• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Sulfametoksazol Dan Trimetoprim Dalam Sediaan Suspensi Dengan Nama Dagang Dan Generik Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Sulfametoksazol Dan Trimetoprim Dalam Sediaan Suspensi Dengan Nama Dagang Dan Generik Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR SULFAMETOKSAZOL DAN TRIMETOPRIM DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Oleh:

DEVIANTI NIM 071524014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR SULFAMETOKSAZOL DAN TRIMETOPRIM DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DEVIANTI NIM 071524014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat beriring salam kepada Nabi

Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada ayahanda Tusar dan ibunda Nursiah, serta Bunda Sumarni, SH.,

abangku Hari Syahrian, SE., adikku Ira Jayanti dan suamiku Robby Ismail P, SE.,

atas doa yang tulus dan dukungan moril maupun materil serta cinta dan kasih

yang telah diberikan kepada penulis dalam menghantarkan penulis untuk meraih

cita-cita.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt, dan Bapak Drs.

Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan sabar

hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dekan Fakultas Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt.,

yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan pendidikan.

3. Bapak Prof. Dr. M Timbul Simanjuntak, Msc., Apt., Dra. Salbiah, M.Si., Apt.,

Drs. Syafruddin, MS., Apt.,  sebagai tim penguji yang sangat banyak

memberikan masukan dan saran atas skripsi ini.

4. Ibu, Dra., Erly Sitompul, MS., Apt., selaku penasehat akademik yang

telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis serta seluruh staf

(4)

perkuliahan dan juga staf tata usaha yang telah memberikan bantuan

administrasinya.

5. Teman- teman penulis Ika, Winda, Febby, Icut, Ike, kak Nova, Alfan,

Lissa, Limiyanto dan seluruh mahasiswa Farmasi Ekstensi stambuk 2007

serta kakak-kakak maupun adik-adik mahasiswa Farmasi yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan motivasinya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Medan, Maret 2010

Penulis

(5)

PENETAPAN KADAR SULFAMETOKSAZOL DAN TRIMETOPRIM DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

Abstrak

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) bahwa campuran Sulfametoksazol dan Trimetoprim ditentukan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan fase gerak campuran air : asetonitril : trietylamin (1400 : 400 : 2) v/v, menggunakan detektor 254 nm dengan kolom ODS (3,9 mm x 30 cm), laju alir 2 ml/menit dalam sediaan tablet, sedangkan dalam sediaan suspensi tidak tercantum.

Penelitian ini bertujuan menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi dengan nama dagang dan nama generik dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dan fase gerak, laju alir dan detektor yang sama seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995).

Uji kualitatif masing-masing zat dilakukan dengan menginjeksikan larutan sulfametoksazol dan trimetoprim secara terpisah ke sistem KCKT, diperoleh waktu retensi sulfametoksazol 2,2 menit dan waktu retensi trimetoprim 6,5 menit.

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara luas puncak dengan konsentrasi untuk sulfametoksazol pada konsentrasi 50 sampai 250 µg/ml dengan koefisien korelasi, r = 0,9997 dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 46709,25327X +46088,31281, untuk trimetoprim pada konsentrasi 10 sampai 50 µg/ml dengan koefisien korelasi, r = 0,9997 dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 5800,13118X + 5576,943053.

Hasil uji validasi metode memenuhi persyaratan dengan persen perolehan kembali Sulfametoksazol 103,28% ; Trimetoprim 98,67%. Uji presisi parameter standar deviasi (SD) Sulfametoksazol sebesar 1,79% ; Trimetoprim 1,44% dan relative standar deviasi (RSD) Sulfametoksazol 1,74% ; Trimetoprim 1,46%. Hasil perhitungan Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) diperoleh; Sulfametoksazol sebesar 13,46 mcg/ml dan 44,88 mcg/ml ; Trimetoprim sebesar 4,51 mcg/ml dan 15,03 mcg/ml.

Persyaratan suspensi oral menurut USP XXXI tahun 2008 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket Sulfametoksazol dan Trimetoprim. Hasil penetapan kadar sampel Trimoxul, Sanprima dan Primadex, semua sampel memenuhi persyaratan, kecuali sampel cotrimoxazole yang tidak memenuhi persyaratan.

(6)

DETERMINATION OF SULFAMETOXAZOLE AND TRIMETOPRIM IN ORAL SUSPENSION WITH TRADE NAME AND GENERIC NAME BY

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) Abstract

According to Farmakope Indonesia (1995), combination of Sulfametoxazole and Trimetoprim can be determined by High Performance Liquid Chromatography with mobile phase, mixture of water : acetonitril : triethylamine (1400 : 400 : 2) v/v, using 254 nm detector and ODS coloum (3,9 mm x 30 cm), with flow rate 2 ml/minute in tablet, but in suspension did’nt included.

The purpose of this research to determine mixture of Sulfametoxazole and Trimetoprim in suspension with trade and generic name using of High Performance Liquid Chromatography , VP-ODS coloum (4,6 mm x 25 cm), with mobile phase, flow rate and detector same as included in Farmakope Indonesia (1995).

The qualitatif test of each drug was done to injection sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC, from the result was obtained retention time of sulfametoksazol 2,2 minute and retention time of trimetoprim 6,5 minute.

The determination of calibration curve linearity gave a linear correlation betwen the peak area versus concentration, for sulfametoksazo from 50 to 250 µg/ml with the correlation coefficient, r = 0,9997 and the calculated had got the regression Y = 46709,25327X +46088,31281, for trimetoprim 10 to 50 µg/ml with the correlation coefficient, r = 0,9997 and the calculated had got the regression Y = 5800,13118X + 5576,943053.

The validation test methode, concluded that this methode fulfilled clauses of validation test methode with percentage recovery 103,28% for Sulfametoxazole ; Trimetoprim 98,67%. Standart deviation (SD) Sulfametoxazole 1,79% ; Trimetoprim 1,44% dan relative standard deviation (RSD) Sulfametoxazole 1,74% ; Trimetoprim 1,46%. Limit of Detection (LOD) Sulfametokxazol 13,46 mcg/ml ; Trimetoprim 4,51 mcg/ml ; Limit of Quantitation (LOQ) Sulfametokxazol 44,88 mcg/ml ; Trimetoprim 15,03 mcg/ml

The requirement oral suspension of the therty one edition USP (2008) namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared.The result test of sample Trimoxul, Sanprima, Primadex, Cotrimoxazole, all samples fulfilled the requirement, except of cotrimoxazole sample that did not meet the requirement.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah ... .2

1.3. Hipotesis ... .3

1.4. Tujuan Penelitian...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1. Suspensi Kotrimoksazol...4

2.2.1. Sifat Fisikokimia...4

2.2.1.1. Sulfametoksazol...4

2.2.1.2. Trimetoprim...5

2.2.2. Mekanisme Kerja...5

2.2.3. Farmakokinetika...6

2.2.4. Efek Samping...6

2.2.5. Kegunaan...7

2.2.6. Bentuk Sediaan...7

2.2.7. Dosis...7

2.3. Kromatografi...7

2.3.1. Pembagian Kromatografi...8

2.3.2. Migrasi dan Retensi Solut...9

2.3.3. Pemisahan Pada Kolom...9

2.3.4. Profil Puncak dan Pelebaran Puncak...10

2.3.5. Jenis Kromatografi...10

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi...13

2.4.1. Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi...13

2.4.2. Wadah fase Gerak...14

2.4.3. Pompa...14

2.4.4. Injektor...14

2.4.5. Kolom...15

(8)

2.4.7. Fase Gerak...16

2.5. Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi...17

2.6. Uji Validasi...18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...20

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...20

3.2. Alat-alat...20

3.3. Bahan-bahan...20

3.4. Prosedur Penelitian... 21

3.4.1. Pengambilan Sampel... 21

3.4.2. Pembuatan Fase Gerak ... 21

3.4.3. Pembuatan larutan induk baku BPFI...22

3.4.4. Penyiapan alat KCKT...22

3.4.5. Identifikasi...22

3.4.6. Penentuan kuantitatif...22

3.4.6.1 Pembuatan linieritas kurva kalibrasi...22

3.4.6.1.1 Kurva kalibrasi sulfametoksazol BPFI...22

3.4.6.1.2 Kurva kalibrasi trimetoprim BPFI...23

3.4.7. Perlakuan Sampel...23

3.4.7.1 Penetapan Kadar sampel...24

3.4.8. Penentuan Spektra Infra Red...24

3.4.8.1 Penentuan Spektra Infra Red Sulfametoksazol...24

3.4.8.2 Penentuan Spektra Infra Red Trimetoprim...24

3.4.9. Prosedur Validasi...24

3.4.10.Penentuan Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)...25

3.4.11.Analisis Statistik...25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...43

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA...45

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Nilai Q kritis pada taraf kepercayaan 99%...26

Tabel 4.1. Data hasil penetapan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam

sediaan suspensi...40

Tabel 4.2. Data hasil pengujian perolehan kembali sulfametoksazol dan trimetoprim

dengan metode penambahan bahan baku (Standard Addition

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Spektrum hasil dari identifikasi baku sulfametoksazol...29

Gambar 4.2. Spektrum hasil dari identifikasi baku trimetoprim...30

Gambar 4.3. Hasil kromatogram dengan metode Kromatografi Cair Kinerja tinggi dengan fase gerak asetonitril : air (25 : 75) mengandung ammonium acetat laju alir 1 ml/menit dan UV detektor 254 nm...31

Gambar 4.4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan baku Sulfametoksazol BPFI...34

Gambar 4.5 Kromatogram hasil penyuntikan larutan baku Trimetoprim BPFI...34

Gambar 4.6. Kromatogram hasil penyuntikan larutan baku campur Sulfametoksazol dan Trimetoprim BPFI dengan konsentrasi masing-masing 160 mcg/ml dan 32 mcg/ml, yang dianalisis secara KCKT...35

Gambar 4.7 Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Sanprima dengan penambahan spike baku trimetoprim ...36

Gambar 4.8. Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Trimoxul...36

Gambar 4.9. Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Sanprima...37

Gambar 4.10. Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Primadex ...37

Gambar 4.11. Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Cotrimoksazol ...38

Gambar 4.12. Kurva kalibrasi sulfametoksazol BPFI………...38

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan Syringe ...46

Lampiran 2. Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring ...47

Lampiran 3. Gambar alat sentrifuge...48

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Sulfametoksazol pada literatur

Pharmaceutical Sub stance (UV/IR)...49

Lampiran 5. Spektrum inframerah Trimetoprim pada literatur

Pharmaceutical Sub stance (UV/IR)...50

Lampiran 6. Kromatogram dari larutan Sulfametoksazol dan Trimetoprim BPFI

...51

Lampiran 7. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi baku campur

sulfametoksazol dan trimetoprim BPFI...54

Lampiran 8. Contoh perhitungan persen perolehan kembali...58

Lampiran 9. Kromatogram hasil persen perolehan kembali dari sampel

Trimoxul (PT. Interbat)...61

Lampiran 10. Data hasil perolehan kembali Sulfametoksazol dan Trimetoprim

Pada Metode Penambahan Baku (Standard addition Methode)...64

Lampiran 11. Analisa data statistik persen perolehan kembali pada suspensi

Trimoxul (PT. Interbat)...65

Lampiran 12. Contoh perhitungan limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ)

...68

Lampiran 13. Kromatogram dari laruran suspensi Trimoxul (PT. Interbat)...70

Lampiran 14. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari

penyuntikan larutan suspensi Trimoxul (PT. Interbat) secara KCKT

...73

Lampiran 15. Kromatogram dari larutan suspensi Sanprima (PT. Sanbe Farma).75

Lampiran 16. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari

penyuntikan larutan suspensi Sanprima (PT. Sanbe Farma)

secara KCKT... 78

Lampiran 17. Kromatogram dari larutan suspensi Primadex (PT Dexa

(12)

Lampiran 18. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari

penyuntikan larutan suspensi Primadex (PT. Dexa Medica)

secara KCKT... 83

Lampiran 19. Kromatogram dari larutan suspensi Cotrimoksazole (PT. Phyto Kemo Agung Farma)... 85

Lampiran 20. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan suspensi Cotrimoksazole (PT. Phyto Kemo Agung Farma) secara KCKT... 88

Lampiran 21. Perhitungan pemipetan sampel... 90

Lampiran 22. Contoh perhitungan untuk mencari kadar sulfametoksazol dan trimetoprim... 91

Lampiran 23. Data hasil perhitungan kadar rata-rata Sulfametoksazol dan Trimetoprim suspensi Trimoxul (PT. Interbat)... 92

Lampiran 24. Daftar Spesifikasi sampel... 93

Lampiran 25. Sertifikat pengujian Sulfametoksazol BPFI... 94

Lampiran 26. Sertifikat pengujian Trimetoprim BPFI... 95

Lampiran 27. Sertifikat bahan baku Sulfametoksazol pabrik PT. Mutifa... 96

(13)

PENETAPAN KADAR SULFAMETOKSAZOL DAN TRIMETOPRIM DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

Abstrak

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) bahwa campuran Sulfametoksazol dan Trimetoprim ditentukan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan fase gerak campuran air : asetonitril : trietylamin (1400 : 400 : 2) v/v, menggunakan detektor 254 nm dengan kolom ODS (3,9 mm x 30 cm), laju alir 2 ml/menit dalam sediaan tablet, sedangkan dalam sediaan suspensi tidak tercantum.

Penelitian ini bertujuan menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi dengan nama dagang dan nama generik dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dan fase gerak, laju alir dan detektor yang sama seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995).

Uji kualitatif masing-masing zat dilakukan dengan menginjeksikan larutan sulfametoksazol dan trimetoprim secara terpisah ke sistem KCKT, diperoleh waktu retensi sulfametoksazol 2,2 menit dan waktu retensi trimetoprim 6,5 menit.

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara luas puncak dengan konsentrasi untuk sulfametoksazol pada konsentrasi 50 sampai 250 µg/ml dengan koefisien korelasi, r = 0,9997 dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 46709,25327X +46088,31281, untuk trimetoprim pada konsentrasi 10 sampai 50 µg/ml dengan koefisien korelasi, r = 0,9997 dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 5800,13118X + 5576,943053.

Hasil uji validasi metode memenuhi persyaratan dengan persen perolehan kembali Sulfametoksazol 103,28% ; Trimetoprim 98,67%. Uji presisi parameter standar deviasi (SD) Sulfametoksazol sebesar 1,79% ; Trimetoprim 1,44% dan relative standar deviasi (RSD) Sulfametoksazol 1,74% ; Trimetoprim 1,46%. Hasil perhitungan Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) diperoleh; Sulfametoksazol sebesar 13,46 mcg/ml dan 44,88 mcg/ml ; Trimetoprim sebesar 4,51 mcg/ml dan 15,03 mcg/ml.

Persyaratan suspensi oral menurut USP XXXI tahun 2008 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket Sulfametoksazol dan Trimetoprim. Hasil penetapan kadar sampel Trimoxul, Sanprima dan Primadex, semua sampel memenuhi persyaratan, kecuali sampel cotrimoxazole yang tidak memenuhi persyaratan.

(14)

DETERMINATION OF SULFAMETOXAZOLE AND TRIMETOPRIM IN ORAL SUSPENSION WITH TRADE NAME AND GENERIC NAME BY

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) Abstract

According to Farmakope Indonesia (1995), combination of Sulfametoxazole and Trimetoprim can be determined by High Performance Liquid Chromatography with mobile phase, mixture of water : acetonitril : triethylamine (1400 : 400 : 2) v/v, using 254 nm detector and ODS coloum (3,9 mm x 30 cm), with flow rate 2 ml/minute in tablet, but in suspension did’nt included.

The purpose of this research to determine mixture of Sulfametoxazole and Trimetoprim in suspension with trade and generic name using of High Performance Liquid Chromatography , VP-ODS coloum (4,6 mm x 25 cm), with mobile phase, flow rate and detector same as included in Farmakope Indonesia (1995).

The qualitatif test of each drug was done to injection sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC, from the result was obtained retention time of sulfametoksazol 2,2 minute and retention time of trimetoprim 6,5 minute.

The determination of calibration curve linearity gave a linear correlation betwen the peak area versus concentration, for sulfametoksazo from 50 to 250 µg/ml with the correlation coefficient, r = 0,9997 and the calculated had got the regression Y = 46709,25327X +46088,31281, for trimetoprim 10 to 50 µg/ml with the correlation coefficient, r = 0,9997 and the calculated had got the regression Y = 5800,13118X + 5576,943053.

The validation test methode, concluded that this methode fulfilled clauses of validation test methode with percentage recovery 103,28% for Sulfametoxazole ; Trimetoprim 98,67%. Standart deviation (SD) Sulfametoxazole 1,79% ; Trimetoprim 1,44% dan relative standard deviation (RSD) Sulfametoxazole 1,74% ; Trimetoprim 1,46%. Limit of Detection (LOD) Sulfametokxazol 13,46 mcg/ml ; Trimetoprim 4,51 mcg/ml ; Limit of Quantitation (LOQ) Sulfametokxazol 44,88 mcg/ml ; Trimetoprim 15,03 mcg/ml

The requirement oral suspension of the therty one edition USP (2008) namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared.The result test of sample Trimoxul, Sanprima, Primadex, Cotrimoxazole, all samples fulfilled the requirement, except of cotrimoxazole sample that did not meet the requirement.

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari Sulfametoksazol dan

Trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja

lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol

menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri

sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Spektrum

antibakteri Trimetoprim sama dengan sulfametoksazol, meskipun daya

antibakterinya 20-100 kali lebih kuat dari Sulfametoksazol (Mariana, 1995).

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), campuran Sulfametoksazol

dan Trimetoprim ditentukan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi dengan fase gerak campuran air : asetonitril : triethylamina (1400 : 400 : 2)

v/v, menggunakan detektor 254 nm dengan kolom ODS (3,9 mm x 30 cm), laju

alir 2 ml/menit, untuk sediaan tablet.

Menurut beberapa literatur penetapan kadar suspensi Sulfametoksazol dan

Trimetoprim dapat dilakukan dengan KCKT menggunakan fase gerak, laju alir

yang berbeda antara lain dalam USP XXXI (2008) suspensi Sulfametoksazol dan

Trimetoprim ditentukan kadarnya secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

menggunakan fase gerak, laju alir, kolom dan detektor yang sama seperti yang

tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995). Menurut Bergh,J.J dan

Breytenbach (1987) dilakukan dengan fase gerak acetonitril : air (25 : 75) v/v

mengandung ammonium acetat 1% pH 6.90 ± 0.1 dengan laju alir 1 ml/menit dan

(16)

dengan fase gerak metanol : asam asetat : triethylamin : air (20 :1.5 : 0.5 : 78) v/v

dengan laju alir 1.5, UV detektor pada 254 nm, kolom 300 x 3.9 10 µm

µBondapak C 18.

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak keuntungan

antara lain cepat, daya pisahnya baik, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah

untuk memperoleh kembali cuplikan, kolom dapat dipakai berulang kali dan

perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Johnson and

Stevenson, 1991; Rohman, 2007).

Persyaratan kadar untuk sediaan suspensi kotrimoksazol Menurut USP

XXXI (2008) yaitu mengandung Sulfametoksazol, C10H11N3O3S dan

Trimetoprim, C14H18N4O3, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada etiket.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan kondisi kromatografi

yang sedikit berbeda dari prosedur yang terdapat pada USP XXXI (2008) yaitu

kolom VP-ODS (4.6 mm x 25 cm) sehingga perlu dilakukan uji validasi terhadap

sediaan suspensi dengan penambahan bahan baku yang umumnya digunakan

dalam pembuatan suspensi kotimoksazol. Adapun parameter uji validasi yang

dilakukan yaitu akurasi (kecermatan) dengan parameter kesalahan relatif, presisi

(keseksamaan) dengan parameter koefisien variasi, sensitivitas dengan parameter

limit deteksi dan limit kuantitasi

1.2 Perumusan masalah

- Apakah kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(17)

- Apakah kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi dengan

nama dagang dan nama generik yang ditetapkan secara KCKT memenuhi

persyaratan yang yang ditetapkan Oleh USP edisi XXXI (2008)

- Apakah metode KCKT yang digunakan memenuhi persyaratan uji validasi?

1.3 Hipotesis

- Diduga kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT).

- Diduga kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi dengan

nama dagang dan nama generik yang ditetapkan secara KCKT memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh Oleh USP edisi XXXI (2008)

- Diduga metode KCKT yang digunakan memenuhi persyaratan uji validasi yang

ditetapkan.

1.4 Tujuan penelitian

- Menentukan kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

- Mengetahui kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi

yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP

edisi XXXI (2008)

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suspensi Kotrimoksazol

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair.

Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C10H11N3O3S dan

Trimetoprim, C14H18N4O3, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada etiket (USP, 2008).

2.2.1 Sifat Fisikokimia 2.2.1.1 Sulfametoksazol

Rumus struktur : H2N SO2NH

N

O CH3 Nama kimia : N1 – (5-metil-3-isoksazolil)sulfanilamida

Rumus molekul : C10H11N3O3S

Berat molekul : 253,28

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis

tidak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam

kloroform, mudah larut dalam aseton dan dalam

larutan natrium hidroksida encer, agak sukar larut

(19)

2.2.1.2 Trimetoprim

Rumus struktur :

NH2 OCH3 N

H2N CH2 OCH3 N

OCH3

Nama kimia : 2,4-Diamino-5-(3,4,5-trimetoksibenzil)pirimidina

Rumus molekul : C14H18N4O3

Berat molekul : 290,36

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur,putih sampai krem,

tidak berbau

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam

benzilalkohol, agak sukar larut dalam kloroform dan

dalam methanol, sangat sukar larut dalam etanol dan

dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan

dalam karbon tetraklorida.

2.2.2 Mekanisme kerja

Aktivitas antibakteri kombinasi antara sulfametoksazol dan trimetoprim (

kotrimoksazol) berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan pada reaksi

enzimatik untuk pembentukan asam tetrahidrofolat. Sulfonamida manghambat

masuknya para-aminobenzoic acid (PABA) ke dalam molekul asam folat dan

trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi

tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom

C, seperti pembentukan basa purin (adenine, guanine dan timidin) dan beberapa

asam amino (metinin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi yang

(20)

menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini

penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.

Efek sinergis dapat dicapai dengan perbandingan kadar yang optimal dari

kedua obat. Untuk kebanyakan kuman, rasio kadar Sulfametoksazol : Trimetoprim

yang optimal ialah 20:1, sifat farmakokinetik sulfonamid untuk kombinasi dengan

Trimetoprim sangat penting untuk kadar yang relatif tetap dari kedua obat tersebut

dalam tubuh. Trimetoprim pada umumnya 20 – 100 kali lebih poten daripada

sulfametoksazol, sehingga sediaan kombinasi diformulasikan untuk mendapatkan

kadar Sulfametoksazol 20 kali lebih besar daripada Trimetoprim.

2.2.3 Farmakokinetika

Trimetoprim biasanya diberikan secara oral, baik tunggal maupun

dikombinasikan dengan sulfametoksazol, kombinasi ini merupakan bentuk

terakhir yang dipilih karena trimetoprim dan sulfametoksazol memiliki waktu

paruh yang hampir sama. Trimetoprim diabsorbsi dengan baik dari usus dan

didistribusikan secara luas dalam cairan- cairan dan jaringan-jaringan tubuh,

termasuk cairan serebrospinal. Karena trimetoprim lebih larut dalam lemak

dibandingkan sulfametoksazol, maka volume distribusi trimetoprim lebih banyak

dibandingkan sulfametoksazol. Jika 1 bagian trimetoprim diberikan dengan 5

bagian sulfametoksazol, maka konsentrasi plasma puncaknya adalah pada rasio 1 :

20 yang merupakan konsentrasi optimal. Sulfametoksazol lebih banyak terikat

pada protein plasma dibandingkan trimetoprim (Katzung, 2004).

2.2.4 Efek samping

Biasanya berupa gangguan kulit dan gangguan lambung-usus, stomatitis.

(21)

dan efek-efek darah (neutropenia, trombositopenia). Oleh karena itu, penggunaan

lebih dari dua minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah. Resiko

kristaluria dapat dihindari dengan meminum lebih dari 1,5 liter air sehari. (Tjay

dan Rahardja, 2002).

2.2.5 Kegunaan

Kombinasi Sulfametoksazol dan Trimetoprim merupakan pengobatan

yang efektif untuk infeksi-infeksi saluran kemih dengan komplikasi, prostatitis

dan infeksi saluran cerna (Katzung, 2004).

2.2.6 Bentuk sediaan

Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral yang mengandung 400

mg Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetoprim atau 800 mg Sulfametoksazol dan

160 mg Trimetoprim. Untuk anak- anak tersedia dalam bentuk suspensi oral yang

mengandung 200 mg Sulfametoksazol dan 40 mg Trimetoprim / 5 ml, serta tablet

pediatrik yang mengandung 100 mg Sulfametoksazol dan 20 mg Trimetoprim.

Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg

Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetoprim / 5 ml.

2.2.7 Dosis

Dosis dewasa 800 mg Sulfametoksazol dan 160 mg Trimetoprim setiap 12

jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Dosis yang dianjurkan

untuk anak-anak ialah Sulfametoksazol 40 mg/kg/BB/hari dan 8 mg/kg/BB/hari

Trimetoprim (Mariana, 1995).

2.3 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia

(22)

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik

pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia

untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif atau preparatif

dalam bidang farmasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan zat yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk

memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks,baik komponen organik maupun komponen anorganik (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.1 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi

eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : (a) kromatografi kertas ; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut kromatografi planar, (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG). Bentuk kromatografi yang paling awal adalah

kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.2 Migrasi dan Retensi Solut

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan

distribusinya (D) dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua

(23)

didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan

dalam fase gerak (Cm).

D =

Cm Cs

Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat; dan semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Pemisahan pada kolom

  Kolom merupakan bagian terpenting dari keseluruhan peralatan kromatografi karena proses pemisahan campuran komponen. Pada pemisahan campuran-campuran dalam kolom, solut-solut dicirikan dengan waktu retensi (tR) dan faktor retensi (k’) yang berbanding lurus dengan nilai D.

tR = tM (1+ k’)

Kondisi kromatografi umumnya diatur sedemikian rupa sehingga nilai k’ lebih kecil daripada 20 untuk menghindari waktu retensi yang terlalu panjang. Nlai k’ dapat dihitung dengan persamaan :

k’ = tR- tM

tM

2.3.4 Profil Puncak dan Pelebaran Puncak

Selama pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profil

konsentrasi yang simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah

aliran fase gerak. Profil, dikenal juga dengan puncak atau pita, secara

perlahan-lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena

(24)

Gambar 2. Profil-profil puncak

Adanya puncak, yang asimetris dapat disebabkan oleh hal –hal berikut:

 Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka

fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi

pengekoran atau tailing.

 Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut

sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang

mengekor.

 Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu

sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting) (Gandjar dan Rohman,

2007).

2.3.5 Jenis kromatografi

Menurut Johnson dan Stevenson (1991) jenis-jenis kromatografi yaitu:

1. Kromatografi Cair-Padat (LSC)

Tehnik ini biasanya menggunakan fase diam silika gel atau alumina, meskipun

demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel sebagai fase diamnya.

Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar

seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya

sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah metanol.

Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer struktur dan

untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda.

2. Kromatografi Partisi (LLC)

Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat.

(25)

fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah

hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau

dengan fenil.

Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana (ODS atau

C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik. Sedangkan fase

geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air atau dengan larutan

buffer.

Kromatografi partisi (LLC), disebut “fase normal” bila fase diam lebih polar

dari fase gerak dan “fase terbalik” bila fase gerak lebih polar dari fase diam.

a. Kromatografi fase normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase

gerak ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti

pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida

alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga

digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase

normal. (Gandjar dan Rohman, 2007)

b. Kromatografi fase terbalik

Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Kandungan utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat

campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran

(26)

Dapat ditambahkan pula asam, basa, dapar dan/atau surfaktan. Mutu air harus

tinggi baik air destilasi maupun air mineral.

3. Kromatografi penukar ion

Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase gerak

dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal dari

polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah.

Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin

pilihan paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin

telah digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal

secara khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai

untuk keduanya, kation-kation dan anion-anion.

4. Kromatografi eksklusi (EC)

Tehnik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari

solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang

sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan

dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih

besar tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa

ditahan.

5. Kromatografi Pasangan Ion (IPC)

Kromatografi ini merupakan bentuk khusus dari kromatografi cair-cair yang

digunakan untuk pemisahan senyawa atau cuplikan yang mengandung

komponen ion dan non ion, seperti garam ammonium kuarterner, sulfonat,

(27)

sistem pelarut campuran air dengan metanol atau asetonitril dan kolom seperti

oktadesilsilana yang terikat pada silika.

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Depkes RI,

1995).

2.4.1 Komponen Kromatografi cair kinerja tinggi

Gambar 2.1. Bagan alat KCKT

2.4.2 Wadah Fase gerak

Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan

yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon

harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.

2.4.3 Pompa

Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa

harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1–10

pompa

injektor

kolom

oven

detektor

(28)

ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan

konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang

umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa

harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor.

2.4.4 Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),

diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:

a. Hentikan aliran/stop flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada

kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Tehnik ini

bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak

dipengaruhi.

b. Septum: Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama

dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat

digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak

tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu,

partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat

menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 6,

tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih

besar dari pada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis

(dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan

(29)

diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di

dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

Gambar 2.2 Tipe injektor katup putaran

2.4.5 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom

dapat dibagi menjadi dua kelompok:

 Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung

pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikular, panjang yang lumrah

adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikilat, umumnya 10-30

cm. Dewasa ini ada yang 5 cm

 Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25 -100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan

pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,

terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan

kolom tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan.

2.4.6 Detektor

(30)

 Detektor universal: Mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat

spesifik, dan tidak bersifat selektif, seperti detektor indeks bias dan

detektor spektrometri massa.

 Detektor spesifik: Hanya mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,

seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia

(Rohman,2007).

2.4.7 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991 dan

Rohman, 2007).

Terdapat keragaman yang luas dari solvent yang digunakan dalam semua

mode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan

yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua solven.

Menurut De Lux Putra (2007), fase gerak dalam Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan

 Tidak bereaksi dengan pengemas  Sesuai dengan detektor

 Melarutkan cuplikan

 Mempunyai viskositas rendah

 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

(31)

2.5 Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam memperoleh

kondisi yang diinginkan dalam kromatografi antara lain :

a. Waktu Retensi

Waktu yang dibutuhkan suatu komponen untuk melewati suatu kolom

disebut waktu retensi yang dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan

untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom, dihitung mulai

diinjeksikan hingga keluar kolom tepat pada saat konsentrasi maksimum.

2. Faktor Selektifitas

Suatu kolom dinyatakan baik apabila kolom tersebut cukup selektif, dan

dikatakan selektif apabila kolom tadi mampu menahan berbagai komponen

dengan kekuatan yang berbeda-beda.

3. Efisiensi Kolom

Jumlah plat teoritik dalam suatu kolom sebanding dengan panjang kolom.

Karena itu jumlah plat teoritik suatu kolom dapat ditingkatkan dengan

memperpanjang kolom. Makin panjang kolom makin banyak jumlah plat

teoritiknya maka makin sempurna pemisahan.

4. Resolusi

Derajat pemisahan atau resolusi dari dua pita yang berdekatan

didefinisikan sebagai jarak antara puncak-puncak pita (atau pusat-pusat) dibagi

dengan luas pita rata-rata. Semakin tinggi harga N selalu memberikan resolusi

yang membaik. Oleh karena itu resolusi dapat diperbaiki dengan menambah

(32)

5. Faktor Ikutan

Keasimetrisan puncak dinyatakan dengan faktor ikutan atau faktor

asimetris. Pembentukan puncak yang curam bagian depan tetapi landai bagian

belakang disebut tailing, sebaliknya puncak yang landai bagian depan dan curam

bagian belakang disebut fronting.

2.6 Uji Validasi

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan

pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu

untuk mengatasi problem analisis.

Parameter-parameter uji validasi antara lain :

a. Ketepatan (Akurasi)

Merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur

dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai

rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali

pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel.

Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan

hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar.

b. Presisi (keseksamaan)

Merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan

sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik.

(33)

Merupakan konsentrasi analit terkecil dalam sampel yang masih dapat

dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

d. Batas kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)

Merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat

ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif dan

laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan

September sampai November 2009.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat

kromatografi cair kinerja tinggi (Shimadzu) yang terdiri dari pompa (LC 20 AD),

detektor UV/Vis (SPD 20 A), kolom Sim-Pack VP ODS (4,6 x 250 mm), degasser

(DGU 20 A5), injector (Rheodyne 7225 i), pompa vakum (Gast DO A-PG04-BN),

Sonifikator (Branson 1510), syringe 100 μl (SGE), alat penyaring fase gerak dan

sampel dilengkapi membran Whatman PTFE 0,45 μm, membran selulosa nitrat

0,45 μm, dan membran Whatman PTFE 0,2 μm, alat spektofotometer infra red

(Shimadzu), DRS 8000, neraca analitik (Mettler Tolledo), sentrifuge, pH meter

(Hanna), dan alat gelas lainnya.

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan jika tidak dinyatakan lain adalah kualitas p.a

produksi E.Merck yaitu asetonitril, metanol, trietilamina, asam asetat glasial,

natrium hidroksida, aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas),

Sulfametoksazol BPFI (PPOM Jakarta), Trimetoprim BPFI (PPOM Jakarta),

Sulfametoksazol baku (PT. Mutifa), Trimetoprim baku (PT. Mutifa), KBr,

(35)

Primadex (PT. Dexa Medica), suspensi Cotrimoksazole (PT. Phyto Kemo Agung

Farma).

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan satu tempat dengan tempat yang lain karena tempat pengambilan

sampel dianggap homogen. Dari hasil sampling diperoleh suspensi Trimoxul (PT.

Interbat), Sanprima (PT. Sanbe Farma), Primadex (PT. Dexa Medica) dan

Cotrimoxazole (PT. Phyto Kemo Agung Farma).

3.4.2 Pembuatan Fase Gerak

Dicampurkan 1400 ml air, 400 ml asetonitril, dan 2,0 ml trietilamina

dalam labu tentukur 2000 ml, biarkan hingga suhu kamar dan atur pH hingga 5,9

± 0,1 dengan larutan asam asetat glasial dalam air (1 dalam 100). Encerkan

dengan air sampai garis tanda, saring melalui membran 0,45 μm. Sebelum

digunakan, fase gerak diawaudarakan selama lebih kurang 15 menit.

3.4.3 Pembuatan larutan induk baku BPFI

Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg sulfametoksazol BPFI dan

trimetoprim BPFI, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

dilarutkan dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml, disaring, filtratnya digunakan sebagai

(36)

3.4.4 Penyiapan alat KCKT

Kolom yang digunakan Shimpac VP-ODS (4.6 mm x 25 cm), detektor

UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm. Pompa yang digunakan metode aliran

tetap dengan laju aliran (flow rate) 2 ml/menit, sensitivitas 1,000 AUFS.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir beberapa lama sampai diperoleh garis alas yang datar yang

menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.4.5 Uji kualitatif Sulfametoksazol dan Trimetoprim menggunakan KCKT 3.4.5.1 Menentukan waktu tambat Sulfametoksazol dan Trimetoprim BPFI

Larutan Sulfametoksazol BPFI disuntikkan ke sistem KCKT dengan

volume penyuntikan 20 µl pada kondisi KCKT yang sama. Larutan trimetoprim

BPFI disonikasi selama 10 menit dan disuntikkan ke sistem KCKT dengan

volume penyuntikan 20 µl pada kondisi KCKT yang sama, diperoleh

kromatogram dan dicatat waktu tambat masing-masing (Hasil dapat dilihat pada

gambar 4.4 dan 4.5 di halaman 34)

3.4.6 Penentuan kuantitatif

3.4.6.1 Pembuatan linieritas kurva kalibrasi 3.4.6.1.1 Kurva kalibrasi sulfametoksazol BPFI

Dipipet larutan induk baku sulfametoksazol sebanyak 0,5; 1,0; 1,6; 2,0;

dan 2,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan

dengan fase gerak hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 50, 100, 160,

200 dan 250 mcg/ml, disaring, kemudian filtratnya masing-masing diinjeksikan ke

sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl dengan laju aliran (flow rate) 2

(37)

luas area kromatogram yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi lalu hitung

persamaan regresinya. (Hasil dapat dilihat pada gambar 4.12 dan lampiran 7 di

halaman 38 dan 54-55).

3.4.6.1.2 Kurva kalibrasi trimetoprim BPFI

Dipipet larutan induk baku trimetoprim sebanyak 0,1; 0,2; 0,32; 0,4; dan

0,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan

dengan fase gerak hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 10, 20, 32,

40 dan 50 mcg/ml, disaring, kemudian filtratnya masing-masing diinjeksikan ke

sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl dengan laju aliran (flow rate) 2

ml/menit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya dari

luas area kromatogram yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi lalu hitung

persamaan regresinya (Hasil dapat dilihat pada gambar 4.13 dan lampiran 7

halaman 39 dan 55-56).

3.4.7 Perlakuan Sampel

Dipipet 2 ml sampel suspensi, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

lalu dilarutkan dengan pelarut metanol 30 ml. Sonikasi selama 10 menit,

cukupkan volume sampai garis tanda, dikocok dan sentrifuge. Dipipet 5 ml

supernatan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml yang kedua encerkan

dengan fase gerak sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 160 mcg/ml. Dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali lalu

masing-masing disaring dengan membran Whatman PTFE 0,2 μm. Kemudian dinjeksikan

(38)

rate) 2,0 ml/menit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm,

kemudian dihitung kadarnya.

3.4.7.1 Penetapan Kadar sampel

Dinjeksikan 20 μL larutan sampel ke sistem KCKT dengan laju alir (flow

rate) 2,0 ml/menit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm.

Diamati puncak yang muncul dalam kromatogram.

Luas area (luas puncak) dari kromatogram sampel (Y) disubsitusikan ke

persamaan garis regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (Y = aX + b),

sehingga diperoleh konsentrasi sampel (X) dan dihitung kadarnya (data dapat

dilihat pada lampiran 14-20 halaman 73-89).

3.4.8 Penentuan Spektra Infra Red

3.4.8.1 Penentuan Spektra Infra Red Sukfametoksazol

Dicampur serbuk sulfametoksazol dengan serbuk KBr dalam lumpang,

kemudian dipasang pasang DRS 8000 (Diffuse Reflectance Measuring) pada

tempat sampel, lalu dimasukkan campuran sampel KBr ke sample pan, diletakkan

ke tempat dudukan sample pan, kemudian dianalisis spektrumnya.

3.4.8.2 Penentuan Spektra Infra Red Trimetoprim

Dicampur serbuk trimetoprim dengan serbuk KBr dalam lumpang,

kemudian dipasang pasang DRS 8000 (Diffuse Reflectance Measuring) pada

tempat sampel, lalu dimasukkan campuran sampel KBr ke sample pan, diletakkan

ke tempat dudukan sample pan, kemudian dianalisis spektrumnya.

3.4.9 Prosedur Validasi

Dipipet 2 ml suspensi kotrimoksazol, kemudian dimasukkan dalam labu

tentukur 50 ml. Lalu Ditambahkan dengan 20 ml LIB sulfametoksazol dan 4 ml

(39)

dengan metanol sampai garis tanda, setelah itu disentrifuge selama 10 menit.

Diperoleh supernatant dan endapan, kemudian dipipet supernatan sebanyak 5 ml,

dimasukkan ke labu 50 ml, lalu diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda.

Kemudian disaring melalui membran PTFE 0,2 µ. Disuntikkan sebanyak 20 µl

pada sistem KCKT , lalu di peroleh hasilnya dan dicatat.

3.4.10 Penentuan Limit of Detection ( LOD ) dan Limit of Quantitation (LOQ)

Batas deteksi atau Limit of Detection ( LOD ) adalah jumlah terkecil analit

dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi atau Limit of Quantitation

(LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel.

Untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

digunakan rumus: SD = 1

)

( 2

 

n Yi Y

LOD =

Slope XSD

3

LOQ =

Slope XSD

10

Keterangan :

SD = Standar Deviasi

LOD = Batas Deteksi

LOQ = Batas Kuantitasi ( Harmita, 2004 )

3.4.11 Analisis Statistik Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar Campuran Sulfametoksazol dan Trimetoprim sebenarnya dalam

sampel dapat diketahui dengan menggunakan uji Q test. Cara untuk melakukan

analisis terhadap data yang menyimpang adalah dengan Dixon’s Q-test yang

(40)

terendah nilai

tertinggi nilai

terdekat yang

nilai dicurigai yang

nilai Qhitung

 

Jika nilai Qhitung lebih kecil dari nilai Qkritis maka hipotesis nol diterima

berarti tidak ada perbedaan antara nilai yang dicurigai dengan nilai-nilai yang lain

( Rohman, 2007 ).

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga

[image:40.595.157.468.287.415.2]

Q pada Tabel 2.1, apabila Q > Q0,99 maka data tersebut ditolak.

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 99%

Banyak data Nilai Qkritis

4 0,926

5 0,821

6 0,740

7 0,680

8 0,634

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suspensi kotrimoksazol merupakan kombinasi antara sulfametoksazol dan

trimetoprim dengan perbandingan (5:1), dimana kedua senyawa ini bersifat semi

polar dan mudah larut dalam alkohol sehingga penetapan kadarnya dapat

dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan fase gerak

campuran air : asetonitril : trietylamin (1400 : 400 : 2) v/v dengan metode

isokratik.

Pada`penelitian ini prosedur penetapan kadar secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi menggunakan prosedur yang terdapat dalam USP edisi XXXI

(2008) dengan kolom yang berbeda yaitu kolom yang digunakan adalah kolom

Shimpac VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dan deteksi dilakukan pada panjang

gelombang 254 nm serta sensitivitas 1,000 AUFS.

Hasil uji identifikasi Sulfametoksazol BPFI dan Trimetoprim BPFI yang

dilakukan dengan Spektrofotometer IR dan KCKT diperoleh hasil sebagai berikut,

dari hasil spektrum Sulfametoksazol dan Trimetoprim diperoleh bentuk spektrum

yang hampir sama dengan spektrum pembanding yang terdapat pada library

(dapat dilihat pada lampiran). Bilangan gelombang pada daerah sidik jari juga

hampir sama dengan bilangan gelombang yang terdapat pada literatur yaitu untuk

Sulfametoksazol pada bilangan gelombang 1145, 1160, 1599, 1621, 685, 1306

cm-1 dan untuk Trimetoprim pada bilangan gelombang 1126, 1630, 1596, 1235,

1650, 1565 cm-1 (Clarke’s, 2005).

Pada daerah gugus fungsi dari spektrum Sulfametoksazol terlihat beberapa

(42)

gugus amin primer dan pada 3298.28 – 3240.41 menunjukkan gugus amin

sekunder, pada bilangan gelombang 3143.97 – 3066.82 cm-1 menunjukkan cincin

aromatis. Sedangkan pada daerah gugus fungsi spektrum Trimetoprim terlihat

beberapa peak yaitu pada bilangan gelombang 3469.94 cm-1 yang menunjukkan

gugus amin primer, pada bilangan gelombang 3142.04 – 3124.68 cm-1

menunjukkan =C – H aromatis.

Dari data spektrum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa baku

yang diidentifikasi adalah Sulfametoksazol dan Trimetoprim.

Hasil uji identifikasi menggunakan KCKT diperoleh waktu retensi yaitu

menit ke-2 untuk sulfametoksazol dan menit ke-6 untuk trimetoprim. Hal ini

terjadi karena perbedaan kepolaran kedua komponen, dimana pada metode KCKT

komponen yang non polar sedikit tertahan di dalam kolom dibandingkan dengan

komponen yang lebih polar sehingga waktu retensinya juga lebih cepat. Maka

dapat disimpulkan bahwa sulfametoksazol bersifat lebih polar daripada

trimetoprim berdasarkan waktu retensi kedua komponen. Hasil pengujian untuk

suspensi yang terdapat dalam perdagangan baik dengan nama generik maupun

nama dagang juga sama. Hal ini berarti bahwa sampel yang terdapat

diperdagangan mengandung sulfametoksazol dan trimetoprim. Kromatogram

(43)
[image:43.595.114.508.84.701.2]
(44)
[image:44.595.123.507.84.694.2]
(45)
[image:45.595.112.513.156.612.2]

Gambar 4.3 Hasil Kromatogram dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Fase Gerak acetonitril : air (25 : 75) v/v mengandung ammonium acetat 1% dengan laju alir 1 ml/menit dan UV detektor pada 254 nm

Acquired by : Admin

Method File Name : campuran baku.Icm Report File Name : Simple Single.Icr Sample Type : Unknowm

Level : 1

(46)

Peak Table Detector A Ch1 254nm

Peak# Ret. Time Resolution Area Height HETP Theoretical Plate#

(47)
(48)
[image:48.595.114.511.160.406.2]

- Hasil Kromatogram dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom ODS (4.6 mm x 25 cm) dengan fase gerak campuran air, asetonitril dan trietylamina (1400 : 400 : 2) v/v, dengan laju alir (flow rate) 2 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan UV detektor pada 254 nm

Gambar 4.4 Kromatogram hasil penyuntikan larutan Sulfametoksazol BPFI

[image:48.595.121.512.449.743.2]
(49)

Gambar 4.6 Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur sulfametoksazol dan trimetoprim BPFI dengan konsentrasi masing-masing 160 mcg/ml dan 32 mcg/ml, yang dianalisis secara KCKT

Untuk memilih metode dengan 2 fase gerak berbeda dilakukan dengan

baku campur sulfametoksazol dan trimetoprim, hasil dapat dilihat pada gambar

dibawah. Dari gambar 4.3 terlihat bahwa penelitian dengan mempergunakan fase

gerak asetonitril : air : ammonium acetat menghasilkan kromatogram yang kurang

baik, karena kromatogram yang dihasilkan saling bergabung, dengan demikian

penelitian dengan menggunakan fase gerak tersebut dihentikan dan dilanjutkan

dengan menggunakan metode dengan fase gerak air : asetonitril : trietylamin yang

menghasilkan kromatogram yang lebih baik dibandingkan kromatogram

menggunakan fase gerak pertama.

Hasil kromatogram larutan sampel dengan konsentrasi masing-masing 160

mcg/ml dan 32 mcg/ml, yang dianalisis secara KCKT dengan fase gerak air :

[image:49.595.113.511.88.393.2]
(50)
[image:50.595.114.513.87.361.2]

Gambar 4.7 Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Sanprima dengan penambahan spike baku trimetoprim

[image:50.595.118.511.417.675.2]
(51)
[image:51.595.116.512.100.369.2]

Gambar 4.9 Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi sanprima

[image:51.595.116.509.427.701.2]
(52)

Gambar 4.11 Kromatogram hasil penyuntikan larutan suspensi Cotrimoksazol. Penentuan linieritas kurva kalibrasi Sulfametoksazol BPFI ditentukan

berdasarkan luas puncak pada rentang konsentrasi 50 sampai 250 mcg/ml,

diperoleh hubungan linearitas dengan koefisien kolerasi (r) = 0,9997 dan

persamaa garis regresi Y = 46709,25327 X + 46088,31281. Hasil linieritas kurva

kalibrasi larutan Sulfametoksazol BPFI dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12. Kurva kalibrasi sulfametoksazol BPFI

Penentuan linieritas kurva kalibrasi trimetoprim BPFI ditentukan

[image:52.595.113.512.86.359.2] [image:52.595.184.438.527.662.2]
(53)

diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r = 0,9997 dan

persamaan regresi Y = 5800,13118X + 5576,943053. Hasil penentuan kalibrasi

dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13. Kurva kalibrasi trimetoprim BPFI

Dari pengolahan data, dapat dihitung kadar Sulfametoksazol dan

Trimetoprim dalam sediaan suspensi berdasarkan luas puncak. Kadar

Sulfametoksazol dalam sampel dapat dihitung menggunakan persamaan regresi Y

= 46709,25327 X + 46088,31281 yaitu mensubsitusikan Y dengan luas puncak

sampel. Sedangkan untuk kadar Trimetoprim dalam sampel dapat dihitung dengan

mensubsitusikan Y dengan luas puncak sampel dengan menggunakan persamaan

garis regresi Y = 5800,13118 X + 5576,943053

Hasil perhitungan diketahui harga X (kadar sampel) dan pengolahan data

(54)
[image:54.595.107.516.125.273.2]

Tabel 4.1 Data hasil penetapan kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi

No Nama Sampel

Kadar Sulfametoksazol

(%)

Kadar Trimetoprim

(%) 1 Suspensi Trimoxul (PT. Interbat) 101,74 ± 1,2845 102,71 ± 4,6671 2 Suspensi Sanprima (PT. Sanbe

Farma)

102,27 ± 1,6245 102,71 ± 5,0875

3 Suspensi Primadex (PT. Dexa Medica)

100,76 ± 0,5030 99,17 ± 7,4132

4 Suspensi Cotrimoksazol (PT. Phyto Kemo Agung Farma )

122,54 ± 0,5624 107,14 ± 11,3227

Dari tabel diatas terlihat bahwa semua sampel yang diteliti mengandung

sulfametoksazol memenuhi persyaratan kadar yang tertera dalam USP XXXI

(2008) yaitu mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada etiket sulfametoksazol (C10H11N3O3S) dan

Trimetoprim (C14H18N4O3), kecuali sulfametoksazol pada suspensi cotrimoksazol

yang tidak memenuhi persyaratan USP XXXI (2008). Sedangkan untuk

Trimetoprim memenuhi persyaratan kadar yang tertera dalam USP XXXI (2008) .

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode

penambahan bahan baku (standard addition methode) terhadap sampel suspensi

Trimoxul (PT. Interbat) meliputi uji akurasi dengan parameter persen perolehan

kembali (% recovery) dan uji presisi dengan parameter Standar Deviasi (SD) dan

RSD (Relatif Standar Deviasi), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ).

(Harmita, 2004).

Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan

menambahkan 80 mcg/mg Sulfametoksazol BPFI, dan 16 mcg/mg Trimetoprim

BPFI. Data hasil pengujian perolehan kembali Sulfametoksazol dengan metode

(55)
[image:55.595.116.508.100.442.2]

Tabel 4.2 Data hasil pengujian perolehan kembali Sulfametoksazol dan Trimetoprim dengan metode penambahan bahan baku (standard addition methode)

Penambahan zat aktif Luas Puncak

Persen perolehan kembali

(%)

Sulfametoksazol

11525560 102,2

11545207 102,73 11665932 105,96 11633103 105,08 11521556 102,1

11502947 101,61

Kadar rata-rata (%) 103,28

Standar Deviasi (SD) 1,7929

Relatif Standar Deviasi (RSD) (%) 1,7359

Trimetoprim

284719 96,63 287376 99,44 288279 100,44

285514 97,44 286429 98,44 287534 99,63

Kadar rata-rata (%) 98,67

Standar Deviasi (SD) 1,4405

Relatif Standar Deviasi (RSD) (%) 1,4599

Dari data diatas diperoleh persen perolehan kembali Sulfametoksazol

103,28%. Persen perolehan kembali ini dapat diterima karena memenuhi syarat

akurasi, rentang rata-rata hasil persen perolehan kembali adalah 80 - 110%. Hasil

uji presisi dengan parameter standar deviasi (SD) sebesar 1,7929 dan relative

standar deviasi (RSD) 1,7359%. Nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%. Batas

deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh dari penelitian ini

sebesar 13,47 mcg/ml dan 44,89 mcg/ml.

Persen perolehan kembali trimetoprim 98,67%. Persen perolehan kembali

ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi, rentang rata-rata hasil persen

perolehan kembali adalah 80 - 110%. Hasil uji presisi dengan parameter standar

(56)

RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi

(LOQ) yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 4,51 mcg/ml dan 15,03 mcg/ml.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode yang

digunakan memenuhi persyaratan uji validasi sehingga dapat digunakan untuk

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka penetapan kadar

Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam sediaan suspensi dapat dilakukan secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), menggunakan fase gerak air :

asetonitril : triethylamin (1400 : 400 : 2) v/v, dengan laju alir 2 ml/menit, pada

panjang gelombang 254 nm.

Hasil penetapan kadar Suspensi Sulfametoksazol dan Trimetoprim dari

empat sampel dengan nama dagang dan generik, terdapat satu sampel dengan

nama generik yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP edisi

XXXI tahun 2008, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %

dari jumlah yang tertera pada etiket, yaitu untuk sediaan suspensi dengan nama

dagang Trimoxul (PT. Interbat), Sulfametoksazol = 102,49% ± 1,28, dan

Trimetoprim = 102,51% ± 4,65, Sanprima (PT. Sanbe Farma), Sulfametoksazol =

103,04% ± 1,63, Trimetoprim = 102,51% ± 5,07, Primadex (PT. Dexa Medica),

Sulfametoksazol = 101,51% ± 0,48, Trimetoprim = 98,97% ± 7,39 untuk sediaan

dengan nama generik Cotrimoksazole (PT. Phyto Kemo Agung Farma),

sulfametoksazol = 123,45% ± 0,56, trimetoprim = 106,93% ± 11,31.

Dari hasil uji validasi menunjukkan bahwa metode yang telah dilakukan

memenuhi persyaratan uji validasi yang meliputi ujia akurasi dan uji presisi,

sehingga metode ini dapat digunakan untuk penetapan kadar sulfametoksazol dan

(58)

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas & Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 88-91.

DitJen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 769-771.

Gandjar, I. G., dan A.Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378- 379, 406.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Departemen Farmasi FMIPA UI. Hal. 117-132.

Johnson, E.L., and Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Penerbit ITB Bandung. Hal. 291-302.

Katzung, B, G. (1898). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi III. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal : 655 - 660

Katzung, B, G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal : 73 - 80

Lunn, G and Schmuff, N. R. (1997). HPLC Methods for Pharmaceutical Analysis. John Wiley & Sons, Inc. Page. 17 -19.

Mariana, J. (1995). Sulfonamid dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 460, 470-471.

Roos, R. W. And Lau-Cam, C.A. (1986). General Reversed-Phase High-Performance Liquid Chomatographic Method for the Separation of Drugs

using Triethylamine as aC ompeting Base. Page. 403-418

Silverstein, et all. (1986). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Ke Empat. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal : 95 – 181.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan ke-2. PT. Gramedia. Jakarta. Hal : 80 – 81.

USP Pharmacopeia, (2008). The National Formulary. 31th Edition . The United States Pharmacopeial Convention. Page. 3300– 3301.

(60)
[image:60.595.114.513.113.381.2]

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl

Gambar 1. Alat KCKT (Shimadzu) di laboratorium Farmasi Kuantitatif USU

[image:60.595.131.530.466.631.2]
(61)
[image:61.595.183.485.110.413.2]

Lampiran 2.Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring

Gambar 3. Alat Ultrasonic Cleaner di laboratorium Farmasi Kuantitatif USU

[image:61.595.185.490.467.694.2]
(62)
[image:62.595.186.440.112.346.2]

Lampiran 3. Gambar alat sentrifuge

(63)

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Sulfametoksazol pada literatur Pharmaceutical Sub stance (UV/IR)

Lampiran 4. Kromatogram dari larutan Sulfametoksazol dan Trimetoprim BPFI

(64)

Lampiran 5. Spektrum Inframerah Trimetoprim pada literatur Pharmaceutical Sub stance (UV/ IR)

Gambar

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 99%
Gambar 4.1 Spektrum hasil dari identifikasi baku sulfametoksazol
Gambar 4.2 Spektrum hasil dari identifikasi baku trimetoprim
Gambar 4.3 Hasil Kromatogram dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Fase Gerak acetonitril : air (25 : 75) v/v mengandung ammonium acetat 1% dengan laju alir 1 ml/menit dan UV detektor pada 254 nm
+7

Referensi

Dokumen terkait

  Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), penentuan kadar Kloramfenikol dalam sediaan kapsul dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan fase

4.2 Analisis Kualitatif Pirasetam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Untuk mempertegas identifikasi analisa sampel dari pirasetam sediaan tablet, maka ditambahkan sedikit

Pada penelitian kali ini dilakukan validasi metode dan penetapan kadar ibuprofen dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk mengetahui

Penetapan kadar levofloksasin dalam tablet dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu) dengan perbandingan

Penetapan kadar Cefadroxil dalam sediaan kapsul dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom Shimadzu VP- ODS (250 x 4,6 mm)

Penelitian ini bertujuan menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi dengan nama dagang dan nama generik dengan menggunakan kromatografi cair

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar metronidazol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik secara Spektrofotometri Fourier Transform

Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar Pirazinamid dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom Eclipse Plus C 18 (4,6 mm x