• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Ekstrak Etanol Daun Johar Pada Bobot Badan Dan Suhu Tubuh Ayam Yang Terinfeksi Eimeria spp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Ekstrak Etanol Daun Johar Pada Bobot Badan Dan Suhu Tubuh Ayam Yang Terinfeksi Eimeria spp."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efek Ekstrak Etanol Daun

Johar pada Bobot Badan dan Suhu Tubuh Ayam yang Terinfeksi spp.

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(3)

. Efek Ekstrak Etanol Daun Johar pada Bobot Badan dan Suhu Tubuh Ayam yang Terinfeksi spp. Di bawah bimbingan

dan .

Koksidiosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi spp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol

daun johar ( Lamk.) pada ayam terinfeksi alami spp. yang

mengandung 8,1323,6 x 103 ookista terhadap bobot badan dan suhu tubuh ayam. Sebanyak 90 ekor ayam dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok kontrol normal (KN), kelompok kontrol negatif (K3), kelompok kontrol obat (KO), kelompok perlakuan 1 (P1) dengan dosis ekstrak etanol daun johar 4,09 mg/0,5 ml, kelompok perlakuan 2 (P2) dengan dosis ekstrak etanol daun johar 8,18 mg/0,5 ml, dan kelompok perlakuan 3 (P3) dengan dosis ekstrak etanol daun johar 16,38 mg/0,5 ml. Pengukuran terhadap bobot badan dan suhu tubuh ayam dilakukan sebanyak delapan kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan dan suhu tubuh ayam tidak dipengaruhi oleh infeksi 8,1323,6 x 103 ookista spp. Bobot badan ayam kelompok P3 lebih tinggi dibandingkan kelompok ayam yang terinfeksi lainnya. Sedangkan ekstrak etanol daun johar dosis 16,38 mg/0,5 ml dapat mempertahankan suhu tubuh ayam pada kisaran normal (41,45˚C).

(4)

.

! spp. "

.

! spp.

# ! $

% Lamk&' ! spp&

()*+,-). */- ! # &

0 # 1 & #

%20') %2+') %23') %4*'

! $ # 5)/6 7/)8 ) %4,'

! $ # ()*( 7/)8 ) %4-'

! $ # *.)-( 7/)8 &

& #

! # # ! ! &

# 4- &

$ # *.)-( 7/)8 9

%5*)58: '&

(5)

! " #!$!

% " &'(

! " )!$!()'(*!

() (*+ () (*

< !

! ! & 4 ) )

) ) ) $

) ! # $ 4 &

< ! !

(6)

Skripsi

,- * ! $ & "' . / " '("' #,# ,/0$,& *,$ /

/1 ( ,)0 ",/ ( ,2 ( ) '$" ,)0 ",/ ( ,2 (

(7)

Judul Skripsi : Efek Ekstrak Etanol Daun Johar pada Bobot Badan dan Suhu

Tubuh Ayam yang Terinfeksi spp.

Nama : Melati Anggraini

NIM : B04061358

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus :

Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc Pembimbing II

Dr. drh.Rr. Sri Utami Handajani, MS Pembimbing I

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

(8)

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulillah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi

Robbi atas ridho, kasih sayang, izin dan hidayahNya penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi dengan judul Efek Ekstrak Etanol Daun Johar pada Bobot

Badan dan Suhu Tubuh Ayam yang Terinfeksi spp. merupakan karya

ilmiah yang bertujuan untuk memahami sekaligus mengkaji pengaruh pemberian

obat herbal pada ayam yang telah terinfeksi koksidiosis terhadap suhu tubuh

maupun bobot badan ayam.

Penulisan skripsi terselesaikan dengan bimbingan, saran, dan sumbangan

pemikiran dari berbagai pihak. Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ibu Dr. drh. Rr. Sri Utami Handajani, MS selaku pembimbing utama

dan Ibu Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc, serta Ibu Dr. drh. Aryani Sismin,

S. M.Sc yang telah meluangkan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis

berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak3pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2011

(9)

Segala Puji dan Syukur hanya dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada:

1. Keluarga besarku tercinta, Mama dan Mas Jaka yang telah memberikan kasih

sayang dan doanya, serta saudara3saudara, yang senantiasa memberikan

penulis bantuan baik secara spiritual maupun material.

2. Ibu Dr. drh. Rr. Sri Utami Handajani, MS selaku pembimbing skripsi utama

dan Ibu Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih Apt. M.Sc selaku pembimbing skripsi

kedua, serta Ibu Dr. drh. Aryani Sismin S. M.Sc yang telah mengarahkan dan

memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam perilaku dan

ucapan selama masa bimbingan yang tidak berkenan di hati Ibu.

3. Prof. Dr. drh. Winny Sanjaya, MS selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan nasehat.

4. Gilang yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan semangat

selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

5. Teman3teman sepenelitian, yaitu Arum, Indra, Fifit, dan Yulia yang telah

membantu penulis selama penelitian.

6. Teman3teman seperjuangan FKH 43 (43sculapius), yang telah memberikan

semangat kepada penulis Ivone, Tri, Gendis, Edo, Kurnia, Tika, dan Laras.

7. Pak Dede, Ibu Neni, Deni, Kiki, serta seluruh penghuni kostan Girma, Aida,

Gita, Sarah, Kak Munir, Kak Mawan, Kak Deni, Tile, Hanif, Wahid, Yan,

Hans, Indra, Mamade, Budi, Ipul, Kak Aan, Sandra, Nissa, Niken, Ibu Nti,

dan Mba Win terima kasih telah menjadi keluarga kedua untuk penulis.

8. Seluruh dosen FKH IPB, terima kasih telah memberikan pengajaran yang

(10)

9. Tidak lupa rasa terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak mungkin

disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyusunan dan penyelesaian

skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(11)

Penulis lahir di Jakarta, 10 November 1988 sebagai anak bungsu dari

pasangan suami istri Yunan Suganda Permana dan Siti Harkuswati. Pendidikan

formal dimulai dari TK Mutiara Bekasi pada tahun 1992, kemudian dilanjutkan di

SDN Rawa Baru 45 Bekasi sampai pada tahun 2000. Penulis melanjutkan

pendidikan di SMP N 2 Bekasi. Pada tahun 2006, penulis lulus dari SMA N 6

Bekasi dan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi

Masuk IPB). Selama perkuliahan, penulis pernah menjabat ketua divisi kubah di

(12)

$ # (

Morfologi dan Sifat Fisiologis ... 16

Suhu Tubuh ... 16

Bobot Badan ... 18

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Metode ... 19

Tahap persiapan ... 19

Kandang ... 19

Koksidiostat ... 20

Pembuatan ekstrak etanol daun johar ( & Lamk.) .. 20

Pengelompokan Hewan coba ... 21

(13)

Pemeriksaan feses ... 22

Pengukuran suhu tubuh dan bobot badan ayam... 22

Pencekokan koksidiostat dan ekstrak daun johar ... 22

Pengolahan Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot badan ... 23

Suhu badan ... 26

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(14)

$ # (

1. Obat antikoksidia yang sering digunakan ... 9

2. Nilai fisiologis ayam ... 17

3. Berat badan ayam berdasarkan umur ... 18

4. Pengelompokan ayam penelitian ... 21

5. Rata3rata jumlah ookista (103) pada setiap kelompok perlakuan ... 23

6. Rata3rata bobot badan ayam (gram) setelah terinfeksi spp. dan diberi ekstrak etanol daun johar ( Lamk.) ... 24

(15)

$ # (

1. Johar ( ) ... 3

2. Barakol ... 6

3. Sulfadiazin ... 10

4. Trimetoprim ... 10

5. Ookista ... 11

6. Siklus hidup ... 12

7. Sekum ayam yang berdarah ... 15

8. Ayam tipe petelur ... 15

9. Rata3rata bobot badan ayam (gram) dari setiap kelompok perlakuan ... 24

(16)

$ # ( 1. Analisis data dengan uji ANOVA dan dilanjutkan uji wilayah

(17)

" / ,$ (*

Unggas merupakan salah satu komoditi utama yang berperan dalam

pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat Indonesia, baik melalui produksi

telur maupun daging. Kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari produk

unggas ini cukup tinggi dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang semakin

hari semakin meningkat dan harganya yang relatif lebih murah dibandingkan

sumber protein hewani lainnya. Kebutuhan ini sebenarnya dapat dipenuhi jika

pengelolaan dan manajemen peternakan unggas dapat berjalan dengan baik dan

benar. Namun dalam usaha meningkatkan produksi unggas untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat ditemukan banyak kendala, salah satu kendalanya yaitu

penyakit pada unggas.

Penyakit unggas yang sering terjadi di peternakan ayam baik pada

peternakan ayam pedaging maupun ayam petelur yaitu koksidiosis atau di

Indonesia lebih dikenal sebagai berak darah. Koksidiosis merupakan penyakit

yang disebabkan oleh genus dan menyerang saluran pencernaan sehingga

mengakibatkan kerusakan jaringan yang disertai oleh terganggunya proses

percernaan karena ada penurunan absorbsi nutrisi, dehidrasi dan anemia.

Koksidiosis pada ayam disebabkan oleh sembilan spesies , &

) & ) & ) & ) & ) & ! ) & )

dan & (Ashadi dan Handayani 1992). Koksidiosis dari segi ekonomi dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi peternakan akibat terhambatnya

pertumbuhan, penurunan berat badan dan kualitas karkas, serta penurunan

produksi telur (Tampubolon 2004).

Menurut Shane (1997) faktor predisposisi wabah koksidiosis pada suatu

peternakan adalah kelembaban air pada yang melebihi 30%, imunosupresi

akibat penyakit lain seperti < (IBD) atau Marek,

pemberian obat koksidiosis yang tidak sesuai anjuran, stres lingkungan, dan

manajemen kandang. Tindakan yang perlu dilakukan untuk pencegahan dan

pengendalian terhadap koksidiosis antara lain dengan sanitasi yang ketat dan

(18)

koksidiosis lainnya yaitu pemberian vaksin yang mampu menginduksi sistem

kekebalan, dengan menstimulasi limfosit untuk menghasilkan antibodi dan sel

memori yang akan bekerja ketika ada benda asing yang masuk (Lilehoj dan

Lilehoj 1999).

Beberapa jenis koksidiostat yang digunakan, antara lain sulfaquinosalin,

sulfakloropromazin, sulfanitran, amprolium, dan sulfonamide. Penggunaaan

koksidiostat dapat menimbulkan efek samping berupa munculnya galur3galur

koksidia baru yang tahan terhadap obat dan menimbulkan residu pada daging dan

telur yang berdampak kurang baik untuk konsumen (Cahyaningsih & 2007; Wardhana . 2001). Untuk mengatasi resistensi dan residu maka diperlukan

obat alternatif yang berasal dari tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) atau

Obat Asal Tumbuhan (OAT) yang mudah didapat dengan biaya yang lebih murah

dan aman, serta tidak menimbulkan efek samping (Mulyani dan Gunawan 2002).

Johar ( Lamk.) banyak digunakan sebagai antimalaria,

antipiretik, beri3beri, sakit perut, ! , dan diabetes (Kardono & 2003). Sebagai tanaman obat, daun johar diduga juga mengandung zat aktif yang dapat

mengatasi penyakit lainnya. Penggunaan daun johar sebagai obat koksidiosis

belum pernah dilakukan sehingga diperlukan penelitian tentang pengaruh

pemberian daun johar terhadap bobot badan dan suhu tubuh ayam yang terinfeksi

spp. secara alami& Pada penelitian ini daun johar dibuat ekstrak dengan metode maserasi dan pelarut etanol.

'1' ( ,(,$!"! (

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

daun johar ( Lamk.) dengan dosis bertingkat terhadap bobot badan

dan suhu tubuh pada ayam petelur jantan yang telah terinfeksi spp.

(3 " ,(,$!"! (

Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi kepada

peternak maupun dunia kedokteran hewan tentang penggunaan daun johar sebagai

(19)

0& / 4 5

Johar atau juar adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras yang

termasuk suku Fabaceae (Leguminosae = polong3polongan). Pohon yang sering

ditanam sebagai peneduh tepi jalan ini, dikenal pula dengan nama3nama yang

mirip, seperti juwar atau johor (KemenKes RI 1989). Di Sumatra, pohon ini

dinamai pula bujuk atau dulang. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut

dengan beberapa nama seperti ! +# ) ! ! # )

) > dan lain3lain (Kardono . 2003). Morfologi pohon johar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Johar ( ) (Kardono . 2003).

$ !3! !

Menurut Heyne (1987), johar diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong3polongan)

Genus :

(20)

0/30$0*!

merupakan pohon berukuran sedang dengan cabang yang

kuat dan halus. Daunnya terdiri dari 7310 pasang anak daun, (tangkai

daun) mempunyai panjang 233 cm, dan tulang daunnya sepanjang 10325 cm.

Kelopaknya berwarna kuning dan panjangnya 1,532 cm . Buahnya seperti kacang

polong sebanyak 20330 buah dengan ukuran 131,5 cm (Farnsworth dan

Bunyapraphatsara 1992). Bunga Johar memiliki panjang 15360 cm dengan 10360

kuntum bunga. Setiap bunga memiliki benang sari 10. Biji berwarna coklat terang

mengkilap, bundar telur pipih dengan ukuran 6,538 mm x 6 mm (Steenis 1981).

0# 0(,( !#!

Beberapa komponen kimia yang terdapat pada tanaman yang berkhasiat

sebagai obat diantaranya:

1. Alkaloid

Alkaloid yaitu senyawa kimia yang biasa ditemukan pada tumbuhan dan

digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan obat, misalnya morphin,

atropin, dan codein. Alkaloid dapat menembus barier darah otak (! +! ! ), apabila kandungan alkaloid berlebihan dalam tubuh maka alkaloid dapat menyebabkan kerusakan hati.

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polar sehingga flavonoid dapat larut dalam

pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dimetil sulfoksida (DMSO),

dimetil fonfamida (DMF), dan air (Markham 1988). Flavonoid merupakan

senyawa kimia yang bekerja sebagai antioksidan, memiliki hubungan sinergis

dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi,

menghambat pertumbuhan tumor, dan mencegah keropos tulang (Harbone

1987).

3. Tanin

Tanin merupakan senyawa fenolik yang kerjanya bersifat adstringen

(menciutkan selaput usus/ pengelat) yang dapat mengurangi kontraksi usus,

menghambat diare, mengurangi penyerapan, dan melindungi usus dengan cara

(21)

4. Saponin

Saponin adalah suatu glikosida triterpana dan sterol yang mungkin terdapat

pada banyak tanaman (Harbone 1987). Kata saponin berasal dari bahasa Latin

“ ” yaitu suatu bahan yang akan membentuk busa jika dilarutkan dalam

larutan yang encer. Saponin berfungsi sebagai ekspektoran, kemudian

emetikum jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (Kusumaningtyas 2009).

Saponin juga merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan sel darah

merah terganggu akibat dari kerusakan membran sel, menurunkan kolestrol

plasma, dan dapat menjaga keseimbangan flora usus, serta sebagai antibakteri

(Sayekti 2008).

5. Kuinon

Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar seperti

kromofor pada benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuionon

isoprenoid (Pratama 2008), serta bersifat menghilangkan rasa sakit.

Daun johar mengandung alkaloid, steroid, triterpenoid, saponin, flavonoid,

dan tanin (KemenKes RI 1989). Bagian tanaman yang diduga sebagai bahan

untuk mengatasi koksidiosis adalah daunnya yang mengandung betulin

(Thongsaard . 2001), betulin merupakan komponen kimia dari golongan

triterpenoid, yang masuk dalam turunan saponin. Penelitian yang dilakukan oleh

El3Sayyad & (1984) secara menemukan beberapa anthraquinone dan bianthraquinone, yang menunjukkan aktivitas antitumor dengan potensi lebih

tinggi pada monomer anthraquinone (Koyama . 2001).

Menurut Ingkaninan . (2000); El3Sayyad . (1984); Teeyapant

. (1998), di dalam daun juga ditemukan alkaloid dan non3

alkaloid. Senyawa alkaloid pada daun johar berupa isoquinolone alkaloid siamine,

siamine A, siamine B, dan siamine C. Sedangkan senyawa non3alkaloid dari zat

aktif ekstrak etanol yaitu flavonoid pada Gambar 2 (,9)59)8)?+

+(+ + + ) (Shafiullah . 1995, 1996) dan barakol,

bersifat dengan mekanisme kerjanya mirip dengan diazepam.

Perbedaan diazepam dan barakol adalah diazepam dapat meningkatkan aktivitas

pada tubuh (pergerakan) sedangkan barakol hanya menghilangkan efek

(22)

Gambar 2 Flavonoid (Kardono . 2003).

& ! "

Daun Johar ( ) banyak digunakan dalam pengobatan

tradisional antara lain sebagai obat malaria, gatal, kudis, kencing manis, demam,

luka dan dimanfaatkan sebagai tonik karena memiliki kandungan flavonoid dan

karotenoid yang cukup tinggi (Heyne 1987). Kulit dari johar digunakan untuk

wasir, dan ! . Kayunya digunakan untuk pengobatan demam, kelainan menstruasi, mempercepat pengeluaran lokial, meningkatkan kualitas darah

menstruasi, diabetes melitus, , laksativa, dan diuretik. Akar tanaman johar

digunakan untuk pengobatan demam, beri3beri, antipiretik dan sakit perut atau

pencahar. Batang dan cabangnya digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan

yang disertai urolith sebagai laksativa. Bunganya digunakan untuk

pengobatan insomnia, asma, antelmentik dan obat antiketombe (Farnsworth dan

Bunyapraphatsara 1992). Menurut Kardono & (2003), daun johar juga

memiliki efek hipnotis, antitumor, , perlindungan terhadap efek aconitin

(alkaloid diterpen) yang menyebabkan keracunan jantung, dan insektisida.

"/ !

Ekstraksi yaitu proses untuk mengisolasi senyawa dari tanaman, hewan

ataupun mineral (Harborne 1987). Sedangkan menurut Ansel (1989) ekstraksi

yaitu penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan

menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat yang diinginkan. Simplisia

merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat, yang belum mengalami

perubahan, biasanya dalam bentuk yang dikeringkan. Prinsip dari ekstraksi adalah

(23)

pelarut non polar (Yuliani dan Rusli 2003). Menurut Harborne (1987), ragam

ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang

diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi. Cairan pelarut yang biasanya

digunakan dalam proses ekstraksi yaitu air, eter, atau campuran etanol air. Metode

ekstraksi dibagi ke dalam 5 cara yaitu :

1. Maserasi

Maserasi berasal dari bahasa Latin yang artinya merendam. Proses

maserasi adalah proses menyatukan bahan yang telah dihaluskan dengan

bahan ekstraksi, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk maserasi yaitu 4310

hari (Ansel 1989).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari bahasa Latin yang artinya melalui dan yang

artinya merembes. Metode perkolasi dilakukan dengan cara mencampur 10

bagian simplisia ke dalam 5 bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan

ke dalam perkolator, dan ditutup selama 24 jam setelah itu dibiarkan menetes

sedikit demi sedikit. Kemudian ditambahkan larutan pencuci secara berulang3

ulang hingga terdapat selapis cairan pencuci. Perkolat yang telah terbentuk

kemudian diuapkan (Ansel 1989).

3. Dekoksi

Metode dekoksi ( ) sama dengan metode infus, hanya saja waktu

pemanasannya lebih lama yaitu sekitar 30 menit (Voigt 1994).

4. Digesti

Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas

seperlunya selama proses ekstraksi, yaitu pada suhu 40350˚C. Metode digesti

hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan (Voigt 1994).

5. Infus

Metode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia pada

suhu 90˚C selama 15 menit. Selama proses ini berlangsung campuran terus

diaduk dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang

(24)

Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun johar,

sedangkan jenis ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi. Menurut Voigt

(1994), prinsip maserasi yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam simplisia dalam cairan penyari yang sesuai. Cairan penyari akan masuk

ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan

konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Sedangkan

keadaan diam saat maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif

(Voight 1994). Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan dengan penguap

pemutar yang akan menguapkan larutan menjadi volume kecil (Harborne 1987).

Menurut Yuliani dan Rusli (2003), metode maserasi digunakan karena

pengerjaan dan alatnya sederhana, tetapi metode ini juga mempunyai kerugian

yaitu pengerjaannya yang lama dan proses ekstraksi kurang sempurna, serta cairan

penyari yang digunakan lebih banyak kemudian tidak dapat digunakan untuk

bahan3bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin.

" (0$

Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH, yang rumus molekulnya adalah

C2H5OH atau rumus empiris C2H6O (Ane 2008), sering digunakan sebagai pelarut

dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol termasuk ke

dalam pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat3zat

aktif yang juga bersifat polar (Houghton dan Raman 1998). Etanol digunakan

sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang dan khamir sulit tumbuh

dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampur

dengan air pada segala perbandingan, serta panas yang diperlukan untuk

pemekatan lebih rendah.

Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak

mengakibatkan pembengkakan membran sel. Keuntungan lainnya adalah

sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim.

(25)

bahan pelarut yang berlainan khususnya campuran etanol3air. Etanol 70%

sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana

bahan yang diekstraksi (simplisia) hanya sedikit turut ke dalam cairan

pengekstraksi (Voigt 1994).

,#-,/! ( 0 !)!0 " "

Koksidiostat merupakan obat yang digunakan untuk menghentikan

pertumbuhan koksidia, antara lain zoalen, amprolium, nitrofurazon, sodium

arsanilat, quinolon, ionophor, golongan sulfa seperti sulfaquinoksalin, sulfanatran,

sulfakloropirazin, dan mitramid, serta obat3obatan lainnya seperti nicarb dan

clinicox. Pemberian koksidiostat dapat dilakukan pada waktu3waktu tertentu, hal

ini bertujuan untuk memutus siklus hidup dan memberi kesempatan pada

ayam untuk membentuk kekebalan (Retno . 1998). Pemberian koksidiostat

sebaiknya tidak dilakukan terus3menerus, dikarenakan dapat menimbulkan

resistensi terhadap obat itu sendiri. Contoh pemberian obat koksidiostat yaitu obat

sulfa, jika pemberian obat sulfa melebihi dosis maka dapat mengakibatkan

terganggunya produksi telur dan dapat menimbulkan residu pada daging dan telur

ayam (Mangapul 2008). Pada penelitian ini obat koksidiostat yang digunakan

mengandung sulfadiazine dan trimethoprim.

Tabel 1 Obat antikoksidia yang sering digunakan

,$ # , ,/1 ) " )!'#

'$ &0( #!) Sulphaquinoxalin Skizon generasi II

6'!(0$0( Decoquinat Sporozoit

./!)0( Clopidol Sporozoit

&! #!( Amprolium, halofuginon Stadium aseksual, skizon

generasi I

(26)

'$3 )! 7!(

Sulfadiazin (N1323pirimidimilsulfanilamid atau 23sulfanilamidopirimidin

pada Gambar 5 berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam air

sampai 1 : 8100 pada suhu 37˚C dan 1 : 13.000 pada suhu 25˚C, dan sedikit larut

dalam alkohol dan aseton. Tetapi sulfadiazin mudah larut dalam asam mineral

encer dan basa (Wilson dan Gisvold 1982). Golongan obat sulfa mempunyai zat

aktif yaitu + ! = + (PABS). Mekanisme kerjanya adalah

dengan mengadakan antagonis kompetitif dengan + ! = +

(PABA). membutuhkan PABA untuk pertumbuhannya, yaitu berperan

dalam sintesis asam folat. Di dalam asam folat terdapat koenzim untuk sintesis

purin dan asam amino. Defisiensi asam folat mengakibatkan terjadinya gangguan

dalam sistem DNA dan RNA, sehingga fungsi tubuh yang berkaitan dengan

fungsi DNA dan RNA akan terganggu seperti proses pembelahan sel, maturasi sel,

termasuk dalam gangguan fungsi normal sel di dalam tubuh (Setiabudi dan

Mariana 1995).

Gambar 3 Sulfadiazin (Wilson dan Gisvold 1982).

/!#,"0 /!#

Trimetoprim merupakan penghambat pereduktase folat, dimana reduktase

folat diperlukan untuk mengubah asam dihidrofolat (FAH2) menjadi asam

tetrahidrofolat (Wilson dan Gisvold 1982). Trimetoprim mempunyai sifat sangat

sukar larut dalam air, larut dalam benzilalkohol, agak sukar larut dalam kloroform

dan dalam metanol, sangat sukar larut dalam etanol dan dalam asetone, praktis

tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida.

(27)

0/30$0*!

Bentuk umum ookista adalah oval, dinding ookista terdiri satu atau dua

lapis yang bersifat transparan. Dinding sebelah dalam tersusun dari senyawa

protein tannin dan kinin, sedangkan dinding sebelah luar terdiri dari dua lapis

yaitu lapis protein dan lemak (Levine 1985). Ookista mempunyai tempat terbuka

disebut mikropil (Levine 1977). Pada dinding ookista anterior terdapat granula

refraktif yang terletak di ujung spora. Sporozoit (pada Gambar 5) biasanya

memanjang dengan ujung posterior yang membulat dan ujung anterior yang

meruncing atau dapat berbentuk seperti sosis (Levine 1985).

Ookista dikeluarkan bersama feses ayam, kemudian bersporulasi

pada suhu kamar (Levine 1985). Ookista dapat diidentifikasikan melalui

karakteristik morfologi berdasarkan panjang dan lebar, indeks, bentuk dan warna,

granul yang retraktil, ada tidaknya mikrofil dan ada tidaknya residu (Levine

1985). Sporokista berbentuk agak tumpul membulat dan berukuran kira3kira 7 µm

lebar dan 11 µm panjang, di dalamnya terdapat dua sporozoit dengan massa

hyalin di dekat salah satu ujung dan massa residu juga ditemukan di dalamnya

(Tampubolon 1996).

$ !3! !

Menurut Levine (1985), diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Protozoa

Subfilum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoa

Ordo : Eucocidiorida

Sub Ordo : Eimeronina

Famili : Eimeridae

Genus :

Spesies : spp. Gambar 5 Ookista

(28)

! $' !)'

Menurut Soulsby (1982), siklus hidup koksidia pada ayam memiliki dua

tahap yaitu seksual dan aseksual, dengan tiga tahap perkembangan yaitu stadium

skizogoni (merogoni), gametogoni, dan sporogoni. Stadium sporogoni terjadi di

luar tubuh induk semang, sedangkan stadium skizogoni (fase aseksual) dan

gametogoni (fase seksual) terjadi di dalam tubuh induk semang. Terjadinya

infeksi koksidiosis pada ayam yaitu ketika ayam menelan ookista yang infektif.

Ookista yang infektif merupakan ookista yang bersporulasi. Ookista melakukan

sporulasi membutuhkan waktu yang optimal, yaitu pada kelembaban tinggi (753

85%), suhu 29˚C330˚C, dan suplai oksigen yang memadai (Tampubolon 1992).

Ookista merupakan tahap yang resisten dari koksidia. Ookista yang

bersporulasi mengandung empat sporokista dan masing3masing sporokista

mengandung dua sporozoit. Proses pecahnya dinamakan dengan ekskistasi. Untuk

menstimulir terjadinya ekskistasi maka dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama

disebabkan oleh gas CO2 (akibat dari enzim dan mekanisme gerakan lambung)

dan yang kedua akibat dari aktifitas enzim tripsin dan empedu dalam usus halus

(Soulsby 1986). Ekskistasi ini berlangsung selama 1 jam setelah infeksi pada

ayam yang memakan pakan atau air minum yang mengandung ookista. Bila

sudah mengalami ekskistasi maka sporozoit akan bebas.

(29)

Sporozoit akan melakukan penetrasi melalui ujung epitel vili sekum,

kemudian masuk ke dalam epitel basal dari sel dan dimakan oleh makrofag pada

lamina propria. Pada keadaan ini sporozoit akan menghindari makrofag dan

melakukan penetrasi kembali ke sel epitel yang ada di bawah kripta. Sporozoit

akan berkelompok dan mengalami perbanyakan bagian dan mengalami fase

skizogoni membentuk skizon (meron) generasi I yang memproduksi merozoit

generasi I. Merozoit akan merusak epitel, merobek sel inang dalam perjalanannya

ke dalam lumen sekum dimana mereka akan menginfeksi kembali sel epitel yang

lain. Proses ini berlangsung antara dua setengah sampai tiga hari (Tampubolon

1996).

Merozoit generasi I yang masuk ke dalam sel hospes baru akan membulat

lalu membentuk meron generasi II yang terletak di atas inti sel hospes. Koloni

meron generasi II mulai terlihat setelah 72 jam dan menjadi skizon dewasa setelah

96 jam. Meron generasi II melakukan penetrasi sel epitel baru dan membentuk

meron generasi III atau menjadi siklus gametogenus (Levine 1985). Merozoit

yang dihasilkan pada akhir tahap skizogoni masuk ke dalam sel dan berkembang

menjadi gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina

(makrogametosit). Mikrogametosit akan banyak menghasilkan mikrogamet yang

berflagela, motil, dan bermigrasi ke makrogamet. Fertilisasi makrogamet oleh

mikrogamet akan berkembang menjadi zigot dan kemudian menjadi ookista pada

hari ke36 setelah infeksi (Soulsby 1982). Ookista3ookista kemudian keluar dari

sel3sel hospesnya, masuk ke dalam rongga usus dan keluar bersama feses. Masa

prepaten yaitu saat inokulasi sampai timbulnya ookista pertama di dalam feses

adalah 7 hari. Jumlah ookista yang dihasilkan di dalam hewan untuk setiap

ookista yang dimakan, tergantung kepada jumlah generasi merozoit dan jumlah

merozoit setiap generasi (Tampubolon 1996).

"0*,(, !

Menurut Levine (1985) patogenitas dari koksidia tergantung pada

beberapa faktor antara lain jumlah sel induk semang yang dirusak oleh setiap

ookista yang tergantung dari jumlah generasi merozoit dan lokasi parasit di dalam

(30)

imunitas yang diperoleh atau immunitas alami induk semang. Tahap yang paling

patogen adalah skizon generasi II yang akan tumbuh dewasa, pada hari keempat

setelah infeksi. Skizon akan berkembang di bagian dalam lamina propria,

sehingga terjadi kerusakan mukosa ketika skizon dewasa mengeluarkan merozoit

(McDougald . 1997). Menurut Hermawan (2008), jika dihitung perkiraan

jumlah merozoit generasi ke dua yang dihasilkan oleh satu ookista yang sporulasi,

maka dimulai dari 8 sporozoit yang di dalam satu ookista akan sukses melakukan

penetrasi pada sel epitel sekum. Kemudian dari setiap sporozoit akan

menghasilkan 900 merozoit generasi pertama, dan setiap merozoit generasi

pertama akan memproduksi 350 merozoit generasi kedua, sehingga dari satu

ookista akan menghasilkan 2.520.000 atau (8 x 350 x 900) merozoit generasi

kedua.

Unggas cenderung lebih tahan terhadap koksidiosis pada umur 132

minggu, walaupun unggas dengan umur 1 hari kemungkinan dapat terinfeksi

koksidiosis (Soulsby 1982). Unggas yang berumur lebih tua biasanya akan

menghasilkan kekebalan yang kuat sebagai respon dari infeksi kembali (reinfeksi)

sehingga gejala penyakitnya tidak terlalu parah (Levine 1985). Jumlah ookista

yang dapat menimbulkan gangguan klinis contohnya pada ayam dewasa umur 132

minggu sekitar 2 x 105 ookista dan akan mengalami kematian. Pada unggas yang

lebih tua beberapa minggu, mortalitasnya pada saat 0,531 x 105 ookista.

,1 $ $!(!

Gejala klinis pada ayam yang mengalami koksidiosis yaitu ayam terlihat

lemah, bulu kusut, jengger terlihat pucat, serta feses yang bercampur darah karena

terjadi peradangan pada sekum (Hasan 2007). Gejala klinis terlihat ketika skizon

generasi kedua membesar dan merozoit keluar dari epitel yang menyebabkan

terjadinya pendarahan pada sekum (Tampubolon 2004). Pada koksidiosis ringan,

gejala klinis tidak terlihat tetapi jika penyakitnya berat dapat bersifat mematikan.

Nafsu makan berkurang bahkan tidak ada nafsu makan (Levine 1985). Biasanya

nafsu untuk minum 2 atau 3 kali lebih banyak daripada yang biasa atau polidipsi,

sehingga hewan menjadi kurus, bobot badannya mengalami penurunan, depresi,

(31)

Gambar 7 Sekum ayam yang berdarah (FAO 2008).

Pada hari ke32 dan ke33 setelah infeksi, selaput lendir usus akan terlihat

berwarna merah kemudian pada hari ke34 akan timbul bercak3bercak putih yang

pada akhirnya akan berwarna abu3abu. Pada hari ke35 dan ke36 dapat ditemukan

darah yang paling banyak di feses. Menjelang hari ke38 atau hari ke39 ayam akan

mati atau dalam tahap persembuhan, sedangkan jumlah ookista di feses akan

mencapai maksimal. Pada hari ke311 masih ditemui ookista tetapi amat sedikit

jumlahnya. Jika ayam sembuh dari penyakit akut, penyakit menjadi bersifat kronis

(Tampubolon 2004). Gejala klinis pada ayam yang terinfeksi bervariasi,

tergantung pada umur ayam terserang, jenis ayam, dan jenis parasit yang

menyerang (Retno . 1998). Pada ayam petelur yang terinfeksi koksidia terlihat

gejala klinis berupa penurunan produksi telur, bahkan terhenti sama sekali

(Murtidjo 1992).

. #

$ !3! !

Menurut Sturkie (2000), ayam diklasifikasikan sebagai berikut:

Kelas : Aves

Subkelas : Neornithes

Superorder : Neognathae

Ordo : Galliformes

Superfamili : Phasianoidea

Famili : Phasianidae

Genus : @

(32)

0/30$0*! ) ( !3 " !0$0*!

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur putih

jantan, hal ini disebabkan karena ayam ras petelur jantan memiliki sistem

hormonal yang lebih sederhana dibandingkan dengan ayam ras petelur betina

sehingga diharapkan tidak banyak mempengaruhi proses yang terjadi di dalam

tubuh ayam. Kelemahan ayam ras petelur yaitu peka terhadap lingkungan dan

kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lebih rendah dibandingkan ayam

kampung dan mudah mengalami stres, tuntutan terhadap ayam ras petelur cukup

tinggi yaitu menuntut pakan dalam jumlah dan kualitas yang tinggi dan air minum

yang cukup. Ayam ras petelur juga memiliki sifat kanibalisme yang lebih tinggi

dibandingkan ayam kampung (Asa 2009).

'&' '-'&

Menurut Vibowo (2008), ayam dan mamalia hidup dengan pengaturan

suhu tubuh yang diatur sehingga relatif konstan dan berbeda dengan suhu

lingkungan. Pada hewan seperti ini suhu tubuh menjadi penting karena kenaikan

suhu tubuh akan mempengaruhi laju fisika dan kimia tubuh. Suhu tubuh akan

mempengaruhi energi kinetik dari molekul yang memungkinkan terjadinya

tubrukan antara reaktan dari molekul dalam tubuh sehingga terjadi serangkaian

reaksi molekul. Selain itu kenaikan suhu tubuh akan mendenaturasi enzim tubuh,

tetapi sebelum mencapai titik denaturasinya enzim akan bekerja lebih cepat (Key

1998).

Menurut Prayitno (2004), suhu tubuh normal pada ayam yaitu 41,49˚C.

Suhu tubuh adalah indikator yang akurat, objektif, dan mudah diidentifikasi dari

kondisi fisiologis. Di dalam tubuh mekanisme pengaturan suhu dilakukan oleh

hipotalamus. Hipotalamus memiliki set poin suhu, jika suhu tubuh berada di atas

normal maka akan terjadi mekanisme pengeluaran panas, begitu pula ketika suhu

tubuh di bawah normal maka akan terjadi mekanisme pembentukan panas

(Guyton dan Hall 1996). Mekanisme pembentukan dan pengeluaran panas yang

terjadi melalui termoreseptor perifer yang akan dihantarkan ke hipotalamus. Saraf

yang ada di hipotalamus akan berintegrasi menghasilkan sinyal eferen akhir yaitu

(33)

biasanya lebih tinggi daripada suhu sekitarnya, sehingga panas akan terus menerus

hilang melalui empat macam mekanisme yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan

evaporasi (Prayitno 2004). Tabel fisiologis ayam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai fisiologis ayam

/!",/! !$ !

Faktor3faktor yang dapat meningkatkan suhu tubuh yaitu fisiologis dan

patologis. Faktor fisiologisnya yaitu laju metabolisme basal tubuh, laju cadangan

metabolisme yang dihasilkan oleh aktivitas otot, terutama kontraksi otot yang

disebabkan oleh menggigil, metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

pengaruh tiroksin (dan sebagian hormon lain, seperti hormon pertumbuhan dan

testosteron) terhadap sel, dan metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel, serta

metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktifitas kimiawi di

dalam sel sendiri, terutama bila temperatur sel meningkat (Guyton dan Hall 1996).

Sedangkan faktor patologisnya yaitu ketika tubuh terpapar infeksi

mikroorganisme (virus, bakteri, dan parasit) atau faktor non infeksi seperti

(34)

0-0" ) ( 4 5

Bobot badan dapat menjadi indikator bukti kesehatan hewan yang

dikaitkan dengan umur yang sesuai. Pada Tabel 3 disajikan data yang

mengkaitkan antara umur (minggu) dengan bobot badan standar. Bobot badan

dapat mempengaruhi konversi pakan. Menurut Siregar dan Sabrani (1981),

konversi pakan adalah perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi persatu berat

badan. Semakin kecil rasio konversi pakan maka semakin baik efisiensi

penggunaan pakan sehingga pertumbuhan bobot badan yang dicapai dengan

jumlah ransum yang digunakan semakin efisien. Angka konversi pakan yang kecil

dapat diperoleh dengan memperhatikan kualitas bahan pakan dan zat gizi dalam

ransum (Kamal 1986).

bobot badan yang disebabkan oleh malabsorbsi nutrisi pada saluran pencernaan

sehingga ayam terlihat kurus dan mungkin tidak mencapai bobot badan yang sama

dengan ayam yang sehat (Barnes . 2003). Hal ini akan berpengaruh pada

peningkatan konversi pakan yaitu peningkatan konsumsi pakan tanpa diimbangi

dengan penambahan bobot badan yang sesuai akibat pakan yang dikonsumsi tidak

diserap dengan efisien.

Tabel 3 Bobot badan ayam berdasarkan umur

(35)

"' ) ( ,# " ,(,$!"! (

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2010 sampai bulan Mei 2010

di laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Farmasi,

Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH3IPB, dan kandang ayam FKH3

IPB.

$ " ) ( & (

Alat yang digunakan yaitu timbangan, 1 ml, termometer, kandang

ayam, tempat pakan, tempat minum, termos es, tabung reaksi, mikroskop,

, kamar hitung ookista, pipet, botol plastik dan wadahnya,

batang pengaduk, , , ) kamera, saringan, kapas, bejana, botol ekstrak, botol obat, gelas ukur, corong, batang pengaduk, lap, stiker label,

tisu, pulpen, dan buku tulis.

Bahan yang digunakan yaitu hewan coba berupa ayam petelur putih jantan

umur 2 bulan sebanyak 30 ekor, daun johar ( Lamk.) yang

diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO), laktosa,

pakan ayam tanpa koksidiostat, air minum, feses ayam, larutan garam jenuh,

etanol 70%, propilen glikol, aquades, dan koksidiostat ( ! ®).

,"0), ,(,$!"! (

& ,/ ! (

() (*

Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam berbentuk segi empat

dengan bagian kiri, kanan dibatasi oleh tripleks dan bagian bawah dialasi

dengan sekam. Sebelum kandang digunakan, kandang dibersihkan terlebih

dahulu dengan pembersihan kering, pembersihan basah, setelah kandang

kering dilapisi dengan kapur lalu didesinfeksi dengan formalin dan kalium

(36)

0 )! !0 " "

Koksidiostat yang digunakan berasal dari golongan sulfa ( ! ® yang

diproduksi oleh PT. Sanbe Farma) yang mengandung sulfadiazine 200 mg

dan trimetoprime 40 mg.

,#-' " ( , "/ ," (0$ ) '( 10& / 4 # 5

Ekstraksi daun johar dilakukan dengan metode maserasi. Simplisia daun

johar kering direndam dalam etanol 70% dengan perbandingan 1 : 10 artinya

1 bagian johar (1 kg) dengan 10 bagian etanol (10 liter) selama 24 jam dan

dilakukan pengadukan sekali3sekali kemudian disaring sehingga diperoleh

filtrat pertama dan ampas, lalu ampas dilarutkan kembali dengan etanol 70%

selama 24 jam. Setelah itu, disaring sehingga diperoleh filtrat kedua, filtrat

pertama dan kedua digabung dan dipekatkan dengan menggunakan

pada suhu 40˚C dan 50 rpm hingga diperoleh ekstrak kental.

Kemudian ekstrak kental dievaporasi kembali hingga membentuk ekstrak

kering daun johar. Setelah itu ekstrak kering ditimbang menjadi tiga dosis

kemudian dilarutkan dalam 0,5 ml propilen glikol sehingga diperoleh dosis

bertingkat yaitu dosis rendah (4,09 mg/0,5 ml per ekor), sedang (8,18 mg/0,5

ml per ekor), dan tinggi (16,36 mg/0,5 ml per ekor).

Cara perhitungan dosis ekstrak daun johar adalah sebagai berikut.

Dosis ekstrak standar = 6,8 mg (P2)

Dosis rendah dan tinggi diperoleh dengan deret hitung sehingga dosis

rendah (P1) = ½ x 6,8 mg = 3,4 mg dan dosis tinggi (P3) = 2 x 6,8 mg =

13,58 mg

Ekstrak yang tersedia yaitu 83% karena mengandung laktosa sebagai

pengisi = {Jumlah ekstrak / (jumlah ekstrak + pengisi)} x 100%

(37)

,(*,$0# 0 ( ,2 (

80-Hewan coba dibagi menjadi enam kelompok perlakuan, masing3masing

berjumlah 15 ekor dengan ulangan 5 ekor. Berikut tabel mengenai

Tahap pelaksanaan pada penelitian ini meliputi pemeriksaan feses,

pengukuran suhu tubuh dan bobot badan, serta pencekokan koksidiostat dan

ekstrak daun johar, serta pengolahan data.

,#,/! ( 3, ,

Pemeriksaan feses bertujuan untuk mengetahui adanya ookista pada semua

(38)

Metode pemeriksaan feses adalah metode McMaster, caranya feses dilarutkan

dalam larutan garam jenuh dengan perbandingan 1 : 29 artinya 1 bagian feses

(1 g) dan 29 bagian larutan garam jenuh (29 ml) kemudian disentrifugasi

dengan kecepatan 1,500 rpm selama 10 menit. Setelah itu bagian permukaan

larutan diambil dengan pipet dan diamati di bawah mikroskop dengan

perbesaran 100x menggunakan kamar hitung McMaster (Conway dan

McKenzie 2007).

,(*' '/ ( '&' "'-'& ) ( -0-0" - ) ( . #

Pengukuran suhu tubuh dan bobot badan ayam dilakukan 3 hari sekali dari

hari ke 0 s/d 21. Pengukuran suhu tubuh ayam menggunakan termometer

digital yang dimasukkan ke dalam rektum ayam sebagai indikator terjadinya

infeksi spp. yang meningkatkan suhu tubuh, sedangkan pengukuran

bobot badan menggunakan timbangan.

,(8, 0 ( 0 !)!0 " " ) ( , "/ ) '( 10& /

Pencekokan koksidiostat dan ekstrak daun johar dilakukan selama 3 hari

yaitu pada hari ke 1 s/d 3 dan sehari dicekok 2 x, masing3masing sebanyak

0,5 ml per ekor dengan menggunakan 1 ml tanpa jarum. Pencekokan

koksidiostat pada kelompok kontrol positif (K+) dengan dosis pemberian

0,25 mg/0,5 ml per ekor, sedangkan pencekokan ekstrak daun johar pada

kelompok johar dosis rendah (P1 = 3,4 mg/0,5 ml per ekor), johar dosis

sedang (P2 = 8,18 mg/0,5 ml per ekor), dan johar dosis tinggi (P3 = 16,36

mg/0,5 ml per ekor).

,(*0$ & ( "

Pengolahan data dilakukan dengan uji C (ANOVA)3SAS System . Jika analisis menunjukkan berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan

(39)

Pengaruh pemberian ekstrak daun johar ( Lamk.) dosis

bertingkat dengan pelarut etanol sebagai alternatif pengobatan koksidiosis dengan

parameter bobot badan dan suhu tubuh ayam dijelaskan pada bab ini. Secara

umum suhu tubuh dan bobot badan ayam tidak berbeda signifikan. Pengukuran

dilakukan sebanyak 8 kali pada kelompok perlakuan KN, K3, K+, P1, P2, dan P3.

Pengukuran suhu tubuh dan bobot badan ayam ke31 dilakukan ketika pada feses

ayam telah ditemukan ookista sebanyak 8,1–23,6 x 103, yang mengindikasikan

bahwa ayam telah terinfeksi koksidiosis secara alami. Gejala klinis yang tampak

pada ayam yang terkena koksidiosis adalah penurunan nafsu makan, polidipsi,

merunduk, bulu kusam, dan terjadi diare berdarah. Jumlah ookista pada masing3

masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata3rata jumlah ookista (103) pada setiap kelompok perlakuan

Pengukuran

Kelompok perlakuan: K(−) = kontrol negatif, K(+) = kontrol positif, KN = kontrol normal, P1 = johar dosis 1, P2 = johar dosis 2, P3 = johar dosis 3.

0-0" - ) (

Rataan bobot badan ayam kelompok kontrol normal (KN) adalah paling

tinggi (778,88 g) dan berbeda nyata (p<0,05) dengan rataan bobot badan pada

semua kelompok perlakuan ayam terinfeksi. Kelompok KN tidak terinfeksi

spp., sedangkan kelompok perlakuan lainnya telah terinfeksi spp.

sebelumnya, sehingga bobot badannya lebih rendah dibandingkan kelompok KN.

Ayam yang terinfeksi spp. diduga mengalami penurunan nafsu makan

sehingga mempengaruhi bobot badannya. Secara umum, rataan bobot badan

semua kelompok ayam pada penelitian ini tidak berbeda nyata dari waktu

(40)

Tabel 6 Rata3rata bobot badan ayam (gram) setelah terinfeksi spp. dan diberi

Perlakuan Pengukuran ke3 Rata3rata (gram)

VI VII VIII

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata (P> 0.05). Kelompok perlakuan: K(−) = kontrol negatif, K(+) = kontrol positif, KN = kontrol normal, P1 = johar dosis 1, P2 = johar dosis 2, P3 = johar dosis 3.

Gambar 9 Rata3rata bobot badan ayam (gram) dari setiap kelompok perlakuan.

Rataan bobot badan ayam pada semua kelompok yang terinfeksi

spp. menunjukkan bahwa bobot badan kelompok ayam johar dosis tinggi (P3)

yang paling tinggi sampai dengan akhir penelitian (pengukuran ke3I hingga ke3

VIII) yaitu 561,89 gram (Tabel 6). Rataan bobot badan kelompok K(+)

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok P1 yaitu

(41)

mempunyai rataan bobot badan 411,33 gram, demikian pula kelompok K(3) tidak

berbeda nyata dengan kelompok P2. Rataan bobot badan ayam pada pengukuran

ke 1 s/d 8 pada kelompok P1, P2, dan P3 mengalami peningkatan. Rataan bobot

badan ayam pada kelompok P3 paling tinggi bila dibandingkan kelompok P1 dan

P2. Semakin tinggi dosis ekstrak daun johar yang diberikan pada kelompok

perlakuan ayam yang terinfeksi maka semakin tinggi pula rataan bobot badan

kelompok ayam tersebut. Hal ini diduga karena flavonoid pada daun johar dosis

tinggi (16,36 mg/0,5 ml per ekor) sebagai immunostimulan sehingga ookista

infektif dari spp. tidak atau kurang efektif dalam menimbulkan sakit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmardi & (2006), juga melaporkan bahwa daun johar dapat meningkatkan aktifitas makrofag. Semakin

tinggi dosis yang digunakan semakin tinggi pula aktivitas makrofag yang

dihasilkan. Flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh

sel T sehingga akan merangsang sel3sel fagosit untuk melakukan respon

fagositosis. Menurut Guyton dan Hall (1996), limfokin bertindak sebagai pengatur

utama yang sesungguhnya bagi seluruh fungsi imun, dengan cara membentuk

serangkaian mediator protein yang bekerja pada sel3sel lain dari sistem imun dan

pada sel sumsum tulang. Limfokin mempengaruhi makrofag dengan dua cara,

pertama dengan menghambat atau menghentikan migrasi makrofag setelah

limfokin secara kemotaktik tertarik ke dalam area jaringan yang meradang,

dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag dalam jumlah yang

banyak. Kedua, limfokin mengaktifkan makrofag untuk menimbulkan fagositosis

yang jauh lebih efisien, sehingga memungkinkan makrofag untuk menyerang dan

menghancurkan organisme penyerbu dalam jumlah yang lebih banyak.

Pada pengukuran ke3V hingga ke3VIII, kelompok K(+) memiliki rataan

bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok P1. Hal ini diduga obat

koksidiostat yang digunakan mengandung sulfadiazine dan trimethoprim.

Sulfadiazine termasuk sulfonamide dengan aksi intermediate yang mempunyai

waktu3paro plasma selama 17 jam dan mempunyai sifat antagonis kompetitif

dengan terhadap para3amino benzoic3acid (PABA) yang dibutuhkan oleh

untuk proses pembelahan sel sedangkan trimetoprim merupakan zat yang

(42)

pembelahan selnya. Kombinasi trimetoprim dan sulfadiazine menghasilkan efek

sinergisme antimikroba karena terjadi pemblokan biosintesis koenzim pada lebih

dari satu tempat pada lintasan biosintesis protozoa atau bakteri. Selain itu

keuntungan dari kombinasi kedua obat ini adalah mikroba tidak mampu

mengembangkan resistensi secepat yang ditimbulkan oleh pemblok lintasan

tunggal dan sulfadiazine3trimetoprim cenderung diabsorbsi dengan cepat dan

didistribusi dengan baik (Wilson dan Gisvold 1982).

Pada pengukuran ke3IV hingga ke3VIII, semua kelompok ayam yang

terinfeksi spp. mengalami kenaikan rataan bobot badan dikarenakan

ookista sudah tidak ditemukan lagi di dalam feses ayam kelompok terinfeksi

seperti terlihat pada Tabel 5. Hal ini menunjukkan ayam mengalami proses

persembuhan karena koksidiosis bersifat yaitu bila tidak terjadi

reinfeksi, dapat membatasi sendiri perkembangannya (Levine 1985),

sehingga pertumbuhan bobot badan ayam menjadi lebih baik (Siregar 2008).

Ayam yang mengalami dapat menjadi koksidia (Farmer

1980).

'&' ) (

Menurut Prayitno (2004), suhu normal ayam berkisar 41,5 ˚C. Hasil

pengamatan terhadap rata3rata suhu tubuh ayam yang terinfeksi spp. dan

diberi ekstrak daun johar ( Lamk.) dapat dilihat dari Tabel 7 dan

Gambar 10. Rata3rata suhu badan ayam tidak berbeda nyata dan tidak dipengaruhi

oleh hadirnya ookista (8,1323,6 x 103) yang ditemukan sampai dengan pengukuran

ke3III. Menurut Corwin (2001), suhu tubuh akan mengalami peningkatan ketika

tubuh terpapar oleh pirogen (bakteri, virus, protozoa, inflamasi, dan lainnya).

Ookista yang termakan oleh ayam dan telah bersporulasi dapat menjadi agen

infeksius. Ookista dapat bersporulasi bila berada pada kelembaban tinggi (753

85%), suhu 29330˚C, dan suplai oksigen yang memadai (Tampubolon 1992).

Peningkatan suhu tubuh disebut dengan demam.

Menurut Corwin (2001), demam merupakan suatu peningkatan titik

patokan suhu di hipotalamus, rangsangan pirogen yang merusak membran sel

(43)

membentuk prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase. Prostaglandin

akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh. Sebagai respon,

pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh terlalu tinggi, hipotalamus akan

mendinginkan tubuh. Efek demam yang berbahaya meliputi meningkatnya

katabolisme jaringan, dehidrasi, sindroma otak akut, dan kejang (Northrup .

1981).

Demam dapat menyebabkan dehidrasi atau kurangnya cairan tubuh

sehingga dapat mempengaruhi volume plasma dan viskositas menjadi kecil

akibatnya nilai hematokrit meningkat. Hematokrit adalah persen volume sel darah

dalam plasma. Ketika terjadi peningkatan suhu tubuh, plasma akan menurun

sehingga biasanya persen volume sel darah akan menjadi meningkat. Menurut

Riza (2010), nilai hematokrit pada semua kelompok perlakuan masih dalam

kisaran normal yaitu berkisar antara 22335%. Jika kadar hematokrit masih dalam

kisaran normal maka viskositas darah pun normal sehingga aliran darah menuju

jaringan dan kembali ke jantung pun normal. Kecepatan aliran darah yang normal

mengakibatkan konduksi panas yang disalurkan ke kulit tidak berlebihan atau

kurang sehingga suhu tubuh dalam kisaran normal.

Pada pengukuran ke3V menunjukkan suhu tubuh kelompok P1 berbeda

nyata dengan semua kelompok, hal ini disebabkan suhu lingkungan yang lebih

tinggi akan menaikkan suhu rektum dan kenaikan ini lebih tinggi bila ayam3ayam

diletakkan di ruang panas tersebut terinfeksi koksidia, serta dosis johar yang

paling rendah dibandingkan dengan ekstrak johar lainnya. Ketika demam,

interleukin3I akan menginduksi prostaglandin, zat ini selanjutnya bekerja dalam

hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam.

Menurut Kardono . (2003), johar mengandung antipiretik. Antipiretik

bekerja dengan mengganggu pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat

sehingga demam sama sekali tidak terjadi atau paling tidak berkurang (Guyton

dan Hall 1996). Kemudian flavonoid dan tanin bertindak sebagai antioksidan

utama, tanin akan melapisi lumen sekum sehingga infeksi merozoit akan

berkurang (Subroto dan Hendro 2007). Pengobatan dengan antioksidan akan

memperkuat sistem dan melindungi inang khususnya selama dalam masa

(44)

Kandungan saponin di dalam ekstrak daun johar akan bereaksi terhadap

kolestrol yang terdapat pada permukaan membran protozoa sehingga

menyebabkan membran protozoa menjadi lisis dan ruptur (Cheeke 1998). Selain

itu, karena saponin dapat mengikat asam empedu maka tidak terjadi reabsobsi

ulang asam empedu maupun kolestrol pada saluran pencernaan dan proses

ekskistasi pada ookista tidak dapat terjadi dikarenakan ookista membutuhkan

asam empedu untuk melakukan proses ekskistasi (Soulsby 1982). Namun

kelompok P1 merupakan kelompok ayam terinfeksi spp. dengan ekstrak

daun johar dosis rendah yang diduga kandungan flavonoid, tanin, saponin, dan

antipiretiknya (alkaloid) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P2 dan P3,

sehingga suhu tubuh kelompok P1 lebih tinggi.

Tabel 7 Rata3rata suhu badan ayam (˚C) setelah terinfeksi spp. dan diberi ekstrak etanol daun johar ( Lamk.)

Perlakuan Pengukuran ke3

I II III IV

KN 40,80abcd±0,25 41,08bcdefgh±0,43 41,76jkl±0,33 41,46efghijk±0,42

K(3) 41,50efghijkl±0,25 41,86kl±0,05 41,18cdefghij±0,53 41,50efghijkl±0,42

K(+) 41,00abcde±0,38 41,38defghijk±0,55 41,10bcdefgh±0,23 41,26cdefghijk±0,34

P1 41,28cdefghijk±0,23 41,38defghijk±0,49 41,62fghijkl±0,25 41,72ijkl±0,18

P2 41,32cdefghijk±0,80 41,18cdefghij±0,29 41,54efghijkl±0,24 41,30cdefghijk±0,62

P3 40,60ab±0,89 41,50efghijkl±0,42 41,50efghijkl±0,34 41,46efghijk±0,21

Perlakuan Pengukuran ke3

V VI VII VIII

KN 41,36defghijk±0,42 40,46a±0,22 40,56ab±0,44 41,02bcdef±0,42

K(3) 41,46efghijk±0,17 41,64ghijkl±0,26 41,12bcdefghi±0,48 41,42efghijk±0,28

K(+) 40,76abc±0,40 41,52efghijkl±0,33 41,06bcdefg±0,34 41,66ghijkl±0,11

P1 42,06l±0,49 41,72ijkl±0,19 41,00abcde±0,25 41,54efghijkl±0,21

P2 41,34cdefghijk±0,31 41,72ijkl±0,22 41,28cdefghijk±0,36 41,70hijkl±0,14

P3 41,22cdefghij±0,37 41,62fghijkl±0,26 40,99abcde±0,49 41,58efghijkl±0,13

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata

(P> 0.05). Kelompok perlakuan: KN = kontrol normal, K(3) = kontrol negatif, K(+)

(45)

Gambar 10 Rata3rata suhu badan ayam (˚C) dari setiap kelompok perlakuan.

Pada Tabel 7 terlihat pengukuran ke3VII menunjukkan kelompok KN

berbeda nyata terhadap semua kelompok perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan

oleh dua kemungkinan yaitu kondisi lingkungan atau penanganan saat pengukuran

suhu sehingga suhu kelompok KN lebih rendah dibandingkan semua kelompok

perlakuan. Rataan suhu tubuh pada pengukuran ke3VII dan ke3VIII pada semua

kelompok perlakuan menunjukkan rata3rata suhu tubuh ayam yang mendekati

(46)

!# '$ (

1. Rataan bobot badan ayam pada kelompok ayam terinfeksi spp.

dengan dosis johar 16,36 mg/0,5 ml (P3) lebih besar dibandingkan kelompok

P1 dan P2.

2. Rataan suhu pada semua kelompok ayam yang terinfeksi 8,1323,6 x 103

ookista tidak berbeda nyata.

3. Johar dengan dosis 16,36 mg/0,5 ml (P3) dapat mempertahankan suhu tubuh

ayam pada kisaran normal.

/ (

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan ekstrak daun johar

dengan berbagai konsentrasi lainnya sebagai alternatif obat koksidiosis.

2. Perlu dilakukan penapisan fitokimia sehingga diketahui senyawa aktif yang

terkandung di dalam daun johar ( Lamk.) dan mekanisme

kerjanya terhadap infeksi spp..

3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui toksisitas daun johar secara

(47)

Amelia. 2002. Fitokimia Komponen Ajaib PJK, DM, dan Kanker. http://www.kompas.com// [23 Juli 2010].

Ane. 2008. Kegunaan Alkohol. http://www.web_kimia.com/ [23 Juli 2010].

Ansel HC. 1989. 4 > A . Ibrahim F,

penerjemah. Jakarta: UI3Press. Terjemahan dari

4 < A &

Asa HE. 2009. Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak ( =

Roxb.) Terhadap Gambaran Titer Antibodi = (AI) pada Ayam Petelur Strain # . [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Ashadi G, Handayani S. 1992. 4 = C . Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB Bogor.

Barnes HJ, Fadly AM, Glisson JR, McDouglad LR, Swayne DE. 2003. <

4 ** . USA: Blackwell.

Cahyaningsih U, D Iswantini, Iskandar. 2007. Pemanfaatan Tanaman Sambiloto Sebagai Subtitusi Obat Antikoksidia dan Antiperadangan untuk Menanggulangi Diare Berdarah pada Ayam akibat Infeksi . [Abstrak Penelitian] http://www.lppm.ipb.ac.id// [25 Juli 2010].

Cheeke PR. 1998. Saponin: Suprising Benefit’s of Desert Plant.

(48)

Guyton AC, Hall JE. 1996. $ A 2 . Edisi ke39. Setiawan

Hermawan D. 2008. Efektivitas Ekstrak Sambiloto (

Nees) dengan Pelarut Air Hangat Tanpa Evaporasi dan Kajian Differensial Leukosit pada Ayam yang Diinfeksi dengan . [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. ! . Ed ke32. Jakarta: Yayasan Sarana

Wana Jaya. hlm 9263927.

Houghton PJ, Raman. 1998. ! D ! A A

0 . London UK Chapman and Hall.

Ingkaninan K, Ijzerman AP, Verpoorte R. 2000. Luteolin, A Coumpound with Adenosine A1 Receptor3Binding Activity, and Chromone and Dihydronaphthalenone Constituents from > . 0 4 63:3153 317.

[KemenKes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1989.

C, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta. hlm 1293133.

Key I. 1998. 4 . New York: Bios Scientific

Publisher.

Kusmardi, Kumala S, Wulandari D. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Johar ( Lamk.) terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag. ) 2 2: 89393.

(49)

Koyama J, Morita I, Tagahara K, Aqil M. 2001. Bianthraquinone from

& 4 56:8493851.

Levine ND. 1977. 4 C . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Levine ND. 1985. 4 = C . Soekardono S, penerjemah.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm 3733413. Terjemahan dari

4 = C &

Levine ND. 1990. 4 $ 4 C . Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Lilehoj HS, Lilehoj EP. 1999. Avian Coccidiosis, View of Acquired Intestinal Immunity and Vaccination Strategist Avian Diseases.

Mangapul BN. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (

Ness.) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi & terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Northrup RS, Asdie AH, Santoso B. 1981. 4 4 ! . Edisi Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Pratama AH. 2008. Kajian Aktifitas Fraksi Etil Asetat Rimpang Kunyit (

Linn&) Terhadap Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

(50)

Retno FD, Jahja J, Suryani T. 1998. 4 +4 4 4 . Bandung: Medion.

Riza Y. 2010. Gambaran Eritrosit Ayam Terinfeksi spp. Secara Alami yang Diberi Ekstrak Daun Johar ( Lamk.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Sayekti. 2008. Sifat Saponin. http://www.kalbe.co.id/ [23 Juli 2010].

Shafiullah M, Parveen M, Kamil M, Ilyas M. 1995. A New Isoflavone C3

Glycoside From . A 66:4393441.

Shafiullah K, Mohammad S, Parveen M, Kamil M, Ilyas M. 1996. Isolation of 2’,3’,6’3trihydroxy34’3methoxy373O3neohesperidoside, A Novel Flavones

Glycoside From & B Synop. 1:233.

Shane SM. 1997. 4 4 " +*. Budi Tangenjaya,

penerjemah. 1998. American Soybean Association Jakarta.

Setiabudi R, Mariana. 1995. A & 2 +5& Jakarta : Gaya Baru.

Siregar NM. 2008. Pengaruh Ekstrak Sambiloto ( Nees)

dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat Terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi . [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Siregar AP, Sabrani M. 1981. . Bogor:

Balitbang Pertanian.

Soulsby EJL. 1982. D ) 4 = <

7th Edition. London : Bailere Tindall.

Soulsby EJL. 1986. D ) 4 = <

7th Edition. London : Bailere Tindall.

Steenis, CGGJ van. 1981. A ) > . Jakarta: PT Pradnya

Paramita. hlm 226.

Sturkie. 2000. 4 5th Ed. Whittow GC, editor. San Diego: Academic Press.

Subroto, Hendro. 2007. Kandungan Sarang Semut.

http://www.deherba.com/kandungan3sarang3semut.html. [12 September 2010].

(51)

Tampubolon MP. 1992. 4 = . Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Tampubolon MP. 1996. 4 = . Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. hlm 1453149.

Tampubolon MP. 2004. 4 = . Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. hlm 1453229.

Teeyapant R, Srikun O, Wray V, Witte L. 1998. Chemical Investigation Of

Anhydrobarakol From & A 69:4753476.

Thongsaard W, Deachapunya C, Pongsakorn S, Boyd EA, Bennett GW, Marsden

CA. 2001. 4 53:7533758.

Tipakorn N. 2002. Effect of & %! A.) Nees on Performance, Mortality, and Coccidiosis in Broiler Chicken. [Disertasi]. Gottingen, Germany: Doctor of Agricultural Sciences of The Faculty of Agricultural Science. Georg August3University.

Vibowo H. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih ( = (Berg.) Roscoe) terhadap Gambaran Klinis Pre dan Post Operasi pada Kelinci yang Diinduksi Tumor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Voigt R. 1994. 4 $ A . Noerono S, penerjemah.

Yogyakarta: UGM3Press. Terjemahan dari ! 4 =

&

Wardhana AP, Kencanawati E, Nurmawati, Rahmaweni, Jatmiko CB. 2001. Pengaruh Pemberian Sediaan Patikan Kebo ( ! D L) Terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit pada Ayam yang

Diinfeksi dengan . C . 2(6):

1263133.

Wilson, Gisvold. 1982. 2 A E . Fatah AM,

penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari: !

E 4 .

William RBC. 2002. Progress Toward Anticoccidial Vaccines for Broiler Chicken

Schering. 4 D . Pp: 2327.

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)

(

0 ? "GG "GG "GG "GG "GG

(60)

0 ? "A "A "A "A

D ? "A@ "A@ "A@

D ? "F@ "F@

0 ? " @

% " " ?? " ? " ? " ? " ?A " ? " ? " ? " ? " @ " ? " @

/ + * 3 ! 4 " 6 3 # " *

Gambar

Gambar 1 Johar (�������������) (Kardono �����. 2003).
Gambar 2 Flavonoid (Kardono �����. 2003).
Tabel 1 Obat antikoksidia yang sering digunakan
Gambar 4 Trimetoprim (Wilson dan Gisvold 1982).
+7

Referensi

Dokumen terkait

ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) tidak memiliki efek analgesik yang lebih poten dibandingkan pemberian ekstrak etanol buah mengkudu

penelitian tentang daun papasan ( Coccinia grandis ) masih sangat terbatas.Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui potensi ekstrak etanol daun papasan terhadap efek

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek ekstrak etanol daun terhadap penurunan glukosa darah mencit yang diinduksi Aloksan.. Ekstrak etanol

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati status fisiologis ayam petelur yang diberi ekstrak etanol daun kemangi melalui pengamatan variabel gambaran darah merah, yaitu jumlah

Hasil penelitian tentang pengaruh efek ekstrak etanol daun Vernonia amgydalina menunjukkan kadar kreatinin dalam darah mencit putih jantan setelah diberikan ekstrak etanol daun

Hasil penelitian tentang pengaruh efek ekstrak etanol daun Vernonia amgydalina menunjukkan kadar kreatinin dalam darah mencit putih jantan setelah diberikan ekstrak etanol daun

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) memiliki efek sebagai obat luka bakar dengan konsentrasi terbaik

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek analgetik ekstrak etanol 96% dan ekstrak air, menentukan dosis ekstrak daun ungu yang paling efektif dan