Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nenda Muslihah
NIM: 1112015000069
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nenda Muslihah
Nim : 1112015000069
Jurusan : Pendidikan IPS/Sosiologi
Judul Skripsi : Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan
Remaja (Studi Kasus MTs Negeri 3 Jakarta)
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 September 2016
Nenda Muslihah
i
ABSTRAK
Nenda Muslihah, “Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja
(Studi kasus MTs Negeri 3 Jakarta)”. Skripsi, Konsentrasi Sosiologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini meneliti tentang peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta. Manfaat penelitian ini untuk membantu sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Peneliti mengambil data dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Pemilihan sample dengan menggunakan sampling purposive yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data mengenai (1) gambaran umum mengenai MTs Negeri 3 Jakarta, (2) Gambaran umum tentang bentuk-bentuk kenakalan remaja, (3) data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan remaja, (4) data tentang tindakan preventif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, (5) data tentang tindakan represif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, (6) data tentang tindakan kutarif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, dan (7) data tentang kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta.
ii
ABSTRACT
Nenda Muslihah, "The Role of Schools in Tackling Juvenile Delinquency (Case Study 3 Jakarta MTs)". Thesis, Department of Educational Sociology Concentration of Social Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
This research examines the role of the school in tackling juvenile
delinquency. The purpose of this study was to mengetahuai how the role of schools in tackling juvenile delinquency in MTs Negeri 3 Jakarta. The benefits of this research to help schools cope with juvenile delinquency.
The research method using qualitative methods, and the type of research is a case study. Researchers took the data by interviewing, observation and documentation. Selection of the sample using purposive sampling technique of determining the sample with a certain considerations.
In this study, researchers obtained data on (1) a general overview of MTs Negeri 3 Jakarta, (2) Overview of the forms of juvenile delinquency, (3) data on the factors that cause delinquency, 4) data on preventive measures undertaken schools in tackling juvenile delinquency, (5) data about the actions represif are schools in tackling juvenile delinquency, (6) data about the actions kutarif are schools in tackling juvenile delinquency, and (7) data on constraints experienced by schools in tackling juvenile delinquency at MTs Negeri 3 Jakarta.
iii
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb
Alamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta
seluruh muslimin dan muslimah.
Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Laporan skripsi ini membahas mengenai “Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi Kasus MTs Negeri 3 Jakarta).
Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan
yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan
motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak
yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:
1. Prof Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan IPS
3. Bapak Syarifullah, M.Si Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS
4. Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, Dr. Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Muhammad Arif, M.Pd dan Ibu Tri Harjawati, M.Si Selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya
iv
6. Seluruh Dosen Jurusan pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan ilmu
pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan.
7. Seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan
dalam pembuatan surat-surat dan sertifikat.
8. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu penulis dalam menyediakan serta pinjaman literatur yang
dibutuhkan.
9. Bapak Jumanto M.Pd selaku Kepala MTs Negeri 3 Jakarta yang telah
memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di
sekolah yang beliau pimpin.
10.Ibu Hunainah, M.Pd., Bapak Riza Fahlevi, MT., Bapak Faqih Khairul
Fikri S.Psi., Ibu Yeti, S.Psi., Ibu Latifah, S.Pd dan seluruh dewan guru
serta staff tata usaha MTs Negeri 3 Jakarta yang telah membantu penulis
selama proses penelitian terurama dalam pemberian informasi.
11.Ucapan terimakasih tiada henti dan penghargaan penulis berikan dengan
rendah hati kepada ayahanda Mahdi Fahrudin dan Ibu Hayati yang
senantiasa memberikan motivasi, semangat dan doa yang selalu
mengiringi setiap langkah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoaga selalu dalam keadaan
sehat wal-afiat.
12.Kakak dan adik tercinta Rizka Khoerinnisa dan Asetya Achmadi serta
seluruh keluarga besar Amil Rasta yang selalu memberikan dukungan agar
cepat dalam menyelesaikan skripsi serta lulus tepat waktu.
13.Sahabat-sahabat seperjuangan Cut Aja Muliasari, Ismah, Fildzah
Octaviani, Iis Mawati, Agustina Permatasari, Nurhikmalasari, Herawati
Suherli, Dede Tiara R, Hani Pertiwi, Nurwidi Oktaria, Citra Chairunnisa
v
luangkan selama menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yang selalu menemani, menghibur, berbagi suka duka, memberikan doa
dan dukungan serta motivasi. Semoga tetap semangat dan silaturahim kita
tetap terjalin, aamiin.
14.Terimakasih kepada Kumala Ningsih, Intan Awaliyah R, Ipah Sarifatul H,
Karyani, Suci Pujiawati, Titin Maisaroh Sahabat-sahabat yang selalu
memberikan doa dan dukungan meski jarak membentang.
15.Terima kasih untuk Aisyah, Nadya MNS, Hanan, Alfida Husna dan semua
warga-wargi Keluarga Mahasiswa Islam Jakarta (KMIK) yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
16.Seluruh teman-teman jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS)
angkatan 2012. Semoga Allah meridhoi segala usaha dan harapan kita.
17.Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas doa dan
dukungannya.
Demikianlah pengantar dari penulis terlepas dari segala kekurangan yang
ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang bersipat membangun demi kesempurnaan
penulis selanjutnya.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon, semoga segala bantuan
dari berbagai pihak yang tersebut diatas dibalas oleh-Nya dengan pahala yang
berlipat ganda. Aamiin.
Jakarta, 26 September 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Peran Sekolah ... 9
1. Pengertian Sekolah ... 9
2. Pengertian Peran Sekolah ... 11
3. Perwujudan Peran Sekolah ... 12
4. Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 15
B. Remaja dan Kenakalan Remaja ... 19
1. Pengertian Remaja ... 19
vii
3. Pengertian Kenakalan Remaja ... 24
4. Jenis-jenis Kenakalan Remaja ... 26
5. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja ... 27
6. Teori-Teori Penyebab Kenakalan Remaja ... 30
7. Penanggulangan Kenakalan Remaja ... 32
C. Kerangka Berpikir ... 37
D. Penelitian Relevan ... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45
C. Jenis dan Sumber Data ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 48
1. Observasi ... 48
2. Wawancara ... 49
3. Dokumentasi ... 57
E. Teknik Analisis Data ... 58
1. Data Reduction ... 59
2. Data Display ... 60
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan ... 60
F. Pengecekan Keabsahan Data ... 61
1. Tringulangi Sumber ... 61
2. Tringulasi Teknik ... 61
3. Tringulasi Waktu ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum MTs Negeri 3 Jakarta ... 63
1. Sejarah MTs Negeri 3 Jakarta ... 63
2. Letak Geografis MTs Negeri 3 Jakarta ... 63
3. Visi dan Misi MTs Negeri 3 Jakarta ... 64
viii
5. Guru dan Tenaga Kependidikan MTs Negeri 3 Jakarta ... 67
6. Siswa/siswi MTs Negeri 3 Jakarta... 67
7. Program-program MTs Negeri 3 Jakarta ... 68
B. Hasil Penelitian ... 69
1. Gambaran Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 69
2. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 74
3. Gambaran Tindakan Preventif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 77
4. Gambaran Tindakan Represif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 85
5. Gambaran Tindakan Kuratif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 90
6. Kendala Sekolah dalam Menanggulagi Kenakalan Remaja ... 93
C.Pembahasan ... 96
1. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 96
2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta 99 3. Tindakan Preventif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 100
4. Tindakan Represif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 101
5. Tindakan Kuratif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 102
D.Kendala MTs Negeri 3 Jakarta dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja 104 E. Keterbatasan Penelitian ... 105
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 106
ix DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Relevan ... 41
Tabel 3.1 Rencana Penyusunan Penelitian ... 44
Tabel 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 47
Tabel 3.3 Pedoman Observasi ... 49
Tabel 3.4 Pedoman Wawancara ... 50
Tabel 3.5 Pedoman Dokumentasi ... 58
Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana MTs Negeri 3 Jakarta ... 66
Tabel 4.2 Jumlah Guru MTs Negeri 3 Jakarta ... 67
Tabel 4.3 Siswa MTs Negeri 3 Jakarta 2015/2016... 67
Tabel 4.4 Data Jumlah Siswa yang Melakukan Pelanggaran Cara Berpakaian MTs Negeri 3 Jakarta ... 73
Tabel 4.5 Data Bentuk Kasus Kenakalan Remaja MTs N 3 Jakarta ... 73
Tabel 4.6 Kegiatan Intrakulikuler MTs Negeri 3 Jakarta ... 83
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 38
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Transkip Wawancara dengan Kepala Sekolah MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 3 Transkip Wawancara dengan Wakasek Kesiswaan SMTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 4 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas VII MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 5 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas VIII MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 6 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas IX MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 7 Transkip Wawancara dengan Siswa (1) MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 8 Transkip Wawancara dengan Siswa (2) MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 9 Transkip Wawancara dengan Siswa (3) MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 10 Pedoman Observasi
Lampiran 11 Hasil Observasi Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja
Lampiran 12 Peraturan dan Tata Tertib MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 13 Program Tahunan Osis MTs Negeri 3 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016
xiii
Lampiran 15 Jadwal Penyambutan Siswa MTs Negeri 3 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016
Lampiran 16 Catatan Kejadian Siswa Kelas VIII
Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 18 Transkip Wawancara dengan Guru MTs Negeri 3 Jakarta
Lampiran 19 Transkip Wawancara dengan Keamanan/Satpam MTs Negeri 3 Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan ini, manusia sejak awal hingga sekarang selalu
mengalami perubahan, baik perubahan jasmaniah maupun rohaniah, baik
perubahan positif maupun negatif. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman. Perubahan yang paling menonjol dalam
kehidupan adalah perubahan fisik yang dialami oleh manusia berawal dari
masa bayi, masa balita, masa remaja, masa awal dewasa, masa usia
pertengahan dan masa tua. Dari adanya beberapa tahapan dalam kehidupan
manusia masa remaja merupakan masa yang paling penting karena masa
remaja merupakan bagian dari komunitas yang paling rentan dalam menerima
perubahan-perubahan dan masa remaja adalah masa memasuki fase pencarian
jati diri. Dalam pencarian jati dirinya mereka mengekspresikannya dengan
berbagai cara dan gaya. Selalu ingin tampil beda dan mencari perhatian orang
lain. Hal ini di perjelas oleh Stanley Hall seorang bapak pelopor psikologi
dalam Agoes Dariyo perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan
badai dan stres (storm and stress), karena mereka memiliki keinginan bebas
untuk menentukan nasib diri sendiri.1
Pengaruh kompleksitas kehidupan ini sudah tampak pada berbagai
fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena
yang tampak akhir-akhir ini antara lain perkelahian antarpelajar,
penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan
berbagai prilaku yang mengarah pada tindak kriminal.Remaja
berkecenderungan bersikap bebas bertindak dan seringkali berbuat hal-hal
negatif, sehingga banyak menimbulkan tindakan amoral atau lebih dikenal
dengan kenakalan remaja.Kenakalan remaja bukan hanya merupakan
perbuatan anak yang melawan hukum semata, tetapi juga termasuk perbuatan
yang melanggar norma masyarakat. Perbuatan remaja yang melawan hukum
1
dan anti sosial pada dasarnya tidak disukai oleh masyarakat sehingga
kenakalan ni disebut sebagai salah satu problem sosial.
Pada dasarnya problem sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral,
oleh karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan
hukum, dan bersifat merusak.Keresahan dan perasaan terancam tersebut pasti
terjadi sebab kenakalan-kenakalan yang dilakukan anak remaja pada
umumnya berupa ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda
seperti pencurian, penipuan dan penggelapan. Berupa ancaman keselamatan
jiwa orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menimbulkan
meninggalnya orang lain dan perbuatan-perbutan ringan lainnya, seperti
pertengkaran sesama anak, minum-minuman keras, begadang/berkeliaran
sampai larut malam.2
Akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin tidak terkendali, banyaknya
peserta didik (usia remaja) yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah
dan semakin banyaknya remaja dan pelajar yang terlibat dalam tindakan
kriminalitas dan semakin memperparah keadaan remaja saat ini bahkan
peserta didik (usia remaja) cenderung terlalu bebas dalam bersikap dan
bertindak yang mengarah pada perilaku menyimpang.Salah satu contoh
fenomena yang terjadi adalah tertangkapnya belasan pelajar SMK di Kota
Tangerang dan diamankan polisi karena terlibat tawuran. Dari tangan para
pelajar, polisi mengamankan beberapa senjata tajam. Sepanjang
Januari-Oktober 2013, komisi nasional perlindungan anak (Komnas Anak) mencatat
229 kasus tawuran pelajar tingkat SMP dan SMA yang mengakibatkan 19
siswa meninggal dunia. Jumlah ini meningkat 44% di banding tahun lalu
yang hanya 128 kasus.
Selain tawuran contoh fenomena kenakalan remaja lainnya adalah
maraknya penyalahgunaan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN)
menemukan bahwa 50-60% pengguna narkoba di indonesia adalah kalangan
pelajar dan mahasiswa. Padahal penggunaan narkoba telah dilarang
2
penggunaannya sejak lama kecuali digunakan untuk pengobatan atau
kesehatan.3
Sampai sekarang tahun 2015 Badan Narkotika Nasional memperkirakan
jumlah pengguna narkoba di indonesia mencapai 5,1 juta orang jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah.Prilaku seks bebas juga menjadi masalah
yang menyumbang angka terbesar dalam kasus kenalakan remaja. Banyak
survei yang menunjukan bahwa lebih dari 40% remaja indonesia pernah
melakukan hubungan seks. Seks bebas seakan sudah menjadi hal yang lumrah
di kalangan remaja. hal ini menjadi bukti bahwa belum maksimalnya peran
sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.
Dengan banyaknya fenomena-fenomena mengenai kenakalan remaja,
pada penanggulangan kenakalan remaja maka masyarakat dan pemerintah
dipaksa untuk melakukan tindak-tindak preventif, represif dan
penanggulangan secara kuratif. Tindakan-tindakan preventif yang dilakukan
antara lain berupa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, perbaikan lingkungan,
yaitu daerah kampung-kampung miskin, mendirikan klinik bimbingan
psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu
remaja dari kesulitan mereka, menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi
remaja, membangun badan kesejahteraan anak-anak.
Salah tindakan preventif atau tindakan pencegahan yang harus dilakukan
dalam menanggulangi kenakalan remaja adalah anjuran untuk berakhlaq
mulia dan lemah lembut sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Imran ayat
159:
3
Eka Lidwina, “Dampak Pertumbuhan Penduduk terhadap peningkatan Kenakalan
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dan Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. (Qs. Al-Imran : 159).
Selanjutnya Tindak-tindak represif diantaranya adalah aparat
keamanan/penegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaannya, sarana dan
prasarana (termasuk personil) perlu ditingkatkan.
Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain
berupa menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja,
baik yang berupa familial, sosial ekonomis dan melakukan perubahan
lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan
fasilita yang diperlukan bagi perkebangan jasmani dan rohani yang sehat bagi
anak-anak remaja, memindahkan anak-anak nakal kesekolah yang lebih baik,
atau ke tengah lingkungan sosial yang baik, memberikan latihan bagi para
remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin, memanfaatkan waktu
senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan
melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.Selain penanggulangan
kenakalan remaja secara preventif, represif dan kuratif, sekolah juga sangat
berperan dan berpengaruh bagi perkembangan anak. Agar tidak terjadi perilaku
menyimpang pada anak remaja, sekolah harus melakukan upaya secara
maksimal untuk meminimalisir adanya perilaku menyimpang pada peserta
didik. Peserta didik harus berpartisipasi dalam kegiatan sekolah seperti
mengikuti jam KBM, dan kegiatan luar sekolah di luar jam pelajaran seperti
mengikuti ekstrakulikuler yang terdiri dari ekstrakulikuler olah raga, pramuka,
seni musik, drama, keterampilan-keterampilan, dan lain-lain yang diikuti oleh
peserta didik maka kenakalan pada siswa akan dapat ditanggulangi.
Sekolah dalam menanggulagi kenakalan mempunyai peranan yang sangat
berarti dalam membentuk karakter peserta didik, karena dalam keseharianya
siswa banyak menghabiskan waktu di lingkungan sekolah dan juga dapat
menentukan berhasil atau tidaknya peserta didik dalam pengembangan
pembelajaran khusunya dalam praktik sehari-hari. Seperti penjelasan diatas
kenakalan. Maka, sekolah didalamnya ikut berperan aktif, khusunya dalam
masalah kenakalan siswa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achmad bahri dan riska
setya ningsih bahwa orang tua dan bimbingan konseling disekolah juga
mempunyai peran penting dalam menanggulangi kenakalan remaja.
MTs Negeri 3 merupakan salah satu Madrasah Tsanawiyah yang berada
di daerah Jakarta selatan. Meskipun sekolah tersebut bernuansa islami dan
agamis bahkan termasuk sekolah yang disiplin dalam menaati peraturan,
namun masih adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah, serta masih
adanya kebiasaan siswa merokok, membolos, berkelahi, telat masuk kelas,
bully, dan resisten atau geng. Hal ini sesuai dengan keterangan guru bimbingan
konseling dan beberapa siswa (6 orang).
Kenakalan remaja di MTsN 3 Jakarta lebih mendominasi pada siswa
kelas VIII hal ini disebabkan pada jenjang kelas tersebut termasuk dalam masa
eksistensi dan pencarian jati diri. Hal itu pun dibuktikan dari hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti.
Kenakalan yang terjadi di MTsN 3 jakarta termasuk kedalam kenakalan
ringan karena hanya sebatas pada kenakalan dalam melanggar tata tertib
sekolah. Namun sekecil atau seringan apapun bentuk kenakalan harus diatasi
atau ditanggulangi secara tuntas.
Selain adanya tindakan kenakalan remaja, sekolah juga mempunyai peran
aktif dalam menanggulangi kenakalan tersebut diantaranya semua siswa wajib
menaati semua tata tertib sekolah dan memberi sanksi yang tegas bagi
pelanggar atau pelaku kenakalan.
Berdasarkan keterangan di atas maka penulis tertatik untuk mengkaji “Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi kasus MTs Negeri 3 Jakarta)”
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa
1. Masih adanya peserta didik (usia remaja) yang melanggar peraturan dan
tata tertib sekolah
2. Adanya perilaku menyimpang yang terjadi disekolah diantaranya
membolos, berkelahi, telat masuk kelas, bully, resisten atau geng.
3. Peserta didik (usia remaja) cenderung terlalu bebas dalam bersikap dan
bertindak yang mengarah pada perilaku menyimpang
4. Belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan
remaja.
C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penelitian ini akan dibatasi pada
masalah belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan
remaja.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan Pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja”.
Untuk memperoleh data yang rinci dan lengkap guna menjawab
pertanyaan di atas pada kesempatan ini dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apa sajakah bentuk-bentuk kenakalan remaja di MTs Negeri 3
Jakarta?
2. Apa sajakah faktor-faktor penyebab kenakalan remaja di MTs Negeri 3
Jakarta?
3. Bagaimanakah tindakan pencegahan (preventif) yang dilakukan
sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3
Jakarta?
4. Bagaimanakah tindakan pemberian sanksi (represif) yang dilakukan
sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3
5. Bagaimanakah penanggulangan (kuratif) yang dilakukan sekolah
dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta?
6. Apa sajakah kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja
di MTs Negeri 3 Jakarta?
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi
kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta.
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh gambaran bentuk-bentuk kenakalan remaja di MTs
Negeri 3 Jakarta
2. Untuk memperoleh gambaran faktor-faktor penyebab kenakalan remaja
di MTs Negeri 3 Jakarta
3. Untuk memperoleh gambaran tindakan pencegahan (preventif) yang
dilakukanMTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan
remaja
4. Untuk memperoleh gambaran tindakan pemberian sanksi (represif)
yang dilakukan MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan
remaja
5. Untuk memperoleh gambaran penanggulangan (kuratif) yang dilakukan
MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja
6. Untuk memperoleh gambaran kendala MTs Negeri 3 Jakarta dalam
menanggulangi kenakalan remaja
F. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
dibidang ilmu psikologi khusunya psikologi perkembangan, psikologi
pendidikan, dan psikologi sosial yang berkaitan dengan peran sekolah
2. Secara praktis
a. Bagi Pemerintah
Sebagai informasi untuk pihak pemerintah dalam menentukan
kebijakan-kebijakan dan membuat undang-undang guna mencegah
penyimpangan perilaku serta melakukan upaya untuk penanggulangan
khususnya kenakalan remaja.
b. Bagi sekolah
Sebagai bahan pertimbangan penyusunan kebijakan penanganan
pelanggaran tata tertib sekolah dan mekanisme penanganan
penyimpangan perilaku secara khusus kenakalan remaja yang dapat
mempengaruhi siswa-siswa lain.
c. Bagi guru
Informasi tentang peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan
remaja yang dapat menjadi dasar dan bahan pertimbangan dalam
pencegahan perilaku kenakalan remaja.
d. Bagi orang tua
Sebagai informasi untuk orang tua dalam menanggulangi kenakalan
remaja dan diharapkan mampu melakukan pencegahan agar tidak
terjadi perilaku yang menyimpang pada anak.
e. Bagi Akademisi
Memahami lebih mendalam mengenai peran sekolah dalam
menanggulangi kenakalan remaja dan diharapkan dapat memberikan
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A.Peran Sekolah1. Pengertian Sekolah
Everett Reimer mendefinisikan bahwa “sekolah sebagai lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam
ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru-guru untuk mempelajari
kurikulum yang bertingkat.
Selanjutnya Hadari Nawawi memandang sekolah itu sebagai
organisasi kerja, atau sebagai wadah kerjasama sekelompok orang dalam
bidang pendidikan untuk mencapai tujuan.
Ensiklopedia Indonesia menyebutkan sekolah adalah tempat peserta
didik mendapat pelajaran yang diberikan oleh guru, jika mungkin guru yang
berijazah. Pelajaran hendaknya diberikan secara pedagogis dan diktatik.
Tujuannya untuk mempersiapkan peserta didik menurut bakat dan
kecakapannya masing-masing agar mampu berdiri sendiri didalam
masyarakat.1
Menurut Wahjosum sekolah merupakan tempat bergabung atau
sekumpulan orang-orang sebagai sumber daya manusia dalam kumpulan
kerjasama masingmasing mempunyai hubungan atau keterkaitan dalam
kerjasama untuk mencapai tujuan. Wahjosum menjelaskan bahwa
sekolah sebagai organisasi dimana menjadi tempat untuk menerima dan
memberi pelajaran, terhadap orang atau sekelompok orang yang melakukan
kerjasama.
Sekolah juga merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain yang membentuk satu
kesatuan yang utuh. Sekolah terdiri dari beberapa komponen-komponen
(input, proses dan output) yang saling berkaitan satu sama lain
sehingga sekolah dapat dikatakan sebagai suatu sistem. Sebagai
1
institusi pendidikan formal, sekolah dituntut menghasilkan lulusan yang
mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan
mental, serta kepribadian lainnya sehingga menjadikan hidup seseorang
menjadi lebih terarah.2
Sedangkan dalam perkembangannya sekolah merupakan lembaga
pendidikan modern yang berperan sebagai media dalam membantu keluarga
dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Dalam konteks ini
sekolah diharapkan dapat menyediakan layanan pendidikan yang tidak dapat
dilakukan oleh keluarga dan masyarakat.3
Selain sebagai lembaga pendidikan sekolah merupakan media
sosialisasi yang lebih luas dari keluarga. Sekolah mempunyai potensi yang
pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap dan perlaku seorang
anak, serta mempersiapkannya untuk penguasaan peranan-peranan baru
dikemudian hari dikala anak atau orang tidak lagi menggantungkan
hidupnya pada orang tua atau keluarganya.4
Dari definisi diatas jelas bahwa sekolah itu adalah lembaga organisasi
yang melakukan kegiatan kependidikan tertentu yang melibatkan sejumlah
orang (guru dan murid yang harus bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan).
Sedangkan Menurut Bruce J. Cohen yang diterjemahkan oleh Sahat Simamore “Peran adalah suatu prilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu”.
Menurut bahasa, “Peran adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pembinaan yang terurama dari suatu hal atau peristiwa”.
2Mar Atul Latifah, dan Abdul Syani ”Peran Guru Sekolah dalam Mencegah Terjadinya Tawuran di Kalangan Pelajar”, Jurnal Sociologie, Vol. I, h. 246.
3
Suryadi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2009), h. 13.
4
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peranannya.5
2. Pengertian Peran Sekolah
Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak,
Hurlock mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir,
bersikap, maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi
keluarga dan guru subtitusi orang tua. Ada beberapa alasan mengapa
sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian
anak, yaitu (a) siswa harus hadir di sekolah, (b) sekolah memberikan
pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan “konsep dirinya”, (c) anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, (d) sekolah memberikan
kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e) sekolah
memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan
kemampuannya secara realistik.6
Menurut Syamsu yusuf dalam jurnal Havighurs menjelaskan
sekolah mempunyai peran atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya”. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogyanya berupaya untuk
menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi
siswa (yang berusia remaja) untuk mencapai perkembangannya.
Tugas-tugas perkembangan remaja itu menyangkut aspek-aspek
kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal,
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 212.
6
kematangan dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.7
3. Perwujudan Peran Sekolah
Peran sekolah menurut Suwarno adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Di samping bertugas untuk mengembangkan pribadi peserta
didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting
sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan
pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual
dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral.8
b. Spesialisasi
Di antara ciri makin meningkatnya kemajuan masyarakat ialah
makin bertambahnya deferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan
lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah
mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisnya dalam
bidang pendidikan dan pengajaran.9
c. Efisiensi
Terdapatnya sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi
dibidang pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih
efisien, sebab:
1) Seumpama tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya
harus dipikul oleh keluarga, maka hal ini akan lebih tidak
efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya,
serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan
dimaksud.
2) Karena pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang
tertentu dan sistematis.
7
Titin, dkk. “Peraan Sekolah sebagai Agen Sosialisasi dalam Pembentukan Kepribadian Akhlaq Mulia Siswa SMA”, h. 3.
8
H. Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 251. 9
3) Di sekolah dapat dididik sejumlah anak secara sekaligus.
d. Sosialisasi
Sekolah mempunyai peranan penting didalam proses sosialisasi,
yaitu proses membantu perkembangan individu menjadi mkhluk
sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik dimasyarakat.
Sebab bagaimanapun pada akhirnya dia berada dimasyarakat.10
e. Konservasi dan Transmisi Kurtural
Fungsi lain dari sekolah adalah menjaga warisan budaya yang
hidup didalam masyarakat dengan jalan menyampaikan kebudayaan
tadi (transmisi kurtural) kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya
adalah peserta didik.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat
Ketika berada ditengah keluarga, kehidupan anak serba
menggantungkan diri kepada orang tua, maka memasuki sekolah
dimana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan
tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.11
Selain peran, sekolah juga memiliki fungsi berdasarkan hasil studi
Delors yang menyatakanfungsi sekolah adalah sebagai berikut:
1. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu
memperoleh pengetahuan atau kompetensi akademik yang
dibutuhkan dalam kehidupan.
2. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam
kehidupan (life skills)
3. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu hidup
bersama ataupun bekerja sama dengan orang lain.
10
Ibid., h. 252. 11
4. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu
mewujudkan visi, misi dan tujuan pribadinya dalam
mengaktualisasikan dirinya sendiri.12
Selain fungsi sekolah menurut studi Delors, sekolah harus mampu
menghasilkan SDM yang berkualitas dan berdaya adaptabilitas tinggi.
Sekolah harus menghadapai gejolak globalisasi yang memberi penetrasi
terhdap kebutuhan untuk mengkreasi model-model dan proses-proses
bagi pencapaian kecerdasan global (global agility), keefektifan, dan
kekompetitipan.13
Menurut Prof. Dr. Sudarwan Danim, sekolah mempunyai fungsi
sebagai lembaga reproduksi, penyadaran, dan mediasi secara simultan.
Fungsi reproduksi atau fungsi progresif ini merujuk pada eksistensi
sekolah sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat kekinian
ke sosok yang lebih maju. Selain itu, sekolah berperan sebagai wahana
pengembangan reproduksi, serta desiminasi ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Fungsi penyadaran atau konservatif bermakna bahwa sekolah
bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat
dan membentuk kesetiaan diri sebagai manusia. Lembaga pendidikan,
sebagai instrumen penyadaran, memiliki makna bahwa sekolah berfungsi
membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun,
beradab, dan bermoral (hal-hal universal yang menjadi tugas semua
orang). Sedangkan fungsi mediasi bertujuan untuk menjembatani antara
fungsi konservatif dan progresif. Hal-hal yang termasuk dalam kerangka
fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana
sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses pemanusiaan dan
kemanusiaan, serta pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar.14
12
Suryadi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2009), h. 13.
13
Sudarwa Danim, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 165.
14
4. Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja
Pada sekolah dan pendidikan, remaja-remaja menuntut
program-program pendidikan yang futuristik, inspiratif, dan motivatif. Mereka
membutuhkan berbagai kegiatan positif untuk mengasah minat dan bakat
terpendamnya. Jangan sampai remaja dibiarkan keluyuran tanpa ada
kegiatan positif, karena itu akan menjerumuskan mereka pada hal-hal
negatif. Memberikan berbagai kegiatan positif menjadi kunci untuk
menghindarkan mereka dari kenakalan remaja.
Kedisiplinan perlu digalakkan mendeteksi, mengindetifikasi,
mencari solusi, dan memberi sanksi bagi remaja yang melanggar.
Sekolah harus bertindak keras, namun juga mampu mengayomi
anak-anak didiknya yang masih remaja. upaya ini tentu saja membutuhkan
kejelian, ketelitian, dan ketekunan secra konsisten, mengingat kenakalan
remaja semakin memprihatinkan.15
Disinilah pentingnya kerja sama antara dunia pendidikan dengan
seluruh elemen bangsa ini (mulai dari aparat penegak hukum, birokrasi,
media massa baik cetak maupun elektronik, organisasi sosial keagamaan,
tokoh masyarakat, dan tentunya keluarga) untuk melindungi remaja di
Indonesia dari berbagai penyimpangan. Upaya ini bertujuan untuk
membekali mereka dengan berbagai keyakinan dan kepercayaan diri
yang tinggi dalam menyongsong masa depan.
Dalam konteks organisasi pendidikan, disekolah remaja seharusnya
dapat berperan sebagai motor perubahan untuk mengantisipasi tantangan
globalisasi yang terus bergerak dinamis dan progresif.16
Menurut havighurs sekolah mempunyai peranan atau tanggung
jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas
perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogianya
berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang
15
Ibid., h. 258. 16
dapat memfasilitasi siswa (yang berusia remaja) untuk mencapai
perkembangannya.17
Selain peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, berikut
kiat-kiat sukses lembaga pendidikan untuk menanggulangi kenakalan
remaja di sekolah.
a. Keteladanan
Keteladanan yang baik dari kepala sekolah, guru, dan
semua personel sekolah adalah suatu keniscayaan dalam upaya
pembangunan moral yang baik. Remaja adalah dunia imitasi
sehingga apa yang dilihat dan disaksikan secara langsung
olehnya akan mempunyai efek yang besar terhadap
perilakunya. Ia akan berusaha meniru secara bertahap-tahap
apa yang ia lihat dari orang-orang disekitarnya.
b. Pendekatan agama yang mencerahkan
Agama adalah elemen penting yang mempunyai kekuatan
mengubah. Namun tidak semua materi agama tidak membawa
perubahan. Hanya materi agama yang membawa pencerahan
saja yang mampu merubah perilaku seseorang. Pendekatan
agama yang menitik beratkan kepada penghayatan, penyadaran,
dan pergerakanlah yang mampu membangkitakn semangat
perubahan ke arah yang lebih baik.18
c. Optimalisasi pendidikan moral dan budi pekerti
Pendidikan agama akan mantap dengan optimalisasi
pendidikan moral dan budi pekerti. Pendidikan moral dan budi
pekerti ini juga menjadi tujuan pendidikan agama. Namun, budi
pekerti ini bisa melibatkan aspek yang lebih luas, misalna
peraturan pemerintah dan hukum adat. Agama yng
dikombinasikan dengan peraturan pemerintah dan hukum adat
17
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 95.
18Jamal Ma’mur,
akan menjadi kekuatan dasyat dalam melakukan perubahan
struktural dan kultural.
d. Pendekatan psikologi yang humanis dan persuasif
Kenakalan remaja seyogianya ditangani dengan
menggunakan pendekatan psikologi, bukannya pendekatan
militeristiik, karena salah-salah malah memperpanjang
masalah. Pendekatan psikologi dilakukan secara humanis dan
persuasif yang menyentuh problem personal remaja dan
bertujuan memberikan solusi terbaik dari berbagai masalah
aktual yang dihadapi remaja.19
e. Bimbingan dan konseling
Disekolah, ada staf khusus yang menangani kenakalan
anak dan memberikan motivasi belajar yang tinggi. Staf itu
adalah bimbingan dan konseling. Seyogianya, personel
bimbingan dan konseling ini dapat memaksimalkan tugasnya
dalam melakukan penyuluhan, pengarahan, dan bimbingan
secara intensif. Pembaruan demi pembaruan juga perlu
dilakukan agar pendekatannya bisa menarik produktif,
sehingga bisa mengantisipasi setiap persoalan yang
berkembang pada masa sekarang dan akan datang.
f. Tata tertib sekolah
Tata tertib sekolah adalah keniscayaan. Namun, tata tertib
ini harus dibuat untuk ditegakkan secara disiplin dan konsisten.
Menurut Prof. Drs. Agoes Soejanto, adanya
peraturan-peraturan itu tiada lain untuk menjamin kehidupan yang tertib
dan tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial itu dapat
dicapai.20
g. Komdis (komisi disiplin)
19Jamal Ma’mur,
op.cit., h. 180. 20Jamal Ma’mur,
Komdis adalah komisi yang bertugas untuk menegakkan
kedisiplinan anak didik, sehingga mereka terbiasa dengan
budaya disiplin dalam hidup. Kedisiplinan dalam hal apapun
(waktu, pakaian, sopan, santun, dan moral) memiliki peran
sangat penting dalam pembentukan karakter siswa.
h. Kerja sama sekolah, orang tua dan lingkungan
Sebuah sekolah tidak akan pernah bisa melakukan proses
pembelajaran dengan baik tanpa bantuan dari pihak-pihak lain,
sebab berbagai persoalan siap mendera, muali dari
keanekaragaman karakter dan pribadi siswa, kurikulum
pendidikan yang berganti-ganti, hingga kenakalan remaja. Oleh
sebab itu, kerja sama antara pihak sekolah dengan dengan
orang tua dan masyarakat (termasuk aparat kepolisian)
merupakan hal yang sangat penting agar terwujud perbaikan
moralitas dan mentalitas anak didik secara sinergi.21
i. Pembekalan aspek hukum
Pembekalan aspek hukum formal juga perlu diagendakan
terkait upaya-upaya penanggulangan. Pembekalan aspek
hukum ini patut untuk disampaikan dalam upaya memproteksi
remaja agar tidak melakukan segala tindakan melanggar hukum
sehingga remaja bisa melindungi dirinya sendiri. Paling tidak,
para remaja akan berpikir dua kali sebelum melakukan
tindakan melanggar hukum.
j. Menciptakan ruang kelas dan lingkungan sekolah yang
menyenangkan
Ruang kelas dan sekolah yang ideal haruslah didesain
secara kreatif dan dinamis, sehingga membuat anak didik betah
berlama-lama di dalam kelas. Mengingat remaja banyak
menghabiskan waktunya dilingkungan ini. Konservatisme akan
21Jamal Ma’mur,
membawa kebosanan, termasuk kebosanan di kelas yang pada
gilirannya dapat menurunkan semangat belajar siswa.22
B.Remaja dan Kenakalan Remaja 1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere)
(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.”23
Perkembangan lebih lanjut istilah adolescence sesungguhnya memiliki
arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mengatakan
bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memesuki masyarakat dewasa ini
mengandung banyak asfek efektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.24
Bila ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang di maksud remaja
adalah mereka yang berusia 12 sampai dengan 21 tahun. Usia 12 tahun
merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau
mendapat menstruasi (datang bulan) yang pertama.
Remaja ditahap operasi formal dapat mengintegrasikan apa yang telah
mereka pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan membuat rencana
untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik,
mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa
yang terjadi.25
Menurut Papilia dan Olds dalam Yudrik Jahja, masa remaja adalah
masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa pada
22
Jamal Ma’mur, op.cit., h. 193. 23
Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1953), h. 206.
24
Muhammad Ali, dkk. Psikologi Remaja, (Bandung: Bumi Aksara, 2011), h. 9. 25
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir
belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.26
Selain itu remaja adalah fase peralihan antara masa kanak-kanak dan
masa tumbuh dewasa, baik secara fisik, akal, kejiwaan, sosial, dan
emosional. Pandangan ini diperkuat oleh teori Piaget, “Secara Psikologis
masa remaja adalah usia saat individu berintergrasi dengan masyarakat
dewasa, usia saat anak tidak merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih
tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak.27
Masa remaja juga dikenal dengan masa perkembangan menuju
kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional.28
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak-anak menuju masa dewasa.29
Hurlock dalam bukunya yang berjudul psikologi perkembangan
menyebutkan ciri- ciri remaja yaitu sebagai berikut:
a. Masa remaja dianggap sebagai periode penting
Pada periode remaja baik akibat langsung maupun akibat
jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting
karena akibat perkembangan fisik dan psikologis yang
kedua-duanya sama-sama penting. Terutama pada awal masa remaja,
perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnya 15 perkembangan mental yang cepat pula dapat
menimbulkan perlunya penyesuaian dan perlunya membentuk
sikap, nilai dan minat baru. 30
b. Masa remaja dianggap sebagai periode peralihan
26
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 220.
27
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta: Bukubiru, 2012), h. 38.
28
Abdul Rojak, dan Wahdi Sayuti, Remaja dan Bahaya Narkoba, (Jakarta: Prenada, 2006), h. 3.
29
Hendrianti Agustian, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.28.
30
Bila anak-anak beralih dari masa anak-anak ke masa
dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang
bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola
perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap
yang sudah ditinggalkan. Osterrieth mengatakan bahwa struktur
psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak dan banyak
ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja
sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Perubahan fisik yang
terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat
perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian
kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser, pada masa ini
remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.31
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama
masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal
masa remaja ketika perubahan fisik terjadi deng an pesat
perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ada
empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu:
1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan
oleh kelompok sosial untuk dipesatkan menimbulkan
masalah baru.
3) Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka
nilai-nilai juga berubah, apa yang dianggap pada masa
kanak-kanak penting setelah hampir dewasa tidak
penting lagi.
4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan, mereka menginginkan untuk menuntut
kebebasan tetapi mereka sering takut dan meragukan
31
kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung
jawab tersebut.32
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi, baik
oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan
bagi kesulitan itu:
1) Sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak
sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru
sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam
menghadapi masalah.
2) Karena para remaja merasa diri mandiri sehingga
mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak
bantuan.33
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri pada
kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas
diri dan tidak puas lagi dngan menjadi sama dengan
teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Seperti yang dijelaskan oleh Erickson: “ Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat”.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulakan ketakutan
Seperti ditunjukkan oleh majeres menunjukkan “Banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang
bernilai, dan sayangnya banyak diantaranya yang bersifat
negatif. Anggapan budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang
tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa yang harus
32
Ibid., 33
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja, bersikap
simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.34
g. Masa remaja sebagai usia yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kahidupan melalui kaca
berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini
menyebabkan meningginya emsoi yang merupakan ciri dari
awal masa remaja, semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia
menjadi marah.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah
para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip
belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka
sudah hampir dewasa, oleh karena itu remaja mulai memusatkan
diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa.35
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai
perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah
perubahan fisik, dimana tumbuh berkembang pesat sehingga mencapai
bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya
kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan
mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini
pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam
rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula
terhadap lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain,
guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini
34 Ibid., 35
merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk
mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi
orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik didalam mapun diluar
dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama
kebutuhan sosial dan kebutuhan sosiologisnya. Untuk memenuhhi
kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya diluar
lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan
masyarakat lain.
Anak-anak yang berusia 12 atau 13 tahun sampai dengan 19 tahun
sedang berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. masa
remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini
anak-anak mengalami banyak perubahan kejiwaan menimbulkan
kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang
barat sebagai periode strum and drang. Sebabnya karena mereka
mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah
menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku
dikalangan masyarakat dengan kata lain kenakalan remaja.36
3. Pengertian Kenakalan Remaja
Istilah baku tentang kenakalan remaja dalam konsep psikologi
adalah Juvenile delinquency. Secara etimologis dapat dijabarkan bahwa
Juvenile berarti anak, sedangkan delinquency berarti kejahatan. Dengan
demikian, pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika
menyangkut subjek/pelaku, maka Juvenile delinquency menjadi anak
penjahat atau anak jahat.
Delinquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran,
kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 22
tahun.37
36
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 63. 37
Dr. Fuad Hasan dalam Simanjuntak mengatakan bahwa:
delinquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak
remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai
tindak kejahatan.38
Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan
tetapi hanya menyangkut aktifitasnya, yakni istilah kejahatan
(delinquency) menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya
pengertian subyek/pelakunya pun mengalami pergeseran. Ada beberapa
ahli dalam bidangJuvenile delinquency memberikan definisi diantaranya
psikolog Drs. Bimo Walgito merumuskan arti selengkap nya dari
“Juvenile delinquency” yakni: Tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh
orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi perbuatan
yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja.
Menurut Drs. B. Simanjuntak, S.H. dalam Sudarsono pengertian
“Juvenil delinquency” ialah: Suatu perbuatan itu disebut delinquent
apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, suatu perbuatan yang anti
sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. 39
Istilah yang sering terdengar dan lazim dipergunakan dalam media
massa adalah kenakalan remaja atau sering juga dipergunakan istilah
kejahatan anak.istilah kenakalan remaja sering disalah tafsirkan dengan
kenakalan yang tertuang dalam pasal 489 KUHP.40
M. Gold dan J. Petronio dalam sarlito menyatakan kenakalan anak
adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja
B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, (Bandung: Alumni, 1979), h. 59. 39
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 5. 40
Paulus Hadisuprapto, Delinquensi Anak, (Malang: Bayumedia Publihsing, 2008), h.15. 41
Kartono, ilmuwan sosiologi dalam jurnal Tangkudung “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.42
Sedangkan istilah kenakalan remaja (juvenile delinquency)
mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak
dapat diterima secara sosial (misalnya bersikap berlebihan di sekolah)
sampai pelanggaran status (seperti melarikan diri) hingga tindak kriminal
(misalnya pencurian).43
Kenakalan remaja merupakan suatu tindakan yang disebabkan oleh
faktor sosial. Penyebab sosiologis memiliki pengertian bahwa kenakalan
remaja adalah sebuah tindakan yang tidak timbul sendiri dalam diri
individu tetapi ada faktor eksternal yang menyebabkan remaja jatuh
dalam perbuatan tersebut.44
Berdasarkan pengertian diatas, dalam pengertian yang lebih luas
juvenile delinquency atau kenakalan remaja ialah
perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang
bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi
norma-norma agama.
4. Jenis-Jenis Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
menurut aspek hukum dan menurut bentuknya.
a. Menurut aspek hukum
42
J.P.M Tangkudung, ”Peranan Komunikasi Keluarga dalam Mencegah Kenakalan Remaja di Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang”, Journal Vol 3, 2014.
43
John W. Santrock, Adolescence, (Jakarta: Erlangga, 2003). h. 519.
44
Mariam Sondakh, “Peranan Komunikasi Keluarga dalam Mengatasi Kenakalan Remaja
Singgih D. Gumarso meninjau kenakalan remaja ini dari
segi hukum, yang kemudian digolongkan dalam dua kelompok
dengan norma-norma hukum.
1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial, serta tidak
disebutkan dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau
sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan
penyelesaian sesuai undang-undang dan hukum yang berlaku
sama seperti perbuatan melanggar hukum bila dilakukan
orang dewasa.45
b. Menurut Bentuknya
Menurut bentuknya, Sunarwati S. Membagi kenakalan
remaja kedalam iga tingkatan, yaitu:
1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, keluyuran, membolos
sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, dan sebagainya.
2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan,
seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang
orang tua tanpa izin atau mencuri, dan sebagainya.
3) Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika,
hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.46
5. Faktor-faktor Terjadinya Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency)
E. Simanjuntak menyebutkan sebab-sebab terjadinya kenakalan
remaja sebagai berikut:
a. Faktor Intern
1) Cacat keturunan yang bersifat biologis-psikis
2) Pembawaan yang negatf, yang mengarah pada perbuatan akal
3) Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan pokok dengan
keinginan. Hal ini menimbulkan frustasi dan ketegangan.
45
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta : Bukubiru, 2012), h. 97.
4) Lemahnya kontrol diri serta presepsi sosial
5) Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan
baik dan kreatif.
6) Tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobbi yang sehat.
b. Faktor Ekstern
1) Rasa cinta dari orang tua dan lingkungan
2) Pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai
dengan alam sekitar yang diharapkan orang tua, sekolah, dan
masyarakat.
3) Menurunkan wibawa orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat.
Hal ini rat hubungannya dengan ketiadaan tokoh identifikasi.
4) Pengawasan yang kurang efektif dalam pembinaan yang
berpengaruh dalam dominan afektif, konasi, konisi dari orang tua,
masyarakat dan guru.
5) Kurang penghargaan terhadap remaja dari lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat. Hal ini erat hubungannya dengan ketiadaan
dialog antara ketiga lingkungan pendidikan.
6) Kurangnya sarana penyalur waktu senggang. Hal ini berhubungan
dengan ketidakpahaman pejabat yang berwenang mendirikan taman
rekreasi.
7) Ketidaktahuan keluarga dalam menangani masalah remaja, baik
dalam segi pendekatan sosiologik, psikologik maupun pedagogik.47
Santrock dalam bukunya Adelescence menjelaskan sebab-sebab
terjadinya kenakalan remaja diantaranya:
1. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan
untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah
laku. Beberapa anak gagal mengembangkan kontrol yang esensial
yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
47