ANALYSIS OF AUDIT PRODUKTIVITY TO TAX COMPLIANCE (STUDY IN SMALL TAXPAYERS OFFICE BANDUNG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Disusun oleh:
ASEP DUDI MAULANA
21107007
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
vi
mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain yang di ukur secara kualitas dan kuantitas yang dicapai dalam melaksanakan pemeriksaan. Sedangkan kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel tingkat produktivitas pemeriksaan dan variabel kepatuhan wajib pajak, sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara tingkat produktivitas pemeriksaan dan kepatuhan wajib pajak. Untuk mengetahui pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib pajak digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Person Product Moment, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan menggunakan software SPSS 14.0 for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas pemeriksaan berpengaruh tidak signifikan dalam kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. Terdapat hubungan antara tingkat produktivitas pemeriksaan dengan kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung yaitu sebesar 56,7%.
v
the examination. While tax compliance is the act of the taxpayer in compliance with taxation obligations in accordance with the provisions of legislation and regulatory implementation of tax regulations in a State. The purpose of this study to determine the effect of the productivity rate of taxpayer compliance inspection at the Tax Office in Region Small Bandung.
The method used in this research is descriptive method and verifikatif. Descriptive methods are used to know the description of variables and variable rate of productivity of audit taxpayer compliance, while verifikatif to determine the relationship between productivity rate and taxpayer compliance audit. To determine the effect of the productivity rate of taxpayer compliance audit used statistical tests. The test statistic used is the calculation of Person Product Moment correlation, coefficient of determination, hypothesis test using the software SPSS 14.0 for windows.
The results of this study indicate that the productivity level audit have a not significant effect on taxpayer compliance in the Tax Office Primary Territory Bandung. There is a relationship between the rate of productivity with taxpayer compliance audit at the Tax Office Primary Territory Bandung that is equal to 56.7%.
vii
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini,
penulis melaksanakan survei pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.
Skripsi ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul
yang diambil yaitu: “Analisis Atas Tingkat Produktivitas Pemeriksaan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di
Wilayah Kota Bandung”.
Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun Skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan Ibu Ely Suhayati,
SE., M.Si., Ak. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat
viii Indonesia.
2. Prof. Dr. Umi Narimawati, DRA., S.E.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si. Selaku Ketua Porgram Studi Akuntansi.
4. Ely Suhayati, SE., M.Si.,Ak. Selaku Dosen Wali 4 Ak 1. 5. Siti Kurnia Rahayu, S.E., M.Ak., Ak selaku penguji sidang.
6. Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si selaku penguji sidang
7. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.
8. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan
selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan Usulan Penelitian ini. 9. Lukman Effendi selaku Kepala Kantor Bagian Umum Wilayah DJP Jawa
Barat I yang telah memberikan ijin penelitian di KPP Wilayah Kota Bandung.
10. Seluruh kepala Sub Bagian Umum di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung.
ix
memberikan semangat dan Doa kepada penulis.
14. Sahabatku : Komang, Wahyono, Refli, Aditya, Wisnu, Ketut, dan lain-lain yang sering membantu Penulis serta memberikan semangat kepada penulis. 15. Semua teman-teman kelas AK1 yang tidak penulis sebutkan satu-persatu.
16. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar
Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan Skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Bandung, Agustus 2011 Penulis
1
Sumber-sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari berbagai sektor, dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu
sumber penerimaan Negara yang paling potensian adalah dari peneriman pajak. Penerimaan pajak salah satunya berasal dari Pajak Penghasilan (PPh).
Dalam usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak, antara lain fiskus melakukan ekstensifikasi dan intensifikasipenerimaan pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang aktif. Sedangkan intensifikasi dapat ditempuh
melalui meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak, dan pembinaan kepada para Wajib Pajak, pengawasaan administrative, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan
pasif dan aktif serta penegakan hukum.
Pada umumnya Wajab Pajak ada kecendrungan untuk menghindari diri dari
terutang, menyetorkan sendiri, dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) sendiri. Dalam system ini lebih ditekankan kepada kerelaan wajib pajak untuk mematuhi
kewajiban perpajakan.
Agar sistem self assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan
penegakan hukum merupakan hal yang paling penting. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak danpenagihan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan instrument yang baik untuk meningkatkan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak, baik formal maupun material dari peraturan perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan perpajakan seorang Wajib Pajak (Priatara 2000). Kepatuhan ini akan sangat berdampak baik secara
langsung maupun tidak langsung pada penerimaan pajak. Salah satu produk dari aktivitas pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus adalah diterbitkannya Surat
Keputusan Pajak (SKP).
Surat ketetapan pajak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), hal ini
karena SKPKB merupakan salah satu sarana atau alat untuk menagih pajak, dan pada umumnya Wajib Pajak akan segera melunasi hutang pajaknya tersebut. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak suatu
Adapun fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan
dan ekstensifikasi Wajib Pajak, mentata usahakan penerimaan pajak, melakukan penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan. Sehingga dengan demikian kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan
administrasi perpajakan nasional guna pemenuhan target penerimaan pajak nasional.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyetor dan melaporkan surat pemberitahuan
(SPT) dan pemeriksaan dan penagihan pajak adalah upaya intensifikasai penerimaan pajak. Yang dimaksud dengan kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak baik orang atau badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan telah melakukan kewajiban
perpajakannya yaitu dengan melunasi dan melaporkan SPT masa dan Tahunannya tepat waktu. Dalam penelitian ini menggunakan kepatuhan wajib pajak dalam menyetor dan melaporkan SPT masa PPh pasal 25 yaitu angsuran pajak yang
dibayarkan Wajib Pajak tiap bulan. Kepatuha wajib pajak merupakan syarat agar penerimaan pajak negara meningkat. Sedangkan jumlah pemeriksaan serta penagihan pajak akan juga meningkatkan penerimaan pajak Negara. Dapat dilihat dari jumlah
Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan. Oleh sebab itu , hal ini menarik untuk diteliti masalah pengaruh dari jumlah kepatuhan wajib pajak dan
Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assesment, di mana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting diseluruh dunia, baik di negara maju
maupun di negara barkembang. Karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan,
penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi system administrasi perpajakan suatu
negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. (Yongzhi Niu)
Berdasarkan UU KUP SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu sebagai ”turunan” dari Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007. Syarat-syarat menjadi Wajib Pajak Patuh, yaitu:
“(a) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam
3 (tiga) tahun terakhir; (b) Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Nopember tidak lebih
Tabel 1.1
Jumlah Laporan Pemeriksaan Pajak di Salah Satu KPP Di Wilayah Kota Bandung
Periode 2009-2010
Tahun Jumlah WP Jumlah LPP % Jumlah LPP/Jumlah WP
2009 80.668 391 0.48%
2010 90.585 319 0.35%
Tabel di atas menunjukkan angka statistik dari jumlah LPP di tahun 2009 sebesar
0,48% dari seluruh jumlah wajib pajak dibandingkan di tahun 2010 sebesar 0,35% dari seluruh jumlah wajib pajak. Data tersebut mewakili 5 (lima) KPP di wilayah kota bandung. Dari table dapat dilihat suatu kondisi yang menunjukan bahwa pelaksanaan
pemeriksaan masih belum optimal. Dari fenomena di atas, dapat dilihat bahwa adanya penurunan LPP sebesar 0,13%. Dari fenomena ini dapat digambarkan bahwa adanya penurunan tingkat produktivitas pemeriksaan.
Tabel 1.2
Jumlah SKPKB di Salah Satu KPP Di Wilayah Kota Bandung
Periode 2009-2010
Tahun Jumlah WP Jumlah SKPKB % Jumlah WP/ Jumlah SKPKB
2009 80.668 168 0.21%
2010 90.585 213 0.24%
Sedangkan dari table di atas yang menunjukkan jumlah SKPKB pada tahun 2009 terdapat cukup banyak SKPKB yang diterbitkan yaitu sebesar 168. Itu berarti masih
ada wajib pajak yang tidak membayar pajak sesuai dengan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, dan angka tersebut bertambah di tahun 2010 menjadi 213. Itu berarti terjadi peningkatan sebesar 0,03%. Dari fenomena dapat digambarkan bahwa
Selain fenomena di atas menurut pegawai yang berada di KPP wilayah kota Bandung, beliau mengatakan bahwa tiap tahun jumlah LPP turun, itu disebabkan
adanya satgas. Sedangkang jumlah SKPKB tiap tahun naik, karena masih banyak wajib pajak badan dan orang pribadi yang membayar pajaknya tidak sesuai dengan tunggakan pajaknya. (Buyung:2011)
Masih tingginya tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajibannya disebabkan oleh beberapa hal yang bervariasi. Menurut Siti Kurnia
Rahayu penyebab utama adalah fitrahnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak yang utama ditunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah memenuhi ketentuan perpajakan timbul kewajiban pembayaran pajak kepada Negara.
Timbul konflik, antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan Negara. Pada umumnya kepentingan pribadi yang selalu dimenangkan. Sebab lain adalah Wajib Pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh pada peraturan, kurang
menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintah, dan penghamburan keuangan Negara yang berasal dari pajak.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak,
bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa - masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan
pajak. Selain alat untuk peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan pajak menjalankan fungsinya dengan tiga cara yaitu sebagai alat edukasi, sebagai alat
pendeteksian pelanggaran pajak dan alat untuk pencegahaan terhadap Wajib Pajak lain yang bermaksud untuk melanggar. (Gunadi:2005)
Pemeriksaan pajak selain untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dapat
meningkatkan penerimaan pajak dan mencegah rasa ketidakadilan dalam perlakuan perpajakan diantara sesama Wajib Pajak. Usaha melembagakan pemeriksaan sebagai
salah satu alat pengawasan terhadap Wajib Pajak terus dikembangkan, dengan prinsip bahwa setiap Wajib Pajak tanpa kecuali terbuka kemungkinannya untuk dilakukan pemeriksaan. Meskipun demikian, prioritas pemeriksaan tetap digunakan dengan
harapan dapat memberikan pengaruh positif kepada Wajib Pajak lainnya.
Menurut Sadhani 1995, Sistem pemeriksaan harus dapat mendorong kebenaran dan kelengkapan pelaporan penghasilan, penyerahan, dan pemotongan, pemungutan,
serta penyetoran pajak oleh Wajib Pajak. Pemeriksaan pajak memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kepatuhan perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak oleh wajib pajak yang
diperiksa.
Berdasarkan hal tersebut, bahwa pemeriksaan pajak merupakan bagian vital dari
diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan ketentuan perpajakan, kesederhanaan ketentuan perpajakan, dan prosedur perpajakan dengan pelayanan
prima terhadap Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan, disamping pengawasan dan penegakan hukum. (Salip dan Tendy:2006)
Pemeriksaan pajak sampai saat ini masih dipandang sebagai sosok yang menakutkan dan terkesan angker bagi Wajib Pajak. Hal ini bisa terjadi karena masih adanya pemeriksa yang berpilaku menakutkan sehingga image pemeriksaan sebagai
hantu pemeriksaan sulit untuk dihilangkan. Dalam praktik perpajakan yang sehat seharusnya pemeriksaan tidak lagi dipandang sebagai hal yang menakutkan, hal ini dapat dibangun melalui meningkatkan profesionalisme petugas pemeriksa pajak
melalui pendidikan pemeriksaan pajak, meningkatkan penanaman moral dan etika bagi pemeriksa dan melakukan sosialisasi secara yang diharapkan dapat terjangkau
oleh seluruh Wajib Pajak. (Nur Hidayat:2002)
Berdasarkan penjelasan mengenai masalah – masalah yang dipaparkan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Atas Tingkat
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. adanya penurunan laporan pemeriksaan pajak.
2. Masih adanya wajib pajak yang menunggak atau tidak membayar tunggakan pajaknya sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkannya.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang dijelaskan pada latar belakang penelitian diatas dan kemudian diidentifikasikan pada sub bab identifikasi masalah, maka selanjutnya
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Tingkat Produktivitas Pemeriksaan pada KPP Pratama di Wilayah Kota
Bandung.
2. Bagaimana Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.
3. Bagaimana pengaruh Tingkat Prodiktivitas Pemeriksaan Terhadap Kepatuhan pada
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai Analisis Atas Tingkat Produktivitas Pemeriksaan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Tingkat Produktivitas Pemeriksaan pada KPP Pratama di
Wilayah Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota
Bandung.
3. Untuk mengetahui Tingkat Produktivitas Pemeriksaan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini
1.4.1 Kegunaan Akademis
1. Bagi peneliti
Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Analisis Atas Tingkat Produktivitas Pemeriksaan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.
2. Bagi instansi (Kantor Pelayanan Pajak)
Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Analisis Atas Tingkat Produktivitas Pemeriksaan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.
3. Bagi pihak lain
Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Atas Tingkat
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Wilayah Kota Bandung.
No Nama KPP Alamat
1 KPP Pratama Bandung Karees Jalan Ibrahim Adjie No. 372
2 KPP Pratama Bandung Cicadas Jalan Soekarno Hatta No. 781
3 KPP Pratama Bandung Tegalega Jalan Soekarno Hatta No. 216
4 KPP Pratama Bandung Cibeunying Jalan Purnawarman No. 19-21
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian yang dilakukan mulai bulan April 2011
sampai dengan Juli 2011.
2. Membuat outline dan proposal skripsi
3. Mengambil formulir penyusunan skripsi
4. Menentukan tempat penelitian
II
Tahap Pelaksanaan:
1. Mengajukan outline dan proposal skripsi
14 2.1 Kajian Pustaka
Dalam melakukan suatu penelitian kita perlu memaparkan tentang apa yang kita teliti hal tersebut dapat memudahkan dan menjelaskan lebih rinci tentang variabel
yang akan kita teliti.
2.1.1 Pajak
Untuk membiayai semua kepentingan negara yang nantinya akan menjadi
kepentingan umum juga, dibutuhkan suatu peran serta yang cukup aktif dari masyarakat untuk memberikan iuran kepada negara dalam bentuk pajak. Pajak ini
nantinya akan digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi masyarakat.
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Sebelum membahas secara mendalam tentang pemeriksaan pajak, akan diuraikan dahulu mengenai pengertian pajak. Ada beberapa pengertian yang dijadikan
Definisi pajak dalam buku Siti Kurnia Rahayu yang dikemukakan oleh para
ahli adalah:
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani menjelaskan bahwa:
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum undang – undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
(2003) Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H dalam Dasar – dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan menjelaskan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada
–
ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.
(1991) Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, menjelaskan bahwa:
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas – tugasnya untuk menjalankan pemerintahan”.
Dari ketiga definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri – ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang
Merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutan pajak harus didasarkan
pada peraturan perundang – undangan. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.
Wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkan pada pemerintah. Pemerintah tidak memberikan nilai atau penghargaan atau keuntungan kepada wajib pajak secara langsung. Apa yang telah dibayarkan
oleh wajib pajak kepada pemerintah digunakan untuk keperluan umum pemerintah. Wajib pajak hanya dapat merasakan secara tidak langsung bentuk – bentuk kontraprestasi dari pemerintah. Seperti melihat banyak dibangunnya fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau APBD. Merasakan keamanan dan stabilitas negara karena aparatur negara maupun prasarana dan
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.
Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, seperti melaksanakan ketertiban,
mengusahakan kesejahteraan, melaksanakan fungsi pertahanan, dan fungsi penegakan keadilan, membutuhkan dana untuk pembiayaanya. Dana yang
diperoleh dalam bentuk pajak digunakan untuk memenuhi biaya atas fungsi – fungsi yang harus dilakukan pemerintah tersebut.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan.
Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag – undangan.
5. Berfungsi sebagai budgeter dan regulerend
pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum
pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan. Fungsi regulerend adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan
2.1.2 Pengertian Produktivitas
Istilah produktivitas kerap kali diperbincangkan atau dibicarakan oleh setiap
orang terutama yang terkait dengan pekerjaan atau pengerjaan sesuatu.
Menurut Ernie Tisnawati sule Kurniawan saefullah tentang produktivitas,
menjelaskan bahwa:
“Produktivitas adalah ukuran sampai sejauh mana sebuah kegiatan mampu
mencapai target kuantitas dan kualitas yang telah ditetapkan.”
(2009)
Sedangkan pengertian produktivitas yang dikemukakan oleh Sinungan
menjelaskan bahwa :
“Produktiviatas adalah sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik
(barang-barang atau jasa) dengan masukkan yang sebenarnya atau ukuran efisiensi produktif”.
(2003)
Sedangkan pengertian Pemeriksaan menurut Mardiasmo menjelaskan bahwa:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –undangan perpajakan”.
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola
data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain yang di ukur secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai dalam melaksanakan pemeriksaan.
2.1.3 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Salah satu upaya pencegahan tax evasion adalah dengan menggunakan cara pemeriksaan pajak (Tax Audit). Tax Audit yang dilakukan secara profesional oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assessment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegangan teguh
pada Undang-undang perpajakan.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu dari pilar-pilar penegakan hukum pajak. Pemeriksaan pajak adalah salah satu upaya dalam pencegahan tax evasion dan
merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assessment yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Menurut Mardiasmo tentang Pemeriksaan Pajak menjelaskan bahwa:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –undangan perpajakan”.
Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, daya/bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak
adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 199/KMK.03/2007 adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada Wajib Pajak dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
Pemeriksaan akan berjalan lancar apabila didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Teknologi informasi (Information technology)
Kemajuan teknologi informasi telah luas dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Seiring
perangkat teknologi informasi dengan sebutan Computer Assisted Audit Technique
(CAAT).
2. Jumlah sumber daya manusia (The number of human resources)
Jumlah sumber daya manusia harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan.
Jika jumlah tidak dapat memadai karena pengadaan sumber daya manusia melalui kualifikasi dan prosedur recruitment terbatas, maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas adalah dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan
melengkapinya dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan.
3. Kualitas sumber daya (The quality of human resources)
Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan. Dan kualitas pemeriksa akan mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan. Solusi agar kesenjangan kualitas pemeriksa teratasi
adalah dengan melalui pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang terencana serta penerapan reward and punishment.
4. Sarana dan prasarana pemeriksaan (Audit facilities)
Pemeriksaan juga tidak akan berjalan dengan baik apabila terdapat
kendala-kendala yang di hadapi dalam pemeriksaan. Kendala-kendala-kendala tersebut antara lain:
1. Psikologis
Persepsi wajib pajak tentang pemeriksaan pajak dan persepsi pemeriksa pajak
mengenai kepatuhan wajib pajak. Persepsi yang terbentuk pada wajib pajak maupun pemeriksa pajak sangat tergantung pada penguasaan informasi. Apabila timbul ketimpagan informasi, maka timbul masalah psikologis antara kedua belah
pihak. Wajib pajak timbul penolakan, pemeriksa pajak timbul kecurigaan.
2. Komunikasi
Terdiri dari komitmen wajib pajak untuk membantu kelancaran pemeriksaan pajak dan frekuensi pembahasan sementara temuan hasil pemeriksaan. Komitmen wajib pakal timbul apabila wajib pajak memahami tujuan pemeriksaan dan apa yang
menjadi hak dan kewajibannya, serta hak dan kewajiban pemeriksa. Selain itu temuan sementara pemeriksaan pajak hendaknya disampaikan lebih dini untuk
memberikan kesempatan bagi wajib pajak menjelaskan dan memberikan buku, catatan atau dokumen tambahan yang mendukung penjelasan-penjelasannya. Apabila komunikasi tidak kondusif maka hal ini dapat menghambat jalannya
3. Teknis
Terdiri dari ukuran perusahaan, pemenfaatan teknologi informasi, kepemilikan
modal, cakupn transaksi. Semakin kompleks variable teknis akan berdampak terhadap pelaksanaan pemeriksaan pajak.
4. Regulasi
Terdiri dari kelengkapan ketentuan yang berlaku yang mengatur perlakuan atas setiap transaksi yang timbul dan sejauh mana jangkauan hak pemajakan
undang-undang domestik atas transaksi internasional.
2.1.4 Tahapan Pemeriksaan Pajak
2.1.4.1 Persiapan Pemeriksaan
Suatu pemeriksaan pajak yang baik harus memiliki perencanaan atau persiapan yang baik. Persiapan dibutuhkan agar proses pemeriksaan pajak berjalan
terarah sesuai dengan yang diharapkan sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Mempelajari berkas wajib pajak /berkas data
3. Mengidentifikasi masalah
4. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak
5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan
6. Menyusun program pemeriksaan
7. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam
8. Menyediakan sarana pemeriksaan
Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh
gambaran umum mengenai wajib pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
A. Mengumpulkan dan mempelajari Berkas Wajib Pajak (Data Internal dan
Eksternal)
Kegiatan mengumpulkan berkas WP dan berkas data dimulai dengan
meminjam berkas dari seksi terkait dan memanfaatkan data internal yang terdapat didalam sistem administrasi kantor pajak yang bersangkutan. Pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah menjalankan sistem administrasi modern, berkas Wajib Pajak (WP) dapat diperoleh dari seksi pelayanan atau dapat dilihat pada system informasi yang terhubung dengan seluruh komputer
1. Sistem Informasi Administrasi
2. Data Tunggakan Wajib Pajak
3. Laporan Hasil Pemeriksaan terdahulu serta Kertas Kerja Pemeriksaannya
4. Riwayat Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali
Selain data internal, pemeriksa dapat mengumpulkan informasi dari sumber-sumber data eksternal antara lain:
1. Media massa (media cetak dan elektronik)
2. Internet
3. Bursa
B. Identifikasi Wajib Pajak (Tax Payer Profile)
Seluruh data dan informasi yang didapat baik itu dari internal maupun eksternal dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil Wajib Pajak). Profil
Wajib Pajak meliputi: Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Tanggal Pengukuhan
PKP, Kode Lapangan Usaha (KLU), Jenis Usaha, Merk Dagang, Contact Person, Pemegang Saham, Hubungan Istimewa, Pengurus (Direksi dan komisaris) dan
C. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif
Untuk data-data berupa laporan keuangan wajib pajak dilakukan analisis
kuantitatif untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan beberapa perkiraan buku besar
yang diprioritaskan dan/atau akan dikembangkan pemeriksaannya.
D. Mengidentifikasi masalah dan Menentukan cakupan (ruang lingkup)
pemeriksaan
Setelah dilakukan analisis data baik kuantitatif maupun kualitatif Pemeriksa akan mengetahui pos-pos apa saja yang memerlukan perhatian khusus dan
masalah-masalah apa saja yang mungkin ada pada Wajib Pajak.
Atas alternatif-alternatif permasalahan tersebut Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi penyebab paling mungkin atas terjadinya masalah tersebut serta
menentukan pos-pos atau rekening apa saja yang berkaitan dengan masalah yang ada. Pos-pos atau rekening inilah yang nantinya akan dilakukan pendalaman
E. Menyusun program pemeriksaan dan menentukan buku-buku dan
dokumen yang akan dipinjam
Program pemeriksaan adalah suatu daftar langkah-langkah pemeriksaan atau pengujian yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program pemeriksaan
disusun berdasarkan cakupan pemeriksaan dan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Program pemeriksaan harus merujuk kepada identifikasi permasalahan serta cakupan (ruang lingkup)
yang telah ditentukan. Hal ini perlu dilakukan agar arah pemeriksaan tidak terlalu melebar sehingga tidak fokus.
Program pemeriksaan meliputi prosedur-prosedur yang perlu dilaksanakan
oleh pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan. Berdasarkan program pemeriksaan dapat diidentifikasi buku-buku atau catatan yang akan dipinjam
kepada Wajib Pajak.
F. Menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan
2.1.4.2 Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
pemeriksa dan meliputi:
1. Memeriksa di tempat Wajib Pajak,
2. Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern,
3. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
4. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
5. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga,
6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak,
7. Melakukan sidang penutup (Closing Conference)
A. Pemeriksaan di Tempat Wajib Pajak
Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kegiatan yang dilakukan Pemeriksa di tempat/lokasi Wajib Pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya guna mengetahui
kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
B. Melakukan Penilaian Atas Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Sistem ini terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang
dirancang untuk memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran satuan usaha dapai dicapai. Kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut pengendalian, dan secara bersama-sama membentuk struktur pengendalian intern
suatu bentuk usaha.
Untuk mengetahui lemah/kuatnya Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebagai
dasar untuk menentuka luasnya cakupan pemeriksaan dan dalamnya pengujian-pengujian yang akan/harus dilakukan.
C. Menyesuaikan Cakupan dan Program Pemeriksaan
Agar pemeriksaan lebih terarah kepada permasalahan yang factual sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Setelah kita melakukan penilaian SPI maka
akan terlihat kearah mana sebaiknya program pemeriksaan dilakukan. Proram pemeriksaan yang telah dibuat sebelumnya akan dimutakhirkan seirama dengan
D. Melakukan Pemeriksaan Buku, Catatan, dan Dokumen
Pemeriksaan buku, catatan, dan dokumen merupakan jantung dari tahap
pelaksaan pemeriksaan. Seluruh rangkaian persiapan pemeriksaan sampai dengan langkah penilaian SPI tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan
langkah pemeriksaan buku-buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak. Temuan atau koreksi bukanlah suatu sulap yang bias hadir begitu saja hanya dengan
menjentikan jari.
Langkah pemeriksaan buku, catatan dan dokumen dilakukan dengan berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun dan dimutakhirkan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan suatu teknik dan metode-metode
tertentu.
E. Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ketiga
Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari Wajib Pajak dengan bukti –bukti yang diperoleh dari pihak ketiga.
F. Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak
1. Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal dan perhitungan pajak terutang
kepada Wajib Pajak.
3. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai
temuan dan koreksi fiskal yang telah dilakukan.
G. Melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Tujuan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan Wajib Pajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi fiscal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa. Hasil pembahasan
tersebut dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang harus ditandatangai oleh Wajib Pajak dan pemeriksa disertai lampiran yang menyebutkan jumlah koreksi dan jumlah pajak terutang yang disetujui oleh
Wajib Pajak dan Pemeriksa.
2.1.4.3 Laporan Pemeriksaan Pajak
Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksanaan merupakan ikhtisar dan penuangan semua
hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak – pihak lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan
pencarian informasi – informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu Laporan
Setelah dilakukannya tahapan-tahapan pemeriksaan maka harus dibuat laporan hasil akhir pemeriksaan yang berisi laporan mengenai proses pemeriksaan
yang perlu dipertanggungjawabkan oleh pemeriksa pajak. Laporan hasil pemeriksaan merupakan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang sifatnya
terikat hukum yang memiliki pengaruh terhadap wajib pajak maupun pemeriksa pajak. Dalam penerbitan SKP harus mengikuti persyaratan legal formalnya, berbagai data dan informasi, perhitungan, teknik dan metode yang digunakan dalam
pemeriksaan, proses pengambilan kesimpulan, hingga pengikhtisaran dalam suatu Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan dengan teliti, akurat, logis, dan mengacu pada
peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) supaya dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha wajib pajak,
gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang dipinjam, produksi data, dan usulan pemeriksa yang berisi apabila dikemudian hari ditemukan data baru dan
Laporan pemeriksaan disusun dengan sistematika sebagai berikut:
1. Umum
Memuat keterangan-keterangan mengenai, identitas wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan
pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dan daftar lampiran.
2. Pelaksanaan pemeriksaan
Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa, penilaian
pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa
3. Hasil pemeriksaan
Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya
pajak-pajak yang terutang.
4. Kesimpulan dan usul pemeriksaan
Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang
2.1.5 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Siti
Kurnia Rahayu menjelaskan bahwa:
“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar, 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”
(2010) Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Menurut Chaizi Nasucha Kepatuhan Wajib Pajak, dalam Siti Kurnia Rahayu,
menjelaskan bahwa:
“Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk
melaporkan kembali surat pemberitahuan, kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000
yang dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, menjelaskan bahwa:
“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentun peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara.”
(2006) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak yang patuh
adalah wajib pajak yang sadar akan pajak, paham atas hak dan kewajiban perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar serta tepat waktu dalam melaporkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT).
Pengertian Wajib Pajak Menurut Siti Resmi dalam Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007, menjelaskan bahwa:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
(2008) Pengertian Wajib Pajak Badan Menurut Siti Resmi dalam Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007, menjelaskan bahwa:
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”
(2008) Dari pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kepatuhan merupakan suatu tindakan patuh dan sadar terhadap ketertiban pembayaran dan pelaporan kewajiban perpajakan masa dan tahunan dari wajib pajak yang berbentuk
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan usaha sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2.1.6 Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.6.1 Menyampaikan SPT Tahunan PPh Tepat Waktu
Menurut Siti Kurnia Rahayu Wajib Pajak telah menjalankan kewajibannya
dalam menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu jika:
“Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi kewajibannya.”
(2010) Jadi sesuai dengan ketetapan perundangan perpajakan yang berlaku bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam kurung waktu yang ditetapkan yaitu sebelum tanggal 31 Maret maka wajib pajak tersebut dikategorikan
2.1.6.2 Menyampaikan SPT Tahunan PPh Terlambat/ Lewat Waktu
(Permohonan Perpanjangan Penyampaian SPT)
Terdapat banyak kasus dimana Wajib Pajak tidak menyampaikan kembali SPT pada waktunya dikarenakan ketidaklengkapan persyaratan berupa laporan
keuangan dari WP Badan tersebut.
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menjelaskan bahwa:
“Pasal 3 ayat 4 dan 5 UU KUP menyatakan bahwa WP dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk waktu penyampaian SPT tahunan. Dengan cara mengisi formulir yang tersedia di kantor pelayanan pajak, masing-masing rangkap dua. Dalam permohonan secara tertulis itu diajukan sebelum tanggal 25 sebelum batas akhir penyampaian SPT Tahunan”.
(2009) 2.1.6.3 Menyampaikan SPT Tahunan PPh Pembetulan
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menjelaskan bahwa:
“Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh Wajib Pajak masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan SPT tersebut diatas menyatakan rugi atau lebih bayar”.
(2009) Dengan fasilitas tersebut diatas, Wajib Pajak dapat tetap melakukan
2.1.7 Hubungan Tingkat Produktivitas Pemeriksaan Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Pemeriksaan pajak adalah suatu keniscayaan yang harus diterima oleh Wajib Pajak sebagai penyeimbang dari pelaksanaan sistem perpajakan yang menganut self
assesment. Tujuan utama yang ingin dicapai dari pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Adapun konsep penghubung Pemeriksaan Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
Menurut James Alm dan Michael McKee menjelaskan bahwa:
“Peningkatan produktivitas pemeriksaan saja tidak efektif. Akan efektif apabila produktivitas pemeriksaan dikombinasikan dengan probabilitas pemeriksaan yang lebih tinggi bahwa dampak keseluruhan pada kepatuhan adalah positif.”
(2006) Menurut Gunadi menjelaskan bahwa:
“Tax compliance merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur
kinerja administrasi perpajakan oleh institusi pemungut pajak. Salah satu sarana dalam peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak adalah pemeriksaan pajak”.
Menurut Manish Gupta and Vishnuprasad Nagadevara menjelaskan bahwa:
“Penelitian ini menemukan hubungan yang positif antara pemeriksaan dan
kepatuhan sukarela. Temuan menunjukkan bahwa pengaruh pemeriksaan atas kepatuhan sukarela akan meningkatkan pendapatan Negara.”
Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan bahwa:
“Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa –masa selanjutnya menjadi lebih baik.”
(2010) Dalam ketiga penjelasan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa pemeriksaan pajak selain bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan. Pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak sehingga dapat tercapai tingkat kepatuhan wajib pajak, terutama dalam pemenuhan kepatuhan ketepatan waktu dalam penyampaian
SPT. Dengan dilakukan pemeriksaan pajak, akan diperoleh tingkat kebenaran laporan Wajib Pajak yang dituangkan dalam SPT. Dari hasil pemeriksaan yang telah
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam praktek pemungutan pajak di Indonesia Wajib Pajak diberi
kepercayaan untuk melaksanakan suatu sistem dimana Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sehingga
melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat
wajib pajak.
Dengan adanya kepercayaan yang sangat besar yang telah diberikan pemerintah kepada masyarakat maka sudah selayaknya diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
kepercayaan tersebut. Dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia sekarang ini menuntut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk
selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Agar system self assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum merupakan hal yang paling penting. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak danpenagihan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan instrument yang baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak,
baik formal maupun material dari peraturan perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan perpajakan seorang Wajib Pajak (Priatara
langsung pada penerimaan pajak. Salah satu produk dari aktivitas pemeriksaan pajak
yang dilakukan oleh fiskus adalah diterbitkannya Surat Keputusan Pajak (SKP).
Surat ketetapan pajak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), hal ini
karena SKPKB merupakan salah satu sarana atau alat untuk menagih pajak, dan pada umumnya Wajib Pajak akan segera melunasi hutang pajaknya tersebut. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak suatu
daerah.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Wajib Pajak menjadi patuh secara sukarela pada saat mereka sadar bahwa institusi dalam hal ini
DJP, memperlakukan mereka dengan wajar dan adil. Lebih jauh lagi, Wajib Pajak yang diakui sebagai Wajib Pajak patuh juga ingin mengetahui bagaimana aparat pajak
menghadapi para Wajib Pajak yang tidak patuh. Dengan cara ini, peraturan yang responsive akan dapat mewujudkan kepercayaan dan keyakinan Wajib Pajak akan
ligitimasi system perpajakan kita. Dan dengan demikian akan timbulah kepatuhan pajak Wajib Pajak yang sukarela pula.
Berdasarkan kelima penelitian tersebut diatas yang membedakan dengan
penulis yaitu para peneliti sebelumnya menguji kepatuhan Wajib Pajak melalui beberapa analisa risiko untuk mengetahui tingkat risikonya apakah akan berpengaruh
strategi pemeriksaan pajak untuk mengikur tingkat kepatuhan Wajib Pajak, namun pada penelitian-penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pentingnya
mengukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk dapat menjadi tolak ukur bagi kinerja DJP melalui pemeriksaan pajak dan dapat menambah pendapatan negara.
Berbagai faktor menjadi latar belakang munculnya ketidakpatuhan oleh Wajib Pajak Badan di Wilayah Jawa Barat. Menurut dari Organisation for Ekonomi Co-operation and Development (2004) bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan terhadap kewajiban perhitungan dan penyampaian SPTnya, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor ekonomi berhubungan
secara langsung dengan beban keuangan yang akan dikeluarkan oleh Wajib Pajak Badan dalam penyelesaian kewajibannya. Sedangkan faktor non-ekonomi berhubungan pada perilaku Wajib Pajak, dimana setiap individu memiliki perilaku
yang berbeda sesuai dengan latar belakang, tingkat pendidikan serta kepribadian. Pada saat memiliki kesempatan untuk bisa menghindari kewajiban pajaknya, maka
Wajib Pajak akan mengambil peluang tersebut demi mendukung faktor ekonomi yang melatarbelakangi.
Sedangkan menurut Menurut James Alm dan Michael McKee (2006)
menjelaskan bahwa peningkatan produktivitas pemeriksaan saja tidak efektif. Akan efektif apabila produktivitas pemeriksaan dikombinasikan dengan probabilitas
Ketidakpatuhan ini telah menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan oleh Dirjen Pajak karena ketidakpatuhan Wajib Pajak akan berpengaruh pada
pendapatan Negara yang menjadi sumber dana pembangunan dan pemeliharaan saran publik bagi masyarakat. Untuk itu pentingnya melihat peningkatan pengawasan dari
DJP terhadap semua Wajib Pajak salah satunya melalui pelaksanaan pemeriksaan pajak.
Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan bahwa:
“Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem
administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum pajak, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak”.
(2010) Dari penjelasan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa kepatuhan merupakan kesadaran yang timbul dalam diri Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dalam penyampaian Surat Pemberitahuan sesuai
Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam
bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Krangka pemikiran Wajib Pajak
KPP
Orang pribadi Badan
SPT
Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Hipotesis
Adanya pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Tingkat Produktivitas
Pemeriksa Pajak
* Jumlah Laporan Pemeriksaan (LPP)
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.”
(2010) Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka dapat
disajikan oleh penulis adalah berhipotesis bahwa “Tingkat Produktivitas
46
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu)”.
(2010) Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah tingkat
produktivitas pemeriksaan dan kepatuhan wajib pajak.Penelitian ini dilakukan oleh peneliti kepada pegawai pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode verifikatif.
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.”
Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah ke satu dan ke dua. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan
masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori
yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan. Sedangkan menurut Mashuri menjelaskan bahwa:
“Metode verifikatif adalah memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”
(2009) Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik.Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X
terhadap Y yang diteliti.Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.
3.2.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi
Menurut Sugioyono menjelaskan proses penelitian dapat disimpulkan seperti teori sebagai berikut:
“Proses penelitian meliputi: 1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah
3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis
5. Metode penelitian
6. Menyusun instrument penelitian 7. Kesimpulan”
(20010)
Berdasarkan proses penelitian yang dijelaskan diatas, maka desain penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sumber Masalah
Masalah dibuat berdasarkan latar belakang penelitian dan diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat sesuai dengan judul
yang diteliti. 2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Penelitian tidak akan dilakukan dengan baik apabila suatu masalah tidak dirumuskan
terlebih dahulu.
3. Konsep dan Teori yang Relevan dan Penemuan yang Relevan
Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti memerlukan referensi teoritis yang relevan dengan masalah dalam penelitian sebelumnya sebagai bahan
4. Pengajuan Hipotesis
Jawaban tehadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori
dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut
hipotesis.Hipotesis yang dibuat penelitian ini adalah pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib.
5. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode verifikatif. Metode verifikatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah
pertama dan kedua, yaitu:
a. Bagaimana pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama di Wilayah
Kota Bandung.
6. Menyusun Instrumen Penelitian
Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian.Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data.Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner,
untuk pedoman wawancara atau observasi.Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus
terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran
dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti
menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai :
a. Tingkat produktivitas pemeriksaan pajak yang diperoleh dari data laporan Pemeriksaan Pajak yang diberikan oleh pegawai pajak. b. Kepatuhan wajib pajak yang diperoleh dari data SKPKB yang
diberikan oleh pegawai pajak. 7. Kesimpulan
Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban atas rumusan masalah.Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang
bermanfaat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Desain penelitian yang lebih sederhana lagi akan dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 T-1 Descriptive Descriptive dan
Survey
T-2 Descriptive Descriptive dan Survey
T-3 Verificative Explanatory Survey
Dari tabel di atas dapat penulis uraikan sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian pertama adalah untuk mengetahui bagaimana
tingkat produktivitas pemeriksaan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis yaitu
pegawai pajak.
2. Tujuan penelitian kedua adalah untuk mengetahui bagaimana kepatuhan Wajib Pajak dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis yaitu pegawai Pajak.
3. Tujuan penelitian ketiga adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat produktivitas pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan cara mengumpulkan data dan informasi lalu
menganalisis secara kuantitatif dengan menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis melalui uji statistik apakah hipotesis diterima
atau ditolak.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator,
serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar sesuai
Berdasarkan judul usulan penelitian yang telah dikemukakan diatas yaitu “Analisis atas produktivitas pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib”, maka
variabel-variabel yang diteliti dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Variabel Bebas atau Independent (Variabel X) Menurut Sugioyono menjelaskan bahwa:
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat)”.
(2010) Dalam hal ini variabel bebas yang akan berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti adalah data yang menjadi variabel bebas (Variabel X) adalah tingkat produktivitas pemeriksaan. Dalam operasionalisasi variabel ini semua variabel diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner yang
memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala Likert. 2. Variabel Terikat atau Dependent (Variabel Y)
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Variabel terikat adalah yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas”.Data yang menjadi variabel terikat (Variabel Y) adalah kepatuhan wajib pajak”.
(2010)
Tabel 3.2
Operasionlisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya
pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa – masa selanjutnya menjadi lebih baik.” (Siti Kurnia
Dalam operasionalisasi untuk variable tingkat produktivitas pemeriksaan dan kepatuhan wajib pajak menggunakan skala rasio.
3.2.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.3.1 Sumber Data
Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai “Analisis
atas Tingkat Produktivitas Pemeriksaan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” adalah data primer dan sekunder.
1. Data Sekunder
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literature, buku-buku, serta dokumen perusahaan”.
(2010)
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa data Laporan Pemeriksaan
3.2.3.2Teknik Penentuan Data
Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:
1. Populasi
Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi criteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti.
Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.
(2010)
Berdasarkan pengertian diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Yang menjadi populasi target dalam penelitian ini adalah 5 Kamtor pelayanan Pajak di
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2010:116) tentang pengertian sampel yaitu:
“Teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel”.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi sampel pada penelitian
ini adalah 5 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung. Karena jumlah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung jumlahnya
terbatas, yaitu hanya 5 Kantor Pelayanan Pajak maka pada penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel, karena semua Kantor Pelayanan Pajak yang ada di
Wilayah Kota Bandung akan dijadikan sebagai subjek penelitian (sensus).
Menurut Cooper tentang pengertian sensus yaitu:
“Census is a count of all the elements in a population (Sensus adalah
hitungan dari semua elemen dalam populasi)”.
(2006) Berdasarkan definisi diatas, maka sensus dapat diartikan sebagai suatu perhitungan atau pengukuran terhadap semua elemen/bagian di dalam suatu