INAKTIVASI IN SITU PENCEMARAN KADMIUM DAN
PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN MENGGUNAKAN
AMELIORAN DAN PUPUK PADA DOSIS RASIONAL
UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
UNTUNG SUDADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium dan Plumbum pada Tanah Pertanian Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Januari 2009
Untung Sudadi
UNTUNG SUDADI. In Situ Inactivation of Cadmium and Plumbum Pollution in Arable Soils using Ameliorants and Fertilizers at Rationale Dosage for Crop Cultivation. Under the direction of SUPIANDI SABIHAM, ATANG SUTANDI, and MUCHAMMAD SRI SAENI.
Arable soils in the vicinity of urban and industrial area are considered vulnerable to heavy metals pollution. This study was aimed at: (1) to explore the cadmium (Cd) and plumbum (Pb) contamination/pollution status in arable soils of the case study area (Middle-stream Cileungsi sub-sub-watershed area, Bogor district, West Java) and to evaluate the effects of pedogenic (pH H2O, clay, and
organic matter content) as well as anthropogenic factors (straight nearest-distance from sampling points to the main road, toll road, industrial center, and elevation posisition of the sampling points), including soil depth, transect position, land-use type, and seasonal factors, on the pseudo-total soil Cd (CdAR) and Pb (PbAR)
content, and (2) to investigate the effectiveness of rationale dose of ameliorants and fertilizers (RDAF) normally recommended for crop cultivation from the point of view to inactivate in situ and reduce the active-fractions of soil Cd and Pb (Cd- and PbNH4OAc-EDTA) and plant-shoot Cd and Pb concentration (Cdpsand Pbps) using
tomato as the test plant through 100-day greenhouse experiments.
The maximum CdAR at 0-10 cm depth in rainy season 2006 > dry season
2005, but almost the same for maximum PbAR at both seasons. At 0-30 cm depth
in the rainy season 2006: (i) CdAR (1.71; <1.00-9.11 mg.kg-1) < PbAR (54.96;
20.04-129.03 mg.kg-1), but the value of c/p index of Cd (2.31; 0.00-11.65) > c/p of Pb (0.55; 0.22 – 1.14) which indicated that soils in the study area have been very-slightly contaminated up to heavily polluted with Cd and slightly contamin-ated up to very-slightly polluted with Pb; (ii) CdAR was decreasing while PbAR was
increasing with the soil depths of 0-30 cm; (iii) CdAR at the middlestream >
up-stream > downup-stream parts, while PbARwas relatively comparable at the three
transects; (iv) The highest and the lowest CdAR were measured at the rainfed
ricefields and mixed farmlands, respectively. The lowest PbAR, on the contrary,
was measured at the rainfed ricefields, while those at the other three land-uses were relatively not different. This results indicated that the soil Cd mobility and reactivity was higher than that of Pb. By applying multiple linear regression ana-lyses, it was revealed that CdARat the rainy season 2006 was affected more by the
anthropogenic than those of the pedogenic factors, but by both factors for PbAR.
As compared to control,reductions in CdNH4OAc-EDTA[34%] and Cdps [37%]
as well as PbNH4OAc-EDTA in unspiked Pb-soil [50%] and Pbps [24%] were
measured at 100% RDAF treatment [4 ton.ha-1 dolomite, 30 ton.ha-1 cow dung, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ Ammonium Sulfate), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP-36) and
100 kg.ha-1 K2O (KCl)]. This indicated the occurrence of an in situ soil Cd and Pb
UNTUNG SUDADI. Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium dan Plumbum pada Tanah Pertanian Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, ATANG SUTANDI, dan MUCHAMMAD SRI SAENI.
Tanah-tanah pertanian di kawasan perkotaan dan industri rentan terhadap pencemaran logam berat. Penelitian ini bertujuan: (1) mengeksplorasi kecemaran (status kontaminasi/pencemaran) Cd dan Pb pada tanah pertanian di wilayah sub-sub-DAS Cileungsi Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai lokasi studi kasus berdasarkan nilai indeks c/p menurut Lacatusu (2000) dan mengevaluasi pengaruh faktor pedogenik [pH H2O, kadar liat dan bahan organik] dan faktor
antropogenik [jarak lurus terdekat dari titik contoh ke alur sungai, jalan raya, jalan tol dan sentra industri], termasuk faktor kedalaman tanah, posisi transek, penggunaan lahan dan musim, terhadap kadar pseudo-total Cd (CdAR) dan Pb
(PbAR), dan (2) mengevaluasi efektivitas dosis rasional amelioran dan pupuk
(DRAP) yang umumnya diterapkan dalam budidaya tanaman dalam menurunkan kadar fraksi aktif Cd dan Pb tanah (Cd-NH4OAc-EDTA dan Pb-NH4OAc-EDTA) serta kadar
Cd dan Pb tajuk tanaman (Cdtt dan Pbtt) sebagai aplikasi teknik inaktivasi in situ
menggunakan tomat sebagai tanaman uji melalui dua seri percobaan rumah kaca selama 100-hari.
Kadar maksimum CdAR pada lapisan 0-10 cm pada musim hujan 2006 >
musim kemarau 2005, namun kadar maksimum PbAR relatif sama di kedua musim.
Pada lapisan 0-30 cm di musim hujan 2006: (i) Kadar CdAR (1.71; <1.00-9.11
mg.kg-1) < PbAR (54.96; 20.04-129.03 mg.kg-1), namun nilai indeks c/p Cd (2.31;
0.00-11.65) > c/p Pb (0.55; 0.22-1.14) yang menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian telah terkontaminasi sangat rendah hingga tercemar berat oleh Cd dan terkontaminasi ringan hingga tercemar sangat ringan oleh Pb; (ii) Kadar CdAR
menurun dan PbAR meningkat dengan kedalaman dari 0-30 cm; (iii) Kadar CdAR
pada transek B (bagian tengah) > transek A (bagian hulu) > transek C (bagian hilir), sedangkan kadar PbAR di ketiga transek relatif sama.
Air sungai bukan merupakan sumber pencemar Cd dan Pb di lokasi penelitian karena tidak pernah terjadi luapan ke titik-titik contoh. Oleh karena itu, jarak lurus terdekat dari titik contoh ke alur sungai bukan menunjukkan jarak ke sumber pencemar melainkan merepresentasikan ketinggian tapak atau elevasi titik contoh. Semakin rendah nilainya, semakin dekat jaraknya ke alur sungai sehingga semakin rendah elevasinya. Potensi kecemaran tanah di areal dengan elevasi lebih rendah, dan posisinya berhadapan dengan arah datangnya angin dari sumber pencemar tak-teridentifikasi (non-point source) pada musim hujan lebih tinggi daripada pada musim kemarau untuk Cd, namun relatif sama untuk Pb.
terbuka terhadap deposisi atmosferik partikulat Cd dan Pb.
Dari analisis regresi linier berganda yang melibatkan faktor pedogenik [pH H2O (pH), kadar liat (KL) dan bahan organik (BO)] dan faktor antropogenik [jarak <0.01, n = 45), yang menunjukkan bahwa CdAR tanah lebih ditentukan oleh faktor
antropogenik daripada faktor pedogenik, sedangkan PbAR tanah dipengaruhi oleh
kedua faktor tersebut.
Persamaan [2] menunjukkan bahwa nilai pH tanah merupakan salah satu kontributor signifikan terhadap kadar PbAR, bahkan merupakan kontributor
terbesar. Nilai koefisien persamaan terstandarisasi bagi pH yang bertanda negatif (– 0.535) menunjukkan bahwa penurunan nilai pH tanah akan meningkatkan kadar PbAR secara signifikan. Penetapan rumus untuk menghitung nilai rujukan A
sebagai dasar perhitungan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (2000) dengan hanya melibatkan faktor kadar liat dan bahan organik dan tanpa melibat-kan pengaruh signifimelibat-kan dari perubahan nilai pH, dengan demikian, menunjukmelibat-kan salah satu kelemahan dari prosedur tersebut. Dengan menambahkan nilai pH sebagai faktor penentu nilai rujukan A akan mengubah nilai indeks c/p yang akan diperoleh dan hal tersebut akan meningkatkan ketepatan prediksi mengenai kecemaran Pb dalam tanah. Dengan demikian, terbuka peluang dan ranah pene-litian lanjutan untuk mengoreksi rumus penetapan nilai rujukan A untuk Pb menurut Lacatusu (2000) dengan melibatkan baik kadar liat, kadar bahan organik maupun nilai pH sebagai faktor penentu.
Dari percobaan rumah kaca diperoleh hasil bahwa dibandingkan kontrol terjadi penurunan kadar CdNH4OAc-EDTA[34%] dan Cdtt [37%] serta kadar Pb NH4OAc-EDTA pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb [50%] dan Pbtt [24%] pada
perlakuan 100% DRAP [4 ton.ha-1 dolomit, 30 ton.ha-1 pupuk kandang sapi, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ Amonium Sulfat), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP36) dan 100 kg.ha-1
K2O (KCl)]. Hasil analisis regresi linier berganda menghasilkan persamaan: [3] CdNH4OAc-EDTA = –0.18 pHH2O +0.21 PBray#1 +0.51 C-organik –0.57 Mgdd +0.65 Cdaqua regia
(R2 = 0.76), [4] Cdtt = 0.08 Ntt –0.17 Ktt –0.19 Mgtt –0.24 Ptt +0.27 Stt –0.41 Catt (R2 =
0.54, 3 data pencilan dibuang), [5] PbNH4OAc-EDTA = –0.093 PBray#1 –0.185 Mgdd +0.900
Pbaqua regia (R2 = 0.928) dan [6] Pbtt = –0.039 BKtt +0.093 Ktt –0.120 Ptt +0.324 Stt –0.528
Mgtt (R2 = 0.301). Hasil percobaan rumah kaca juga menunjukkan bahwa
diban-dingkan tanah kontrol (0% DRAP), pada perlakuan 100% DRAP terjadi penurun-an ypenurun-ang spenurun-angat nyata terhadap kadar Cd tajuk tpenurun-anampenurun-an [Cdtt dari 8.66 ke 5.46
µg.g-1, turun 37%] dan kadar Pb tajuk tanaman [Pbtt dari 47.57 ke 36.24 µg.g-1,
turun 24%]. Secara umum, penurunan CdttdanPbtt terjadi seiring dengan
penu-runan CdNH4OAc-EDTA dan PbNH4OAc-EDTA maupun peningkatan bobot kering tajuk
(BKtt). Hal ini menunjukkan terjadinya tiga hal secara simultan, yaitu: (i)
[5.88 - 97.12%] yang relatif lebih besar daripada kisaran nilai Pb-NH4OAc-EDTA/PbAR
[16.60 - 32.36%]. Kedua nilai kisaran tersebut menunjukkan bahwa sorpsi tanah percobaan rumah kaca terhadap Cd juga lebih rendah daripada terhadap Pb. Peningkatan sorpsi yang diinterpretasikan berdasarkan penurunan nilai Cd- atau Pb-NH4OAc-EDTA/CdAR atau PbAR juga menunjukkan terjadinya peningkatan
inakti-vasi in situ terhadap fraksi aktif Cd dan Pb untuk diubah menjadi fraksi yang lebih rendah keterserapannya bagi tanaman. Penurunan Cdttbahkan lebih besar
dari-pada Pbtt. Artinya, hasil penelitian ini membuktikan bahwa mekanisme
soil-plant-barrier juga berlaku terhadap Cd, paling tidak dalam kondisi di rumah kaca. Indeks Toleransi Ti didefinisikan sebagai nisbah antara BKtt pada tanah
yang diberi perlakuan logam berat dengan BKtt pada tanah tanpa perlakuan logam
berat. Nilai Ti yang lebih tinggi menunjukkan tingkat toleransi tanaman yang lebih tinggi terhadap cekaman logam berat. Pada perlakuan 0-100% DRAP, kisaran nilai Ti akibat perlakuan Cd lebih rendah daripada Pb (Ti Cd 0.55-1.33 < Ti Pb 0.81-1.38) dan semakin tinggi kadar perlakuan pengkayaan Cd maupun Pb semakin rendah rataan nilai Ti (0.93-0.83 untuk Cd dan 1.27-0.98 untuk Pb). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman uji lebih toleran terhadap pencemaran Pb daripada Cd. Artinya, dampak fitotoksisitas Cd lebih besar daripada Pb (perlakuan 40 mg Cd.kg-1 menurunkan BKtt 17%, sedangkan perlakuan 750 mg Pb.kg-1
menurunkan BKtt hanya 2% dibandingkan kontrol).
Koefisien pengalihan ct didefinisikan sebagai nisbah antara peningkatan kadar logam berat pada jaringan tanaman dengan peningkatan kadar logam berat yang sama dalam tanah. Nilai ct yang semakin tinggi menunjukkan meningkatnya risiko bagi konsumen melalui mekanisme rantai makanan. Kisaran nilai ct Cd pada tanah dengan perlakuan ameliorasi dan pemupukan hanya 0.02-0.25, sedangkan kisaran nilai ct untuk Pb 0.07-0.18. Hal ini menunjukkan efektivitas perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada dosis rasional untuk budidaya tanaman sebagai aplikasi teknik inaktivasi in situ dalam menurunkan kadar fraksi aktif Pb terutama Cd, sehingga menurunkan pengalihan atau transfer kedua logam berat tersebut ke jaringan tanaman.
Dari hasil penelitian disertasi ini dapat ditarik kesimpulan umum bahwa tindakan ameliorasi dan pemupukan pada dosis rasional yang direkomendasikan untuk memperoleh produksi tanaman yang optimal (dosis optimal) terbukti juga efektif dalam menginaktivasi secara in situ pencemar logam berat Cd dan Pb dalam tanah. Sosialisasi dan implementasi program penggunaan amelioran dan pupuk pada dosis terekomendasi untuk meningkatkan produksi pertanian, dengan demikian, sekaligus merupakan strategi pengendalian pencemaran logam berat yang praktis, murah dan efektif untuk tanah-tanah pertanian.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN MENGGUNAKAN
AMELIORAN DAN PUPUK PADA DOSIS RASIONAL
UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
UNTUNG SUDADI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tanah Pertanian Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman
Nama : Untung Sudadi
NRP : A226010021
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. Ketua
Almarhum
Ir. Atang Sutandi, MS., Ph.D. Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS.
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir. Atang Sutandi, MS., Ph.D. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)
Dr. Ir. Iskandar (Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian IPB)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka Dr. Ir. Agus Sofyan, MS. (Direktur Perluasan Areal, Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian RI) Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. (Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
dengan permohonan maaf dan terimakasih atas doa, cinta, pengertian, dukungan dan kesabaran sepenuh rasa bening, ikhlas tak berbatas,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya atas rahmat, karunia dan hidayahNya penulisan disertasi berjudul Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium dan Plumbum pada Tanah Pertanian Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana (SPS), IPB. Disertasi ini merupakan hasil dari penelitian eksplorasi lapang, percobaan rumah kaca dan analisis laboratorium yang dilaksanakan sejak September 2004 hingga Februari 2007.
Dengan setulus hati penulis menghaturkan terimakasih dan rasa hormat kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Ir. Atang Sutandi, MS., Ph.D. dan Alm. Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sepenuh hati sejak perumusan ide, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Khususnya bagi Alm. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS. yang hingga menjelang akhir hayat masih memeriksa draft disertasi ini penulis mendoakan semoga Allah SWT berkenan memuliakan beliau pada hari kebangkitan kelak.
Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. dan Dr. Ir. Iskandar atas kesediaannya sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup serta Bapak Dr. Ir. Agus Sofyan, MS. dan Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Rektor, Dekan SPS, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Pertanian, Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (DITSL) serta Ketua Program Studi Ilmu Tanah SPS IPB atas izin yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program Doktor di IPB. Secara khusus, penulis sangat berterimakasih kepada keluarga besar Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, DITSL, Fakultas Pertanian IPB atas doa, dukungan, pengertian dan kekeluargaannya.
Kepada Triesni Widyastuti, Dadang N Zulkarnaen, Ahmad Ismail, Rizki Meidiza, Husnunnisa, Kwartina Subekti, Fianius Ginting, Sri Widayati, Epiana Firaningsih, Yudi Setiawan, Tri Permadi dan MZ Muttaqien yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian diucapkan terimakasih. Semoga rahmat Allah SWT senantiasa mengiringi langkah dan hari-hari kalian ke depan. Terimakasih juga disampaikan kepada analis, laboran dan pegawai DITSL Fakultas Pertanian serta Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) LPPM IPB atas segala bantuannya.
Untukmu Ibu, mbak Rina Noviati, mas Herry Wahyono, adinda Armed Basuki Eri Susanto, Nurdiana, Adji Asmono, Siti Aklima Malbani, Em Rahman Putra, Evi Harli-anti, Ahmad Fachri dan Harliafina serta kangmas J Winoto, S Adiwibowo, H Triwidodo, H Kartodihardjo, MB Saleh, K Murtilaksono, DA Santosa, F Tonny, J Adisantoso, Soni W Yulianto, Prastowo, LB Prasetyo, NA Achsani, S Anwar, E Rustiadi, B Sumawinata, G Djajakirana, B Nugroho, H Widjaja, S Bakri, K Muludi, DB Saksono, SA Nusantoro, M Rusbandono dan P Permadi serta ibu S Djuniwati, S Estuningsih dan DJ Gunandini beserta keluarga, penulis berterimakasih yang setulusnya atas doa, daya dan semuanya.
Bogor, Januari 2009
Penulis dilahirkan di Surabaya pada 20 Oktober 1962 sebagai anak kedua dari empat putra-putri Alm. Bapak Imam Soemadji dan Almh. Ibuk Samini Indarti. Pada 1991 penulis menikahi Eva Harlina, putri Alm. Ayah Drs. Harun Kamil dan Ibu Dra. Hj. Amaliana Munaf dan pada 1992 dikaruniai ananda Muhammad Ramadhan Audirizki.
Setelah lulus dari SMA Negeri 5 Surabaya pada 1981, pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Perintis II. Tahun berikutnya, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB dan selama empat semester memperoleh beasiswa Tunjangan Prestasi Akademik dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pada Juni 1987, penulis lulus sebagai Sarjana Pertanian dengan skripsi berjudul Respon Jagung Varietas Arjuna terhadap Penggunaan Kalsit dan TSP pada Podsolik Merah Kuning Singkut, Jambi atas bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Oetit Koswara, M.Sc. dan Alm. Dr. Ir. H. Abdul Rachim, MS.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1, penulis langsung magang dan sejak 1989 hingga sekarang bekerja sebagai Dosen pada Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB (DITSL IPB). Pada September 1992, penulis mulai melaksanakan tugas belajar di ITC for Post Graduate Soil Scientist, Ghent University, Belgium dengan beasiswa dari ABOS Kerajaan Belgia. Pada Oktober 1994 penulis lulus sebagai Master in Soil Science dengan tesis berjudul Fractionation of Cu, Zn, and Pb in a Sewage Sludge Amended-Soil dengan promotor Prof. Dr. Ir. Marc Verloo (Lab. Analytical Chemistry and Applied Eco-chemistry, Ghent University, Belgium).
Pada tahun 1999-2001 penulis ditugaskan sebagai Sekretaris Eksekutif dan pada tahun 2001-2005 dilanjutkan sebagai Kepala Laboratorium Lingkungan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) LPPM IPB. Sejak semester ganjil 2001 penulis melaksanakan tugas belajar jenjang S3 pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional RI atas bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr. dan Ir. H. Atang Sutandi, MS., Ph.D. (Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah DITSL IPB) serta Alm. Prof. Dr. Ir. H. M. Sri Saeni, MS. (Bagian Kimia Fisik dan Lingkungan, Departemen Kimia, FMIPA, IPB).
Dalam lima tahun terakhir, penulis terlibat dalam pengajaran mata kuliah Kimia Tanah, Tanah Sawah, Pengelolaan Tanah, Kesuburan Tanah, Analisis Tanah, dan Pengelolaan Tanah Indonesia. Penulis juga terlibat dalam pengajaran berbagai kursus berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan aspek tanah dan lahan.
halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
Susunan Disertasi ... 6
Kebaruan ... 6
Daftar Pustaka ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 10
Dampak Ekologis Pencemaran Logam Berat dalam Tanah Pertanian dan Strategi Remediasinya ... 10
Karakteristik Logam Berat Kadmium dan Plumbum ... 11
Kontaminasi dan Pencemaran Tanah oleh Logam Berat ... 16
Kapasitas Retensi Tanah terhadap Logam Berat ... 16
Perilaku Logam Berat dalam Sistem Tanah-Tanaman ... 18
Analisis Tanah terhadap Logam Berat ... 25
Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat ... 28
Inaktivasi In Situ Pencemaran Logam Berat dalam Tanah ... 31
Daftar Pustaka ... 33
PENDEKATAN DAN METODE ... 39
Pendekatan ... 39
Metode ... 42
Daftar Pustaka ... 47
KONTAMINASI/PENCEMARAN KADMIUM DAN PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN DI KAWASAN PERKOTAAN DAN INDUSTRI: STUDI KASUS DI SUB-SUB-DAS CILEUNGSI TENGAH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ... 49
Abstrak ... 49
Abstract ... 50
Pendahuluan ... 51
Kesimpulan ... 63
Daftar Pustaka ... 64
INAKTIVASI IN SITU PENCEMARAN KADMIUM PADA TANAH PERTANIAN MENGGUNAKAN AMELIORAN DAN PUPUK PADA DOSIS RASIONAL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN ... 66
Abstrak ... 66
Abstract ... 67
Pendahuluan ... 68
Bahan dan Metode ... 70
Hasil dan Pembahasan ... 73
Kesimpulan ... 78
Daftar Pustaka ... 79
REMEDIASI PENCEMARAN PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN: EFEKTIVITAS INAKTIVASI IN SITU MENGGUNAKAN AMELIORAN DAN PUPUK PADA DOSIS RASIONAL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN ... 83
Abstrak ... 83
Abstract ... 84
Pendahuluan ... 85
Bahan dan Metode ... 88
Hasil dan Pembahasan ... 90
Kesimpulan ... 96
Daftar Pustaka ... 96
PEMBAHASAN UMUM ... 101
KESIMPULAN DAN SARAN ... 116
Kesimpulan ... 116
Saran ... 117
halaman
1 Sumber, karakteristik dan kegunaan kadmium dan plumbum ... 12
2 Sifat fisiko-kimia kadmium dan plumbum ... 13
3 Dampak pencemaran kadmium dan plumbum terhadap lingkungan .... 14
4 Dampak toksisitas kadmium dan plumbum terhadap kesehatan ... 15
5 Nilai interpretasi kadar total logam berat Cr, Cu, Ni dan Zn dalam
tanah menurut prosedur Lacatusu (2000) ... 43
6 Taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan berdasarkan persentase terhadap dosis rasional amelioran dan pupuk untuk budidaya tomat
serta taraf perlakuan pengkayaan kadar Cd dan Pb tanah ... 46
7 Nilai interpretasi kadar CdAR dan PbAR tanah menurut Lacatusu (2000) 55
8 Kriteria status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah
berdasarkan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (2000) ... 55
9 Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbARserta nilai
rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan
kedalaman tanah pada musim hujan Februari 2006 ... 58
10 Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbARserta nilai
rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan
posisi transek pada musim hujan Februari 2006 ... 59
11 Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbARserta nilai
rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan
tipe penggunaan lahan pada musim hujan Februari 2006... 59
12 Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbARtanah pada
lapisan 0-10 cm serta nilai rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb pada musim kemarau September 2005 dan musim hujan
Februari 2006 ... 60
13 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Cd terhadap kadar CdNH4OAc-EDTA tanah, bobot kering tajuk (BKtt) dan kadar Cd
0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap kadar PbNH4OAc-EDTA tanah, bobot kering tajuk (BKtt) dan kadar Pb
tajuk (Pbtt) ... 91
15 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Cd terhadap
kadar CdNH4OAc-EDTA, CdAR dan persentase CdNH4OAc-EDTA/CdAR ... 109
16 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap
kadar PbNH4OAc-EDTA, PbAR dan persentase PbNH4OAc-EDTA/PbAR ... 109
17 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya Cd atau Pb terhadap
nilai indeks toleransi Ti ... 111
18 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya Cd atau Pb terhadap
halaman
1 Bentuk kimia logam berat dalam tanah ... 17
2 Sistem tanah-tanaman yang menunjukkan komponen utama penentu
dinamika logam berat ... 18
3 Bagan alir tahapan penelitian . ... 40
4 Peta penggunaan lahan di lokasi penelitian eksplorasi ... 41
5 Peta lokasi titik contoh tanah di tiga transek (Transek A Hulu, B Tengah, C Hilir) dan posisinya terhadap alur sungai, jalan tol, jalan raya dan sentra industri. Tipe penggunaan lahan pada titik 1, 3, 9 dan 12: pekarangan; 2, 5, 7, 13 dan 15: lahan kering; 4, 8, dan 10:
sawah tadah hujan; 6, 11, dan 14: kebun campuran ... 55
6 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Cd terhadap kadar CdNH4OAc-EDTA, Cdaqua regia, pHH2O, Corganik, NKjeldahl,
PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK tanah ... 76
7 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Cd terhadap bobot kering tajuk serta kadar Cd, N, P, K, S, Ca dan Mg
tajuk tomat ... 78
8 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap kadar PbNH4OAc-EDTA, Pbaqua regia, pHH2O, Corganik, NKjeldahl,
PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK tanah ... 93
9 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap bobot kering tajuk serta kadar Pb, N, P, K, S, Ca dan Mg
halaman
1 Bobot kering dan kadar, serapan serta distribusi serapan Cd dan
Pb pada akar, tajuk dan buah tanaman uji tomat ... 119
2 Jarak lurus terdekat dari titik contoh di transek A ke alur sungai, jalan tol, jalan raya dan sentra industri serta nilai pH H2O, kadar
liat dan bahan organik, kadar CdAR dan PbARserta indeks c/p Cd
dan Pb pada musim hujan Februari 2006 ... 120
3 Jarak lurus terdekat dari titik contoh di transek B ke alur sungai, jalan tol, jalan raya dan sentra industri serta nilai pH H2O, kadar
liat dan bahan organik, kadar CdAR dan PbARsertaindeks c/p Cd
dan Pb pada musim hujan Februari 2006 ... 121
4 Jarak lurus terdekat dari titik contoh di transek C ke alur sungai, jalan tol, jalan raya dan sentra industri serta nilai pH H2O, kadar
liat dan bahan organik, kadar CdAR dan PbARsertaindeks c/p Cd
dan Pb pada musim hujan Februari 2006 ... 122
5 Nilai pH H2O, kadar liat dan bahan organik, kadar CdAR dan
PbARsertaindeks c/p Cd dan Pb pada musim kemarau September
2005 ... 123
6 Sifat kimia, CdNH4OAc-EDTA dan CdAR tanah ... 124
7 Bobot kering dan kadar N, P, S, K, Ca, Mg dan Cd dalam tajuk
tomat ... 125
8 Sifat kimia, PbNH4OAc-EDTA dan PbAR tanah . ... 126
9 Bobot kering dan kadar N, P, S, K, Ca, Mg dan Pb dalam tajuk
Latar Belakang
Kepedulian terhadap keberadaan logam berat di lingkungan dan
dampak-nya terhadap kesehatan berkenaan dengan reaktivitas, toksisitas dan mobilitasdampak-nya
dalam sistem tanah (Selim & Amacher 1997). Kadar logam berat dalam tanah
dapat mencapai tingkat yang menyebabkan fitotoksisitas dan gangguan fungsional
terhadap komponen lingkungan lainnya, seperti mutu air tanah dan rantai
makanan yang dipengaruhinya. Fenomena ini dapat terjadi secara alami melalui
proses geogenik dan pedogenesis maupun akibat tindakan manusia atau melalui
proses antropogenik (Alloway 1995a; Lacatusu 2000).
Logam berat didefinisikan sebagai unsur-unsur logam dengan kerapatan
jenis >6 g.cm-3 (Lepp 1981). Sebagian logam berat merupakan hara esensial
mikro bagi tanaman dan hewan, diantaranya tembaga (Cu) dan seng (Zn). Oleh
karena itu, kadar yang berlebih ataupun kurang akan memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman maupun hewan. Logam berat lainnya, seperti arsenik
(As), kadmium (Cd), nikel (Ni), raksa (Hg) dan plumbum (Pb) bukan merupakan
hara esensial. Namun, bila berada dalam bentuk fisiko-kimia yang accessible,
logam-logam tersebut dapat diserap oleh makhluk hidup tanpa memberikan
peranan yang berarti dan bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Alloway 1995b;
Kabata-Pendias & Pendias 1995). Diantara logam-logam berat non-esensial, yang
paling banyak mendapat perhatian berkenaan dengan derajat dampak
pencemaran-nya terhadap kesehatan adalah Cd, Pb dan Hg (Fergusson 1991).
Sumber kontaminan utama logam berat di lingkungan adalah deposisi
atmosferik dari sisa oksidasi bahan bakar minyak (BBM) serta aktivitas
penam-bangan dan peleburan bijih logam. Selain itu, tanah dan sedimen juga dapat
terkontaminasi logam berat yang berasal dari pemanfaatan biosolid (padatan
hasil-samping proses pengolahan limbah cair perkotaan), limbah produk manufaktur,
pelapis dan cat berbahan dasar logam, serta beberapa pestisida dan pupuk yang
mengandung logam berat (Adriano 1986; Alloway 1995c).
Berkenaan dengan fenomena kontaminasi dan pencemaran logam berat
dalam tanah yang belum atau tidak akan segera mengakibatkan dampak negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan
lainnya. Terminologi ”pencemaran” merujuk pada kisaran kadar logam berat
dalam tanah yang telah mengakibatkan dampak negatif terhadap sebagian atau
seluruh komponen lingkungan (Lacatusu 2000).
Dampak negatif pencemaran logam berat terhadap pertumbuhan tanaman
maupun konsumen produknya ditentukan oleh kadar dan bentuk fisiko-kimianya
dalam tanah (Chaney & Giordano 1977; Latterell et al. 1978). Kation-kation
logam dalam tanah dijumpai dalam berbagai bentuk fisiko-kimia, yaitu: (1)
seba-gai ion-ion sederhana atau terkompleks dalam larutan tanah, (2) sebaseba-gai ion-ion
yang mudah dipertukarkan, (3) terikat pada bahan organik, (4) terjerat (occluded)
atau terkopresipitasi dalam struktur kristal mineral oksida, karbonat atau fosfat
dan mineral-mineral sekunder lainnya, atau (5) sebagai ion dalam kisi-kisi kristal
mineral silikat dan mineral primer (Cottenie & Verloo 1984; McLaren &
Crawford 1973; Soon & Bates 1982). Ketiga bentuk yang pertama dapat
berkese-imbangan satu sama lain, dianggap mudah diserap tanaman dan dikenal sebagai
fraksi aktif (Sudadi 1994). Secara berurutan, bentuk-bentuk tersebut
menunjuk-kan penurunan derajat keterserapannya bagi tanaman (Soon & Bates 1982).
Kapasitas tanah meretensi, mengadsorpsi dan mengakumulasikan logam
berat ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan
organik dan kapasitas tukar kation [KTK] (Bohn et al. 1979; Lindsay 2001;
Stevenson 1982). Kapasitas sangga tanah terhadap kation logam berat dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik dan KTK.
Penggu-naan kapur, bahan organik dan zeolit dilaporkan meningkatkan kapasitas sangga
tanah lempung berpasir yang ditanami jagung terhadap Cd, Cu, Pb dan Zn yang
diindikasikan dari meningkatnya nilai ketiga parameter tersebut dan menurunnya
kadar fraksi aktif keempat logam yang diteliti (Sudadi et al. 1997).
Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung
pada spesies, kultivar, bagian tanaman dan umur atau fase fisiologisnya.
Sensitivitas tanaman terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam
berat-nya (Alloway 1995b). Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di
tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada monokotil dan jaringan vegetatif
mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih tinggi daripada jaringan generatif
(Sauerbeck 1991; Verloo 1993).
Salah satu mekanisme tanaman dalam menoleransi toksisitas logam berat
adalah melalui fenomena selektivitas serapan ion dari media tumbuhnya
(Kabata-Pendias & (Kabata-Pendias 2001). Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan upaya
pengelolaan pencemaran logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan
serapannya. Penurunan serapan tanaman terhadap logam berat berkenaan dengan
tiga hal, yaitu: (1) akibat penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media
tumbuh, atau (2) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap unsur dari
media tumbuh, atau (3) kombinasi keduanya (Alloway 1995b).
Selain kawasan tercemar berat seperti yang berada di sekitar lokasi
penam-bangan dan peleburan bijih logam, lahan pertanian di sekitar kawasan perkotaan
dan industri juga rentan terhadap kontaminasi logam berat (Cairney 1995).
Namun, kepedulian terhadap permasalahan ini dan upaya pengelolaannya di
Indonesia, khususnya yang terjadi di tanah pertanian, masih belum memadai.
Kepedulian terhadap degradasi lahan pertanian di Indonesia masih
ter-fokus pada persoalan defisiensi hara dan hilangnya massa tanah yang subur akibat
erosi, banjir dan longsor. Oleh karena itu, upaya penegakan
peraturan-perundang-an yperaturan-perundang-ang telah dperaturan-perundang-an sedperaturan-perundang-ang dilakukperaturan-perundang-an untuk menurunkperaturan-perundang-an tingkat pencemarperaturan-perundang-an logam
berat dari sisi sumbernya, misalnya melalui aplikasi teknologi “produksi bersih”
dan kebijakan “nir limbah”, harus diiringi dengan tindakan praktis untuk
mengu-rangi dampaknya di lahan pertanian.
Metode remediasi yang diterapkan pada tanah tercemar logam berat
umumnya memerlukan banyak tenaga kerja, mahal dan kurang ramah lingkungan.
Metode-metode tersebut terutama berbasis teknik rekayasa sipil yang memerlukan
pemindahan atau ekskavasi tanah yang tercemar (Vangronsveld & Cunningham
1998). Oleh karena itu, tersedianya metode alternatif yang lebih praktis, murah,
ramah lingkungan dan memberikan perlindungan yang sama efektifnya terhadap
lingkungan dan kesehatan perlu diupayakan.
Salah satu metode alternatif remediasi pencemaran tanah oleh logam berat
bahan-bahan penyehat tanah (amelioran) untuk mengubah bentuk fisiko-kimia logam
berat dalam tanah secara in situ sehingga menurunkan dampaknya terhadap
ling-kungan dan kesehatan (Vangronsveld & Cunningham 1998).
Inaktivasi in situ juga merupakan teknik yang prospektif untuk diterapkan
pada tanah pertanian dengan tujuan menurunkan serapan logam berat oleh
tanam-an, sehingga menurunkan transfer atau pengalihannya ke rantai makanan
berikut-nya. Amelioran yang diaplikasikan akan mengubah bentuk fase padatan logam
berat dalam tanah yang sebelumnya terlarut dan sangat mudah larut atau fraksi
aktif menjadi fraksi yang secara geokimia lebih stabil, sehingga keterserapan dan
toksisitasnya terhadap tanaman menurun (Vangronsveld & Cunningham 1998).
Oleh karena itu, amelioran yang diaplikasikan harus memiliki kapasitas yang
tinggi untuk meningkatkan sorpsi tanah terhadap logam berat namun tidak
berpengaruh negatif terhadap kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah maupun
ekosistem (Oste et al. 2002).
Aplikasi dan pengembangan teknik inaktivasi in situ menggunakan
bera-gam amelioran terutama pada tanah tercemar oleh berabera-gam jenis lobera-gam berat
secara simultan pada kategori berat merupakan ranah penelitian yang menarik
minat banyak peneliti dan praktisi remediasi tanah tercemar di negara-negara
maju sejak tahun 1990an hingga sekarang (Vangronsveld & Cunningham 1998).
Namun, penelitian sejenis, khususnya pengujian penggunaan amelioran dan pupuk
pada dosis rasional untuk budidaya komoditas pertanian dari segi efektivitasnya
dalam menginaktivasi secara in situ pencemar logam berat dalam tanah belum
banyak dilakukan di Indonesia. Di sisi lain, penelitian mengenai kontribusi
amelioran, pupuk dan pestisida sebagai sumber kontaminan logam berat dalam
tanah di sentra-sentra produksi pertanian telah banyak dilakukan di Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian ameliorasi dan pemupukan dari segi efektivitasnya
sebagai inaktivator logam berat, seperti yang dilakukan dalam penelitian disertasi
ini, harus didasarkan pada asumsi bahwa amelioran dan pupuk yang digunakan
dipilih yang memiliki kadar logam berat serendah mungkin.
Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan serangkaian penelitian
yang terdiri atas penelitian eksplorasi untuk mengevaluasi tingkat kontaminasi/
Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai studi kasus dan dua percobaan
rumah kaca untuk mengevaluasi efektivitas teknik inaktivasi in situ menggunakan
amelioran kapur dan bahan organik serta pupuk NPK pada dosis rasional untuk
budidaya tanaman hortikultura pada tanah yang dicemari Cd dan Pb.
Tujuan Penelitian
1. Mengeksplorasi kadar dan kecemaran atau tingkat
kontaminasi/pencemar-an Cd dkontaminasi/pencemar-an Pb pada tkontaminasi/pencemar-anah pertkontaminasi/pencemar-anikontaminasi/pencemar-an lapiskontaminasi/pencemar-an permukakontaminasi/pencemar-an melalui studi kasus
di kawasan perkotaan dan industri Cileungsi yang termasuk ke dalam
wilayah Sub-sub-DAS Cileungsi Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
dengan mengevaluasi pengaruh faktor pedogenik dan antropogenik,
termasuk faktor kedalaman tanah, posisi transek, tipe penggunaan lahan
dan musim.
2. Mengevaluasi efektivitas ameliorasi kapur dan bahan organik serta
pemupukan NPK pada dosis rasional untuk budidaya komoditas
horti-kultura sebagai aplikasi teknik inaktivasi in situ melalui dua seri percobaan
rumah kaca menggunakan tanah yang masing-masing diberi perlakuan Cd
dan Pb hingga taraf tercemar dengan tomat sebagai tanaman uji. Evaluasi
didasarkan pada hubungan dan pertautan antar: (1) sifat-sifat kimia tanah
yang meliputi pHH2O 1:1, Corganik, NKjeldahl, PBray#1, K-, Ca- dan Mg-dapat
ditukar serta KTK, (2) kadar fraksi aktif dan pseudo-total Cd dan Pb dalam
tanah, (3) kadar Cd dan Pb serta N, P, K, Ca, Mg dan S dalam tajuk
tanaman, serta (5) bobot kering tajuk tanaman.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam
pengembangan rekomendasi ameliorasi dan pemupukan tanah untuk budidaya dan
peningkatan produktivitas komoditas pertanian yang dalam waktu bersamaan
dapat mengendalikan permasalahan yang berkenaan dengan kerentanan tanah
Susunan Disertasi
Disertasi ini terdiri atas 8 Bab dan Lampiran. Setelah Bab
1–Pendahu-luan, pada Bab 2–Tinjauan Pustaka diuraikan hasil telaah pustaka mengenai state
of the arts fenomena pencemaran lingkungan oleh logam berat, khususnya Cd dan
Pb, dan dampaknya terhadap kesehatan serta upaya remediasinya melalui aplikasi
teknik inaktivasi in situ. Selanjutnya diuraikan Bab 3–Pendekatan dan Metode
dan pada bab 4 sampai 6 disajikan hasil dari 3 penelitian dengan judul:
Bab 4 Kontaminasi/Pencemaran Kadmium dan Plumbum pada Tanah Pertanian di Kawasan Perkotaan dan Industri: Studi Kasus di Sub-sub-DAS
Cileungsi Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Bab 5 Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium pada Tanah Pertanian
Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman.
Bab 6 Remediasi Pencemaran Plumbum pada Tanah Pertanian: Efektivi-tas Inaktivasi In Situ Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman.
Selanjutnya pada Bab 7 dan 8 disajikan Pembahaan Umum serta
Kesim-pulan dan Saran. Padabagian Lampiran disajikandata penelitian secara rinci dan
pada akhir dari setiap bab disajikan Daftar Pustaka yang dirujuk.
Kebaruan
Kebaruan hasil penelitian disertasi ini meliputi:
1. Digunakannya prosedur eksplorasi kecemaran logam berat dalam tanah (prosedur Lacatusu 2000) yang telah mempertimbangkan sifat dasar tanah
penentu kapasitas sorpsi terhadap logam berat, yaitu kadar liat dan bahan
organik.
2. Prosedur eksplorasi Lacatusu (2000) lebih bersifat spesifik lokasi dan
waktu, dan oleh karenanya, dapat dimanfaatkan sebagai langkah awal
tindakan yang lebih bersifat preventif berkenaan dengan kejadian
kon-taminasi/pencemaran logam berat dalam tanah.
3. Penggunaan prosedur eksplorasi Lacatusu (2000) dapat dijadikan solusi
terhadap ketiadaan kriteria kecemaran logam berat dalam media tanah di
4. Selain kadar liat dan bahan organik, hasil penelitian eksplorasi
membukti-kan bahwa nilai pH juga merupamembukti-kan sifat dasar tanah yang berkontribusi
signifikan terhadap kecemaran Pb, sehingga terbuka peluang ranah
penelitian untuk memperbaiki prosedur Lacatusu (2000).
5. Hasil penelitian inaktivasi in situ memberikan fakta empiris mengenai
efektivitas ameliorasi bahan organik dan dolomit serta pemupukan NPK
pada dosis rasional untuk budidaya tanaman secara simultan dalam hal: (i)
menginaktivasi secara in situ fraksi aktif Cd dan Pb tanah, (ii)
meningkat-kan selektivitas serapan unsur sehingga menurunmeningkat-kan serapan tanaman
terhadap Cd dan Pb, serta (iii) menurunkan kadar Cd dan Pb tanaman
berkenaan dengan efek pengenceran akibat meningkatnya bobot kering
biomassa tanaman.
Daftar Pustaka
Adriano DC. 1986. Trace Elements in the Terrestrial Environment. New York: Springer-Verlag.
Alloway BJ. 1995a. Introduction. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 3-10.
Alloway BJ. 1995b. Soil processes and the behaviour of metals. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 11-37.
Alloway BJ. 1995c. The origin of heavy metals in soils. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 38-57.
Bohn H, McNeal B, O’Connor G. 1979. Soil Chemistry. New York: J Wiley-Intersci Publ. J Wiley & Sons.
Cairney T. 1995. The Re-Use of Contaminated Land. A Handbook of Risk
Assessment. Chichester: J Wiley.
Chaney RL, Giordano PM. 1977. Microelements as related to plant deficiencies and toxicities. Di dalam: Elliot LF, Stevenson FJ, editor. Soil for
Manag-ement of Organic Wastes and Waste Waters. Madison: Soil Sci Soc Am,
hlm 234-279.
Cottenie A, Verloo M. 1984. Analytical diagnosis of soil pollution with heavy metals. Fresenius Zeitschrift Anal Chem 317:389-393.
Kabata-Pendias A. 1995. Agricultural problem related to excessive trace metal contents of soil. Di dalam: Salomons W, Forstner U, Mader P, editor. Heavy Metals: Problems and Solutions. Berlin: Springer-Verlag, hlm 3-18.
Kabata-Pendias A, Pendias H. 2001. Trace Elements in Soils and Plants. Ed ke-3. Boca Raton: Lewis Publ CRC Pr.
Lacatusu R. 2000. Aprraising levels of soil contamination with heavy metals. Eur Soil Bureau Res Rep No. 4. Luxembourg: Official Publ Eur Comm.
Latterel JJ, Dowdy RH, Larson WE. 1978. Correlation of extractable metals and metal uptake of snap beans grown on soil amended with sewage sludge. J Environ Qual 7:435-440.
Lepp NW. 1981. Effect of Heavy Metal Pollution on Plant Function. London: Appl Sci Publ.
Lindsay WL. 2001. Chemical Equilibria in Soils. Caldwell, New Jersey: Black-burn Pr.
McLaren RG, Crawford DV. 1973. Studies on soil copper: I. The fractionation of copper in soil. J Soil Sci 24:172-181.
Oste LA, Lexmond TM, Riemsdijk WV. 2002. Metal immobilization in soils using synthetic zeolites. J Environ Qual 31:813-821.
Pichtel J, Kuroiwa K, Sawyerr HT. 2000. Distribution of Pb, Cd and Ba in soils and plants of two contaminated sites. Environ Pollut 110:171-178.
Sauerbeck DR. 1991. Plant, element and soil properties governing uptake and availability of heavy metals derived from sewage sludge. Water Air Soil Pollut 57-58:227-237.
Selim HM, Amacher MC. 1997. Reactivity and Transport of Heavy Metals in Soils. Boca Raton: Lewis Publ CRC Pr.
Soon YK, Bates TE. 1982. Chemical pools of cadmium, nickel, and zinc in polluted soils and some preliminary indication of their availability to plants. J Soil Sci 33:477-488.
Stevenson FG. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. New York: Wiley Intersci Publ J Wiley & Sons.
Sudadi U. 1994. Fractionation of Cu, Zn, and Pb in a sewage-sludge amended soil [MSc Thesis]. Ghent: International Training Center for Post Graduate Soil Scientist, Faculty of Science, University of Ghent, Belgium.
Vangronsveld J, Cunningham SD. 1998. Introduction to the concepts. Di dalam: Vangronsveld J, Cunningham SD, editor. Metal-Contaminated Soils: In Situ Inactivation and Phytorestoration. Berlin: Springer-Verlag, hlm 1-15.
TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Ekologis Pencemaran Logam Berat dalam Tanah Pertanian dan Strategi Remediasinya
Sejak ratusan tahun yang lalu berbagai jenis logam berat telah diekstraksi
dari alam dan dimanfaatkan manusia untuk memroduksi berbagai macam barang.
Baru belakangan di era kehidupan moderen diketahui bahwa selain bermanfaat,
proses penambangan, peleburan, pemanfaatan dan pembuangan limbah produk
yang mengandung logam berat, khususnya As, Cd, Hg dan Pb, juga dapat
me-nimbulkan dampak ekologis yang serius (Fergusson 1991).
Dipicu faktor alamiah, antropogenik dan kombinasinya, kadar logam berat
dalam tanah dapat mencapai tingkat yang mengakibatkan fito- dan zootoksisitas
serta gangguan fungsional terhadap komponen lingkungan lainnya seperti mutu
udara, air tanah dan rantai makanan yang dipengaruhinya. Dari berbagai studi
yang diulas oleh Chang et al. (1992) ditunjukkan bahwa logam berat dapat
memicu fitotoksisitas melalui: (1) gangguan terhadap hubungan tanaman-air yang
menyebabkan kelayuan, (2) peningkatan permeabilitas membran plasma sel yang
menyebabkan ‘kebocoran’ dan ketidak-selektifan akar dalam penyerapan hara,
dan (3) penghambatan fotosintesis, respirasi, serta aktivitas enzim metabolisme.
Meskipun pencemaran logam berat dianggap sebagai masalah lingkungan
yang serius di seluruh dunia, bahkan dipersepsikan sebagai bom waktu kimia
(Islam et al. 2007), tetapi kepedulian terhadap masalah ini, khususnya yang
berkenaan dengan sektor pertanian, hingga saat ini masih belum memadai di
Indo-nesia. Sejauh ini, isu utama kerusakan sumberdaya tanah dan lahan di Indonesia
masih terfokus pada persoalan defisiensi dan kehilangan hara akibat laju
dekom-posisi bahan organik dan erosi yang tinggi, ataupun kehilangan massa tanah yang
subur akibat longsor dan banjir. Di sisi lain, pengendalian pencemaran logam
berat pada lahan pertanian memang tidak mudah dilakukan karena menyangkut
pertimbangan biaya dan berkaitan dengan kinerja lingkungan banyak sektor
lain-nya, terutama sektor industri, domestik dan transportasi.
Tanah pertanian di kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk dan
logam berat (Cairney 1995). Secara antropogenik, hal ini berkenaan dengan
depo-sisi atmosferik kering maupun basah sisa emisi oksidasi BBM dan pengelolaan
limbah di dan sekitar kawasan tersebut. Bila pengeloaan limbah tidak dilakukan
dengan layak, maka pada musim hujan logam-logam berat dan kontaminan lain
yang dikandungnya akan terlarut dan terbawa aliran permukaan. Sebagian dari
logam-logam berat tersebut kemudian akan terakumulasi dalam tanah dan
seba-gian lainnya terbawa masuk ke aliran sungai.
Lahan pertanian perkotaan umumnya berada di atau dekat dengan bantaran
sungai. Oleh karena itu, dampak akumulasi logam berat akan lebih signifikan
manakala daerah aliran sungainya terdegradasi. Pada areal demikian frekuensi
terjadinya penggenangan lahan oleh luapan air sungai dan peluang kejadian
konta-minasi yang ditimbulkannya akan meningkat. Lebih lanjut, petani lokal biasanya
menggunakan air sungai untuk mengairi tanamannya sehingga meningkatkan
peluang terjadinya pengalihan senyawa logam berat dari tanah ke bagian tanaman
yang dapat dikonsumsi dan rantai makanan berikutnya.
Untuk kondisi di Indonesia saat ini, bersamaan dengan implementasi
upaya penegakan hukum dan peraturan-perundangan untuk mengurangi
kontami-nasi logam berat dari sisi sumbernya, terutama berkenaan dengan sektor industri,
domestik dan transportasi, maka suatu tindakan praktis yang efektif dan efisien
untuk menurunkan dampaknya pada lahan pertanian produktif yang sekaligus
rentan terhadap fenomena kontaminasi logam berat perlu diupayakan. Dalam hal
ini, tindakan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman melalui
ameliorasi dan pemupukan pada dosis yang ekonomis, yang pada saat yang sama
sekaligus dapat menurunkan pengalihan logam berat dari tanah ke bagian tanaman
komersial yang dapat dikonsumsi, merupakan strategi yang rasional. Hal inilah
yang menjadi tema dan pembahasan penelitian disertasi ini.
Karakteristik Logam Berat Kadmium dan Plumbum
Logam berat (heavy metals) merujuk pada sekelompok unsur logam minor
(trace metals) yang bersifat meracun (toxic metals) bagi ekosistem. Dari sudut
pandang ilmu kimia, terminologi ini tidak sepenuhnya tepat karena dalam kadar
(metals) melainkan metalloids. Alloway (1995a) mengusulkan terminologi
“unsur berpotensi meracun” atau “potentially toxic element”, namun dalam
kepustakaan mutakhir terminologi “logam berat” masih lebih sering digunakan.
Lepp (1981) mendefinisikan logam berat sebagai unsur-unsur logam yang
memiliki kerapatan jenis atomis >6 g.cm-3. Fergusson (1991) menambahkan
kriteria bagi logam berat yang mempunyai manfaat ekonomis (industri dan
pertanian) sekaligus berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem
dan kesehatan sebagai berikut: (1) terdapat dalam kadar yang relatif tinggi dalam
kerak bumi, (2) dieksploitasi dalam jumlah signifikan oleh manusia, dan (3)
digunakan di lokasi yang dimungkinkan terjadi kontak dengan publik, namun (4)
dalam kadar berlebih bersifat toksik bagi kesehatan, dan (5) menyebabkan
gangguan signifikan terhadap siklus biogeokimia. Berdasarkan telaah pustaka,
Fergusson (1991) menguraikan sumber, karakteristik dan kegunaan serta sifat
fisiko-kimia Cd dan Pb seperti disarikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Sumber, karakteristik dan kegunaan kadmium dan plumbum
Sumber, karakteristik dan kegunaan
Kadmium (Cd) Plumbum (Pb)
Sumber Bijih Mineral
Zn-, Hg-, Pb- dan Cu-sulfida CdS, CdSe, CdO, CdCO3
Tabel 2 Sifat fisiko-kimia kadmium dan plumbum
Sifat Fisiko-Kimia Kadmium (Cd) Plumbum (Pb)
Grup dalam Tabel Berkala IIB IVB
Nomor atom 48 82
Batuan beku ultrabasa Batuanbeku basa Oksianion-Cd (basa), Cd2+ (asam) -
Jerapan relatif Al-, Fe-hidroksida, haloisit > imogolit, alofan > kaolinit, asam humat > monmorilonit > liat
Berdasarkan telaah pustaka, Fergusson (1991) menguraikan dampak
ling-kungan dan dampak toksisitas Cd dan Pb terhadap kesehatan seperti disarikan
pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3 Dampak pencemaran kadmium dan plumbum terhadap lingkungan
Dampak lingkungan Kadmium (Cd) Plumbum (Pb)
Skala dampak Global, regional, lokal Global, regional, lokal
Komponen lingkungan Udara, sedimen, tanah, air Udara, sedimen, air, tanah
Jalur kritis Pangan, debu Pangan, udara, debu
Emisi global (106 kg/tahun) Alamiah
Antropogenis
0.3
Udara 7.6; Air 9.4; Tanah 22
2.6
Udara 332; Air 138; Tanah 796
Sumber kontaminan antropogenik (mg/kg)
Debu yang berasal dari tanah, asap dan debu industri, limbah organik, pelapukan gedung, cat dan logam korosif serta karet (ban) dan plastik (bervariasi)
Pupuk dan batuan fosfat: 0.1-190 Pupuk nitrogen: <0.1-9
Debu yang berasal dari tanah, asap kendaraan bermotor, asap dan debu industri, limbah organik, pelapukan gedung, cat dan logam korosif serta karet dan plastik (bervariasi) Pupuk dan batuan fosfat: 4-1000 Pupuk nitrogen: 2-120
terkontaminasi (mg/kg) 0.6-46 (Zambia) 500-1350 (Uganda)
Koefisien pengalihan daun keriting, akar kerdil coklat, jari daun dan petiol kemerahan, pertumbuhan terhambat Terikat pada grup thiol dan SH Berafinitas tinggi terhadap fosfat Penghambatan beberapa enzim Gangguan respirasi, fotosintesis,
pembukaan stomata & transpirasi
Tabel 4 Dampak toksisitas kadmium dan plumbum terhadap kesehatan
Dampak Kesehatan Kadmium (Cd) Plumbum (Pb)
Jalur asupan Terhisap via pernafasan ke paru Tercerna via makanan, air & non- pangan ke sistem pencernaan Pengalihan via kontak kulit
Terhisap via pernafasan ke paru Tercerna via makanan, air dan non- pangan ke sistem pencernaan Pengalihan via kontak kulit
Kadar tipikal pada jaringan tubuh manusia
Darah (µg/dl): 0.05-0.5
Ginjal (µg/g bobot basah): 10-30 Hati (µg/g bobot basah): 2-3 Otot (µg/g bobot basah): - Rambut (µg/g bobot kering) 0.5-2 Tulang (µg/g bobot kering): 0.5-2 Total (mg/70 kg): 50
Darah (µg/dl): 1-25
Ginjal (µg/g bobot basah): 0.2-1.5 Hati (µg/g bobot basah): 0.2-1.5 Otot (µg/g bobot basah): 0.01-0.5 Rambut (µg/g bobot kering): 1-20 Tulang (µg/g bobot kering): 0.2-10 Total (mg/70 kg): 40-120
Waktu paro biologis Tubuh: 10-30 tahun Tulang: - produk pertanian (mg/kg)
Sayuran (daun) :0.2
ditoleransi (µg/hari) Toksisitas tinggi : 60 Toksisitas sedang-tinggi : 430
Jumlah manusia global terkena dampak
0.25-0.5 juta orang (kelainan fungsi ginjal)
> 1 milyar orang
(kadar Pb darah >20 µg/dl)
Gejala dan dampak toksisitas
Akut
Terhisap: radang bronki & paru. Tercerna: produksi ludah berlebih, mual, muntah, nyeri perut, diare, vertigo & pingsan. Kronis & anemia; inaktivasi enzim & defisiensi nutrisi; kanker prostat; kelainan kromosom.
Dampak lanjutan
Penyakit Itai-itai (osteomalasia, nyeri sendi dan lumbago, kerapuhan & deformasi tulang)
Akut an daya ingat, koma & kematian.
Pengobatan Belum tersedia Penyuntikan reagen pengkhelat Pb ke dalam sistem peredaran darah untuk dikeluarkan via urin & feses: CaNA2 EDTA,
2,3-dimercaptopro-panol [HSCH2-C(SH)-CH2OH) &
d-penicillamine [HS-C(CH3)2
Kontaminasi dan Pencemaran Tanah oleh Logam Berat
Kontaminasi bahkan pencemaran tanah, sedimen dan air oleh logam berat
dengan kadar yang cenderung semakin tinggi merupakan salah satu permasalahan
lingkungan yang dihadapi kehidupan moderen (Lepp 1981). Pada kondisi normal
sekalipun, unsur-unsur logam berat dapat dijumpai di hampir seluruh jenis tanah
dengan kisaran kadar dalam satuan persen (%, misalnya Pb) hingga sepersejuta
(ppm, µg.g-1 atau mg.kg-1, misalnya Cd).
Pada kondisi tercemar, kisaran kadar logam berat dalam tanah
didefinisi-kan telah mengakibatdidefinisi-kan dampak negatif atau toksisitas yang signifididefinisi-kan terhadap
sebagian atau seluruh komponen lingkungan (Lacatusu 2000) dan dimungkinkan
terjadi migrasi dari tanah yang tercemar ke lokasi yang lebih rendah elevasi atau
ketinggian tapaknya akibat erosi dan pencucian serta perkolasi ke air tanah
(Vangronsveld & Cunningham 1998). Di beberapa tempat di luar negeri, kadar
logam berat dalam tanah dilaporkan telah melebihi kadar maksimum yang masih
berpengaruh positif (untuk logam berat yang termasuk hara esensial mikro seperti
Cu dan Zn) atau kadar maksimum tidak berpengaruh negatif (untuk logam berat
yang bukan termasuk hara esensial seperti Cd dan Pb) terhadap vegetasi.
Kapasitas Retensi Tanah terhadap Logam Berat
Logam berat diretensi tanah dengan berbagai cara. Skema pada Gambar 1
menunjukkan bahwa selain diretensi pada fase padatan dalam bentuk kompleks
dan presipitat, sebagian logam berat dijumpai sebagai kation bebas (L+) dan anion
bebas (A-) di larutan tanah, sebagai kompleks organo-mineral yang larut (LLo),
dan teradsorpsi pada koloid tanah (Cottenie & Verloo 1984).
Distribusi antar berbagai bentuk fisiko-kimia ini dikendalikan oleh
kon-stanta keseimbangan dari reaksi-reaksi presipitasi-pelarutan, pengompleksan-
penguraian dan adsorpsi-desorpsi. Terganggunya keseimbangan yang
menyebab-kan perubahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya dapat terjadi akibat perubahan
kondisi fisiko-kimia tanah seperti pH, KTK, kadar bahan organik dan potensial
K Kf
Teradsorpsi ' L+ + Lo ' LLo Kompleks
Koloid Kw Ka terlarut Fase
H2O ' H+ + OH- A- + H+ ' HA larutan
Non Ks( (Ks Fase
Koloid LOH LA Terpresipitasi padatan
Gambar 1 Bentuk kimia logam berat dalam tanah (L+ kation; Lo ligan organik terlarut; A- anion; K konstanta keseimbangan; Kf konstanta pemben-tukan kompleks; Ka konstanta kemasaman; Kw konstanta disosiasi; Ks hasil kali kelarutan) (Cottenie & Verloo 1984).
Tanah dan tanaman memiliki kapasitas yang terbatas dalam meretensi dan
mengakumulasikan logam berat. Jika batas kapasitas tersebut terlampaui maka
akan terjadi fitotoksisitas. Pada umumnya, aktivitas logam berat dalam larutan
tanah merupakan resultan dari keseimbangan antar mineral-mineral liat, bahan
organik dan khelat-khelat terlarut, dimana pH tanah berpengaruh sangat kuat
terhadap keseimbangan tersebut (Lindsay 2001).
Reaksi tanah merupakan faktor terpenting berkenaan dengan mobilitas
logam berat dalam sistem tanah. Selain itu, pH tanah juga berpengaruh secara
tidak langsung terhadap keseimbangan adsorpsi, stabilitas kompleks
organo-mineral serta potensial redoks karena ketiganya dapat memengaruhi kelarutan
logam berat tanah (Cottenie & Verloo 1984). Secara umum, keterserapan kation
logam berat meningkat dengan menurunnya pH tanah (Bohn et al. 1979).
Semakin tinggi KTK, semakin tinggi kadar logam berat yang dapat
dire-tensi tanah tanpa menimbulkan dampak lingkungan yang berpodire-tensi merugikan.
Nilai KTK tanah bergantung pada jumlah dan jenis mineral liat, kadar bahan
organik serta kadar Fe-, Mn-, dan Al-oksida. Secara umum, semakin tinggi kadar
liat tanah semakin tinggi nilai KTKnya dan mineral liat tipe 2:1 memiliki KTK
lebih tinggi daripada tipe 1:1 (Bohn et al. 1979; Lindsay 2001).
Beberapa logam berat seperti Cu dan Zn dikompleks sangat kuat oleh
ba-han organik tanah. Kompleks terlarut dan tak-larut yang stabil dapat terbentuk
P
Pupuk, Pestisida, Biosolids, Deposisi Atmosferik, dll.
Tanah Tanaman
organik (Stevenson 1982). Kadar air memengaruhi kapasitas tanah dalam
meretensi logam berat melalui reaksi-reaksi oksidasi-reduksi biologis dan/atau
kimiawi. Sebagai contoh, Cu dan Zn lebih larut daripada Fe, Mn dan Al pada
tanah-tanah aerob (Bohn et al. 1979).
Perilaku Logam Berat dalam Sistem Tanah-Tanaman
Mobilisasi ke biosfer akibat aktivitas manusia merupakan salah satu proses
penting dari siklus geokimia logam berat. Hal ini terutama terjadi di kawasan
perkotaan akibat pelepasan sejumlah logam berat ke atmosfer dan tanah dari
berbagai sumber tak-teridentifikasi (non-point source) dan sumber teridentifikasi
(point source) (Bilos et al. 2001).
Sistem tanah-tanaman merupakan sistem yang terbuka terhadap asupan
(input) dan keluaran (output). Dinamika logam berat dalam sistem tanah-tanaman
disajikan pada Gambar 2. Berkenaan dengan logam berat, asupannya antara lain
bersumber dari deposisi atmosferik, kontaminan/pencemar, pupuk dan pestisida,
sedangkan keluarannya misalnya melalui pemanenan biomassa tanaman,
pencu-cian, erosi dan volatilisasi (Alloway 1995b).
Tervolatilisasi Dekomposisi serasah
fosfat dll. Pencucian
Menurut Alloway (1995c), sumber antropogenik utama masuknya logam
berat ke dalam sistem tanah dan lingkungan meliputi: (1) penambangan dan
pele-buran bijih logam, (2) penggunaan bahan kimia pertanian dan hortikultura seperti
pupuk dan pestisida, (3) pemanfaatan biosolids, (4) emisi pembakaran BBM, (5)
aktivitas industri metalurgi, elektronika dan kimia serta penggunaan
komoditas-nya, serta (6) aktivitas pembuangan limbah padat maupun cair. Menurut Adriano
(2000), kontaminasi dan pencemaran logam berat Cd dan Pb dalam tanah
umum-nya berkenaan dengan tiga aktivitas utama, yaitu: (1) aktivitas industri, seperti
proses penambangan dan peleburan bijih logam, (2) aktivitas pertanian, seperti
aplikasi pupuk inorganik, pestisida dan biosolids, serta (3) aktivitas perkotaan,
seperti penggunaan BBM yang mengandung bahan anti letupan tetraethyl- dan
tetramethyl-Pb serta pembuangan yang tidak ramah lingkungan dari limbah yang
mengandung Cd dan Pb seperti batere dan aki.
Adsorpsi dari fase larutan ke padatan tanah merupakan proses kimia utama
yang mengatur perilaku kation logam berat dalam tanah. Proses ini menentukan
kadar kation dan kompleks logam berat dalam larutan tanah, sehingga merupakan
faktor utama penentu mobilitas dan serapannya oleh tanaman (Alloway 1995b).
Secara rinci, proses kimia yang memengaruhi distribusi kation logam berat pada
fase larutan dan padatan tanah meliputi: (1) pengompleksan di larutan tanah, (2)
adsorpsi non-spesifik atau pertukaran kation pada liat dimana kation logam berat
(Ln+) bertukar posisi dengan counter-ion di lapisan baur, (3) adsorpsi spesifik atau
chemisorption pada liat, bahan organik dan hidroksida logam, (4) pembentukan
presipitat tak-larut, (5) disolusi atau kopresipitasi, dan (6) pengompleksan organik
(Alloway 1995b; Mench et al. 1998; Gomes et al. 2001).
Sorpsi logam berat pada permukaan fase padatan tanah melibatkan
berba-gai mekanisme berikut: (1) ketika suatu kation logam berat tersorpsi dengan
gaya-gaya elektrostatik Coulomb yang lemah karena tetap mempertahankan air
hidrasi-nya, maka kation tersebut akan tetap berada dalam lapisan baur membentuk
kompleks outer-sphere dengan grup reaktif permukaan, (2) jika kehilangan
beberapa molekul air hidrasinya dan karenanya menjadi terikat dengan gaya
ikatan kimia yang kuat, maka kation tersebut akan membentuk kompleks
terbentuk inti permukaan dan selanjutnya terjadi presipitasi, dan (4) ketika berada
dalam matriks mineral, maka kation logam berat akan terdifusi pada kisi-kisi
mineral dan/atau terkopresipitasi (Alloway 1995b; Mench et al. 1998).
Secara ringkas, adsorpsi kation logam berat pada koloid tanah melibatkan
dua mekanisme molekuler, yaitu: (1) adsorpsi non-spesifik atau pertukaran kation
yang bersifat dapat-balik, dan (2) adsorpsi spesifik atau chemisorption akibat
reaksi pengompleksan permukaan yang hampir bersifat tak dapat-balik yang
terdiri atas pembentukan ikatan kovalen, presipitasi, kopresipitasi dan
pengom-pleksan organik (Gomes et al. 2001).
Kapasitas adsorpsi non-spesifik ditentukan oleh KTK. Mekanisme ini
bersifat stokiometris. Artinya, semakin tinggi valensi dan semakin rendah derajat
hidrasi suatu logam berat maka semakin mudah logam berat tersebut teradsorpsi
(Alloway 1995b). Dalam adsorpsi spesifik terjadi pertukaran antara Ln+ dengan
permukaan ligan untuk membentuk ikatan kovalen, sehingga kapasitas adsorpsi
lebih besar daripada KTK. Dalam mekanisme ini terjadi kompetisi antara Ln+
dengan H+ berdasarkan afinitas atau kecenderungan relatif untuk membentuk
ikatan kovalen sehingga berkenaan dengan elektronegativitas (Hsu 1989).
Berdasarkan afinitas, spesies terhidrolisis LOH+ lebih mudah teradsorpsi
daripada yang tak-terhidrolisis L+ (Schwertmann & Taylor 1989). Berdasarkan
kecenderungan membentuk ikatan kovalen, adsorpsi Pb>Cd>Cu>Zn (Sposito
1989). Berdasarkan elektronegativitas, adsorpsi Cu>Pb>Cd>Zn (McBride 1994).
Derajat adsorpsi juga dipengaruhi nilai konstanta keseimbangan pK dari reaksi
L2+ + H2O ' LOH+ + H+, dimana adsorpsi meningkat dengan menurunnya pK,
sehingga adsorpsi Pb (pK=7.7) > Cu (pK= 7.7) > Zn (pK=9.0) > Cd (pK=10.1)
(Alloway 1995b).
Jika kondisi fisiko-kimia memungkinkan dan kadarnya cukup tinggi,
kati-on logam berat dapat membentuk presipitat atau padatan tak-larut (Lindsay 2001).
Pada kondisi sangat reduktif, Cu dapat membentuk cuprous ferrite (Cu2Fe2O4);
Pada tanah dengan kadar Fe2+ sangat tinggi, Zn dapat membentuk franklinite
(ZnFe2O4); Pada pH tinggi, Cd dapat membentuk octavite (CdCO3); Pada tanah
dengan kadar P sangat tinggi, Pb dapat membentuk pyromorphite dengan derajat
Kopresipitasi adalah mekanisme terjadinya presipitasi simultan antara
mi-neral sekunder dengan kation logam berat. Untuk Cd, Cu, Pb dan Zn, jenis
cam-puran padatan yang terbentuk meliputi Cd, Cu, Pb dan Zn dengan mineral liat, Pb
dan Zn dengan Mn-hidroksida, serta Cu dan Zn dengan Fe-hidroksida. Juga dapat
terjadi penggantian Ca2+ oleh Cd2+ pada permukaan kalsit CaCO3 yang berkontak
dengan larutan yang mengandung Cd. Selanjutnya, sisa Cd2+ dalam larutan akan
terpresipitasi sebagai octavite CdCO3 (Alloway 1995b).
Selain terlibat dalam reaksi pertukaran kation, padatan senyawa humik
dengan gugus reaktif hidroksilat, fenolat dan karboksilat juga dapat mengadsorpsi
kation logam berat dengan membentuk kompleks koordinasi khelat. Namun, ligan
organik dengan bobot molekul rendah dapat membentuk kompleks yang bersifat
larut dengan kation logam berat sehingga mencegah terjadinya adsorpsi maupun
presipitasi (Stevenson 1980).
Pada gutit dan hematit (Schwertmann & Taylor 1989) serta Al-hidroksida
(Hsu 1989), adsorpsi Cu>Pb>Zn>Cd. Kapasitas adsorpsi Ln+ pada tanah-tanah
muda lebih besar daripada tanah-tanah tua (Alfisol > Ultisol > Oxisol). Hal ini
berkenaan dengan peningkatan kadar spesies terhidrolisis LOH+ dan KTK efektif
akibat pH yang lebih tinggi pada Alfisol. Secara umum, elektronegativitas dan
afinitas terhadap permukaan koloid lebih berperan dalam menentukan selektivitas
adsorpsi kation divalen pada tanah-tanah tua atau bereaksi masam, sedangkan pH
dan dominansi spesies terhidrolisis (LOH+) lebih berperan pada tanah-tanah muda
atau bereaksi lebih alkalin (Gomes et al. 2001).
Secara umum, kapasitas adsorpsi yang selanjutnya menentukan kadar
fraksi aktif dari suatu kation logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh KTK,
tekstur, mineralogi liat, potensial redoks, pH dan kadar bahan organik tanah serta
kadar unsur lain seperti P, S, N dan logam berat yang lain (Lindsay 2001;
Stevenson 1980). Pada tanah-tanah tropis dari Brazil, selektivitas adsorpsi
mengikuti urutan Pb>Cu>Cd>Zn dan terutama dipengaruhi oleh pH, KTK, kadar
bahan organik, liat dan gibsit (Gomes et al. 2001).
Distribusi pada fase padatan dan larutan tanah merupakan parameter utama
dalam penilaian risiko lingkungan dari kation logam berat di ekosistem daratan.