Seminar Hasil Tesis Spesialis
KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR
OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM
EPITEL GANAS
OLEH
Sri Damayana Harahap
PEMBIMBING :
1. dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), SpOG.K 2. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K
PENYANGGAH :
1. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K
2. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked(OG), SpOG.K 3. dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked (OG), SpOG.K
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5
Pembimbing : dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), Sp.OG.K
dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K
Penyanggah : Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K
Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked
(OG), SpOG.k
dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG),
SpOG. K
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM EPITEL GANAS
Damayana S
Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Indonesia, Maret 2014
ABSTRAK
LATAR BELAKANGPemeriksaan klinis, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Tumor ganas dianggapmenghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel.
TUJUAN: Untuk mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas
METODE: Penelitian ini merupakan penelitian analisis komparatif dengan pendekatanpotong lintang. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi dan RS Jejaring FK USU di Medan. Pemeriksaan kadar angiostatin urindi Laboratorium Prodia Medan. Penelitian mulai bulanDesember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi adalah seluruh pasien tumor ovarium dan telah di rencanakanuntuk operasi elektif. Pada penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 dan interval kepercayaan 95 % maka jumlah sampel minimal masing-masing grup adalah 19 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling.
HASIL:Mayoritas penderita tumor ovarium ganas adalah usia 20-50 tahun(73%), belum menopause(78%), paritas ≥1 (73%) dan usia menarche pada usia <14 tahun(89%). Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, kelompok tumor ovarium jenis ganas yang terbanyak adalah Adenocarcinoma Serosum Ovarii (26.3%). Tumor ovarium epitel ganas mempunyai kadar angiostatin urin 202,616 ± 229,1864 yang lebih tinggi dari tumor epitel ovarium jinak yaitu 90,568 ± 145,362. Dengan nilai p value 0,034. Berdasarkan uji statistik independent sample test didapatkan hasil nilai p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna kadar Angiostatin urin tumor ovarium epitel ganas dan jinak. KESIMPULAN: Terdapat perbedaan bermakna kadar angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganasdan tumor ovarium epitel jinak.
KATA KUNCI : Angiostatin urin, Tumor Ovarium Epitel Ganas, Tumor Ovarium Epitel Jinak
Damayana S
Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,
Department of Obstetric dan Gynecologic Medical Faculty of University of Sumatera Utara,
Indonesia, March 2014
ABSTRACT
BACKGROUND: Clinical examination, ultrasound and imaging and tumor marker profile performed in order to distinguish benign ovarian tumors and malignant ovarian tumors. Most of the tumor marker in ovarian cancer based on clinicopathologic (staging and tumor progression) as of difficult to detect cancer at earlier stage. Malignant tumors are considered produce angiogenesis inhibitors such as endostatin (ES), angiostatin (AS), and trombospondin. In addition, endostatin and angiostatin is found in the urine of epithelial ovarian cancer patients, so it can be used as a marker for epithelial ovarian cancer.
OBJECTIVE: To determine differences between angiostatin levels in urinary patients with benign epithelial ovarian tumors and malignant epithelial ovarian tumors
METHODS: This study is a comparative analysis with cross-sectional approach at Obstetrics and Gynecology Department at H.Adam Malik hospital, Pirngadi general hospital and Network Hospital in Medan. Examination of urinary angiostatin levels in Prodia Laboratory Medan. The study began in December 2013 until the sample size is met. The population is all patient with ovarian tumor and has been planned to elective surgery. In this study, the significance level (α) of 0.05 and 95 % confidence intervals of the minimum number of samples in each group is 19. Sampling is a consecutive sampling.
RESULTS: The majority of patients with malignant ovarian tumors were aged 20-50 years (73 %), premenopausal (78 %), parity ≥ 1 (73 %) and the age of menarche at age < 14 years (89 %). Based on the results of the histopathologic examination, the most group type of malignant ovarian tumors are serosum Adenocarcinoma of the ovary (26.3 %). Malignant epithelial ovarian tumors have urinary angiostatin levels 202.616 ± 229.1864 higher than that of benign ovarian epithelial tumors 90.568 ± 145.362 with p value of 0.034. Based on the statistical test of independent sample test, showed a p-value of < 0.05 which showed significant difference of urinary angiostatin levels of malignant and benign epithelial ovarian tumors.
CONCLUSION: There are significant differences in the urinary angiostatin level between malignant epithelial ovarian tumors and benign epithelial ovarian tumors.
KATA PENGANTAR
“Bissmillahirrohmanirrohim”
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada nabi Muhammad S.A.W,
beserta seluruh anbiyaa’ dan para rasul.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Obstetri
dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa Saya menyadari bahwa tesis ini
banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian
besar harapan Saya kiranya Tesis ini dapat bermanfaat dalam menambah
perbendaharaan bacaan khususnya tentang
“Kadar Angiostatin Urin pada Tumor Ovarium Epitel Jinak dan Tumor Ovarium Epitel Ganas”.
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah Saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH),
Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU
Medan
2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr.
Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); Sekretaris Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),
SpOG (K).
3. Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K); Sekretaris Program Studi
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. M. Rhiza
Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG (K.
4. Kepada Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik,
SpOG (K);; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. Dr. dr. M.
Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K);
Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah,
SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof. dr. M. Fauzie
Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang telah
bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti pendidikan
dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.
5. Khususnya kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); yang telah
memberi Saya kesempatan untuk dapat menempuh Program
FK-USU. Saya ucapkan Terimakasih yang tidak terhingga, semoga
Allah SWT membalas kebaikan beliau.
6. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (K-GEH), dr.
Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG.K, dr. M. Rusda, M.Ked (OG),
SpOG.K, dr. Zainuddin Amir, SpP yang telah banyak membantu saya
selama menjalani pendidikan ini.
7. Ketua Divisi Onkologi Ginekologi Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K)
dan Sekretaris Divisi Onkologi Ginekologi dr. Deri Edianto, M.Ked(OG),
SpOG(K) yang telah mengizinkan Saya untuk melakukan penelitian ini.
8. dr. Deri Edianto, M. Ked(OG), SpOG(K) selaku Bapak Angkat Saya
selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi,
membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada Saya
selama dalam pendidikan.
9. dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), dr.Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku
pembimbing tesis Saya, bersama Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K),
Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked(OG), SpOG(K), dan dr. Iman
Helmi Effendi, M. Ked (OG), SpOG. K, selaku pembanding tesis Saya
yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat
berharga untuk membimbing, memeriksa dengan penuh kesabaran
dalam melengkapi penulisan tesis ini hingga dapat terselesaikan
dengan baik.
10. Kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K dan dr. Roy Yustin
bersama dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, dr. Yostoto B. Kaban,
SpOG.K, dr. Johni Marpaung, M. Ked(OG), SpOG, yang berjudul “
Efektifitas Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada pasien Kanker
Ovarium yang mendapat kemoterapi yang dinilai dengan Functional
living Indeks Emesis ( FLIE) “
11. Kepada dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG),SpOG(K) selaku pembimbing
Minireferat Magister Saya yang berjudul: “ Meckel Gruber Syndrome”.
Kepada dr.Johni Marpaung, M. Ked(OG), SpOG selaku pembimbing
Minireferat Fetomaternal Saya yang berjudul: ” Obat Anti Inflamasi
Nonsteroid (OAINS) Sebagai Tokolitik”. Kepada Dr. dr.Binarwan Halim,
M. Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Fertilitas
Endokrinologi dan Reproduksi Saya yang berjudul: ” GNRH dan GNRH
Analog ”. Kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku
pembimbing minirefarat Onkologi-Ginekologi Saya yang berjudul: “
Urinari Diversion ”.
12. Para guru yang saya hormati, seluruh Staf Pengajar Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah
banyak membimbing dan mendidik Saya sejak awal hingga akhir
pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik Guru-guru Saya
tersebut.
13. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dr. Lukman Hakim Nasution,
SpKK yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya
14. Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MSEpi, Phd sebagai pembimbing statistik
yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu dalam
penyelesaian tesis ini.
15. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. Amran Lubis, SpJP; dan
khususnya Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Pirngadi
Medan dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K); Ketua koordinator PPDS
Obgin RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Sanusi Piliang, SpOG; Ketua
Komite Penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG
beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada
Saya selama menempuh pendidikan di Departemen Obstetri dan
Ginekologi.
16. Kepada dr. Rushakim Lubis, SpOG terima kasih atas nasehat yang
telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan.
17. Kepada dr. John S. Khoman, SpOG (K) dan dr. Roy Yustin, SpOG(K)
terima kasih banyak atas segala nasehat, arahan, dan bimbingannya
kepada Saya selama bertugas di Divisi Onkologi Ginekologi RSUD dr.
Pirngadi Medan.
18. Direktur Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala
SMF Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB
Medan dr. Yazim Yaqub, SpOG; beserta staf yang telah memberi
kesempatan dan sarana serta bimbingan selama Saya bertugas di
19. Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli; dr. Sofyan Abdul
Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang
telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugas
menjalani pendidikan di Rumah Sakit tersebut.
20. Direktur RSU Haji Medan; dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi
RSU Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staf yang
telah memberi kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada Saya
selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.
21. Direktur RSU Sundari Medan; dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi
RSU Sundari Medan dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG dan Ibu Sundari,
Am.Keb beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan
selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.
22. Direktur RSUD Panyabungan drg. Bidasari; beserta staf yang telah
memberikan kesempatan untuk bekerja dan memberikan bantuan
moril selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.
23. Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU Medan
beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan
selama Saya bertugas di Departemen tersebut.
24. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta staf, atas
kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya
bertugas di Departemen tersebut.
25. Kepada senior-senior Saya, dr. Teuku Rahmat Iqbal, SpOG; dr. T.M.
Saing, SpOG, dr. Sukhbir Singh, SpOG, dr. Ferry Simatupang, SpOG;
dr. Dwi Faradina, M.Ked(OG), SpOG; dr. Hj. Dessy Hasibuan, SpOG,
dr. Rony P. Bangun, SpOG, dr. Alim Sahid, SpOG, dr. Ilham Sejahtera
L, SpOG; dr. Nur Aflah, SpOG, dr. Yusmardi, SpOG, dr. Gorga IVW
Udjung, SpOG, dr. Siti S. Sylvia, SpOG, dr. David Luther, SKM,
M.Ked(OG), SpOG, dr. Anggia Melanie L, SpOG; dr. Maya Hasmita
SpOG, dr. Riza H. Nasution, SpOG, dr. Lili Kuswani, SpOG; dr. M.
Ikhwan, SpOG, dr. Edward Muldjadi, SpOG, dr. Ari Abdurrahman
Lubis, SpOG, dr. Zilliyadein R, SpOG, dr. Benny J, SpOG, dr. M. Rizki
Yaznil, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yuri Andriansyah, SpOG, dr. T. Jeffrey
A, SpOG; dr. Made S. Kumara, SpOG, dr. Sri Jauharah L, SpOG, dr.
M. Jusuf Rahmatsyah, M.Ked(OG), SpOG; dr. Boy P. Siregar, SpOG,
dr. Hedy Tan, SpOG, dr. Glugno Joshimin F, SpOG, dr. Firman A,
SpOG; dr. Aidil A, SpOG; dr. Rizka H, SpOG; dr. Hatsari, SpOG, dr.
Reynanta SpOG, dr. Andri P. Aswar, SpOG, dr. Alfian ZS SpOG, dr.
Errol, SpOG, dr. T. Johan A., M.Ked(OG), SpOG; dr. Tigor PH,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Elvira MS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Hendry AS,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Heika NS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske EP,
M.Ked(OG); dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Arjuna S,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Janwar S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Irwansyah P,
M.Ked(OG), SpOG; dr.Ulfah WK, M.Ked(OG), SpOG; dr. Ismail
Usman, M.Ked(OG), SpOG; dr. Aries M, dr.Hendri Ginting,
SpOG, dr. M. Yusuf, M.Ked(OG), SpOG; dr. Dany Aryani, M.Ked(OG),
SpOG; dr. Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG; Saya berterima kasih atas
segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan
selama ini.
26. Kepada sahabat-sahabat saya sejawat satu angkatan: dr. Pantas S
Siburian, M. Ked(OG); dr. Morel Sembiring, M. Ked(OG); dr. Eka
Handayani, M.Ked(OG); dr. Liza Marosa, M. Ked(OG); dr. M Rizki
Pratama Yudha, M. Ked(OG); dr. M. Arif Siregar, M. Ked(OG), SpOG;
dr. Ferdiansyah Putra Hrp, M.Ked(OG), SpOG; dr. Yudha Sudewo, M.
Ked(OG), SpOG; dr. Henry Gunawan terima kasih untuk kebersamaan
dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat ini.
27. Teman sejawat yang pernah bekerjasama dengan saya dalam tim
jaga: dr. Eka Handayani, M.Ked(OG), dr. Liza Marosa, M.Ked(OG), dr.
Hendri Gunawan, dr. Hotbin Purba, M.Ked(OG), dr. Novrial, M.
Ked(OG), dr. Julita M.Ked(OG), dr. Alfred H. sinuhaji, dr. Meifi, dr.
Hilma, M.Ked(OG), dr. Hamimah, dr. Hendri Tarigan Tua, dr. Yufy, dr.
M. Wahyu Utomo, dr. Masithah Taharudin, dr.Mario, dr. Rizal K.
Aritonang, dr. Putra, dr. Irfan Hamidi, dr. Nisa, dr. Vita, dr. Qisthi Aufa
Lubis, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah
akan Saya ingat selamanya.
28. Rekan-rekan PPDS yang sangat baik: dr. Ika Sulaika, dr. Edward SM,
M.Ked(OG), dr. Erwin Edi S, dr. Abdur Rohim, M.Ked(OG), SpOG, dr.
M.Ked(OG), dr. Julita Andriani Lubis, M.Ked(OG), dr. Ivo F. Canitry,
M.Ked(OG, SpOG), dr. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ray
Christy Barus, M.Ked(OG), SpOG, dr. Fifianty PA, dr. Anindita N,
M.Ked(OG), SpOG, dr. Hiro Hidaya Danial Nst, M.Ked(OG), dr. M.
Faisal Fahmi, dr. Dezarino M.Ked(OG), dr. Chandran Frinaldo Saragih,
dr. Alfred HS, dr. Hilma Putri Lbs, M.Ked(OG), dr. Reni A M.Ked(OG),
dr. Aliya Hanifa, dr. Dewi Andriyati, dr. Jesurun B.D. Hutabarat, dr.
Meifi Elvira, dr. Juhriyani M. Lubis, dr. Hendrik A. Tarigan Tua, dr.
Rahmanita, dr. Yasmien H, dr. Ninong Ade Putri, M.Ked(OG), dr.
Apriza, dr. Arvitamuryani, dr. Yufi P, dr. Indra Setiawan, dr. Servin P.
Djaganata, dr. Bandini, dr. Hamima Nurul Adisti, M.Ked(OG), dr. Dina
Kusuma W, dr. Wahyu Utomo, dr. Nafon, dr. Obed Paul A Simatupang,
dr. Reni J, dr. Eva M, dr. Eunike, dr. Donny, dr. Dalmy Iskandar, dr. T
Larry A, dr. Aurora MF, dr. Irliyan Saputra, dr. Ratih Puty Hariandy, dr.
Yusrizal, dr. Lydia, dr. Citra, dr. Zulkarnain T, dr. Abdul Gafur, dr. Iman
Syaputra, dr. D. Irsat Syafardi, dr. Ahmad Syafiq, dr. Azano Syahriza
S, dr. Tony Simarmata, dr. Imron Porkas Lubis, dr. Titi Amalia, dr.
Sofwatul Mardiah, dr. Luthfi Aditiarahman, dr. Citra L Hasibuan, dr.
Azano Syahriza, dr. Titi Amalia, dr. Anisya Friskasari Hasibuan, dr.
Irvan Arifianto, dr. Muhar Yunan Tanjung, dr. Marissa Jentri LT, dr.
Dahler Sandana Srg, dr. Devi Meliana Syam, dr. Syauki, dr. Dyah
Nurvita, dr. Isnayu, dr. Ria Suci, almh. dr. Kartika Sari, dr. Nutrisia, dr.
RA Dewi Utari, dr. Roy Bangun, dr. Dewi Leva, dr. Cherri Kumalasari,
dr.Masdarul. Terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan
doa yang telah diberikan selama ini.
29. Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu
Zubaedah, Mimi, dan seluruh Pegawai di lingkungan Departemen
Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan terima kasih atas
bantuan dan dukungannya.
30. Dokter muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para
pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU / RSUP. H.
Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, RS. Haji Medan, RS.
Sundari, Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli, Rumkit Tk. II
Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan, yang dari padanya Saya banyak
memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan
saling pengertian yang diberikan kepada Saya sehingga dapat sampai
pada akhir program pendidikan ini.
31. Tiada kata yang dapat Saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah
SWT dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga Saya
sampaikan kepada kedua orang tua Saya yang sangat Saya cintai,
Ayahanda IR. H. Nukman Harahap dan ibunda Almarhumah Hj. Nur
Deliana samosir yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan,
serta mendidik Saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari
hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada Saya selama
mengikuti pendidikan ini.
32. Kepada yang terhormat, kedua orangtua mertua, Drs. H. Rida Amran
Siregar serta Hj. NurBainah Siregar. Terima kasih yang
sedalam-dalamnya atas segala dukungan yang telah diberikan kepada saya dan
keluarga. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan
yang telah diberikan selama ini
33. Kepada Suamiku tercinta Faizal Amri Siregar ST, terima kasih atas
doa, keikhlasan dan kesetiaan yang tinggi menunggu saya
menyelesaikan pendidikan ini, dan ketiga putri saya terkasih Anandya
Annisa Amri Siregar, Akayla Maykeisha Amri Siregar dan Aurelza
Miereyda Amri Siregar. Yang memberi inspirasi serta penyemangat
saya dalam menyelesaikan pendidikan ini.
34. Kepada saudara kandung Saya, M. Fidri Ardiansyah Harahap. Kepada
saudara ipar yang saya , dr. Farida Hanum siregar, Kolonel Indra
Maulana Harahap, Fitra Hayati siregar SH, Al Kamra SH, dr. Finta Sari
Siregar. dr. Irwansyah Batubara. Dan kakak saya Takariani, terima
kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa kepada Saya selama
35. Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat Saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun
materil, Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga
Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
2.9.7. Rangsangan Pemicu dan Penghambat
Termasuk Modulator Eksogen dan Endogen ... 34
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Histologis Kanker Epitel Ovarium (Modifikasi Dari WHO 2003) ... 18
Tabel 2.2. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO ... 18
Tabel 2.3. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari Plasminogen dalam Sistem Sel Bebas ... 33
Tabel 2.4. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari Plasminogen dalam Sistem Sel ... 34
Tabel 2.5. Efek Protein Angistatin Manusia pada Tumor Primer ... 36
Tabel 2.6. Efek Pemindahan Gen Protein Angisotatin pada Primer 36
Tabel 2.7. Kombinasi Efek Protein Angistatin dan Radiasi pada Berbagai Tumor ... 37
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Pasien dengan Tumor Ovarium Epitel ... 55
Tabel 4.2. Distribusi Hasil Histopatologi Tumor Ovarium Epitel Jinak dan Tumor Ovarium Epitel Ganas ... 57
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
AS angiostatin
ASI Air Susu Ibu
bFGF basic Fibroblast Growth Factor
BRCA Breast Cancer Antigen
CAM chick chorioallantoic membrane
cDNA complementary deoxyribonucleic acid
DNA Deoxyribo Nucleic Acid
ELISA Enzyme-linked immunoabsorbent assay
ES endostatin
FGF Fibroblast Growth Factor
FIGO International Federation of Gynecology dan Obstetrics
GF Growth Factor
hMLH1 human MutL homolog 1
hMSH2 human Muts homolog 2
HNF Hepatocyte Nuclear Factor
HNPCC HeriditerNonpolyposis Colorectal Cancer
HRP horse radish peroxidase
KB Keluarga Berencana
KEO KankerOvariumEpitel
KGB Kelenjar Getah bening
LLC Lewis Lung Carcinoma
MME Metalloelastase
MMP Matrix Metalloproteinase
MMPs Matrix Metalloproteinases
mRNA messenger Ribo Nucleic Acid
PTEN phosphatase and tensin homolog
TCC Transitional Cell Carcinoma
TGF tumor growth factor
TMB tetra methyl benzidine
TrK Tyrosine Receptor Kinase
VEGF Vascular Endothelial Growth Factor
KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM EPITEL GANAS
Damayana S
Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Indonesia, Maret 2014
ABSTRAK
LATAR BELAKANGPemeriksaan klinis, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Tumor ganas dianggapmenghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel.
TUJUAN: Untuk mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas
METODE: Penelitian ini merupakan penelitian analisis komparatif dengan pendekatanpotong lintang. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi dan RS Jejaring FK USU di Medan. Pemeriksaan kadar angiostatin urindi Laboratorium Prodia Medan. Penelitian mulai bulanDesember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi adalah seluruh pasien tumor ovarium dan telah di rencanakanuntuk operasi elektif. Pada penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 dan interval kepercayaan 95 % maka jumlah sampel minimal masing-masing grup adalah 19 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling.
HASIL:Mayoritas penderita tumor ovarium ganas adalah usia 20-50 tahun(73%), belum menopause(78%), paritas ≥1 (73%) dan usia menarche pada usia <14 tahun(89%). Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, kelompok tumor ovarium jenis ganas yang terbanyak adalah Adenocarcinoma Serosum Ovarii (26.3%). Tumor ovarium epitel ganas mempunyai kadar angiostatin urin 202,616 ± 229,1864 yang lebih tinggi dari tumor epitel ovarium jinak yaitu 90,568 ± 145,362. Dengan nilai p value 0,034. Berdasarkan uji statistik independent sample test didapatkan hasil nilai p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna kadar Angiostatin urin tumor ovarium epitel ganas dan jinak. KESIMPULAN: Terdapat perbedaan bermakna kadar angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganasdan tumor ovarium epitel jinak.
KATA KUNCI : Angiostatin urin, Tumor Ovarium Epitel Ganas, Tumor Ovarium Epitel Jinak
Damayana S
Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,
Department of Obstetric dan Gynecologic Medical Faculty of University of Sumatera Utara,
Indonesia, March 2014
ABSTRACT
BACKGROUND: Clinical examination, ultrasound and imaging and tumor marker profile performed in order to distinguish benign ovarian tumors and malignant ovarian tumors. Most of the tumor marker in ovarian cancer based on clinicopathologic (staging and tumor progression) as of difficult to detect cancer at earlier stage. Malignant tumors are considered produce angiogenesis inhibitors such as endostatin (ES), angiostatin (AS), and trombospondin. In addition, endostatin and angiostatin is found in the urine of epithelial ovarian cancer patients, so it can be used as a marker for epithelial ovarian cancer.
OBJECTIVE: To determine differences between angiostatin levels in urinary patients with benign epithelial ovarian tumors and malignant epithelial ovarian tumors
METHODS: This study is a comparative analysis with cross-sectional approach at Obstetrics and Gynecology Department at H.Adam Malik hospital, Pirngadi general hospital and Network Hospital in Medan. Examination of urinary angiostatin levels in Prodia Laboratory Medan. The study began in December 2013 until the sample size is met. The population is all patient with ovarian tumor and has been planned to elective surgery. In this study, the significance level (α) of 0.05 and 95 % confidence intervals of the minimum number of samples in each group is 19. Sampling is a consecutive sampling.
RESULTS: The majority of patients with malignant ovarian tumors were aged 20-50 years (73 %), premenopausal (78 %), parity ≥ 1 (73 %) and the age of menarche at age < 14 years (89 %). Based on the results of the histopathologic examination, the most group type of malignant ovarian tumors are serosum Adenocarcinoma of the ovary (26.3 %). Malignant epithelial ovarian tumors have urinary angiostatin levels 202.616 ± 229.1864 higher than that of benign ovarian epithelial tumors 90.568 ± 145.362 with p value of 0.034. Based on the statistical test of independent sample test, showed a p-value of < 0.05 which showed significant difference of urinary angiostatin levels of malignant and benign epithelial ovarian tumors.
CONCLUSION: There are significant differences in the urinary angiostatin level between malignant epithelial ovarian tumors and benign epithelial ovarian tumors.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang
mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai
85-90% adalah kanker ovarium epitel. Pada tahun 2009, American Cancer
Society melaporkan bahwa terdapat 21.000 wanita yang menderita
kanker ovarium, dimana 70% diantaranya terdiagnosa pada stadium
lanjut. Oleh karena itu, kurang dari 50% pasien dapat hidup selama 5
tahun setelah diagnosis awal.
Di seluruh dunia, sekitar 125.000 orang wanita meninggal setiap
tahun karena kanker ovarium. Tingkat insiden tertinggi terjadi di
negara-negara maju, terutama Eropa Utara. Dari jumlah tersebut, karsinoma
ovarium epitelial terdiri dari 90 sampai 95 persen dari semua kasus,
termasuk tumor diferensiasi potensi ganas rendah.
1,2,3,4,5,6
2,3,4,6
Menurut penelitian Stephen suh, Tumor ovarium baik jinak maupun
ganas merupakan penyakit ginekologi yang sering diteliti dalam studi
proteomic, dalam upaya menemukan penanda tumor (tumor marker)
paling efektif dalam hal membedakan keduanya. Hal ini dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan terapi yang optimal untuk tumor
ovarium jinak maupun ganas.Dalam dua dekade terakhir telah
Pemeriksaan klinis yang meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta
profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium
jinak dengan tumor ovarium ganas. Hal ini dilakukan agar tercapai
prognosis yang lebih baik dengan penanganan yang tepat. Dalam studi
Systematic Review dinyatakan bahwa prognosis yang lebih baik dapat
dicapai pada pasien kanker ovarium, apabila dapat dirujuk sedini mungkin
dan ditemukan pada stadium awal sehingga dapat segera mendapat
penanganan atau terapi yang tepat oleh ahli onkologi ginekologi pada
pusat pelayanan kesehatan yang lengkap.
Untuk mendeteksi stadium awal kanker ovarium atau mencegah
pembedahan yang tidak perlu, maka diperlukan strategi pemeriksaan dan
skrining yang memiliki sensitivitas > 75% dan spesifitas 99,6%. Saat ini
prosedur skrining yang dapat digunakan untuk mendeteksi kanker epitel
ovarium, yaitu : pemeriksaan ginekologi, serum CA125 dan USG
Transvaginal. Pemeriksaan pelvis merupakan bagian yang penting dalam
pemeriksaan ginekologi tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya kurang.
Pada Penelitian Drenberg, didapati CA125 meningkat pada 80%
penderita dengan kanker ovarium, tetapi pada penderita kanker ovarium
stadium awal, hanya dijumpai peningkatan 50 %. CA125 dapat juga
meningkat pada pasien tumor ovarium jinak. Penelitian Ali di medan,
tentang sensitivitas dan spesifitas human epipidymis protein-4 (HE4) dan
antigen kanker CA125 pada tumor ovarium didapat sensitivitas dan
spesifitas CA125 sebesar 84,4% dan 78,1%, sedangkan sensitivitas dan
spesifitas HE4 masing-masing 75% dan 75%. Sehingga penggunaan
HE4 sebagai penanda tunggal dianggap lemah. Penggunaan transvaginal
USG dan CA125 meningkatkan sensitifitas, meskipun cara ini kurang
praktis untuk skrining kanker karena berpotensi untuk menghasilkan hasil
pemeriksaan yang positif palsu. Sehingga perlu dikembangkan
penelitian-penelitian tentang biomarker yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang
tinggi dan non invasif.
Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker
ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan
perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium
dini. Penanda tumor yang bisa akurat mendeteksi dan mendiagnosis
sedini mungkin akan meninggkatkan secara signifikan tingkat
kelangsungan hidup pasien dengan kanker ovarium. Penelitian-penelitian
saat ini tentang penanda tumor didasarkan pada perjalanan molekular
terjadinya kanker ovarium. Baik itu yang diperoleh dari serum maupun dari
urin.
1,3,4,6,62
Selama perkembangan awal tumor, sel-sel mempunyai
kemampuan untuk merangsang angiogenesis. Angiogenesis tumor
dimulai dari sel-sel tumor yang melepaskan molekul pemberi sinyal
kepada jaringan normal disekitarnya. Sinyal ini mengaktifkan gen-gen
tertentu pada jaringan sekitar dan pada akhirnya merangsang
pembentukan pembuluh darah baru. Tumor akan tumbuh lambat dan
hanya mencapai ukuran 1-2 mm dipengaruhi oleh growth factor, onkogen
dan tumor suppressor genes, namun akan tumbuh cepat dan dapat
mencapai ukuran yang tidak terbatas jika telah terjadi vaskularisasi. Untuk
memenuhi persyaratan ini, sel-sel neoplastik menghasilkan faktor
angiogenik yang merangsang pembentukan pembuluh darah baru dari
endotelium pembuluh darah utama. Perubahan ke fenotipe angiogenik
selama tahap awal dari perkembangan tumor dimodulasi oleh
proangiogenic/ angiogenic growth factors dan antiangiogenic/
angiogenesis inhibitors dalam mode keseimbangan ( angiogenic switch).
Banyak faktor yang mempengaruhi mekanisme angiogenesis, salah
satunya adalah hipoksia ( hypoxia inducible factor, HFI-1). Pertumbuhan
tumor dibagi menjadi fase prevaskular dimana aktivitas angiogenik tidak
cukup, tumor tetap kecil dengan volume hanya beberapa millimeter. Fase
vaskuler, disini tumor tumbuh cepat menjadi invasive dan potensi
metastase meningkat. Maka evaluasi tingkat angioregulator dalam cairan
tubuh dapat berkontribusi pada deteksi dini Kanker ovarium epitel. Sifat
pertumbuhan tumor yang tergantung angiogenesis sangat relevan untuk
tumor ini yang dapat mencapai ukuran besar dan hubungan antara
densitas mikrovaskuler dan agresifitas dari tumor telah diketahui. Dengan
demikian, analisa faktor angiogenik yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan Kanker Epitel Ovarium mungkin memiliki implikasi penting
Sebelumnya dilaporkan bahwa cairan kista Kanker Epitel Ovarium
mengandung sejumlah besar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).
VEGF dan Base Fibroblast Growth Factor (bFGF) dievaluasi pada pasien
dengan kista ovarium jinak, kista fungsional, tumor borderline, dan pasien
dengan tumor ganas. Ada perbedaan yang jelas dalam tingkat VEGF
antara kista ganas dan kista jinak, borderline atau kista fungsional.
Neoplasma ganas memiliki rata-rata peningkatan 26 kali lipat pada kadar
VEGF dibanding lesi jinak dan peningkatan 6 kali lipat dibanding tumor
borderline. Tidak seperti VEGF, Base Fibroblast Growth Factor umumnya
sangat rendah atau tidak terdeteksi pada kista ganas dan tidak
berhubungan dengan keganasan. Dikatakan juga bahwa kadar VEGF
dalam cairan kista ovarium adalah 3 kali lipat lebih tinggi pada 6 pasien
dengan bukti penyakit 1-2 tahun setelah pembedahan(~ 50 ng / ml)
dibandingkan dengan 7 pasien tanpa bukti penyakit (~ 18 ng / ml) [11].
Akibatnya, evaluasi penanda angiogenik atau angiostatik yang beredar
atau diekskresikan mungkin relevan secara klinis untuk Kanker Ovarium
Epitel.
Pada penelitian Drenberg, ditemukan tingginya konsentrasi VEGF
dan sitokin angiogenik lainnya pada tumor. Peningkatan kadar faktor
pertumbuhan hepatosit (HGF) dapat terlihat dalam darah, urin dan cairan
asites pada pasien kanker, termasuk kanker epitel ovarium. Tumor ganas
juga menghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES),
angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan
angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga
dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel. Hasil
penelitian Drenberg tersebut didapati kadar angiostatin urin tumor ovarium
jinak rata-rata 21.4 ng/mL ± 3,7 dan 41,5 ng/mL ± 8,8. Sebaliknya
angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganas memiliki nilai rata-rata
115 ng/mL ± 39,2 dan 276 ng/mL ± 45,8. Peningkatan kadar angiostatin
urin pada pasien kanker ovarium epitel tidak dipengaruhi stadium tumor,
ukuran, jenis histopatologi, kadar kreatinin, status menopause, atau usia
pasien. Angiostatin yang merupakan bagian proteolitik dari plasminogen
dapat dipakai sebagai penanda tumor (diagnostik dan prognostik) dan
dapat menjadi metode baru yang non invasive untuk deteksi kanker
ovarium epitel.1,3,19,57,58,59
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain diatas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah: Apakah dijumpai perbedaan kadar angiostatin dalam urin
pasien tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi tumor ovarium epitel jinak dan
tumor ovarium epitel ganas berdasarkan karakteristik.
2. Mengetahui distribusi hasil pemeriksaan histopatologi tumor
ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas.
3. Mengetahui perbedaan kadar Angiostatin pada urin penderita
tumor ovarium epitel ganas dan tumor ovarium epitel jinak.
1.4. Manfaat Penelitian
Mengetahui kadar angiostatin urin dalam membedakan tumor
ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas sebagai
landasan untuk penelitian biomarker dalam menegakkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Insidensi
Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah kanker yang
berasal dari ovarium dengan berbagai tipe histopatologi, dapat mengenai
semua umur dan merupakan tumor ganas tersering kedua dari seluruh
tumor ganas ginekologi dan merupakan penyebab kematian nomor satu
dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi.
Kanker ovarium merupakan urutan keenam paling sering terjadi
dan urutan ketujuh penyebab kematian dari seluruh kanker pada wanita di
seluruh dunia. Tahun 2002 menyebabkan kematian lebih dari 125.000
wanita di seluruh dunia setiap tahunnya dari semua jenis kanker
ginekologi lainnya. Tingkat insiden tertinggi terjadi di Eropa Utara dan
Barat serta Amerika utara. Penderita umumnya didiagnosis terlambat,
karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat untuk kanker
ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30% saja yang terdiagnosis pada
stadium awal.
1.2,4,5,6
1,2Deteksi pada stadium awal (I / II) memiliki angka
kelangsungan hidup lebih dari 90%, tetapi hanya sekitar 20% dari semua
kasus yang dilaporkan dapat dijumpai pada stadium awal dan angka
kelangsungan hidup 5 tahun yaitu sekitar 11% ketika terdeteksi pada
stadium lanjut (III/IV). Gejala kanker ovarium sangat kompleks dan sering
saat ini, termasuk metode reseksi bedah dan kemoterapi telah
dikembangkan untuk stadium akhir tumor ovarium, namun statistik terbaru
menunjukkan bahwa kurang dari 10% perbaikan telah dicapai untuk angka
kelangsungan hidup 5-tahun selama 35 tahun terakhir.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000 melaporkan
192.000 kasus di seluruh dunia, dengan 6000 kasus dilaporkan dari
inggris.
2,3,4,10,11
2 Di Amerika Serikat, kanker ovarium merupakan kanker ganas
keempat penyebab kematian dengan ditemukannya lebih dari 20.000
kasus baru setiap tahun.
Satu dari 78 wanita Amerika (1,3%) akan mengalami kanker
ovarium selama hidupnya. Insidensi telah menurun secara lambat sejak
stahun 90-an, kanker ovarium turun menjadi penyebab kematian ke-8
pada wanita. Pada tahun 2007, ditemukan 22.430 kasus baru dan
mungkin telah berkembang di amerika. Hanya sedikit yang dijumpai pada
stadium awal. Sebagai hasilnya diperkirakan 15280 mengalami kematian,
kanker ovarium menjadi urutan ke 5 penyebab kematian karena kanker,
secara umum rata-rata usia didiagnosa diawal usia 60.
1,4,5,6
Di Finlandia, kanker ovarium menempati urutan kelima penyebab
utama kematian dari seluruh kanker ginekologi, menyebabkan sekitar 300
kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2004 ditemukan 486 kasus baru.
Tingkat insiden tertinggi terjadi di negara-negara maju, khususnya di
Eropa. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun di Finlandia menjadi 49 %.
Mortalitas kanker ovarium sesuai dengan umur adalah 5.3 per 100.000
orang dalam setahun.
Kanker Epitel Ovarium merupakan kanker ginekologi yang paling
mematikan. Pada tahun 2009 terdapat 21.000 wanita, dimana 70 %
diantaranya terdiagnosa pada stadium lanjut. Kurang dari 50 % pasien
dapat hidup selama 5 tahun setelah diagnosa awal.
2,3,4
Umumnya secara histologis hampir seluruh kanker ovarium berasal
dari epitel yaitu menempati sekitar 85-90% dari seluruh kanker ovarium.
Dari penelitian di Indonesia seperti Danukusumodi Jakarta pada tahun
1990, mendapatkan kejadian kanker ovarium sebesar 13.8% dari seluruh
keganasan ginekologi dan Fadlandi Medan pada tahun
1981-1990,melaporkan sebesar 10.64% dari seluruh keganasan ginekologi dan
usia terbanyak ditemukan pada kelompok umur 41-50 tahun.
2,4,6
4,5,7,8,55
2.2. Etiologi
Kanker epitel ovarium diyakini berasal dari transformasi maligna
dari permukaan epitel ovarium yang mengalami ruptur berulang-ulang dan
mengalami perubahan pada saat ovulasi. Beberapa hipotesa tentang
etiologi kanker ovarium diantaranya yang dikenal dengan hipotesa ovulasi
yang terus menerus, hipotesa gonadotropin, hipotesa hormonal, dan
hipotesa inflamasi. Hipotesa ovulasi menjelaskan bahwa kerusakan epitel
permukaan ovarium yang terjadi terus menerus, diikuti proliferasi
terjadinya mutasi, sehingga meningkatkan resiko terjadinya kanker epitel
ovarium. Hipotesa gonadotropin mengatakan bahwa akibat paparan
terhadap kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya
transformasi malignan, kemungkinan diakibatkan meningkatnya
pertumbuhan sel dan menghambat apoptosis, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui stimulasi estrogenik permukaan epitel
ovarium. Hipotesa hormonal mengatakan bahwa stimulasi androgen yang
berlebihan dapat menyebabkan meningkatnya resiko kanker epitel
ovarium, yang pada akhirnya mungkin menurun akibat stimulasi
progesteron. Hipotesa inflamasi dimulai dari adanya asumsi bahwa
terjadinya kanker ovarium disebabkan respon terhadap kerusakan genetik
yang disebabkan faktor-faktor inflamasi, seperti yang berasal dari
lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses ovulasi itu
sendiri. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau payudara
merupakan faktor resiko yang paling penting untuk kanker ovarium dan ini
dapat di telusuri dari mutasi gen yang diturunkan pada salah satu dari dua
gen. BRCA1 dan BRCA2 ditemukan 10% dari semua kanker ovarium.
Meningkatnya kanker ovarium dihubungkan juga dengan sindrom Heriditer
Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC/Lynch II) dengan mutasi pada
gen perbaikan DNA Mismatch, terutama hMSH2 dan hMLH1. Selain faktor
genetik, proses penuaan merupakan faktor resiko untuk kanker ovarium,
karena insiden meningkat seiring pertambahan usia. Untuk mendukung
dihubungkan dengan penurunan resiko kanker epitel ovarium.
Diantaranya jumlah kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, menyusui,
usia menarche serta usia pada saat menopause. Selain itu, ligasi tuba dan
histerektomi menunjukkan penurunan resiko kanker ovarium.
Terapi hormonal pasca menopause dinyatakan berhubungan
dengan meningkatnya resiko kanker ovarium, walaupun data mengenai
hubungan antara terapi pengganti hormonal dengan angka kejadian
kanker ovarium tidak konsisten, tetapi penggunaan estrogen yang lama
dapat dihubungkan dengan resiko kanker ovarium.
2,4,6,56
Kanker epitel ovarium tampaknya berasal dari permukaan sel epitel
ovarium yang terjadi melalui salah satu dari dua alur:
7,34
1. Tumor tipe I
Terjadi melalui perkembangan yang lambat dari lesi prekursor, dari
inklusi kista ke Adenoma jinak atau Cystadenoma dengan petensi
keganasan yang rendah melalui metastase adenokarsinoma.
2. Tumor tipe II
6
Timbul secara spontan dan agresif dari epitel permukaan atau inklusi
kista tanpa lesi prekursor.6
2.3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko pada kanker ovarium:
1. Faktor lingkungan
- Wanita di Amerika utara, Eropa utara atau di negara industri,
contohnya Israel, memiliki resiko kanker yang lebih tinggi. Secara
global Jepang memiliki angka resiko yang paling kecil. Pola makan
sehari-hari juga berpengaruh terhadap resiko kanker ovarium,
misalnya mengkonsumsi makanan rendah lemak tinggi serat,
karoten, dan vitamin juga mempengaruhi.
2. Faktor reproduksi
2,4,6,10
- Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya
resiko kanker ovarium, karena diperkirakan terjadinya perbaikan
yang tidak sempurna pada permukaan epitel ovarium. Menarche
dini dan menopose lama, juga berhubungan dgn meningkatnya
resiko kanker ovarian.
- Induksi ovulasi dengan menggunakan clomiphene sitrat
meningkatkan resiko dua sampai tiga kali.
- Terapi pengganti esterogen setelah menopouse meningkatkan
resiko.
- Kondisi yang menurunkan frekwensi ovulasi dapat menurunkan
resiko kanker ovarium.
- Pemakain pil KB, menurunkan resiko hingga 50% bila dipakai
selama 5 tahun. Pemakaian KB kombinasi dalam jangka panjang
dapat mencegah resiko kanker ovarium sebanyak 50%. Lama
waktu durasi proteksi bertahan hingga 25 tahun setelah
- Paritas berhubungan dengan periode panjang dari pada ovulasi
berulang dan wanita tanpa anak memiliki resiko 2 kali lipat
mengalami kanker ovarium.
- Multiparitas
4,6
Resiko menetap pada wanita yg telah melahirkan lebih 5 kali. Satu
teori yang menarik menjelaskan efek protektif adalah bahwa
kehamilan menginduksi permukaan dari sel premaligna ovarium.
- Kelahiran multipel.
4,6
- Riwayat pemberian ASI.
Wanita menyusui memiliki efek protektif amenore yg
berkepanjangan.
3. Faktor genetik
- 5-10% herediter.
- Angka resiko 5% pada penderita yang memiliki satu saudara dan
meningkat menjadi 7% bila memiliki dua saudara yang menderita
kanker ovarium. Data dari National Cancer Institute tanhun 2007,
Identifikasi pasien resiko tinggi dengan keluarga yang memiliki
kanker ovarian, kanker payudara, atau kanker kolon adalah strategi
pencegahan terbaik.
4. Ras
4,6
- Wanita kulit putih memiliki insidensi tertinggi terhadap kanker
ovarium dari seluruh ras dan etnis, dibandingkan dengan wanita
5. Tipe kanker epitel ovarium yang diturunkan
- Site-specifik: hanya gen pembawa kanker ovarium yang di
transmisikan,tetapi jarang terjadi.
- Breast ovarian cancer syndrome.
- Riwayat keluar denagn Sindroma Lynch tipe II yang melibatkan
kanker kolorektal nonpolyposis, kanker Endometrium, mammae,
ovarium, dan keganasan gastrointestinari serta genitourinary
lainnya. Pasien dgn sindrom ini memiliki faktor resiko sebanyak
85% sepanjang hidupnya dan kanker ovarium sebanyak
10-12%.2,4,6,10
2.4. Klasifikasi Histologi
Jenis histologi yang berbeda pada kanker epitel ovarium berhubungan
dengan perubahan genetik molekuler dan kaskadenya (gbr 1).stadium
awal dan stadium lanjut pada kanker serous ovarium mungkin terjadi
karena jalur yang berbeda, sebelum berkembang menjadi Adenoma
boderline tumour carcinoma sequence atau tumor boderline yang ditandai
oleh mutasi KRAS atau BRAF, dan yang terakhir muncul de novo dari
epitel dengan morfologi normal atau displastik dengan inklusi kistaatau
pada permukaan ovarium melibatkan mutasi p53 dan disfungsi BRCA 1
dan/atau BRCA 2.2,4 Kanker ovarium endometroid stadium lanjut melibatkan perubahan genetik molekuler yang mirip dengan kanker
menunjukkan mutasi pada CTNNB1 (gen katenin-β) dan PTEN yang
serupa dengan mikrosatelit (MI) yang mungkin berasal dari endometriosis
ovarium atau dari tumor boderline. Karsinoma musin menunjukkan mutasi
pada KRAS melalui Adenoma borderline tumour carcinoma sequence.
Karsinoma clear cell mungkin berasal dari endometriosis ovarium dan
mutasi TGFbetaR2, ekspresi HNF-1beta yang berlebihan, kelainan BRCA
1dan BRCA 2 dan ketidakstabilan mikrosatelit. Perubahan molekuler yang
terjadi pada transisi sel karsinoma ovarium sebagian besar tidak diketahui,
dan tumor ganas mesodermal campuran serta karsinoma undifferentiated
dikelompokkan pada tumor tipe II.
2,4,6
Gambar 1. Model pengembangan kanker epitel ovarium dan
perubahan molekuler yang berhubungan dengan
subtipe histologis yang berbeda.2
Kanker epitel ovarium, 90% menjadi tumor ovarium ganas,
diklasifikasikan sebagai subtipe histologist serosa, musin, endometrioid,
clear cell, sel transisi,sel skuamosa, campuran epitel, undifferentiated dan
Tabel 2.1. Klasifikasi Histologis Kanker Ovarium Epitel Modifikasi dari
WHO 2003.
Histological subtype Frequency Overall survival rate at 5 years
2
Serous adenocarcinoma 30-70% 37%
Mucinous adenocarcinoma 5-20% 63%
Endometrioid adenocarcinoma 10-20% 60%
Clear cell adenocarcinoma 3-10% 59%
Transitional cell carcinoma (TCC)/ rare 35% for TCC
Malignant Brenner tumor
Squamous cell carcinoma rare 28%
Mixed epithelial 0.5-4% 57%
Undifferentiated carcinoma 4-7% 6-37%
Unclassified adenocarcinoma rare not yet known
Tabel 2.2. Klasifikasi Histopatologis menurut WHO4
Klasifikasi Karsinoma Ovarium berdasarkan World Health Organization (WHO) Adenocarcinoma serous
Tumor mucin (Adenocarcinoma mucinous) Adenocarcinoma
Pseudomyxoma peritonei Tumor endometrioid
Malignant mixed müllerian tumor Clear cell adenocarcinoma Tumor sel transisional Malignant Brenner tumor Karsinoma sel transisional Karsinoma sel skuamosa Mixed carcinoma
Kanker ovarium jenis epitelial dibagi sesuai grading / differensiasinya:
- GX : Grading tidak dapat ditentukan
- G1 : Berdifferensiasi baik
- G2 : Berdifferensiasi sedang
- G3 : Berdifferensiasi buruk.
Subtipe paling sering adalah neoplasma serosa, diikuti oleh
endometrioid, musin, clearcell, undifferentiated, dan campuran epitel.
Karsinoma serosa terutama ditemukan sudah dalam stadium lanjut
(stadium III), sedangkan clear cell, karsinoma endometrioid dan musin
cenderung lebih sering terbatas pada ovarium atau panggul (stadium I-II).
Di antara enam subtipe histologist yang paling umum terjadi, tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan selama lima tahun dimulai dari
yangterendah adalah serosa(37%) dan undifferentiated(37%), sedangkan
tumor musin memilik iprognosis yang paling bagus(63%) terutama pada
tahap awal(88%). Selain itu, ada data yang bertentangan dengan
karsinoma ovarium clear cell. Dalam beberapa penelitian sebelumnya,
prognosisnya mirip dengan karsinoma ovarium lainnya, sedangkan dalam
penelitian lain, subtipe clear cell dibandingkan dengan karsinoma ovarium
serosa dan epitel non-clear cell, telah terbukti menunjukkan prognosis
buruk pada tahap lanjut dengan ketidakpekaan terhadap kemoterapi
berbasis platinum. Namun, signifikansi dari subtipe histologis sebagai
prediktor prognosis independen tetap bersifat kontroversial dalam kanker
Sistem grading untuk karsinoma epitel ovarium yang paling banyak
digunakan adalah dari FIGO dan WHO, yang didasarkan pada struktur
dari tumor. Sedangkan di Finlandia sistem grading yang dipakai dan
sudah direkomendasikan oleh divisi Finlandia International Academy of
Pathology adalah sistem grading Threeclass yang dibuat berdasarkan
bentuk dan nukleus atipik dari tumor. Stadium histologi memiliki nilai
prognostik pada kanker epitel ovarium, terutama pada stadium awal. 2,7 Penyebaran kanker epitel ovarium terjadi terutama melalui tiga
mekanisme
1.
:
Ekstensi langsung ke dalam strukturpanggul yang
2.
berdekatan.
Penyebaran sel-sel kanker bebas dari ovarium ke dalam rongga
peritoneum dan distribusi mereka dengan bersirkulasi dalam cairan
3.
peritoneum.
Menyebar melalui sistem limfatik.
Sebaliknya, penyebaran hematologi kanker ovarium bukan
merupakan cara umum penyebaran kanker ovarium secara limfatik dari
ovarium mengalir ke iliaka eksterna, common iliac, hipogastrikus, lateral
dari sakral, kelenjer getah bening para-aorta, dan kadang-kadang, ke
kelenjar inguinalis. Sebagai konsekuensi cara-cara penyebaran ini,
metastasis yang umum terjadi pada peritoneum, termasuk omentum dan
pelvis dan visceral perut, dengan keterlibatan diafragma dan yang
tersering adalah pada permukaan hati, paru dan pleura. Pembagian
dan Obstetrics (FIGO) staging system berdasarkan luas penyebaran
kanker ovarium yang ditentukan oleh temuan operasi, sitologi, dan
histopatologi pada laparotomi, dan mungkin dimodifikasi oleh temuan
klinis dan radiologi.
Stadium kanker ovarium berdasarkan International Federatiom of
Gynecologist and Obstetricians (FIGO) Tahun 2000.
2
Stadium I : Tumor terbatas pada ovarium.
7
Stadium IA : Pertumbuhan terbatas pada 1 ovarium
Stadium IB : Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium;
Stadium IC : Tumor dengan stadium la atau Ib dengan pertumbuhan
tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau
dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas
atau dengan bilasan peritoneum positif
Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan
perluasan ke panggul
Stadium IIA : Perluasan dan atau metastasis ke uterus dan/ atau tuba
Stadium IIB : Perluasan ke jaringan pelvis lainnya
StadiumIIC : Tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah; atau
dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan
bilasan peritoneum positif.
Stadium III : Tumor mengenai satu atau kedua tumor dengan implan
atau inguinal positif. Metastasis ke permukaan hati masuk
stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi
secara histologi terbukti meluas ke usus besar atau
omentum.
Stadium IIIA : Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB negatif tetapi
secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopik
adanya penumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum
abdominal
Stadium IIIB : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan
di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik,
diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB negatif
Stadium IIIC : Implan di abdomen dengan diameter > 2 cm dan / atau
KGB retroperitoneal atau inguinal positif.
Stadium IV : Pertumbuhan mengenai satu / kedua ovarium dengan
metastasis jauh. Disertai efusi pleura dengan hasil
sitologi positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga
metastasis ke parenkim hati.
2.5. Gejala dan Tanda Klinis Tumor Ganas Ovarium
Gejala pada kebanyakan pasien adalah simptomatis (95%),
gejalanya tidak spesifik. Biasanya pasien mengeluh rasa tidak enak dan
rasa tertekan di abdomen, dispareunia, dan bertambahnya berat badan
2.6. Diagnosa dan Penatalaksanaan Tumor Ganas Ovarium
Penatalaksanaan utama pada tumor ganas ovarium adalah
dengan cara pembedahan untuk mengangkat massa tumor dan kemudian
melakukan penentuan stadium (surgical staging), selanjutnya ditentukan
apakah diperlukan pemberian terapi adjuvant seperti: pemberian
obat-obat sitostatika atau kemoterapi, radioterapi dan immunoterapi.2
2.6.1. Pembedahan
Penatalaksanaan pembedahan yang baku untuk penentuan
stadium (surgical staging) harus dilakukan pada karsinoma ovarium.
Penatalaksanaan pembedahaan merupakan prosedur yang dapat
menghilangkan fungsi reproduksi wanita. Tindakan pembedahaannya
disebut dengan pembedahan radikal. Jika tindakan pembedahan pada
pasien kanker usia muda dilakukan, perlu dipertimbangkan untuk
mempertahankan fungsi reproduksinya, sehingga pembedahan radikal
sebisanya dihindari dengan pertimbangan pada syarat-syarat tertentu,
sehingga tidak perlu dilakukan pengangkatan uterus dan ovarium yang
sehat. Tindakan pembedahan ini disebut dengan pembedahan
konservatif.4,5
2.6.2. Kemoterapi
Prosedur pelaksanaan kemoterapi sistemik menggunakan
Obat-obatan masuk ke pembuluh darah dan mencapai seluruh area
tubuh, sehingga kemoterapi sangat berguna untuk kanker yang telah
bermetastase. Pada beberapa kasus kanker ovarium, kemoterapi dapat
diinjeksikan melalui sebuah kateter yang di hubungkan langsung kedalam
kavum abdomen. Prosedur kemoterapi ini disebut sebagai kemoterapi
intraperitoneal. Obat-obatan yang diberikan juga diabsorbsi kedalam
pembuluh darah, sehingga kemoterapi intraperitoneal juga merupakan
salah satu tipe dari sistemik kemoterapi.Obat-obatan kemoterapi tidak
hanya membunuh sel kanker tetapi juga merusak beberapa sel normal.
kemoterapi untuk kanker ovarium jenis epitel dilakukan 6 siklus. Setiap
siklus di jadwal secara teratur menggunakan dosis obat secara reguler.
Obat yang berbeda mempunyai siklus yang bervariasi. Obat ini biasanya
diberikan secara intravena selama siklus 3 sampai 4 minggu. Kebanyakan
ahli onkologi di Amerika Serikat percaya bahwa kemoterapi kombinasi
lebih efektif dalam penanganan kanker ovarium daripada penggunaan
obat kemoterapi tunggal.Terapi kombinasi menggunakan campuran
platinum seperti cisplatin atau carboplatin, dan taxane, seperti paclitaxel
(Taxol®) atau docetaxel (Taxotere®), merupakan penanganan yang baku
2.6.3. Radiasi
Penatalaksanaan radiasi menggunakan sinar radiasi energi tinggi
untuk membunuh sel kanker. Radiasi dilakukan dengan suatu prosedur
khusus. Jenis-jenis radiasi yang biasa digunakan:
Terapi radiasi sinar eksternal : Prosedur radiasi ini menggunakan mesin yang berada diluar tubuh yang disebut sebagai “a
linear accelerator” dan difokuskankepada kankernya. Ini adalah salah satu
tipe terapi radiasi yang direkomendasikan untuk terapi kanker ovarium.
Terapi diberikan 5 hari setiap minggu selama beberapa minggu. Seperti
prosedur radiasi untuk dignostik, radiasi akan melewati kulit dan jaringan
lainnya sebelum mencapai tumor. Waktu paparan terhadap radiasi sangat
singkat, dan pada saat pelaksanaan radiasi, pengaturan posisi pasien
secara tepat agar radiasi yang diberikan tepat mengenai kanker. Radiasi
ini dapat menyebabkan kulit terlihat dan terasa terbakar. Secara bertahap
akan berkurang hingga kembali normal dalam 6–12 bulan. Karena
abdomen dan pelvik sensitif terhadap radiasi, dapat juga menyebabkan
efek kelelahan, nausea atau diare.
Brachytherapy : Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara menanamkan bahan radioaktif dilokasi yang dekat dengan kanker yang
disebut brachytherapy. Hal ini jarang dilakukan untuk kanker ovarium.
Radioaktif phosphorus : Zat ini dimasukkan kedalam abdomen,mencapai sel kanker melalui permukaan abdomen.Prosedur ini
2.7. Penanda Tumor atau Biomarker
Biomarker digunakan untuk mendeteksi secara dini dan
mendiagnosis kanker ovarium yang didasarkan pada klinikopatologis
(yaitu, pertumbuhan tumor dan perkembangannya). Biomarker yang dapat
digunakan untuk deteksi dini yang akurat dapat meningkatkan
kelangsungan hidup. Saat ini banyak diteliti biomarker potensial
berdasarkan jalur molekuler kanker ovarium tanpa mempertimbangkan
fakta bahwa spesifik biomarker pada tumor ovarium tidak perlu dikaitkan
dengan mekanisme dari penyakit itu sendiri. Beberapa biomarker yang
kuat dapat diperoleh dari 2 atau 3 produk sampingan dalam signaling
kaskade perkembangan tumor ovarium tetapi tidak secara langsung
terlibat dalam jalur molekul tumor angiogenesis dari tumor ovarium primer.
Metode sederhana dan minimal invasif, seperti cara pengambilan dengan
tusukan pada jari atau dengan pemeriksaan urin dapat dijadikan cara
pengambilan sampel untuk biomarker.11,42,54
2.8. Angiogenesis
Kemampuan tumor untuk menginduksi pembentukan pembuluh
darah baru (angiogenesis) sangat berpengaruh pada pertumbuhan tumor
dan metastasis. Angiogenesis adalah suatu proses dari pembentukan
pembuluh darah baru yang penting bagi reproduksi sel, perkembangan sel
dan proses perbaikan luka dalam kondisi normal. Proses ini melibatkan
angiogenesis mengakibatkan ekspansi pertumbuhan tumor dan
meningkatkan risiko metastasis. Pertumbuhan tumor primer atau sekunder
akan berlangsung baik bila tumor mendapat cukup suplai darah melalui
vaskularisasi untuk keperluan metabolisme dan proliferasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan ini tumor meningkatkan kemampuan
neovaskularisasi.
Angiogenesis terjadi dalam tubuh sehat untuk memperbaiki luka
atau memperbaiki sirkulasi darah dalam jaringan setelah trauma atau
kerusakan lain. Dalam tubuh yang sehat proses ini dikendalikan oleh
on/off switch yang diperankan oleh faktor yang meningkatkan
angiogenesis (angiogenesis growth factors) dan menghambat
angiogenesis (angiogenesis inhibitors) secara berimbang sesuai yang
dibutuhkan. Angiogenesis berlangsung melalui suatu proses yang
berurutan, yaitu: jaringan yang rusak memproduksi dan melepaskan faktor
pertumbuhan (GF) yang berdifusi ke jaringan di sekitarnya, faktor
pertumbuhan angiogenik berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat
pada sel endotel pembuluh darah terdekat. Setelah GF berikatan dengan
reseptornya sel endotel menjadi aktif. Sinyal pertumbuhan diteruskan dari
permukaan sel ke nucleus. Sel-sel endotel mulai membentuk
molekul-molekul baru termasuk berbagai enzim. Enzim melarutkan protein dan
membentuk lubang-lubang kecil pada membrane basal. Sel endotel mulai
berproliferasi dan bermigrasi melalui lubang-lubang tersebut menuju
jaringan yang rusak atau sakit. Molekul adhesi atau integrin berfungsi
sebagai kait untuk membantu pembuluh darah yang baru dibentuk supaya
maju. Enzim-enzim lain, misalnya matrix metalloproteinase (MMP)
diproduksi untuk menghancurkan jaringan di depan ujung pembuluh darah
baru yang sedang tumbuh. Sel-sel endotel yang baru menggulung untuk
membentuk pembuluh darah. Setiap pembuluh darah berhubungan satu
dengan lainnya supaya darah dapat bersirkulasi. Pembuluh darah baru
mengalami stabilisasi bantuan sel-sel otot yang menunjang struktur
pembuluh.
Banyak bukti-bukti penelitian yang menyatakan bahwa
angiogenesis atau neovaskularisasi merupakan proses penting untuk
pertumbuhan tumor, bahkan beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
pertumbuhan tumor sangat bergantung pada angiogenesis (angiogenesis
dependen). Beberapa bukti langsung yang mendukung teori ini adalah:
Ditemukannya inhibitor in vitro. Ditemukannya basic fibroblast growth
factor (bFGF) yang mitogenik bagi sel endotel tetapi endotel juga
mempunyai reseptor untuk bFGF. Bukti bahwa bFGF bersifat bersifat
angiogenesis diperoleh dari hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa
injeksi sistematik bFGF merangsang densitas dan percabangan pembuluh
darah dalam tumor dan menambah volume tumor hingga 2 kali lipat. Bukti
lain yang mendukung sifat angiogenetik bFGF adalah bahwa apabila
cDNA dari bFGF ditransfeksikan pada fibrolast tersebut berubah menjadi
tumorigenic. Pertumbuhan tumor otak pada mencit dihambat apabila
fungsi VEGF (vascular endotheilial growth factor) dihambat dengan cara
menekan fungsi resetor VEGF, sehingga tidak terjadi sinyal
angiogenesis.
Selama pertumbuhan tumor terjadi gangguan keseimbangan antara
faktor pro dan anti angiogenik yang menguntungkan angiogenesis, dikenal
dengan istilah angiogenic switch, yang memungkinkan berlangsungnya
proloferasi dan pertumbuhan tumor.
58
58
2.9. Angiostatin
Angiostatin adalah sebuah inhibitor angiogenesis yang dihasilkan
dari pemecahan enzimatik plasminogen oleh protease matriks ekstrasel
(MMPs) dan capthepsin-D yang disekresikan sel tumor. Ditemukan oleh
Folkman pada tahun 1994 dengan mengidentifikasi efek antitumor pada
tikus dan kemudian menjadi inhibitor poten dari angiogenesis.62 Angiostatin bersifat menghambat proliferasi dan migrasi endotel serta
memacu apoptosis endotel in vitro, sedangkan in vivo terbukti
menghambat sekresi bFGF dan VEGF pada tumor primer. Analisis rantai
terminal N menemukan bahwa angiostatin merupakan bagian internal dari
plasminogen. Kadar angiostatin urin pada individu sehat atau wanita
dengan penyakit ginekologi jinak rata-rata 21,4 ng/mL – 41,5 ng/mL.
Namun efek inhibisi angiogenesis dari angiostatin tidak memiliki efek
sitotoksi langsung pada sel tumor, karena pertumbuhan tumor tidak
terpengaruh terhadap pemaparan dari protein ini. Aktifitas
mungkin berhubungan dengan inhibisi dari perkembangan siklus sel
endotel atau merangsang proses apoptosis.11,14,30,31,58
2.9.1. Struktur Angiostatin
Angiostatin mengandung domain tiga dan empat disulfida pertama
yang saling terhubung pada plasminogen, dikenal sebagai domain kringle.
Setiap domain kringle mengandung hampir 80 asam amino yang tersusun
menjadi pola ikatan tiga disulfida. Ikatan ini memberikan struktur intregitas.
Meskipun struktur kristal angiostatin belum dapat dilihat dari X-ray, Nomor
dan struktur kristal kringle individu sudah ditemukan. Pemeriksaan
kristalografi X-ray dari domain kringle individu telah menunjukkan bahwa
kringle 1,2,3, dan 4 tidak hanya memperlihatkan banyak susunan homolog
(48-50%), tetapi juga memiliki kesamaan struktur. Selain itu, kringle 1,2
dan 4 memperlihatkan kapasitas mengikat asam amino. Perbedaan utama
antara berbagai domain kringle adalah adanya kumpulan kationik yang
terpapar pada kringle 4 yang mengandung 2 pasang lisin.13,14,18,53
2.9.2. Patofisiologi
Angiostatin berasal dari pembelahan elastase plasminogen
manusia. Angiostatin terbukti dapat menginhibisi angiogenesis dengan
cara menghambat migrasi dan proliferasi sel endotel yang diinduksi oleh
faktor pertumbuhan. Mekanisme kerja angiostatin belum banyak diketahui.