PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU TERHADAP
TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF
TERPILIH PADA PEMILU 2009
(Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias)
Dermawan Zebua
040906045
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A. Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan :
Nama : DERMAWAN ZEBUA
NIM : 040906045
Departemen : Ilmu Politik
Judul : PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU
TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009
(Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias)
Medan, Januari 2009
Menyetujui :
Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,
Drs. Tony P. Situmorang, M.Si. Dra. Evi Novida Ginting, M.Sp.
Ketua Departemen,
Drs. Heri Kusmanto, M.A.
i
KATA PENGANTAR
Skripsi ini adalah penelitian yang berjudul: PENGARUH PERUBAHAN
SISTIM PEMILU TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA
LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009 (Studi pada Daerah Pemilihan
IV, Kabupaten Nias) Yang dilakukan penulis untuk memenuhi salah satu syarat
untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Melalui penelitian ini diharapkan
dapat mengetahui gambaran empirik tentang dinamika politik lokal, calon
legislatif dan khususnya calon legislatif yang terpilih dalam pemilihan umum
2009 yang sekarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten NIAS.
Peta politik dan tarik-menarik dukungan diantara calon legislatif yang
hendak bertarung dalam pemilihan umum 2009 sangat menarik kita perhatikan
khususnya di kabupaten Nias daerah pemilihan IV. Perubahan sistem tatalaksana
pemilu 2009 memang banyak mempengaruhi dan sangat signifikan bagi para
calon legislatif di dapem IV. Kalau kita lihat kemabali tatalaksana pemilu pacsa
reformasi dari tahun 1998, tahun 2004 dan tahun 2009 sudah tiga kali kita
melaksanakan pemilu pasca reformasi dan ketiganya itu mengalami perubahan
yang begitu signifikan sehingga para calon legislatif yang ingin bertarung pada
pemilu selalu membuat cara yang berbeda, dari sini dapat kita lihat dan rasakan
bagaimana akuntabilitas mereka ketika terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen
ii
Akuntabilitas anggota dewan yang terpilih pada pemilu 2009 ini dapat kita
bandingkan dengan akuntabilitas anggota DPRD periode 2004-2009 dan ini yang
menjadi gambaran penting bagi kita dalam melaksanakan pemilihan umum calon
legislatif tahun 2009-2014. Penilaian masyarakat menjadi faktor utama yang akan
mempengaruhi para calon legislatif untuk menang dalam pemilu legislatif ini.
Salah satunya adalah penilaian terhadapat akuntabilitas para anggota legislatif.
Semakin tinggi rasa percaya masyarakat terhadap anggota legislatif, maka
diharapkan semakin tinggi pula tingkat akuntabilitas anggota legislatif terpilih
tersebut.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengerjaan skripsi ini sehingga dapat selesai. Penulis juga menyadari masih
banyaknya kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Dalam
persiapan Skripsi ini penulis berutang budi pada banyak pihak dan pribadi. Terima
kasih penulis sampaikan kepada Dekan FISIP USU Bapak Prof. Dr. M. Arif
Nasution, MA. Ketua Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA.
Secara khusus penulis berterima kasih atas bimbingan, terutama karena dibarengi
kritik-kritik keras yang membesarkan hati dan menyegarkan pikiran dari Bapak
Drs. Toni P Situmorang Msi, selaku Dosen Pembimbing utama penulis dalam
menyelesaikan Skripsi ini dan Ibu Evi Novida Ginting MSP, selaku Dosen
Pembaca penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Penghargaan istimewa penulis
sampaikan kepada kedua orangtua serta saudara-saudari yang penulis sayangi atas
iii
kasih kepada semua pihak dan rekan yang tidak dapat disebutkan satu demi satu.
iv ABSTRAKSI
Nama : DERMAWAN ZEBUA
Nim : 040906045
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Politik
Judul : PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU
TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009 (Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias)
(Rincian isi Skripsi : Skripsi ini terdiri dari 97 halaman, 17 tabel, 16 buku, 5 situs internet, serta 2 wawancara)
Perubahan pada sistem pemilu 2009 terutama tatalaksana pelaksanaan pemilu 2009 sangat berdampak; baik terhadap calon legislatif, partai politik dan masyarakat pemilih. Perubahan sistem tatalaksana pemilu 2009 ini didasarkan pada materi UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga penetapan caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh tidak mencapai angka BPP akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Dari UU No. 10 inilah yang menjadi dasar hukum dan tata aturan pelaksanaan pemilu 2009. Beranjak dari UU tersebut yang disahkan oleh MK, calon legislatif dan partai politik harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan rakyat pada pemilu tersebut. Dengan sistem pemilu yang lebih demokratis diharapkan kinerja dan akuntabilitas anggota legislatif terpilih akan lebih baik dari sebelumnya. Penilaian ini tentunya kembali kepada para konstituen yang secara langsung dan bebas memilih siapa yang akan mewakilinya dalam lembaga legislatif. Berdasarkan hal tersebut maka perubahan dalam sistem pemilu 2009 yang berbeda dari sebelumnya tentunya akan mempengaruhi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang dianggap benar-benar mampu menyampaikan aspirasi masyarakat. Penilaian tersebut terutama akan memperhatikan aspek akuntabilitas anggota legislatif. Indikasi ini dapat dilihat dalam akuntabilitas administratif, akuntabilitas politik, serta kinerjanya Anggota DPRD. Penelitian ini menggunakan 100 responden sebagai sumber utama. Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah dapem IV Kabupaten Nias pada pemilu 2009 yang lalu.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa perubahan dalam sistem pemilu 2009 mempengaruhi penilaian masyarakat di dapem IV Kabupaten Nias terhadap tingkat akuntabilitas anggota legislatif terpilih dimana sebagian besar responden menyambut positif perubahan dalam sistem pemilu 2009, karena dianggap lebih demokratis, sehingga dapat menghasilkan anggota legislatif yang lebih bertanggungjawab terhadap masyarakat.
v DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……….. i
Abstraksi………. ii
Daftar Isi ……… v
Daftar Tabel………vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………..……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……….……… 11
1.3. Tujuan Penelitian ……….………… 11
1.4. Manfaat Penelitian ………..…………. 12
1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Pemilu ……….. 12
1.5.2. Sistem Pemilu ……….. 14
1.5.2.1. Sistem Distrik (Single Member Constituency) ………….. 14
1.5.2.2. Sistem Proporsional (Multi Member Constituency) …….. 15
1.5.3. Partai Politik ………... 16
1.5.4. Sistem Kepartaian ……….. 18
1.5.5. Lembaga Perwakilan ……….. 19
1.5.6. Demokrasi ……….. 22
1.5.7. Akuntabilitas ……….. 23
1.6. Hipotesa ………. 25
vi
1.7.1 Jenis Penelitian ……….. 25
1.7.2. Lokasi Penelitian ……… 26
1.7.3. Populasi dan Sampel ………..……….. 26
a. Populasi……….. 26
b. Sampel………27
1.7.4. Teknik Pengumpulan data ………..………... 29
1.7.5 Teknik Analisa Data ………..……… 29
1.8. Sistematika Penulisan ………..……… 30
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Keadaan Topografi ………. 32
2.1.2. Keadaan Iklim ……… 33
2.2. Keadaan Penduduk ……… 34
2.3. Gambaran Umum Perkembangan Ekonomi ……….. 34
2.4. Perhubungan dan Telekomunikasi 2.4.1. Perhubungan ………... 35
2.4.2. Telekomunikasi ……….. 36
2.5. Nias Pasca Gempa ………. 36
2.6. Dinamika Politik Lokal ……… 37
vii
2.7.1.2. Tugas dan Wewenang DPRD... 43
2.7.2. Hak-hak dan Kewajiban DPRD Kabupaten Nias ... 44
2.7.3. Fungsi DPRD Kabupaten Nias ... 46
2.7.4. Alat-alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Nias ... 46
2.8. Wilayah Dapem IV pada Pemilu 2009 di Kabupaten Nias ……….. 47
2.9. Pemilu 2004……….. 47
2.10. Pemilu 2009……….. 49
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 3.1. Karakteristik Responden ……… 51
3.2. Identifikasi Pilihan Masyarakat ………. 55
3.3. Akuntabilitas Anggota Legislatif ……….. 62
3.4. Pengaruh Perubahan Sistem Pemilu Terhadap Tingkat Akuntabilitas Anggota Legislatif Pada Pemilu 2009 ……….. 70
3.5. Bentuk Partisipasi Politik Kabupaten Nias ……….. 80
3.6. Penguatan Peran Partai Politik di Kabupaten Nias dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat ………. 82
BAB IV PENUTUP 4.2. Kesimpulan ……….. 94
4.3. Saran ……….. 96
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rincian Perolehan Suara Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2009
Kabupaten Nias ... 39
Tabel 2 Partai Pemenang Pemilu Legislatif 2004 ……….. 48
Tabel 3 Anggota legislatif terpilih dari Dapem IV pada pemilu 2004 ……….. 48
Tabel 4 Partai Pemenang Pemilu Legislatif 2009 ……….. 49
Tabel 5 Anggota legislatif terpilih dari Dapem IV pada pemilu 2009 ……... 50
Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ……… 51
Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 52
Tabel 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama ………. 53
Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir…………. 54
Tabel 10 Partisipasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pemilu 2009 ……… 55
Tabel 11 Pemahaman Responden Terhadap Adanya Perubahan Dalam Sistem Pemilu 2009 ………56.
Tabel 12 Penilaian Responden Terhadap Sistem Pemilu 2009 ……… 57
Tabel 13 Penilaian Responden terhadap Nilai Demokrasi dalam Sistem Pemilu 2009………58
Tabel 14 Preferensi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Anggota Legislatif 2009. ……….. 60
Tabel 15 Penilaian Responden Terhadap Kunjungan Rutin Anggota Legislatif Periode 2004-2009 dan Anggota Legislatif Periode 2009-2014 ……...62
Tabel 16 Penilaian Responden Terhadap Representatif Masyarakat Melalui Anggota Legislatif ……… 64
iv ABSTRAKSI
Nama : DERMAWAN ZEBUA
Nim : 040906045
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Politik
Judul : PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU
TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009 (Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias)
(Rincian isi Skripsi : Skripsi ini terdiri dari 97 halaman, 17 tabel, 16 buku, 5 situs internet, serta 2 wawancara)
Perubahan pada sistem pemilu 2009 terutama tatalaksana pelaksanaan pemilu 2009 sangat berdampak; baik terhadap calon legislatif, partai politik dan masyarakat pemilih. Perubahan sistem tatalaksana pemilu 2009 ini didasarkan pada materi UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga penetapan caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh tidak mencapai angka BPP akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Dari UU No. 10 inilah yang menjadi dasar hukum dan tata aturan pelaksanaan pemilu 2009. Beranjak dari UU tersebut yang disahkan oleh MK, calon legislatif dan partai politik harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan rakyat pada pemilu tersebut. Dengan sistem pemilu yang lebih demokratis diharapkan kinerja dan akuntabilitas anggota legislatif terpilih akan lebih baik dari sebelumnya. Penilaian ini tentunya kembali kepada para konstituen yang secara langsung dan bebas memilih siapa yang akan mewakilinya dalam lembaga legislatif. Berdasarkan hal tersebut maka perubahan dalam sistem pemilu 2009 yang berbeda dari sebelumnya tentunya akan mempengaruhi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang dianggap benar-benar mampu menyampaikan aspirasi masyarakat. Penilaian tersebut terutama akan memperhatikan aspek akuntabilitas anggota legislatif. Indikasi ini dapat dilihat dalam akuntabilitas administratif, akuntabilitas politik, serta kinerjanya Anggota DPRD. Penelitian ini menggunakan 100 responden sebagai sumber utama. Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah dapem IV Kabupaten Nias pada pemilu 2009 yang lalu.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa perubahan dalam sistem pemilu 2009 mempengaruhi penilaian masyarakat di dapem IV Kabupaten Nias terhadap tingkat akuntabilitas anggota legislatif terpilih dimana sebagian besar responden menyambut positif perubahan dalam sistem pemilu 2009, karena dianggap lebih demokratis, sehingga dapat menghasilkan anggota legislatif yang lebih bertanggungjawab terhadap masyarakat.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.7. Latar Belakang Masalah
Tujuan Negara Republik Indonesia adalah membentuk suatu masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.1
Demokrasi mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat yang
menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan
jalannya organisasi negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara
memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan
dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan Dan untuk mencapai tujuan tersebut,
Indonesia yang menganut prinsip demokrasi memberikan hak sepenuhnya kepada
rakyat untuk menentukan sendiri siapa pemimpinnya yang dipercaya mampu
mengemban tugas dan tanggung jawab dalam mencapai Indonesia yang adil dan
makmur.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang menganut
sistem pemerintahan presidensil, dengan prinsip demokrasi yang memberikan
kebebasan kepada warga Negara untuk memilih Kepala Negara serta wakil-wakil
rakyat yang duduk dalam parlemen melalui proses Pemilihan Umum yang
diadakan setiap 5 tahunan. Melalui proses Pemilu diharapkan masyarakat dapat
berperan aktif dalam politik untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia.
1
2
rakyat. Demokrasi sebagai sistem dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula
kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya.
Ciri utama dari demokrasi adalah ide bahwa para warga negara seharusnya
terlibat dalam bidang tertentu dibanding pembuatan keputusan-keputusan politik
baik langsung maupun melalui para wakil pilihan mereka. Keterlibatan warga
negara mencakup partisipasi aktif mereka dalam suatu partai, kelompok penekan,
berpartisipasi dalam pendapat publik maupun rapat-rapat politik. Namun ciri
utama demokrasi adalah adanya keterlibatan atau pertisipasi warga negara baik
secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui pemilihan umum (pemilu)
di dalam proses-proses pemerintahan.2
Partai politik merupakan salah satu institusi inti pelaksana demokrasi
modern. Yang mana demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem
keterwakilan, baik itu keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti
Parlemen/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun keterwakilan aspirasi
masyarakat dalam institusi kepartaian. 3
2
Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer, Jakarta : PT Bina Aksara, 1986, hal.44. 3
Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi : Menakar Kinerja Partai Politik Era
Transisi di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hal. 1.
Perwakilan (Representation) adalah
konsep bahwa seseorang atau sesuatu kelompok mempunyai kemampuan atau
kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama rakyat atau suatu kelompok
yang lebih besar sehingga anggota DPR pada umumnya mewakili rakyat melalui
3
Dalam sejarahnya, Indonesia tercatat mengalami perubahan sistem
kepartaian sebanyak tiga kali, dimulai pada era Pemerintahan Soekarno yang
menggunakan sistem multi partai, kemudian Orde Baru di bawah pemerintahan
Soeharto menerapkan Sistem dua partai di tambah dengan satu partai Dominan
(Partai Golkar), dan pada era reformasi hingga sekarang ini Indonesia kembali
menerapkan sistem Multi partai.
Pemilu merupakan salah satu jalan penting dalam proses demokrasi.
Pemilu seharusnya dipahami bukan sebagai ajang untuk mengukuhkan kekuasaan
yang sudah ada, melainkan proses untuk membentuk pemerintahan baru. Di masa
Orde Lama, pemilu telah dipasung dan diposisikan sebagai alat legitimasi
kekuasaan. Proses panjang ini telah membuat masyarakat apatis terhadap proses
pemilu. Kalaupun mereka hadir dalam pemilu, maka hal tersebut tidak lebih
daripada formalitas belaka. Masyarakat bukan tidak tahu, melainkan sangat
memahami dan oleh karena itu, masyarakat mendangkalkan pemilu, dengan hanya
menjadikannya sebagai ritual 5 tahunan.
Era transisi politik dari rezim otoriter menuju pemerintahan demokrasi
antara lain ditandai dengan berlangsungnya demokrasi pemilihan umum (pemilu)
yang relatif bebas, adil, jujur, dan demokratis. Melalui pemilu yang demokratis
diharapkan dapat dihasilkan lembaga-lembaga demokrasi baru yang berisi para
wakil rakyat yang pada akhirnya berpihak serta berjuang untuk kepentingan
rakyat pula. Seperti yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington, prosedur
4
yang mereka pimpin.4
Sebagus apapun sebuah pemerintahan itu dirancang, ia tidak bisa dianggap
demokratis kecuali bila pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara
bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya.
Pelaksanan pemilu bisa saja bervariasi, namun intisarinya tetap sama untuk semua
masyarakat demokratis: akses bagi semua warga negara yang memenuhi syarat
untuk mendapatkan hak pilih, perlindungan bagi tiap individu terhadap
pengaruh-pengaruh luas yang tidak diinginkan saat ia memberikan suara, dan penghitungan
suara yang jujur dan terbuka terhadap hasil pemungutan suara.
Meskipun demikian, pemilu yang berlangsung secara bebas
dan demokratis tidak selalu menjamin lahirnya pemerintahan yang lebih
bertanggungjawab kepada rakyat.
5
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Sejak bergulirnya era orde baru, Indonesia memasuki babak baru yang
ditandai dengan reformasi di berbagai bidang, yang tujuannya adalah
mengembalikan kedaulatan kepada rakyat seutuhnya melalui proses demokrasi.
Demikian halnya dengan sistem Pemilu yang berubah dari tahun ke tahun adalah
semata-mata untuk membangun sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa
Indonesia menuju ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam sistem pemilu di Indonesia secara jelas dapat kita lihat dalam
Undang-Undang Pemilu yang mengalami amandemen dari tahun ke tahun.
4
Syamsuddin Haris dan Moch Nurhasim. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di
Indonesia, Jakarta: LIPI Pers, 2000, hal.1
5
5
Dasar tahun 1945. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dengan sistem proporsional dengan
daftar calon terbuka sedangkan Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan
dengan sistem distrik berwakil banyak.6
Pemilu Legislatif 2004 yang lalu dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut menentukan 2 cara penetapan calon
legislatif terpilih, yaitu : Berdasarkan angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP)
dimana calon yang memperoleh suara melebihi atau sama dengan BPP terlebih
dahulu ditetapkan sebagai calon terpilih, dan berdasarkan nomor urut dari daftar
calon yang diajukan Parpol peserta Pemilu di daerah pemilihan masing-masing. Selain sebagai sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat, pemilu juga akan menghasilkan kabinet dipemerintahan dan
juga wakil masyarakat yang akan duduk di parlemen. Oleh karena itu, sistem
pemilu akan mempengaruhi kualitas kabinet dan juga kualitas para wakil rakyat
yang duduk di parlemen, yang akan menjalankan roda pemerintahan bangsa
Indonesia untuk masa 5 tahun.
7
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mekanisme penetapan calon
terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana
tertulis dalam Pasal 107 ayat 2b menyatakan bahwa Penetapan nama calon yang
tidak mencapai angka BPP, penetapan calon terpilih ditetapkan berdasarkan
nomor urut pada daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan. Hal ini
6
Pemilu 2004, dibuat berdasarkan Website DPR RI ( www.dpr.go.id ) 7
6
berarti bahwa calon dengan nomor urut kecil lebih memiliki peluang untuk duduk
dalam lembaga legislatif dibanding calon dengan nomor urut besar, meskipun
calon dengan nomor urut kecil mendapatkan suara yang lebih sedikit dari pada
calon dengan nomor urut besar.
Secara umum Sistem pemilu yang digunakan pada pemilu 2004 adalah
adalah sistem proporsional terbuka setengah. Sistem proporsional terbuka
setengah dapat diartikan sebagai sistem pemilu proporsional dengan daftar calon
terbuka dan secara bebas dipilih oleh rakyat, akan tetapi dalam hal penetapan
caleg terpilih didasarkan pada nomor urut terkecil (bagi yang tidak mencapai
angka BPP). Dengan kata lain meskipun nomor urut besar memiliki suara yang
lebih banyak dari nomor urut kecil akan tetapi suaranya akan tetap di berikan
kepada nomor urut yang lebih kecil. Dikatakan setengah karena dalam hal ini
partai masih memegang peranan penting dalam menentukan nomor urut. Partai
sebagai kendaraan politik memiliki standart tertentu dalam proses rekrutmen para
calon legislatif. Namun idealnya dalam proses rekrutmen caleg, sebuah partai
seharusnya wajib mempertimbangkan kualitas, sumber daya serta akuntabilitas
seseorang yang ingin mencalonkan diri. Akan tetapi dengan sistem pemilu
proporsional terbuka setengah, pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa jadi
terabaikan. Kendala utama dalam hal ini adalah karena mekanisme penentuan
caleg terpilih didasarkan atas nomor urut terkecil (bagi yang tidak mencapai angka
BPP).
Hal ini menjadi sorotan publik tentang kualitas anggot a legislatif . Kinerja
para anggota legislatif yang notabene adalah mandataris dari rakyat diragukan
7
urut sebagaimana yang dilaksanakan pada pemilu 2004 yang lalu, menuai
kontroversi karena dianggap kurang demokratis. Hal ini memicu sekelompok
orang untuk melakukan uji materi terhadap UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu
kepada Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Selasa, 23 Desember 2008,
mengabulkan sebagian permohonan pemohon terkait uji materi UU No 10 Tahun
2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga penetapan
caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh tidak
mencapai angka BPP akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak.8
Dengan keputusan tersebut, maka sistem pemilu yang digunakan pada
pemilu 2009 adalah sistem proporsional terbuka terbatas. Dikatakan terbatas
karena yang berhak mendapatkan kursi adalah partai-partai yang mendapatkan
suara mencapai angka BPP atau mendekati angka BPP melalui akumulasi suara
yang didapatkan oleh para caleg dari partai tersebut di suatu daerah pemilihan, MK menilai kedaulatan rakyat dan keadilan akan terganggu. Jika ada dua
caleg yang mendapatkan suara yang jauh berbeda ekstrem, terpaksa caleg yang
mendapatkan suara terbanyak dikalahkan caleg yang mendapatkan suara kecil,
tetapi nomor urut lebih kecil. MK juga menyatakan, memberi hak kepada caleg
terpilih sesuai nomor urut sama artinya dengan memasung suara rakyat untuk
memilih caleg sesuai pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi caleg terpilih
berdasarkan suara terbanyak.
8
8
kemudian wakil rakyat akan ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak
pada daftar caleg partai yang mendapatkan kursi tersebut. Sistem pemilu ini
sedikit lebih demokratis dibandingkan dengan sistem pemilu pada tahun 2004.
Selain itu, aturan ini juga mengurangi konflik internal partai. Para caleg tidak
perlu berebut nomor urut melainkan terdorong meraih dukungan semaksimal
mungkin. Dengan cara ini kompetisi antar caleg menjadi lebih sehat. Bagi
pemilih, selain memilih partai mereka bebas memilih caleg yang lebih disukainya.
Suara pemilih jadi lebih berarti karena caleg terpilih ditentukan berdasarkan
perolehan suara terbanyak.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut bagi kebanyakan pihak
dianggap sebagai keputusan yang tepat dan lebih demokratis dibandingkan dengan
sistem penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. Hal ini memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap calon legislatif untuk dapat menduduki kursi
parlemen, dan terlebih keputusan ini telah memberikan kebebasan kepada
masyarakat dalam menentukan pilihannya, karena selama ini meskipun bebas
memilih, akan tetapi pilihan masyarakat masih terbentur dengan sistem penentuan
caleg berdasarkan nomor urut.
Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi ini juga mengurangi
kemungkinan terjadinya money politik, karena selama ini para caleg berlomba
untuk mendapatkan nomor urut kecil (nomor urut satu) yang dianggap sebagai
nomor jadi, bahkan para caleg tidak segan-segan mengeluarkan sejumlah uang
hanya untuk mendapatkan nomor urut tersebut untuk dapat duduk di kursi
legislatif, sedangkan selama ini kinerja dan akuntabilitas para anggota legislatif
9
dilihat dari kurangnya atau minimnya menghasilkan produk hukum berupa
peraturan daerah yang pro rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Para anggota
legislatif seolah-olah dalam intervensi eksekutif.9
Dari uraian di atas, penulis merasa bahwa perlu diadakan penelitian
mengenai perubahan sistem pemilu, mengingat sistem pemilu di Indonesia masih Perubahan sistem pemilu pada hasil pemilihan umum tahun 2009
melahirkan harapan dan optimisme dikalangan masyarakat mengingat akumulasi
kekecewaan publik terhadap akuntabilitas dan penampilan partai-partai politik di
lembaga-lembaga legislatif produk pemilu sebelumnya.
Pemilu 2009 dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 2008
tentang Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang
tersebut mengalami beberapa perubahan dari Undang-Undang sebelumnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem pemilu di Indonesia
khususnya pada sistem pemilu 2009 tentunya membawa dampak terhadap tingkat
akuntabilitas anggota legislatif terpilih pada pemilu 2009, karena anggota
legislatif terpilih tersebut dianggap pilihan terbaik dari masyarakat yang telah
memilih secara demokratis, dimana pertanggung jawaban atau akuntabilitas
merupakan salah satu konsep yang lekat dalam teori dan praktek demokrasi.
Karena dalam konteks demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat maka perlu pertanggung jawaban dari instrument demokrasi seperti
legislatif kepada rakyat.
9
10
belum menemukan format yang ideal dalam pelaksanaanya. Dalam sejarahnya,
sistem pemilu di Indonesia selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun. Apa lagi
setelah masa reformasi, tuntutan demokrasi oleh masyarakat yang ingin
sepenuhnya diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya telah
mempengaruhi para tokoh-tokoh politik nasional untuk berpikir bagaimana
menerapkan sistem demokrasi yang seutuhnya bagi bangsa Indonesia saat ini. Dan
melalui sistem pemilu yang lebih baik dan lebih demokratis, diharapkan dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat selama ini.
Secara khusus penulis memilih judul ini karena selama ini penulis melihat
tidak adanya konsistensi Undang-undang Pemilu yang ditandai dengan revisi dan
perbaikan-perbaikan dari tahun ke tahun. Selain itu penulis juga tertarik dengan
penerapan sistem suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih (bagi yang tidak
mencapai angka BPP), karena selain merupakan hal yang baru, hal ini juga pada
prinsipnya mempengaruhi calon legislatif untuk duduk dalam parlemen. Berbeda
dengan pemilu sebelumnya, pada pemilu kali ini, suara rakyat akan sangat berarti
dalam menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga parlemen.
Perubahan sistem pemilu itu juga pada dasarnya akan merubah pola pikir para
pemilih untuk lebih selektif dalam menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang
dianggap benar-benar mampu menyampaikan aspirasinya. Harapan segenap
rakyat Indonesia kepada anggota legislatif terpilih tahun 2009 adalah untuk
menunjukan hasil yang optimal dalam hal memperjuangkan kepentingan rakyat.
Dalam kaitan ini, maka partisipasi masyarakat harus juga dipandang sebagai
faktor penting yang dapat mempengaruhi akuntabilitas legislatif. Pengawasan dari
11
anggota legislatif untuk bertanggung jawab dalam mengemban tugas dan amanat
rakyat. Sejauh mana kepentingan masyarakat diperjuangkan oleh anggota
legislatif juga merupakan salah satu indikasi yang digunakan untuk menilai aspek
akuntabilitasnya.
1.8. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh perubahan Sistem Pemilu terhadap Tingkat
Akuntabilitas Anggota legislatif Terpilih pada pemilu legislatif 2009?
2. Apakah perubahan sistem pemilu pada pemilihan umum legislatif tahun
2009 telah sepenuhnya mencerminkan kedaulatan rakyat secara utuh dan
demokratis?
1.9. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Pengaruh perubahan sistem Pemilu terhadap tingkat
Akuntabilitas Anggota Legislatif Terpilih pada pemilu 2009.
2. Untuk mengetahui sejauhmana prinsip-prinsip demokrasi diterapkan
12 1.10. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa
Departemen Ilmu Politik.
2. Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman tentang perubahan
sistem pemilu pada pemilihan calon legislatif 2009.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan
pengetahuan baru mengenai pengaruh perubahan sistem pemilu terhadap
akuntabilitas anggota legislatif terpilih pemilu 2009.
1.11. Kerangka Teori
Beberapa faktor yang terdiri dari teori-teori yang dianggap penting untuk
penelitian ini, yaitu :
1.11.1.Pemilu
Pemilihan Umum merupakan amanat konstitusi UUD 1945 yang
merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat untuk dapat
menghasilkan parlemen dan pemerintahan yang representatif serta mendapat
legitimasi dari rakyat.10
10
Dekopindki, Sistem Pemilu dan Pembagian Daerah Pemilihan (Dapil) untuk proses
Demokratisasi Bangsa, [artikel On line], www.scribd.com, hal. 2
Pemilu merupakan proses politik yang secara
konstitusional bersifat niscaya bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi
13
tatanan sosial, politik, ekonomi yang populis, adil dan beradab, kendati bukan
tanpa kelemahan.11
Pemilu menurut Ali Murtopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat
untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Kemudian
menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam
berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberi legitimasi atas
kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang
dicari.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bagian dari patisipasi politik dari
warga negara biasa (citizen) untuk mempengaruhi kebijakan politik yang diambil
pemerintah. Pemilu adalah cara yang dilakukan oleh parpol dengan berbagai cara
dan media untuk menawarkan isu-isu politik dengan harapan agar warga
masyarakat menjatuhkan pilihannya pada partai politik yang bersangkutan pada
saat pemilihan.
12
1. Tidak memerlukan kualifikasi ilmu tertentu
Pemilu berada pada tingkat yang paling rendah dalam partisipasi politik,
yaitu setelah Lobbying, Organization Activites dan Individual Contacs. Hal ini
dikarenakan karena 2 hal yaitu :
2. Tidak memerlukan alokasi waktu yang cukup besar.
Ada 2 persoalan penting dalam pemilu yaitu : Electoral Laws, yakni
aturan-aturan hukum yang menjadi dasar dari sebuah pelaksanaan pemilu, dan
11
Joko J. Prihatmoko Moesafa, Op.Cit., hal. 43. 12
Ali Murtopo, Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R. Saragih,
Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987, hal.
14
Electoral Procces yakni tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan
pemilu.
1.11.2.Sistem Pemilu
Dalam Ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ;
biasanya disebut sistem Distrik)
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan proportional represenstation atau sistem perwakilan
berimbang).13
1.11.2.1.Sistem Distrik (Single Member Constituency)
Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana suatu daerah pemilihan
memiliki satu wakil. Disini wilayah Negara dibagi dalam sejumlah besar distrik
dan jumlah wakil rakyat dalam DPR ditentukan dalam jumlah distrik. Calon yang
dianggap menang adalah calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang
terbanyak, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam
distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecil
selisih kekalahannya. Jadi tidak ada sistem menghitung suara lebih dalam sistem
pemilu distrik.
13
15
1.11.2.2.Sistem Proporsional (Multi Member Constituency)
Sistem pemilu proporsional sering juga disebut sebagai sistem pemilu
multi member constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem pemilihan
proporsional adalah sistem pemilu di mana kursi yang terisi di Lembaga Legislatif
Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilu, dibagikan pada partai-partai politik
yang turut dalam pemilu tersebut sesuai dengan imbangan suara yang
diperolehnya dalam pemilih.
Secara konseptual, perwakilan politik berawal dari pemilihan umum.
Artinya, pemilihan umum yang diadakan merupakan proses seleksi pimpinan akan
menumbuhkan rasa keterwakilan politik di kalangan masyarakat luas. Dan akan
menyalurkan aspirasi dan kepentingan warga negara oleh sebab itu dibentuklah
badan perwakilan rakyat yang membuat Undang-Undang, menyusun Anggaran
Penerimaan Belanja Negara, mengawasi pelaksanaan Undang-Undang dan
penerimaan serta penggunaan anggaran negara.
Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana jumlah kursi yang diperoleh
oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang
diperolehnya. Negara dianggap sebagai suatu daerah pemilihan yang besar, akan
tetapi untuk keperluan teknis-administratif dibagi ke dalam beberapa daerah
pemilihan yang besar, dimana setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil
penduduk dalam daerah pemilihan itu.
Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti suara lebih yang
diperoleh partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan
16
pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna
memperoleh kursi tambahan.
1.11.3.Partai Politik
Menurut Raymond Garfield Gettell dalam Political science memberikan
batasan bahwa Partai politik terdiri dari sekelompok warga Negara yang sedikit
banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang
dengan memakai kekuasaan memilih bertujuan mengawasi pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Menurut George B.de Huszar dan
Thomas H.Stevenson Partai politik adalah sekelompok orang-orang yang
terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu poemerintahan, agar dapat
melaksanakan programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan.
Menurut Carl J. Friedrich, Partai politik adalah sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
pengawasan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan dengan
berdasarkan pengawasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
yang bersifat ideal maupun material.
Menurut RH.Soltau dalam An Introduction to Politics ternyata sama
dengan batasan yang diberikan oleh Raymond Garfield Gettell dalam political
science. Jadi secara umum, dapat dikatakan bahwa paertai politik adalah
organisasi dengan mana orang ataupun golongan berusaha untuk memperoleh
serta menggunakan kekuasaan.14
14
17
Menurut Miriam Budiarjo dalam buku Pengantar Ilmu Politik, adapun
fungsi dari partai politik adalah sebagai berikut :
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat
dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat
modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu
kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila
tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang
senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest
aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan
dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan “perumusan
kepentingan” (interest articulation).
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik
(instrument of political socialization). Di dalam ilmu poitik sosialisasi politik
diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan
orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam
masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara
berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana
masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke
18
Dalam hubungan ini, partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana
sosialisasi politik. Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui
kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan
seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia
memperjuangkan kepentingan umum.
3. Partai politik sebagai sarana recruitment politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang
berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai
(political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi
politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga
diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang
di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management).
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam
masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai
politik berusaha untuk mengatasinya. 15
1.11.4.Sistem Kepartaian
Menurut Maurice Duverger dalam buku Political Parties demikian juga
G.A. Jacobsen dan M. H. Lipman dalam buku Political Science tentang sistem
partai, penggolongan partai ada 3 (tiga) macam:
1. Sistem garis datar tunggal
15
19
Meliputi baik Negara yang memang benar-benar hanya mempunyai satu
partai, disamping itu juga Negara dimana ada satu partai yang dominan.
Alasan yang dipakai untuk memakai dasar sistem partai tunggal ialah karena
di Negara-negara baru lalu timbul problema-problema mengintergrasikan
golongan-golongan daerah atau suku bangsa yang berbeda baik corak sosial
maupun pandangan dan filsafat hidupnya.
2. Sistem Dua Partai
Suatu Negara dengan sistem dua partai berarti bahwa dalam Negara terseburt
ada dua partai atau memiliki lebih dari dua partai, akan tetapi yang
memegang peranan dominant yaitu dua partai.
3. Sistem Multi Partai
Dalam Negara dengan sistem multi partai biasanya ada beberapa partai yang
hampir sama kekuatannya. Suatu Negara dengan sistem multi partai
masing-masing pemilih mendukung partai yang hampir sesuai dan mewakili
pandangannya sendiri. 16
1.11.5.Lembaga Perwakilan
Lahirnya lembaga perwakilan dimulai pada zaman yunani kuno, dimana
Rosseau menginginkan tetap berlangsungnya demokrasi, tetapi karena luasnya
wilayah suatu Negara, bertambahnya jumlah penduduk, dan bertambah rumitnya
masalah-masalah kenegaraan maka muncullah demokrasi tidak langsung melalui
“lembaga-lembaga perwakilan”, yang sebutannya dan juga jenisnya tidak sama di
semua Negara, dan sering disebut “Parlemen”, atau kadang-kadang disebut
16
20
“Dewan Perwakilan Rakyat”. Tetapi parlemen ini lahir bukan karena ide
demokrasi itu sendiri tetapi sebagai kelicikan dari sistem feodal. Hal tersebut
dikemukakan oleh A.F Pollard dalam bukunya yang berjudul The Evolution of
Parliament. Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain untuk
menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan.
Parlemen juga berfungsi untuk memenuhi tuntutan masyarakat luas akan sebuah
lembaga dengan fungsi strategis pokok, menyampaikan aspirasi masyarakat
kepada pemimpin Negara.
Apabila seseorang duduk dalam Lembaga Perwakilan melalui pemilihan
umum maka sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political
representation). Sering para ahli menyebutkan bahwa kadar demokrasi ditentukan
oleh pembentukan Parlemennya apakah melalui pemilihan umum dan
pengangkatan, makin dominan perwakilan berdasarkan hasil pemilu makin tinggi
kadar demokrasinya dan sebaliknya makin dominan pengangkatan makin rendah
kadar demokrasi yang dianut oleh Negara tersebut.
Badan legislatif memiliki beberapa fungsi. Di antara fungsi badan
legislatif yang paling penting ialah :
3. Menentukan Policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu
dewan perwakilan rakya diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan
amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh
pemerintah, dan hak budget.
4. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan
21
ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat
diberi hak-hak kontrol khusus.17
Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan baik itu karena
pengangkatan/penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan
timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas
hubungan tersebut dengan teori yaitu: Si wakil dianggap duduk di Lembaga
Perwakilan karena mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Teori mandat
disebut sebagai :
1. Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga
perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si
wakil tidak bisa bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal
yang baru yang tidak terdapat dalam instriksi tersebut maka si wakil harus
mendapat instruksi dari yang diwakilinya baru dapat dilaksanakannya.
2. Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang
terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang
diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang
diwakilinya atau atas nama rakyat.
3. Mandat Reprensetatif : si wakil dianggap bergabung dalam satu lembaga
perwakilan (parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat pada
lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan
dengan pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan
inilah bertanggungjawab pada rakyat.
17
22 1.11.6.Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
Negara sebagai suatu upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga
Negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif, legislatif dan judikatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independen) dan
berada dalam tingkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran independensi ketiga
jenis lembaga Negara ini diperlukan agar ketiga lembaga Negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balance.
Kata demokrasi berasal dari dua kata yaitu demos yang berarti rakyat dan
keratos/cratein yang berarti poemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat
ini disebut sebagai perkembangan politik suatu Negara.
Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi
yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empiris (demokrasi
procedural). Dalam pemahaman secara normatif yaitu demokrasi merupakan
sesuatu yang secara adil yang hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah
Negara. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal ungkapan “pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. 18
18
Miriam Budiadjo, Op. Cit., hal. 50
Ungkapan normatif tersebut biasanya
23
normatif belum tentu dapat kita lihat dalam konteks kehidupan sehari-hari suatu
Negara.
Dalam sistem perwakilan politik, seorang warga Negara mewakilkan diri
sebagai yang berdaulat kepada seorang calon wakil rakyat atau Partai Politik yang
dipercayai melalui pemilihan umum. Suatu keputusan dalam demokrasi ialah
bagaimana menyelenggarakan pemilihan umum.
1.11.7.Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Akuntabilitas atau pertanggung jawaban (accountability) di dalam konteks
politik merupakan suatu konsep yang lengkap di dalam teori dan praktek
demokrasi. Meskipun tidak terlalu sering istilah ini digunakan dalam teori, namun
semangat demokrasi itu adalah menciptakan suatu pemerintahan “dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat” dimana dalam konteks untuk rakyat aspek yang
paling penting diantaranya adalah pertanggung jawaban di dalam proses politik
terselenggara dengan baik.
Akuntabilitas legislatif di tingkat local dapat dilihat dari beberapa aspek,
yaitu :
1. Akuntabilitas Administratif (penggunaan dana publik, pengumuman harta
kekayaan sebelum dan sesudah menjabat).
24
3. Akuntabilitas Moral (adanya etika atau code of conduct).
4. Akuntabilitas Profesional (menjalankan fungsi sebagai anggota legislatif).
Sikap professional berkaitan dengan adanya kepekaan para politisi dalam
lembaga legislatif dalam mengkaji berbagai kebutuhan masyarakat.
Masyarakat dituntut mempunyai daya tanggap yang tinggi dalam
memantau berbagai tindakan kepemerintahan di daerah sehingga informasi balik
yang diberikan mempunyai ketepatan yang tinggi dan efektif. Karena itu
akuntabilitas juga dapat dilihat dari komitmen para wakil terhadap persoalan
masyarakat.
Untuk mewujudkan akuntabilitas tersebut maka diperlukan transparasi,
apabila proses pembuatan keputusan begitu pula proses dan cara kera legislatif
tertutup maka akan sulit untuk mengatakan bahwa lembaga legislatif tersebut
mempunyai tingkat akuntabilitas yang tinggi, sebaliknya jika proses pembuatan
keputusan transparan dan responsive terhadap aspirasi dan keberatan-keberatan
masyarakat, tingkat akuntabilitasnya cenderung tinggi.
Menurut Turner dan Hulme, ada 6 (enam) indikator akuntabilitas, yakni:
1. Adanya legitimasi bagi para pembuat keputusan
2. Kepemimpinan yang mengedepankan moral (moral conduct)
3. Adanya kepekaan (responsiveness)
4. Keterbukaan (openness)
5. Pemanfaatan sumber daya secara optimal
6. Upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Dalam prinsip demokrasi, pertanggung jawaban juga mempengaruhi pola
25
perwakilan karena sistem perwakilan itu juga bisa diartikan sebagai hubungan
antara dua pihak yakni wakil dan yang diwakili dimana wakil memegang
kewenangan untuk melakukan tindakan yang dibuat dengan terwakili. 19
1.7 Metodologi Penelitian
Ukuran untuk menganalisis kebijakan anggota legislatif maka perlu
adanya persyaratan lain yaitu akuntabilitas yang dapat berjalan jika adanya
transparansi. Apabila proses pembuatan keputusan begitu juga proses dari cara
kerja anggota legislatif tertutup, maka sangat sulit dikatakan bahwa lembaga
legislatif tersebut memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi. Sebaliknya, bila
proses transparan dan responsif terhadap aspirasi dan keberatan-keberatan
masyarakat baik, tingkat akuntabilitasnya cenderung tinggi.
1.6. Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara dari penelitian atau disebut juga
tentative answer. Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
“Perubahan sistem pemilu mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap
tingkat akuntabilitas Anggota Legislatif terpilih pada pemilu 2009”.
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, dengan pendekatan kuantitatif yaitu suatu metode dalam meneliti
individu maupun kelompok masyarakat, sistem pemikiran maupun suatu peristiwa
pada masa tertentu. Penelitian deskriptif ini meliputi pengumpulan data melalui
19
26
daftar pertanyaan (kuisioner). Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah
penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupum prosedur
yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara ataupun
observasi. 20
1.7.2. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian adalah dapem IV kabupaten Nias. Alasan
dipilihnya lokasi ini adalah karena daerah tersebut merupakan asal dari peneliti
sendiri, sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan baik dari masyarakat maupun instansi yang terkait dengan penelitian
ini nantinya. Selain itu, dalam melakukan penelitian, peneliti akan lebih mudah
berinteraksi dengan masyarakatnya sehingga akan mempermudah dalam hal
memperoleh data dari para responden.
1.7.3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi berasal dari bahasa inggris yaitu “population” yang berarti
jumlah penduduk. Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari onjek
penelitian yang dapat berupa manusia , hewan, tumbuhan, udara, nilai. Peristiwa,
sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data
penelitian21
20
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga. 2003.hal 8
21
Burhan Bugin, Metodologi penelitian Sosial. Surabay :Airlangga University Press.2001.hal 101
27
Maka yang diambil menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga
yang menggunakan hak pilihnya pada pemilihan legilatif 2009 pada wilayah
Dapem IV Kabupaten Nias, yang terdiri dari 6 kecamatan yakni :
1. Kecamatan Alasa Talumuzoi : 3.816 orang
2. Kecamatan Alasa : 10.675 orang
3. Kecamatan Tugala Oyo : 3.768 orang
4. Kecamatan Lahewa Timur : 4.760 orang
5. Kecamatan Afulu : 6.194 orang
6. Kecamatan Lahewa : 13.384 orang
Sehingga jumlah seluruh pemilih pada wilayah Dapem IV Kabupaten Nias adalah
42.597 orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis
menggunakan rumus pengambilan sampel bertingkat (berstrata) 22. Karena
populasi Dapem IV berasal dari kecamatan yang berbeda atau tidak sejenis (
heterogen) dan berstrata. Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel
tidak boleh kurang dari 10%23
22
Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro, Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path
Analysis), Jakarta : Alfabeta, 2005, hal 61
23
Masri Singarimbun, Metode penelitian survey.Jakarta : LP3ES,1989,hal.106
disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu
42.597 orang maka adapun rumus yang digunakan untuk menetukan dan
28 Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 95%.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
Yang terdiri dari:
29 1.7.4. Teknik Pengumpulan data
Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan (library
research), yaitu mempelajari buku-buku, artikel (baik yang berasal dari
internet, maupun surat kabar), laporan penelitian, serta bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan penulisan penelitian ini.
2. Studi lapangan, dengan metode ini penulis akan terjun ke lapangan untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan yaitu dengan cara menyebarkan
kuisioner kepada responden. Data yang diperoleh langsung dari lapangan ini
nantinya merupakan data utama yang menunjang keberhasilan penelitian ini,
karena objek utama dari penelitian ini adalah responden khususnya yang
menggunakan suaranya dalam pemilihan umum legislatif 2009.
1.7.5 Teknik Analisa Data
Setelah data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini
diperoleh baik itu dari data pustaka dan data dari lapangan (hasil kuisioner dari
responden), kemudian data-data tersebut dikumpulkan dan diolah serta dianalisis
sehingga dapat disimpulkan sebagai alat hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Penelitian ini menganalisis bagaimana tingkat akuntabilitas anggota legislatif
terpilih dalam pandangan masyarakat yang memilih berdasarkan perubahan dari
sistem pemilu sebelumnya atau dengan kata lain dengan menggunakan sistem
30
anggota legislatif yang dipilih dengan sistem pemilu 2004 sebelum adanya
perubahan.
Analisis yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif dimana metode
ini hasil yang diperoleh dari lapangan disusun dan kemudian diinterpretasikan
sehingga memberikan keterangan terhadap masalah-masalah yang aktual
berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut.
1.8 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah
isi skripsi ini, maka penulis membagi ke dalam 4 (empat) bab. Untuk itu di susun
sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, Teknik Analisis Data dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini menjabarkan gambaran umum mengenai objek penelitian yaitu
seperti letak geografis nias, komposisi penduduk, sarana dan prasarana yang ada,
perekonomian masyarakat, tingkat pendididkan dan demografis wilayah.
BAB III : Analisis Data
Bab ini menjabarkan secara garis besar hasil penelitian sekaligus
menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan dalam
31 BAB IV : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi, yang berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya,
serta berisi saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus dan berguna bagi
32 BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
Kabupaten Nias merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Propinsi
Sumatera Utara dan berada disebelah barat Pulau Sumatera yang berjarak ± 92 mil
laut dari kota Sibolga atau Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten Nias
mempunyai luas wilayah 3.799,80 Km2 yang terdiri dari 14 wilayah Kecamatan,
443 desa dan 4 Kelurahan. Ibukota Pulau Nias terletak di Pulau Nias yaitu
Gunungsitoli. Kabupaten Nias berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara dengan Pualu-Pulau Banyak Propinsi Nanggroe Aceh
Darusallam.
b. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Nias Selatan.
c. Sebelah Timur dengan Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah dan
Natal Kabupaten Mandailing Natal.
d. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
4.1.1.Keadaan Topografi
Pulau Nias mempunyai kondisi alam/topografi berbukit-bukit sempit dan
terjal serta pegunungan dimana tinggi dari permukaan laut bervariasi antara 0 -
800 m, terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang mencapai 24 %,
33
berbukit sampai pegunungan 51,2 % dari keseluruhan luas daratan. Dengan
kondisi topografi yang demikian mengakibatkan sulitnya membuat jalan-jalan
lurus dan lebar. Hal ini menyebabkan kota-kota utama di Kabupaten Nias terletak
di tepi pantai.
4.1.2.Keadaan Iklim
Kabupaten Nias terletak di daerah katulistiwa yang mengakibatkan curah
hujan cukup tinggi. Menurut data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
Kabupaten Nias, rata-rata curah hujan pertahun 3145,1 mm dan banyaknya hari
hujan dalam setahun 273 hari atau rata-rata 22 hari per bulan pada tahun 2002.
Akibat banyaknya curah hujan, maka kondisi alamnya sangat lembab dan basah.
Musim kemarau dan hujan datang silih berganti dalam setahun. Disamping
struktur batuan dan susunan tanah yang labil mengakibatkan seringnya banjir
bandang dan terdapat patahan jalan-jalan aspal dan longsor disana sini, bahkan
sering terjadi daerah aliran sungai yang berpindah-pindah.
Keadaan iklim diperangaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udara berkisar
antara 14,30-30,40 dengan kelembaban sekitar 80-90 % dan kecepatan angin
antara 5-6 knot/jam. Curah hujan tinggi dan relatif turun hujan sepanjang tahun
dan seringkali disertai dengan badai besar. Musim badai laut biasanya berkisar
antara bulan September sampai Nopember, namun kadang badai terjadi juga pada
34 4.2. Keadaan Penduduk
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2007 yang dilaksanakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), diperoleh data jumlah penduduk Kabupaten Nias
442.548 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 127 jiwa/km2, kepadatan
penduduk ini tidak sama untuk setiap kecamatan. Kecamatan yang terpadat
penduduknya adalah Kecamatan Gunungsitoli sebesar 59.588 jiwa, ini disebabkan
oleh wilayah yang tidak cukup luas, sedangkan Kecamatan yang terjarang
penduduknya adalah Kecamatan Ulu Moro’o sebesar 5302 jiwa.
Penduduk Kabupaten Nias berdasarkan hasil Sensus Penduduk
2007mayoritas bersuku Nias (96,59 %) diikuti oleh suku lainnya (2,70 %) antara
lain suku Minang (0,37 %), suku Batak (Karo, Simalungun, Toba, Madina, dan
Pakpak; 0,34 %) dan suku-suku lainnya. Mayoritas penduduk Nias menganut
agama Kristen Protestan, disusul Katholik, Islam, Budha dan Hindu.
4.3. Gambaran Umum Perkembangan Ekonomi
Tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan disuatu daerah
dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Laju pertumbuhan
ekonomi tertentu dari berbagai sektor ekonomi yang secara tidak langsung akan
menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah.
Berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) tahun 2003
menunjukan bahwa Kabupaten Nias memiliki dua lapangan usaha utama yaitu
35
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Nias tahun 2004, laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Nias atas dasar harga konstan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Pada tahun 2001 tercatat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias
sebesar 0,23 % atau masih berada dibawah angka pertumbuhan ekonomi Sumut
(3,72 %) dan Nasional (3,45 %). Hingga tahun 2004 pertumbuhan ekonomi naik
sebesar 5,13 % yang berarti berada diatas angka pertumbuhan ekonomi Sumut
(4,42 %) dan Nasional (4,10 %). Namun pada tahun 2005 laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Nias mengalami penurunan sebesar minus 3,61 % karena
bencana gempa yang melanda Pulau Nias. Secara umum sektor primer (Pertanian)
sangat mendominasi dalam pembentukan total PDRB Kabupaten Nias. Sementara
sektor perdagangan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Tanpa bermaksud
mengabaikan peranan sektor-sektor yang lain, hal ini sudah menjadi modal bagi
pemerintah daerah Kabupaten Nias untuk lebih memprioritaskan kedua sektor
tersebut diatas.
4.4.Perhubungan dan Telekomunikasi
4.4.1.Perhubungan
Hubungan darat antar Kecamatan terdiri atas dua jenis status jalan, yaitu
Jalan Propinsi, dan Jalan Kabupaten. Secara umum kondisi jalan di Kabupaten
Nias rusak berat, dan inilah salah satu penyebab utama mengapa pembangunan
masyarakat di Nias berjalan lambat. Di Kabupaten Nias sendiri terdapat tiga
pelabuhan laut yaitu, Pelabuhan Laut Gunungsitoli, Pelabuhan Laut Lahewa, dan
Pelabuhan Laut Sirombu. Pelabuhan laut Gunungsitoli adalah pelabuhan yang
36
barang. Pelabuhan laut merupakan sarana perhubungan yang paling penting
mengingat letak Kabupaten Nias yang terpisah dari daratan Sumatera.
Kabupaten Nias saat ini memiliki satu lapangan udara yaitu Bandar Udara
BINAKA, yang terletak di Kecamatan Gido. Pesawat yang tersedia untuk
melayani rute penerbangan diusahakan oleh perusahaan swasta nasional, PT
MERPATI NUSANTARA dengan kapasitas 50 penumpang, dan PT SMAC
dengan kapasitas 50 orang.
4.4.2.Telekomunikasi
Saat ini sarana telekomunikasi yang tersedia di Kabupaten Nias adalah
telepon yang diusahakan oleh Perumtel, dan untuk hubungan antar telepon seluler,
sejak bulan Oktober 2003 telah dilayani oleh pihak Telkomsel dan Satelindo.
Sejak tahun 2004 pihak Perumtel juga telah meningkatkan layanan mereka dengan
membuka jalur internet di Kabupaten Nias melalui program TelkomNet Instan.
Selain sarana telekomunikasi elektronik diatas di Nias saat ini hampir semua
kecamatan dilayani oleh PT. POS Indonesia Tbk, hanya saja kecepatan
pengiriman menjadi kendala oleh karena sarana transportasi yang tidak begitu
mendukung.
4.5. Nias Pasca Gempa
Nias adalah daerah terisolir dan telah lama tertinggal secara sosial,
ekonomi dan pendidikan. Bahkan sebelum dua bencana berurutan, tsunami pada
37
umumnya tidak memiliki infrastruktur fisik yang memadai. Sebagian besar
kecamatan tidak dihubungkan jaringan jalan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor. Demikian juga dengan kapasitas pelabuhan dan bandar udara untuk
menopang mobilisasi barang dan jasa dengan kuantitas besar seperti dalam
kegiatan rekonstruksi yang kini tengah berlangsung.
Kerusakan akibat bencana tsunami dan gempa di Kepulauan Nias
diperkirakan sebesar Rp. 4 trilyun. Tetapi untuk membangun kembali Nias yang
lebih baik dibutuhkan dana sebesar Rp. 10 triliun. Hingga akhir 2006, realisasi
bantuan baru sekitar Rp. 1.869 miliar, terdiri dari Rp.1.232 Miliar dana
On-Budget (APBN) dan Off-On-Budget Rp. 673 Miliar. Kekurangan dana pembangunan
kembali Nias yang lebih baik masih sangat besar sekitar Rp. 8 trilyun. Karena itu,
sangat diharapkan adanya komitmen baru dan dukungan lebih besar bagi upaya
pembangunan Nias yang lebih baik.
4.6. Dinamika Politik Lokal
Susunan Pemerintah Daerah seperti yang diatur menurut UU No. 22 Tahun
1999 bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan
Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Kepala Daerah Kabupaten
disebut Bupati, dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan selaku Kepala
Daerah, Bupati dibantu oleh seorang Wakil Bupati. Pelaksanaan Pemilihan Umum
2009 dibanding pemilu yang dilaksanakan sebelumya terdapat sedikit perbedaan,
khususnya dalam hal penentuan calon legislatif terpilih sesuai dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi tanggal 23 Desember 2008. Dimana dalam putusannya,
38
10 tahun 2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga
penetapan caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh
tidak mencapai angka BPP akan ditentukan berdasarkan perolehan suara
terbanyak bagi partai yang memperoleh kursi.
Dalam pemilu tahun 2009 tidak luput dari dinamika yang terjadi. Hal ini
terlihat dari aktivitas-aktivitas politik dalam pemilu seperti keikutsertaan warga
dalam kampanye partai politik maupun pada saat pelaksanaan pemilu. Terjadinya
perbedaan-perbedaan pilihan politik juga merupakan suatu bentuk konsekuensi
logis dari sistem politik dan demokrasi yang semakin terbuka.
Perbedaan-perbedaan pilihan tersebut menjadi sangat wajar sebab
masing-masing individu memiliki pemahaman dan kesadaran yang berbeda. Apalagi
tingkat intelektualitas, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal turut
menjadi faktor pendorong atas perbedaan-perbedaan tersebut. Namun, secara
umum perbedaan-perbedaan itu tidaklah mengakibatkan pada suatu kondisi yang
mengarah pada sifat destruktif. Artinya masyarakat telah mulai memahami
demokrasi dengan menghargai perbedaan-perbedaan pilihan politik
masing-masing individu.
Hasil pemilihan umum legislatif Kabupaten Nias kali ini menunjukka n
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan pemilu 2004. Hal ini terlihat dari
perolehan suara yang pada pemilu kali ini didominasi oleh partai Demokrat.
Berikut adalah daftar Perolehan Suara Partai Politik peserta pemilu legislatif 2009
di Kabupaten Nias: 24
24
39 Tabel 1
Rincian Perolehan Suara Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2009
Kabupaten Nias
16. 13. Partai Kebangkitan