• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Gunung Fuji Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi Gunung Fuji Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI GUNUNG FUJI DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

NIHONJIN NO SEIKATSU NO FUJISAN NO KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu Syarat ujian sarjana

Bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH :

MARULI NAINGGOLAN 030708005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN

(2)

FUNGSI GUNUNG FUJI DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

NIHONJIN NO SEIKATSU NO FUJISAN NO KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu Syarat ujian sarjana

Bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH :

MARULI NAINGGOLAN 030708005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Hamzon Situmorang, M.S.Ph.D Drs. Nandi S NIP : 130427124 NIP : 131763366

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan pada Allah Yang Esa yang memberikan rahmat dan berkat serta keteguhan hati kepada penulis sehinggga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “ Fungsi Gunung Fuji Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”, merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penulis yakin, skripsi ini belum seperti yang diharapkan baik penyusunan kalimatnya maupun pemecahan masalahnya. Untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga tujuan penulisan skripsi ini dapat lebih bermanfaat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera utara.

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D, selaku ketuaJurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

(4)

4. Bapak Drs. Nandi S selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis dan banyak meluangkan waktunya dalam membimbing penulisan skripsi ini.

5. Para Dosen dan Staff Pegawai Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya Para Dosen dan Staff Pegawai di Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

6. Teristimewa buat Bapak dan Ibunda tercinta serta semua keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama penulis kuliah di Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

7. Buat keluarga Pijer Podi 21, terimakasih banyak untuk semua dukungan dan kebersamaan yang baik, semoga kita semua berhasil dalam hidup ini. 8. Rekan-rekan mahasiswa/I angkatan 2003 Sastra Jepang, terimakasih atas

bantuan, semangat, doa, saran dan persahabatan kita selama ini.

Semoga kiranya Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan diharapkan skripsi ini berguna bagi penulis dan bagi para pembaca.

Medan, 21 Juni 2008 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah ...1

1.2Perumusan Masalah ...4

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ...5

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...6

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

1.6Metode Penelitian ...9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUNUNG FUJI 2.1 Letak Geografis dan Geologis 2.1.1 Letak Geografis ...11

2.1.2 Letak Geologis ...14

2.2 Sejarah Gunung Fuji 2.2.1 Secara Mitos...15

2.2.2 Secara Geografis ...19

2.3 Makna Nama ...21

2.4 Legenda Gunung Fuji ...23

2.5 Flora dan Fauna 2.5.1 Flora ...25

2.52 Fauna ...26

(6)

BAB III FUNGSI GUNUNG FUJI

3.1 Fungsi Religius ...33

3.2 Fungsi Seni ...36

3.3 Fungsi Wisata ...38

3.4 Fungsi Studi ...40

3.5 Fungsi Ekonomi ...42

3.6 Fungsi Produk Pertanian ...44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ...46

4.2 Saran ...48

DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jepang merupakan negara kepulauan yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau berbentuk melengkung, terbentuk dari timur laut ke barat daya di lautan bagian timur benua Asia. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau utama yaitu Honshu, Hokkaido, Kyushu, Shikoku dan sejumlah gugusan pulau yang lebih kecil lagi. Luas wilayahnya 370.000 km2 merupakan daerah gunung api dan gempa bumi kuat yang telah berlangsung sepanjang masa pembentukan struktur bumi.

Pergeseran dahsyat pada kulit bumi di waktu lampau mengakibatkan topografi Jepang sangat rumit, dataran-dataran luas sangat jarang ditemui. Kekhasan topografi Jepang terletak pada kelabilan geologinya, termasuk kegiatan gunung berapi dan gempa bumi yang mengakibatkan turun-naiknya permukaan bumi. Sifat khas lainnya yakni wilayahnya yang terdiri dari daerah berbukit atau pegunungan dengan tinggi rata-rata 1500-3000 meter, yang berjajar di bagian barat daya Jepang. Hampir 70% wilayah Jepang merupakan daerah berbukit dan pegunungan. Jumlah yang sangat besar dan bentuk yang beraneka ragam dari gunung-gunung yang terdapat di seluruh wilayah kepulauan Jepang juga menjadi kekhasan tersendiri dari negara ini yang turut menambahkan kecantikan alam Jepang.

(8)

rendah dan letusan gunung berapi. Negara Jepang memiliki 186 gunung berapi dari total 457 gunung berapi yang ada di planet bumi ini. Dari jumlah tersebut 46 diantaranya merupakan gunung berapi yang masih aktif yang kadang-kadang mengeluarkan lava dan asap. Gunung Fuji merupakan salah satu diantaranya, yang merupakan sebuah gunung berapi yang berbentuk simetris yang terletak di Pulau Honshu tepatnya di perbatasan prefektur Shizuoka dan Yamanashi. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jepang, dengan tinggi 3776 meter di atas permukaan laut, yang termasuk salah satu tipe gunung stratovulkano (gunung yang terbentuk sebagai akibat penggabungan gunung berapi).

Gunung Fuji tercipta sebagai akibat aktivitas letusan dari 3 gunung berapi. Gunung-gunung tersebut yakni Ko-mitake (Mitake kecil), Ko-Fuji (Fuji Tua) dan Shin-Fuji (Fuji Baru). Ko-mitake meletus kira-kira 500.000-600.000 tahun yang lalu dan Ko-Fuji meletus kira-kira 50.000-60.000 tahun yang lalu. Shin-Fuji diperkirakan meletus 10.000 tahun yang lalu dan telah meletus ratusan kali selama jangka waktu tersebut. Sebelum erupsi terakhir dari Shin-Fuji pada tahun 1707, daerah di sekitar kaki gunung berapi ini terdapat desa-desa kecil yang sekarang telah ditutupi oleh lava yang mengalir dari letusan tersebut. Letusan Gunung Fuji pada tahun 1707 (Hoei 4) disebut juga dengan Letusan Hoei, yang termasuk sebagai salah satu letusan yang paling besar sepanjang masa. Abu vulkanik dari letusan ini menutupi Edo (Tokyo) setinggi 6 cm (F. Davis Hadland, 1989: 131).

(9)

lagi dalam Man-yo-shu sebagai antologi tertua Jepang, terdapat banyak puisi yang mengisahkan tentang keagungan Gunung Fuji.

Catatan tertua tentang Gunung Fuji terdapat dalam “Fuji-san ki” yang ditulis oleh Miyako-no Yoshika pada tahun 870. buku ini memberikan catatan yang jelas mengenai pemandangan akan magma biru yang kemilau mendidih dalam kawah di puncak gunung dan disana terdapat sebuah batu yang berbentuk seperti seekor harimau berjongkok. Dalam buku ini juga terdapat catatan yang menyebutkan bahwa Matsudai, seorang pendeta Buddha membangun kuil “Dainichi” di puncak gunung pada tahun 1149 dan juga menguburkan kitab suci

Buddha.

Keberadaan gunung di Jepang sangat erat hubungannya dengan masyarakat Jepang, terkait dengan tradisi dan kepercayaan mereka. Shinto sebagai agama yang lahir di masyarakat Jepang meyakini gunung sebagai tempat kediaman dewa-dewa dan roh-roh yang disebut Kami. Terjadinya peniruan tradisi Tao dan masuknya agama Buddha yang berkembang baik di daratan Cina, turut

menjadikan gunung sebagai tempat yang sakral, tempat yang cocok untuk bertapa dan menjadi tempat peziarahan oleh agama Shinto. Dalam hal ini jelas kelihatan bahwa gunung memiliki fungsi religi. Gunung yang memiliki fungsi religi biasanya terdapat kuil-kuil atau Jinja sebagai tempat beribadah dan pada waktu-waku tertentu di kuil atau Jinja tersebut diselenggarakan upacara-upacara/ritual.

(10)

Tenno. Dewi tersebut juga dikenal sebagai dewi dari semua gunung keramat yang ada di Jepang.

Gunung Fuji atau Fuji-san, yang terkenal di luar negeri dengan nama Fujiyama sudah merupakan simbol negara Jepang dan sangat dicintai oleh masyarakat Jepang. Selain memiliki fungsi religi, Gunung Fuji memiliki fungsi seni bagi masyarakat Jepang. Gunung ini telah menjadi inspirasi dan seringkali menjadi subyek pada karya seni bangsa Jepang sejak dulu, seperti pada puisi-puisi dan lukisan-lukisan (ukiyo-e). Pada saat sekarang gunung ini menjadi salah satu obyek wisata, yang merupakan daerah tujuan wisata yang sangat populer, baik di kalangan turis domestik maupun turis mancanegara. Pada umumnya turis-turis tersebut bertujuan untuk wisata pendakian gunung. Kunjungan turis ke Gunung Fuji tentunya berdampak positif pada masyarakat di sekitar gunung tersebut. Jarang diketahui Gunung Fuji juga merupakan sebuah situs yang sangat berharga sebagai lapangan penelitian alam.

Bertitik tolak dari pemikiran di atas, penulis berminat membahasnya melalui skripsi yang berjudul “Fungsi Gunung Fuji dalam Kehidupan

Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah

(11)

kompleks, Gunung Komitake, Ko-Fuji dan Shin-Fuji yang saling melengkapi membentuk struktur tunggal yakni Gunung Fuji.

Tak ada satupun gunung di Jepang yang begitu akrab dengan masyarakat Jepang selain Gunung Fuji. Keakraban tersebut menjadikan gunung ini telah menjadi simbol negara Jepang. Gunung ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Jepang. Melihat Gunung Fuji akan membangkitkan semangat hidup bagi masyarakat Jepang.

Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan penelitian ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah mitos dan sejarah geografis terciptanya Gunung Fuji ? 2. Bagaimana fungsi Gunung Fuji dalam kehidupan masyarakat Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

(12)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Menurut Peter Salim (1995:352), Fungsi artinya adalah kegunaan suatu hal, kemampuan yang dimiliki dari seseorang yang sesuai dengan pekerjaanya atau tugasnya.

Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung atau merupakan tempat munculnya batuan leleran atau lava yang berasal dari dalam bumi. Sebuah gunung api disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat secara nyata. Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas, letusan dan awan panas guguran, lahan letusan dan lain sebaginya mencirikan bahwa gunung api tersebut masih aktif (www.wikipedia.org/geografi).

Gunung api berbeda dengan gunung, bukit atau pegunungan yang bukan berapi. Pada daerah gunung api atau bekas gunung berapi akan terdapat perbedaan yang dicirikan oleh adanya mata air panas, adanya suatu kawah (lubang bekas letusan) dan adanya sumber-sumber uap yang sering berbau belerang dan adanya kerucut (bukit) atau kubah disekitar puncak.

Gunung api terbentuk pada jalur-jalur tertentu di muka bumi ini yaitu; a). Pada jalur punggungan tengah samudra

b). Pada jalur dua buah lempeng kerak bumi.

(13)

Adanya gunung berapi akan mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim di sekitarnya. Dengan demikian suatu gunung berapi akan banyak sekali sumber daya alam yang terdapat di dalamnya. Sumber daya alam tersebut dapat berupa tanah subur yang ditumbuhi hutan alam sehingga menghasilkan hasil hutan yang berlimpah, serta dengan segala isinya, berupa mahluk hidup, sebagi sumber daya flora dan fauna. Sumber daya air yang ada di sekitar gunung berapi dapat diubah menjadi sumber energi listrik. Selain itu gunung berapi dan daerah sekitarnya juga dapat diolah menjadi sebuah tempat wisata, yang turut membantu sektor perekonomian bagi masyarakat setempat, terbukanya lapangan pekerjaan, dan tak jarang juga daerah gunung berapi merupakan “rumah” bagi penelitian alam.

Geertz (1976: 38-41) menyatakan bahwa daerah gunung berapi selalu dipadati pemukiman penduduk karena merupakan sumber kehidupan yaitu menyburkan tanah pertanian melalui air, mineral dan abu vulkanik yang selalu menutupi permukaan tanahnya. Berdasarkan pendapat Geertz tersebut, bahwa jelas sebuah gunung berapi mempunyai fungsi bagi masyarakat di sekitarnya, walaupun terkadang menimbulkan malapetaka melalui letusannya.

(14)

sesungguhnya muncul sebagai akibat adanya interaksi manusia dengan gunung berapi tersebut (Sheet dan Grayson, 1979: 165).

Gunung Fuji merupakan salah satu gunung berapi yang terdapat di Negara Jepang. Gunung ini sangat terkenal di Jepang dan juga ke seluruh dunia. Sudah sejak lama dihormati sebagai salah satu dari gunung keramat, dan merupakan tempat religius bagi masyarakat Jepang, karenanya Gunung Fuji tidak terpisahkan dari masyarakat Jepang.

2 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berpikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkrit. Suatu teori dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta konkrit yang tak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.

Berbicara tentang fungsi Gunung Fuji dalam kehidupan masyarakat Jepang, erat sekali kaitannya dengan sejarah Jepang. Oleh karena itu pembahasan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Menurut Ratna (2004:66), pendekatan historis melihat konsekuensi karya sastra sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas dimana karya sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat di zamannya.

(15)

hubungan antara manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau mahluk halus yang mendiami alam gaib.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana proses terciptanya Gunung Fuji 2. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana fungsi Gunung Fuji dalam

kehidupan masyarakat Jepang

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Menambah wawasan pengetahuan khususnya tentang sejarah terbentuknya Gunung Fuji.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa sastra jepang pada khususnya tentang fungsi Gunung Fuji dalam kehidupan masyarakat Jepang.

3. Sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

1.6 Metode Penelitian

(16)

mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu dalam memecahkan masalah penelitian, mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Dengan metode ini peneliti akan menjelaskan fungsi Gunung Fuji dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tulisan yang dikutip dari berbagai buku yang berhubungan dengan permasalahan yang ada seperti buku-buku tentang geografi Jepang, majalah yang membahas tentang Gunung Fuji dan artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Teknik penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan metode Survey Book. Survey Book adalah mengumpulkan data dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Metode ini dilakukan dengan mencapai data dari bahan bacaan yang berhubungan dengan skripsi penulis di perpustakaan dan pusat-pusat buku lainnya.

Selain dikarenakan penggunaan bahan-bahan yang mempergunakan bahasa asing, maka peneliti juga menggunakan translation method atau metode terjemahan. Metode terjemahan adalah metode yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan (analisis, pengalihan dan penyerasian) penerjemahan (Machali 2000:48).

(17)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG GUNUNG FUJI

2.1 Letak Geografis dan Geologis

2.1.1 Letak Geografis

Gunung Fuji terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi, tepatnya sebelah barat kota Tokyo di pulau Honshu dekat Pantai Pasifik. Terletak pada titik koordinat 35022’ LU dan 138044’ BT. Sebelum terjadi re-organisasi wilayah Jepang, daerah ini disebut dengan Propinsi Suruga. Gunung ini dikelilingi 3 kota kecil yakni: Gotemba (sebelah timur) Fuji-Yoshida Yamanashi (sebelah utara) dan Fujinomiya (sebelah selatan).

Kaki Gunung Fuji berukuran kira-kira 125 km berbentuk melingkar dengan diameter 40-50 km. Bila dipandang dari Danau Kawaguchi yang terletak di sebelah utara, terdapat sebuah gundukan yang berbentuk gunung yang merupakan ujung dari Garis Subaru (Subarui Line). Sisi sebelah barat dari Gunung Fuji berbeda dengan sisi lainnya. Bentuk ini merupakan bagian atau sisa dari gunung berapi yang pertama, Gunung Komitake. Bila dipandang dari Prefektur Shizuoka yang merupakan sebelah selatan Gunung Fuji, terdapat sebuah gundukan pada sisi sebalah kanan. Gundukan ini menjadikan bentuk Gunung Fuji, berbentuk simetris yang tidak sempurna. Gundukan ini adalah Gunung Hoei, merupakan gunung berapi parasit yang terbentuk selama Letusan Hoei.

(18)

puncak yaitu Kengamine, Hakusan (Shaka), Kusushi, Dainichi (Asahi), Izu, Joju (Seishigadake) Komagatake dan Mishimadake (Japan, 1991:460).

Gunung Fuji ternyata memiliki banyak gunung berapi parasit. Gunung-gunung berapi yang bentuknya masih kecil ini terbentuk karena letusan yang terjadi pada sepanjang sisi Gunung Fuji. Beberapa diantaranya memiliki kawah sendiri dan yang lainnya mengalirkan lava melalui celahan-celahan yang terdapat pada sisi gunung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan baru-baru ini, terdapat 60 gunung berapi parasit pada Gunung Fuji. Sebenarnya aktivitas-aktivitas dari gunung berapi parasit inilah yang membuat bentuk Gunung Fuji, simetris yang tidak sempurna dan merusak bentuknya (Mount Fuji, 1970:110).

Pada kaki sebelah utara Gunung Fuji terdapat 5 danau yang dikenal dengan sebutan Fuji-go-ko (5 danau Gunung Fuji). Danau tersebut yaitu ; Danau Motosu, Danau Shoji, Danau Sai, Danau Yamanaka dan Danau Kawaguchi. Danau-danau ini disebut juga dengan danau terbendung. Hal ini disebabkan karena danau-danau ini dibendung oleh lava selama letusan Gunung Fuji. Dari kelimanya, Danau Kawaguchi merupakan danau yang tertua, yang terbentuk kira 5000 hingga 7000 tahun yang lalu, sedangkan danau lainnya terbentuk kira-kira 2000 tahun yang lalu.

(19)

Jukai (Danau Daun-daunan), yang diperkirakan telah berumur 1000 tahun. Sebuah mitos yang terkenal menyatakan bahwa lapisan bawah tanah dari Aokigahara ini mengandung besi yang bersifat magnet menyebabkan kompas yang sedang digunakan mengalami kegagalan pemakaian menyebabkan para pengunjung ke hutan ini kehilangan arah dan tersesat. Bagaimanapun mitos ini sebenarnya tidak seluruhnya benar. Angkatan bela diri Jepang dan militer Amerika Serikat telah mengadakan latihan bersama (tahun 2006) sepanjang bagian hutan ini. Selama itu peralatan kompas militer yang memiliki tingkatan lensa dapat berfungsi dengan baik. Hutan ini merupakan tempat bunuh diri yang terkenal di Jepang. Terdapat 78 mayat yang ditemukan sepanjang tahun 2002 di hutan ini, dan roh-roh orang meninggal tersebut dikatakan sebagai penghuni dari hutan Aokigahara Jukai ini.

Di Taishaku-ji, daerah yang terletak di kaki sebelah barat daya Gunung Fuji terdapat banyak terowongan, disebut dengan ”Lubang Es” atau ”Lubang Angin”. Lubang ini terbentuk karena lapisan yang paling luar dari lava yang mengalir, mengeras lebih cepat daripada lapisan yang paling bawah.

(20)

Suhu udara pada puncak Gunung Fuji rata-rata -19.20C pada bulan Januari sebagai puncak dari musim dingin di Jepang. Pada bulan Agustus yang merupakan puncak musim panas, suhu rata-rata di puncak gunung 5.90C. Sedangkan suhu udara disekitar kaki Gunung Fuji pada bulan Januari rata-rata 2.20C dan 23.80C pada bulan Agustus (Mount Fuji, 1970:72)

2.1.2 Letak Geologis

Gunung Fuji merupakan tipe gunung berapi strato atau gunung berapi gabungan, yang terbentuk melalui sebuah rangkaian dari letusan gunung berapi. Stratovulcano adalah pegunungan (gunung berapi) yang tinggi dan mengerucut terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras. Bentuk gunung berapi ini secara khas curam tampaknya karena aliran lava yang membentuk gunung berapi itu amat kental dan begitu dingin serta mengeras sebelum menyebar jauh (www.wikipedia.org/geografi). Gunung ini terletak pada titik Zona Subduksi (pertumbukan), dimana Lempeng Eurasia, Lempeng Okhost dan Lempeng Philippina bertemu. Lempeng-lempeng ini meliputi daerah Jepang bagian barat , daerah Jepang bagian Timur dan menuju Semenanjung Izu.

(21)

adalah sumber utama terbentuknya Gunung Fuji. Selama terjadi aktivitas dari patahan (titik panas), batu-batuan meleleh dan tercipta kantong-kantong magma. Pada umumnya gunung berapi yang termasuk tipe ini, biasanya bentuk gunung yang terbentuk lebih kecil dari Gunung Fuji, tetapi karena posisi Gunung Fuji yang istimewa yang merupakan daerah aktivitas patahan (titik panas) dan Zona Subduksi, menyebabkan bentuk Gunung Fuji berbentuk kerucut besar dan aktivitasnya yang tidak stabil.

Beberapa geolog melihat bahwa Gunung Fuji merupakan gunung berapi yang tidak aktif lagi sejak letusan terakhir pada tahun 1707. Akan tetapi geolog lainnya berpendapat, Gunung Fuji masih aktif dengan risiko terjadinya letusan sangat kecil. Menurut penelitian-penelitian dari geolog-geolog tersebut, Gunung Fuji akan meletus jika terjadi gempa bumi yang sangat kuat.

2.2 Sejarah Gunung Fuji

2.2.1 Secara Mitos

(22)

diselimuti awan-awan tebal. Karena rasa terpesonanya, Visu menamai gunung itu Fuji-yama (Gunung yang abadi).

Suatu hari Visu dikunjungi seorang imam tua dan berkata padanya :

”Penebang kayu yang terhormat, saya khawatir engkau sama sekali tidak pernah berdoa.”

Visu menjawab: ”Jika engkau memiliki istri dan anak-anak serta tinggal bersamamu, engkau tidak akan mempunyai waktu untuk berdoa.”

Jawaban Visu ini membuat sang imam tersebut marah dan kemudian lelaki tua itu menjelaskan kepada Visu tentang terjadinya re-inkarnasi atau kelahiran kembali, kelahiran setelah jutaan tahun, manusia akan lahir kembali menjadi seekor katak, seekor tikus atau seekor serangga. Mendengarkan penjelasan demikian membuat Visu menjadi ketakutan, karena itu dia berjanji kepada imam tersebut bahwa di hari-hari yang akan datang dia akan berdoa.

”Bekerja dan Berdoa,” ucap sang imam sambil pergi meninggalkan Visu. Akan tetapi, Visu tidak berbuat apapun, dia hanya berdoa saja. Dia berdoa sepanjang hari dan menolak melakukan segala pekerjaan, sehingga panenan padinya hancur, yang mengakibatkan istri dan anak-anaknya kelaparan. Istrinya Visu yang sebelumnya tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang tidak enak kepada Visu, menjadi marah besar dan berkata kepada Visu :

”Bangkitlah Visu. Ambillah kapakmu dan lakukan sesuatu yang dapat menolong kita sekeluarga dari kemiskinan ini, jangan hanya berkomat-kamit sepanjang hari.”

(23)

”Perempuan kurang ajar,” katanya. ”Kau mahluk yang sangat tidak sopan berbicara demikian kepadaku, Aku tidak akan melakukan apapun lagi untukmu! ”

Kemudian Visu mengambil kapaknya, dan tanpa permisi dan melihat anak-anaknya, dia pergi dan meninggalkan gubuk itu menuju hutan dan mendaki Gunung Fuji.

(24)

Selama 300 tahun, Visu telah duduk disana hanya mengamati kedua gadis itu bermain ’go’. Pada suatu hari dia memperhatikan bahwa salah seorang dari wanita itu, keliru dalam memindahkan kepingan-kepingan ’go’, dan secara spontan Visu berbicara kepada kedua wanita itu.

”Hei, itu langkah yang salah, wanita cantik”.

Dan dalam sekejap kedua wanita itu berubah menjadi rubah-rubah dan lari menuju ke hutan. Ketika itu Visu mencoba mengejar mereka, akan tetapi tiba-tiba dia merasa aneh, tubuhnya menjadi sangat kaku, rambutnya menjadi panjang dan janggutnya menyentuh tanah. Selain itu, dia juga mendapati tungkai kapaknya, yang terbuat dari kayu pilihan terbaik, sudah hancur membentuk timbunan abu.

Dengan bersusuah payah, Visu akhirnya dapat berdiri dan berjalan walaupun sangat pelan dia menuju ke arah gubuk kecilnya. Ketika dia sudah mencapai tempat itu, dia sangat terkejut melihat tidak ada gubuk sama sekali. Tetapi dia melihat seorang wanita yang sangat tua disana. Kemudian dia menjumpai wanita tua itu dan bertanya padanya.

”Wanita tua yang baik, saya sangat tekejut mendapati rumah kecilku sudah tidak ada lagi. Saya pergi meninggalkannya siang tadi, dan sekarang saya tidak mendapatinya lagi, juga istriku tercinta dan anak-anakku.”

Wanita tua itu kemudian menanyakan namanya, dan berbicara.

”Ah...! Kau pasti akan marah !. Visu hidup 300 tahun yang lalu. Dia pergi suatu hari dan tidak pernah kembali lagi.”

(25)

”Sudah dikubur. Desis wanita tua itu, ”dan jika yang kau katakan itu benar, anaknya anakmu juga demikian. Tuhan telah memperpanjang hidupmu yang sengsara sebagai hukuman telah mengabaikan istri dan anak-anakmu.”

”Air mata mengalir di pipi keriput Visu, mendengarkan penjelasan wanita tua itu, dan dengan suara parau dia berkata :

”Saya telah kehilangan semuanya, keahlianku, istriku tercinta dan anak-anakku. Wahai wanita tua ingatlah selalu pesanku ini : ” Berdoalah, dan jangan lupa bekerja !” (F. Hadland Davis, 1989:136-139)

2.2.2 Secara Geografis

(26)

Tepatnya di kaki sebelah selatan dari fossa magna, Gunung Komitake mulai beraktivitas dan secara jelas dikatakan, bahwa bentuk yang sekarang timbul setelah melalui 3 periode letusan gunung berapi.

Hitoshi Takeuchi (1965), Professor Emeritus dari Tokyo University menyebutkan bahwa Gunung Fuji terbentuk sebagai akibat dari letusan 3 gunung berapi.

Pertama, kawasan gunung berapi Fuji yang terentang sepanjang 1400 Km dari barisan fossa magna mulai meletus yakni pada masa Diluvial dari periode Quaternarry, kira-kira 500.000 hingga 600.000 tahun yang lalu. Gunung api yang meletus tersebut disebut dengan Ko-mitake (ketinggian 2400 meter pada Gunung Fuji). Bekas dari gunung ini, terletak pada sisi sebelah utara Gunung Fuji tepatnya pada ujung Garis Subaru.

Kedua yakni Gunung berapi yang meletus ini yang membentuk Gunung Fuji disebut dengan Ko-Fuji (Fuji Tua) merupakan inti dari Gunung Fuji yang sekarang. terjadi 50.000 hingga 60.000 tahun yang lalu setelah Ko-mitake menjadi gunung berapi yang tidak aktif. Letusan tersebut dimulai tepat pada titik di bawah dari Gunung Fuji sekarang atau sebelah barat daya dari puncak Gunung Fuji. Periode ini terjadi dari zaman batu pertengahan hingga zaman batu tua, ketika bumi masih dihuni oleh manusia zaman batu dan binatang-binatang yang besar.

(27)

Ko-mitake. Shin-Fuji berangsur-angsur bertumbuh menjadi gunung berapi yang berbentuk kerucut, yang akhirnya menjadi gunung berapi raksasa berbentuk kerucut dengan tinggi 3776 meter diatas permukaan air laut.

Akan tetapi, melalui sebuah proyek pengeboran oleh para ilmuwan selama 3 tahun, yang berakhir pada bulan Pebruari 2004, mengungkapkan fakta-fakta dari letusan tertua. Oleh karena itu, para ilmuwan memutuskan bahwa secara geologis Gunung Fuji terbentuk melalui 4 tahap dari aktivitas gunung berapi. Fase I disebut dengan Sen-Komitake/Ashitakayama, yang terdiri dari lapisan inti Andesite. Fase II membentuk lapisan Basalt disebut dengan Ko-mitake Fuji. Fase III disebut dengan Fuji, dan fase IV yaitu Shin-Fuji, terbentuk diatas dari Ko-Fuji (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

2.3 Makna Nama Gunung Fuji

Nama Fuji pada Gunung Fuji dikatakan berasal dari bahasa masyarakat shaman bangsa Ainu dari sebelah utara Pulau Hokkaido, yang berasal dari kata Fuchi yang artinya ”Wanita tua yang merupakan dewi api”. Kyosuke Kindaichi (1882-1971) meneliti bahwa terdapat sebuah perkembangan fonetik (penggantian bunyi) pada penyebutan Fuji, yang sebenarnya berasal dari huchi yang artinya ’wanita tua’ dan ape arinya ’api’, ape huchi kamuy yang artinya Dewi api. Interpretasi bangsa Jepang sejak zaman Heian abad 9 hingga abad 10, Fuji artinya adalah ”abadi/hidup abadi” (www.wikipedia.org/Mt.Fuji)

(28)

(www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm). Ketika ditulis sebagai (Fujisan), kelihatannya ingin menunjukkan (bahwa) puncak gunung yang selalu diselimuti salju sepanjang tahun, tetapi akhir-akhir ini, pada musim panas tidak ada salju di puncak gunung. Mungkin ukurannya yang besar yang ingin ditekankan sebagai ” tidak pernah berakhir”. Sebutan ini terkenal dari puisi Yamabe no Akahito (700-736) yang terdapat dalam Man-yo-shu ”Arriving at a good view point through Tagonoura, there is Mt. Fuji covered white snow”.

Selain dari karakter diatas, karakter seperti (Fuji/Huzi) dan

(Fuji) juga digunakan dalam Man-yo-shu. Karakter penulisan yang terdapat dalam Man-yo-shu, agak kurang tepat bahkan sering terjadi penggantian karakter, tetapi hal itu nampaknya benar walau bagaimanapun karakternya ditulis. Dalam penulisannya, karakter tersebut selalu mengandung nama Fuji (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

(29)

masyarakat Jepang mengatakan bahwa namanya berasal dari

(Fujisan) artinya gunung yang penuh kasih sayang. Pada aspek lainnya, bangsa Jepang selalu mempunyai pilihan karakter dalam penulisan. Karakter yang

sekarang berarti gunung pejuang, dan sebutan ini sudah digunakan sejak pemerintahan keshogunan Kamakura, dimana Bushido berkembang (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

2.4 Legenda Gunung Fuji

(30)

menjadi kaya raya. Sementara Kaguya-hime telah berumur 3 bulan, tubuhnya kemudian membesar seukuran bayi normal, lalu tumbuh menjadi seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa. Awalnya Taketori berusaha menyembuyikan Kaguya-hime dari orang lain, namun perihal kecantikan Kaguya-hime akhirnya menyebar dan membuat 5 orang pengeran datang menemui Taketori untuk meminang Kaguya-hime. Kaguya-hime meminta ke-5 pangeran itu unutk mencarikan benda-benda pusaka. Pangeran pertama diminta untuk mencarikan mangkuk suci milik Buddha, pangeran kedua diminta mencari sebuah tanaman bunga yang terbuat dari emas, pengeran ketiga diminta untuk mencarikan jubah legenda dari China, pangeran keempat diminta untuk mengambil permata berwarna dari leher seekor naga, dan pengeran terakhir mencari sebuah pusaka burung walet.

Pangeran pertama, kedua dan ketiga menyadari bahwa permintaan Kaguya-hime adalah sesuatu yang mustahil, dan mereka datang membawa barang yang mirip, namun bukan yang benar-benar diminta Kaguya-hime. Pangeran keempat menyerah setelah dihadang badai, sedangakan pangeran kelima harus gugur saat berusaha. Maka kelima pangeran itupun gagal mempersunting Kaguya-hime.

(31)

namun Kaguya-hime tetap saja dipenuhi kesedihan bahkan tindak-tanduknya menjadi tak menentu. Hingga suatu saat ia menjadi tak tertahankan dan mengatakan pada orang tua angkatnya bahwa sesungguhnya ia bukan berasal dari dunia manusia dan ia harus kembali ke tempat asalnya, yaitu di bulan.

(32)

kaisar tidak ingin hidup abadi tanpa gadis yang dicintainya (www.kyoujinshi.multiply.com/reviews).

2.5 Flora dan Fauna Gunung Fuji

2.5.1 Flora

Fauna yang terdapat di Gunung Fuji terdiri dari 45 spesies hewan mamalia, 179 jenis burung, 12 jenis reptil, 9 amphibi, 14 jenis ikan dan kira-kira 100 jenis kupu-kupu serta lainnya dari kelas serangga. Terdapat juga kelelawar yang hanya ditemukan di daerah Gunung Fuji. Di daerah puncak, terdapat jenis hewan mengerat, yang mampu beradaptasi di daerah pegunungan dan sejumlah hewan berbulu dengan bilik jantung sebelah kanan yang lebih kuat (Mount Fuji, 1970:72).

Penelitian baru-baru ini di hutan Aokigahara ditemukan 2 spesies dari laba-laba kecil yang hidup di rongga-rongga tanah. Selain itu , ditemukan juga spesies baru dari micro organisme yang hidup pada tetesan-tetesan air pada ketinggian kira-kira 1000 meter di atas permukaaan laut. Penemuan jenis micro organisme ini merupakan sebuah bukti bahwa Gunung Fuji yang terbentuk dari letusan gunung berapi yang dulunya merupakan lingkungan dari dasar laut.

2.5.2 Fauna

(33)

Seperti daerah pegunungan lainnya yang terdapat di Jepang, jenis fauna di Gunung Fuji dapat dibagi menjadi 3 bagian (Japan, 1991:461)

a). Ketinggian 1000 meter

Tumbuh-tumbuhan yang terdapat yakni; Larches, Red Pines, Prickly Firs, Beeches, Daimyo Oaks, Keyaki (Zelkovas) dan Oaks.

b). Ketinggian 1500 meter

Merupakan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi dari pohon-pohon yang berdaun lebar dan dapat berganti daun, seperti; Beeches, Oaks, White Beeches, Alders dan Mountain Ash.

c). Ketinggian 1500 meter hingga 2300 meter.

Tumbuhan yang terdapat yakni; Silver Firs, Larches, Hemlocks, Northern Hemlocks, Short-Leaved Pines dan Hondo Spruces.

Daerah gunung pada ketinggian di atas 2300 (pos 5 atau pos 6) vegetasi yang terdapat sangat sedikit sekali, kecuali beberapa semak yang kecil dan pendek-pendek. Daerah puncak gunung terdapat tumbuhan lumut yang sangat mencolok.

2.6 Gunung Fuji Dalam Sejarah Jepang

(34)

1707 (Hoei 4) yang mengeluarkan tumpukan abu se-tinggi 6 cm di Edo atau Tokyo sekarang yang berjarak 60 mil (F. Davis Hadland, 1989: 131).

Pada tahun 800, sebuah jinja (Sengen Jinja) dibangun dan dipersembahkan bagi Konohana Sakuya Hime, dewi dari Gunung Fuji. Ketika gunung ini meletus, masyarakat Jepang mempercayainya sebagai akibat kemarahan dewi tersebut, karenanya mereka akan melakukan ritual untuk menyejukkan hati dewi tersebut dan tidak akan mendaki Gunung Fuji. Tahun 1149, Matsudai Shonin, seorang pendeta Buddha membangun kuil ”Dainichi” di puncak Gunung Fuji dan menguburkan kitab suci Buddha di sana.

Sebuah pemerintahan di Kamakura (1250) mengatakan bahwa ”kebiasaan” menyimpan salju yang diambil dari Gunung Fuji, yang melambangkan terwujudnya ”good goverment” sangat terkenal saat itu. Salju tersebut dibawa ke Kamakura dengan menggunakan kuda yang berjarak 120 Km dari Gunung Fuji.

(35)

Kuil Todaiji di Nara pada tahun 1600, mencatat bahwa imam tersebut melihat beberapa dari arwah yang meninggal di puncak Gunung Fuji.

Pada tahun 1600, ketika Tokyo masih disebut Edo, para pendaki yang menggunakan rute utara mengalami peningkatan. Seiring berkembangnya grup-grup pendaki gunung, maka berkembang juga ”Oshi” (pemandu gunung) yang akhirnya menjadi sebuah pekerjaan pada saat itu. Rute ini pada umumnya digunakan oleh imam-imam dan para pengikut dari sekte Shugendo.

Pada periode Tokugawa (1603-1868) pendakian Gunung Fuji sebagai sebuah bentukdari pemujaan religius semakin menyebar ke masyarakat umum di Jepang. Pada periode ini juga kecantikan Gunung Fuji dilukiskan dalam buku-buku dan lukisan-lukisan. Salah satu yang terkenal yaitu ”36 Pemandangan Gunung Fuji” karya Katsushika Hokusai, dalam bentuk Ukiyo-e. Katsushika Hokusai banyak dipengaruhi oleh para pelukis terkenal dari negara Eropa seperti Vincent Van Gogh dan Paul Cezanne.

(36)

pintu Jepang bagi bangsa asing. Wanita Eropa pertama yang mencapai Gunung Fuji (1867) adalah Putri Parkes, istri dari duta besar berkuasa penuh dari negara Inggris untuk pemerintahan Jepang saat itu. Sejak zaman Restorasi Meiji wanita mulai diperbolehkan mendaki Gunung Fuji, sebelumnya hal ini dilarang karena akan menodai kesucian Gunung Fuji. Diantara orang asing yang lebih terkemuka adalah Dr. Frederick Starr (1858-1933) seorang Antropolog dan professor dari Chicago University. Pertama sekali mengunjungi Jepang pada tahun 1914 dan mendaki Gunung Fuji sebanyak 5 kali, dengan berpakaian seperti peziarah pribumi, dengan jubah putih , menggunakan kyahan (ikat kaos kaki) dan sandal yang terbuat dari jerami serta payung pelindung dari sinar matahari. Dia turut juga menyanyikan ”Rokkon Shojo” (semoga hati kami disucikan) dan Oyama wa seiten (semoga cuaca di gunung cerah). Dia meninggal di Tokyo tahun 1933 tetapi kecintaannya pada Gunung Fuji tetap hidup dengan monumen yang dibangun untuk mengenangnya, letaknya berdekatan dengan Sengen Jinja di Subashiri. Kata-kata yang terpahat di monumen tersebut adalah sebagai berikut :

”Fuji bare and naked in a blaze of sunshine is beautiful.

Fuji with its summit wrapped in cloud and mist is more beautiful.

Fuji blotted out by the fog untill but a hint of line is left is most beautiful”

(Japan, 1991:461)

(37)

Perkembangan jaringan transportasi dalam memajukan wilayah sekitar Gunung Fuji sejajar dengan terjadinya pertumbuhan pada lonjakan rekreasi/wisata, sebagai salah satu aspek yang dikembangkan pemerintah daerah menjadikan daerah sekitar Gunung Fuji menjadi sebuah tempat wisata. Fasilitas-fasilitas wisata mulai dibangun di sekitar daerah tersebut. Akhirnya pengunjung ataupun turis-turis domestik maupun mancanegara mulai berdatangan ke tempat-tempat sekitar Gunung Fuji, seperti 5 danau yang terdapat di kaki sebelah utara Gunung Fuji. Wisata pendakian gunung ke Gunung Fuji menjadi trend yang semakin meningkat tiap tahunnya dan masih terdapat hingga sekarang.

Pada perkembangannya di sekitar daerah Gunung Fuji tersebut, difungsikan untuk pembangunan pabrik kertas, pengolahan nilon, tempat pembuatan film (syuting) dan juga terdapat pemeliharaan ikan tawar yang terbesar di Asia serta sebagai lahan pertanian masyarakat setempat. Pabrik kertas dan pabrik lainnya yang ada di wilayah tersebut menggunakan air bawah tanah dari Gunung Fuji dalam proses produksinya. Oleh karena itu, jumlah air bawah tanah Gunung Fuji telah menurun, yang menimbulkan beberapa masalah baru bagi tumbuhan-tumbuhan di sekitar Gunung Fuji.

(38)

sebagai pusatnya. Sebagai konsekuensinya, ide pengembangan kota di kaki Gunung Fuji telah direncanakan ke depannya. Tokyo yang merupakan ibukota nasional memiliki jumlah penduduk dengan populasi 11 juta jiwa yang hampir mencapai batas dalam ukuran kemacetan dan fungsi kota yang telah mengalami kelumpuhan. Sebagai solusi yang mungkin dilakukan adalah pemindahan sebagian dari fungsi kota ke kaki Gunung Fuji.

(39)

BAB III

FUNGSI GUNUNG FUJI

3.1 Fungsi Religius

(40)

tanda dari kekeramatan tempat tersebut, akan dibangun sebuah Jinja. Masuknya agama Buddha dan tradisi Tao dari daratan China pada abad VI ke Jepang, membuat semakin berkembangnya latihan-latihan keagamaan yang dilaksanakan di gunung, yang melihat bahwa pendakian gunung sebagai sebuah cara dalam peningkatan hidup spiritual untuk mencapai penerangan Illahi.

Gunung Fuji sudah sejak lama dipuja sebagai salah satu gunung keramat di Jepang. Kekeramatannya telah tercantum dalam 2 karya besar Jepang pada abad VIII, Man-yo-shu dan Hitachi no Kuni no Fudoki. Gunung ini oleh agama Shinto diabadikan sebagai tempat tinggal Dewi Konohana Sakuya Hime, Dewi dari semua gunung keramat di Jepang dan juga dewi dari semua pohon yang sedang mekar. Menurut agama Buddha, Gunung Fuji merupakan tempat tinggal dari Dainichi Nyorai, Buddha dari semua kebijaksanaan yang mencerahkan. Gunung

Fuji merupakan inspirasi dari meditasi-meditasi yang dilakukan oleh pengikut-pengikut agama Buddha, dan mereka menyebut puncak Gunung Fuji ”Zenjo”.

(41)

Murayama, pada kaki Gunung Fuji. Akhirnya, Matsudai berhasil memperoleh kesempurnaan Buddha hingga akhir hidupnya dan dihormati sebagai Daitoryo Gongen.

Pada periode Bunpo (1317-1319) seorang pendeta dari sekte Shugendo, Raison memulai sebuah rezim pertapa ke Gunung Fuji yang disebut dengan Fujigyo, yang mendorong masyarakat Jepang untuk mendaki Gunung Fuji sebagai praktik keagamaan. Raison mendapatkan banyak pengikut dan menjadi sangat terkenal, dia memusatkan pergerakannya di Murayama (Fujinomiya sekarang). Dari Murayama terdapat sebuah jalan masuk menuju sisi Gunung Fuji sehingga memudahkan aksesnya mendaki Gunung Fuji. Pada perkembangannya pergerakan religius ini disebut dengan Murayama Shugendo, yang memiliki pengaruh penting pada periode pertengahan di Jepang. Akan tetapi mulai pada periode Edo, pengaruh mereka mulai melemah.

Hasegawa Kakugyo(1541-1646) pada tahun 1560 melaksanakan praktik-praktik keagamaan di dalam gua (hitoana) pada sisi barat dari Gunung Fuji. Dia juga mengadakan latihan keras (aragyo) di daerah sekitar Yoshida (Fuji-Yoshida sekarang) yang merupakan pintu masuk sebelah utara ke Gunung Fuji. Kemudian mengadakan latihan-latihan pertapa dari cara menyembah Gunung Fuji. Hasegawa Kakugyo merupakan pendiri dari Persaudaraan Fuji dan yang memulai latihan-latihan religius-magis, memakai jimat yang disebut fusegi guna melindungi para pengikutnya dari penyakit dan malapetaka lainnya dan menggunakan huruf khusus yang disebut Ominuki.

(42)

pada skala besar, keturunannya dikenal sebagai Murakamiha. Lainnya adalah Jikigyo Miroku (1671-1733) nama aslinya adalah Ito Hei dulunya seorang pedagang yang mengganti namanya setelah menjadi seorang pengikut dari penyembahan Fuji. Terkenal karena pembaharuannya (yonaoshi), yang mengritik sistem status pada saat itu dan mengajarkan kesamaan derajat antara pria dan wanita. Pada akhir hidupnya dia melakukan puasa di Eboshi-iwa, pada jalan menuju Yoshida dan meninggal dalam mendoakan keselamatan umat manusia. Setelah kematiannya, para pengikutnya mengembangkan ajarannya dan kemudian merubah persaudaraan, menambah pengikut dengan bekerja keras menyebarkan ajaran-ajaran persaudaraan mereka. Hasilnya terlihat pada dekade I abad 19 para pengikut yang meningkat tajam dan sangat populer di Edo. Setelah pencapaian itu, mereka membuat gundukan, tumpukan batu-batu dari Gunung Fuji (Fujizuka, Sengenzuka) di Edo dan daerah Kanto, sebagai miniatur yang menggantikan

Gunung Fuji. Tumpukan ini digunakan sebagai tempat untuk memuja Gunung Fuji dan merupakan pengganti dari pendakian gunung.

Pada hari ”pembukaan gunung” (oyamabiraki, hatsuyama) pada hari terakhir di bulan Juni, setiap rumah tangga dari pengikut Persaudaraan Fuji ini akan melaksanakan pemujaaan gunung melalui miniatur Gunung Fuji dengan mengenakan jubah putih dan mengucapkan ayat-ayat penyucian dari 6 pengertian (Rokkon Shojo). Setelah Restorasi Meiji, Persaudaraan Fuji ini bergabung dengan sekte-sekte Shinto seperti Fusokyo, Jikkokyo dan Murayamakyo.

(43)

Selain karena kekeramatannya Gunung Fuji lebih dikenal oleh masyarakat dunia dengan kecantikan dan keagungannya yang menjadi inspirasi dan subyek dalam karya seni bangsa Jepang. Para seniman Jepang mengabadikan kecantikan dan pesona dari Gunung Fuji dalam syair karya Man-yo-shu, penyair Jepang dan seni cetak balok kayu (woodblock prints) dari seorang seniman Jepang, Hokusai (Danandjaja, 1997: 5)

Yamabe no Akahito (700-736), seorang penulis puisi yang terkenal di Jepang dengan puisi 31 suku kata. Karya-karyanya tentang Gunung Fuji sangat banyak terdapat dalam Man-yo-shu. Misalnya

Tago no urayu

Ota Dokan (1432-1486) merupakan seorang penguasa di Edo yang membangun istananya di dekat tepi laut Teluk Edo. Ota adalah seorang pecinta Gunung Fuji, setiap harinya dia selalu memandangi Gunung Fuji dari rumahnya dan sambil menuliskan ke dalam sebuah bentuk puisi. Puisinya sama dengan Yamabe no Akahito, yakni puisi dengan jenis 31 suku kata.

Waga io wa Matsubara tsuzuki Umi chikaku Fuji no takane o Nokeba ni zo miru

(44)

Kumo kiri no Shibashi bankei o Tsukushi keri

Katsushika Hokusai (1760-1849), seorang pelukis dari Ukiyo-e yang melukis dengan sepenuh jiwa dari keindahan Gunung Fuji. Ukiyo-e adalah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk menggandakan lukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Keindahan Gunung Fuji pada cetakan berwarna karya Hokusai terkenal dengan nama ”Fuji Hyakkei” atau 100 pemandangan Gunung Fuji dan ”36 Pemandangan Gunung Fuji” yang juga disebut dengan lukisan Fuji Merah (www.wikipedia.org/ukiyo-e).

Fungsi Wisata

Gunung Fuji selain sebagai gunung tertinggi di Jepang, juga dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal. Umumnya turis domestik maupun turis mancanegara datang untuk tujuan wisata pendakian gunung.

(45)

peristirahatan di mulai dari kaki gunung sampai puncak gunung. Namun pendakian bisa dimulai dari pos 5 dan disinilah biasanya para pendaki memulai perjalanan. Pos 5 semuanya berada pada ketinggian 1400 sampai 2400 m di atas permukaan air laut. Pos 5 sendiri ada 4 titik yang tersebar di berbagai sisi gunung yang berbeda, tergantung dari mana kita memulai perjalanan pendakian.

1.Pos 5 Kawaguchiko.

Berada pada ketinggian 2300 meter diatas permukaan air laut, mempunyai jarak tempuh sampai puncak 5-7 jam dan 3-5 jam untuk menuruni gunung. Jalur pendakian ini dinamakan jalur Yoshidaguchi. Tempat ini bisa diakses dari daerah 5 danau Fuji dan pusat kota Tokyo. Jalur Kawaguchiko merupakan jalur yang paling terkenal karena daerah parkirnya yang luas. Selama musim panas, banyak bus pendaki gunung datang ke jalur ini.

2.Pos 5 Subashiri.

Berada pada ketinggian 2000 meter diatas permukaan air laut, mempunyai jarak tempuh sampai puncak 5-8 jam dan 3-5 jam untuk perjalanan turun. Jalur ini bertemu dengan jalur Yoshidaguchi pada pos 8.

3.Pos 5 Gotemba

Berada pada ketinggian 1400 meter di atas permukaan air laut, dengan jarak tempuh pendakian 7-10 jam perjalanan dan untuk turun diperlukan 3-6 jam perjalanan. Jalur ini merupakan pos 5 yang paling rendah dari pos 5 lainnya, jadi jarak tempuhnya paling jauh. Tidak heran bila diantara pos 7 dan pos 8 ada 4 titik peristirahatan.

(46)

Berada pada ketinggian 2400 meter dari atas permukaan air laut, mempunyai jarak tempuh pendakian 4-7 jam perjalan dan untuk turun di perlukan 2-4 jam. Jalur ini merupakan jalur paling mudah di akses dengan perjalanan kereta atau sepeda. Jalur Fujinomiya merupakan jalur yang terkenal setelah Kawaguciko, berturut-turut Subashiri dan Gotemba.

Jalur Subashiri dan Gotemba jarang digunakan oleh para pendaki ketika ingin mendaki, jalur ini lebih sering digunakan pada saat mau turun karena jalannya dilindungi oleh pohon. Dari pos 7 dekat ke pos 6 dan pendaki boleh berlari. Juga sangat mungkin menaiki sepeda gunung dari puncak gunung, akan tetapi tentu sangat sulit mengontrol kecepatan sepeda, juga karena banyaknya orang-orang yang menggunakan jalur ini sebagai jalur turun.

4 jalur dari kaki gunung memiliki peninggalan yang bersejarah. Murayama merupakan jalur tertua ke Gunung Fuji dan jalur Yoshida memiliki banyak kuil tua, rumah-rumah tempat minum teh, dan pemondokan sepanjang jalan. Jalur ini mulai terkenal baru-baru ini dan sedang diperbaiki, tetapi jangan harap menemui banyak orang untuk mendaki dari jalan di kaki gunung ini, karena beruang-beruang selalu mengintai sepanjang jalan ini.

(47)

hutan dan sumber air panas yang meliputi Prefektur Shizuoka, Yamanashi, Kanagawa dan Tokyo.

3.3 FUNGSI STUDI

Gunung Fuji dikenal masyarakat dunia sebagai gunung tertinggi di Jepang dan sebagai tempat wisata pendakian gunung. Sangat jarang diketahui bahwa Gunung Fuji juga memiliki fungsi dalam studi penelitian alam bagi para ilmuwan Jepang maupun dari ilmuwan negara luar. Bagi mereka Gunung Fuji merupakan rumah dari penelitian ilmu pengetahuan alam.

Para ilmuwan yang meneliti Gunung Fuji ingin mengetahui secara pasti aliran lava dan tempat terjadinya letusan gunung berapi yang membentuk Gunung Fuji dan ingin membuktikan kepastian catatan-catatan tentang Gunung Fuji sebagaimana tercatat dalam kepustakaan. Sebagai petunjuk penelitian adalah ”arang alami” yang terbentuk akibat lava yang menggenangi pohon-pohon dan berubah menjadi arang karena panasnya lava. Arang-arang alami ini ditemukan pada saat terjadi pekerjaan umum seperti pembangunan jalan raya. Melalui pengukuran dengan zat radioaktif yang dipancarkan melalui Karbon 14, diketahui dengan jelas kapan terbentuknya arang alami dan lava dari letusan gunung berapi mana yang membentuknya.

(48)

jumlah gua lava yang terdapat di dunia. Gunung Fuji seperti mekkah bagi para ilmuwan yang meneliti gua lava.

Gunung Fuji juga memiliki banyak pohon lumut yang sangat jarang ditemukan di daerah lain. Pohon lumut ini terbentuk ketika lava mengalir ke hutan dan mengenai pohon-pohon besar, membakar pohon-pohon dan mengakibatkan batang kayu menjadi lembab yang lama-kelamaan ditumbuhi lumut. Ukuran terbesar memiliki ukuran diameter 2 meter. Pohon lumut ditemukan khususnya dalam jumlah yang besar di hutan Aokigahara yang terbentuk akibat genangan lava pada letusan Gunung Fuji tahun 864.

Gunung Fuji juga merupakan tempat yang ideal untuk studi dan observasi dari dunia tumbuh-tumbuhan.

3.4 Fungsi Ekonomi

Gunung Fuji merupakan salah satu dari sekian banyak obyek wisata yang terdapat di Jepang. Antara bulan Juli hingga Agustus tiap tahunnya, gunung ini dikunjungi kira-kira 200.000 orang yang diperkirakan meningkat setiap tahun. Kunjungan turis-turis ini akan menambah pendapatan negara, walau terbilang sedikit yang diperoleh dari kunjungan turis ke Gunung Fuji karena sifatnya yang musiman. Selain itu juga turut membantu masyarakat setempat dalam perkembangan ekonomi mereka, melalui pengadaaan sarana-sarana wisata, penjualan souvenir dan penjualan jasa-jasa yang tentunya juga bermanfaat bagi turis-turis tersebut.

(49)

berbagai negara untuk mengunjungi Negeri Sakura. Dengan 10 juta turis internasional tersebut, ditambah dengan turis domestik, diperkirakan akan memberikan kontribusi untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Jepang sebesar 20-21 trilliun Yen.

Tsuneaki Nagasata (2003), Direktur Eksekutif Asosiasi Pariwisata Jepang (Japan Tourism Association), menyebutkan bahwa kontribusi sektor pariwisata bagi APBN Jepang selama ini sangat kecil dan nyaris tidak diperhitungkan. Untuk mendongkrak sektor pariwisata Jepang yang diharapkan sebagai salah satu pilar perekonomian Jepang di masa mendatang, pada tahun 2003 Jepang telah memulai ”Kampanye mengunjungi Jepang ” (Visit Japan Campaign), yang memerlukan dana 2 milliar yen. Program yang diadakan pertama sekali yakni, memperkenalkan kebudayaan tradisional dan wisata ke lokasi-lokasi industri tua.

Dengan jumlah wisatawan asing yang berkisar 6 juta orang se-tahun (2003), Jepang masih ingin meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke negaranya. Untuk itulah, diadakan kampanye besar-besaran dalam menarik minat wisatawan ke Jepang. Sebagai langkah yang diambil yang juga merupakan tindak lanjut program sebelumnya, pemerintah Jepang melakukan program ”Yokoso ! Japan” atau Selamat Datang ke Jepang. Kampanye wisata ini diluncurkan pada

(50)

Program tersebut dimaksudkan juga untuk memecahkan persoalan ketidakseimbangan jumlah turis asing yang berkunjung ke Jepang dengan jumlah warga Jepang yang berwisata ke luar negeri. Jumlah warga Jepang yang berwisata ke luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun, sejak Jepang merealisasikan kunjungan ke luar negeri bagi warganya pada tahun 1964. Nagasata mengungkapkan, tahun 2002 tercatat hanya 5 juta turis mancanegara yang berkunjung ke Jepang dan 17 juta warga Jepang berwisata ke luar negeri. Mayoritas turis mancanegara yang berkunjung ke Jepang berasal dari Amerika Serikat, Korea Selatan dan Taiwan (www.kompas.com/kompas.cetak/0310/24).

Pariwisata merupakan salah satu dari industri pertumbuhan dalam abad ke-21 ini. Pentingnya industri terlihat dalam angka konsumsi dalam sektor ini yang berjumlah 4,8 % dari produk kotor nasional (sekitar 20 trilliun yen) dan mampu memberikan pekerjaan bagi banyak orang. Lagi pula pariwisata akan menjadi katalis bagi revitalisasi (pembangkitan kembali) ekonomi. Bila wisatawan mencanegara mengunjungi sebuah daerah Jepang, maka penduduk di daerah tersebut akan meningkat kepercayaan dan rasa bangganya akan daerahnya, dan hal itu akan membantu memberi tenaga pendorong bagi daerah tersebut.

3.5 Fungsi Produk Pertanian

(51)

Demikian halnya tanah di sekitar Gunung Fuji yang mengandung abu-abu vulkanis. Areal gunung dipergunakan masyarakat setempat untuk lahan pertanian. Produk pertanian di daerah Gunng Fuji pada umumnya adalah tanaman-tanaman muda (palawija) yang menyokong kebutuhan sehari-hari masyarakat Jepang, seperti ; buah-buahan dan sayur-sayuran.

Prefektur Shizuoka yang merupakan sebelah selatan dari Gunung Fuji, produk pertanian yang dihasilkan yakni; teh hijau dan jeruk Mandarin, Shiitake (Jamur Jepang) dan Washi (lobak). Sedangkan dari Prefektur Yamanashi produk pertanian yang terkenal adalah produksi pertanian buah-buahan utama di Jepang seperti; jeruk, strawberi, pir dan sebagainya.

(52)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Jepang merupakan negara kepulauan yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau berbentuk melengkung dari timur laut ke barat daya di lautan bagian timur Benua Asia. Hampir 70 % wilayahnya merupakan daerah berbukit dan pegunungan.

2. Negara Jepang memiliki 186 gunung berapi dari total 457 gunung berapi yang terdapat di bumi ini. Dari jumlah tersebut 46 diantaranya merupakan gunung berapi yang masih aktif dan salah satunya adalah Gunung Fuji.

(53)

4. Gunung Fuji merupakan gunung berapi tipe strato atau merupakan gunung berapi gabungan yang terbentuk melalui sebuah rangkaian dari 3 gunung berapi yaitu: Gunung Komitake aktif kira-kira 500.00-600.000 tahun yang lalu. Ko-Fuji aktif kira-kira 50.000-60.000 juta tahun yang lalu dan Shin-Fuji yang aktif kira-kira 10.000 tahun yang lalu setelah aktivitas Ko-Fuji berakhir. 5. Gunung Fuji terletak pada zona Subduksi yang merupakan pertemuan

lempeng Eurasia, lempeng Okhost dan lempeng Philippina bertemu. Geolog juga menemukan bahwa Gunung Fuji juga terletak pada patahan/titik panas (hot spot) yang merupakan tempat keluarnya magma ke permukaan bumi. Keistimewaan Gunung Fuji yang muncul pada zona Subduksi dan titik panas menyebabkan bentuk Gunung Fuji menjadi besar sekali dan aktivitasnya yang tidak stabil.

6. Gunung Fuji memiliki banyak gunung berapi parasit. Terdapat 60 gunung berapi parasit yang baru-baru ini ditemukan, bentuknya kecil dan terbentuk karena letusan yang terjadi pada sepanjang sisi Gunung Fuji. Aktivitas-aktivitas dari gunung berapi ini membuat bentuk gunung berbentuk kerucut yang tidak sempurna.

(54)

8. Gunung Fuji memiliki gua lava. Gua lava ini terbentuk karena gas-gas yang terkandung pada lava keluar. Gua lava yang terdapat di Jepang diperkirakan 85% (62 gua lava) dari semua jumlah gua lava yang terdapat di dunia. Gunung Fuji juga memiliki banyak pohon lumut yang sangat jarang ditemukan di daerah lain. Pohon lumut ini terbentuk ketika lava mengalir ke hutan dan mengenai pohon-pohon besar, membakar pohon-pohon dan mengakibatkan batang kayu menjadi lembab yang lama-kelamaan ditumbuhi lumut.

9. Gunung Fuji merupakan gunung yang sangat identik dengan masyarakat Jepang. Gunung ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Jepang, bahkan telah menjadi simbol dari negara Jepang. Gunung Fuji sudah sejak dulu memiliki fungsi religius sebagai tempat tempat untuk latihan-latihan religius dan pemujaan terhadap dewa-dewa. Di samping itu juga bentuknya yang megah dan kecantikannya yang alami sebagai aspirasi terciptanya karya seni bangsa Jepang seperti ukiyo-e. Pada zaman sekarang gunung ini banyak berfungsi sebagai tempat wisata khususnya wisata pendakian gunung. Fungsi lainnya adalah fungsi studi, ekonomi dan fungsi produk pertanian.

4.2 Saran

(55)

merupakan salah satu cerminan lingkungan alam yang terawat yang sepatutnya bisa dicontoh oleh masyarakat Indonesia. Menjaga kesinambungan alam dan melestarikannya adalah nilai hidup yang sangat berarti.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 1997. Folkor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian : Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.

Hadland, Davis F. 1989. Myths and Legends of Japan. Singapura. Graham Brash (PTE) Ltd.

Ichiro, Hori. 1968. Folk Religion in Japan. Chicago: The University of Chicago Press Japan. 1911. The New Official Guide. Japan : JTB Japan Travel Bureau, Inc.

Koentjaraningrat. 1967. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Machali. 2000. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta:Grasindo

Masahide, Shiki. 1983. Fuji san. Tokyo: Kodansha Encyclopedia of Japan Ltd.

Mount Fuji. 1970. Treasure Trove For Study of Natural Science. Tokyo: The Japan Times Ltd.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sakamoto, Taro. 1982. Jepang Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Salim, Peter dan Yenni Salim. 1995. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.

Salim, Warsani. 1978. Pengantar Antropologi Budaya. Medan: Fakultas Hukum USU Press

(57)

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: UI

Webb, Herschel. 1957. An Introduction to Japan. New York: Columbia University Press

www.answer.com/topic/mount-fuji

www.gojapan.about.com

www.heibonsha.co.jp/nipponia

www.kompas.com/kompas-cetak/0310/24 www.kyoujinshi.multiply.com/reviews

www.myjica.net

www.picturetokyo.com/travel/fuji-htm

www.ronin.org

(58)

Peta wisata gunung Fuji

www.picturetokyo.com/travel/fuji-html

Gunung Fuji dalam peta Jepang

(59)

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam.. Bidang Ilmu

awalnya lahir pada Zaman Edo (1603-1867) ketika sake dijual bebas kepada siapa saja pada saat itu. Mulanya orang-orang hanya minum di depan toko-toko yang menjual minuman

Japanese Business Culture and Practices: A guide to twenty ‐ first century Japanese business.. Bachnik, Jane M.,

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Meskipun penulis awalnya tidak mengerti dan membuat

Bangsa Jepang terkenal dengan bangsa yang bebas karena tidak ada hukum yang.. mengatur cara berpakaian, sopan santun

Half Human, Half Animal: Tales of Werewolves and

Dokumentasi Kondisi Tempat Tinggal Sementara Korban Erupsi Gunung Sinabung di Desa Gurukinayan.. Dokumentasi Kondisi Kerusakan Tanaman Warga di Desa Gurukinayan Akibat Bencana

Klaten dalam Mitigasi Erupsi Gunung Api Merapi Kepada Masyarakat Desa Tegalmulyo, Kemalang, Klaten maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa upaya yang telah dilakukan BPBD