• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN DEPRESI PADA PENYANDANG CACAT PASCA KUSTA DI LIPOSOS DONOROJO BINAAN YASTIMAKIN BANGSRI JEPARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN DEPRESI PADA PENYANDANG CACAT PASCA KUSTA DI LIPOSOS DONOROJO BINAAN YASTIMAKIN BANGSRI JEPARA"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN DEPRESI PADA PENYANDANG CACAT

PASCA KUSTA DI LIPOSOS DONOROJO

BINAAN YASTIMAKIN BANGSRI

JEPARA

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh

Dame Rizqy Robby 1550408062

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini hasil karya (penelitian dan tulisan) sendiri, bukan buatan orang lain, dan tidak menjiplak karya ilmiah orang lain, baik seluruhnya maupun sebagian. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 1 Maret 2013

(3)

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi FIP Universitas Negeri Semarang pada hari Jumat, tanggal 1 Maret 2013.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd Liftiah, S.Psi.,M.Si

NIP 19510801 1979903 1 007 NIP 19690415 199703 2 002

Penguji Utama

Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi.,M.Si NIP 19750309 200801 1 008

Penguji I/Pembimbing I Penguji II/Pembimbing II

(4)

MOTTO DAN PERUNTUKAN

Motto:

1. Jangan pernah meremehkan kemampuanmu. Jika kamu menyadari betapa kuat pikiranmu, kamu tak akan pernah berpikir untuk menyerah

2. Berdo’a dan berusaha.

Peruntukan:

Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta atas doa,

kasih dan perhatiannya.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 bidang Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Keberhasilan penulisan skripsi didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan mempersembahkan ini kepada: 1. Drs. Hardjono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang.

2. Dr. Edy Purwanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang serta pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, dukungan, nasehat, pengarahan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan pengarahan kepada penulis.

4. Moh. Iqbal M, S.Psi.,M.Si selaku penguji utama yang telah memberikan masukan serta kritikan dalam rangka penyempurnaan skripsi.

(6)

6. Semua teman-teman penyandang cacat pasca kusta yang berada di Liposos Donorojo khususnya binaanYastimakin Bangsri Jepara.

7. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu tetapi sangat berjasa bagi penulis, terima kasih banyak.

8. Seluruh penghuni kos Bapak Yasin: Ahimsa agung, Dwi Agung N, Frendy Cintamana, dan penghuni kos yang lainnya.

9. Semua mahasiswa Psikologi angkatan 2008 yang telah memberikan bantuan, semangat dan kebersamaannya.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(7)

ABSTRAK

Robby, Dame Rizqy. 2013. Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual Dengan Depresi Pada Penyandang Cacat Pasca Kusta Di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara. Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang. Dosen pembimbing: Dr. Edy Purwanto, M.Si dan Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi.

Kata kunci: kecerdasan spiritual, depresi

Penelitian ini dilatarbelakangi hasil observasi dan studi pendahuluan mengenai depresi yang dialami penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara. Gejalanya dilihat dengan ciri-ciri konsentrasinya sering terganggu, kurang percaya diri menghadapi segala sesuatu yang bersifat sosial, sering merasa hidupnya tidak berarti dan rasa ingin bunuh diri. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan diri individu agar dapat memaknai suatu peristiwa yang dialami dan berserah diri pada Tuhan YME agar depresi dapat diminimalisir, hal ini berkaitan dengan kecerdasan spiritual yang dimiliki penyandang cacat pasca kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual (X) dengan depresi (Y) pada penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara. Populasi dalam penelitian ini adalah 150 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang, teknik sampling digunakan adalah teknik Probability Sampling berupa Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Pengambilan sampel dengan cara melakukan undian pada subjek penelitian sebanyak 100 gulungan kertas, sehingga nomor nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil merupakan nomor yang menjadi subjek penelitian. Data penelitian diambil menggunakan skala depresi dan skala kecerdasan spiritual. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala depresi terdiri dari 24 aitem valid dan 3 item tidak valid dan koefisien alpha cronbach reliabilitasnya 0,860. Skala kecerdasan spiritual dari 25 aitem valid dan 1 item tidak valid dan koefisien

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Depresi ... 11

2.1.1 Pengertian Depresi ... 11

2.1.2 Gejala-gejala Depresi ... 12

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Depresi ... 14

(9)

2.2 Kecerdasan Spiritual ... 19

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 19

2.2.2 Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual ... 22

2.3 Penyakit Kusta ... 26

2.3.1 Pengertian Penyakit Kusta ... 26

2.4 Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual Dengan Depresi ... 29

2.5 Kerangka Berpikir ... 32

2.6 Hipotesis.... ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN... 34

3.1 Jenis Penelitian... 34

3.2 Variabel Penelitian ... 34

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian... 34

3.2.2 Definisi Operasional ... 35

3.2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1 Penyusunan Intrumen Penelitian... 38

3.4.1.1 Skala Depresi ... 38

3.4.1.2 Skala Kecerdasan Spiritual ... 39

3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 40

(10)

3.5.2 Validitas ... 46

3.5.3 Reliabilitas ... 46

3.6 Pelaksanaan Uji Coba ... 47

3.7 Metode Analisis Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Persiapan Penelitian ... 49

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 49

4.1.2 Penentuan Subjek Penelitian ... 50

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 50

4.2.1 Pengumpulan Data ... 50

4.2.2 Pelaksanaan Skoring ... 51

4.3 Analisis Deskriptif ... 51

4.3.1 Gambaran Depresi Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara ... 52

4.3.1.1Gambaran Umum Depresi Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara……… 52

4.3.1.2 Gambaran spesifik Depresi Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara……… 55

4.3.1.2.1 Gambaran Umum Depresi berdasarkan Labilitas Perasaan ... 55

4.3.1.2.2 Gambaran Umum Depresi berdasarkan Kecemasan ... 56

4.3.1.2.3 Gambaran Umum Depresi berdasarkan PerasaanBersalah ... 58

(11)

4.3.1 Gambaran Kecerdasan Spiritual Penyandang Cacat Pasca Kusta di

Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara ... .... 61

4.3.2.1 Gambaran Umum Kecerdasan Spiritual Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara... 62

4.3.2.2 Gambaran Spesifik Kecerdasan Spiritual Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara ... 64

4.3.2.2.1 Gambaran Kemampuan Memiliki Prinsip dan Tujuan Hidup yang Kuat Sesuai Kehendak Tuhan ... 64

4.3.2.2.2 Gambaran Kemampuan Memaknai Peristiwa Secara Positif ... 67

4.3.2.2.3 Gambaran Kemampuan Mencari Solusi Masalah/Kesulitan ... 69

4.3.2.2.4 Gambaran Kemampuan Menghadapi Masalah/Kesulitan... 71

4.4 Hasil Uji Asumsi ... 73

4.4.1 Uji Normalitas... 73

4.4.2 Uji Linieritas... 75

4.4.3 Uji Hipotesis... 76

4.5 Pembahasan ... 77

4.5.1 Pembahasan Hasil Analisis secara Deskriptif Hubungan Kecerdasan Spiritual Dengan Depresi Pada Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara ... 77

4.5.1.1 Depresi ... 77

(12)

4.5.2 Pembahasan Hasil Analisis secara Inferensial Kecerdasan Spiritual

Dengan Depresi Pada Penyandang Cacat Pasca Kusta di Liposos

Donorojo Binaan Yastimakin Bangsri Jepara ... 81

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 87

BAB 5 PENUTUP ... 88

5.1 Simpulan... 88

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Gejala-gejala Depresi ... 13

3.2 Blue Print Skala Depresi ... 39

3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Spiritual ... 40

3.3 Hasil Perbaikan Uji Coba Kualitatif ... 42

3.4 Hasil Sebaran Aitem pada Skala Depresi... 43

3.5 Sebaran Baru Item Skala Depresi Penelitian ... 44

3.6 Hasil Sebaran Aitem pada Skala Kecerdasan Spiritual... 45

3.7 Sebaran Baru Item Skala Kecerdasan Spiritual ... 45

3.8 Penggolongan Kriteria Analisis berdasar Mean Hipotetik ... 48

4.1 Kriteria Depresi ... 53

4.2 Gambaran Umum Depresi... 54

4.3 Gambaran Labilitas Perasaan ... 55

4.4 Gambaran Kecemasan ... 57

4.5 Gambaran Perasaan Bersalah ... 58

4.6 Gambaran Keinginan Bunuh Diri ... 59

4.7 Ringkasan Deskriptif Depresi ... 61

4.8 Kriteria Kecerdasan Spiritual ... 63

4.9 Gambaran Kecerdasan Spiritual ... 63

(14)

4.11 Gambaran Kemampuan Memaknai Suatu Peristiwa/Masalah

Secara Positif/Hikmah ... 68

4.12 Gambaran Kemampuan Mencari Solusi Masalah/kesulitan ... 70

4.13 Gambaran Kemampuan Menghadapi Masalah/Kesulitan ... 72

4.14 Ringkasan Deskriptif Kecerdasan Spiritual ... 73

4.15 Hasil Uji Normalitas ... 74

4.16 Hasil Uji Linieritas ... 75

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berfikir Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dengan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skala Kecerdasan Spiritual ... 95

2. Skala Depresi ... 99

3. Tabulasi Try Out Kecerdasan Spiritual ... 105

4. Tabulasi Try Out Depresi ... 109

5. Tabulasi Penelitian ... 113

6. Tabulasi Penelitian Kecerdasan Spiritual ... 114

7. Tabulasi Penelitian Depresi ... 122

8. Validitas & Reliabilitas ... 131

(17)

1.1. Latar Belakang Masalah

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah dari segi medis, tapi juga meluas ke masalah sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dan juga ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, kesejahteraaan sosial ekonomi pada masyarakat (Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Eliminasi yang dimaksud World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan dimana prevalensi (jumlah penderita yang tercatat) kurang dari 1/10.000 penduduk (Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, 2006).

(18)

teridentifikasi sebagai kasus kusta tipe Multi Basiler (MB) yang merupakan tipe yang menular. Dari data kasus kusta baru tahun 2009 tersebut, 6.887 kasus diantaranya oleh diderita oleh kaum perempuan, sedangkan 2.076 kasus diderita oleh anak-anak.

Data Kementerian Kesehatan menyebutkan pada 2009 tercatat 17.260 kasus baru kusta di Indonesia (7,49/100.000 penduduk) dan jumlah kasus terdaftar sebanyak 21.026 orang dengan angka prevalensi: 0,91 per 10.000 penduduk. Sedangkan tahun 2010, jumlah kasus baru tercatat10.706 (Angka Penemuan kasus baru/CDR: 4.6/100.000) dan jumlah kasus terdaftar sebanyak 20.329 orang dengan prevalensi: 0.86 per 10.000 penduduk (http://Kemkes.bps.go.id/ diunduh pada 20 maret 2012 pukul 10.00 wib).

Di Sumatera Utara insiden (jumlah kasus baru) kusta 192 kasus pada Januari-Desember 2010, dan 12 % dari kasus tersebut adalah anak berumur kurang 15 tahun. Berdasarkan data, jumlah penderita kusta di Sumut, masing-masing terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 10 penderita, Sibolga 13 penderita, Padang Lawas 10 penderita, Medan 42 penderita, Deli Serdang 15 penderita, Simalungun 17 penderita, Asahan 12 penderita, Labuhan Batu 12 penderita dan Tapanuli Selatan 13 penderita.

WHO (1980) membatasi istilah dalam cacat kusta sebagai berikut:

impairment, disability, dan handicap. Sedangkan WHO Expert Comittee on

(19)

Bayangan cacat kusta menyebabkan penderita seringkali tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia menderita kusta. Akibatnya akan ada perubahan mendasar pada kepribadian dan tingkah lakunya. Akibatnya ia akan berusaha untuk menyembunyikan keadaannya sebagai penderita kusta. Hal ini tidak menunjang proses pengobatan dan kesembuhan, sebaliknya akan memperbesar resiko timbulnya cacat (Kuniarto 2006:34).

Masalah psikososial yang timbul pada penderita kusta lebih menonjol dibandingkan masalah medis itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya stigma yang banyak dipengaruhi oleh berbagai paham dan informasi yang keliru mengenai penyakit kusta. Sikap dan perilaku masyarakat yang negatif terhadap penderita kusta seringkali menyebabkan penderita kusta merasa tidak mendapat tempat di keluarganya dan lingkungan masyarakat (Kuniarto 2006:38).

(20)

Suatu pernyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa dan negara (http://kesehatan.kompas.com/).

Kusta dapat disembuhkan dengan obat yang disebut MTD (Multy Drug Terapy). Untuk tipe paucibacillary (PB) perlu waktu 6 bulan, sedangkan tipe multibacillary (MB) lebih lama yaitu sekitar 1 tahun. Penderita kusta yang diobati dini sebelum timbulnya cacat, akan sembuh sempurna (http://kusta.go.id/).

Penderita kusta yang sudah sembuh dari sakitnya belum tentu menutup kemungkinan sembuh seutuhnya dari sakitnya, berbagai faktor yang menyebabkan penyandang cacat pasca kusta mengalami suatu tekanan karena belum bisa menerima keadaan dirinya, itu yang menyebabkan penyandang cacat pasca kusta mengalami depresi karena tekanan yang dialami dan dikucilkan menjadikan sakit yang dialaminya tidak kunjung sembuh.

(21)

Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) adalah komplek hunian tempat tinggal sederhana yang didirikan oleh Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin (Yastimakin) Bangsri Jepara yang dalam penyediaan lalunya bekerjasama dengan Pemda Tingkat II. Liposos sengaja didirikan mengingat banyak penderita kusta kesulitan tinggal setelah mereka dinyatakan sembuh (karena penolakan masyarakat awam terhadap persoalan mereka), sedangkan kawasan di Rumah Sakit Kusta Donorojo sudah tidak memungkinkan untuk menampung mereka yang sudah sembuh dari sakit dan masih hidup. Secara keseluruhan penghuni pondok disamping mendapat sumbangan dari berbagai pihak dan dengan segala keterbatasan yang dimiliki mereka menjadikan kondisi penghidupan masih jauh dalam arti yang layak dan tekanan yang membuat mereka dapat timbul depresi.

Di daerah Donorojo kabupaten Jepara tepatnya di Liposos Donorojo ada lebih dari 700 orang penyandang cacat (pasca) kusta berasal dari berbagai daerah dan kebanyakan dari masyarakat kurang mampu. Setelah mereka dinyatakan sembuh dan terbebas dari penyakit tersebut, mereka ditampung ditempat penampungan di Liposos Donorojo dan diasingkan dari keluarga dan masyarakat karena keluarga dan masyarakat masih berfikir akan tertular meskipun penderita sudah dinyatakan sembuh.

(22)

menangani kurang lebih 150 orang penyandang cacat ( pasca ) kusta yang berada di Liposos Donorojo.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, saat ini penderita kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara yang masih sakit dan menjalani pengobatan ada 9 orang, yang sudah sembuh kurang lebih ada 150 orang dan diantaranya yang terlihat mengalami depresi. Setelah dilakukan observasi dan wawancara awal pada 10 orang penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara, depresinya semakin terlihat dengan ciri-ciri sebagai berikut konsentrasinya sering terganggu, kurang percaya diri menghadapi segala sesuatu yang bersifat sosial, sering merasa hidupnya tidak berarti dan rasa ingin bunuh diri.

Depresi merupakan suatu kesedihan dan perasaan duka yang berkepanjangan atau abnormal. Depresi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain yaitu faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Faktor genetika merupakan faktor yang penting dalam perkembangan timbulnya depresi (Kurnia, dkk 2011: 2). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ariani (2009) menemukan bahwa ada hubungan antara harga diri dengan depresi yaitu, semakin tinggi tingkat harga diri semakin tinggi tingkat depresi yang dialami oleh individu yang menderita diabetes melitus. Pernyataan tersebut cenderung bisa terjadi pada penderita hipertensi karena diabetes melitus dan hipertensi adalah penyakit kronis dan memerlukan proses pengobatan dalam jangka waktu yang lama.

(23)

pembentukan kualias hidup, sedangkan tujuan hidup merupakan akhlak, rujukan, dasar pijakan, dan sekaligus hasil yang ingin diraih (Tasmara 2001: 4). Individu pada saat mangalami stres akan mencari makna hidup melalui kecerdasan spiritualnya. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stres ini tidak hanya mengenai gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan (psikologik / psikiatrik) yaitu depresi (Hamid 1999: 103). Hal ini didukung oleh pernyataan (Aziz 2011: 202) bahwa penggunaan agama sebagai perilaku koping berkaitan dengan harga diri yang lebih tinggi dan depresi yang lebih rendah, terutama di kalangan orang-orang yang cacat fisik, agama juga dapat meramalkan siapa yang akan atau tidak akan mengalami depresi. Unsur penting yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.

(24)

lebih mungkin menderita depresi karena kurangnya pegangan hidup. Tanpa pegangan hidup yang berupa kaidah-kaidah keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak menentu, dan dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam menghadapi tantangan, sehingga dapat menimbulkan depresi. Sebab-sebab yang dikemukakan di atas saling berkaitan satu dengan lainnya. (Sivalintar,sivalintar.tripod.com/sebab_depresi.html).

Seseorang yang mempunyai pegangan hidup sesuai kaidah keagamaan pastilah mempunyai kecerdasan spiritual yang baik. Beberapa ahli psikologi mendefinisikan kebahagiaan sebagai hasil penilaian terhadap diri dan kehidupan yang didalamnya memuat aspek emosi positif seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap atau aktivitas positif yang tidak memenuhi aspek emosi apapun. Lain halnya dengan definisi kebahagiaan dalam perspektif agama Islam yang memandang arti kebahagiaan dengan sesuatu yang sifatnya spiritual seperti adanya perasaan tenang dan damai, ridlo dan puas terhadap ketentuan Allah apapun bentuknya, dan lain sebagainya (Aziz 2011: 11).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis bermaksud

mengadakan penelitian dengan mengambil judul “Hubungan antara

(25)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan depresi pada penyandang cacat (pasca) kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujun untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan depresi pada penyandang cacat (pasca) kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin bangsri Jepara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini mencakup dua hal,

yaitu :

1.4. 1 Manfaat Praktis 1. Bagi yayasan

(26)

2. Bagi penyandang cacat pasca kusta

Sebagai bahan pengetahuan agar lebih mengetahui seberapa pentingnya kecerdasan spiritual bagi penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara dalam mengurangi atau mencegah depresi.

1.4. 2 Manfaat Teoritis

(27)

2.1 Depresi

2.1.1 Pengertian Depresi

Kaplan dkk, (1997: 778) menyebutkan bahwa depresi adalah “salah satu bagian dari gangguan mood dan perasaan dengan mengalami rasa sedih, kehilangan energi, tidak berharga, kecemasan, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, dan menarik diri”. Menurut PPDGJ – III (Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa - III) (2003: 64), menyebutkan depresi adalah:

“gangguan suasana yang mempunyai gejala utama afek yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Ditambah dengan gejala lainnya, yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimis, gagasan perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang”.

(28)

serta selalu memikirkan tentang kekurangannya dan selalu merasa tidak percaya diri (Atkinson dkk, 1999: 259).

Depresi sering kali diabaikan oleh banyak orang, jika melihat dan memahami tentang depresi maka sebenarnya masalah depresi perlu mendapatkan perhatian khusus, karena jika depresi tidak mendapatkan perhatian bisa mengarah ke kondisi yang lebih parah dan bisa meningkat menjadi penyakit jiwa yang sangat membahayakan. Berdasarkan DSM IV (1994: 155) depresi dapat mempengaruhi berbagai macam fungsi yang ada dalam diri individu, dimana fungsi-fungsi yang ada dalam diri individu akan bekerja lebih giat atau lebih lemah. Semua penderita depresi akan memperlihatkan beberapa atau semua simtom dengan keparahan yang berbeda, dan lagi pula beberapa penderita depresi menunjukkan simpom psikotis yang jelas dalam delusi dan halusinasi. Kadang-kadang simtom-simtom digambarkan sebagai delusi terpadu dalam arti dapat dipahami sesuai dengan suasana hati.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan perasaan (mood), berupa keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat), kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya nafsu makan. 2.1.2 Gejala-gejala Depresi

(29)

bersalah kelelahan, sukar konsentrasi, hingga keinginan mau bunuh diri. Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (1993: 64) di Indonesia, gejala yang lazim pada depresi meliputi :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang b. Harga diri dan kepercayaan diri kurang

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode ringan sekalipun)

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri f. Gangguan tidur

g. Gangguan nafsu makan

Gejala-gejala lain pada penyakit depresi menurut Davidson (1990: 5) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Gejala-Gejala Depresi

Suasana Hati Kesedihan, kecemasan, mudah marah

Berpikir Kehilangan, konsentrasi lambat dan kacau dalam berpikir, penyalahan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah

Motivasi Kurang minat bekerja dan hobi, menghindari kegiatan kerja sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi Perilaku Lamban, mondar-mandir, mudah menangis, mengeluh Simtom-simtom

Biologis

(30)

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala depresi meliputi konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, kehilangan minat dan kegembiraan, merasa bersalah, keinginan untuk bunuh diri, adanya gangguan pola tidur, gangguan sexsualitas dan adanya gangguan nafsu makan.

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Depresi

Kaplan dkk, (1997: 780-789), mengatakan depresi yang terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor Biologis

Penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolisme biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebromunal. Keadaan tersebut mendukung bahwa gangguan depresi berhubungan dengan disregulasiamin yang heterogen.

b. Faktor Genetik

(31)

c. Faktor Psikososial

1) Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan

Stres dalam kehidupan dapat menimbulkan episode depresi pertama kali dan mempengaruhi neurotrarumiter dan sistem intra neuron untuk jangka lama dan menetap. Dengan dampak stres dalam kehidupan memegang peran penting dalam hubungannya dengan onset depresi.

2) Faktor Kepribadian Pramorbid

Semua orang dengan berbagai pola kepribadian yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita depresi adalah kepribadian dependen, histerionok dan obsesif-kompulsif.

3) Faktor Psikoanalisis dan Psikodinamika

Freud mengatakan bahwa pasien depresi meluapkan kemarahan langsung ditujukkan kedalam diri sendiri sebagai identifikasi dengan obyek. Kaplan dkk, (1997: 780-789) menganggap depresi adalah emosi yang timbul dari tekanan kedalam ego antara aspirasi dan realita. Pada saat menyadari segala sesutau tidak sesuai yang diharapkan maka akan merasa tidak berdaya dan tidak berguna. Menurut Mardya (2009: 2) Setidaknya ada lima faktor yang dapat diketahui sebagai faktor penyebab depresi, yaitu:

1) Faktor Psikologis

(32)

individu mengadakan introyeksi yang ambivalen dari obyek cinta tersebut atau rasa marah diarahkan pada diri sendiri. Sementara Beck (1974) dengan model cognitive-behavioral nya menyatakan bahwa depresi terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interpretasi yang negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan yang negatif terhadap diri sendiri dan masa depan. Ketiga pandangan ini menyebabkan timbulnya depresi, rasa tidak berdaya dan putus asa. Penyebab depresi pada seseorang, biasanya karena triad cognitive yaitu: perasaan tidak berharga (worthlessness), tidak ada yang menolong dirinya sendiri (helplessness), dan tidak ada harapan (hopelessness). Sedangkan menurut teori belajar

“merasa tidak berdaya” (learned helplessness model) dari Seligman (1975)

depresi terjadi bila seorang individu mengalami suatu peristiwa yang tidak dapat dikendalikannya, kemudian merasa tidak mampu pula menguasai masa depan.

2) Faktor Biologis

(33)

3) Faktor neuro-imunologis

Pada orang dewasa sering ditemukan gangguan dalam bidang imunologis sehingga lebih mudah terjadi infeksi pada susunan syaraf pusat. Kemungkinan lain adalah bahwa zat-zat imunologis tersebut terlalu aktif sehingga menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat.

4) Faktor Genetik

Depresi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Resiko untuk terjadinya depresi meningkat antara 20 – 40 % untuk keluarga keturunan pertama. Dapat dikatakan bahwa anak-anak dari orangtua yang depresi psikotik dan depresi non-psikotik terdapat insiden yang tinggi dari gejala depresi ini. Memiliki satu orangtua yang mengalami depresi, meningkatkan resiko dua kali pada keturunannya. Resiko itu meningkat menjadi empat kali bila kedua orangtuanya sama-sama mengalami depresi.

5) Faktor Psikososial

Seseorang dalam lingkungan keluarga yang broken home, jumlah saudara banyak, status ekonomi orangtua rendah, pemisahan orangtua dengan karena meningggal atau perceraian serta buruknya fungsi keluarga, merupakan faktor psikososial yang dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi.

(34)

2.1.4 Jenis-jenis Depresi

Jenis-jenis depresi berdasarkan DSM IV (1994: 153) dibagi menjadi tiga, yaitu depresi ringan, depresi sedang, depresi berat. Adapun gejala utama atau yang paling khas atau sering disebut dengan depresi mayor adalah sebagai berikut: gangguan perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, serta mudah lelah dalam melakukan kegiatan. Adapun jenis-jenis depresi adalah sebagai berikut :

a. Depresi Ringan

Pada depresi ringan ini harus ada sekurang-kurangnya dua dari gejala depresi yang khas, selain itu juga ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala depresi yang lainnya dan tidak boleh ada gejala yang berat dalam depresi, biasanya lamanya berlangsung adalah kurang lebih sekitar dua minggu.

Pada umumnya orang yang mengalami depresi ringan akan mengalami keadaan resah, serta sukar untuk melakukan pekerjaan dan kegiatan sosial, namun pada depresi ringan ini seseorang atau individu masih mampu untuk melakukan kegiatan.

b. Depresi Sedang

(35)

penderita depresi sedang biasanya individu sulit untuk melakukan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Depresi Berat

Pada depresi berat ini biasanya individu mengalami ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tidak berguna sangat nyata terlihat, dan bunuh diri merupakan hal yang sangat nyata dialami oleh penderita depresi berat ini.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari uraian-uraian diatas adalah pada tingkatan depresi harus ada gejala yang khas yaitu gangguan perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, serta mudah menjadi lelah dalam melakukan kegiatan. Kemudian pada depresi ringan ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lainnya, depresi sedang sekurang-kurangna tiga dan pada depresi berat adanya keinginan untuk bunuh diri.

2.2

Kecerdasan Spiritual

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual

Menurut Zohar dan Marshall (dalam Agustian 2001:57), kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

(36)

pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar. Kecerdasan yang digunakan tidak hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.

Menurut Sinetar (dalam Nggermanto 2001:117), Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, thesisness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian.

Menurut Zuhri (dalam Zohar&Marshall 2000:xxvii) mendefinisikan

“kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan manusia yang digunakan untuk

berhubungan dengan Tuhan. Potensi kecerdasan spiritual setiap orang sangat besar dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya”.

Zuhri (dalam Nggermanto 2001:136) mengatakan bahwa kenikmatan-kenikmatan duniawi, seperti makanan, mendukung dimensi fisik manusia berkembang. Makanan bergizi, suplai oksigen yang memadai membuat otak fisik manusia, terutama IQ bekerja optimal. Sedangkan kesulitan adalah yang menumbuhkembangkan dimensi spiritual manusia. Dengan kesulitan kecerdasan spiritual lebih tajam dan matang.

(37)

Menurut Khavari (dalam Nggermanto 2000:117), kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita, roh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kebahagiaan lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan dapat juga diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak

terbatas”. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk

memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

Menurut Efendi (2005:207), kecerdasan spiritual adalah jenis kecerdasan untuk bermain dengan batasan, memainkan “permainan tak terbatas”. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang memberi kita kemampuan membedakan, rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta. Kecerdasan spiritual adalah juga kecerdasan yang memberi kita kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya; kemampuan yang digunakan untuk bergulat dengan ikhwal baik dan jahat, untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud-untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan.

(38)

2.2.2 Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual

Menurut Zohar dan Marshall (2000:14), tanda- tanda dari kecerdasan spiritual yang telah berkembang dengan baik adalah sebagai berikut.

a. Kemampuan bersikap fleksibel

Kemampuan seseorang untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan yang dapat dipertanggung-jawabkan di saat mengalami dilematis.

b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi

Kemampuan seseorang yang mencakup usaha untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya, yang mendorong seseorang untuk merenungkan apa yang dipercayai dan apa yang dianggap bernilai, berusaha untuk memperhatikan segala macam kejadian dan peristiwa dengan berpegang pada agama yang diyakininya.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

Kemampuan seseorang dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

(39)

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai

Kualitas hidup seseorang yang didasarkan pada tujuan hidup yang pasti dan berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk mencapai tujuan tersebut.

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

Seseorang yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi mengetahui bahwa ketika individu merugikan orang lain, maka berarti individu tersebut merugikan dirinya sendiri sehingga enggan untuk melakukan kerugian yang tidak perlu.

g. Berpikir secara holistik

Kemampuan seseorang untuk melihat dan memahami hikmah dari keterkaitan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada individu.

h. Kecenderungan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar

Kemampuan seseorang untuk menanyakan pada diri sendiri mengenai peristiwa-peristiwa dasar dalam kelanjutan kehidupan manusia.

i. Menjadi pribadi mandiri

Kemampuan seseorang yang memilki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan tidak tergantung dengan orang lain.

(40)

petunjuk penggunaannya. Atau dengan kata lain, ia mampu memberi inspirasi kepada orang lain.

Menurut Zohar (dalam Efendi 2005:237), ada pula tujuh langkah praktis mendapatkan kecerdasan spiritual yang lebih baik antara lain:

1. Menyadari dimana saya sekarang

2. Merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apakah motivasi saya yang paling dalam

3. Menetapkan hati saya pada sebuah jalan

4. Merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah 5. Menemukan dan mengatasi rintangan

6. Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju 7. Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan

Mahayana dalam Nggermanto (2000:123-136) menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai kecerdasan spiritual antara lain :

1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar ia sebagai pedoman prilaku yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif. Prinsip manusia secara jelas tidak akan berubah, yang berubah adalah cara kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.

2. Kesatuan dan keragaman

(41)

Buzan (2003) mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencangkup usaha menjangkau sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan

masyarakat”.

3. Memaknai

Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Sesorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik karunia tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari_Nya. Ia juga merupakan manisfestasi kasih sayang dari_Nya. Ujiannya hanyalah pendewasaan spiritual manusia.

4. Kesulitan dan penderitaan

(42)

Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa aspek-aspek kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh beberapa tokoh diatas yaitu memiliki prinsip dan visi yang kuat, memaknai suatu peristiwa, kemampuan mencari solusi dari setiap kejadian atau peristiwa dan kemampuan menghadapi kesulitan dan penderitaan.

2.3 Penyakit Kusta

2.3.1 Pengertian Penyakit Kusta

Penyakit Kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae yang menyerang kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar orang yang terinfeksi, penyakit yang bersifat asimtomatrik, sebagian kecil yang terlambat di diagnosa dan terlambat diobati, memperlihatkan gejala klinis dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat. Gejala awal biasanya penderita tidak merasa terganggu hanya terdapat kelainan kulit berupa bercak putih seperti panu ataupun bercak kemerahan, kelainan kulit ini kurang rasa atau hilang rasa (Pediatri, 2009).

Menurut (Sjamsoe 2003: 2)kusta dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : a. Kusta pausibasilar (PB) atau kusta tipe kering, Pada kusta pausibasilar (PB),

tanda-tandanya meliputi bercak putih seperti panu yang mati rasa, permukaan bercak kering, kasar, dan tidak berkeringat, sera batas (pinggir) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil. Kusta tipe kering tersebut kurang/tidak menular, tetapi apabila tidak segera diobati akan menyebabkan cacat.

(43)

tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, pada permukaan bercak sering terdapat rasa bila disentuh dengan kapas, pada permulaan tanda dari tipe kusta basah sering terdapat pada cuping telinga dan muka. Kusta tipe basah dapat menular melalui kontak secara langsung dan lama.

Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan berbagai masalah yang kompleks dan luas, dimana masalah yang ditimbulkan bukan hanya dilihat dari segi medis, tetapi bisa meluas sampai kepada masalah ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketahanan sosial serta masalah psikologis. Penyakit kusta juga menimbulkan dampak atau masalah baik pada penderita sendiri, keluarga dan masyarakat serta pada Negara (Depkes RI, 2000).

(44)

Menurut Zulkifli (2003:5), seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara lain sebagai berikut :

a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.

b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya menderita penyakit kusta.

c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk keluarganya.

d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh terhadap penyakitnya.

Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain:

1. Masalah terhadap diri penderita kusta

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb). 2. Masalah Terhadap Keluarga.

(45)

diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut ketularan.

3. Masalah Terhadap Masyarakat.

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-tengah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya diasingkan.

2.4 Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dengan Depresi Pada Penyandang Cacat Pasca Kusta

(46)

Masalah psikososial yang timbul pada penyandang cacat pasca kusta lebih menonjol dibandingkan masalah medis itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya stigma yang banyak dipengaruhi oleh berbagai paham dan informasi yang keliru mengenai penyakit kusta. Sikap dan perilaku masyarakat yang negatif terhadap penyandang cacat pasca kusta seringkali menyebabkan penyandang cacat pasca kusta merasa tidak mendapat tempat di keluarganya dan lingkungan masyarakat. Akibatnya penyandang cacat pasca kusta cenderung hidup menyendiri dan mengurangi kegiatan sosial dengan lingkungan sekitar, tergantung kepada orang lain, merasa tertekan dan malu untuk berobat. Hal-hal tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kualitas hidup mereka dan cenderung mengalami depresi (Kuniarto, 2006:56).

Rahayu (2012:137) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penderita kusta di Kabupaten Pekalongan mengalami depresi, diperoleh hasil bahwa faktor psikososial paling mempengaruhi penderita kusta mengalami depresi dibanding faktor lain.

Menurut Sivalintar (2004:24) seseorang yang kecerdasan spiritualnya rendah, cenderung lebih mungkin menderita depresi karena kurangnya pegangan hidup dan tidak mempunyai kemampuan untuk manghadapi masalahnya. Tanpa pegangan hidup yang berupa kaidah-kaidah keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak menentu, dan dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam menghadapi tantangan, sehingga dapat menimbulkan depresi.

(47)

lansia, lansia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres dari pada yang kurang atau non religius, sehingga gangguan mental emosional jauh lebih kecil. Komitmen agama yang taat (terutama keberagaman intrinsik) berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih rendah.

Agustian (2001:58) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan suatu kemampuan yang menguntungkan bagi individu untuk dapat mengatasi tekanan-tekanan dalam hidupnya. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, mereka akan lebih bisa menempatkan dirinya pada kondisi yang lebih baik sesuai keyakinannya pada Tuhan Yang Maha Esa, begitupun sebaliknya ketika kecerdasan spiritual yang dimiliki seseorang rendah, mereka akan cenderung memikirkan hidupnya tidak berarti lagi karena keyakinan akan kebesaran Tuhan sudah tidak ada, hal ini yang menyebabkan seseorang cenderung mengalami depresi.

Aziz dan Mangestuti (2006: 1) meneliti pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EI), dan kecerdasan spiritual (SI) terhadap agresivitas pada mahasiswa UIN Malang diperoleh hasil korelasi sebesar = -,548 dengan p=.000. Hasil ini menarik untuk dikaji lebih jauh karena diantara ketiga jenis kecerdasan yang paling besar pengaruhnya terhadap agresivitas adalah kecerdasan spiritual.

(48)

yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi maka akan semakin terhindar dari depresi, begitu pula sebaliknya apabila seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang rendah maka akan semakin terlihat jelas seseorang tersebut mengalami depresi.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Depresi Penyandang Cacat Pasca Kusta.

Harapan penyandang cacat pasca kusta :

1. Dapat bersosialisasi dengan

Depresi rendah Depresi tinggi

1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

Bayangan cacat kusta menyebabkan penderita pasca kusta tidak dapat menerima kenyataan bahwa mereka pernah menderita kusta

Masalah yang timbul :

(49)

2.7 Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam

penelitian ini yaitu “Ada hubungan negatif antara kecerdasan spiritual dengan

depresi pada penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan

Yastimakin Bangsri Jepara”. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka semakin

rendah depresinya, begitu pula sebaliknya semakin rendah kecerdasan spiritualnya

maka semakin tinggi depresi pada penyandang cacat pasca kusta di Liposos

(50)

Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data secara objektif dan dilakukan

dengan prosedur yang jelas berdasarkan bukti-bukti empiris. Untuk mendapatkan

hasil yang optimal metode yang digunakan dalam penelitian harus tepat serta

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian yang bertujuan

mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan depresi menggunakan

metode sebagai berikut :

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunkan pendekatan kuantitatif korelasional karena

dalam pelaksanaannya mencari data sebanyak-banyaknya dan kemudian berusaha

untuk mendeskripsikan sejelas-jelasnya. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka)

yang diolah dengan metode statistika (Azwar 2012: 5).

Beberapa hal tersebut di atas peneliti memutuskan menggunakan

penelitian kuantitatif korelasional karena dengan adanya situasi tersebut penelitian

dengan metode ini akan lebih tepat digunakan.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah simbol yang nilainya dapat bervariasi, yang itu angkanya

(51)

objek yang lain (Azwar 2012: 28) .Variabel dalam penelitian ini terdiri dari

variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah variabel penelitian yang diukur untuk

mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Arikunto 2006:

119). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah depresi.

b. Variabel Independen

Variabel Independen adalah variabel yang variasinya mempengaruhi

variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel independen adalah

variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui

(Arikunto, 2006: 119). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

kecerdasan spiritual.

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik karakteristik variabel tersebut yang

dipahami (Azwar 2012: 74). Definisi operasional juga merupakan penjelasan

atau konsep atau variabel penelitian yang ada dalam judul penelitian. Konsep atau

variabel penelitian merupakan dasar pemikiran peneliti yang akan

dikomunikasikan kepada para pembaca atau orang lain. Berikut ini adalah

(52)

a. Depresi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan labilitas perasaan,

kecemasan, perasaan bersalah dan keinginan bunuh diri. Depresi dalam penelitian ini diukur melalui skala psikologi yang diadaptasi dari skala Beck Depressions Inventory (BDI).

b. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk dapat memiliki prinsip dan tujuan hidup yang kuat, memaknai, mencari solusi masalah dan menghadapi masalah atau kesulitan sesuai dengan keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa.

3.2.3Hubungan Antar Variabel Penelitian

Hubungan antar variabel adalah hal yang paling penting untuk dilihat dalam

suatu penelitian. Didalam hubungan variabel ini kita akan melihat satu variabel

dalam mempengaruhi variabel lain. Variabel penelitian ini adalah depresi sebagai

variabel tergantung sedangkan kecerdasan spiritual sebagai variabel bebas.

Kerangka hubungan antar variabel dapat dilihat sebagai berikut :

Hubungan Antar Variabel Penelitian

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2006: 130).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyandang cacat pasca

kusta yang memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

(53)

a. Penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin

Bangsri Jepara

b. Sudah benar-benar sembuh dari sakit kusta

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Probability Sampling berupa Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu. Cara demikian dilakukan karena anggota populasi dianggap

homogen (Sugiyono 2009: 82). Karena analisis penelitian didasarkan pada data

sampel sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi maka

sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya

(Azwar 2012: 79-80).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyandang cacat

pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri sejumlah 150 orang.

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang. Pengambilan sampel

dengan cara melakukan undian. Undian dilakukan pada subjek penelitian

sebanyak 150 orang dan sampelnya dipilih sebanyak 100 orang. Seluruh subjek

diberi nomor , yaitu dari 1 sampai dengan 150, sampel random dilakukan dengan

cara undian. Subjek disuruh mengambil undian tersebut sesuai yang disediakan

sebanyak 100 gulungan kertas, sehingga nomor nomor yang tertera pada gulungan

(54)

3.4 Metode Pengumpul Data

3.4.1 Penyusunan Instrumen Penelitian

Metode pengumpulan data merupakan suatu yang sangat penting yang

digunakan untuk mengungkap fakta yang berhubungan dengan variabel yang akan

diteliti (Azwar 2012: 91). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi. Skala merupakan alat

pengukur psikologi yang biasa digunakan untuk mengukur aspek yang antara lain

memiliki ciri stimulusnya bersifat ambigu serta tidak terdapat jawaban benar dan

salah (Azwar 2012: 99).

Skala yang digunakan menggunakan model skala likert. Penskalaan model

likert ini merupakan penskalaan pernyataan yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala tiap pernyataan tidak akan

ditentukan oleh derajat favorabelnya masing-masing, akan tetapi ditentukan oleh

distribusi respon, setuju atau tidak setuju dari kelompok responden (Azwar 2012:

97).

3.4.1.1 Skala Depresi

Skala psikologi ini disusun untuk mengungkap seberapa besar kecerdasan

spiritual dan depresi. Indikator-indikator yang diungkap dalam skala depresi pada

penyandang cacat pasca kusta ini adalah 1) Labilitas perasaan; 2) Kecemasan; 3)

Perasaan bersalah; 4) Keinginan bunuh diri. Skala yang digunakan dalam

penelitian ini adalah skala depresi penyandang cacat pasca kusta yang diadaptasi

(55)

jawaban dengan nilai yang bergerak dari satu sampai empat. Favorable artinya untuk jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban TS diberi skor

2, dan jawaban STS diberi skor 1. Pernyataan unfavorable jawaban STS diberi skor 4, jawaban TS diberi skor 3, jawaban S diberi skor 2 dan jawaban SS diberi

skor 1.

Tabel 3.1

Blue Print Skala Depresi

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Labilitas perasaan 1,9,17,25,27,29,31 2,10,18,26,28,30,32 14

2. Kecemasan 3,11,19 4,12,20 6

Skala psikologi ini disusun untuk mengungkap seberapa besar kecerdasan

spiritual dan depresi. Indikator-indikator yang diungkap dalam skala kecerdasan

spiritual ini adalah 1) Kemampuan memiliki prinsip dan tujuan hidup yang kuat dan sejalan dengan kehendak Tuhan; 2) Kemampuan memaknai suatu peristiwa atau kejadian secara positif/hikmah; 3) Kemampuan mencari solusi masalah/kesulitan; 4) Kemampuan menghadapi masalah/Kesulitan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan spiritual yang disusun dari

dua pernyataan yaitu favorable dan unfavorable. Setiap pernyataan mempunyai empat alternatif jawaban dengan nilai yang bergerak dari satu sampai empat.

(56)

jawaban S diberi skor 3 dan jawaban SS diberi skor 4. Pernyataan unfavorable

jawaban STS diberi skor 4, jawaban TS diberi skor 3, jawaban S diberi skor 2 dan

jawaban SS diberi skor 1.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Kecerdasan Spiritual

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Memiliki prinsip dan tujuan hidup yang kuat dan sejalan dengan kehendak Tuhan

1,9,17,25,33 2,10,18,26,34 10

2. Kemampuan memaknai suatu peristiwa atau kejadian secara positif/hikmah

3,11,19,27,35 4,12,20,28,36 10

3. Kemampuan mencari solusi

masalah/kesulitan

5,13,21,29,37 6,14,22,30,38 10

4. Kemampuan menghadapi masalah/Kesulitan

7,15,23,31,39 8,16,24,32,40 10

Jumlah 20 20 40

3.5 Validitas Dan Reliabilitas

3.5.1 Validasi Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan skala psikologi untuk mengukur kecerdasan

spiritual dan depresi pada penyandang cacat pasca kusta. Penelitian ini menggunakan skala dengan jumlah total 72 item. Akan tetapi, dalam

pelaksanaannya, skala ini telah mengalami banyak pengembangan. Dengan

(57)

melihat apakah terdapat kesulitan dalam penggunaan kata-kata, bahasa atau

pilihan jawaban yang kurang tepat yang digunakan dalam skala.

Berdasarkan uji coba kualitatif yang dilakukan peneliti, peneliti

menemukan beberapa kata dan kalimat yang sulit dipahami oleh subjek, seperti :

(58)

Tabel 3.3

Perbaikan Item Uji Coba Kualitatif

No Item Lama Item Baru

1

Menyadari bahwa asap rokok yang saya hirup dapat merusak kesehatan orang lain disekitar.

Menyadari bahwa penyakit yang saya alami menjadikan saya pribadi yang kuat dalam menjalani hidup.

2

Saya memiliki prinsip hidup yang tidak mudah digoyangkan orang lain.

Saya lebih memilih untik bekerja dalam kondisi apapun daripada diminta berdiam diri dirumah.

3

Mampu menyadari jika tubuh saya menunjukkan tanda-tanda butuh istirahat.

Penderitaan yang saya alami menjadikan saya kuat dalam menjalani hidup.

Pernyataan lain yang sulit dipahami oleh subjek adalah “ Saya suka

mempercepat laju kendaraan walaupun kondisi jalan raya sangat padat”.

Pernyataan ini hampir semua subjek tidak menyetujui karena mereka melihat

kondisi fisiknya tidak memungkinkan melakukan itu, sehingga peneliti memilih

untuk membuang pernyataan tersebut. Sedangkan untuk skala depresi peneliti

memilih untuk membuang pernyataan yang bersifat opini.

Skala kemudian direvisi kembali dengan tetap mempertahankan format 72

item dengan perubahan pada item-item yang dianggap menyulitkan subjek.

Kemudian skala disusun dalam bentuk booklet dan diujicobakan kepada 40 orang subjek. Pelaksanaan uji coba skala dimaksudkan untuk mengujicobakan skala

kecerdasan spiritual dan skala depresi pada penyandang cacat pasca kusta

disebarkan langsung kepada subjek penelitian yang sebenarnya. Dalam penelitian

ini dilakukan uji coba murni yaitu mengujicobakan alat ukur terlebih dahulu

kepada subjek uji coba yang mempunyai karakteristik sama dengan subjek

(59)

Analisis validitas data uji coba kecerdasan spiritual dan skala depresi menggunakan teknik uji coba Product Moment dari Pearson, sedangkan analisis reliabilitasnya menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan bantuan software komputer yaitu SPSS Versi 17.0 For Windows.

Hasil try out yang menggunakan software komputer yaitu SPSS Versi 17.0 For Windows adalah sebagai berikut:

3.1 Skala Depresi

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan, dari 32 item terdapat 8 item

yang tidak valid, yaitu 1, 2, 6, 11, 13, 22, 25, 31 dan sisanya 24 item

dinyatakan valid. Hasil try out dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Item yang dinyatakan valid kemudian disusun kembali dan digunakan

sebagai alat pengambilan data pada penelitian yang sebenarnya, sedangkan

item yang dinyatakan tidak valid tersebut dibuang, sehingga pada skala

depresi yang baru terdapat 24 item pernyataan. Item item yang gugur dan yang

memenuhi syarat selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Sebaran Item Uji Coba Skala Depresi

Setelah Uji Coba

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

(60)

Penyebaran butir-butir item penelitian variable depresi dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 3.5

Sebaran Baru Item Skala Depresi Penelitian

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Labilitas perasaan 1,9,16,21 2,10,17,22,23,24 10

2. Kecemasan 3,11 4,12,18 5

3. Perasaan bersalah 5,13 6 3

4. Keinginan bunuh diri

7,14,19 8,15,20 6

Jumlah 11 13 24

3.2Skala Kecerdasan Spiritual

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan, dari 40 item terdapat 15 item yang tidak valid, yaitu 2, 4, 6, 9, 11, 16, 18, 20, 24, 27, 29, 32, 33, 34, 37 dan sisanya 25 item dinyatakan valid. Hasil try out dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

(61)

Tabel 3.6

Sebaran Item Uji Coba Skala Kecerdasan Spiritual Setelah Uji Coba

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Memiliki prinsip dan tujuan hidup yang kuat dan sejalan dengan kehendak Tuhan

1,9*,17,25,33* 2*,10,18*,26,34* 10

2. Kemampuan memaknai suatu peristiwa atau kejadian secara positif/hikmah

3,11*,19,27*,35 4*,12,20*,28,36 10

3. Kemampuan mencari solusi

masalah/kesulitan

5,13,21,29*,37* 6*,14,22,30,38 10

4. Kemampuan menghadapi masalah/Kesulitan

7,15,23,31,39 8,16*,24*,32*,40 10

Jumlah 20 20 40

Tanda (*) : nomor item yang tidak valid

Tabel 3.7

Sebaran Baru Item Skala Kecerdasan SpiritualPenelitian

NO. Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

(62)

3.5.2 Validitas

“Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (test) dalam melakukan

fungsi ukurnya” (Azwar 2011: 5). Jadi jika alat ukur tersebut dapat menjalankan

fungsinya dengan baik yaitu alat ukur tersebut dapat mencapai tujuan pengukuran

yang dikehendaki dengan tepat, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan memiliki

validitas yang tinggi.

Validitas skala kecerdasan spiritual dan skala depresi dalam penelitian ini

akan diukur menggunakan pendekatan validitas konstrak karena mengukur sejauh

mana kecerdasan spiritual dan skala depresi penyandang cacat pasca kusta

mengungkap konsep teoritik yang ingin diukur. Allen & Yen (dalam Azwar 2011:

48) mengatakan bahwa validitas konstrak adalah tipe validitas yang menunjukkan

sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau kontrak teoritik yang hendak

diukurnya.

Validitas konstrak tersebut akan dianalisis secara statistika. Adapun cara

pengukuran validitas tersebut adalah dengan menggunakan rumus korelasi

product moment, karena item yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan korelasi antara skor item dan skor total item.

3.5.3 Reliabilitas

Azwar (2011: 4) mengatakan bahwa ide pokok yang terkandung dalam

konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Reliabilitas memiliki banyak nama, seperti keterpercayaan, keterandalan,

(63)

Reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena alat

tersebut sudah baik (Arikunto 2006: 178).

Reliabilitas skala kecerdasan spiritual dan skala depresi penyandang cacat

pasca kusta dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas internal karena hanya

melakukan perhitungan berdasarkan data dari instrumen saja. Menurut Azwar

(2011: 42) pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan untuk melihat

konsistensi antaritem atau antarbagian dalam tes itu sendiri. Uji reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan koefisien alpha cronbach.

Berdasarkan hasil pengujian melalui software komputer yaitu SPSS Versi 17.0 For Windows diperoleh hasil untuk reliabilitas skala depresi penyandang cacat pasca kusta diperoleh koefisien alpha cronbach reliabilitas sebesar 0,860, sedangkan skala kecerdasan spiritual diperoleh koefisien alpha cronbach

reliabilitas sebesar 0,820. Untuk kedua reliabilitas ini termasuk tinggi dan layak untuk digunakan dalam penelitian.

3.6 Pelaksanaan Uji Coba

Pelaksanaan uji coba dilakukan tanggal 27 Desember 2013 diberikan pada

subjek sebanyak 40 orang dengan mengambil penyandang cacat pasca kusta di Liposos Donorojo binaan Yastimakin Bangsri Jepara ini menggunakan skala dengan jumlah total 72 item. Skala tersebut diisi dan dikembalikan dua hari setelah skala disebar, kemudian diolah untuk mengetahui item yang valid. Skala

awal diujicobakan pada kelompok subjek yang kemudian peneliti mencoba

(64)

pilihan jawaban yang kurang tepat yang digunakan dalam skala. Setelah item

diperbaiki kemudian dapat digunakan sebagai instrument untuk mengumpulkan

data penelitian.

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu cara menguraikan data menurut unsur-unsur yang adal di dalamnya, sehingga mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang terkumpul perlu diolah untuk mengetahui kebenarannya, sehingga diperoleh hasil penelitian yang meyakinkan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan product moment dari Pearson menggunakan software komputer yaitu SPSS Versi 17.0 For Windows.

Data dari skala kecerdasan spiritual dan skala depresi penyandang cacat

pasca kusta kemudian dibandingkan dengan cara pemberian kriteria yang sesuai

dalam Azwar (2012: 126-127), sehingga diperoleh sebagai berikut:

Tabel 3.8

Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan

Mean Hipotetik

Interval skor Kriteria

(µ + 1 σ) ≤ X Tinggi

(µ - 1 σ) ≤ X < (µ + 1 σ) Sedang

X < (µ - 1 σ) Rendah

Keterangan:

µ : mean teoritis

Gambar

Tabel        Halaman
Tabel 2.1 Gejala-Gejala Depresi
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan
Tabel 3.1 Blue Print Skala Depresi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dibuatnya website ini diharapkan dapat menyajikan informasi yang dapat diakses dari berbagai tempat, dengan desain yang sederhana namun menarik sehingga user tidak bosan

Mahasiwa belajar mengenai pengeertian pengetahuan, ilmu, filsafat dan etika dalam penelitian, merumuskan masalah, membuat hipotesis, membuat rancangan penelitian sesuai dengan

Berdasarkan Hasil Pelelangan Kegiatan Belanja Bahan Makanan dan Minuman Pasien Program Pengadaan Peningkatan Sarana Dan Prasarana RS/RSJ/RS Paru-Paru/RS Mata RSUD

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN KEHUTANAN DALAM MENANGANI KASUS PENCURIAN KAYU ( ILLEGAL

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dimensi pewacanaan terhadap pemberitaan seputar kasus teroris pada portal berita online tribunnews.com dan detik.com yang

Sehubungan dengan maksud ini dan untuk memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu ditetapkan tarif atas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA..

Dalam pengembangannya, BMT MUDA menggunakan produk pembiayaan dengan akad yang diberikan terhadap para pedagang yang membutuhkan tambahan modal, yang dalam hal