PELAKSANAAN KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3 (SMK3) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PEKERJA
(STUDI PADA PT.TELKOM DIVRE I SUMATRA DAN PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SUCI RAMADHANI 050200202
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Program Kekhususan Hukum Ketenagakerjaan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR LAMPIRAN... vii
ABSTRAK... viii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Perumusan Masalah………. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan……… 6
D. Keaslian Penulisan……… 9
E. Tinjauan Kepustakaan……….. 10
F. Metode Penulisan………. 19
G. Sistematika Penulisan………... 22
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3 (SMK3) A. Keselamatan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang 1. Sejarah K3 di Indonesia……….. 24
2. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja……… 30
3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja………. 42
5. Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap
Pelaksanaan K3……….. 66
B. Sistem Manajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.05 Tahun
1996
1. Ketentuan Umum SMK3 ……… 74
2. Audit SMK3 Dan Sertifikasi Audit SMK3…….. 78
3. Keuntungan Pelaksanaan SMK3……….. 81
4. Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3………… 83
C. Produktivitas Kerja Menurut Beberapa Teori……… 92
BAB III : PERAN PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN K3 dan SMK3
A. Peran Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi…….. 98
B. Peran Balai K3 Medan……….. 111
BAB IV : PELAKSANAAN K3 DAN SMK3 PADA PERUSAHAAN DI MEDAN
A. Gambaran Umum Perusahaan Sample
1. PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Regional I
Sumatera………. 119
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan K3 dan
SMK3 Pada Perusahaan
1. Faktor Intern……….. 151
2. Faktor Ekstern……… 152
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………. 154
B. Saran ………... 162
DAFTAR LAMPIRAN
1. Piagam Penghargaan Zerro Accident
2. Serifikat Audit Coca-cola
3. Hasil Wawancara
4. Hasil Wawancara I
5. Hasil Wawancara II
6. Testimoni I
7. Testimoni II
8. Daftar Kebijakan Telkom Divre I
9. Daftar Kebijakan PT. Coca-cola
DAFTAR SKEMA
SKEMA I : Kewajiban Pelaksanaan SMK3………. 80
SKEMA II : Prosedur Audit SMK3 ……….. 106
DAFTAR TABEL
TABEL I : Daftar Nilai Pencapaian SMK3………. 80
PELAKSANAAN KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3 (SMK3) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PEKERJA
(STUDI PADA PT.TELKOM DIVRE I SUMATRA DAN PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA)
ABSTRAK
Suci Ramadhani∗)
Prof.Dr.Budiman Ginting,SH.,M.Hum∗∗) Dr.Agusmidah,SH.,M.Hum∗∗∗
Seirama dengan derap langkah pembangunan Negara dewasa ini, kita akan memajukan industri yang maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan era industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi. Dengan keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya semakin meningkat. Hal tersebut disamping memberi kemudahan proses produksi dapat pula menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana Bagaimana pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 pada perusahaan, apa saja manfaat dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 terhadap perlindungan dan produktifitas pekerja dan faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja (K3) dan SMK3. Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode campuran yaitu penelitian hukum normatif sekaligus empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data skunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan lapangan. Metode analisa data yang digunakan adalah secara kwalitatif dan kwantitatif dengan menggunakan metode deduktif dan metode comparative.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT.Telkom Divre I Sumatra dan PT.Coca-cola telah sangat baik melaksanakan K3 dan SMK3. Hal ini dibuktikan dengan didapatkannya golden flag untuk masing-masing perusahaan dan penghargaan lain yang terkait dengan pelaksanaan K3 dan SMK3. Manfaat yang dirasakan juga sangat banyak, diantaranya meningkatnya produktivitas pekerja karena angka kecelakaan yang sangat rendah dan kondisi lingkungan kerja yang kondusif sehingga tidak menimbulkan penyakit akibat kerja. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan K3 dan SMK3 ada banyak tapi kedua perusahaan tersebut menghadapi masalah yang sama yaitu budaya kerja pekerja yang belum budaya K3.
∗ Mahasiswi Fakultas Hukum USU Stambuk 2005
PELAKSANAAN KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3 (SMK3) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PEKERJA
(STUDI PADA PT.TELKOM DIVRE I SUMATRA DAN PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA)
ABSTRAK
Suci Ramadhani∗)
Prof.Dr.Budiman Ginting,SH.,M.Hum∗∗) Dr.Agusmidah,SH.,M.Hum∗∗∗
Seirama dengan derap langkah pembangunan Negara dewasa ini, kita akan memajukan industri yang maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan era industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi. Dengan keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya semakin meningkat. Hal tersebut disamping memberi kemudahan proses produksi dapat pula menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana Bagaimana pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 pada perusahaan, apa saja manfaat dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 terhadap perlindungan dan produktifitas pekerja dan faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja (K3) dan SMK3. Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode campuran yaitu penelitian hukum normatif sekaligus empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data skunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan lapangan. Metode analisa data yang digunakan adalah secara kwalitatif dan kwantitatif dengan menggunakan metode deduktif dan metode comparative.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT.Telkom Divre I Sumatra dan PT.Coca-cola telah sangat baik melaksanakan K3 dan SMK3. Hal ini dibuktikan dengan didapatkannya golden flag untuk masing-masing perusahaan dan penghargaan lain yang terkait dengan pelaksanaan K3 dan SMK3. Manfaat yang dirasakan juga sangat banyak, diantaranya meningkatnya produktivitas pekerja karena angka kecelakaan yang sangat rendah dan kondisi lingkungan kerja yang kondusif sehingga tidak menimbulkan penyakit akibat kerja. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan K3 dan SMK3 ada banyak tapi kedua perusahaan tersebut menghadapi masalah yang sama yaitu budaya kerja pekerja yang belum budaya K3.
∗ Mahasiswi Fakultas Hukum USU Stambuk 2005
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja (selanjutnya ditulis K3)
merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi
perdagangan barang dan jasa antar Negara yang harus dipenuhi oleh seluruh
Negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia ; telah ditetapkan
Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan,
yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan prilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.1
Seirama dengan derap langkah pembangunan Negara dewasa ini, kita akan
memajukan industri yang maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan era
industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme,
elektrifikasi dan modernisasi.2
Dengan keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin,
pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya semakin meningkat. Hal
tersebut disamping memberi kemudahan proses produksi dapat pula menambah
jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja. Maka akan terjadi pula
lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang
berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja. Masalah
1www.depkes.go.id/index.php diakses 5 April 2009
2 Departemen Tenaga Kerja, Pembinaan Operasional P2K3 Modul Dasar-Dasar
tersebut diatas akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah
maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan
pencemaran lingkungan.3 Sehingga dinggap sangat perlu untuk meningkatkan
kwalitas dan kedisiplinan untuk melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan
Kesehatan Kerja (selanjutnya ditulis SMK3).
Tenaga kerja merupakan asset perusahaan yang harus diberi perlindungan
terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mengingat ancaman bahaya
potensial yang berhubungan dengan kerja. Pemerintah telah menetapkan
kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap aspek keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) melalui peraturan perundangan. Peraturan perundangan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu upaya dalam pencegahan
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran
lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.4 Selain peraturan perundangan K3, komitmen perusahaan dalam menerapkan SMK3 juga tidak kalah penting guna
mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan lain-lain.
Tidak satupun produk peraturan perundangan yang ada di Indonesia tidak
bersumber dari hukum dasar tertinggi yaitu Undang-undang Dasar (UUD) 1945
sebagai sumber hukum dari segala hukum. Sumber hukum peraturan perundangan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD
Tahun 1945 yang dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“. Pasal ini memberi
3 Ibid
4 Gerry Silaban, Hak dan atau Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha / Pengurus Yang
Ditetapkan dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Medan : USU
makna yang luas bahwa disamping warga negara berhak mendapat pekerjaan yang
manusiawi juga mendapatkan perlindungan terhadap aspek keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja
yang nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangkan kemampuan dan
ketrampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.5
Dengan demikian mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya serta penyakit yang dapat ditimbulkan dari kondisi kerja. Sejalan
dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja
yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.6 Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut
diatur dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 :
1. Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 7
Selain tentang K3 ternyata UU juga menjelaskan tentang pelaksanaan
SMK3 yang berupa paksaan diatur dalam pasal 87 :
5 Abdul Rachmad Budiono.,SH,MH, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada), 1997, hlm. 1-2
1. setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan system manajemen perusahaan. 2. ketentuan mengenai penerapan system manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Bidang hubungan kerja sifat hukum perburuhan yang memaksa itu tidak
begitu tampak jelas, di bidang kesehatan kerja inilah sifat memaksa itu menonjol
dengan sekeras-kerasnya, pembentuk undang-undang memandang perlu
menjelaskan bahwa undang-undang itu bersifat hukum umum (publiek rechtelijke)
dengan sanksi pidana, karena :
Pertama : aturan-aturan yang termuat didalamnya bukan bermaksud
melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan
masyarakat;
Kedua : buruh Indonesia pada umumnya belum mempunyai pengertian
atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.8
Di bidang hubungan kerja misalnya, masih diperkenankan adanya
aturan-aturan yang menyimpang dari aturan-aturan perundangan, baik aturan-aturan itu ditetapkan oleh
buruh dan majikan itu sendiri dalam suatu perjanjian kerja, maupun aturan itu
ditetapkan oleh majikan (dengan persetujuan buruh) seperti dalam peraturan
majikan, ataupun aturan itu ditetapkan oleh organisasi buruh bersama-sama
dengan majikan dalam suatu perjanjian perburuhan. Di bidang kesehatan kerja
penyimpangan dari aturan perundang-undangan yang ada, pada umumnya hanya
dapat dilakukan setelah mendapat ijin terlebih dahulu dari instansi yang
8 Prof.Iman Supomo,SH, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan kerja (Perlindungan
berwenang, yaitu instansi pengawasan perburuhan yang harus menjaga agar
peraturan kesehatan kerja dijalankan.9
Salah satu peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya
meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air,
didalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.10
Peraturan perundangan Permenaker No.05 tahun 1996 tentang SMK3,
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Ataupun berbagai
Peraturan Pemerintah, Keputusan Mentri, Peraturan Mentri maupun Instruksi
Presiden. Berbagai peraturan perundangan tersebut sudah mengatur tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dalam berbagai aspek. Mulai dari syarat-syarat
keselamatan kerja, larangan kerja buat anak-anak maupun perempuan, alat-alat
pelindung yang wajib disediakan pengusaha dan wajib digunakan oleh pekerja /
buruh. Kondisi lingkungan yang memenuhi syarat hygienitas dan kesehatan,
pemeriksaan kesehatan yang wajib dilakukan demi kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani tenaga kerja. SMK3 yang terintegrasi dengan manajemen
perusahaan, bagaimana proses audit dan sertifikasi SMK3, serta ketentuan tentang
SMK3 lainnya.
Aturan kesehatan kerja tidak mengenal kata-kata seperti “hendaknya”,
“sebaiknya” atau “seyogyanya”. Aturan kesehatan kerja merupakan perintah atau
larangan. Hanya mengenal kata-kata “harus” atau “wajib” dan “dilarang” atau
“tidak boleh”. Majikan yang tidak memenuhi perintah atau larangan tersebut
9 Ibid, hlm.9
diancam dengan pidana kurungan atau denda. Jelaslah bahwa penguasa di bidang
kesehatan kerja ini, tidak ragu-ragu dan setengah-setengah dalam usahanya
memberi perlindungan kepada pihak yang tergantung terhadap pihak yang
berkuasa.11
Banyaknya peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dan pentingnya masalah penerapan K3 dan SMK3 sebagai satu kesatuan
menajemen perusahaan. Juga untuk mengetahui seberapa efektifnya peraturan
perundangan ini pada berbagai perusahaan di Medan. Maka dari itu penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian pada perusahaan untuk melihat pelaksanaan
peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan pelaksanaan
SMK3 di perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
mengenai hal-hal berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3
di perusahaan yang ada di Medan ?
2. Apakah manfaat dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dan SMK3 terhadap perlindungan dan produktifitas pekerja?
3. Faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja
(K3) dan SMK3?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan :
Adapun yang menjadi tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk
memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan program sarjana (S-1) di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Tujuan lainnya adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja
(K3) di tempat kerja dan SMK3 pada perusahaan di Medan.
b. Untuk mengetahui manfaat apa saja yang didapat dan dirasakan oleh
pengusaha dan pekerja dari pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja (K3)
dan pelaksanaan SMK3 ini.
c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan
keselamatan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 pada perusahaan di Medan.
2. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Melalui penulisan skripsi ini penulis dapat menambah pengetahuan
tentang berbagai macam peraturan perundangan keselamatan kesehatan kerja (K3)
di Indonesia. Bagaimana pelaksanaan peraturan perundangan keselamatam
kesehatan kerja (K3) dan SMK3 pada perusahaan sehingga dapat memberikan
perlindungan dan meningkatkan produktivitas pekerja. Penulis juga dapat
mengaplikasikan teori-teori yang didapat pada saat berada di bangku kuliah.
Menambah pengalaman penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang
didapat dalam masa perkuliahan, khsususnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (perlindungan buruh) dan SMK3.
2. Bagi perusahaan di Medan
Penulian skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
tenaga kerja. Apabila perusahaan memenuhi kewajibannya dalam penerapan
peraturan perundangan keselamatan kesehatan kerja (K3) dan menerapkan SMK3
maka secara otomatis produktifitas pekerja juga akan lebih baik.
Manfaat lain dari penulisan skripsi ini bagi perusahaan adalah perusahaan
juga mengetahui faktor apa yang mempengarui pelaksanaan peraturan
perundangan tersebut, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Dengan demikian
perusahaan dapat melakukan upaya kuratif dan preventif dalam mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi proses produksi dalam
perusahaan.
3. Bagi Tenaga Kerja / Buruh di Perusahaan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu buruh / pekerja untuk
mengetahui apa yang menjadi kewajiban ataupun haknya dalam bidang,
keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan pemahaman yang cukup pekerja tidak
lagi dirugikan. Hanya dengan pemahaman yang cukup pula tenaga kerja dapat
terhindar dari kecelakaan dan keadaan darurat yang dapat terjadi sewaktu-waktu
karena perusahaan menerapkan SMK3 dengan baik, apalagi kalau perusahaan
tersebut sudah di audit dan mendapatkan hasil yang bagus pula. Dengan
pengetahuan yang cukup pula pekerja dapat dengan bijak melaksanakan
kewajibannya dan sekaligus menuntut haknya.
4. Bagi Instansi Pemerintah
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam hal ini departemen terkait dalam mengeluarkan kebijakan,
sehingga tidak tumpang tindih dan tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Tenaga Kerja dan Balai K3) diharapkan mengetahui fakta yang terjadi di lapangan
terkait pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja (K3) dan SMK3.
5. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan segala
teori-teori perkuliahan khususnya bidang perburuhan. Dapat menjadi arsip
kepustakaan , selain itu diharapkan dapat menjadi pedoman dalam penulisan
skripsi lainnya.
D. Keaslian Penulisan
Judul yang penulis pilih adalah “PELAKSANAAN KESELAMATAN
KESEHATAN KERJA (K3) SERTA SISTEM MANAJEMEN K3 (SMK3)
GUNA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS PEKERJA DI MEDAN”, yang diajukan penulis dalam
rangka memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”.
Judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, hal ini dibuktikan dengan pengesahan dari perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi berdasarkan referensi buku-buku,
media cetak dan elektronik, data-data dari hasil riset pada perusahaan di Medan
sebagai perusahaan sampling, Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi Bidang
K3, Balai K3, serta data-data yang berasal dari hasil survei yang dilakukan pada
tenaga kerja / buruh di perusahaan sampling. Penulisan skripsi ini merupakan
sebuah karya asli yang berasal dari penulis dan dapat dipertanggung jawabkan
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut W.J.S. Poerwadarminta undang-undang adalah
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan (seperti larangan), hukuman dan sebagainya
yang dibuat oleh pemerintah sesuatu Negara (disusun oleh kabinet, disetujui
parlemen dan ditandatangani oleh kepala Negara).12
Adapun menurut W.J.S Poerwadarminta juga yang dimaksudkan dengan
perlindungan adalah perbuatan (hal dan sebagainya) melindungi ; pertolongan
(penjagaan dan sebagainya).13
Berdasarkan Undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat penjelasan umum
mengenai istilah-istilah yang sering digunakan dan diatur dalam BAB I Ketentuan
Umum Pasal 1 : 14
(2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan / atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
(3) Pekerja / buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
(6) Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja / buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. usaha-usaha social dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam benuk lain
Secara khusus Halim memberikan pengertian buruh/pegawai adalah :15
1. bekerja pada atau untuk majikan/perusahaan
2. imbalan kerjanya dibayar oleh majikan / perusahaan
12 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,
1985), hlm. 1127 13 Ibid, hlm 600
14 UU No.13 tahun 2003, Op Cit, pasal 2,3,6
15 Abdul Hakim,SH, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra
3. secara resmi terang-terangan dan kontinu mengadakan hubungan kerja dengan majikan/perusahaan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk jangka waktu tidak tertentu lamanya.
Pasal 1 angka 6 Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dan pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (pasal
1 ayat (6)). Disini jelas pengertiannya terkait dalam hubungan kerja, bukan di luar
hubungan kerja. Dalam konteks penggunaan istilah tersebut penulis cenderung
memilih istilah tenaga kerja dan pekerja. Istilah tenaga kerja digunakan, baik di
luar maupun di dalam hubungan kerja, sedangkan pekerja khusus di dalam
hubungan kerja. Berarti setiap pekerja sudah pasti tenaga kerja, tetapi setiap
tenaga kerja belum tentu pekerja.16
undang No.33 / 1947 tentang Kecelakaan Kerja dan
Undang-undang No.3 / 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memperluas pengertian
buruh/pekerja, sehingga meliputi :17
1. magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang
diwajibkan memeberikan tunjangan dalam hal mereka menerima upah.
2. mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan
yang diwajibkan memberikan tunjangan, kecuali jika mereka yang
memborong pekerjaan itu sendiri yang menjalankan perusahaan yang
diwajibkan memberi tunjangan.
16 Ibid, hlm 2-3
17 Darwan Print,SH, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra Aditya
3. mereka yang bekerja pada seseorang yang memborongkan pekerjaan yang
biasanya dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberikan
tunjangan. Mereka itu dianggap bekerja di perusahaan majikannya yang
memborongkan itu sendiri (menjalankan suatu perusahaan yang
diwajibkan memberikan tunjangan dalam mana pekerjaan yang
diborongkan itu dikerjakan ).
4. orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan memberi
tunjangan, tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti kerugian karena
kecelakaan selama mereka menjalani hukuman.
Menurut Suma’mur P.K Kesehatan kerja adalah :
“ spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun social, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan factor-faktor pekerjaan dan lingkungan keja, serta terhadap penyakit-penyakit umum”.18
Jelas sifat-sifat kesehatan kerja :
1. Sasaran adalah manusia
2. Bersifat medis.19
Sadjun H. Manulang berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah bagian
dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja meperoleh keadaan
kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga
memungkinkan dapat bekerja secara optimal.20
18
Dr.Suma’mur P.K.,M.Sc, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1996), hlm. 1
19 Ibid, hlm 1
20 Sadjun H. Manulang,SH, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta
Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofi adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rokhaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Segi keilmuan adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.21
Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja, maka perlu memahami beberapa pengertian dan istilah sebagai berikut :22
a. Potensi Bahaya (Hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau
dapat menimbulkan kecelakaan / kerugian berupa cedera, penyakit,
kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
b. Tingkat bahaya (Danger) adalah merupakan ungkapan adanya potensi
bahaya secara relative. Kondisi yang berbahaya mengkin saja ada, akan
tetapi dapat menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan
beberapa tindakan pencegahan.
c. Resiko (Risk) menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan / kerugian
pada periode waktu tertentu atau siklus operai tertentu.
d. Insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah
mengadakan kontrak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas
badan atau struktur.
e. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu
aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau
harta benda.
f. Aman / Selamat adalah kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas
dari bahaya).
g. Tindakan tak aman adalah suatu pelanggaran terhadap suatu prosedur
keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.
h. Keadaan tak aman adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya
yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Penjelasan lain yang berkaitan dengan, keselamatan dan kesehatan kerja
adalah :
Kesatu tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk
tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.23
Kedua pegawai pengawas adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja.24
Ketiga ahli keselamatan kerja adalah tenaga teknis yang berkeahlian
khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Mentri Tenaga
Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-undang ini.25
23 Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1) 24 Ibid, pasal 1 ayat (5)
Keempat pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan dan pengobatan,
dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.26
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal,
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Dengan
demikian, tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah :27
1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja.
2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh.
3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin
keselamatannya.
4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman
dan berdaya guna.
Hakikat kesehatan kerja adalah dua hal ; kesatu sebagai alat untuk
mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh,
petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas, dengan demikian
dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja dan kedua sebagai alat untuk
meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningginya efisiensi dan
daya produktifitas faktor manusia dalam produksi. Hakikat tersebut selalu sesuai
dengan maksud dan tujuan pembangunan di dalam suatu Negara, maka
keselamatan kesehatan kerja selalu diikutsertakan dalam pembangunan tersebut.28
26 Undang-undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 1 ayat (9). 27 Abdul Hakim,SH, Op Cit, hlm.65
Tujuan utama tersebut diatas dapat diperinci lebih lanjut sebagai berikut :
pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja,
perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia,
pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta kenikmatan
kerja, perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan,
dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan
oleh produk-produk industri.29
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang merupakan salah satu bagian
dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan, mengingat
keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan agar :30
1. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja
mendapat perlindungan atas keselamatannya.
2. Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan
efisien.
3. Proses produksi berjalan lancar.
Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.31
29 Ibid, hlm.3
30 Departemen Tenaga Kerja, BAB I, Loccit ,hlm. 1
K3 bukan tanggungjawab pemerintah dan pengusaha saja, tapi kewajiban
bersama antara pemerintah, pengusaha, pekerja dan masyarakat.32
Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.33
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu
sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 34 Tujuan lainnya yaitu :35
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia (pasal 27 ayat 2 ) UUD 1945.
2. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi
tenaga kerja
32 www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hukum , diakses pada tanggal 6
April 2009. 33
Permenaker No.PER-05/MEN/1996, tentang Sistem Manajemen Kselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 1 ayat (1)
34 Permenaker No.PER-05/MEN1996, Op.Cit, pasal 2
35 Okleqs.wordpress.com/2008/05/03/penerapan-smk3/, diakses pada tanggal 6 Agustus
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi
kompetisi perdagangan global
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor
nasional
7. Pelaksanaan pencegahan kecelakaan masih bersifat parsial
Setelah diketahui apa itu SMK3 dan tujuan serta sasarannya maka akan
terasa aneh apabila kita tidak mengatahui apa itu audit SMK3. Audit SMK3
merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independent untuk menetukan
suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang
direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan sesuai untuk mencapai
kebijakan dan tujuan perusahaan.36 Tujuan dari audit SMK3 untuk mengukur
keefektifan penerapan K3 di tempat kerja, pemenuhan persyaratan perundangan
K3, kemudian untuk menentukan tindakan perbaikan system, pemenuhan
persyaratan pihak eksternal (klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga
mendapatkan pengakuan dalam rangka kegiatan sertifikasi.37
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan SMK3 sangat erat
kaitannya dengan peningkatan produktivitas. Sebelum lebih jauh membahas
tentang produktivitas maka harus diketahui lebih dulu apa itu produktivitas. Dan
berdasarkan Piagam Produktivitas Oslo 1984, produktivitas adalah konsep
universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan jasa
36 Permenaker No.5 tahun 1996, Op.Cit, pasal 1 ayat (3)
untuk kebutuhan semakin banyak orang dengan menggunakan semakin sedikit
sumber-sumber daya. 38
Sesuai dengan Laporan I Dewan Produktivitas Nasional RI 1983,
pengertian baku produktivitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus selalu lebih baik dari kemarin
dan hari esok lebih baik dari hari ini.39
F. Metode penulisan
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang
digunakan adalah :
1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode campuran yaitu penelitian
hukum normatif sekaligus empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data
sekunder. Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian yang dilakukan
dengan melihat bagaimana pelaksanaannya di tengah masyarakat. Bersifat
deskriptif maksudnya penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan suatu
survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori
yang telah ada.
2. Sumber data
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dan survey
dengan perusahaan sampling atau pihak terkait.
38 J. Ravianto, Produktivitas dan Manajemen, (Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha
b. Data Sekunder
Data-data sekunder meliputi :40
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat kepada
masyarakat, yang terdiri dari Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Permenakertrans No.05
Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja
beserta Lampiran. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, Undang-undang No.3 tahun 1969 tentang Ratifikasi Konvensi ILO
No.120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor,
undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Mentri,
Keputusan Mentri, Surat Edaran dan Instruksi Mentri yang berkaitan erat
dengan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil
penelitian, atau pendapat pakar hukum.
3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder,
seperti kamus hukum, dan ensiklopedia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan cara :41
40 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia (UI
Press), 1986), hlm. 52.
41 Fred, N. Kerlinger, Azas-azas Penelitan Behavioral, (Yogyakarta : Gajahmada Univ.
a) Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang disebut dengan
data sekunder berupa : perundang-undangan, karya ilmiah para ahli,
sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah, maupun
media elektronik yang semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh
data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian.
b) Penelitian di lapangan (field Research), untuk mengambil data pada
perusahaan sampling yaitu PT.Telekomunikasi Indonesia Divisi Regioal 1
Sumatra, PT.Coca-cola Bottling Indonesia. Untuk mengumpulkan
data-data ini, penulis menggunakan system wawancara (Interview) dan
memberikan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi. Wawancara (Interview) adalah situasi peran antara pribadi
bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh
jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada
seseorang responden yang dianggap berkompeten untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Selain wawancara ada juga survey berupa pengisian
angket yang diberikan kepada tenaga kerja perusahaan sampling. Hal ini
dilakukan untuk mendapat data dari sisi pekerja sehingga dapat
dibandingkan dan ditarik kesimpulan.
4. Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang telah ada disusun secara sistematis
deduktif dan metode comparative. Metode deduktif dilakukan dengan membaca,
menafsirkan, dan membandingkan. Sedangkan metode comparative ‘comparative
methode is the comparison of matched societies and institutions for the discovery
of associations and correlations’.42 Dengan penggunaan metode tersebut akan diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran
secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan yang
lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini digambarkan secara umum tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penilitian,
tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN
KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3
(SMK3)
Pada bab ini akan digambarkan secara umum tentang Keselamatan
Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang, termasuk di dalamnya
sejarah K3 di Indonesia, ruang lingkup keselamatan kerja, ruang
lingkup kesehatan kerja, dalam bab ini juga akan terlihat
bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan berdasarkan
undang-undang, sistem pengawasan ketenagakerjaan terhadap
pelaksanaan K3. Pada sub bab berikutnya akan dibahas Sistem
Manajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.05 Tahun 1996, yang
didalamnya terdapat ketentuan umum SMK3, bagaimana proses
audit SMK3 dan sertifikasi audit SMK3, keuntungan dari
pelaksanaan SMK3 bagi perusahaan dan pekerja, keamanan
bekerja berdasarkan SMK3. Pada sub bab terakhir dibahas
produktivitas kerja menurut beberapa teori.
BAB III PERAN PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN K3 dan
SMK3
Peran Deaprtemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Medan
Sumatera Utara dan juga peran Balai K3 dalam mengawasi
pelaksanaan K3 beserta SMK3.
BAB IV PELAKSANAAN K3 DAN SMK3 PADA BEBERAPA
PERUSAHAAN DI MEDAN
Gambaran umum perusahaan sample yaitu, PT. Telekomunikasi
Indonesia Divisi Regional 1 Sumatera Utara, PT. Coca-cola
Bottling Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan K3 dan SMK3 pada perusahaan di Medan, yang
terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Sub bab terakhir
membahas tentang bagaimana pengaruh dari pelaksanaan K3 dan
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang 1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia
Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan,
tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan,
perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu
menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda akan
kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga
kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan
tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali.43
Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan
perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika
dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh
kepribadian bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para budak agak
lumayan kedudukannya.44
Regerings Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang Dasar
Hindia Belanda) pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan
peraturan-43 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta : Raja Grafindo), 2007 hlm. 80
perturan mengenai perlakuan terhadap keluarga budak. Peraturan pelaksananya
dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan bahwa :45
1. Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal
bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga tidak
boleh dipisahkan dari istri dan anaknya.
2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.
3. Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda antara
Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh pengadilan
untuk penganiayaan biasa.
Usaha dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend
Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari zaman
pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan 1824 mencoba
untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa hasil. Terjadi
pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa penghapusan budak merupakan
pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak dan disisi lain berpendapat
bahwa kezaliman lebih besar apabila merendahkan manusia menjadi barang
milik.46
Baru pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115 sampai
117 kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische Staatsregeling 1926,
dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan. Pasal 115 menetapkan paling
lambat 1 Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia dihapuskan dan selnjutnya
45 Ibid
46 Prof. Iman Supomo,SH, Pengantar Hukum Perburuhan (edisi revisi), (Jakarta :
memerintahkan supaya diadakan peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan
tentang penghapusan dan ganti rugi sebagai akibat penghapusan.47
Zaman Rodi
Zaman rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman
perbudakan dan berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari
1938, kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada tahun 1946 oleh
Coamacab (Commando Officer Allied Military Administration, Civil Affairs
Branch) dalam Noodverordening Particuliere Landrijen 1946 Java en Madura.48
Kesehatan kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada kekhawatiran
kehabisan jumlah pekerja paksa, bukan karena prikemanusiaan. Kesehatan kerja
pada bidang rodi ini lebih terletak pada pembatasan jam kerja. Misalnya hanya
boleh sehari seminggu dan paling banyak 52 hari dalam setahun dan seharinya
tidak boleh lebih dari 12 jam kerja rodi. Jarak antara rumah dan tempat kerja juga
diperhatikan. Tetapi hal ini pun dilanggar oleh pihak yang berkepentingan karena
kurangnya pengawasan. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang
pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah dan bersamaan dengan itu gaji
pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan itu.49
Poenale Sanksi
Zaman poenale sanksi meliputi antara tahun 1872 dan 1879 serta antara
masa 1880 dan 1941, berakhir pada tanggal 1 Januari 1942. Kedudukan
buruh/pekerja dalam hubungannya dengan majikan ditetapkan sebagai berikut :50
47 Ibid
48 Prof. Iman Supomo, “Hukum Perburuhan Bidang……..”, Op.Cit, hlm 11 49 Ibid
1. buruh tidak boleh meninggalkan perusahaan, tanpa izin tertulis dari
pengusaha, administrasi atau pegawai yang diberi wewenang untuk itu.
Apabila hal itu tetap dilakukan maka buruh dikenai tindak pidana yang
disebut melarikan diri. Hukuman untuk itu adalah denda atau kerja dengan
makan tanpa upah, biasanya disebut “krakal” selama-lamanya 1 bulan.
2. buruh wajib secara teratur melakukan pekerjaannya.
3. jika buruh meninggalkan perusahaan, ia wajib selalu membwa dan atas
permintaan yang berwajib memperhatikan kartu keterangan yang memuat
identitas buruh dan lamanya hubungan kerja.
4. jika buruh dalam masa hubungan kerja diadili atau menjalani pidana, maka
sesudahnya atas biaya perusahaan ia dapat di bawa kembali ke perusahaan.
Demikian pula jika buruh setelah menjalani istirahat, sakit dan sebagainya
jika tidak kembali lagi ke perusahaan maka dapat dipanggil kembali.
5. dilarang memberi pemondokan kepada seorang buruh yang tidak dapat
membuktikan kebebasannya dari kewajiban bekerja.
6. dalam keadaan bagaimanapun, buruh tidak dapat memutuskan hubungan
kerjanya secara sepihak.
Dalam lembaga poenale sanksi yang menyerahkan pribadi buruh
sepenuhnya kepada wewenang perusahaan / majikan tidak dapat diharapkan
adanya perlindungan buruh. Satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan
bagi buruh itu pda kedudukan manusia social adalah penghapusan poenale sanksi
yang terjadi pada tangga 1 Januari 1942.
Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad XX.
Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :51
1. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de
Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang
pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan
dengan Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret
1926.
2. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen
ann Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen Betreffende’, yaitu
peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang
diberlakukan dengan Ordonantie No. 87 tahun 1926, mulai berlaku 1 Mei
1926.
Selain Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang
dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh pemerintah
Hindia Belanda adalah :52
1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang
pengawasan di tambang).
2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an
motorrijtuigen (tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi pengemudi
kendaraan bermotor).
3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)
4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera Timur).
5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan
perkebunan).
6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di perusahaan
perindustrian).
Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja
telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan
diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk
peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu berlaku yaitu Veiligheids
Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undag-undang Keselamatan Kerja
No.1 Tahun 1970.53
Setelah kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian
pemerintah adalah masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih berbentuk
serikat beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948 mengundangkan
Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja. Setelah Indonesia berbentuk
Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di berlakukan ke seluruh wilayah
Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951. Undang-undang pokok kerja ini mamuat
aturan dasar mengenai :54 1. Pekerjaan anak
2. Pekerjaan orang muda
3. Pekerjaan wanita
4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso
5. Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak
membeda-bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah
sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.
Undang-undang No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang pokok
sehingga memerlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci. Mengingat keadaaan
Indonesia yang masih di awal kemerdekaan, maka peraturan pelaksana dibuat
secara bertahap. Peraturan pelaksana yang sempat dikeluarkan pada masa itu
adalah :55
1. Peraturan pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan
waktu kerja, istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha
untuk dapat mengadakan penyimpangan dari waktu kerja.
2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang
berlakunya ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.
Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja
mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya akan berlaku jika
ada peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-undang kerja dicabut dan
digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun 2003, peraturan pelaksana yang
baru keluar hanya kedua peraturan tersebut. Maka hanya kedua aturan
undang-undang kerja itu yang sempat berlaku.56
2. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak
hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada
pengusaha dan pemerintah :57
a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan
dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin
tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya
akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan
pengusaha harus memberikan jaminan social.
c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya
peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah
untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya
produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah
telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam
pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,
penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.58
Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan
sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja
57 Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.94-95
58 Lalu Husni,SH.,M.Hum, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Rajawali
(perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3
(tiga) unsur, yaitu :59
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus
maupun hanya sewaktu-waktu.
Undang-undang No.1 Tahun 1970 menetukan bahwa tempat-tempat yang
dimaksud dengan tempat kerja adalah tempat-tempat di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan
hukum Indonesia, dimana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau
disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik
di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,
melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok
stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam
air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau
perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi,
atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh
pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang
dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia
Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu :60 a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya
yang dapat dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan
Keamanan Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau
kurang menimbulkan bahaya, maka :
1) Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat
penadah, jika putus tidak akan menimbulkan bahaya.
2) Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus
diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan
dalam putaran yang keras.
3) Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung,
maka gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak
menyentuh ban penggerak.
4) Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat
dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran,
memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh
jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan lainnya untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran.
c. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering
terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang
mudah meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap
ruangan kerja haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang
cepat terbuka untuk keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang
kerja tidak boleh melebihi jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula
dipasang alat-alat kerja yang menjamin pemakaiannya akan aman dari
bahaya peledakan.
d. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu
udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan
dan memelihara bangunan.
e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt
haruslah tertutup.
2) Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman.
3) Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus
diperiksa sewaktu-waktu dan jika perlu diberikan pembungkus
Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap
bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :61
a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.
b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau
timbulnya penyakit kerja.
c. Memajukan kebersihan dan ketertiban.
d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan
pekerjaan.
e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.
f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan.
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan
industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu
kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula
kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.62 Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikeal dengan “teori domino”, yaitu :63
a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).
Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi
aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan
61 Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) RI No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, dan Penerangan dalam Tempat Kerja. Pasal 2 62 Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.142
kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas
operasional tapi juga harus mampu :
- memahami program pencegahan kecelakaan
- memahami standard, mencapai standard
- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya.
Inilah yang dimaksud dengan control
b. Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe
condition dan unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup
radikal, 2 ( dua ) factor diatas merupakan gejala akibat buruknya
penerapan dan kurangnya komitmen manajemen terhadap K3 itu sendiri.
Beberapa contoh unsafe condition :64
- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).
- Tempat kerja yang acak-acakan
- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
- Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).
- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak
dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.
Beberapa contoh unsafe action :
- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang
mengabaikan Peraturan K3.
- Merokok di daerah Larangan merokok.
- Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain.
64okleqs.wordpress.com/2008/01/04/pengetahuan-dasar-keselamatan-kerja/, diakses pada
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang
aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :
- Tenaga kerja tidak tahu tentang :
1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya
2. Prosedur Kerja Aman
3. Peraturan K3
4. Instruksi Kerja dll.
- Kurang terampil ( unskill ) dalam :
1. Mengoperasikan Mesin Bubut.
2. Mengemudikan Kenderaan.
3. Mengoperasikan Fire Truck.
4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.
- Kekacauan sistem manajemen K3
1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya.
2. Penegakan Peraturan yang lemah.
3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung.
4. Tanggungjawab K3 tidak jelas.
5. Anggaran Tdk Mendukung.
6. Tidak Ada audit K3 dll.
c. Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya
keselahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi
tak aman. Factor-faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau
pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada system ataukah
pada manajemen.
d. Kecelakaan. Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan
timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak
direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera
dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang
batas badan atau struktur.
Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat.
Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran
mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban.
Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu
produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa
penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan
kematian, luka/cedara berat maupun ringan.65
Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau
langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja, yaitu melalui :66
a. Peraturan perundang-undangan.
• Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date).
65 Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 143
• Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
sejak tahap rekayasa.
• Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3
melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.
b. Standarisasi. Merupakan suatu ukuran terhadap besaran-besaran nilai.
Dengan adanya standard K3 yang maju akan menentukan tingkat
kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja
diketahui melalui pemenuhan standard K3.
c. Inspeksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan
dan pengujian terhadap tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi,
sejauh mana masalah-masalah ini masih memenuhi ketentuan dan
persyaratan K3.
d. Riset, meliputi :
• Riset teknik, penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-bahan
berbahaya. Mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung
diri, penyelidikan tentang desain yang cocok untuk instalasi industri.
• Riset medis, meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit
akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai
kecelakaan kerja.
• Riset psikologis, penelitian terhadap pola-pola pdikologis yang dapat
menjurus kearah kecelakaan kerja.
e. Pendidikan. Pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan