• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Dari Poli Kardiovaskular Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Maret 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Peresepan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Dari Poli Kardiovaskular Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Maret 2011"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS DARI POLI KARDIOVASKULAR

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI–MARET 2011

SKRIPSI

OLEH:

TEDY KURNIAWAN BAKRI NIM 091524002

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS DARI POLI KARDIOVASKULAR

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI–MARET 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

TEDY KURNIAWAN BAKRI NIM 091524002

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS DARI POLI KARDIOVASKULAR

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI–MARET 2011

OLEH:

TEDY KURNIAWAN BAKRI NIM 091524002

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada: Juli 2011

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Dr. Julia Reveny, M.Si, Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing II

Dra. Yusmainita, SpFRS., Apt. NIP 19625091992032002

Disahkan Oleh: Panitia Penguji,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Dr. Julia Reveny, M.Si, Apt. NIP 195807101986012001

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Medan, Juli 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

(4)

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS DARI POLI KARDIOVASKULAR

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – MARET 2011

ABSTRAK

Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional. Peresepan obat berperan penting untuk mengetahui rasionalitas pemakaian obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya.

Pada penelitian ini dilakukan pemantauan terhadap peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas yang terkait dengan pemberian dosis toksik dan interaksi obat dari Poli Kardiovaskular di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011. Jenis penelitian adalah analitik-deskriptif dengan desain prospektif cross sectional. Dengan data lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil Penelitian menujukkan bahwa dari 1019 lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar 71,05%, dimana jumlah kombinasi obat yang paling banyak dengan kombinasi 5 jenis obat yaitu mencapai 295 lembar resep, kemudian kombinasi 6 jenis obat yang mencapai 239 lembar resep. Ditemukan 294 kejadian interaksi obat, terdiri dari 21 jenis obat yang berinteraksi, dengan mekanisme interaksi farmakokinetika 34,26%, farmakodinamika 51,66%, dan unknown 14,07%. Level severitas interaksi obat pada pasien rawat jalan antara lain level severitas interaksi severe 22,04%, moderate 48,73%, dan low 29,21% . Dan tidak ada pemberian dosis toksik pada peresepan obat pasien rawat jalan dari poli Kardiovaskular Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011.

(5)

PROFILE PRESCRIPTIONS PATIENT JAMKESMAS FROM THE CARDIOVASCULAR CLINIC

IN GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM JANUARY TO MARCH 2011

ABSTRACT

Irrational use of drugs is a serious problem in health care because of possible negative impacts that occur. In many countries, at various levels of health services, studies and findings have shown that drug use is far from optimal and rational state. Prescribing drugs play an important role to determine the rationality of the use of drugs, is said to be irrational if the possibility to give little or no benefit at all, while the potential benefits not worth the possible side effects or cost.

In this research, the monitoring of outpatient prescriptions Jamkesmas associated with toxic dosing and drug interactions from the Cardiovascular Clinic at General Hospital H. Adam Malik Medan period from January to March 2011. Type of analytic-descriptive study was a prospective cross sectional design. With the data sheet outpatient prescription Jamkesmas who fulfilled the inclusion criteria.

Research results showed that from 1019 outpatient prescription sheets of Poly Cardiovascular Jamkesmas in RSUP H. Adam Malik Medan, found that drug interactions occur 28.85% and that do not interact at 71.05%, where the number of the most on prescription by a combination of 5 types of drugs that reach 295 sheets of recipes, then a combination of 6 types of drugs that reach 239 sheets of recipes. Found 294 incidents of drug interactions, consisting of 21 types of drugs that interact, with the mechanism of pharmacokinetic interaction of 34.26%, pharmacodynamics of 51.66% and 14.07% unknown. Level of severity of drug interactions in outpatients include severe levels of interaction 22.04%, 48.73% moderate, and low 29.21%. And there is no toxic dose of outpatient prescriptions of the General Hospital Cardiovascular poly RSUP H. Adam Malik Medan period

from January to March 2011.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Peresepan Obat pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Peresepan obat berperan penting untuk mengetahui rasionalitas pemakaian obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan dampak mamfaatnya lebih kecil dibandingkan efek samping atau biaya yang diperlukan. Pemakain obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan. Dosis dan interkasi obat merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan karena dosis obat sangat mempengaruhi efektifitas suatu obat dalam pengobatan dan dengan meningkatnya kompleksitas obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat merugikan semakin besar. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis dan semoga menjadi masukkan bagi dokter, farmasis, dan semua penyedia pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.

(7)

Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur SDM dan Pendidikan, Kepala Instalasi Litbang beserta staf, Kepala Instalasi Farmasi berserta staf, Kepala instalasi Rekam Medis berserta staf, serta Kepala Apotek KPN berserta staf yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Bakri Usman dan Ibunda Hj. Cut Nilawati tercinta, serta Abang Sulaiman Bakri, S.Pd., Zulfadli, SE., dan kakak Dasrita Bakri M.Si., atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini. Serta ucapan terimakasih kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan moral dan masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Juli 2011

Penulis

Tedy Kurniawan Bakri

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ………... ... vi

ABSTRACT ……… ... vii

DAFTAR ISI ……… ... viii

DAFTAR TABEL ………... ... xi

DAFTAR GAMBAR ……… ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ……… ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ……… 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Rumah Sakit ……….. 9

2.2 Resep ………. 10

2.3 Kardiovaskular ……… .. 11

(9)

2.5 Dosis Obat ………. … 15

2.6 Interaksi Obat ………..…. 17

2.7 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ………. 24

BAB III. METODE PENELITIAN ……... 26 3.1 Jenis Penelitian ……….. 26

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 26

3.2.1 Waktu Penelitian ... 26

3.2.2 Lokasi Penelitian ……….. 26

3.3 Populasi dan Sampel …...…… 27

3.3.1 Populasi ………... 27

3.3.2 Sampel ………….. ……….. …. 27

3.4 Definisi Operasional ………... 28

3.5 Instrumen Penelitian ... 29

3.5.1 Sumber Data ……….. 29

3.5.2 Teknik Pengumpulan data ……… . 30

3.6 Pengolahan Data ……… 30

3.7 Bagan Alur Penelitian ……… 31

3.8 Langkah Penelitian ……… 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Profil Peresepan Obat ………. 33

4.2 Gambaran Kejadian Interaksi Obat... 46

(10)

4.4 Gambaran Dosis Obat Pasien…………...…………... 53

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1.a Profil peresepan obat dari Poli Kardiovaskular………... 34 Tabel 4.1.b Profil peresepan obat dari Poli Kardiovaskular dengan

resep penyerta dari Poli lainnya………...……… 46 Tabel 4.2 Gambaran Interaksi obat pada peresepan obat pasien

rawat jalan Jamkesmas darimPoli Kardiovaskula………... 47 Tabel 4.3a Profil Jenis obat,mekanisme interaksi, dan level severitas

interaksi pada peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas

dari poli Kardiovaskular di RSUP H.Adam Malik Medan …… 48 Tabel 4.3b Jumlah kasus masing-masing pola mekanisme interaksi obat

pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular

di RSUP H.Adam Malik Medan ….………. 50 Tabel 4.3c Jumlah kasus masing-masing level interaksi obat pada

pasien rawat jalan Jamkeskas dari Poli Kardiovaskular

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas

dari Poli Kardiovaskular di RSUP. H. Adam Malik Medan

Periode Januari – Maret 2011……… 60 Lampiran 2 Data pemberian dosis obat pada pasien rawat jalan dari

Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan

periode Januari-Maret 2011……… 65 Lampiran 3 Data Interaksi Obat-obat pada pasien rawat jalan

Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan

periode Januari–Maret 2011……… 67 Lampiran 4 Lembar Formulir data wawancara pasien rawat jalan

Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular RSUP H. Adam Malik

Medan………. 90 Lampiran 5 Surat keterangan telah selesai melaksanakan penelitian di

(14)

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS DARI POLI KARDIOVASKULAR

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – MARET 2011

ABSTRAK

Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional. Peresepan obat berperan penting untuk mengetahui rasionalitas pemakaian obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya.

Pada penelitian ini dilakukan pemantauan terhadap peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas yang terkait dengan pemberian dosis toksik dan interaksi obat dari Poli Kardiovaskular di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011. Jenis penelitian adalah analitik-deskriptif dengan desain prospektif cross sectional. Dengan data lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil Penelitian menujukkan bahwa dari 1019 lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar 71,05%, dimana jumlah kombinasi obat yang paling banyak dengan kombinasi 5 jenis obat yaitu mencapai 295 lembar resep, kemudian kombinasi 6 jenis obat yang mencapai 239 lembar resep. Ditemukan 294 kejadian interaksi obat, terdiri dari 21 jenis obat yang berinteraksi, dengan mekanisme interaksi farmakokinetika 34,26%, farmakodinamika 51,66%, dan unknown 14,07%. Level severitas interaksi obat pada pasien rawat jalan antara lain level severitas interaksi severe 22,04%, moderate 48,73%, dan low 29,21% . Dan tidak ada pemberian dosis toksik pada peresepan obat pasien rawat jalan dari poli Kardiovaskular Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011.

(15)

PROFILE PRESCRIPTIONS PATIENT JAMKESMAS FROM THE CARDIOVASCULAR CLINIC

IN GENERAL HOSPITAL HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD FROM JANUARY TO MARCH 2011

ABSTRACT

Irrational use of drugs is a serious problem in health care because of possible negative impacts that occur. In many countries, at various levels of health services, studies and findings have shown that drug use is far from optimal and rational state. Prescribing drugs play an important role to determine the rationality of the use of drugs, is said to be irrational if the possibility to give little or no benefit at all, while the potential benefits not worth the possible side effects or cost.

In this research, the monitoring of outpatient prescriptions Jamkesmas associated with toxic dosing and drug interactions from the Cardiovascular Clinic at General Hospital H. Adam Malik Medan period from January to March 2011. Type of analytic-descriptive study was a prospective cross sectional design. With the data sheet outpatient prescription Jamkesmas who fulfilled the inclusion criteria.

Research results showed that from 1019 outpatient prescription sheets of Poly Cardiovascular Jamkesmas in RSUP H. Adam Malik Medan, found that drug interactions occur 28.85% and that do not interact at 71.05%, where the number of the most on prescription by a combination of 5 types of drugs that reach 295 sheets of recipes, then a combination of 6 types of drugs that reach 239 sheets of recipes. Found 294 incidents of drug interactions, consisting of 21 types of drugs that interact, with the mechanism of pharmacokinetic interaction of 34.26%, pharmacodynamics of 51.66% and 14.07% unknown. Level of severity of drug interactions in outpatients include severe levels of interaction 22.04%, 48.73% moderate, and low 29.21%. And there is no toxic dose of outpatient prescriptions of the General Hospital Cardiovascular poly RSUP H. Adam Malik Medan period

from January to March 2011.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional. Banyak hal yang dapat ditingkatkan dalam pemakaian obat pada umumnya dan khususnya dalam peresepan obat (prescribing). Secara singkat, pemakaian obat (lebih sempit lagi adalah peresepan obat atau prescribing), dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya (Vance dan Millington, 1986).

Di sini terkandung aspek manfaat, risiko efek samping dan biaya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam membuat pertimbangan mengenai manfaat, risiko dan biaya ini masing-masing dokter dapat berbeda sama sekali. Tetapi perbedaan tersebut dapat dikurangi atau diperkecil kalau komponen-komponen dasar dalam proses keputusan terapi atau elemen-elemen pokok pemakaian obat secara rasional tetap selalu dipertimbangkan (Vance dan Millington, 1986).

(17)

rectal. Penyerahan obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan apabila dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep (Farmakope Indonesia III, 1979).

Suatu penelitian tentang Drug Related Problems (DRPs) pada resep dokter anak di Instalasi Rawat Jalan RSUD Wirosaban Yogyakarta menunjukkan kejadian DRPs kategori dosis toksik masuk dalam peringkat pertama untuk DRPs yang sering terjadi yaitu sebesar 50,72%, dan sebanyak 28,99% kasus dosis kurang (Rahmawati, 2006).

Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan polifarmasi. Telah menjadi semakin sulit bagi dokter dan apoteker untuk akrab dengan seluruh potensi interaksi (Tatro, 2001).

(18)

pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 3130 resep terjadi 156 kejadian interaksi obat (Nazzari dan Mochadam, 2006).

Penelitian yang dilakukan disalah satu apotek di Jakarta, di peroleh persentase obat oral Kardiovaskular yang rasional pada sampel yang dibatasi 138 lembar resep adalah 89,86% (124 lembar resep) dan sisanya 10,14% (14 lembar resep) dinyatakan tidak rasional jika ditinjau dari interaksi obat yang terjadi. Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006).

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day, 1997).

(19)

terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vancomicin dan gentamicin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan low jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen. Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Bailie, 2004).

Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya risiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati, 2006).

(20)

Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan untuk menilai kondisi interaksi obat yang terjadi pada peresepan obat dan ada tidaknya pemberian dosis toksik dalam peresepan obat.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang ada tidaknya peresepan obat dengan dosis toksik, ada tidaknya terjadi interaksi obat, frekwensi interaksi, mekanisme interaksi, dan mengidentifikasi obat-obat yang sering berinteraksi serta menentukan tingkat severitas interaksi obat yang terjadi serta di RSUP H. Adam Malik, Medan.

Pada penelitian ini interaksi obat dan dosis obat sebagai variabel bebas (independent variable) dan sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah frekuensi interaksi, mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, level severitas interaksi serta dosis toksik.

(21)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah sebagai berikut :

a. apakah ada pemberian obat dengan dosis toksik pada peresepan? b. apakah terjadi interaksi obat pada peresepan?

c. apakah frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan tinggi? d. apa sajakah pola mekanisme interaksi obat pada peresepan?

e. apa sajakah obat yang sering berinteraksi pada peresepan? f. apa sajakah level severitas interaksi obat pada peresepan?

Farmakokinetik Farmakodinamik

Unknown

Gambar 1.1. Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Interaksi obat

Variabel Terikat

Frekuensi interaksi

Mekanisme interaksi

Jenis obat yang berinteraksi

Level severitas interaksi

Severe/Major

Moderate

Low/Minor

Variabel Bebas

Dosis

obat Dosis Toksik Frekuensi Dosis

(22)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah:

a. adanya pemberian dosis toksik pada peresepan. b. terjadi interaksi obat pada peresepan.

c. tingginya frekuensi interaksi obat pada peresepan.

d. adanya pola mekanisme interaksi obat yang beragam pada peresepan. e. interaksi obat yang terjadi pada peresepan terdiri dari beragam jenis obat. f. adanya level severitas interaksi obat yang beragam pada peresepan

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah:

a. Mengetahui apakah ada pemberian obat dengan dosis toksik pada peresepan.

b. mengetahui apakah terjadinya interaksi obat pada peresepan.

c. mengetahui apakah tinggi frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan.

(23)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. memberikan gambaran mengenai ada tidaknya pemberian dosis toksik pada peresepan.

b. memberikan gambaran mengenai interaksi obat pada peresepan.

c. memberikan gambaran mengenai frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan.

d. memberikan gambaran mengenai pola mekanisme interaksi obat pada peresepan.

e. memberikan gambaran mengenai obat yang sering berinteraksi pada peresepan.

f. memberikan gambaran mengenai level severitas interaksi obat pada peresepan.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Tujuan penyelenggaraan Rumah Sakit:

a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit Rumah Sakit mempunyai fungsi:

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

(25)

Pada hakikatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

2.2 Resep

(26)

demikian pemberian obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis (Jas, 2008).

Resep terdiri dari enam bagian yaitu:

1. Inscriptio yaitu meliputi nama dokter, No.Sip., Alamat/Telp/Hp/kota/tempat, tanggal menulis resep. Untuk resep obat narkotika, hanya berlaku untuk satu kota propinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktek pribadi. 2. Invocatio yaitu permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin

”R/=resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.

3. Prescriptio / Ordonantio, yaitu nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

4. Signatura, yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas, untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscriptio, yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

6. Pro (peruntukkan), dicantumkan nama dan umur pasien, teristimewa untuk obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (Jas, 2008).

2.3 Kardiovaskular

(27)
(28)

2.4 Penyakit Kardiovaskular

Lebih dari 17 juta orang meninggal dunia per tahun akibat penyakit kardiovaskular. Banyaknya orang yang meninggal dunia ini menjadikan penyakit kardiovaskular sebagai salah satu penyakit yang memakan korban jiwa terbesar secara global. Di Indonesia, stroke, hipertensi dan penyakit jantung iskemik menempati proporsi terbesar (27.3%) penyebab kematian semua umur (Herianto,dkk, 2006).

(29)

jantung koroner dan 5,7 juta mati karena stroke. Penyakit kardiovaskular terdiri dari gangguan yang menyebabkan penyakit jantung (kardio) dan pembuluh darah (vaskular). Profesor Sheikh mengungkapkan gaya hidup seseorang yang akan menjadi penanda apakah berisiko terkena kardiovaskular atau tidak. Pemicu utamanya adalah tekanan darah tinggi, kolesterolterol tinggi, obesitas (kegemukan), merokok dan kurang bergerak. “Terapi pencegahan sangat penting untuk mengurangi kasus kematian kardiovaskular secara global,” kata Profesor Sheikh yang juga menjadi ketua Punjab Institute of Cardiology, Lahore, dan dokter ahli kardiologi di Hospital & Medical Centre, Lahore, Pakistan. Yang lebih mencemaskan kata Profesor Sheikh, di kawasan Asia penyakit ini banyak menyerang usia muda atau 10 tahun lebih muda dari penderita di negara-negara barat. China mencatat angka penambahan terbesar dari semula 12,8% di tahun 1957 menjadi 35,8% di tahun 1990 (Emboli, 2010).

Penyakit kardiovaskular terdiri dari 3 bentuk: 1. Penyakit Jantung Koroner, adalah gangguan pembuluh darah ke jantung contohnya seperti serangan jantung (infark miokard), nyeri dada (angina) dan irama jantung tidak normal (aritmia).

2. Penyakit serebrovaskular, adalah gangguan pembuluh darah ke otak contohnya seperti stroke yang terjadi karena sel otak akibat kurangnya suplai darah ke otak dan gangguan yang menyerang sistem iskemik seperti gerakan, rasa, penglihatan dan kemampuan bicara yang hilang.

(30)

Profesor Sheikh mengatakan perlu manajemen gaya hidup dari semua orang untuk menghindari ancaman pembunuh nomor satu ini. Sebagian besar penyakit kardiovaskular juga sudah dapat dikendalikan melalui terapi seperti menurunkan tekanan darah atau pencegahan agar darah tidak menggumpal (Emboli,2010).

2.5 Dosis Obat

Salah satu masalah yang dihadapi penyedia kesehatan publik dan administrator di banyak negara adalah menjamin penggunaan obat rasional. Konfrensi ahli tentang penggunaan obat rasional, yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Nairobi pada tahun 1985, mendefinisikan penggunaan rasional sebagai berikut: penggunaan obat rasional mensyaratkan bahwa pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang memenuhi untuk pasien sendiri secara individu, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya terendah untuk pasien dan masyarakat (Moore, et.all., 1997).

(31)

kemungkinan terjadi pada beberapa pasien dengan resiko tinggi, jika tidak diikuti intervensi dari farmasi untuk mencegahnya (Tatro, 2001)

Pemberian obat yang tidak tepat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai, sehingga memperlama waktu rawat inap dan menghambat kesembuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pada tahun 1997 di Amerika tercatat 140.000 kematian dan 1 juta pasien di rawat di Rumah Sakit akibat adanya DRPs dari obat yang diresepkan (Cipolle et al., 1998).

Drug related problems (DRPs) didefinisikan sebagai kejadian atau keadaan yang berpotensi bertentangan dengan hasil kesehatan yang diinginkan. Dalam penelitian di Norwegia mengenai perbandingan DRPs di kelompok pasien yang berbeda diperoleh data bahwa kasus DRPs terjadi dengan rata-rata kejadian di tiap instalasi yang berbeda. Sebanyak 1,9% dilaporkan di instalasi kardiologi, 2,0% di instalasi geriatri, 2,1% di instalasi pengobatan respiratori dan 2,3% di instalasi rheumatology. DRPs yang paling sering ditemukan dalam kelompok pasien adalah dosis yang tidak optimal (kardiologi, respiratori dan geriatri) dan membutuhkan obat tambahan (rheumatology) (Anonim, 2004).

(32)

diidentifikasi dari pasien yang menerima obat salah, 8% karena obat tanpa indikasi medis yang valid, 16% diantaranya menyangkut dosis terlalu rendah dan dosis terlalu tinggi sebesar 6%. Sedangkan penyebab umumnya lainnya Adverse Drug Reaction (Cipolle et al., 1998).

2.6 Interaksi Obat

Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat yang diakibatkan oleh obat lainnya sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003). Risiko interaksi obat akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Hal ini juga mengisyaratkan risiko yang lebih besar pada orang lanjut usia dan mengalami penyakit kronis karena mereka akan menggunakan obat-obatan lebih banyak dari populasi umumnya. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien berasal dari beberapa resep (McCabe, et.al., 2003).

(33)

Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan (Quinn dan Day, 1997). Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).

Interaksi obat dianggap berbahaya secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).

(34)

Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat : a. Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya (Setiawati, 2007).

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : i. Interaksi pada absorbsi obat

a. Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).

b. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

(35)

c. Induksi atau inhibisi protein transporter obat

Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin (Stockley, 2008).

ii. Interaksi pada distribusi obat a. Interaksi ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).

b. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS (Stockley, 2008).

iii. Interaksi pada metabolisme obat

(36)

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).

b. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya (Stockley, 2008).

c. Inhibisi enzim

(37)

mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).

iv. Interaksi pada ekskresi obat a. Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).

b. Perubahan ekskresi aktif tubular renal

(38)

obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs) (Stockley, 2008).

c. Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).

b. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang

memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir

sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi

antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi

ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi

obat-obat yang berinteraksi (Setiawati, 2007). i. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT) (Stockley, 2008).

ii. Interaksi antagonis atau berlawanan

(39)

waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).

2.7 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : low, moderate, atau severe.

a. Keparahan low

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan low jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi Alprazolam oleh Antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).

b. Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi Furosemide dan Warfarin perlu dilakukan monitoring kemungkinan terjadinya pendarahan (Bailie, 2004).

c. Keparahan severe

(40)
(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif cross sectional, yaitu jenis survei yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Penelitian yang dilakukan bersifat prospektif yaitu penelitian yang memulai dengan penyebab tertentu dan berjalan ke depan menuju pengaruh terhadap individu-individu yang terpapar (Abramson, 1991). Metode deskriptif cross sectional yang disebut metode ecological studies adalah suatu penelitian yang menggambarkan kondisi suatu populasi, mengambarkan suatu penyakit dan permasalahan penggunaan obat dan hal-hal yang mempengaruhinya, penelitian yang dilakukan secara prospektif merupakan penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan kondisi kedepan dan data aktual yang terjadi, dengan menggunakan data yang lebih lengkap (Waning, 2007).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011–Maret 2011 3.2.2 Lokasi

(42)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011.

3.3.2. Sampel

Pada penelitian ini sebagai subjek adalah data pengobatan pasien rawat jalan Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011, yang terdiri dari lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular dan didukung dengan data rekam medis pasien serta wawancara langsung dengan pasien. Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi adalah:

a. lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di apotek RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011.

b. kategori semua gender (laki-laki dan perempuan) c. kategori semua jenis diagnosa kardiovaskular d. kategori semua usia (anak-anak, dewasa dan lansia) e. mendapat terapi ≥ 2 obat

Kriteria eksklusi adalah:

(43)

b. lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di apotek RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 dengan lembar resep penyerta dari Poli lainnya.

c. pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler yang tidak mengambil obat di apotek RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011.

3.4 Definisi Operasional

a. Jenis obat adalah obat yang berinteraksi.

b. Dosis toksik adalah penggunaan obat melebihi dosis maksimal

c. Frekuensi interaksi adalah jumlah kasus interaksi obat-obat yang terjadi. d. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara

farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.

e. Level severitas interaksi obat adalah severe, moderate, dan low.

f. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang mempengaruhi obat pada tahapan absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.

g. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat yang mempengaruhi kerja obat terhadap reseptor.

h. Interaksi unknown adalah interaksi obat yang mekanismenya belum diketahui secara pasti.

(44)

j. Interaksi dengan level severitas moderate adalah jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit.

k. Interaksi dengan level severitas severe jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen.

l. Resep penyerta lainnya adalah resep dari poli lainnya yang dibawakan oleh pasien Poli Kardiovaskular untuk dilayani apotek bersamaan dengan resep dari poli Kardiovaskular.

m. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan

3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber Data

(45)

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di apotek, dan melengkapi data dengan menggunakan data pendukung dari rekam medis pasien serta wawancara dengan pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan dalam periode Januari-Maret 2011. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. mengelompokkan data lembar resep pasien, dengan data pendukung rekam medis dan wawancara berdasarkan kriteria inklusi.

b. mengelompokkan data penggunaan obat pasien meliputi nama obat, jumlah obat, jenis obat, aturan pakai, dan dosis pemberian.

c. menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya interaksi obat dan dosis toksik pada peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular berdasarkan studi literatur.

3.6 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Bentuk dan kuantitas akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Data interaksi obat dievaluasi secara teoritik berdasarkan studi literatur Stockley’s Drug Interaction 2008, serta digunakan juga

situs internet terpercaya

(46)

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

3.7 Bagan Alur Penelitian

Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

Lembar resep pasien rawat jalan dari Poli Kardiovaskular Rekam medis

pasien rawat jalan

dari Poli Pengelompokan

berdasarkan kriteria

Pengelompokan data penggunaan obat pasien

Identifikasi interaksi

Penghitungan frekwensi interaksi

Penentuan mekanisme interaksi

Penentuan level severitas interaksi

Analisis data

[image:46.595.123.542.171.708.2]

Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.7 Bagan Alur Penelitian Perhitungan dosis obat

Penghitungan frekwensi interaksi

(47)

3.8 Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

b. menghubungi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

c. mengumpulkan data berupa lembar resep dan data rekam medis pasien rawat jalan dan wawancara dengan pasien rawat jalan yang tersedia di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Peresepan Obat

Berdasarkan analisis terhadap resep yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi maka diperoleh sampel 1019 lembar resep pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H. Adam Malik Medan, pada lembar resep ditemukan masih banyaknya penulisan resep yang tidak mengikuti aturan penulisan resep yang baik sehingga potensi medication error tinggi, diantaranya penulisan signatura tidak dalam singkatan latin dan lainya, akan tetapi hal ini tidak dibahas lebih lanjut kerena tidak dalam cakupan kerangka pikir penelitian. Dari data kombinasi obat tiap lembar resep, kombinasi obat terbanyak dengan kombinasi 5 jenis obat yaitu mencapai 295 lembar resep, kemudian kombinasi 6 jenis obat yang mencapai 239 lembar resep. Kombinasi obat dengan jumlah yang banyak memerlukan manajemen yang baik dalam penggunaan sehingga pasien dapat terhindari dari interkasi obat yang merugikan. Resiko interaksi yang mungkin terjadi memiliki level severitas yang berbeda-beda dari mulai low, moderate hingga severe. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kombinasi obat dengan lima dan enam jenis obat paling banyak diresepkan.

(49)

diberikan dan dapat juga dengan menggantikan obat tersebut dengan obat lainnya yang memiliki potensi interaksi yang relatif kecil.

[image:49.595.57.576.220.741.2]

Gambaran umum profil Peresepan Obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular ditunjukkan pada Tabel 4.1.a.

Tabel 4.1.a Profil Peresepan Obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular Item Obat /Resep Jumlah Resep

Contoh kombinasi obat yang terjadi interaksi

Frekuensi Kombinasi obat (lembar resep) Persentase Interaksi (%) Level Severitas Interaksi

2R 44

Digoxin tab 0,25 mg

Furosemida tab 40 mg 3 6,8

-moderate

Aspirin tab 80 mg

Bisoprolol fumarat tab 5 mg 1 2,27

-low

3R 90

Clopidogrel Bisulfat tab 75 mg Isosorbide Dinitrate tab 5 mg

Lisinopril tab 5 mg

1 1,1 -moderate

Digoxin tab 0,25 mg Furosemide tab 40 mg

Spironolactone tab 25 mg 9 7,77

-modarate

4R 198

Lisinopril tab 5 mg Furosemida tab 40 mg

Digoxin tab 0,25 mg Warfarin tab 2 mg

5 2,53

-moderate -low

Aspirin tab 80 mg Bisoprolol tab 5 Mg Isosorbide Dinitrate tab 5 mg

Lisinopril tab 10 mg

13 6,56

-moderate -low

5R 295

Aspirin tab 80 mg Digoxin tab 0,25 mg Furosemida tab 40 Mg Spironolakton tab 100 mg

Warfarin tab 2 mg

3

1,01

-severe -moderate

-low

Aspirin tab 80 mg Bisoprolol tab 5 mg Clopidogrel Bisulfat tab 75 mg

Isosorbide Dinitrate tab 5 mg Simvastatin tab 10 mg

(50)

6R 239

Ambroxol tab 30 mg Digoxin tab 0,25 mg Furosemida tab 40 mg Kalium Klorida tab 600 mg

Spironolakton tab 100 mg Warfarin tab 2 mg

12 5,02 -severe

7R 112

Aspirin tab 80 mg Clopidogrel Bisulfat tab 75 mg

Furosemide tab 40 mg Isosorbide Dinitrate tab 5 mg Lisinopril tab 5 mg (Noperten 5 mg

Simvastatin tab 10 mg Spironolakton tab 100 mg

7 6,25

-severe -moderate

8R 35

Aspirin 80 mg

Clopidogrel Bisulfat tab 75 mg Furosemida tab 40 mg Isosorbide Dinitrate 5 mg Kalium Klorida 600 mg (Aspar K) Lisinopril tab 10 (Noperten 10 mg)

Simvastatin tab 10 mg Spironolakton tab 100 mg

8 22,8

-severe -moderate

9R 4

Alprazolam tab 0,5 mg Aspirin tab 80 mg Bisoprolol tab 5 mg Furosemida tab 40 Mg Isosorbide Dinitrate tab 5 mg

Lansoprazole tab 30Mg Lisinopril tab 10 (Noperten 10 mg)

Meloxicam tab 7,5 mg Spironolakton tab 100 mg

1 25

-severe -moderate

10 R 2

Aspirin tab 80 mg Clopidogrel Bisulfat tab 7,5 mg

Furosemida tab 40 mg Isosorbid dinitrat 5 mg Kalium Klorida 600 mg

Lisinopril tab 10 Spironolakton tab 25 mg Natrium Diklofenak tab 50 mg

Ranitidine tab 150 mg Vitamin B complex tab

1 50

-severe -moderate

-low

Total 1019

(51)

Pada Tabel 4.1.a, menunjukkan gambaran umum profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular, dimana;

(52)

secara bersamaan yaitu aspirin diminum pagi hari dan bisoprolol fumarat diminum pada malam hari.

(53)

memperhatikan manajemen penggunaan obat dimana Furosemide dan spironolaktone diminum pagi hari dan Digoxin diminum pada malam hari. 3. Berdasarkan hasil analisis dari Tabel 4.1.a, kolom item obat 4R

(54)

dengan level severitas moderate atau low tergantung kodisi kesehatan pasien dan manajemen penggunaan obat, dimana interaksi yang terjadi antara aspirin dengan bisoprolol fumarate, dan isosorbide dinitrat dengan lisinopril. Interaksi dengan level severitas moderate dapat terjadi antara Isosorbide dinitrat dengan Lisinopril apabila pasien menderita hipotensi dimana lisinopril akan meningkatkan efek vasodilatasi dan hipotensi dari isosorbide dinitrat sehingga perlu dikontrol tekanan darah pasien, bagi pasien dengan tekanan darah tinggi maka kemungkinan interaksi dengan level severitas low masih mungkin terjadi dari interaksi aspirin dengan bisoprolol fumarate, dimana aspirin menghambat pembentukan prostaglandin sehingga mengurangi efek anti hipertensi dari bisoprolol fumarate sehingga perlu manajemen penggunaan obat dimana aspirin dan lisinopril diminum pagi hari, khusus untuk lisinopril diminum setelah satu jam penggunaan isosorbide dinitrat atau sebaliknya satu jam sebelum penggunaan isosorbide dinitrat, kemudian bisoprolol fumarate diminum malam hari, serta Isosorbide dinitrat diminum sehari tiga kali.

(55)
(56)

dengan clopidgrel bisulfat dengan level potensi interaksi moderate, dimana kombinasi kedua anti koagulan ini dapat mengakibatkan potensi pendarahan pada pasien, dan dapat juga terjadi interaksi antara aspirin dengan bisoprolol fumarate dimana aspirin menghambat prostaglandin sehingga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah maka efek ini berlawanan dengan bisoprolol fumarate yang memvasodilatasi pembuluh darah, sehingga disarankan bila penggunaan aspirin sangat diperlukan, maka dosis yang diberikan tidak terlalu tinggi serta perlu dikontrol potensi pendarahan pada pasien, dan manajemen penggunaan obat dimana aspirin dan clopidogrel diminum pada pagi hari, bisoprolol fumarate dan simvastatin diminum pada malam hari, serta isosorbide dinitrat diminum sehari tiga kali.

(57)

pertimbangan pengurangan penggunaan diuretik, dan mengunakan diuretik hemat kalium seperti spironolakton sehingga hanya perlu kontrol kadar kalium dalam darah dan kalium klorida menjadi tidak terlalu perlu untuk diresepkan, serta potensi keracunan digoxin dapat dikurangi. Apabila semua obat harus diresepkan maka manajemen penggunaan obat dengan baik harus dilakukan dimana furosemide dan spironolaktone digunakan pada pagi hari bersama dengan kalium klorida kemudian warfarin diminum siang hari, dan digoxin diminum malam hari, sedangkan ambroxol diminum sehari tiga kali sesudah makan.

(58)

7. Berdasarkan hasil analisis dari Tabel 4.1.a, kolom item obat 8R menunjukkan lembar resep dengan kombinasi delapan jenis obat yaitu aspirin, clopidogrel bisulfat, furosemide, isosorbide dinitrat, kalium klorida, lisinopril, simvastatin, dan spironolakton, dimana berpotensi terjadi interaksi dengan level severitas severe atau moderate tergantung pada kondisi kesehatan pasien dan manajemen penggunaan obat. Interaksi terjadi antara aspirin dengan clopidogrel bisulfat dimana berpotensi terjadinya pendarahan karena sifat antikoagulan dari kedua obat tersebut. Kemudian interaksi antara isosorbide dinitrat dengan lisinopril yang semakin memperkuat efek vasodilator dan hipotensi dari isosorbide dinitrat, kemudian interaksi antara kalium klorida dengan spironolakton dan furosemide, dimana berpotensi terjadinya hiperkalemia sehingga perlu dilakukan kontrol kadar kalium darah. Maka pada kombinasi dengan delapan jenis obat ini, perlu dipertimbangan pengurangan penggunaan obat seperti mengurangi obat diuretik dan antikoagulan serta mengatur pola penggunaan obat dimana furosemid, spironolaktone dan kalium klorida dapat diminum pada pagi hari, sedangkan aspirin dan lisinopril diminum pada siang hari dan clopidogrel bisulfate dengan simvastatin diminum pada malam hari.

(59)

terjadi interaksi obat dengan level severitas severe atau moderate, tergantung pada kondisi kesehatan pasien dan manajemen penggunaan obat oleh pasien. Interkasi yang mungkin terjadi antara spironolakton dengan lisinopril yang dapat menjadikan tubuh hiperkalemia, kemudian furosemid dengan aspirin dimana aspirin mengurangi efek diuretik dari furosemide karena aspirin dapat menghambat pembentukan prostaglandin sehingga akan mempengaruhi cairan darah ke renal, kemudian bisoprolol fumarat dengan aspirin dimana aspirin dapat menghambat efek anti hipertensi dari bisoprolol fumarate karena dalam dosis tinggi aspirin dapat mengvasokontriksikan pembuluh darah. Maka perlu dipertimbangkan pengurangan penggunaan obat seperti diuretik serta manajemen penggunaan obat dimana furosemide, spironolaktone dan meloxicam diminum pada pagi hari, aspirin dan lansoprazole diminum pada siang hari, kemudian alprazolam, lisinopril dan bisoprolol fumarate diminum pada malam hari.

(60)

kemudian interaksi isosorbide dinitrat dengan lisinopril yang mengakibatkan semakin memperkuat efek vasodiloator dan hipotensi dari Isosorbide dinitrat, kemudian kombinasi furosemid dengan aspirin dimana penggunaan aspirin dalam dosis besar dapat mengurangi kerja furosemid sebagai diuretik karena aspirin menghambat pembentukan prostaglandin sehingga aliran darah ke renal terganggu. Maka perlu diperhatikan kombinasi obat yang diberikan, sebaiknya kombinasi obat dapat dikurangi sesuai dengan kebutuhan obat pasien dimana kombinasi diuretik dapat dipertimbangkan untuk dikurangi, penggunaan kombinasi anti koagulan juga perlu dipertimbangkan untuk dikurangi, serta perlu dilakukan kontrol kadar kalium dalam darah, dan kemungkinan pendarahan yang dialami pasien, serta manajemen penggunaan obat yang baik dimana furosemide, spironolakton, dan kalium klorida dapat diminum pada pagi hari, ranitidine diminum sebelum makan, natrium diklofenak, lisinopril dan aspirin diminum siang hari, khusus untuk lisinopril diminum satu jam setelah penggunaan Isosorbide dinitrate atau sebaliknya satu jam sebelum penggunaan isosorbide dinitrat, vitamin B komplek diminum sesudah makan, clopidogrel bisulfate diminum malam hari, isosorbide dinitrate di minum sehari tiga kali.

(61)
[image:61.595.108.451.119.271.2]

Tabel 4.1.b Profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular dengan resep penyerta dari Poli lainya periode

Januari-Maret 2011.

No Bulan Jumlah Resep Keterangan

1. Januari 64 lembar

2 Pebruari 48 lembar

3 Maret 43 lembar

Total 155 lembar

Sumber : Lembar resep dari Apotek Jamkesmas RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tabel 4.1.b ditunjukkan bahwa pada bulan Januari ada 64 lembar resep pasien dari Poli Kardiovaskular dengan berbagai lembar resep penyerta dari Poli lainnya, dan pada bulan Pebruari ada 48 lembar resep dari Poli Kardiovaskular dengan berbagai lembar resep penyerta dari poli lainnya, dan pada bulan Maret ada 43 lembar resep dari Poli Kardiovaskular dengan berbagai lembar resep penyerta dari Poli lainnya, hal ini mengakibatkan potensi terjadinya interaksi obat antara kombinasi obat dari Poli Kardiovaskular dengan obat dari Poli lainnya sangat tinggi, sehingga sangat dibutuhkan manajemen penggunaan obat yang baik atau mengurangi kombinasi obat yang diberikan. Data ini disajikan hanya sebagai gambaran total resep dari Poli Kardiovaskular dengan resep penyerta dari Poli lainnya, sebagai gambaran tingkat kombinasi obat yang diperoleh oleh pasien dengan dua Poli atau lebih, sehingga sangat berpotensi terjadi interaksi.

4.2 Gambaran Kejadian Interaksi Obat

(62)
[image:62.595.112.517.173.445.2]

bahwa interaksi obat terjadi 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar 71,05%. Gambaran umum kejadian interaksi obat secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran Interaksi obat pada peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011

Resep (n total= 1019)

No Bulan Berinteraksi

(lembar resep)

Tidak Berinteraksi (lembar resep)

% %

1 Januari (n = 308) 87 28,25 221 71,75

2 Pebruari (n = 347) 95 27,38 252 72,62

3 Maret (n = 364) 112 30,77 254 69,23

Total Januari - Maret

294 28,85 724 71,05

Sumber : Data dievaluasi menggunakan studi literatur Stockley 2008

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa Peresepan obat dari Poli Kardiovaskular setiap bulannya melebihi 300 lembar resep. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(63)

penggunaan obat kardiovaskular kepada pasien selama dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011.

4.3 Profil jenis obat, mekanisme interaksi dan level severitas interaksi obat

[image:63.595.92.534.484.753.2]

Berdasarkan hasil penelitian, dari 1019 lembar resep ditemukan interaksi obat sebanyak 294 lembar resep atau 28,85% dari 1019 lembar resep (Tabel 4.2). Dari 294 lembar resep yang berinteraksi tersebut, terdiri dari 21 jenis yang berinteraksi (Tabel 4.3.a). Dimana mekanisme interaksi yang terjadi yaitu mekanisme interaksi farmakokinetika 34,26 %, farmakodinamika 51,66 %, dan unknown 14,07 % (Tabel 4.3.b). Interaksi yang terjadi dengan beragam level severitas antara lain level interaksi severe 22,04 %, moderate 48,73 %, dan low 29,21 % (Tabel 4.3.c).

Tabel 4.3.a Profil jenis obat, mekanisme interaksi dan level severitas interaksi pada peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011

No Nama Obat Pola Meknisme

Interaksi

Level Severitas Interaksi

(64)

9. Furosemid – Bisoprolol Farmakodinamika Moderate 85 10. Aspirin – Bisoprolol Farmakodinamika Low 79 11. Aspirin – Kaptopril Farmakodinamika Moderate 32

12. Furosemid – Warfarin Unknown Low 65

13. Spironolakton – Warfarin Unknown Low 31

14. Aspirin – Omeprazole Farmakokinetika Low 36 15. Aspirin – Clopidogrel Farmakokinetika Moderate 4

16. Alprazolam – Antasida Unknown Low 3

17. Ranitidin – Warfarin Farmakokinetika Low 2

18. Aspirin – Digoxin Unknown Moderate 3

19.

Isosorbide dinitrate - Lisinopril

Farmakokinetika Moderate 78

20. Simvastatin – Warfarin Unknown Low 4

21. Digoxin – Furosemid Farmakokinetik Moderate 12

Total 753

Sumber : Data dievaluasi menggunakan studi literatur Stockley 2008

(65)
[image:65.595.118.505.495.627.2]

Dari penelitian diperoleh jenis obat yang berinteraksi sangat beragam, dimana kasus terbanyak terjadi interkasi adalah antara furosemide dengan aspirin dimana terdapat 89 kasus. Aspirin mengurangi efek diuretik furosemida dan venodilasi yang dihasilkan oleh furosemida. Kemungkinan mekanismenya adalah pada sintesis Prostaglandin, dimana hal ini terjadi ketika loop diuretik menyebabkan ekskresi natrium. Jika proses ini dihambat oleh obat seperti aspirin (NSAIDs), aliran darah ke renal akan terganggu sehingga diuresis akan dipengaruhi. Kemudian interaksi obat antara furosemide dengan bisoprolol diperingkat kedua dengan jumlah 85 kasus. Dapat dilihat pola mekanisme yang terjadi juga beragam, diantaranya mekanisme farmakodinamik, farmakokinetik ataupun unknown, dengan tingkat severitas interaksi yang berbeda-beda diantaranya savere, moderate, dan low. Untuk lebih jelas total kasus dengan pola mekanisme interaksi dapat dilihat pada Tabel 4.3.b.

Grafik 4.3.b Jumlah kasus masing-masing pola mekanisme interaksi obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011

No Jenis Interaksi Jumlah kasus Persentase (%) 1. Interaksi Farmakokinetika 258 34,26 2. Interaksi Farmakodinamika 389 51,66

3. Interaksi Unknown 106 14,07

Total Interaksi Obat 753

Keterangan: Data dievaluasi menggunakan studi literature Stockley 2008

(66)

farmakokinetika 34,26%, farmakodinamika 51,66%, dan unknown 14,07% dari total interaksi obat 753 kasus. Dimana interaksi obat yang terjadi adalah bersifat merugikan. Dampak interaksi obat yang bersifat merugikan antara lain menyebabkan hiperkalemia pada pasien (spironolakton-KSR, captopril-spironolakton, lisinopril-Spironolakton), peningkatan risiko hipotensi (captopril-furosemide), mengurangi efek cardioprotective (clopidogrel-lansoprazole), meningkatkan toksisitas (digoksin-spironolakton), dan lain-lain (Stockley, 2008).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah level severitas interaksi obat, karena ini akan sangat berpengaruh terhadap tindakan yang harus dilakukan oleh seorang farmasis dalam manajemen obat-obat yang berinteraksi. Total level severitas interaksi yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 4.3.c.

[image:66.595.107.519.498.626.2]

Level interaksi obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas ditunjukkan pada Tabel 4.3.c.

Tabel 4.3.c Jumlah kasus masing-masing level severitas interaksi obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler di RSUP H.Adam Malik Medan periode Januari – Maret 2011.

No Level severitas interaksi Jumlah kasus Persentase (%)

1. Severe 166 22,04

2. Moderate 367 48,73

3. Low 220 29,21

Total 753

Sumber : Data dievaluasi menggunakan studi literatur Stockley 2008

(67)

`Level severitas interaksi obat yang terjadi beragam diantaranya level severitas low jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian (Bailie, 2004). Contohnya adalah penurunan absorbsi alprazolam oleh antasida ketika dosis diberikan bersamaan (Stockley, 2008). Sebuah interaksi termasuk kedalam level severitas moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit (Bailie, 2004). Contohnya adalah dalam kombinasi aspirin dan bisoprolol fumarate, perlu dilakukan monitoring di mana aspirin mengurangi efek antihipertensi beta-blocker dari bisoprolol fumarate (Stockley, 2008). Sebuah interaksi termasuk ke dalam level severitas severe jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah kombinasi lansoprazole dan clopidogrel mengurangi efek cardioprotective dari clopidogrel (Stockley, 2008).

(68)

aman serta meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien (Rahmawati, 2006).

4.4 Gambaran Dosis Obat Pasien

Dosis atau takaran suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau yang dapat diberikan kepada seseorang penderita untuk pengobatan (Syamsuni, 2007). Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutis dan rectal. Penyerahan obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan apabila dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep (Farmakope Indonesia III, 1979)

[image:68.595.128.518.538.719.2]

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tidak adanya pemberian dosis toksik pada peresepan obat pasien rawat jalan dari Poli Kardiovaskular RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011. Hasil peresepan dengan pemberian dosis toksik dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Gambaran Pemberian Dosis Toksik pada peresepan obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular RSUP.H Adam Malik Medan periode Januari–Maret 2011

Keterangan : Data dievaluasi menggunakan studi Pelayanan Informasi Obat Departemen kesehatan Republik Indonesia

Resep (n= 1019)

No. Bulan Dosis Toksik Dosis Terapi

% %

1 Januari (n =308) 0 0 308 100

2 Pebruari (n =347) 0 0 347 100

3 Maret (n =364) 0 0 364 100

(69)
(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 1019 lembar resep pasien rawat jalan dari Poli Kardiovaskular RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari sampai dengan Maret 2011, diperoleh gambaran umum bahwa terjadi interaksi obat sebesar 28,85% dan yang tidak berinteraksi sebesar 71,05%.

Berdasarkan hasil analisis data di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. tidak ada pemberian obat dengan dosis toksik pada peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler

b. adanya interkasi obat pada peresepan obat pada pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskuler

c. Frekuensi interaksi obat-obat (secara teoritik) pada pasien rawat jalan Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan cukup tinggi yaitu 28,85%, dimana ada 294 kasus dari 1019 lembar resep.

d. mekanisme interaksi farmakokinetika 34,26%, farmakodinamika 51,66%, dan unknown 14,07%.

(71)

f. Level severitas interaksi obat pada peresepan obat pasien rawat jalan jamkesmas dari Poli Kardiovaskular adalah level interaksi severe 22,04%,

moderate 48,73%, dan low 29,21%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut :

a. diharapkan kepada dokter dan farmasis untuk lebih memerh

Gambar

Gambar 1.1. Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Gambar 3.7  Bagan Alur Penelitian
Tabel 4.1.a Profil Peresepan Obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular Frekuensi
Tabel 4.1.b  Profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular dengan resep penyerta dari Poli lainya periode
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa telah terjadi potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak.. Periode Januari-

POLI KARDIOVASKULAR DI APOTEK RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR PERIODE JANUARI – JUNI 2014.. Audi Triani Olii, Nurlina,

Variasi kerja obat terjadi pada neonatus karena adanya variasi karakteristik biologis pada bayi yang baru lahir, diantaranya massa tubuh yang kecil, kandungan lemak

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian retrospektif interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat