• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji patologi dan perbaikan kinerja Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji patologi dan perbaikan kinerja Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV)"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PATOL

Spodoptera exigua

SEK

INST

OLOGI DAN PERBAIKAN KINER

ua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS

SAMSUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

TITUT PERTANIAN BOGOR

2011

ERJA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Uji Patologi dan Perbaikan Kinerja Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan di dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir dari setiap topik disertasi ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

ABSTRACT

SAMSUDIN. Pathological Assay and Performance Improvement of Spodoptera exiguaNucleopolyhedrovirus (SeNPV). Under Supervision of TEGUH SANTOSO, AUNU RAUF and YAYI MUNARA KUSUMAH.

Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) is an entomophathogenic virus of onion caterpillar S. exigua(Lepidoptera: Noctuidae) larvae commonly used as bioinsecticide. The major limitations of SeNPV for biocontrol of onion caterpillar is it requires long time for the virus to kill the insect host and its sensitivity to ultraviolet (UV) degradation. This research was aimed to 1) study the signs and symptoms of SeNPV infection on host larvae 2) find out the optimum inoculum concentrations and harvest times of SeNPV for mass productions, 3) find out the phagostimulant that can improve the SeNPV virulence, 4) determine the boric acid concentrations to enhance the SeNPV virulence, and 5) find out the ultraviolet protectant to maintain the SeNPV infectivity. Infection of SeNPV on the S. exigua

inhibited molting process, changed the body colors and caused reduction of feeding activity. For mass propagation of the virus in the laboratory, the optimum polyhedra concentration suggested was 5.88 x 106 POB/ ml, and the optimal harvesting time was 5 days after inoculation. Soybean sauces 5% and sucrose 5% increasedS. exigua

consumption on artificial diets and enhanced viral activity. When mixed with polyhedra of SeNPV, 1% to 5% sucrose significantly increased S. exigua consump-tion and increased the virulence ofSeNPV, while 10% sucrose tended to decrease the feeding activity of S. exigua. Boric acid concentrations enhanced the SeNPV virulence. The LT50 ofSeNPV was decreased by adding of boric acids. Addition of 1% of coconut shell charcoal, lampblack, husk charcoal, yam flour, molasses, yam filtrate, turmeric filtrate and green tea filtrate to theSeNPVsuspension were found to be effective as UV protectant. All materials tested are considered potential as natural UV protectant in the formulation ofSeNPV-based biopesticides. Yam bean filtrate is recommended as natural UV protectant, as it provided nearly 100% UV protection for

SeNPV.

(4)

RINGKASAN

SAMSUDIN. Uji Patologi dan Perbaikan Kinerja Spodoptera exigua Nucleopoly-hedrovirus (SeNPV). Dibimbing oleh TEGUH SANTOSO, AUNU RAUF dan YAYI MUNARA KUSUMAH.

Spodoptera exigua Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama utama tanaman bawang merah dan bawang daun di Indonesia, sehingga hama ini lebih dikenal sebagai ulatgrayak bawang (UGB). Pengendalian UGB sampai saat ini bertumpu pada penggunaan insektisida kimia. Dampak negatif penggunaan insektisida kimia sintetik, antara lain: resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pengguna. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan insektisida kimia tersebut, saat ini dikembangkan penggunaan virus patogen UGB Indonesia yang diidentifikasi sebagaiS. exiguanucleopolyhedrovirus (SeNPV). Hasil pengujian di lapangan pada tanaman bawang merah,SeNPV ini mampu menurunkan populasi S. exigua dan meningkatkan hasil yang sangat nyata dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimia. Kelemahan SeNPV adalah: 1) membutuhkan waktu relatif lama untuk membunuh inangnya, dan 2) cepat menjadi tidak aktif di lapangan akibat sinar ultraviolet (UV). Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui karakteristik tanda dan gejala infeksi SeNPV pada serangga inang, 2) memperoleh konsentrasi inokulum dan waktu panen yang optimum untuk perbanyakan masal, 3) mendapatkan bahan perangsang makan (phagostimulant) yang efektif meningkatkan virulensi SeNPV, 4) memperoleh konsentrasi asam borat sebagai enhancer yang efektif meningkatkan virulensi SeNPV, dan 5) mendapatkan bahan pelindung alami terhadap sinar ultraviolet matahari untuk mempertahankan infektifitas SeNPV. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Maret 2011 di Laboratorium Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Bogor.

Infeksi SeNPV pada UGB menghambat proses ganti kulit, mengakibatkan perubahan warna tubuh dan nafsu makan. SeNPV sangat patogenik di laboratorium dengan nilaiLethal Concentration 50% (LC50) terhadap UGB instar 3 sebesar 6,65 x 105 POB/ml. Untuk keperluan perbanyakan massal di laboratorium dengan memperhatikan tingkat mortalitas, LT50, produksi polihedra per larva, dan proporsi mortalitas UGB, maka konsentrasi inokulum yang digunakan adalah 5,88 x 106 POB/ml. Waktu pemanenan yang optimum adalah 5 hari setelah inokulasi, yaitu pada saat itu sebagian besar serangga yang terinfeksi telah mati dan belum hancur.

Infektifitas SeNPV terhadap UGB yang diberi pakan daun bawang merah, bawang daun dan pakan buatan tidak berbeda nyata. Pakan buatan yang digunakan dinilai cocok untuk perbanyakan massal dan pengujian SeNPV di laboratorium. Kecap 5% dan sukrosa 5% mampu meningkatkan konsumsi UGB dan virulensi

(5)

Hal ini diduga karena asam borat yang tertelan dalam makanan mampu mendegradasi matrik peritrofik UGB, sehingga mengurangi proteksinya dari infeksi patogen.

Sinar matahari berpengaruh terhadap infektifitas SeNPV, semakin lama waktu penyinaran semakin menurun infektifitasnya. Penambahan masing-masing 1% arang tempurung kelapa, jelaga, arang sekam, tepung bengkuang, molase, filtrat bengkuang, filtrat kunyit dan filtrat teh hijau mampu mempertahankan infektifitas SeNPV. Penambahan bahan-bahan tersebut mampu menghambat penurunan kinerja SeNPV akibat penjemuran di bawah sinar matahari selama 30 menit. Filtrat bengkuang merupakan pelindung terhadap UV alami potensial yang efektif mempertahankan infektifitasSeNPV.

Penggunaan SeNPV dalam implementasi pengendalian hama terpadu (PHT) UGB pada tanaman bawang merah dan bawang daun merupakan pilihan yang paling tepat. PenggunaanSeNPV sebaiknya dikombinasikan dengan teknologi pengendalian lainnya, seperti: penggunaan pestisida nabati dan pemanfaatan musuh alami. Secara praktis pada tingkat petani, konsentrasi anjuran sebesar 5,88 x 106POB/ml atau 5,88 x 109 POB/liter hasil penelitian ini dapat disetarakan dengan 36.720 - 41.310 ekor larva mati untuk keperluan 1 hektar.

(6)

Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

UJI PATOLOGI DAN PERBAIKAN KINERJA

Spodoptera exigua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (

Se

NPV)

SAMSUDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. (Ris.) Dr. Ir. Muhammad Arifin, M.S. 2. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si

(9)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi dan Fitopatologi Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 14 Juli 2011 Tanggal Lulus : 10 Agustus 2011 Judul Disertasi

Nama NIM

:

: :

UJI PATOLOGI DAN PERBAIKAN KINERJA

Spodoptera exiguaNUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SeNPV) SAMSUDIN

(10)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah yang telah mengajari manusia apa yang mereka tidak ketahui. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, shohabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Disertasi yang berjudul “Uji Patologi dan Perbaikan Kinerja Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV)” merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi pada Program Doktoral Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc dan Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan kritikan selama proses penelitian sampai penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) yang telah memberi kepercayaan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor di IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi beserta seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis menyampaikan penghargaan kepada Direksi Dompet Dhuafa (DD) dan Manajemen beserta karyawan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Program Doktor. Kepada seluruh pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sehat, Kelompok Tani (KT) Sehat, petani peserta Program Pengembangan Pertanian Sehat LPS, penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang tulus penulis

haturkan kepada jama’ah pengajian di beberapa mesjid di Bogor dan murid-murid

kajian islam, serta para ustadz atas do’a yang disampaikan untuk kebaikan bagi penulis.

Penulis menyampaikan do’a untuk kedua orang tua, yaitu: Bapak Sukatmaja (alm) dan Ibu Jariyah (almh) serta bapak mertua Bapak H. Ahmad Firdaus (alm) semoga Allah menempatkan mereka pada tempat yang mulia di alam barzah, sebagai balasan terbaik atas kebaikan dan pengorbanan yang mereka curahkan untuk meng-hantarkan penulis meraih pendidikan formal tertinggi. Penulis menghaturkan salam hormat kepada Ibu mertua Hj. Nurhayati yang selalu mengiringi langkah penulis dengan do’anya. Salam sayang dan peluk cinta penulis sampaikan kepada isteri tercinta Teti Purwasih, S.Si dan anak-anak tersayang Fathia Arifa Hasanah, Faqih Nadiya Umam, Fadlil Nafidza Ahsan, Faiz Harisa Ihsan dan Fakhrina Amila Mumtazah yang selalu menjadi inspirasi bagi penulis untuk terus belajar dan berkarya.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 6 Mei 1968, putera ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Sukatmaja (alm.) dan Ibu Jariyah (almh.). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Wanoja 1 tahun 1982, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cibingbin dan lulus tahun 1985. Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Brebes tahun 1988. Pada tahun 1992 lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman dan pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan Magister (S2) Program Studi Bioteknologi di Perguruan Tinggi yang sama. Sejak tahun 2006 mendapat tugas belajar pada program doktor (S3) Program Studi Entomologi Sekolah Pascasarjana IPB dari Badan Penelitian dan Pengembang-an PertPengembang-aniPengembang-an, KementriPengembang-an PertPengembang-aniPengembang-an.

Pada tahun 2000 penulis mengikuti training ”Plant Genetic Resources” di Tsukuba Jepang selama 10 bulan. Karir peneliti dimulai sejak tahun 1995 ketika dipercaya oleh Balai Penelitian Bioteknologi (Balitbio) Bogor untuk menjadi

Research Associate pada The Clemson University Palawija Integrated Pest Management Project. Kemudian pada tahun 1997 sampai tahun 2000 diserahi tugas untuk melaksanakan penelitian pada FAO Vegetable Integrated Pest Management Programe in Indonesiakhusus pada bidangBiological Control. Di samping itu, sejak tahun 1999 sampai sekarang penulis mendapat amanah dari Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika (DD Republika) untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang dapat diadopsi dan dirasakan langsung manfaatnya oleh petani melalui Lembaga Pertanian Sehat (LPS). Saat ini penulis merupakan staf peneliti di Kelompok Peneliti Entomologi dan Fitopatologi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) Kementrian Pertanian.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ……….…….… xiv

DAFTAR GAMBAR ………..……….….… xv

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA ... Ulat BawangSpodoptera exigua(Hbn.) (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi nucleopolyhedrovirus (NPV) ...

1. Morfotipe NPV ... 2. Siklus Hidup NPV ... 3. Tanda dan Gejala Infeksi NPV ... Pemanfaatan Nucleopolyhedrovirus (NPV) Sebagai Bioinsektisida Upaya untuk Meningkatkan Kinerja NPV Sebagai Bioinsektisida Upaya untuk Meningkatkan Virulensi NPV ... Upaya Mempertahankan Persistensi NPV ... UJI PATOLOGISpodoptera exigua NUCLEOPOLYHEDRO-VIRUS (SeNPV) PADA ULAT BAWANGSpodoptera exigua

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Abstrak ……….

Abstract……….. Pendahuluan ………. Bahan dan Metode ……… Hasil dan Pembahasan ……….. Kesimpulan ………... Daftar Pustaka ………..

(13)

BAB IV

BAB V

BAB VI BAB VII

PENINGKATAN VIRULENSISpodoptera exigua NUCLEO-POLYHEDROVIRUS (SeNPV) ……….

Abstrak ……….

Abstract………. Pendahuluan ………. Bahan dan Metode ……… Hasil dan Pembahasan ……….. Kesimpulan ………... Daftar Pustaka ………..

KEEFEKTIFAN BAHAN PELINDUNG ALAMI DALAM MEMPERTAHANKAN INFEKTIFITASSpodoptera exigua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SeNPV)……….. Abstrak ……….

Abstract………. Pendahuluan ………. Bahan dan Metode ……… Hasil dan Pembahasan ……….. Kesimpulan ………... Daftar Pustaka………..

PEMBAHASAN UMUM………...

(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 5.1 5.2

Deskripsi gejala infeksiSeNPV pada UGB di Laboratorium ... Mortalitas UGB instar 3 pada pengamatan hari ke-6 setelah perlakuanSeNPV pada beberapa konsentrasi ………... Akumulasi mortalitas UGB instar 3, nilai LT50, produksi polihedra per larva dan produksi polihedra per 100 larva pada pengamatan hari ke-6 setelah perlakuanSeNPV ……….. Produksi polihedra berdasarkan konsentrasi inokulum dan

waktu panen ……….

Persentase mortalitas UGB terinfeksiSeNPV pada berbagai jenis pakan ……….

Akumulasi rata-rata persentase mortalitas UGB setelah

perlakuanphagostimulant……….. Nilai peningkatan kinerja relatif (PKR), ER dan IFS dari bahan-bahanphagostimulant………. Pengaruh perlakuan sukrosa terhadap mortalias UGB

terinfeksiSeNPV…..……….. Nilai peningkatan kinerja relatif (PKR), ER dan IFS dari perlakuan sukrosa.……….. Pengaruh penambahan asam borat terhadap akumulasi

mortalitas UGB terinfeksi SeNPV ……… Nilai LT50dan aktifitas relative (AR) asam borat padaSeNPV Pengaruh waktu penjemuran terhadap virulensiSeNPV……... Rata-rata persentase mortalitasS. exiguaterkoreksi setelah perlakuan bahan pelindung terhadapUVberbentuk tepung..….

(15)

5.3

5.4

5.5

5.6

Nilai OAR dan ER bahan-bahan pelindung terhadapUV

berbentuk tepung………. Rata-rata persentase mortalitasS. exiguasetelah perlakuan pelindung terhadapUVberbentuk cair.……….. Efesiensi aktifitas bahan-bahan pelindung terhadap UV

berbentuk cair dalam melindungiSeNPV.……… Keefektifan filtrat bengkuang dalam melindungiSeNPV terhadap paparan UVmatahari ……….

76

77

77

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 4.1 5.1 5.2 5.3 6.1

Siklus hidup UGBSpodoptera exigua……….. Badan oklusiSpodoptera litura NPV ……….…

Skematik mekanisme infeksi NPV pada sel inang secara umum Gejala larva terinfeksi NPV padaS. lituradanS. exigua... Gejala infeksiSeNPV pada UGB (A) larva sehat (B) larva

terinfeksi………

Gejala infeksi SeNPV pada pupa UGB (A) pupa sehat ventral (B) pupa sehat dorsal (C) pupa terinfeksi ventral (D) pupa terinfeksi dorsal………. Pengaruh infeksiSeNPV terhadap bobot feses yang dikeluarkan UGB ……….

Pengaruh infeksi SeNPV terhadap pertumbuhan UGB menjadi pupa ……….

Persamaan regresi hubungan konsentrasi dengan mortalitas UGB instar 3 di laboratorium ……… Rata-rata UGB terinfeksiSeNPV sampai 6 HSP pada beberapa konsentrasi polihedra ………..

Pengaruh penambahan bahan phagostimulan terhadap bobot feses yang dikeluarkan UGB……….

Rata-rata intensitas sinar UV dari sinar matahari saat udara cerah di Bogor ……….

Pengaruh lama penjemuran terhadap virulensiSeNPV ……….. Pengaruh bahan pelindung UV terhadap aktifitas makan UGB .. Siklus infeksiSeNPV pada UGBS. exigua………

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1 2

Prosedur perbanyakan larvaSpodoptera exigua... Bahan dan prosedur membuat pakan buatan larva Spodoptera exigua...

108

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan bawang daun (A. fistulosum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk dalam komoditas penting di Indonesia (Limbongan & Maskar 2003; Badan Litbang Pertanian 2005). Salah satu faktor yang dapat menurunkan produktifitas tanaman bawang adalah serangan ulatgrayak bawang (UGB) Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) (Kalshoven 1981; Sastrosiswojo 1994; Shepardet al.1997; Rauf 1999). Pada tanaman bawang merah kerusakan yang diakibatkan serangan hama ini mencapai 32% - 54% (Sutarya 1996), sedangkan pada tanaman bawang daun mencapai rata-rata 57% (Satrosiswojo 1994). Bahkan serangan yang terjadi pada musim kemarau pada tanaman bawang merah dapat mengakibatkan gagal panen (Shepardet al.1997).

Pengendalian hama UGB umumnya menggunakan insektisida kimia sintetik secara intensif dengan frekuensi dan konsentrasi tinggi. Di daerah sentra produksi bawang merah, Brebes, Jawa Tengah, biasanya petani menyemprot tanamannya dengan 32 - 45 liter/ha dengan frekuensi 20–30 kali dalam semusim (Untung 1989). Dampak negatif penggunaan insektisida kimia sintetik, antara lain: resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka 2005), resurjensi hama (Armes et al. 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Schumutterer 1995; Oka 2005), dan memerlukan biaya yang mahal (Bedjo 2003). Oleh karena itu dibutuhkan cara pengendalian alternatif yang lebih ramah lingkungan, baik dengan menggunakan agens hayati seperti predator, parasitoid dan patogen serangga ataupun dengan insektisida botani.

(19)

berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi bioinsektisida ramah lingkungan adalah NPV. Smits (1987), Bianchi et al. (2000), Lasa et al. (2007b, 2007c) melaporkan bahwa virus UGB Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) efektif mengendalikan hamaS. exiguakhususnya di rumah kaca.

NPV secara umum berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati karena sifatnya yang spesifik inang, efektif untuk hama-hama yang sudah resisten terhadap insektisida, persisten pada tanaman dan tanah serta umumnya dapat dipadukan dengan teknologi pengendalian yang lainnya (Adams & Bonami 1991; Barrett et al. 2002; Takatsuka & Kunimi 2002; Williams 2009). NPV dapat diperbanyak secarain vivodan diformulasikan sebagai bioinsektisida seperti yang disampaikan oleh Okada (1977), Cough & Ignoffo (1981), Tanada & Kaya (1993), dan FedericidalamHall & Julius (1999). Saat ini SeNPV telah dikembangkan sebagai biopestisida di beberapa negara, antara lain: Belanda (Smits & Vlak 1988), Cina (Kao et al.1991), Thailand (Joneset al.1994) dan Amerika Serikat (Kolodny-Hirschet al. 1997). Bioinsektisida

SeNPV secara komersial pertama kali diproduksi di Amerika Serikat dengan merk Spod-X®(Kolodny-Hirschet al. 1993; Bianchiet al.2000).

(20)

Sebagaimana agens hayati lainnya, untuk dikembangkan menjadi bioinsektisida,

SeNPV memiliki beberapa kelemahan yang harus diatasi. Lasa et al. (2008) menyatakan bahwa hampir semua bioinsektisida baculovirus yang diperdagangkan merupakan hasil produksi secarain vivo menggunakan larva serangga inang aslinya. Masalah teknis yang sering muncul dalam produksi NPV secara in vivo adalah adanya kontaminasi mikrob saprofit (Young 1989; Hunter-Fujita et al.1998; Lasa et al. 2008) dan keterlambatan waktu panen (Grzywacz et al. 1998). Kontaminasi mikrob saprofit akan menurunkan kerja NPV (Lasa et al. 2008) dan menimbulkan bau busuk (Grzywacz et al. 2000). Sedangkan keterlambatan waktu panen menurut Grzywaczet al.(1998) akan menyulitkan dalam proses pemanenannya karena tubuh larva yang terinfeksi hancur.

KeefektifanSeNPV di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: konsentrasi polihedra yang digunakan, kerentanan serangga inang dan residu virus pada permukaan tanaman (Lasa et al. 2007b). Berkurangnya keefektifan SeNPV kemungkinan disebabkan oleg jumlah polihedra yang termakan serangga inang sedikit, sehingga kinerjanya lambat (Arifin 1988; Bonning & Hammock 1996; Williams et al. 1999; Dushoff & Greg 2001; Armenta et al. 2003) atau polihedra terdegradasi akibat sinar ultra violet (UV) matahari (Ignoffo et al. 1991; Koul & Dhaliwal 2002; Monobrullah 2003; McIntosh et al. 2004; Mondragon et al. 2007; Mehrvar et al. 2008). Upaya memperbaiki kinerja SeNPV dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menambahkan perangsang makan (phagostimulant) untuk meningkat-kan jumlah inokulum yang dimameningkat-kan UGB atau menggunameningkat-kan bahan yang mampu meningkatkan kerja (enhancer)SeNPV (Suhas et al.2009). Untuk mempertahankan virulensinya dilakukan dengan menambahkan bahan yang mampu melindungi partikelSeNPV terhadap ultraviolet matahari (FedericidalamHall & Julius 1999).

(21)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui karakteristik gejala (symptom) dan tanda (sign) infeksi SeNPV pada ulatgrayak bawang (UGB), 2) memperoleh konsentrasi inokulum dan waktu pemanenanSeNPV yang optimal untuk perbanyakan massal, 3) mendapatkan bahan perangsang makan (phagostimulant) yang mampu meningkatkan virulensi SeNPV di laboratorium, 4) memperoleh konsentrasi asam borat sebagai pemicu kerja (enhancer) yang efektif meningkatkan virulensi SeNPV dan aman terhadap lingkungan, dan 5) mendapatkan bahan pelindung alami terhadap sinar ultraviolet matahari yang dapat mempertahankan virulensiSeNPV.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini digunakan sabagai acuan dalam perbanyakan massal

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ulatgrayak BawangSpodoptera exigua(Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae)

S. exigua merupakan hama polifag yang menyerang berbagai jenis tanaman budidaya di Eropa, Asia, Afrika, Australia dan Amerika Utara terutama di wilayah yang beriklim hangat (CAB 2000; Jakubowskaet al. 2005; Lasaet al. 2007a). Inang utama dari hama ini adalah bawang merah (Allium ascalonicum), jagung (Zea mays), jutes (Corchorussp.), kapas (Gossypiumsp.), kubis-kubisan (Brassica), bawang daun (Allium fistulosum), kacang (Pisum sativum), padi (Oryza sativa), kentang (Solanum tuberosum), bit gula (Beta vulgaris var. saccharifera) dan tomat (Lycopersicon esculentum) (Amaldoss & Hsue 1989; CAB 2000; Jakubowskaet al.2005; Lasaet al. 2007a). Hama ini dikenal dengan beberapa sebutan, antara lain: beet armyworm, lesser armyworm, asparagus fern caterpillar, lesser cottonworm, pigweed caterpillar, berseem armyworm, lucerne armyworm, onion armyworm, onion caterpillar, cottonworm, lesser sugarbeet armyworm, small mottled willow moth dan inchworm

(CAB 2000). Di Indonesia hama ini lebih dikenal sebagai ulat bawang (onion caterpillar) (Kalshoven 1981) atau ulatgrayak bawang (UGB) (Rauf 1999), karena memiliki inang utama terbatas pada jenis bawang-bawangan terutama bawang merah dan bawang daun.

(23)

antara 9–14 hari, dengan rata-rata 12 hari (Rauf 1999; Capinera 1999). Larva berbentuk bulat panjang dengan ukuran instar akhir antara 2.5-3.0 cm, memiliki variasi warna yang sangat banyak (polymorfisme) dari berwarna hijau sampai hitam pekat, dengan ciri khas berupa garis memanjang (longitudinal stripes). Menurut Sparks et al. (2008) dalam kondisi alami, larva berwarna hijau sampai kuning pada instar 1 dan 2, kemudian cenderung hijau terang sampai hijau gelap. Terjadinya

polimorfisme menurut Rauf (1999) dipengaruhi oleh tingkat populasi di lapangan, pada saat populasi rendah, larva umumnya berwarna hijau terang, sedangkan pada saat terjadi ledakan populasi kebanyakan larva berwarna gelap.

Pupa berwarna coklat terang atau coklat gelap berada di dalam tanah di bawah tanaman yang terserang (Sastrosiswojo et al. 1995; Capinera 1999), dengan lama stadium pupa rata-rata 8-12 hari (Amaldoss & Hsue 1989; Rauf 1999).

Satu ekor imago betina dalam kondisi laboratorium dengan pakan alami bawang daun di Bogor mampu meletakkan telur kurang lebih 1000 butir (Kalshoven 1981) dan pada pakan buatan rata-rata 1062 butir (Samsudin 1999). Sedangkan di Lembang dengan pakan daun bawang daun rata-rata 500-600 butir (Sastrosiswojoet al.1995). Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup satu generasi dari telur sampai imago bertelur lagi di laboratorium rata-rata 23 hari (Gambar 2.1) (Kalshoven 1981; Amaldoss & Hsue 1989; Sparkset al.2008).

Biologi Nucleopolyhedrovirus (NPV)

Morfotipe NPV

(24)

Telur

Larva

Pupa

Imago

(2-5 hari)

(9-14 hari) (8-12 hari)

(2-4 hari)

2.5 - 3 cm

(polyhedral) dengan diameter 0.2 – 20.0 μm yang biasanya dapat dilihat di bawah mikroskop cahaya biasa, dan umumnya mengandung lebih dari satu virion (Pionar & Thomas 1984).

Gambar 2.1. Siklus hidup UGBSpodoptera exigua(Gambar: koleksi pribadi)

(25)

0.4 um

badan oklusi (occlusion bodies) yang disebut dengan polihedra dan replikasi virus terjadi hanya pada inti sel (nucleus) sel serangga inang yang terinfeksi (Tanada & Kaya 1993). Gambar 2.2 menunjukkan bentuk badan oklusi dari NPV.

Gambar 2.2. Badan oklusiSpodoptera lituraNPV (Sumber: Adams & McClintock

dalamAdam & Bonami 1991)

Siklus Hidup NPV

NPV dilaporkan telah ditemukan pada lebih dari 600 spesies serangga (Beard

et al.1989; Woo et al. 2007), terutama pada ordo Lepidoptera sebanyak 150 spesies (Tanada & HessdalamAdam & Bonami 1991). Umumnya NPV menginfeksi stadia larva Lepidoptera, sedikit sekali laporan yang menyebutkan bahwa NPV dapat menginfeksi pupa dan imago (Barrettet al. dalamKoul & Dhaliwal 2002). Sebagian besar NPV bersifat spesifik inang, oleh sebab itu maka penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang dimana pertama kali diisolasi dan diidentifikasi (CAB 2000).

(26)

inang melalui dua tahap. Pada tahap pertama (primer) NPV menyerang saluran pencernaan tengah (mesenteron), kemudian pada tahap selanjutnya (sekunder) akan menyerang sel-sel dari organ tubuh yang lain (Ignoffo & Couch 1981; Deacon 1983). Proses infeksi primer terjadi karena pada kondisi alkalin pada mesenteron badan oklusi akan terdegradasi dan virion lepas dari selubung protein (Koul & Dhaliwal (2002); Etebari et al.2007). Virion-virion tersebut kemudian akan menembus matrik peritrofik dan akan menginfeksi sel-sel kolumnar dan goblet. Kemudian pada infeksi sekunder, virion-virion yang baru terbentuk akan menginfeksi seluruh sel jaringan serangga. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi NPV (Smits 1987; Bonning & Hammock 1996). Pembentukan badan oklusi (polihedra) terjadi sebagai hasil infeksi sekunder pada jaringan sel hemolimf, trakea, hypodermis, dan badan lemak. Sangat jarang terjadi pembentukan badan oklusi pada sel saluran pencernaan (Kalmakoff & Ward 2003).

Menurut Li & Blissard (2009) gengp64yang terdapat pada badan oklusi NPV memegang peranan penting sebagai reseptor pengikat sel serangga inang yang kinerjanya dimediasi oleh kondisi pH rendah dan masuk ke dalam sel inang melalui proses endositosis. Kalmakoff & Ward (2003) menyatakan bahwa, NPV umumnya menginfeksi semua tipe jaringan utama dari serangga inangnya, mulai dari sel saluran pencernaan (midgut) kemudian keluar menginfeksi hemolimfa, badan lemak, epidermis dan matrik trakea.

(27)

Infeksi primer

ODV

BV

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder BV

POB

Gambar 2.3. Siklus hidup NPV; A) polyhedra occlusion bodies (POB) termakan inang, occluded derived virion (ODV) menginfeksi sel epitelium, B)

buded virion(BV) keluar sel dan menginfeksi sel baru, C) awal infeksi menghasilkan BV, D) akhir infeksi membentuk POB yang dilepas ke lingkungan. (Sumber: Rohrmann 2011).

Tanda dan Gejala Infeksi NPV

(28)
(29)

Pemanfaatan Nucleopolyhedrovirus (NPV) Sebagai Bioinsektisida

Pemanfaatan virus patogen serangga untuk mengendalikan hama tanaman pertama kali diketahui pada awal tahun 1900-an. Pada saat itu beberapa jenis baculovirus telah mulai digunakan untuk mengendalikan beberapa hama kelompok hymenoptera, lepidoptera dan coleoptera pada tanaman kelapa, kapas dan kubis (Bonning & Hammock 1996). Pada tahun 1943 populasi sawfly(Gilpinia hercyniae) hama tumbuhan hutan berkurang sampai 90% dikendalikan dengan NPV (Cunning-ham & Entwistle 1981). Pada pertengahan tahun 1960an ditemukan nonoccluded baculovirus yang merupakan patogen kumbang badak Oryctes rhinoceros dari Malaysia (Huger 1966). Virus tersebut telah digunakan untuk mengendalikan kumbang kelapa di Kepulauan Fiji, dan berhasil mengurangi populasi antara 40 -90%, sehingga 4 - 6 tahun kemudian kerusakan tanaman kelapa di seluruh kepulauan tersebut selalu dibawah 20% (Bedford 1981).

Beberapa keunggulan penggunaan virus patogen serangga NPV untuk mengendalikan hama tanaman dibandingkan dengan insektisida kimia, antara lain: efektif mengendalikan hama sasaran, spesifik inang sehingga tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup musuh alami dan serangga berguna lainnya dan dihasilkan inokulum yang dapat mengendalikan populasi hama selanjutnya (Young 1989; Lacey et al. 2001). Sebaliknya pengendalian hama dengan insektisida kimia yang memiliki spektrum inang luas (broad spectrum) dapat mengakibatkan terjadinya gejala resurjensi hama (Armes et al. 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pengguna (Schumutterer 1995; Oka 2005).

(30)

biopestisida berbahan virus, antara lain: permintaan pasar yang masih kecil, regulasi dari pemerintah belum ada, biaya produksi mahal, belum ada standarisasi produk dan teknologi aplikasinya yang masih terbatas.

Dalam upaya kemersialisasi NPV menjadi bioinsektisida dalam skala industri, Williamet al.(1999) menyarankan untuk mengurangi biaya produksinya dengan cara mencari bahan mentah pakan serangga yang murah dan melakukan efesiensi dalam biaya tenaga kerja. Oleh karena itu FedericidalamHall & Julius (1999) dan Barrettet al.dalamKoul & Dhaliwal (2002) menyatakan bahwa bioinsektisida NPV ini sangat ideal untuk dikembangkan dalam skala kecil di negara-negara berkembang, mengingat banyak dan murahnya tenaga kerja.

Upaya untuk Meningkatkan Kinerja NPV Sebagai Bioinsektisida

Kelemahan NPV untuk dikembangkan menjadi bioinsektisida adalah 1) membutuhkan waktu relatif lama untuk membunuh inangnya, sehingga serangga yang terinfeksi masih makan dan menimbulkan kerugian (Bonning & Hammock 1996; Dushoff & Dwyer 2001), 2) memiliki inang yang spesifik, sehingga terlalu mahal untuk dikembangkan dalam skala industri (McCutchen et. al. 1991) dan kurang efektif jika tanaman terserang oleh beberapa jenis hama (CAB, 2000) dan 3) cepat menjadi tidak aktif di lapangan akibat sinar ultra violet (UV) matahari (Ignoffo

et al. 1991; Koul & Dhaliwal 2002; Monobrullah 2003; McIntosh et al. 2004; Mondragonet al.2007; Mehrvaret al.2008).

(31)

Upaya untuk Meningkatkan Virulensi NPV

Perkembangan bioteknologi pada NPV dengan memanfaatkan pengetahuan dan teknologi biologi molekuler telah berkembang pesat. Treacy (1999) menyatakan bahwa untuk mengatasi kelemahan kinerja NPV secara bioteknologi telah dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu dengan menghilangkan gen (gene deletion) tertentu dari genom virus dan menyisipkan gen (gene insertion) yang mengekspresikan protein yang bersifat racun pada genom virus.

Rekayasa genetik pada Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNPV) dengan membuang gen EGT ternyata dapat mengurangi aktifitas makan dari S. frugiperdayang terinfeksi virus rekombinan tersebut dan mematikan 30% lebih cepat dari larva yang terinfeksi wild-type AcNPV (O’Reilly & Miller 1991), sedangkan

Lymantria disparNPV (LdNPV) yang dibuang gen EGT dilaporkan mematikan larva

L. dispar rata-rata 20% lebih cepat dibandingkan yang terinfeksi LdNPV asalnya (Treacy 1999). Carbonellet. al. (1988) melaporkan keberhasilan mereka menyisipkan gen A 112-bp (BeIt) yang mengkode toksin serangga (insectotoxin-1) kalajengking

Buthus eupeus pada genom AcNPV. Virus rekombinan (rAcNPV) tersebut mampu mengekspresikan toksin kalajengking di dalam sel inang yang terinfeksi, akan tetapi kecepatan membunuhnya masih sama denganAcNPV asalnya. RekombinanAcNPV yang mengandung gen pengkode racun syaraf (neurotoxin) kalajengkingAndroctonus australis (AaIT) (rAcNPV-AaIT) dapat membunuh serangga lepidoptera kurang dari setengah waktu yang dibutuhkan oleh AcNPV asalnya (McCutchen et. al. 1991; Treacy & All 1996) dan mampu menghentikan makan 8-10 jam sebelum mati (McCutchen et. al. 1991). Virus rekombinan Bombyx mori NPV (rBmNPV) yang mengekspresikan hormon diuretik Manduca sexta dapat mematikan ulat sutera rata-rata 20% lebih cepat daripada yang terinfeksi BmNPV asalnya (Maeda 1989). Gen yang mengkodekan enzim juvenil hormone esterase (JHE) telah berhasil disisipkan pada genom AcNPV dan rekombinan AcNPV-JHE ini mampu menurunkan makan sampai 66% dan mematikan larvaT. ni20% - 30% lebih cepat dibandingkan dengan

(32)

Beberapa gen yang menentukan kisaran inang saat ini telah berhasil diidentifikasi dan diisolasi. Salah satunya adalah genhost range factor 1(hrf-1) yang bertanggung jawab dalam menentukan kisaran inang diisolasi dari LdNPV. Rekombinan AcNPV-hrf-1 mampu menormalkan sintesis protein dan meningkatkan keberhasilan replikasi virus pada kultur sel line Ld652Y dan pada larva L. dispar. Hasil ini menunjukan bahwa hrf-1 berperan dalam keberhasilan replikasi dalam kultur sel dan dapat memperluas kisaran inang AcNPV (Ishikawa et al. 2004). Spenger et. al. (2002) melaporkan bahwa protein pembungkus GP64 pada AcNPV menentukan aktifitas permukaan partikel virus terikat pada sel inang dan sangat penting dalam proses masuknya virus pada sel inang. Upaya rekayasa genetik pada gen gp64 pada AcNPV ini ternyata dapat meningkatkan kemampuan aktifitas permukaan partikelAcNPV terhadap sel inangnya. Penyisipan gengp64 rekombinan ini pada beberapa baculovirus diharapkan akan memperluas kisaran inangnya dan meningkatkan daya tahan partikel baculovirus terhadap sinar ultra violet di lapang.

Upaya Mempertahankan Persistensi NPV

Salah satu kelemahan NPV sebagai biopestisida adalah mudah terdegradasi oleh sinar ultra violet (UV) matahari (Ignoffo et al. 1991; Koul & Dhaliwal 2002; McIntosh et al. 2004; Mondragonet al. 2007; Mehrvar et al. 2008), sehingga upaya untuk menambahkan pelindung terhadap UV ke dalam formulasi biopestisida NPV menjadi objek penelitian yang menarik (Shapiroet al.2008).

Beberapa bahan telah diuji untuk mempertahankan persistensi NPV terhadap paparan sinar ultraviolet (UV), antara lain: penambahan pencerah fluorescen

(fluorescent brightener)pada Spodoptera frugiperda nucleopolyhedrovirus (SfNPV) (Hamm et al.1994; Martinezet al. 2003; Mondragonet al. 2007),Lymantria dispar

NPV (LdNPV) (Dougherty et al. 2006), S. exigua NPV (SeNPV) (Kao et al. 1991; Murillo et al. 2003; Lasa et al. 2007b), penambahan Titanium dioksida (TiO2) pada

(33)

& Shepard 2008), penambahan adjuvan padaH. armigera NPV (HaNPV) (Mehrvar

et al.2008), penambahan ekstrak teh hijau padaS. exigua NPV (SeNPV) (Shapiro et al. 2008) dan penambahan ekstrak teh hitam dan lignin padaSeNPV (El Salamouny

et al.2009).

Martinez et al. (2003) melaporkan bahwa dari 10 pencerah optik (optical brightener) yang diuji diperoleh 5 jenis yaitu: Blankophor BBH, Calcoflour M2R, Leucophor AP, Leucophor SAC dan Leucophor UO yang dapat meningkatkan kematian larva antara 87.7–100%. Sedangkan Lasaet al.(2007b) melaporkan bahwa penambahan 0.1% Leucophor AP pada formulasiSeNPV yang diaplikasikan di dalam rumah kaca, secara nyata meningkatkan mortalitas larvaS. exiguapada 2 hari setelah aplikasi. Hasil penelitian Asano (2005) menunjukkan bahwa penambahan oksida besi (iron oxide) 1-4 mg/ml pada produk granulovirus (GV) dapat mengurangi inaktivasi GV akibat penyinaran UV dengan perbandingan 1/6 sampai 1/18 dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Farrar et al. (2004) menyatakan bahwa Titanium dioksida

(TiO2) dapat memantulkan cahaya UV dan dapat meningkatkan persistensi polihedra

Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNPV) di lapangan. Shapiro & Shepard (2008) melaporkan bahwa penambahan Congo red dan Tinopal LPW dapat mengurangi nilai LC50dariLymantria disparNPV (LdMNPV) masing-masing 26 dan 360 kali lipat daripada kontrol.

Penambahan bahan-bahan pelindung UV kimia seperti pencerah optik pada konsentrasi rendah (< 0,1%) umumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi pada konsentrasi tinggi (> 0,1%) diketahui dapat menurunkan rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun per pohon dan bobot keringnya (Goulsonet al.

(34)

BAB III

UJI PATOLOGI

Spodoptera exigua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS

(

Se

NPV) PADA ULATGRAYAK BAWANG

Spodoptera exigua

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Pathological assay of Spodoptera exiguanucleopolyhedrovirus(SeNPV)on the onion caterpillarSpodoptera exigua(Lepidoptera: Noctuidae)

Abstrak

Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) merupakan salah satu patogen ulatgrayak bawang (UGB) yang sangat potensial untuk dijadikan bioinsektisida. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui tanda dan gejala infeksi SeNPV pada pertumbuhan, perubahan warna dan tekstur tubuh dan aktifitas makan UGB di laboratorium, 2) mengetahui virulensi SeNPV terhadap UGB instar 3 pada pakan buatan, dan 3) memperoleh konsentrasi polihedra yang digunakan dalam proses perbanyakan massal dan waktu pemanenan yang optimal. Infeksi SeNPV pada UGB menghambat proses ganti kulit, sehingga proses pertumbuhannya terganggu. UGB yang terinfeksi SeNPV menunjukkan perubahan warna tubuh secara gradual dari cerah menjadi gelap, dan pada akhir infeksi UGB akan mati dengan integumen yang rapuh dan hancur. Infeksi SeNPV mengakibatkan penurunan aktifitas makan UGB. LC50 SeNPV terhadap UGB instar 3 di laboratorium adalah 6,65 x 105 POB/ml. Konsentrasi polihedra yang digunakan untuk perbanyakan adalah 5,88 x 106POB/ml. Waktu pemanenan yang optimal adalah 5 hari setelah inokulasi, yaitu pada saat itu sebagian besar serangga yang terinfeksi telah mati dan belum hancur.

(35)

Abstract

Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) is an entomophathogenic virus of onion caterpillar S. exigua larvae commonly used as bioinsecticide. This research was aimed to 1) study the signs and the symptoms of SeNPV infection on the S. exigualarvae in the laboratory, 2) examine the virulence ofSeNPV on the 3rd instar ofS. exigua, and (3) find out the optimal concentration of polyhedra and harvesting time. Infection of SeNPV on the S. exigua inhibited molting process and disturbing larval growth. The color of infected larvae gradually changed become more dark, and at the end of infection, larvae died with fragile and broken integument. Infected larvae showed reduction in feeding activity. The LC50ofSeNPV on 3rd instar larvae

in the laboratory was estimated 6.65 x 105 POB/ml. The polyhedra concentration used for virus propagation was 5.88 x 106POB/ml. The optimal harvesting time was 5 days after inoculation, where most of the infected larvae had died but the body still intact.

Keywords: sign, symptom,virulence,Spodoptera exigua,SeNPV

Pendahuluan

(36)

SeNPV merupakan patogen UGB yang spesifik spesies, hanya dapat menginfeksi dan berkembang dalam sel hidup inangnya saja. Oleh karena itu, untuk dapat dikembangkan sebagai bioinsektisida, diperlukan teknologi produksi massal yang efesien. Menurut Elvira et al. (2010) efesiensi dalam perbanyakan massal di laboratorium ini merupakan kunci utama produksi virus secara komersial. Meskipun teknologi perbanyakan massal NPV dapat dilakukan pada kultur sel (in vitro), akan tetapi perbanyakan secarain vivotetap lebih murah (Jokubowska & Ziemnicka 2005). Masalah teknis yang sering terjadi dalam perbanyakan secara in vivo adalah adanya kontaminasi mikrob saprofit (Young 1989; Hunter-Fujita et al.1998; Lasa et al. 2008). Beberapa mikrob kontaminan yang sering ditemukan adalahEnterococcus

spp., yeasts, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus (Lasa et al. 2008). Adanya kontaminasi mikrob saprofit ini akan menurunkan kinerja NPV (Lasa et al. 2008), mengurangi produksi partikel virus per larva (Young 1989) dan menimbulkan bau busuk (Grzywacz et al. 2000). Oleh sebab itu Kitajima (1989) menyarankan untuk memastikan gejala disebabkan oleh infeksi NPV harus dilakukan pengamatan baik dengan mata telanjang atau mikroskop binokuler terhadap adanya gejala perubahan anatomi serangga inang (symptomatology).

(37)

infektif dibandingkan dengan polihedra yang dipanen dari larva yang telah mati. Ignofo & Shapiro (1978) menyatakan bahwa aktivitas HaNPV yang dihasilkan dari bangkai inang 7-9 kali lebih virulen daripada yang berasal dari inang yang masih hidup. Demikian juga yang dilaporkan Shapiro & Bell (1981) aktivitas biologi

LpNPV yang berasal dari bangkai larva Lymantria dispar 7 kali lipat lebih virulen dibandingkan yang berasal dari serangga hidup.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui tanda dan gejala infeksi SeNPV yang meliputi perubahan warna, tekstur tubuh dan aktifitas makan UGB di laboratorium, 2) mengetahui virulensi SeNPV terhadap UGB instar 3 pada pakan buatan, dan 3) memperoleh konsentrasi polihedra untuk perbanyakan massal dan waktu pemanenan yang optimal.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Bogor.

Perbanyakan LarvaS. exigua

(38)

Penyiapan dan Pemurnian Virus

Isolat SeNPV yang digunakan adalah isolat lokal Indonesia, hasil perbanyakan di laboratorium Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Bogor. Metode untuk penyiapan dan pemurnian partikel virus mengikuti metode Shepard (1994) yang telah dimodifikasi oleh Samsudin (1999). Kurang lebih 10 gram bangkai larva S. exigua yang mati terinfeksiSeNPV (cadaver) digerus dalam 0.1%sodium dodecyl sulfat(SDS) dengan rasio 1 gram larva per 10 ml SDS kemudian diblender selama 3 menit. Campuran tersebut disaring dengan saringan teh kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3.500 rpm selama 30 menit. Pelet yang dihasilkan dicampur kembali dengan 0.1 % SDS dan disentrifugasi lagi dengan kecepatan 5.000 rpm selama 1 jam dalam 35-60% (w/v) continuous sucrose gradient pada suhu 50C. Lapisan polihedra murni yang terlihat pada larutan gradien sukrosa diambil dan disuspensikan dalam air steril serta disimpan di dalam refrigerator suhu -20oC sebagai suspensi“stock”.

Identifikasi Gejala InfeksiSeNPV pada UGBS. exigua

(39)

VirulensiSeNPV terhadap UGB Instar 3 di Laboratorium

Penelitian dilakukan di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan masing-masing perlakuan menggunakan 30 ekor UGB instar 3 dan diulang 4 kali. Stock virus hasil pemurnian diambil sebanyak 1 ml kemudian diencerkan dalam 9 ml aquades steril (pengenceran 10-1) dan diaduk secara merata, kemudian dibuat seri pengenceran persepuluhan sebanyak 7 kali sehingga diperoleh suspensi dengan tingkat pengenceran: 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6dan 10-7. Virus pada pengenceran 10-4 dihitung dengan Improved Neubauer Haemocytometer di bawah mikroskop cahaya perbesaran 400 kali. Perlakuan konsentrasi yang digunakan adalah: 1,13 x (104–1010) POB/ml dan kontrol.

Perlakuan menggunakan metode kontaminasi pakan (Hunter-Fujitaet al.1998). Suspensi virus sesuai pengenceran diteteskan dengan menggunakan pipet kecil di atas permukaan pakan buatan (masing-masing 10 ml) dalam wadah plastik. Setelah diberi perlakuan dimasukan ke dalam masing-masing wadah tersebut 1 ekor larvaS. exigua

instar 3. Variabel yang diamati adalah jumlah serangga uji yang mati terinfeksi

SeNPV (mortalitas) sampai semua serangga uji pada kontrol menjadi pupa. Persentase mortalitas dikoreksi berdasarkan rumus Abbott (1925), yaitu :

Pt = Po–Pk x 100% 100–Pk

Ket: Po : Persentase kematian larva yang diamati Pt : Persentase kematian larva terkoreksi Pk : Persentase kematian larva pada kontrol.

(40)

Penentuan Konsentrasi Polihedra dan Waktu Pemanenan

Perlakuan untuk menentukan konsentrasi polihedra dan waktu pemanenan

SeNPV di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan metode kontaminasi pakan (Hunter-Fujita et al. 1998). Konsentrasi SeNPV yang digunakan adalah: 5,88 x (109, 108, 107, 106, 105 dan 104) POB/ml dan kontrol, yang diaplikasikan dengan cara meneteskan suspensi virus ke atas permukaan pakan buatan. Setelah diberi perlakuan dimasukan ke dalam masing-masing wadah tersebut 1 ekor larvaS. exiguainstar 3. Masing-masing perlakuan menggunakan 30 ekor larva dan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai semua serangga uji pada kontrol menjadi pupa. Larva yang mati terinfeksi SeNPV dipanen, dimasukan ke dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan 10 ml aquades, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3.500 rpm selama 30 menit. Pelet diencerkan kembali dengan aquades dan dihitung di bawah mikroskop cahaya perbesaran 400x menggunakan Improved Neubauer Haemocytometer. Variabel yang diamati adalah jumlah polihedra per larva, mortalitas, dan waktu kematian serangga uji. Jumlah polihedra per larva dan produktifitas ditentukan berdasarkan rumus :

Hasil per larva(POB) = Σ Polihedra/ml x volumesuspensi (ml) Total jumlah larva terinfeksiSeNPV

(41)

Hasil dan Pembahasan

Tanda dan Gejala InfeksiSeNPV pada UGB di Laboratorium

Adams & Bonami (1989) menyatakan bahwa untuk mendiagnosa penyakit pada invertebrata termasuk serangga digunakan istilah tanda (sign) yang merujuk pada adanya beberapa perubahan pada fisik atau manifestasi adanya penyakit yang diindikasikan dengan perubahan pada struktur. Poinar & Thomas (1984) menyatakan bahwa serangga yang terinfeksi virus akan memperlihatkan gejala (symptom) secara fisiologi dan perilaku (behavior).

[image:41.595.114.518.466.678.2]

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan serangga uji menunjukkan bahwa pada hari ke-2 setelah infeksi, larva instar 3 yang terinfeksiSeNPV mengalami proses ganti kulit menjadi instar 4 dan pada hari ke-4 menjadi instar 5. Tetapi kemudian pada hari ke-5 tidak mengalami ganti kulit lagi menjadi prapupa. Padahal larva yang sehat (kontrol) pada hari ke-5 setelah perlakuan, sebagian besar berganti kulit menjadi prapupa yang kemudian pada hari ke-6 menjadi pupa (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Deskripsi tanda dan gejala infeksiSeNPV pada UGB instar 3

Hari

ke-Variabel

Pertumbuhan Warna Makan

Terinfeksi Sehat Terinfeksi Sehat Terinfeksi Sehat

1 instar 3 instar 3 hijau muda hijau muda aktif Aktif

2 instar 4 instar 4 hijau tua hijau tua aktif Aktif

3 instar 4 instar 4 hijau pucat hijau tua pasif Aktif

4 instar 5 instar 5 abu-abu hijau tua pasif Pasif

5 instar 5 pra pupa abu-abu hijau tua mati Pasif

(42)

-Larva yang terinfeksi virus tidak dapat berganti kulit sehingga tidak dapat tumbuh menjadi prapupa dan pupa. Hal ini disebabkan adanya fungsi gen ecdysteroidglucosyl-transferase (egt) yang dimiliki oleh NPV (Toprak et al. 2005; Etebari et al. 2007) yang berfungsi menonaktifkan hormon ecdysteroid serangga

inang (O’Reilly & Miller 1989; Bianchi et al. 2000; Barret et al. dalam Koul &

Dhaliwal 2002.). Regulasi hormonal yang mengatur proses ekdisi dari larva yang terinfeksi NPV dihambat oleh adanya ekspresi dari gen egt tersebut (Etebari et al. 2007). Maka dari itu stadia larva dari serangga yang terinfeksi virus akan semakin panjang (Barrettet al. dalamKoul & Dhaliwal 2002).

Perubahan warna tubuh UGB yang terinfeksi virus terjadi mulai hari ke-3 setelah perlakuan (Tabel 3.1). Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tanada & Kaya (1993) dan Koul & Dhaliwal (2002) yang menyatakan bahwa sebagian besar larva yang terinfeksi NPV tidak menunjukkan gejala (symptom) sampai 2 hari setelah virus tersebut termakan. Terjadi perubahan warna tubuh UGB secara gradual pada hari ke-3 yang cenderung semakin cerah dan mengkilap (glossiness) dan kemudian pada hari ke-4 berubah menjadi bertambah gelap (darkness). Pada hari ke-6 setelah perlakuan terlihat bahwa integumen dari larva yang terinfeksi menjadi rapuh (Gambar 3.1). Gejala ini sejalan dengan pemaparan Poinar & Thomas (1978), Kitajima (1989), Tanada & Kaya (1993) dan Topraket al.(2005) yang menyatakan bahwa gejala infeksi virus pada serangga akan menunjukkan adanya perubahan secara gradual dalam warna integumen yang semakin bertambah gelap, milkiness dan glossiness. Kutikula larva yang terinfeksi NPV menipis dan menjadi rapuh akibat kinerja gen cathepsin dan kitinase yang terdapat dalam genom baculovirus (Toprak et al. 2005). Menurut Kalmakoff & Ward (2003) gen tersebut membantu baculovirus dalam merusak matrik peritrofik untuk memulai infeksi awal.

(43)

A B

D C

[image:43.595.106.414.115.700.2]

A B

Gambar 3.1. Tanda infeksiSeNPV pada UGB (A) sehat (kontrol), dan (B) terinfeksi

SeNPV pada pengamatan hari ke-6.

[image:43.595.242.391.130.345.2]
(44)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

0 1 2 3 4 5 6

R

at

a-ra

ta

b

o

b

o

t

fe

se

s

(m

g

)

Hari setelah perlakuan

(45)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6

P

er

se

n

ta

si

m

e

n

ja

d

i

pu

p

a

(%

)

(46)

VirulensiSeNPV terhadap UGB Instar 3 di Laboratorium

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi polihedra

(47)

Y = 0,57x + 1,68; R² = 0,92

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

4,12 5,12 6,12 7,12 8,12 9,12 10,12

P

er

se

n

ta

si

m

o

rt

al

it

as

(

p

ro

b

it

)

Log konsentrasi (polihedra/ml)

Ulangan Mortalitas larva setelah perlakuan konsentrasi (1,13 x .. POB/ml) (%)

1010 109 108 107 106 105 104

1 100 95,14 89,64 76,12 66,63 57,13 28,64

2 100 100 83,91 71,92 59,52 56,00 32,00

3 100 95,62 86,93 73,93 65,24 47,83 30,44

4 100 97,67 81,90 73,33 64,46 41,11 28,33

Rataan* 100a 97,11a 85,60b 73,83c 63,96d 50,52e 29,85f

(48)

stadia, semakin besar stadia larva, semakin lama waktu kematiannya (Escribanoet al.

1999; Takatsuka & Kunimi 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian UGB instar 3 yang diinfeksi SeNPV dengan konsentrasi 5,88 x (109, 108, 107, 106, 105dan 104) POB/ml berturut-turut : 97,67 + 2,52; 81,90 + 3,29; 73,33 + 5,77; 64,26 + 7,38; 41,11 + 8,39; dan 18,89 + 1,92. Nilai LT50dicapai mulai perlakuan 5,88 x 106 POB/ml dengan nilai berturut-turut: 5,59; 4,47; 4,29 dan 3,61 hari setelah perlakuan (HSP). Sedangkan perlakuan 5,88 x 104 dan 5,88 x 105 POB/ml total mortalitas kurang dari 50% (Tabel 3.3).

Tabel 3.3. Akumulasi mortalitas UGB instar 3, nilai LT50, produksi polihedra per larva dan produksi polihedra per 100 larva pada pengamatan hari ke-6 setelah perlakuanSeNPV.

Rata-rata produksi polihedra per larva ditentukan oleh ukuran serangga inang saat mati, bukan ditentukan oleh konsentrasi polihedra yang digunakan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa rata-rata produksi polihedra per larva dan persentase produksi tertinggi dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 5,88 x 106 POB/ml atau pengenceran 100.000 kali, yaitu : 1,03 x 108 POB per larva dan 1,16 x 1010POB per 100 larva. Sedangkan perlakuan konsentrasi 5,88 x (107 – 109) POB/ml, meskipun rata-rata mortalitasnya lebih besar dari perlakuan konsentrasi 5,88 x 106 POB/ml, akan tetapi total produksi per 100 larvanya lebih kecil (Tabel 3.3). Hal itu disebabkan oleh proporsi ukuran serangga inang yang mati terinfeksi SeNPV pada konsentrasi Konsentrasi polihedra

(5,88 x ..POB/ml)

Mortalitas (%)* LT50

(HSP)

Rata-rata produksi per larva (POB)

Produksi per 100 larva (POB)

104 18,89 + 1,92 - 6,85 x 107 1,71 x 109

105 41,11 + 8,39 - 7,67 x 107 2,83 x 109

106 64,26 + 7,38 5,59 1,03 x 108 1,16 x 1010 107 73,33 + 5,77 4,47 7,33 x 107 5,02 x 109 108 81,90 + 3,29 4,29 6,54 x 107 5,42 x 109

(49)

5,88 x (107 – 109) POB/ml lebih banyak yang berukuran kecil. Semakin tinggi konsentrasi polihedra yang digunakan semakin cepat kematian serangga inang atau semakin kecil nilai LT50. Semakin kecil nilai LT50 berarti semakin besar proporsi serangga inang yang mati berukuran kecil. Gupta et al. (2007) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi polihedra yang digunakan akan meningkatkan mortalitas serangga inang, tetapi polihedra yang dihasilkan per larva akan menurun.

Hasil penelitian terhadap waktu pemanenan polihedra diketahui, bahwa pemanenan virus yang optimum dilakukan pada saat 5 hari setelah perlakuan (HSP). Hasil pemanenan pada 5 HSP diperoleh jumlah rata-rata polihedra per larva tertinggi pada semua perlakuan konsentrasi polihedra yang digunakan (Tabel 3.4). Hal itu disebabkan karena rata-rata ukuran tubuh serangga inang yang mati pada hari ke-5 paling besar, dan dapat dipanen dalam keadaan utuh.

(50)
[image:50.595.104.545.147.668.2]

Tabel 3.4. Produksi polihedra berdasarkan konsentrasi inokulum dan waktu panen Konsentrasi

perlakuan (5,88 x …POB/ml)

Waktu panen (HSI)

Akumulasi Mortalitas (%)

Hasil/larva (POB)

Hasil per 100 larva (POB)

104 3 0 0 0

4 4,17 + 7,22 2,73 x 107 1,14 x 108 5 15,56 + 5,09 1,25 x 108 1,42 x 109

6 18,89 + 1,92 5,32 x 107 1,77 x 108

105 3 0 0 0

4 20,74 + 1,28 4,25 x 107 8,81 x 108 5 31,11 + 8,39 1,70 x 108 1,78 x 109 6 41,11 + 8,39 1,76 x 107 1,76 x 108

106 3 0 0 0

4 13,70 + 5,48 5,50 x 107 7,54 x 108 5 60,93 + 6,44 2,28 x 108 1,08 x 1010

6 64,26 + 7,38 2,45 x 107 8,16 x 107

107 3 13,33 + 5,77 1,75 x 106 2,33 x 107

4 46,67 + 5,77 5,00 x 107 1,67 x 109 5 66,67 + 5,77 1,65 x 108 3,30 x 109 6 73,33 + 5,77 5,00 x 106 3,33 x 107

108 3 22,86 + 4,95 2,13 x 106 4,87 x 107

4 39,52 + 0,83 4,50 x 107 7,50 x 108

5 70,48 + 4,31 1,48 x 108 4,58 x 109 6 81,90 + 3,29 3,21 x 106 3,67 x 107

109 3 16,67 + 5,77 1,40 x 107 2,33 x 108

(51)

0 0 0 13,704 47,222 3,333 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

Waktu panen (HSP)

0 0 13,333 33,333 20 6,667 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

Waktu panen (HSP)

0 0 0

4,167 11,389 3,333 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

Waktu panen (HSP)

0 0 0

20,741 10,443 10 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

Waktu panen (HSP)

0 0 22,857 16,667 30,953 11,428 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

Waktu panen (HSP)

0 0 16,667 46,667 30 4,333 0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6

U GB t er in fe k si Se N P V ( % )

[image:51.595.44.564.115.645.2]

Waktu panen (HSP)

Gambar 3.6. Rata-rata UGB terinfeksiSeNPV sampai 6 hari setelah perlakuan (HSP) setelah perlakuan konsentrasi polihedra: 5,88 x (A) 104, (B) 105, (C) 106, (D) 107, (E) 108dan (F) 109POB/ml.

C D

E F

(52)

Memperhatikan tingkat mortalitas, LT50, produksi polihedra per 100 larva seperti pada Tabel 3.3, produksi polihedra per larva dan total produksi larva per 100 larva seperti pada Tabel 3.4, dan proporsi mortalitas UGB seperti pada Gambar 3.6, maka konsentrasi inokulum yang ideal untuk perbanyakan massal adalah 5,88 x 106 POB/ml dan waktu pemanenan 5 HSP.

Kesimpulan

Infeksi SeNPV menghambat proses ganti kulit UGB. UGB yang terinfeksi virus mengalami perubahan warna secara gradual dari cerah dan mengkilap pada awal infeksi, kemudian pada akhir infeksi menjadi gelap. Tanda yang khas dari infeksi

SeNPV adalah larva mati dengan integumen rapuh dan hancur dengan mengeluarkan cairan. UGB yang terinfeksi SeNPV menjadi kurang aktif dan kehilangan nafsu makan.

(53)

Daftar Pustaka

Abbott WS. 1925. A method of computing the effectiveness of insecticide. J Econ Entomol18; 265-267.

Adams JR, McClintock TJ. 1991. Baculoviridae. nuclear polyhedrosis virus. Part I Nuclear polyhedrosis of insects. In Adam JR & Bonami JR (Eds.) Atlas of Invertebrate Viruses. CRC Press: Boca Raton, Florida. 87-204.

Adams JR, Bonami JR. 1991.Atlas of Invertebrata Viruses. CRC Press: Boca Raton, Florida. 684 p.

Barret JW, Primavera M, Retnakaran A, Arif B, Palli SR. 2002. Aspects of nucleopolyhedrovirus pathogenesis in lepidopteran larvae In Koul O and Dhaliwal GS. Microbial Biopesticides. Taylor & Francis. London and New York. 205- 238.

Bianchi FJJA, Snoeijing I, Van der Werf W, Mans RMW, Smits PH, Vlak JM. 2000. Biological activity of SeMNPV, AcMNPV, and three AcMNPV deletion mutans againstSpodoptera exigualarva (Lepidoptera: Noctuidae).J Invertebr Pathol75: 28-35.

Boctor IZ. 1980. Free amino acids of the haemolymph of the cotton leaf-worm

Spodoptera littoralis biosduval full-grown larvae, infected with nuclear polyhedrosis virus.Experimentia36: 638-639.

Elvira S, Gorria N, Munoz D, Williams T, Caballero P. 2010. A simplified low-cost diet for rearing Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) and its effect on

S. exiguanucleopolyhedrovirus production.J Econ Entomol103;1: 17-24. Escribano A, Williams T, Goulson D, Cave RD, Chapman JW, Caballero P. 1999.

Selection of a nucleopolyhedrovirus for control of Spodoptera frugiperda

(Lepidoptera: Noctuidae): structural, genetic, and biological comparison of four isolates from the Americas.J Econ Entomol92;5:1079-1085.

Etebari K, Matindoost L, Mirhoseini SZ, Turnbull MW. 2007. The effect ofBmNPV infection on protein metabolism in silkworm (Bombyx mori) larva.ISJ4: 13-17.

(54)

Grzywacz D, Jones KA, Moawad G, Cherry A. 1998. The in vivo production of

Spodoptera littoralisnuclear polyhedrosis virus.J Virol Meth71;1: 115-122. Grzywacz D, Rabindra RJ, Brown M, Jones KA, Parnell M. 2000. The Helicoverpa

armigera production manual. http://www.fao.org/docs/eims/upload/agrotech/

[akses Oktober 2009].

Gupta RK, Raina JC, Monobrullah MD. 2007. Optimization ofin vivo production of nucleopolyhedrovirus in homologus host larvae of Helicoverpa armigera. J Entomol4: 279-288.

Hunter-Fujita FR, Entwistle RF, Evans HF, Crook NE. 1998.Insect Viruses and Pest Management. John Wiley & Sons, Inc., 605 Third Avenue, New York, USA. 620 p.

Ignofo CM, Shapiro M. 1978. Characteristics of baculovirus preparations processed from living and dead larvae.J Econ Entomol71: 186-188.

Israwan ID. 1998. Kajian dan penggunaan SeNPV untuk pengendalian Spodoptera exigua(Lepidoptera: Noctuidae) di pertanaman bawang merah. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Jokubowska A, Vlak JM, Ziemnicka J. 2005. Characterization of a nucleopolyhedrovirus isolated from the laboratory rearing of the beet armyworm Spodoptera exigua (Hbn.) in Poland. J Plant Protection Research 45;4: 279-286.

Kalmakoff, Ward. 2003. Baculoviruses. Univerdity of Otago, Dunedin, New Zealand.

http://www.microbiologybytes.com/virology. [Desember 2008].

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesie(Revised and Translated by van der Laan PA). PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Kitajima EW. 1989. Classification, identification and characterization of insect viruses.Mem Inst Oswaldo Cruz84;3:9-15.

Koul O, Dhaliwal GS. 2002. Microbial Biopesticides. Taylor & Francis. London and New York.

(55)

Lasa R, Caballero P, William T. 2007a. Juvenile hormone analogs greatly increase the production of a nucleopolyhedrovirus.Biol Cont41: 389-396.

Lasa R, Ruiz-Portero C, Alcazar MD, Belda JE, Caballero P, William T. 2007b. Efficacy of optical brightener formulations of Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus (SeMNPV) as a biological in greenhouse of Southern Spain.Biol Cont40: 89-96.

Lasa R, Pagola I, Ibanez I, Belida JE, William T, Caballero P. 2007c. Efficacy of

Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus as a biological insecticide for beet armyworm control in greenhouse of Southern Spain.Biocont Sci Tech

17:3: 221-232.

Lasa R, William T, Caballero P. 2008. Insecticidal properties and microbial contaminants in Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus (Baculoviridae) formulation stored at different temperatures. J Econ Entomol

101;1: 42-49.

McIntosh AH, Grasela JJ, Lua L, Braunagel SC. 2004. Demonstration of the effects of fluorescent proteins in baculoviruses exposed to ultraviolet light inactivation.J Insect Sci4:31. 9 pp.

Mehrvar A, Rabindra RJ, Veenakumari K, Narabenchi GB. 2008. Evaluation of adjuvants for increased of HearNPV against Helicoverpa armigera(Hubner) using suntest machine.J Biol Sci1-8.

Mishra S. 1998. Baculoviruses as biopesticides. http://www.ias.ac.in/currsci/

nov251998/articles18.htm. [ Desember 2009]

Moekasan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. Pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/. [Desember 2009].

Mondragon G, Pineda S, Martinez A, Martinez AM. 2007. Optical brightener Tinopal C1101 as an ultraviolet protectant for a nucleopolyhedrovirus.Commun Agric Appl Biol Sci72;3: 543-547.

O’Reilly DR, Miller LK. 1989. A baculovirus bloks insect molting by producing

ecdysteroid UDP-glucosyltransferase.Sci245: 1110-1112.

(56)

Rauf A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) pada tanaman bawang merah di dataran rendah.Bul HPT11;2: 39-47.

Samsudin. 1999. Karakterisasi virus patogen dari ulat bawang Spodoptera exigua

(Lepidoptera: Noctuidae) isolat indonesia. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 56 h.

Sastrosiswojo S. 1994. Development, implementation and adoption of integrated pest management for major vegetable pests in Indonesia. Lembang Horticultural Research Institute. Lembang-Bandung.

Sethuraman V, Narayanan K. 2010. Biology activity of nucleopolyhedrovirus isolated fromChilo partellus(Swinhoe) (Lepidoptera: Pyralidae) in India.Asian J Exp Biol Sci1;2: 325-330.

Shapiro M, Bell RA. 1981. Biological activity of Lymantria dispar nuclear polyhedrosis virus from living and virus killed larvae. Ann Entomol Soc Am

74: 27-28.

Shepard EF, Shepard BM, Rauf A. 1996. Virus of Spodoptera exigua. Palawija/ Vegetable IPM Newsletter1;1 : 2-3.

Smits PH. 1987. Nuclear Polyhedrosis Virus as Biological Control Agent of

Spodoptera exigua. Ph.D Dissertation, Wageningen University. Unpublished. 127 p.

Tanada Y, Kaya HK. 1993.Insect Pathology. Academic Press. San Diego. California. p. 78-98.

Takatsuka J, Kunimi Y. 2002. Lethal effects of Spodoptera exigua nucleopoly-hedrovirus isolated in Shiga Prefecture, Japan, on larvae of the beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae). Appl Entomol Zool

37;1: 93–101.

Takatsuka J, Okuno S, Ishii T, Nakai M, Kunimi Y. 2007. Productivity and quality of poluhedral occlusion bodies of nucleopolyhedrovirus harvested from

Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) larvae.Appl Entomol Zool 42;1: 21–26.

(57)

Untung K. 1989. Penerapan pengelolaan hama terpadu di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi dan Konsekuensi Lingkungan Agrokimia. Bogor.

Volkman LE. 2008.Baculoviruses: Pathogenesis. Encyclopedia of Virology (Third Edition) p. 265-272.

Young SY. 1989. Problems associated with the production and use of viral pesticides.

(58)

BAB IV

PENINGKATAN VIRULENSI

Spodoptera exigua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (

Se

NPV)

Increas

Gambar

Gambar 2.1. Siklus hidup UGB Spodoptera exigua (Gambar: koleksi pribadi)
Gambar 2.3.Siklus hidup NPV; A) polyhedra occlusion bodies (POB) termakan
Tabel 3.1.  Deskripsi tanda dan gejala infeksi SeNPV pada UGB instar 3
Gambar 3.1. Tanda infeksi SeNPV pada UGB (A) sehat (kontrol), dan (B) terinfeksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada sisi lain HAWKESWOOD (2003) menyatakan bahwa intensitas serangan juga dipengaruhi oleh banyaknya faktor sumber makanan, pada jenis serangga ordo Coleoptera,

Saya mengikutsertakan saudari dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri di Desa Tanjung Selamat mengenai risiko kehamilan

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok kognitif perilaku dapat digunakan untuk menurunkan kecenderungan menarik diri (withdrawl)

Pada masa yang sama terdapat juga pendapat bahawa Sejarah Melayu turut ditulis oleh seorang lagi tokoh dari istana Johor iaitu Raja Bongsu atau Raja Abdullah, adinda kepada Sultan

Digunakan sebagai energi pengganti. SALINAN sesuai dengan aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b.. berdasarkan Surat Perintah Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

Dengan kata lain, etos sebagai refleksi kritis rasional melihat dan merefleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada norma dan nilai moral yang ada di satu

Pada  saat  membuat  form  anda  bisa  meletakkan  control­control  pada  form  untuk  memperbolehkan  inputan  dari  user.  Semua  control  biasanya  diletakkan 

Sayangnya membandingkan H hasil ukur (H merupakan sebagai acuan) dengan H hasil hitung (Q merupakan sebagai acuan) dan membandingkan Q hasil ukur (Q merupakan sebagai