesia, particularly oleochemical industry. During 1975 - 2013, the number of Indonesian oleochemical industry was only 9 (nine). In order to increase competitiveness to make Indonesia the world oleochemical leader as targeted in the National Industrial Development Master Plan (RIPIN) 2035, Indonesia must have 33 (thirty-three) time capacity of the current oleochemical industry. To meet the objectives, a strategy to accelerate the development of palm oil derivatives industry is needed.

This study aims to identify the problems of accelerating industrial development of palm oil derivative, to have alternative strategies and priorities strategy to accelerate the development of palm oil derivatives industry that an important segment to develop the palm oil industry in Indonesia.

The identification of issuees was conducted using the Porter Diamond framework. Alternative strategies were generated from interviews with experts or stakeholders. The results of interviews were analyzed using interative models. The experts interview consists of a) government: Director General of Agro Industry, The Ministry of Industry, b) business people: GAPKI (Association of Indonesian Palm Oil), and c) researchers: Masyarakat Kepala Sawit Indonesia (MAKSI), Surfactant Bioenergy Research Centre-Institut Pertanian Bogor (SBRC-IPB), Pusat Penelitian Kelapa Sawit-Research Perkebunan Nusantara (PPKS-RPN), PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. The formulation of strategy were drawn up of alternative strategies and influencial factors. Prioritization of acceleration strategy was manage by using AHP approach. In order to see the validity of the AHP model sensitivity analysis is carried out on each of the factors of any strategic alternatives studied.

The problems of industrial development of palm oil in Indonesia are as follows (a) the result of research are not enough to support the oleochemical industry, (b) supporting infrastructure industry is not adequate, (c) the market structure of oligopoly, (e) a moratorium on land development of palm oil, (f) the lack of consistency of the government's commitment in the development of palm oil derivatives industrial (biodiesel), and (g) the negative campaign against palm oil and its products make their restrictions on the development of palm oil.

Determination of strategic alternatives extracted from the experts interview.

(8)

Priority of alternative strategies are 1) the government's commitment (0.31); 2) assurance market (0.21); 3) the preparation of infrastructure (0,17); 4) monetary support (0,13); 5) simplification of licensing (0,11); and 6) tax incentives (0,07).

By order of the determinants that must be corrected, namely human resources (0,39), cost (0,35), and time (0,25).

The main priorities show that all industry stakeholders to conclude palm oil derivatives requires consistent support of the government's commitment in the long term. The government's commitment is an important segment in realizing security and stability for investors. The government's commitment to the enactment of the Minister of Finance No. 128 / PMK.011 / 2011 on export duties and palm oil derivatives make palm oil derivatives industry stagnant start to pick up again. On the other hand, the government's policy on the use of biodiesel in domestic to day has not shown a positive thing. These conditions create uncertainty for investors. The results of the sensitivity analysis by lowering the cost of up to - 30% -20% reduction in time and increase in human resources by 60% shows an alternative priority order the same strategy, so that the model has enough valid.

(9)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

TURUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (MSM)

DI INDONESIA

DIDIK MOCHAMAD ROFIQI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian Magister Sains

Pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia

Nama : Didik Mochamad Rofiqi

NIM : F351114021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng. Dr. Ir. Aji Hermawan, MM

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan tesis Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan Minyak Sawit Mentah (MSM) Di Indonesia.

Berbagai pihak telah banyak memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian dan penyempurnaan hasil penelitian ini. Jika masih terdapat kesalahan yang mungkin terjadi tetap menjadi tanggung jawab penulis. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada para pembimbing, yaitu: Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng, sebagai ketua komisi pembimbing; dan Dr. Ir. Aji Hermawan, MM, sebagai anggota komisi pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian tesis ini. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S2-TIP.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Hermawan Thaheer dan Prof Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS atas kesempatan dan dorongannya yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan pada rekan-rekan satu kelas S2-TIP angkatan 2012 atas dorongan dan kerjasamanya selama ini, pada Nasywa, Akbar, Zizi, dan Istriku (Oni) atas siraman energi semangat dan motifasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Lembaga Sertifikasi Institut Pertanian Bogor yang telah membantu biaya pendidikan penulis selama mengikuti program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini juga dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Pada akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini hanya penulislah yang bertanggungjawab. Tuhan akan memberi balasan berkah yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Ruang Lingkup 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Strategi 5

Analisis Kompetitif Porter 7

Minyak Sawit Mentah 8

Pemanfaatan Minyak Sawit 10

Oleokimia dan Turunannya 11

Penelitian Terdahulu 13

METODE PENELITIAN 15

Kerangka Pemikiran 15

Tahapan Penelitian 17

Waktu dan Tempat Penelitian 19

Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Analisis Berlian Porter Sebagai Identifikasi Permasalahan 22

Penentuan Alternatif Strategi 62

Strategi Percepatan 70

Implikasi Kebijakan 78

SIMPULAN DAN SARAN 78

Simpulan 78

Saran 79

DAFTAR PUSTAKA 80

(18)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan sifat minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti

kelapa sawit (PKO) 10

2 Komposisi asam lemak bebas minyak kelapa sawit (CPO) dan

minyak inti kelapa sawit (PKO) 10

3 Tujuan, jenis, metode pengumpulan dan pengolahan data 21

4 Luas areal dan produksi minyak sawit (CPO) pada perkebunan rakyat, perkebunan negara, dan perkebunan swasta menurut provinsi,

2013 24

5 Perkembangan ekspor crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil

(PKO) Indonesia (ribuan Ton) 25

6 Perbandingan komposisi tanaman kelapa sawit antara perkebunan

rakyat, negara, dan swasta (%) 26

7 Penyerapan tenaga kerja industri minyak sawit Indonesia 28

8 Volume, nilai ekspor dan produk turunan CPO, tahun 2009-2013 34

9 Jumlah permintaan minyak kelapa sawit (CPO) untuk industri tahun

2013 dan rata-rata pertumbuhannya 35

10 Perkembangan konsumsi minyak nabati dunia (juta ton) 36

11 Jumlah perusahaan, kapasitas produksi dan penyebaran industri

margarin/shortening di Indonesia 44

12 Produsen dan kapasitas industri oleokimia nasional (dalam 1000 ton) 45

13 Produsen gliserin di Indonesia tahun 2011 dari industri fatty acid dan

fatty alcohol 45

14 Produsen glycerin di Indonesia tahun 2011 dari industri biodiesel 46

15 Jumlah perusahaan dan kapasitas produksi industri sabun mandi dan

detergent di Indonesia 47

16 Keterkaitan antar komponen utama industri turunan minyak sawit

mentah (MSM) di Indonesia 58

17 Keterkaitan antar komponen penunjang industri turunan minyak

sawit mentah (MSM) di Indonesia 60

18 Hasil penentuan alternatif strategi pengembangan industri turunan

minyak sawit mentah Indonesia oleh para pakar 66

19 Daftar responden sample dalam analisis AHP percepatan

pengembangan industri turunan minyak sawit mentah Indonesia 74

20 Hasil perhitungan bobot faktor penentu pertimbangan

pengembangan industri turunan minyak sawit mentah 75

21 Hasil perhitungan AHP strategi percepatan pengembangan industri

turunan minyak sawit mentah 76

22 Hasil analisis sensitifitas AHP percepatan industri turunan minyak

(19)

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram pohon industri minyak sawit mentah (Kementrian

Perindustrian, 2011) 4

2. Buah kelapa sawit 9

3. Diagram oleokimia dasar dan turunannya (Suryani 2005) 12

4. Diamont porter (Hill dan Jones, 1998) 16

5. Tahapan penelitian 20

6. Distribusi produksi dan ekspor CPO Indonesia (BPS 2014) 25

7. Perbandingan produktivitas perkebunan kelapa sawit negara,

swasta, dan rakyat (Sipayung dan Purba, 2014) 26

8. Persentase pemanfaatan CPO di Indonesia (GAPKI 2014) 34

9. Jumlah produksi sabun dan detergent Indonesia tahun 2000-2013

(GAPKI 2014) 41

10. Keterkaitan antar komponen Berlian Porter industri turunan minyak

sawit mentah (MSM) Indonesia 57

11. Struktur hierarki percepatan pengembangan industri turunan

minyak sawit mentah Indonesia 71

12. Formasi hierarki strategi percepatan pengembangan industri

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Produk turunan minyak sawit mentah Malaysia 89

2. Kuisioner alternatif strategi pengembangan industri turunan

minyaksawitmentah 99

3. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia 103

4. Perkembangan produksi minyak sawit di Indonesia 104

5. Distribusi Eksport crude palm oil (CPO) dan crude palm kernel

Oil(CPKO) per provinsi (ribuan ton) 105

6. Perkembangan dan persentase kebutuhan CPO untuk Industri

Hilirdi dalam negeri 106

7. Pertumbuhan permintaan CPO dalam negeri untuk industri 107

8. Pelaku usaha terbesar industri refinery/minyak goreng di

Indonesia 108

9. Kapasitas terpasang industri biodiesel di Indonesia Tahun 2011 109

10. Kuesioner analytical hierarcy process (AHP) percepatan

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit mentah Indonesia telah melewati Malaysia, dengan kontribusi sebesar 48,37% dari produksi minyak sawit dunia pada tahun 2013 (GAPKI 2014). Industri minyak sawit berkontribusi 10% terhadap pendapatan nasional dari sektor non migas dengan menyerap dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 6 juta orang (Sipayung dan Purba 2013). Meskipun telah menjadi produsen utama minyak sawit dunia dan berkontribusi baik terhadap pendapatan nasional, sampai saat ini minyak sawit Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif yang baik. Dari empat negara produsen utama minyak sawit dunia, Malaysia pada tahun 2004-2012 memiliki kinerja ekspor tertinggi dengan indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) atau perbandingan pangsa pasar suatu produk dalam total ekspor suatu negara dengan pasar ekspor pada produk yang sama dalam total ekspor dunia, bernilai rata-rata di atas 1 (satu) untuk CPO (crude palm oil) (1.04) dan PKO (palm kernel oil) (1.08). Indonesia berada di bawah Thailand dan relatif sama dengan Colombia. Indeks RCA Indonesia rata-rata tahun 2004-2012 di bawah satu yaitu CPO sebesar 0.98 dan PKO sebesar 0.94 (Ermawati dan Septia 2013). Demikian juga produk turunannya kalah jauh dengan Malaysia khususnya komodite olahan PKO (61.39), olahan CPO (41.53), dan oleokimia (37.36) sedangkan Indonesia komodite olahan PKO (31.66), olahan CPO (30.17), dan oleokimia (3.19) (Arip et al. 2013).

Minyak sawit mentah yang terdiri atas CPO dan PKO, nilai ekspor Indonesia untuk minyak sawit dan produk turunannya pada tahun 2015 sebesar US$ 19.76 miliyar atau 13.15 % dari total ekspor nonmigas. Jumlah ekspor tersebut sekitar 24.82 % merupakan bahan mentah berupa CPO dan CPKO yang mencapai US$ 4.90 miliyar. Sementara, nilai produk antara seperti crude palm olein, kernel olein, stearin sampai dengan oleokimia telah berkontribusi sebesar US$ 14,86 milyar (BPS 2016). Pada awal tahun 2014 mencatat rasio volume ekspor minyak sawit dibandingkan dengan produk olahannya menjadi 30 : 70. Ragam produk turunan minyak sawit mentah Indonesia sekitar 47 jenis (Rifai 2014) dan Malaysia sudah mencapai 406 jenis produk turunan minyak sawit mentah (MPOB 2014).

Penganekaragaman atau hilirisasi minyak sawit merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif suatu negara, serta dapat memenangkan dan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional (Perizade 2013). Penganekaragaman produk hilir minyak sawit juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, semakin beragamnya produk dan kegunaannya akan meningkatkan jumlah serta pilihan produk bagi masyarakat, perbanyakan jenis produk akan diikuti semakin banyaknya mesin ekonomi sebagai wahana proses penciptaan pendapatan (income generating) (Sipayung 2012). Adanya kampanye hitam (black champaign) global yang menyudutkan minyak sawit Indonesia diluar negeri maka proses hilirisasi merupakan cara yang paling baik untuk menjawab kampanye dan serangan negara maju (Supriyanto 2013).

(22)

industri yang mengolah minyak sawit mentah (MSM) menjadi produk-produk turunan (produk antara), (2) industri oleopangan (oleo food/oleo-edible) yaitu industri yang menggunakan oleokimia menjadi produk pangan, dan (3) industri oleo bukan pangan (oleo non food) yaitu industri yang menggunakan oleokimia menjadi produk non pangan (Sipayung 2012). Berdasarkan kegiatan ekonomi produk turunan minyak sawit dibedakan pada tingkat konsumsi dan tingkat keuntungannya (profitability). Kelompok produk dengan tingkat konsumsi tinggi dan tingkat keuntungan relatif rendah yaitu kelompok oleokimia dasar seperti minyak goreng/olein dan biodiesel. kelompok produk dengan tingkat konsumsi rendah dan tingkat keuntungan tinggi yaitu kelompok obat/farmasi seperti tecopherol dan vitamin E (Hazimah 2012).

Guna mencapai tujuan pengendalian produksi MSM yang efektif, khususnya mengendalikan pasokan minyak nabati dunia, serta mendapatkan nilai tambah produk yang tinggi maka proses hilirisasi MSM harus diarahkan pada industri hilir yang menggunakan bahan baku utama besar atau tingkat konsumsi yang tinggi dengan nilai tambah yang cukup tinggi pula seperti produk oleokimia dan turunannya. Saat ini, Indonesia telah menghasilkan produk oleokimia dasar seperti fatty alkohol, fatty acid, metil ester dan gliserol.

Proses pengembangan industri oleokimia tidak mudah, diperlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Adanya beragam produk turunan oleokimia yang dapat dikembangkan, tingkat teknologi yang digunakan, terbatasnya pasar oleokimia, terbatasnya investor oleokimia dunia, terbatasnya keberadaan insfrastruktur, serta kondusifitas pemerintah baik pusat dan daerah sangat berpengaruh terhadap pengembangan industri turunan oleokimia di Indonesia. Menurut Rupilius dan Ahmat (2007a), industri oleokimia termasuk industri dengan jumlah investasi yang besar dan tingkat keuntungan yang rendah. Guna mewujudkan industri ini diperlukan pertimbangan yang sangat matang.

Menurut Widjaja et al. (2013) upaya meningkatkan investasi industri hilir minyak sawit adalah (1) konsistensi pemerintah dalam menjalankan regulasi, misalnya PE (pajak eksport) tinggi bagi ekspor bahan baku dan rendah bagi produk hilir, dan tax-holiday yang telah berjalan perlu dipertahankan untuk jangka waktu panjang; (2) adanya perbaikan/ penambahan infrastruktur jalan; (3) meningkatnya volume ekspor memerlukan tambahan dan modernisasi pelabuhan; (4) ragam produk minyak sawit semakin banyak, maka mutu produk yang masuk ke kapal harus dijaga kemurniannya; dan (5) fasilitas pelabuhan minyak sawit khususnya Pelabuhan Belawan saat ini sudah tidak memadai (waktu tunggu kapal meningkat dari 12 hari menjadi 14 hari).

(23)

Lambannya industri oleokimia berkembang di Indonesia dan adanya target terpasangnya kapasitas industri oleokimia sebesar 4.29 juta ton per tahun pada tahun 2019, perlu adanya strategi percepatan. INDEF (2012) menjelaskan adanya permasalahan dan tantangan yang menghambat proses hilirisasi dapat diatasi dengan strategi percepatan. Strategi ini juga dapat mempercepat target pertumbuhan industri dan menghindari adanya deindustrialisasi dini.

Rumusan Masalah

Indonesia sudah menjadi negara pemasok utama minyak sawit dunia, tetapi belum mempunyai keunggulan yang baik. Hilirisasi atau penganekaragam industri turunan minyak sawit mentah (MSM) dapat meningkatkan keunggulan kompetitif dan memenangkan perdagangan internasional. Guna menyukseskan terjadinya proses percepatan industri turunan minyak sawit mentah (MSM) maka sangat diperlukan adanya penelaahan terhadap:

- Permasalahan apa saja yang menyebabkan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah khususnya industri oleokimia belum berkembang dengan baik?

- Alternatif strategi apa saja yang dapat mempengaruhi proses percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah khususnya industri oleokimia?

- Prioritas strategi apa yang berguna dalam pengembangan kegiatan percepatan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian strategi percepatan pembangunan industri turunan minyak sawit mentah adalah:

1. Mengidentifikasi faktor permasalahan pengembangan industri oleokimia di Indonesia.

2. Menentukan alternatif strategi dalam percepatan pengembangan industri oleokimia dengan nilai kompetitif yang tinggi.

3. Merumuskan strategi untuk proses percepatan pengembangan industri

oleokimia sebagai bagian penting dalam pembangunan industri turunan minyak sawit mentah.

Ruang Lingkup

(24)

pengidenti-fikasian masalah pengembangan dengan pertimbangan dayasaing sesuai Kaidah Berlian Porter, penentuan alternatif strategi pengembangan industri turunan minyak sawit mentah melalui wawancara pakar dengan metode interaktif dan merumuskan prioritas strategi percepatan terbentuknya industri turunan minyak sawit dengan metode analytical hierarchy process (AHP).

Produk turunan atau kelompok produk turunan minyak kelapa sawit mentah yang diteliti sedapat mungkin dibatasi pada produk turunan oleokimia yang belum diproduksi di Indonesia tetapi sudah dipasarkan (komersialisasi) di negara lain dan sebagai panduan disesuaikan dengan pohon industri yang diterbitkan secara resmi oleh Kementrian Perindustrian RI. Gambaran diagram pohon industri dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram pohon industri minyak sawit mentah (Kementrian Perindustrian 2011)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi alternatif strategi dalam percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah khususnya oleokimia yang mempunyai keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Indonesia.

2. Membantu pemerintah dalam melakukan strategi pengembangan industri

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Strategi

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Suatu strategi mempunyai skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategus dengan kata jamak strategi (stratos = tentara atau militer, dan ego = memimpin) yang berarti seni berperang. Definisi lebih lengkap untuk orang Yunani, strategi adalah ilmu perencanaan dan pengarahan sumberdaya untuk operasi secara besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi siap yang paling menguntungkan sebelum melakukan penyerangan terhadap lawan. Secara umum strategi didefinisikan sebagai rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun tidak, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan (Hutabarat dan Huseini 2006).

Tujuan utamanya agar organisasi dapat melihat secara obyektif kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat mengantisipasi adanya perubahan lingkungan yang terjadi. Perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti 2001). Strategi merupakan seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional guna mencapai tujuannya (David 2009). Strategi merupakan pola atau rencana yang terintegrasi dari tujuan organisasi, kebijakan-kebijakan strategi yang baik guna membantu menyusun dan menyalurkan sumber daya organisasi secara spesifik dan tahan lama berdasarkan keunggulan dan kelemahan, serta antisipasi perubahan lingkungan dan gerakan lainnya (Mintzberg 1995).

Strategi muncul karena adanya persaingan pada aspek ekonomi, aspek teknologi, aspek bisnis, dan aspek-aspek lain yang berpotensi untuk menimbulkan persaingan (Porter 1998). Daya saing merupakan dasar keunggulan suatu kegiatan yang ditentukan oleh kemampuan untuk berkembang dan memahami perubahan pelaku ataupun organisasi atau sistem yang melibatkan kombinasi pemikiran proses serta pemanfaatan efektif dan efisien untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dan lebih unggul daripada pesaing yang lain. Sehingga strategik merupakan seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimple-mentasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya.

Elemen-elemen strategi dapat dibedakan menjadi seni situasi, tujuan dan sasaran, produk keunggulan kompetitif, pola keputusan, kebijakan dan program, destinasi, sumber daya dan lingkungan, program bertindak, formulasi strategi serta arus keputusan, alat yang paling bahaya dan riskan (deceptivre device), dan pemimpin (Salusu 1996).

Menurut Mintzberg (1995), konsep strategi itu sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) arti yang saling terkait, yaitu:

1. Perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional dalam mewujudkan tujuan-tujuan jangka panjangnya. 2. Acuan yang berkenaan dengan penilaian konsistensi ataupun inkonsistensi

perilaku serta tindakan yang dilakukan oleh organisasi.

(26)

4. Suatu perspektif yang menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi dengan lingkungannya yang menjadi batas bagi aktivitasnya.

5. Rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelahui para pesaing.

David (2009) mengungkapkan proses perencanaan manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu;

1. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. 2. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan

tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. 3. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga

aktivitas dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil tindakan korektif.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merumuskan strategi menurut Hariyadi (2005), antara lain :

1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki dan menentukan misi untuk mencapai visi yang dicita-citakan,

2. Menganalisis lingkungan internal dan eksternal yang akan dihadapi dalam menjalankan misinya,

3. Merumuskan faktor-faktor keberhasilan (key success factors) dari strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya,

4. Menentukan tujuan dan target terukur,

5. Mengevaluasi alternatif strategi dengan mempertimbangan sumberdaya dan kondisi eksternal yang dihadapi.

6. Memilih strategi yang sesuai guna mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

Strategi hendaknya mampu memberi informasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) dan mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap karyawan organisasi. Untuk menjamin agar strategi dapat berhasil dan dapat dipercaya dan dilaksanakan, Hatten dan Hatten (1996) memberikan sarannya :

1. Strategi harus konsisten dengan lingkungan.

2. Harus konsisten dengan strategi yang lain dan senantiasa diserasikan. 3. Memfokuskan dan menyatukan semua sumberdaya yang dipunyai.

4. Memusatkan pada kekuatan dan memanfaatkan kelemahan pesaing dalam membuat langkah untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat.

5. Strategi hendaknya dibuat atau ditetapkan dari sesuatu tindakan atau langkah yang memang layak dapat dilaksanakan.

6. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar. 7. Strategi hendaknya disusun diatas landasan keberhasilan yang telah dicapai. 8. Tanda-tanda suksesnya strategi selalu ditampakkan dari semua pimpinan

(27)

Analisis Kompetitif Porter

Keunggulan kompetitif negara atau bangsa dalam perdagangan dan produksi dunia dapat diterangkan dengan baik dalam teori Berlian Porter (Porter 1990). unsus utama dalam analisis kompetitif porter terdiri atas:

1. Kondisi faktor produksi atau sumber daya di suatu negara, yaitu ketersediaan sumber daya di suatu negara, yang terdiri atas sumber daya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal, dan infrastruktur. Ketersediaan tersebut menjadi penentu perkembangan industri. Ketika terjadi kelangkaan pada salah satu jenis faktor tersebut maka investasi industri di suatu negara menjadi investasi yang mahal;

2. Permintaan domestik, merupakan permintaan di dalam negeri terhadap produk atau layanan industri di negara tersebut. Permintaan hasil industri, terutama permintaan dalam negeri, adalah aspek yang mempengaruhi arah pengembangan faktor awal keunggulan kompetitif sektor industri. Inovasi dan kemajuan teknologi dapat terinspirasi oleh kebutuhan dan keinginan konsumen;

3. Keberadaan industri terkait dan pendukung, yaitu keberadaan industri pemasok atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional. Faktor ini menggambarkan hubungan dan dukungan antar industri, dimana ketika suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, maka industri-industri pendukungnya juga akan memiliki keunggulan kompetitif.

4. Strategi, struktur, dan tingkat persaingan perusahaan, yaitu bagaimana unit-unit usaha di dalam suatu negara terbentuk, diorganisasikan, dan dikelola, serta bagaimana tingkat persaingan dalam negerinya;

Keempat komponen yang disebut sebagai model Diamond Porter. Analisis ini menyatakan bahwa pemerintahan suatu negara memiliki peran penting dalam membentuk ekstensifikasi faktor-faktor yang menentukan tingkat keunggulan kompetitif industri suatu negara. Porter menggarisbawahi ketersediaan faktor-faktor seperti faktor-faktor sumber daya manusia, bahan baku, ilmu pengetahuan, dan infrastruktur, tidak ditentukan oleh perbedaan karakteristik alamiah suatu negara. Kemampuan suatu negara dalam menyediakan faktor-faktor ditentukan oleh political will dari pemerintah. Oleh karena itu, variabel pemerintah memegang peran penting dalam peningkatan daya saing nasional (Hill dan Jones 1998). Hal ini diperjelas dengan adanya 2 (dua) variabel tambahan yang mempengaruhi daya saing, yaitu:

1. Kesempatan, yaitu perkembangan yang berada di luar kendali perusahaan (dan biasanya juga di luar kendali pemerintah suatu bangsa), seperti misalnya penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing;

(28)

Minyak Sawit Mentah.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaoin atau minyak sedangkan nama species Guinensis berasal dari kata

Guinea, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman

kelapa sawit pertama kali di Pantai Guinea. Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ).

Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman (Fauzi et al. 2002).

Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan : a. Dura

Tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocarp) tipis, cangkang tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar. Persentase daging buah 35% - 60% dengan rendemen minyak 17% - 18%.

b. Pisifera

Tipe ini memiliki ciri-ciri daging buahnya tebal, tidak mempunyai cangkang. Intinya kecil sekali bila dibandingkan tipe dura ataupun tenera. Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknya tinggi.

c.Tenera

Tipe ini merupakan hasil silang antara tipe dura dan pisifera. Sifat tipe tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe ini mempunyai tebal cangkang 0.5-4 mm. Perbandingan daging buah terhadap buah 60%-90%, rendemen minyak 22%-24% (Setyamidjaja 2006).

Dalam manajemen kebun, produksi adalah jumlah berat tandan buah segar (TBS) ton/ha yang dihasilkan, yang selanjutnya diolah menjadi minyak kelapa sawit (CPO) ton/ha, dan minyak inti sawit (PKO) ton/ha, dan hasil samping antara lain bungkil kernel, cangkang dan tandan kosong, serta limbah cair (Mangoensoekarjo 2003).

Kelapa sawit mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak 5-6 bulan setelah penyerbukkan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat pada perubahan warna kulitnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat ini buah kelapa sawit akan terlepas dari tangkai tandannya.

(29)

pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah.

Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, , -, karoten dan xantofilkaroten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid. Penampang atau profil buah sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Buah kelapa sawit.

Pengolahan serabut kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah dilakukan melalui tahap perebusan, pembrondolan, ekstraksi, dan pemurnian. Secara umum, perebusan dilakukan untuk mematikan enzim dibuah dengan pengukusan, pem-brondolan dengan pembantingan, ekstraksi dilakukan dengan cara pengepresan, dan pemurnian dilakukan untuk menghilangkan gum dan kotoran lain,

Komponen utama CPO adalah triasilgliserol (94%), sisanya asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 140C (Ketaren 1998).

Selain memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, minyak sawit juga memiliki komponen zat gizi minor yang memiliki peran fungsional, yaitu karotenoid dan tokoferol (termasuk tokotrienol). Kadar karotenoid dalam CPO adalah 500-700 ppm. Sebagian besar karotenoid dalam

CPO terdiri dari -karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai 90% dari total

karotenoid CPO); dan sejumlah kecil -karoten, likopen dan xantofil.

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam pesikarp sekitar 34-40 %. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Titik lebur minyak kelapa sawit tergantung pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon.

(30)

kolesterolnya rendah). (Fauzi et al. 2002). Minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari. Dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi (50,2 %), minyak kelapa sawit sangat cocok digunakan sebagai medium penggoreng.

Minyak kelapa sawit (CPO) mengandung karotenoida mencapai 1000 ppm,

tetapi dalam minyak dari jenis tenera ± 500 ppm dan kandungan tokoferol bervariasi karena dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986). Warna minyak sawit, merah jingga disebabkan adanya pengaruh warna karoten dalam jumlah minyak. Minyak sawit memiliki bau yang khas dan tahan terhadap proses oksidasi akibat adanya zat tekoferol.

Minyak inti sawit (PKO) dihasilkan dari inti kelapa sawit. Yang dilakukan dengan cara pengepresan kernel kering. Minyak inti sawit memiliki rasa dan bau sangat kuat dan khas. Sifat fisika kimia minyak sawit (CPO) dan minyak inti (PKO) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Perbandingan sifat minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti kelapa sawit (PKO)

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar 0.900 0.900-0.913

Indeks bias 1.4565-1.44585 1.395-1.415

Bilangan iodium 48-56 14-20

Sumber: Ketaren (1986).

Minyak kelapa sawit (CPO) dengan minyak inti kelapa sawit (PKO) mempunyai kandungan penyusun asam lemak yang berbeda. Komposisi asam lemak bebas pada CPO dan PKO dapat dillihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak bebas minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti kelapa sawit (PKO)

No Rumus molekul Asam Lemak Minyak Sawit

(%) Berat

Minyak Inti (%) Berat

1 C6H12O2 Kaproat - 3 – 7

2 C8H16O2 Kaprilat - 3 – 4

3 C12H24O2 Laurat - 46 – 52

4 C14H28O2 Miristat 1.1 – 2.5 14 – 17

5 C16H32O2 Palmitat 40 – 46 6,5 – 9

6 C18H36O2 Stearat 3.6 – 4.7 1 – 2.5

7 C18H34O2 Oleat 39 – 45 13 – 15

Sumber: Ketaren (1986).

Pemanfaatan Minyak Sawit

(31)

Minyak Mentah Sawit untuk Industri Pangan

Minyak mentah sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit kasar (CPO) maupun minyak inti sawit (PKO) melalui prosesfraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi. sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk minyak makann (oleofood), minyak mentah sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lainnya, antara lain mengandung karoten yang berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Disamping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

Minyak Mentah Sawit untuk Industri Non Pangan

Produk nonpangan dihasilkan dari minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin yang sering disebut oleokimia. Kandungan minor minyak sawit yang berjumlah kurang 1%, diantaranya sangat berguna antara lain karoten dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis dan memperlambat proses penuaan.

Oleokimia dan Turunannya

Oleokimia adalah bahan baku industri yang diturunkan dari minyak nabati atau lemak, termasuk diantaranya minyak sawit kasar dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, metil ester, dan gliserin. Bahan-bahan ini mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri kosmetik dan aspal. Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan sabun dan detergen. (Fauzi et al. 2002).

Oleokimia dasar dihasilkan dari proses splitting (hidrolisis) dan alkoholisis sehingga didapatkan griserol, asam lemak (fatty acid), fatty metil ester, dan fatty alkohol. Produk oleokimia ini dihasilkan produk turunan melalui beberapa proses seperti hidrogenasi, amidasi, konjugasi, epoksidasi, sulfatasi, klorinasi, esterifikasi dan sebagainya. Diagram oleokimia dasar dan turunannya disajikan pada Gambar 3. (Suryani 2005).

(32)

(33)

Asam lemak (fatty acid) merupakan oleokimia yang paling banyak diperlukan. Secara umum, produksi asam lemak di dunia lebih besar dibandingkan konsumsinya. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada umumnya disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak rapeseed dan lain-lain. Asam lemak dapat dibuat degan cara splitting CPO atau PKO pada suhu dan tekanan tinggi. Selanjutnya didistilasi atau difraksionasi untuk memperoleh asam lemak dengan kemurnian tinggi. Produk sampingnya berupa gliserin setelah dimurnikan akan menghasilkan gliserin yang sesuai dengan standar farmasi. Produk-produk turunan dari asam lemak sepeti fatty ester, fatty alcohol, dan fatty

amina lainnya digunakan untuk menggantikan produk-produk petrokimia

(Wijiastuti 2013).

Fatty ester sebagian besar (± 80%) diubah menjadi fatty alcohol, yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk hilir terutama suftaktan. Disamping itu fatty ester juga digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel. Metil ester dapat dibuat dengan cara transesterifikasi CPO atau PKO dengan methanol pada suhu 60oC dan tekanan satu atmosfir. Selanjutnya dilakukan distilasi dan fraksionasi untuk memperoleh metal ester dengan kemurnian tinggi. Produk samping yang dihasilkan pada proses ini adalah gliserin yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetik.

Fatty alkohol merupakan oleokimia dasar yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku surfaktan seperti fatty alkohol sulfat (FAS), fatty alkohol etoksilat (FAE) dan fatty alokohol etoksi sulfat (FAES). Sekitar 70% fatty alcohol digunakan untuk membuat surfaktan nonionic dan anionic. Fatty alkohol dapat dibuat dari asam lemak maupun metal ester dengan cara hidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi menggunakan katalis kimia. Selanjutnya didistilasi untuk menghasilkan fatty alkohol dengan kemurnian tinggi.

Fatty amina merupakan turunan nitrogen dan paling banyak digunakan untuk membuat senyawa ammonium quartener seperti senyawa distearyldimethyl-ammonium yang digunakan sebagai pelembut pakaian dan hair conditioners.

Gliserin dapat dibuat dari minyak atau lemak alami sebagai hasil samping dari asam lemak, ester atau sabun, Meskipun merupakan produk samping, gliserin umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Mulai tahun 1980-2010, produksi gliserin sintetik (dari minyak bumi) mulai menurun, sementra produksi gliserin alami semakin meningkat.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menyangkut strategi pengembangan minyak kelapa sawit telah dilakukan oleh Suprihatini et al. (2004) melakukan analisis kebijakan percepatan industri hilir kelapa sawit dan teh dengan teknik focus group discustion (FGD) dari para stakeholders-nya. Hasil penelitian ini menetapkan ada 10 (sepuluh) faktor yang berpengaruh dalam pengembangan industri hilir perkebunan dan faktor kuncinya ada 4 (empat) yaitu pajak pertambahan nilai, insentif investasi, harmonisasi tarif, dan konsistensi dukungan pemerintah.

(34)

pengembangan ekspor minyak sawi dengan urutan (1) pengembangan infrastruktur, (2) optimalisasi sumber daya, (3) pengeembangan kelembagaan, (4) implementasi kebijakan, dan (5) komponen lain. Para pelaku bisnis baik pemerintah, BUMN dan swasta berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dengan pelabuhan ekspor merupakan suatu keharusan.

Nayantakaningtias dan Daryanto (2012) menganalisis daya saing dan strategi pengembangan minyak sawit Indonesia. Metode pengembangan minyak sawit Indonesia dilakukan dengan mempertimbangkan nilai RCA dan Diamon Porter. Penyusunan strategi pengembangan melalui teknik SWOT (strengths weakness opportunities threats). Hasilnya strategi pertama yang harus dilakukan adalah memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu melalui program meningkatkan kualitas produk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Strategi yang rutin dilakukan setiap tahunnya adalah pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan kegiatan inovasi, memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah, pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit, dan meningkatkan pola kerja sama dengan produsen negara lain melalui promosi.

Hidayat et al. (2012) melakukan kajian model identifikasi resiko dan strategi peningkatan nilai tambah pada rantai pasok kelapa sawit khususnya minyak goreng. Penelitian ini menggunakan metode fuzzy AHP untuk menetapkan strategi peningkatan nilai tambah. Hasil penelitian menunjukan faktor risiko yang sangat penting bagi semua pelaku dalam peningkatan nilai tambah adalah kelancaran pasokan kualitas bahan dan produk. Strategi peningkatan nilai tambah industri kelapa sawit memerlukan perbaikan bahan baku dan bibit yang unggul, serta infrastruktur yang mendukung kelancaran pasokannya.

Yoyo (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kesenjangan Industri Asam Lemak dan Alkohol Lemak Berbasis Minyak Kelapa Sawit di Indonesia dan Proyeksi Produksi dan Konsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan antara kondisi aktual dengan kondisi seharusnya (ideal) di masa depan industri asam lemak dan alkohol lemak berbasis minyak sawit di Indonesia, menggunakan kerangka penilaian daya saing International Institute for

Management Development (IMD) dan World Economic Forum (WEF). Penelitian

ini juga bertujuan untuk menentukan model yang lebih baik dalam memproyeksikan jumlah produksi dan konsumsi asam lemak dan alkohol lemak berbasis minyak sawit di Indonesia (2013 – 2022). Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan berdasarkan kerangka penilaian daya saing IMD adalah kelompok efisiensi pemerintahan dan berdasarkan kerangka penilaian daya saing WEF adalah kelompok persyaratan dasar. Untuk proyeksi produksi asam lemak di Indonesia lebih baik menggunakan model eksponensial, sedangkan proyeksi produksi alkohol lemak menggunakan metode dekomposisi. Adapun proyeksi konsumsi asam lemak oleh industri-industri penggunanya di Indonesia lebih baik menggunakan model eksponensial atau dekomposisi, sedangkan proyeksi konsumsi alkohol lemak menggunakan model eksponensial.

(35)

strategi yang pengembangan. Hasil penelitian menunjukan faktor penentu lingkungan pengem-bangan klaster industri kelapa sawit adalah infrastruktur pendukung (jalan raya, rel kereta, dan fasilitas pelabuhan). Adapun strategi utama pengembangan klaster industri kelapa sawit adalah peningkatan infrastruktur.

Wiharjanto (2013) melakukan mengevaluasi kinerja dari strategi yang telah ditempuh oleh PT SMART Tbk dalam mengembangkan produk turunan kelapa sawit yang dihasilkan. Analisis menggunakan beberapa alat, seperti analisis faktor ekonomi dominan, analisis porter’s five forces of competition, analisis driving forces, analisis key success factors (KSF), serta analisis strategic group maps. Hasil penelitian menunjukkan strategi yang dijalankan perusahaan dengan berfokus pengembangan sumber daya dan pengembangan teknologi merupakan hal yang tepat dan efektif.

Wisena et al. (2014) melakukan strategi pengembangan industri minyak sawit yang kompetitif dan sustainable dengan metode ANP (Analytic Network Process). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertimbangan ekonomi menjadi utama dibandingkan sosial dan lingkungan, dan alternatif strategi pengembangan industri minyak sawit yang kompetitif dengan penerapan keunggulan biaya rendah serta organisasi yang efektif.

Penelitian ini memiliki kemiripan dengan beberapa penelitian terdahulu yaitu meneliti komoditas minyak sawit mentah (CPO dan PKO) dengan berbagai macam pengembangan guna mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun perbedaannya adalah penelitian ini menganalisis secara komprehensif langkah percepatan untuk mengembangkan industri turunan dengan mempertimbangkan kekuatan dayasaing, dari pendapat para stakeholders, dan langkah atau skala prioritas yang harus dilakukan.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Produk turunan minyak kelapa sawit mentah (MSM) di dunia saat ini telah bekembang cepat. Berbagai macam produk telah dapat dihasilkan baik sebagai produk antara (bahan baku industri) maupun produk akhir (siap konsumsi). Malaysia saat ini telah memproduksi turunan minyak kelapa sawit secara komersial sebanyak 440 jenis (MPOB 2014) sementara Indonesia menurut informasi terakhir telah memproduksi 156 jenis (Majalah Bisnis 2014). Perincian lengkap produk turunan minyak sawit Malaysia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengembangan industri turunan minyak kelapa sawit dengan sasaran ganda untuk meningkatkan barganing position atau nilai tawar komoditas MSM dalam pasar dunia serta mendapatkan nilai tambah yang besar maka pengembangan produk turunan MSM diarahkan pada penggunaan bahan baku minyak sawit mentah (MSM) yang tinggi dengan tingkat profitablitas atau nilai tambah produknya yang tidak terlalu rendah. Produk turunan MSM yang mempunyai sifat itu umumnya turunan oleokimia.

(36)

Industri oleokimia mulai berkembang di Indonesia sejak 33 tahun lalu, tetapi sampai saat ini hanya ada 9 (sembilan) buah industri dengan kapasitas olah 1.42 juta ton per tahun (CIC 2012). Malaysia yang mempunyai produksi CPO lebih rendah saat ini telah mempunyai 17 (tujuh belas) industri oleokimia dengan kapasitas olah 1.9 juta ton per tahun (MPOB 2012). Guna menjadikan Indonesia sebagai basis industri oleokimia serta dapat melewati kemampuan Malaysia dalam menghasilkan produk turunannya maka diperlukan adanya strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah.

Keberadaan industri turunan minyak sawit mentah atau oleokimia dengan keberhasilan tinggi dapat dipastikan mempunyai dayasaing/tingkat kompetitif yang tinggi pula. Sehingga dalam pendekatan identifikasi faktor penyebab lambatnya pengembangan industri turunan minyak sawit mentah menggunakan kaidah Berlian Porter. Kerangka penilaian kaidah Berlian Porter dapat dilihat pada Gambar 4. Adanya faktor penyebab lambatnya pengembangan industri ini diperlukan pemecahan secara komprehensif dari para pemangku kepentingan (stakeholdres). Pemangku kepentingan untuk terbentuknya industri turunan minyak sawit mentah atau oleokimia terdiri atas 1) pemerintah yang menetapkan dan mengawasi aturan berdirinya industri, 2) pelaku bisnis, dan 3) peneliti atau pakar yang akan memberikan masukan terkait industri yang dibangun. Jawaban dari faktor penyebab lambatnya pengembangan ini merupakan alternatif strategi untuk mempercepat terwujudnya industri turunan minyak sawit mentah.

Kondisi Faktor Sumberdaya

1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia

3. Sumberdaya IPTEK 4. Sumberdaya Modal 5. Sumberdaya Infrastruktur

Industri Terkait dan Pendukung

1. Industri pemasok 2. Industri Pendukung

Peran Kesempatan

Peran Pemerintah Kondisi Permintaan Domestik

1. Komposisi permintaan domestik 2. Besar dan pola pertumbuhan domestik 3. Internasionalisasi permintaan domestik

Persaingan, Struktur, dan Strategi

1. Persaingan domestik 2. Struktur dan strategi perusahaan

Gambar 4. Kerangka Diamont Porter (Hill dan Jones 1998)

(37)

Tahapan Penelitian

Analisis faktor lambatnya pengembangan industri turunan minyak sawit mentah

Penelitian ini dimulai dari melakukan analisis faktor penyebab lambatnya pengembangan industri turunan minyak sawit mentah. Analisis dilakukan dengan pendekatan dayasaing atau kompetitif industri turunan ini di Indonesia dalam kerangka Berlian Porter.

Analisis Berlian Porter dilakukan dengan mengumpulkan data statistik terkait kondisi feedstock yang merupakan bahan baku utama, industri yang menggunakan dan mendukung industri turunan minyak sawit mentah serta peran pemerintah dan kesempatan terhadap keberadaan industri turunan minyak sawit mentah. Penganalisaan dilakukan sesuai dengan masing-masing komponen.

Kondisi faktor produksi dibagi menjadi dua, yaitu yang biasa dan yang terspesialisasi. Kondisi biasa adalah faktor-faktor produksi yang diwarisi secara alami seperti kekayaan sumber daya alam (SDA), tanah, dan tenaga kerja yang belum terlatih. Sedangkan yang terspesialisasi adalah faktor-faktor produksi yang tidak terdapat secara alami, melainkan harus diciptakan terlebih dahulu. Faktor produksi yang terspesialisasi adalah teknologi dan tenaga kerja yang terlatih. Kondisi faktor produksi dikatakan baik apabila jumlah faktor produksi yang dimiliki banyak dan perbandingan antara faktor produksi biasa dengan faktor produksi terspesialisasi adalah proporsional. Semakin baik kondisi faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan di dalam suatu negara, maka akan semakin kompetitif negara tersebut.

Kondisi permintaan dikatakan dapat menaikkan kompetitifitas apabila kondisi permintaan tersebut adalah mutakhir (sophisticated). Yang dimaksud dengan permintaan mutakhir adalah adanya kecenderungan untuk selalu menuntut, menuntut, dan menuntut agar produk yang dihasilkan terus diinovasi supaya bisa memuaskan kebutuhan para demander.

Industri-industri yang berkaitan dan mendukung. Kompetitifitas dapat meningkat apabila industri-industri yang berkaitan dan mendukung memusatkan diri dalam suatu kawasan. Hal ini akan menghemat biaya komunikasi, ongkos gudang penyimpanan, ongkos transportasi, serta akan meningkatkan arus pertukaran informasi.

(38)

Penentuan alternatif strategi percepatan pengembangan industri turunan MSM

Penelitian selanjutnya menggunakan metode wawancara bersifat kualitatif untuk menentukan alternatif strategi percepatan pengembangan industri turunan MSM. Analisis data kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data. Saat wawancara melakukan analisis terhadap jawaban dari informan. Apabila jawaban dari informan belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu sehingga diperoleh data yang kredibel. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiyono 2013).

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya banyak, perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama ke lapangan jumlah data yang diperoleh semakin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, rnembuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo). Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan menambahnya apabila diperlukan.

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun dan dapat memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian (Sugiyono 2013).

Penarikan kesimpulan dilakukan awalnya longgar, tetap terbuka dan skeptis tetapi kesimpulan awal sudah ditetapkan, mula-mula belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan.

Penarikan kesimpulan, dalam pandangan Miles dan Huberman (1994), hanyalah sebagian dan satu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran yang melintas selama menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan memakan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran, atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul dan data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yang merupakañ validitasnya.

(39)

Perumusan strategi percepatan pengembangan industri turunan MSM

Langkah akhir kajian ini melakukan perumusan strategi percepatan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah. Hasil dari penetapan alternatif strategi dengan faktor dan sub-faktor yang terbentuk dilakukan analisis percepatan pengembangan dengan teknik pendekatan AHP. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki, menurut Saaty (1990), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Setelah struktur hierarki terbentuk, disusun kuestioner tingkat kepentingan antar faktor dan sub-faktor yang dibandingan secara berpasangan (pairwise comparasion). Kuestioner ini disebarkan kembali pada para pakar untuk mendapatkan pendapat mengenahi tingkat kepentingan antara alternatif strategi dan faktor yang mempengaruhinya. Setelah data kuestioner terkumpul dilakukan pengolahan sesuai dengan kaidah AHP dengan menggunakan alat bantu excel. Secara lengkap tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Guna melihat validitas model AHP dan menerapan kebijakan yang sesuai dengan tujuan, maka dilakukan analisa sensitivitas AHP terhadap masing-masing faktor dari setiap alternatif strategi yang diteliti. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menurunkan dan menaikkan bobot secara ekstrim pada kriteria dan subkriteria. Model AHP valid jika perubahan bobot tidak merubah urutan alternatif strategi (Markis, 2006).

Waktu dan Tempat Penelitian

(40)

Latar Belakang, Perumusan Masalah dan Kondisi Awal Lingkup Kajian

Studi Literatur

Perumusan Tujuan Penelitian

Identifikasi Alternatif Strategi Pengembangan Industri Turunan MSM

Interative Model Pembuatan kuistiones alternatif strategi percepatan

pengembangan industri turunan

Pengurutan alternatif strategipendapat para pakar Pencatatan dan pengumpulan opini/pendapat

para pakar

Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan MSM Di Indonesia

Penetapan Prioritas Strategi Percepatan Pengembangan

Industri Turunan MSM AHP

Pembuatan quistiones percepatan pengembangan Industri turunan MSM

Penyusunan dan penentuan alternatif kriteria dan sub kriteria percepatan pengembangan Industri turunan

MSM

Mulai

Selesai

Identifikasi permasalahan pengembangan Industri Turunan minyak sawit mentah (MSM)

[Kondisi faktor produksi, permintaan, industri terkait, struktur pasar strategi dan persaingan, pemerintah, serta kesempatan]

Berlian Porter

Strategi Percepatan Pengembangan Industri Turunan MSM Di Indonesia

Pendapat Para Pakar

Alternatif strategipengembangan Industri turunan MSM di Indonesia

(41)

Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait yang relevan dalam pengembangan industri turunan minyak sawit mentah. Data primer dikumpulkan dengan survai pakar dengan wawancara secara langsung. Penentuan target wawancara atau interview dilakukan secara judgement sampling kepada para ahli yang merupakan pelaku bisnis atau asosiasi, peneliti, akademisi, para ahli dan pembuat kebijakan. Para pakar yang menjadi informan dalam penelitian ini setidak-tidaknya mengerti/mengetahui tentang industri turunan kelapa sawit dengan kompetensi: 1). Minimal sarjana (S1) dengan pengalaman 5 tahun dan 2). Minimal memiliki posisi yang dapat menentukan kebijakan (manajer).

Secara lengkap, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini serta metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tujuan, jenis, metode pengumpulan dan pengolahan data

(42)

Para pakar dan stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat dalam percepatan pengembangan industri turunan oleokimia kimia dan menjadi target penggalian informasi baik dengan wawancara secara mendalam maupun dengan bantuan kuistioner terdiri atas:

1. Pemerintah : Kementrian Perindustrian RI, Dirjen Industri Agro dan Pemerintah daerah yang ada pengembangan industri turunan minyak mentah kelapa sawit.

2. Pelaku Bisnis : APOLIN (Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia) atau industri turunan minyak sawit mentah, GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI).

3. Peneliti/Pakar : Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (MAKSI), Surfaktan Bioenergi Research Centre-Institut Pertanian Bogor (SBRC-IPB), Pusat Penelitian Kelapa Sawit- Research Perkebunan Nusantara (PPKS-RPN), PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Berlian Porter Sebagai Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan pengembangan industri turunan minyak sawit mentah di Indonesia dilakukan dengan melakukan analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya berdasarkan komponen penentu dayasaing kerangka Berlian Porter. Komponen-komponen tersebut adalah komponen kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dukungan industri terkait dan industri pendukung minyak sawit serta kondisi struktur, strategi dan persaingan yang dihadapi oleh industri minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Selain itu ditinjau pula sejauh apa peranan pemerintah dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam meningkatkan posisi dayasaing tersebut.

Kondisi Faktor Sumberdaya

Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap industri turunan minyak sawit mentah (CPO dan PKO) yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Lima sumberdaya yang disebutkan diatas dijelaskan sebagai berikut.

Sumberdaya Alam sebagai Feedstock Industri Turunan Minyak Sawit Mentah

Gambar

Gambar 1. Diagram pohon industri minyak sawit mentah (Kementrian
Tabel 1. Perbandingan sifat minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti kelapa
Gambar 3. Diagram oleokimia dasar dan turunannya (Suryani 2005)
Gambar 4. Adanya faktor penyebab lambatnya pengembangan industri ini
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di samping Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa perusahaan yang mengelola industri turunan (hilir) mengolah minyak CPO menjadi minyak

Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak Sawit pada Berbagai Industri Bogar, 24 November 2005. Energi output

Klaim cara penggunaan yang diberikan pada label adalah MSM bisa digunaltan sebagai: minyalc tumis, minyak goreng, diminum langsung, minyak salad, minyak pijat dan

FCPO ialah kontrak niaga hadapan minyak sawit mentah dalam Ringgit Malaysia (“RM”) yang didagangkan di Bursa Malaysia Derivatives, memberi peserta pasaran tanda aras harga

Penelitian terhadap rekayasa sistem sensor tingkat kematangan buah sawit pada proses sterilisasi minyak sawit mentah ini sangat diperlukan mengingat sangat sedikit kajian

Sawit Mentah yang diniagakan dalam mata wang Ringgit Malaysia (RM) di Bursa Malaysia Derivatives khusus untuk memberi peluang kepada pemain industri minyak laurik

Oleh itu, dalam kertas kerja ini, adalah perlu untuk mengetahui apakah wujud hubungan antara harga minyak sawit dan harga minyak kacang soya serta harga minyak

Di samping Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa perusahaan yang mengelola industri turunan (hilir) mengolah minyak CPO menjadi minyak