• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Entrepreneur Characteristics, Entrepreneurial Competencies and Business Performance of The Dairy Farm in Kania Dairy Farmer Group Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Entrepreneur Characteristics, Entrepreneurial Competencies and Business Performance of The Dairy Farm in Kania Dairy Farmer Group Bogor"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI

KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA

PETERNAKAN SAPI PERAH DI KTTSP KANIA BOGOR

YUSTIKA MUHARASTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

YUSTIKA MUHARASTRI. Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor. Dibimbing oleh RACHMAT PAMBUDY dan WAHYU BUDI PRIATNA.

Kewirausahaan memiliki hubungan positif yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam perannya pada pertumbuhan ekonomi, aktivitas kewirausahaan menyerap sumber daya lokal dan membuka lapangan kerja. Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang memiliki berbagai jenis usaha yang dikembangkan dan menyerap banyak tenaga kerja, salah satunya yaitu usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan karena kebutuhan pasar akan susu masih besar dan sekitar 74 persen kebutuhan susu di Indonesia dipenuhi dari susu impor.

Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi yang memiliki populasi sapi perah ketiga terbesar di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki banyak populasi sapi perah. Sapi perah juga ditetapkan sebagai salah satu dari 17 komoditas unggulan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah yang terdapat di Kabupaten Bogor. Para peternak sapi perah di Desa Tajurhalang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Kania.

Para peternak di KTTSP Kania memiliki keterampilan dalam membudidayakan ternak sapi perah dan membuat produk olahan susu, namun keterampilan tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal untuk mengembangkan potensi-potensi dan memanfaatkan peluang yang ada. Apabila hal tersebut dimanfaatkan dengan baik, maka dapat meningkatkan kinerja usaha peternak sapi perah. Penilaian kinerja merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan suatu usaha. Kinerja berhubungan dengan keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, penelitian mengenai karakteristik individu, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha perlu dilakukan.

(5)

kewirausahaan sebanyak 18 indikator, dan variabel kinerja usaha sebanyak tiga indikator.

Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah berada pada tingkat rendah, (2) karakteristik wirausaha memiliki hubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan masing-masing dengan kinerja usaha tidak memiliki hubungan nyata positif, (3) karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah memiliki hubungan nyata positif yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja usaha peternak, peningkatan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan harus dilakukan secara bersama-sama.

Tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternakan usaha sapi perah di KTTSP Kania dapat ditingkatkan melalui pembinaan dari kelompok ternak. Kelompok ternak memiliki peranan penting dalam upaya penguatan kewirausahaan para peternak dan pengembangan peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang. Para peternak harus kuat secara kelompok untuk dapat menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Oleh karena itu, penguatan KTTSP Kania sebagai kelompok ternak yang menaungi para peternak juga harus dilakukan.

Kementerian Pertanian selaku lembaga pemerintah memiliki peranan dalam pemberian penyuluhan untuk meningkatkan kompetensi para peternak dan sebagai pembuat kebijakan peternakan diharapkan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada pengembangan usaha peternakan rakyat. Selain itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga diharapkan memberikan kebijakan penentuan harga susu yang lebih baik kepada peternak sehingga para peternak sapi perah memiliki insentif yang lebih baik dan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja usahanya. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga memiliki peranan mendukung kegiatan kewirausahaan peternak sapi perah melalui pembinaan usaha kecil dan menengah sehingga para peternak lebih berdaya dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah.

(6)

SUMMARY

YUSTIKA MUHARASTRI. The Entrepreneur Characteristics, Entrepreneurial Competencies and Business Performance of The Dairy Farm in Kania Dairy Farmer Group Bogor. Supervised by RACHMAT PAMBUDY and WAHYU BUDI PRIATNA.

The entrepreneurship has a very strong positive relationship with economic growth in which an increasing number of entrepreneurs led to an increase in economic growth of a country. In its role in the economic growth, the entrepreneurship activities absorb local resources and create jobs. The livestock sub-sector is one part of the agricultural sector has developed various types of business and labor-intensive, one of which is dairy farm business. The dairy farm business has a good chance to develop because of the market demand for milk is still large and about 74 percent of the milk demand in Indonesia supplied by imported milk.

The West Java Province is a province that has the third largest population of dairy cows in Indonesia that increased from 2008 through 2012. The Bogor Regency is one of the areas in the West Java Province that has a lot of dairy cow population. Dairy cow is also designated as one of 17 leading commodities by the Government of Bogor Regency. The dairy farms in Tajurhalang Village, Cijeruk District is one of areas of dairy farm which is located in Bogor Regency. The dairy farmers in Tajurhalang Village incorporated in Kania Dairy Farmer Group.

The dairy farmers in Kania Dairy Farmer Group have skills in cultivating the dairy cow and processing the dairy products, but these skills have not been optimally utilized to develop the potential opportunities that exist. If it is utilized properly, it can improve the business performance of dairy farmers. The performance appraisal is one way to measure the success of a business. The performance related to skills, abilities and individual traits. Therefore, the research on the entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance needs to be conducted.

This study aims to (1) analyze the entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance of the dairy farmers, (2) analyze the relationship of entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies with business performance of the dairy farmers, (3) analyze the relationship between the entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies together with business performance of the dairy farmers. The research objectives used descriptive qualitative analysis and quantitative analysis with correlation Kendall Tau (τ) test and Kendall W test. The respondents were 39 dairy farmers, determined using the census method, which the respondents are all active members of Kania Dairy Farmer Group who produce milk. The quantitative data in this study were processed using SPSS ( Statistical Package for the Social Sciences). In this study, the measured variable is divided into three sections, i.e the entrepreneur characteristics variable with 18 indicators, the entrepreneurial competencies variable with 18 indicators and the business performance variable with three indicators .

(7)

a low level, (2) the entrepreneur characteristic has an adequate real positive significant relationship with entrepreneurial competencies of the dairy farmers. The entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies each with business performance has no real positive relationship, (3) the entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies together with business performance of the dairy farmers have a real strong positive relationship. This suggests that the efforts to improve the business performance of the dairy farmers, improvement in entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies level should be conducted jointly .

The entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance of the dairy farm businesses in KTTSP Kania can be enhanced through the development of the dairy farmer group. The dairy farmer group has an important role in strengthening and developing of the entrepreneurial acitivities among dairy farmers in Tajurhalang Village. The dairy farmers should be stronger as a group to be able to face the challenges in operating a dairy farm. Therefore, strengthening Kania Dairy Farmer Group as a group that accomodate the dairy farmers should also be performed .

The Ministry of Agriculture as government agencies has a role in providing counseling to improve the competencies of dairy farmers and as a policy maker is expected to make a better policies that take side the development of dairy farmers. In addition, the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises is expected to create a better milk pricing policy for dairy farmers so the dairy farmers have a better incentives and will be motivated to improve their business performance. The Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises also has a role in supporting the entrepreneurial activities of the dairy farmers through the development of small and medium enterprises, so the dairy farmers can be more efficient in running the dairy farm business .

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Sains Agribisnis

KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI

KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA

PETERNAK SAPI PERAH DI KTTSP KANIA BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor

Nama : Yustika Muharastri NIM : H451110541

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Rachmat Pambudy, MS Ketua

Diketahui oleh

Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi Anggota

Ketua Program Studi Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 September 2013

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor” ini telah diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Rachmat Pambudy, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan.

2. Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen penguji perwakilam program studi pada ujian tesis yang memberikan masukan dalam membangun penyempurnaan tesis ini.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M. Adev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Sains Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

4. Para pengurus KTTSP Kania, Desa Tajurhalang, Kabupaten Bogor.

5. Rekan-rekan di Program Studi Sains Agribisnis atas diskusi, kerjasama, saran, dan bantuan selama menjalani pendidikan.

6. Orang tua penulis Ir Agus Widartono dan Ir Jun Lestariati, kakak Tantri Yulandari, ST dan adik Novan Nandiwilastio, STP atas segala doa dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup Penelitian 9

Hipotesis 10

2 TINJAUAN PUSTAKA 10 Gambaran Umum Sistem Agribisnis Sapi Perah di Indonesia 10

Subsistem Input dan Sarana Produksi 10

Subsistem Budidaya 12

Subsistem Pengolahan 12

Subsistem Pemasaran 12

Subsistem Lembaga Penunjang 13

Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia 14

Periode Sebelum Tahun 1980 14

Periode Tahun 1980-1997 15

Periode Tahun 1997-Sekarang 15

3 KERANGKA PEMIKIRAN 16 Kerangka Pemikiran Teoretis 16 Kewirausahaan 16

Karakteristik Wirausaha 17

Kompetensi Kewirausahaan Peternak 24

Kinerja Usaha 29

Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan 30

Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha 32

Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha 32

Kerangka Pemikiran Operasional 33

4 METODE PENELITIAN 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33 Jenis dan Sumber Data 34 Penentuan Responden 35 Pengumpulan Data 35

Variabel dan Pengukuran 35

Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 35

(15)

5 GAMBARAN UMUM KELOMPOK TANI TERNAK SAPI PERAH

(KTTSP) KANIA BOGOR 37

6 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN,

DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH 39

Karakteristik Wirausaha Peternak Sapi Perah 39 Karakteristik Individu Peternak Sapi Perah 41 Karakteristik Kewirausahaan Peternak Sapi Perah 47 Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah 54

Kompetensi Teknis Peternak Sapi Perah 55

Kompetensi Manajerial Peternak Sapi Perah 56

Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah 68

7 HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH 71 Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah 71

Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah 76

Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha 78

Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Peternak Sapi Perah 80

8 SIMPULAN DAN SARAN 80

Simpulan 80

Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 85

(16)

DAFTAR TABEL

1 Produk domestik bruto tahun 2007-2011 subsektor peternakan

(atas harga dasar konstan 2000) 2

2 Konsumsi susu segar dan produk olahan susu lainnya per kapita

per tahun pada tahun 2009-2011 3

3 Produksi susu di Indonesia tahun 2005-2012 4

4 Impor susu dan produk olahan susu di Indonesia tahun 2010-2012 5 5 Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan

populasi sapi perah nasional tahun 2008-2012 5 6 Produksi susu segar Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012 6 7 Produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2010 7

8 Usia peternak di KTTSP Kania 39

9 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah 40 10 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah per indikator 41 11 Tingkat karakteristik individu peternak sapi perah 42 12 Tingkat pendidikan formal peternak sapi perah 42 13 Tingkat pendapatan rumah tangga peternak sapi perah per bulan 43 14 Tingkat pendidikan informal peternak sapi perah 44 15 Tingkat motivasi usaha peternak sapi perah 45 16 Tingkat pemanfaatan media informasi usaha peternak sapi perah 46

17 Tingkat modal usaha peternak sapi perah 46

18 Tingkat karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah 47 19 Tingkat kemauan bekerja keras peternak sapi perah 48

20 Tingkat inisiatif peternak sapi perah 48

21 Tingkat memiliki tujuan atau sasaran pada peternak sapi perah 49

22 Tingkat keuletan peternak sapi perah 49

23 Tingkat kepercayaandiri peternak sapi perah 49 24 Tingkat kemauan menerima ide baru peternak sapi perah 50 25 Tingkat keinginan mengambil risiko peternak sapi perah 51 26 Tingkat keinginan mencari informasi peternak sapi perah 51 27 Tingkat kemauan belajar peternak sapi perah 52 28 Tingkat kemauan untuk mencari peluang peternak sapi perah 53 29 Tingkat kemauan untuk berubah peternak sapi perah 53

30 Tingkat ketegasan peternak sapi perah 54

(17)

44 Tingkat kompetensi pengelolaan tenaga kerja peternak sapi perah 63 45 Tingkat kompetensi pemasaran peternak sapi perah 64 46 Tingkat kompetensi pengelolaan keuangan peternak sapi perah 64 47 Tingkat kompetensi evaluasi usaha peternak sapi perah 65 48 Tingkat kompetensi peternak kemampuan berkomunikasi peternak sapi

perah 66

49 Tingkat kompetensi negosiasi peternak sapi perah 66 50 Tingkat kompetensi kepemimpinan peternak sapi perah 67 51 Tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang peternak sapi perah 67 52 Tingkat kompetensi kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra

peternak sapi perah 68

53 Tingkat kinerja usaha peternak sapi perah 68

54 Tingkat kinerja usaha peternak Sapi perah per indikator 69

55 Produktivitas sapi perah laktasi 69

56 Persentase kepemilikan sapi perah laktasi terhadap total induk sapi

perah 70

57 Pendapatan peternak dari usaha sapi perah per bulan 71 58 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan

peternak sapi perah 73

59 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha peternak sapi

perah 77

60 Hubungan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha 79

DAFTAR GAMBAR

1 Pola agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia 11 2 Proses pengolahan susu di industri pengolahan di Indonesia 13

3 Kerangka pemikiran penelitian 19

4 Kerangka pemikiran operasional 34

DAFTAR LAMPIRAN

5 Hasil uji validitas variabel-variabel karakteristik wirausaha peternak 85 6 Hasil uji validitas variabel-Variabel kompetensi kewirausahaan

peternak 86

7 Hasil uji validitas variabel-variabel kinerja usaha peternak 87

8 Hasil uji reliabilitas 87

9 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan 87 10 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi teknis dan

kompetensi manajerial peternak sapi perah 87

11 Hubungan karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi

(18)

12 Hubungan karakteristik wirausaha, karakteristik individu, dan karakteristik kewirausahaan dengan kinerja usaha 88 13 Hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kewirausahaan merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Schumpeter dalam Casson et al. (2006) menyebutkan bahwa kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dan positif dimana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Schumpeter dalam Smallbone et al. (2009) menyatakan bahwa wirausaha merupakan inovator utama dan sebagai suatu kekuatan dibalik pembangunan ekonomi.

Winardi (2004) menyatakan bahwa peranan kewirausahaan dalam pengembangan ekonomi tidak hanya mencakup upaya peningkatan output dan pendapatan per kapita, namun juga upaya menimbulkan perubahan pada struktur usaha dan masyarakat. Perubahan tersebut diikuti oleh pertumbuhan dan output yang meningkat, yang memungkinkan lebih banyak hasil yang dapat dibagikan kepada berbagai partisipan. Kewirausahaan juga dapat mendorong masyarakat untuk berkembang dan berpartisipasi dalam perekonomian nasional. Dalam perannya pada pertumbuhan ekonomi, kewirausahaan tidak hanya menyerap sumber daya lokal. Dengan adanya aktivitas kewirausahaan, kesempatan kerja menjadi lebih terbuka sehingga dapat berimplikasi pada berkurangnya angka pengangguran. Kewirausahaan juga dipandang sebagai sarana pendistribusian dan pemerataan pendapatan nasional sehingga kesenjangan ekonomi antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah dapat berkurang.

Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan untuk menciptakan dan menyediakan produk yang bernilai tambah (value added) dengan menerapkan cara kerja yang efisien, melalui keberanian mengambil risiko, kreativitas, dan inovasi serta kemampuan manajemen untuk mencari dan membaca peluang. Nilai tambah dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.1

Membangun kemandirian ekonomi melalui kewirausahaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 241.547 juta dengan jumlah angkatan kerja mencapai 120.41 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 112.80 juta orang, sedangkan 7.61 juta orang Kewirausahaan menuntut semangat yang pantang menyerah, berani mengambil risiko, kreatif, dan inovatif untuk dapat memenangkan persaingan usaha. Kasmir (2006) mendefinisikan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan kegiatan usaha memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya sehingga kreativitas dan inovasi tersebut pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak. Wirausahawan selalu mencari perubahan, serta menanggapi dan memanfaatkan perubahan sebagai peluang (Drucker 1985).

1

Daryanto, Arief. 1 Juni 2009. Peran Kewirausahaan dalam “Agro-Food

(20)

atau sekitar 6.32 persen dari total angkatan kerja masih menganggur. Untuk mengatasi keterbatasan penyerapan tenaga kerja pada sektor usaha formal, berbagai upaya terus dilakukan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah pengembangan kewirausahaan terutama bagi kalangan terdidik. Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dicanangkan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan rasio antara jumlah wirausaha dan jumlah penduduk Indonesia. Apabila hal ini tercapai, penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.2

Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang memiliki berbagai jenis usaha yang dikembangkan. Subsektor peternakan menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional Indonesia. Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 nilai PDB dari subsektor peternakan mencapai 39 929.2 milyar rupiah atau sebesar 1.62 persen dari total nilai PDB nasional. Nilai PDB dari subsektor peternakan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.93 persen per tahun. Nilai PDB dari subsektor peternakan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1 Produk domestik bruto tahun 2007-2011 subsektor peternakan (atas harga dasar konstan 2000)

Tahun Nilai PDB

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Usaha di subsektor peternakan juga merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 subsektor peternakan menyerap tenaga kerja sebanyak 4 204 213 orang atau sebesar 11.51 persen dari jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Dari jumlah tenaga kerja tersebut, jumlah tenaga kerja laki-laki sebanyak 2 387 097 orang (56.78 persen) dan tenaga kerja perempuan sebanyak 1 817 116 orang (43.22 persen).

2

Jurnal Nasional. 15 Agustus 2012. Pengembangan Kewirausahaan Melalui Pemberdayaan Koperasi.

(21)

Peternakan sapi perah merupakan salah satu jenis usaha pada subsektor peternakan yang memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Pada tahun 2011, konsumsi susu di Indonesia hanya mencapai 12.85 liter per kapita per tahun. 3 Konsumsi susu di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Konsumsi susu Malaysia mencapai 36 liter per kapita per tahun dan Thailand mencapai 22 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu Amerika Serikat mencapai 117 liter per kapita per tahun dan Irlandia mencapai 174 liter per kapita per tahun, yang merupakan konsumsi susu tertinggi di dunia. 4

Meskipun konsumsi susu di Indonesia masih lebih rendah, namun nilai konsumsi susu di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan konsumsi susu sapi merupakan peluang bagi usaha peternakan sapi perah di dalam negeri. Konsumsi produk-produk susu mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, konsumsi susu segar di Indonesia mencapai 0.156 liter per kapita per tahun atau mengalami peningkatan sebesar 50 persen dari konsumsi susu segar pada tahun 2010, yaitu sebesar 0.104 liter per kapita per tahun (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Konsumsi produk-produk olahan susu yang meliputi susu segar, susu cair pabrik, susu kental manis, susu bubuk, susu bubuk bayi, dan keju secara umum dari tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan tren yang meningkat. Data mengenai konsumsi susu segar dan produk-produk olahan susu lainnya per kapita per tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsumsi susu segar dan produk olahan susu lainnya per kapita per

tahun pada tahun 2009-2011

Komoditas Satuan Tahun

2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Susu segar Liter 0.104 0.104 0.156

Susu cair pabrik Mililiter 0.834 0.939 1.147 Susu kental manis Gram 3.024 3.337 3.285

Susu bubuk Gram 1.199 1.199 1.356

Susu bubuk bayi Kilogram 0.005 0.005 0.010

Keju Kilogram 0.031 0.037 0.037

Produksi susu di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, produksi susu mencapai 974 694 ton. Pada tahun 2012**, produksi susu mencapai 1 017 930 ton (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Rata-rata laju peningkatan produksi susu di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 12.36 persen per tahun. Data produksi

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

3

Purwanto, Didik. 9 September 2012. Konsumsi Susu di Indonesia Terendah se-Asia. http://bisnis keuangan.kompas.com/read/2012/09/09/14522621/Konsumsi.Susu.di.Indonesia.Terendah.e_Asia. [2 Januari 2013]

4

Dhany, Rista Rama. 3 Juni 2012. Wawancaca Khusus Wamentan: Konsumsi Susu Orang

Indonesia Terendah se-ASEAN.

(22)

susu di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012** dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi susu di Indonesia tahun 2005-2012** Tahun Produksi susu (ton) Laju peningkatan

produksi susu (persen)

2008 646 953 -

2009 827 249 27.87

2010 909 533 9.95

2011* 974 694 7.16

2012** 1 017 930 4.44

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan: *Angka sementara;** Angka sangat sementara

Peningkatan konsumsi susu tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu dalam negeri yang signifikan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung kecukupan susu produksi dalam negeri dan upaya peningkatan konsumsi susu Indonesia untuk mendukung swasembada susu nasional 2019 melalui berbagai program revitalisasi persusuan nasional 2012-2014. 5 Impor susu Indonesia saat ini mencapai 74 persen dari total kebutuhan susu sebanyak 2.7 juta liter per tahun.6 Indonesia mengimpor susu dari negara-negara pengekspor susu seperti Australia dan dan Selandia Baru. 7 Sebanyak 4-5 industri susu besar di Indonesia mengimpor susu sebagai bahan baku 70 persen dari kebutuhannya yang umumnya diimpor dari Selandia Baru. 8

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menyatakan bahwa dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 populasi sapi perah di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 24.18 persen per tahun. Pada tahun 2012, populasi sapi perah di Indonesia mencapai 621 980 ekor dengan penyebaran lokasi yang terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 309 775 (49.80 persen), di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 149 931 ekor (24.11 persen), di

Pada tahun 2012* impor susu dan produk olahan susu mencapai 178 834 879 kilogram. Nilai impor susu pada tahun 2012 tersebut mencapai 602 946 289 USD (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Impor susu tersebut meliputi susu dan kepala susu, yogurt, mentega, dan keju. Impor susu dan produk olahannya menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya. Data mengenai volume impor susu dan produk olahan susu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012* dapat dilihat pada Tabel 4.

5

Litbang Deptan. 28 Juni 2013. Pembangunan Gizi Bangsa melalui Gerakan Percepatan Produksi Susu Nasional

6

Fatchurochman, Much. 23 Mei 2012. Konsumsi Susu Hanya 11,09 Liter per Tahun.

7

Dhany, Rista Rama. 3 Juni 2012. Wawancaca Khusus Wamentan: Konsumsi Susu Orang

Indonesia Terendah se-ASEAN.

8

(23)

Provinsi Jawa Barat sebanyak 147 958 (23.79 persen), dan sisanya tersebar di provinsi-provinsi lain.

Tabel 4 Impor susu dan produk olahan susu di Indonesia tahun 2010-2012* Komoditas Laju volume impor (kilogram)

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012*

Susu 231 396 006 247 495 230 178 834 879

Susu dan kepala susu 4 150 744 5 487 521 108 381 437 Yogurt

Mentega

61 489 29 416 812

100 851 22 291 054

117 090 60 234 994

Keju 15 683 427 17 717 022 10 101 358

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Keterangan: *Data sampai bulan Juni 2012

Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi yang memiliki populasi sapi perah ketiga terbesar di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Data mengenai populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan populasi sapi perah nasional dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012* dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan populasi sapi perah nasional tahun 2008-2012

Tahun Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat (ekor)

Populasi sapi perah nasional (ekor)

Persentase (persen)

2008 111 250 457 577 24.31

2009 117 337 474 701 24.72

2010 120 485 488 448 24.66

2011 139 973 597 129 23.44

2012* 147 958 621 980 23.79

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Keterangan: *angka sementara

Susu segar merupakan hasil utama dari peternakan sapi perah. Pada tahun 2012, produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat merupakan produksi susu segar terbesar kedua di Indonesia, yaitu sebesar 326 115 ton atau sekitar 32.04 persen dari total produksi susu segar di Indonesia (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Provinsi penghasil susu segar terbesar pertama adalah Jawa Timur dengan produksi susu segar sebesar 570 082 ton atau 56.00 persen dan ketiga terbesar yaitu Jawa Tengah dengan produksi susu segar sebesar 106 224 ton atau 10.44 persen dari total produksi susu segar di Indonesia.

(24)

Tabel 6 Produksi susu segar Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012*a Tahun Produksi susu segar

(ton)b

Laju peningkatan produksi susu (dalam persen)

Sumber: Data diolah (2013); bDitjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Keterangan: *Angka sementara

Selain menghasilkan produk susu, peternakan sapi perah juga menghasilkan produk-produk lain yang memiliki nilai ekonomis, yaitu pedet (anak sapi) dan kotoran sapi. Pedet menambah populasi sapi perah sehingga populasi sapi perah semakin berkembang, sedangkan kotoran sapi dapat dimanfaatkan untuk biogas atau bio arang untuk mencukupi kebutuhan energi, dimanfaatkan sebagai kompos untuk memupuk tanaman pertanian, dan digunakan untuk media beternak cacing (Zandos 2011). Urine dari sapi dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman dan pestisida alami (Syarif dan Harianto 2011).

Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki banyak populasi sapi perah. Sapi perah juga ditetapkan sebagai salah satu dari 17 komoditas unggulan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor (BP4K 2011). Populasi sapi perah dan produksi susu di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Rata-rata laju peningkatan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor dari tahun 2004 sampai tahun 2010 mencapai 5.60 persen per tahun. Rata-rata laju peningkatan produksi susu di Kabupaten Bogor dari tahun 2004 hingga tahun 2010 mencapai 0.16 persen yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2010 Tahun Populasi

Peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah yang terdapat di Kabupaten Bogor. Populasi sapi perah di Desa Tajurhalang pada tahun 2011 mencapai 321 ekor

(25)

(BP4K 2011). Desa Tajurhalang merupakan wilayah dengan populasi sapi perah terbesar ketiga di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Cisarua dengan populasi sapi perah sebanyak 1 393 ekor dan Kecamatan Cibungbulang dengan populasi sapi perah sebanyak 604 ekor (BP4K 2011). Desa Tajurhalang memiliki kondisi geografis yang kondusif sebagai sentra pengembangan usaha peternakan sapi perah, yaitu terletak di dataran tinggi yang memiliki iklim sejuk, lahan yang cukup tersedia, dan ketersediaan pakan rumput hijauan yang cukup mudah diperoleh.

Para peternak sapi perah di Desa Tajurhalang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Kania. KTTSP Kania berdiri sejak 10 Oktober 1991. Para peternak anggota KTTSP Kania merupakan anggota dari Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor. Sebagian besar peternak menjadikan usaha beternak sapi perah sebagai pekerjaan utama dan sebagai sumber pendapatan utama dalam rumah tangga. Sumber daya lainnya yang mendukung usaha peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang adalah kesiapan dari para peternak yang telah terbiasa memelihara sapi sejak dahulu. Mayoritas usaha ternak sapi perah di Desa Tajurhalang ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga. Di DesaTajurhalang, para peternak sapi perah merupakan pemilik usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah ini telah mampu menghidupkan perekonomian desa melalui perluasan lapangan kerja. Perjalanan panjang KTTSP Kania telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat di Desa Tajurhalang.

Selama perjalanan KTTSP Kania, para peternak memperoleh banyak penyuluhan dan pelatihan dari lembaga penyuluh seperti Dinas Peternakan maupun BP4K, KPS Bogor, dan dari beberapa universitas. Pada tahun 2007, KTTSP Kania pernah mencapai prestasi sebagai juara pertama kelompok peternak se-Jawa Barat. Pada tahun 2012, jumlah anggota KTTSP Kania yang aktif memproduksi susu mencapai 56 orang. Jumlah populasi sapi perah di KTTSP Kania pada tahun 2012 mencapai 570 ekor dengan produksi susu segar mencapai 2 001 liter/hari. Pada tahun 2013, anggota KTTSP Kania memiliki anggota sebanyak 62 orang, dengan jumlah anggota aktif yang memproduksi susu sebanyak 39 orang. Jumlah populasi sapi perah pada tahun 2013 sebesar 400 ekor dengan produksi susu sebesar 1 930 liter/hari. Penurunan jumlah anggota KTTSP Kania yang aktif memproduksi susu disebabkan karena banyak peternak yang beralih usaha menjadi peternak sapi pedaging. Hal ini disebabkan karena harga daging sapi yang meningkat dan harga jual susu ke KPS Bogor yang rendah, sehingga para peternak tersebut memilih beralih usaha untuk mencari pendapatan yang lebih baik.

(26)

Saat ini harga jual susu segar yang disetor oleh para peternak ke KPS Bogor rata-rata berkisar sekitar Rp 3 000 per liter sampai dengan Rp 3 800 per liter. Untuk kegiatan penjualan susu dari peternak ke flopper (pengusaha yoghurt dan pengusaha sabun mandi susu), pemesanan yang dilakukan flopper masih belum kontinyu dan hanya pada saat flopper akan melakukan kegiatan produksi. Harga susu yang dijual peternak ke pihak flopper berkisar antara Rp 4 000 sampai dengan Rp 5 000 per liter. Produk susu murni dijual oleh para peternak dengan harga sekitar Rp 10 000 sampai dengan Rp 13 000 per liter. Kerupuk, pangsit, dan stick susu dijual dengan harga Rp 45 000 per kilogram. Dodol dan karamel susu dijual dengan harga Rp 60 000 per kilogram. Para peternak dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar apabila menjual hasil susu dalam bentuk produk olahan.

KTTSP Kania memiliki Kelompok Wanita Tani (KWT) Kania yang merupakan kelompok wanita ternak sapi perah di KTTSP Kania yang memproduksi produk-produk olahan susu secara kolektif. Sebelum akhir tahun 2012, produk-produk olahan susu tersebut diproduksi pada saat mendapatkan pesanan dari konsumen. Namun saat ini kegiatan KWT Kania tersebut sudah tidak aktif kembali. Produk-produk olahan susu tersebut hanya diproduksi perseorangan oleh beberapa peternak pada saat mendapatkan pesanan dari konsumen. Hal ini disebabkan karena para peternak mengalami kesulitan dalam memasarkan produk-produk olahan susu secara kontinyu dan melemahnya keaktifan kegiatan KWT di KTTSP Kania. Kegiatan-kegiatan kelompok secara umum di KTTSP Kania pun mengalami penurunan setelah mengalami pergantian kepemimpinan pengurus kelompok di tahun 2012.

Para peternak memiliki keterampilan dalam membudidayakan ternak sapi perah dan membuat produk olahan susu, namun keterampilan tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal untuk mengembangkan potensi-potensi dan memanfaatkan peluang yang ada. Pengusahaan ternak sapi perah di Desa Tajurhalang relatif masih tradisional. Sebagian besar usaha peternak pun tergolong dalam usaha skala kecil. Padahal usaha peternakan sapi perah di KTTSP Kania Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk masih dapat dikembangkan dengan lebih baik dan kinerja usaha para peternak dapat ditingkatkan juga sehingga berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan para peternak sapi perah.

Penilaian kinerja merupakan salah satu langkah untuk mengukur keberhasilan suatu usaha (Riyanti 2003). Kinerja berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat besarnya imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu (Moehoeriono 2009). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha wirausaha.

(27)

Dengan demikian, maka beberapa permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah?

2. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan denga kinerja usaha peternak sapi perah?

3. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah.

2. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha peternak sapi perah.

3. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah.

Manfaat Penelitian

Hasil analisis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, untuk memberikan informasi mengenai karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah, serta rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan kinerja usaha peternak sapi perah di KTTSP Kania Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

2. Penulis, untuk menambah pengetahuan mengenai kewirausahaan peternak sapi perah dalam upaya peningkatan tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha, serta mengaplikasikan materi-materi yang diterima selama perkuliahan.

3. Pembaca, untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, serta sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, kinerja usaha peternak sapi perah, serta hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha para peternak di KTTSP Kania Bogor. Hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain.

Hipotesis

(28)

1. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah dengan kinerja usaha peternak sapi perah. 2. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik wirausaha dan kompetensi

kewirausahaan peternak sapi perah secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Sistem Agribisnis Sapi Perah di Indonesia

Saragih (2010) menyatakan bahwa agribisnis merupakan suatu cara untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat subsistem yang terkait satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis usahatani, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang (supporting institution). Sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem bisnis dalam suatu komoditas.

Sistem agribisnis sapi perah juga terbagi menjadi lima subsistem, yaitu subsistem input dan sarana produksi, subsistem budidaya atau produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran hasil, dan subsistem kelembagaan pendukung yaitu lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penelitian atau penyedia sumber daya manusia (Firman 2010). Subsistem-subsistem agribisnis tersebut membutuhkan dukungan keilmuan masing-masing sehingga dapat dikatakan bahwa agribisnis sapi perah adalah hasil integrasi dari beberapa disiplin keilmuan yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Keterkaitan antara subsistem yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Subsistem Input dan Sarana Produksi

Subsistem input dan sarana produksi merupakan penyedia input produksi bagi subsistem produksi atau budidaya sapi perah. Beberapa contoh input produksi, antara lain bibit ternak, bakalan ternak, konsentrat, hijauan, air, obat-obatan, semen beku (untuk inseminasi buatan), dan sebagainya. Peralatan dan mesin (alsin) peternakan yang digunakan untuk menunjang kegiatan agribisnis sapi perah, antara lain alsin untuk pembibitan, penanganan kebuntingan, dan kastrasi; penandaan dan penguasaan sapi perah; alsin untuk pemotongan tanduk, perlakuan perut, dan perawatan kuku; alsin di kandang; alsin pemerahan; serta alsin penilaian kualitas susu (Firman 2010).

(29)

dari 20 ekor sapi perah campuran. Saat ini peternakan sapi perah di Indonesia mayoritas diusahakan oleh peternakan rakyat.

Gambar 1 Pola agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia Sumber: Firman (2010)

Fuah et al. (2011) menyebutkan bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar merupakan usaha skala kecil yang dikelola secara tradisional dengan kondisi kualitas sumber daya manusia yang rendah. Rendahnya rata-rata produktivitas peternakan sapi perah, yaitu sekitar 9-10 liter/ekor/hari disebabkan karena kepemilikan jumlah sapi peternak yang hanya berkisar antara 3-4 ekor/keluarga. Rendahnya rata-rata produksi susu tersebut disebabkan oleh hambatan dalam hal pakan, manajemen dan teknologi pengolahan, dan rendahnya keterampilan peternak sapi perah dalam mengimplementasikan good farming practices dalam usaha peternakan sapi perah. Kepemilikan lahan yang terbatas

Dukungan

Subsistem Lembaga Penunjang: Lembaga Penelitian, Bank, Pemerintah, Koperasi, Lembaga Pelatihan, dsb

(30)

Industri Pengolahan

yaitu kurang dari satu 1 ha per keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, orientasi usaha yang masih tradisional yaitu hanya sebagai usaha sampingan, infrastruktur yang terbatas, serta keterbatasan akses kepada informasi dan teknologi juga menyebabkan peternak sulit untuk mengembangkan usahanya. Rusdiana dan Sejati (2009) menyatakan harga jual susu yang tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi juga menyebabkan pendapatan peternak sapi perah menjadi rendah.

Subsistem Budidaya

Hal-hal yang termasuk dalam subsistem budidaya atau produksi sapi perah, antara lain perkandangan (pemilihan tempat dan lokasi serta bangunan pemeliharaan dan produksi sapi perah), pemeliharaan sapi perah (pemeliharaan anak sapi perah atau pedet, pemeliharaan sapi perah betina dewasa, dan pemeliharaan sapi perah pejantan), pemberian pakan dan air minum, pemerahan dan sanitasinya (persiapan pemerahan, sistem pemerahan, dan proses pemerahan), pengelolaan produksi susu dan reproduksi sapi perah, serta pencegahan dan penanganan penyakit sapi perah (Firman 2010).

Subsistem Pengolahan

Pengolahan susu memiliki peranan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk susu dan membentuk produk baru. Produk susu segar hasil pemerahan memerlukan pengolahan lebih lanjut agar susu aman dan sehat untuk dikonsumsi dan menjadi produk yang bermutu. Proses pengolahan susu ini dijadikan peluang bisnis oleh perusahaan pengolahan susu karena adanya peluang untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ini. Alur proses dari bahan baku mentah atau raw material lalu diproses sampai barang tersebut siap dipasarkan dan konsumsi oleh konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pengolahan susu di industri pengolahan di Indonesia Sumber: Firman (2010)

Kegiatan yang dilakukan dalam subsistem pengolahan adalah pengawetan susu. Pengawetan ini bertujuan memproses susu agar tahan lebih lama dan tidak

(31)

mudah rusak. Untuk mengawetkan susu, dapat dilakukan pendinginan dan pemanasan. Pendinginan dilakukan untuk menahan pertumbuhan bakteri perusak agar tidak berkembang, yaitu dengan cara memasukkan susu ke dalam freezer atau ke dalam cooling unit. Pemanasan susu terdiri dari dua metode, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Beberapa produk pengembangan dari susu olahan, antara lain karamel, susu kental manis, susu bubuk, yoghurt, kefir, es krim, susu fermentasi, keju, dodol susu, kerupuk susu, tahu susu, dan mentega (Firman 2010).

Subsistem Pemasaran

Subsistem pemasaran melakukan kegiatan pendistribusian susu dan produk olahannya langsung ke konsumen. Dalam memasarkan produk pertanian termasuk susu, produsen atau peternak memiliki skala usaha yang kecil dan menengah sering kali mengalami daya tawar yang lemah atau tidak berdaya jika harus berhadapan dengan para pelaku pasar. Ketidakberdayaan peternak tersebut disebabkan oleh produk yang belum terstandar, kurangnya informasi harga pasar, dan tingkat pendidikan rendah yang menyebabkan kurangnya inisiatif untuk maju (Firman 2010).

Subsistem Lembaga Penunjang

Kelembagaan pendukung agribisnis merupakan lembaga-lembaga yang berperan dalam memberikan pelayanan keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi, pelelangan, dan sebagainya dalam upaya memperkuat subsistem sarana dan prasarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran. Beberapa kelembagaan yang terkait dengan kelembagaan pendukung agribisnis antara lain lembaga keuangan dan perbankan, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pemerintah, koperasi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pelelangan, lembaga penjaminan dan risiko, lembaga penyuluhan, lembaga standarisasi nasional, lembaga profesi, lembaga advokasi masyarakat, dan sebagainya. Setiap lembaga penunjang mempunyai tugas dan peran masing-masing dan saling bekerjasama antara satu lembaga dengan lembaga yang lainnya untuk meningkatkan tujuan masing-masing (Firman 2010).

Rusdiana dan Sejati (2009) menyatakan bahwa lembaga penunjang seperti koperasi dibutuhkan untuk membantu manajemen produksi ternak, serta proses penanganan dan pemasaran hasil ternak. Untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah di Indonesia, diperlukan adanya pemberdayaan koperasi untuk meningkatkan sakala usaha, meningkatkan kemampuan produksi susu, dan menekan biaya produksi. Pemberdayaan dilakukan melalui penyediaan sumber bibit sapi perah betina, penyediaan pakan konsentrat yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, maupun bisnis KPS.

Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

(32)

perah di luar Pulau Jawa masih dalam fase trial and error. Selain itu, jumlah peternak sapi perah di luar Pulau Jawa juga masih relatif sedikit dibandingkan dengan di Pulau Jawa.

Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu pada masa pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire, dan Jersey dari Australia yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sapi perah umumnya dikelola dalam bentuk perusahaan, yaitu pemeliharaan sapi perah yang bertujuan untuk menghasilkan susu yang selanjutnya dijual kepada konsumen. Abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holand (FH). Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono 1999).9

Pada masa penjajahan Jepang hingga masa kemerdekaan merupakan masa terjadi penurunan produksi susu yang diakibatkan oleh sulitnya bahan baku pakan Pada masa pemerintahan Indonesia, mulai muncul peternakan sapi perah rakyat yang memelihara sapi perah dewasa antara 2-3 ekor per peternak. Peternak umumnya para petani di daerah dataran tinggi seperti di daerah Pangalengan dan Lembang (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), serta Pujon dan Nongkojajar (Jawa Timur). Para peternak memelihara sapi perah dengan tujuan untuk mendapatkan pupuk kandang dan susu merupakan tujuan kedua.

Firman (2010) membagi menjadi tiga periode untuk menjelaskan sejarah agribisnis sapi perah di Indonesia, yaitu periode I sebelum tahun 1980 atau disebut juga fase perkembangan sapi perah, periode II tahun 1980-1997 atau disebut juga sebagai periode keemasan industri sapi perah di Indonesia karena terhadi peningkatan populasi sapi perah yang signifikan, dan periode III dari tahun 1997 sampai dengan sekarang atau dapat disebut juga sebagai fase stagnasi. Tahun 1980-an dijadikan patokan karena pada era tersebut perkembangan agribisnis sapi perah mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Periode Sebelum Tahun 1980

Periode sebelum tahun 1980 ini disebut juga periode perkembangan sapi perah yang dimulai sejak pemerintahan penjajahan Belanda, penjajahan Jepang hingga kemerdekaan, serta pemerintahan Orde Baru sampai dengan PELITA (Pembangunan Lima Tahun) yang ke I dan II. Pengenalan sapi perah di Indonesia dimulai saat kolonialisasi oleh pemerintah Belanda dimana peternakan sapi perah dimulai dengan pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire, dan Jersey dari Australia pada awal abad ke-19 dan atas anjuran dokter hewan Bosma kontrolir van Andel yang bertugas di Kawedanan Tengger, Pasuruan (1891-1893) mengimpor sapi-sapi jantan Fries Hollands dari negeri Belanda (Sudono 1999). Usaha ternak sapi perah dilakukan oleh perusahaan dan sebagian besar perusahaan yang mengelola sapi perah tersebut adalah perusahaan non pribumi. Pemerintah kolonial Belanda mengupayakan sapi perah di Pulau Jawa, sedangkan di luar Pulau Jawa hanya berada di Sumatera Utara (Firman 2010).

9

Pradana, Muhamad Nasrul. 10 November 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Harus

Digalakkan.

(33)

terutama konsentrat. Pemerintahan Jepang mengambil alih perusahaan-perusahaan sapi perah yang dimiliki oleh Belanda, termasuk juga perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (Firman 2010). Produksi semakin merosot dan harga pakan konsentrat meningkat mengakibatkan kebanyakan perusahaan susu terlantar. Stok sapi perah mulai berceceran, sebagian berangsur dipotong dan sebagian lagi sempat tersebar di kalangan rakyat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009).

Setelah masa kemerdekaan, pengembangan peternakan mulai mendapat perhatian kembali yaitu dengan didirikannya Induk Taman Ternak. Hal ini bertujuan untuk memelihara bibit ternak unggul untuk disebarkan kepada masyarakat melalui Taman Ternak yang didirikan di berbagai kabupaten. Induk Taman Ternak yang dikembangkan, antara lain Induk Taman Ternak Baturaden, Jawa Tengah; Induk Taman Ternak Rembangan, Jawa Timur; dan Induk Taman Ternak Padang Mengatas, Sumatera Barat (Firman 2010).

Periode Tahun 1980-1997

Firman (2010) menyatakan periode tahun 1980-1997 disebut sebagai periode peningkatan populasi sapi perah karena pada periode ini pemerintah mendukung upaya peningkatan sapi perah secara terintegrasi, khususnya di tahun 1980-an. Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup hebat sehingga berdampak juga pada peternakan sapi perah dan kebutuhan konsumsi susu dalam negeri juga semakin meningkat. Untuk mengembangkan peternakan sapi perah, pemerintah melakukan pembenahan terhadap pemasaran susu di dalam negeri yang dikoordinasi oleh Menteri Muda Urusan Koperasi pada tahun 1978. Untuk mengkoordinasikan sistem pemasaran susu di dalam negeri serta untuk meningkatkan pendapatan peternak sapi perah, dibentuk Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI) pada tahun 1979 yang kemudian diubah menjadi Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).

Program pengembangan sapi perah secara terpadu melalui satu paket kebijaksanaan yang terdiri atas impor sapi perah, perbaikan mutu genetik melalui kawin suntik, dan pelayanan kredit sapi perah juga dilakukan untuk mendorong perkembangan sapi perah. Pada tahun 1979, pemerintah melakukan impor sapi perah besar-besaran dari Australia dan Selandia Baru untuk meningkatkan populasi dan kualitas sapi perah di Indonesia sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan peternak sapi perah.

Periode Tahun 1997-Sekarang

Firman (2010) menyebutkan bahwa pada periode tahun 1997 sampai saat ini perkembangan usaha sapi perah berada pada fase stagnasi. Periode ini dimulai saat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berdampak terhadap terhadap hampir seluruh sektor perekonomian terutama sektor-sektor yang komponen impornya lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lokal termasuk subsektor peternakan. Industri persusuan juga mengalami keterpurukan karena industri persususan lebih banyak menggunakan komponen impornya dibandingkan susu lokal.

(34)

negara lain seperti Australia dan Selandia Baru. Firman (2010) menyatakan bahwa dari 30 persen produksi susu dalam negeri, 80 persennya dialirkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dan non-IPS. IPS merupakan setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan susu dimana susu sebagai bahan dasar utama produk dimana perusahaan-perusahaan pengolahan susu melakukan kontrak jual beli susu dengan koperasi persusuan yang ada pada saat itu. Perusahaan pengolah susu yang termasuk dalam kategori IPS, antara lain Friesche Flag Indonesia, Indomilk, Indolakto Perkasa, Ultra Jaya, Nestle Indonesia, dan Sari Husada. Sedangkan perusahaan non-IPS adalah perusahaan yang menghasilkan produk-produk yang berbahan baku susu, seperti ice cream, yoghurt, keju, dan butter. Kebutuhan susu segar dari perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya diperoleh dari usaha peternakan sapi perah yang dikelola sendiri, namun juga berasal dari peternak sapi perah. Perusahaan-perusahaan non-IPS di Indonesia, antara lain Danone Dairy Indonesia, Diamond Cold Storage, Greenfield, Milco, Cimory, Nasional, dan Sekar Tanjung.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoretis

Kewirausahaan

Drucker (1985) menyatakan bahwa konsep kewiraswastaan atau kewirausahaan pertama kali diungkapkan oleh ahli ekonomi Perancis J. B. Say sekitar tahun 1800, yaitu dengan pengertian memindahkan sumber daya ekonomi dari kawasan produktivitas rendah ke kawasan produktivitas yang lebih tinggi dan hasil yang lebih tinggi. Casson et al. (2006) memaparkan bahwa pemikiran kewirausahaan yang popular adalah pengertian wirausaha yang didasarkan atas pemikiran Joseph A. Schumpeter (1934), yaitu bahwa wirausaha merupakan gambaran dari seorang inovator yang menciptakan industri baru dan dengan cara tersebut mempercepat perubahan struktural utama dalam ekonomi. Robbins dan Coulter (2005) mendefinisikan kewirausahaan sebagai proses yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang berani mengambil risiko waktu dan finansial secara terorganisir dalam mengejar peluang untuk menciptakan nilai dan pertumbuhan melalui inovasi dan keunikan, tanpa memandang sumberdaya yang sekarang dikendalikannya. Kao (1989) mendefinisikan kewirausahaan sebagai upaya untuk menciptakan nilai melalui pengenalan peluang bisnis, manajemen pengambilan risiko yang sesuai dengan peluang, dan melalui keterampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi sumber daya manusia, keuangan, dan materi yang diperlukan untuk membawa sebuah proyek menuju suatu hasil.

(35)

rencana bisnis, penetapan sumberdaya yang dibutuhkan, dan manajemen perusahaan yang dihasilkan. Hisrich dan Peter (1992) juga mengemukakan bahwa kewirausahaan dalam perkembangan ekonomi memberikan dampak tidak hanya pada peningkatan output per kapita dan pendapatan, namun juga menginisiasi perubahan pasa struktur bisnis dan masyarakat.

Casson dalam Birkinshaw (2000) menyatakan bahwa pendekatan utama wirausaha dalam teori ekonomi dibedakan menjadi empat, yaitu wirausaha sebagai pengambil risiko (Cantillon 1755; Knight 1921), wirausaha sebagai sebuah perantara pada proses pasar (Kirzner 1973), wirausaha sebagai inovator (Schumpeter 1934), dan wirausaha sebagai seorang yang ahli dalam membuat suatu keputusan (Casson 1990). Suharyadi et al. (2007) mendefinisikan bahwa wirausaha merupakan seseorang yang menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang dihadapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara mengenali kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Wirausaha adalah seseorang yang menciptakan sebuah usaha baru dengan menghadapi risiko dan ketidakpastian melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui kombinasi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan manfaatnya (Zimmerer 2004). Longenecker et al. (1994), mendefinisikan wirausaha sebagai seseorang yang memulai atau mengeoperasikan suatu usaha.

Wickham (2004) mendefinisikan bahwa wirausaha sebagai seorang pengelola yang menjalankan aktivitas seperti bagian dari tugas-tugas khusus yang merupakan pekerjaannya dan caranya dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, seorang agen perubahan ekonomi seperti dampak-dampak yang ditimbulkan pada sistem ekonomi dan perubahan yang dijalankannya, dan sebagai seorang individu seperti bagian dari psikologi, kepribadian, dan karakteristik-karakteristik pribadi. Wickham (2004) juga menyatakan bahwa wirausaha memiliki beberapa tugas atau aktivitas, antara lain memiliki organisasi, mendirikan organisasi-organisasi baru, membawa inovasi-inovasi kepada pasar, melakukan identifikasi peluang pasar, mengaplikasikan keahlian, menyediakan atau menyajikan kepemimpinan, dan melakukan tugas sebagai pengelola. Selain itu wirausaha juga memiliki peranan, antara lain menggabungkan faktor-faktor ekonomi, menyediakan efisiensi pasar, menerima risiko, memaksimumkan pengembalian investor, dan melakukan proses informasi pasar.

Karakteristik Wirausaha

Karakteristik individu wirausaha merupakan salah satu hal yang melekat pada diri seorang wirausaha. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik lain yang dimiliki individu yang menentukan dalam proses belajar (Woolfolk 2004). Menurut Hisrich dan Peter (1992), latar belakang dan karakteristik individu dari seorang wirausaha meliputi latar belakang lingkungan keluarga (pekerjaan orang tua), pendidikan, nilai pribadi, usia, dan pengalaman bekerja.

(36)

sasaran, (4) keuletan, (5) kepercayaandiri, (6) kemauan untuk menerima ide baru, (7) ketegasan, (8) pencarian informasi, (9) kemauan untuk belajar, (10) kemauan untuk mencari peluang, (11) kemauan untuk berubah, dan (12) ketegasan. Menurut Longenecker et al. (1994), karakteristik dari seorang wirausaha, antara lain kebutuhan yang tinggi akan penghargaan, keinginan yang tinggi untuk mengambil risiko, dan kepercayaan diri yang tinggi. Meredith (1984) menyebutkan bahwa karakteristik seorang wirausaha meliputi (1) fleksibel dan supel dalam bergaul, (2) mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada, (3) memiliki pandangan ke depan, cerdik, dan lihai, (4) tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, (5) mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, (6) mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, (7) mempunyai motivasi yang kuat dan teguh pendiriannya, (8) sangat mengutamakan prestasi dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan penunjang, (9) memiliki disiplin diri yang tinggi, dan (10) berani mengambil risiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya.

Karakteristik kewirausahaan yang dimiliki oleh wirausaha menurut Zimmerer (2004), antara lain (1) tanggung jawab, (2) pemilihan risiko, (3) kepercayaandiri terhadap kemampuan diri untuk sukses, (4) keinginan terhadap umpan balik, (5) tingkat energi yang tinggi, (6) orientasi masa depan, (7) keterampilan pengorganisasian, (8) nilai penghargaan, (9) komitmen yang tinggi, (10) toleransi terhadap ambiguitas, (11) fleksibilitas. Kao (1989) menyatakan bahwa wirausaha memiliki beberapa karakteristik, antara lain memiliki (1) komitmen, tekad, ketekunan, (2) dorongan untuk mencapai dan tumbuh, (3) berorientasi tujuan dan peluang, (4) mengambil inisiatif dan tanggung jawab personal, (5) realisme dan rasa humor, (6) mencari dan menggunakan umpan balik, (7) internal locus of control, (8) mengambil risiko dan mencari risiko yang sudah diperhitungkan, (9) kebutuhan status dan kekuasaan yang rendah, (10) integritas dan keandalan. Longenecker et al. (1994) menyatakan bahwa stereotip umum karakteristik wirausaha adalah membutuhkan pencapaian prestasi, kemauan untuk mengambil risiko, dan kepercayaan diri yang tinggi.

Dalam penelitian ini, karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah KTTSP Kania yang diteliti meliputi karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan. Karakteristik individu peternak sapi perah meliputi (1) pendidikan formal, (2) pendapatan rumah tangga, (3) pendidikan informal, (4) motivasi usaha, (5) pemanfaatan media informasi, (6) modal usaha, (7) usia, (8) lama pengalaman berusaha, dan (9) jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah yang diteliti meliputi (1) kemauan bekerja keras, (2) inisiatif, (3) memiliki tujuan atau sasaran, (4) keuletan, (5) kepercayaan diri, (6) kemauan untuk menerima ide baru, (7) keinginan mengambil risiko (8) keinginan untuk mencari informasi, (9) kemauan untuk belajar, (10) kebiasaan mencari peluang, (11) kemauan untuk berubah, dan (12) ketegasan.

Pendidikan Formal

(37)

kekurangan dalam usaha. Meskipun pendidikan bukan merupakan sesuatu yang penting untuk memulai usaha, namun pendidikan memberikan latar belakang, terutama jika latar belakang pendidikan tersebut berkaitan dengan usahanya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pendidikan formal merupakan pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh peternak sapi perah. Penggolongkan tingkat pendidikan formal peternak ada empat tingkat. Golongan tingkat pendidikan tersebut, antara lain SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu karakteristik individu wirausaha yang memiliki hubungan dengan kompetensi wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Dalam penelitian ini, yang dimaksud pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan yang diterima oleh peternak, baik dari hasil pendapatan beternak sapi perah maupun pendapatan dari sumber lainnya. Salah satu penyebab ketidakmampuan peternak dalam mengembangkan usaha sapi perah adalah karena rendahnya pendapatan rumah tangga. Pendapatan yang diperoleh oleh peternak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak ada yang dialokasikan sebagai investasi untuk pengembangan usahanya.

Pendidikan Informal

Hisrich dan Peter (1992) menyatakan bahwa saat menjalani pendidikan formal tidak semua wirausaha menyadari bahwa wirausaha akan menjadi pilihan karirnya. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kewirausahaan, wirausaha dapat mencari pengetahuan melalui seminar dan kursus. Keterampilan yang dapat diperoleh melalui seminar dan kursus meliputi kreativitas, keuangan, pengendalian atau pengawasan, identifikasi peluang, evaluasi usaha, dan pembuatan perjanjian. Dalam penelitian ini, yang disebut pendidikan informal adalah pendidikan selain pendidikan formal terakhir yang dijalani peternak sapi perah, yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam berusaha sapi perah. Yang termasuk dalam pendidikan informal peternak, antara lain pelatihan dari pihak-pihak terkait baik pelatihan, seminar, atau workshop yang berkaitan dengan pengetahuan budidaya, manajerial, dan pengolahan hasil usaha ternak sapi perah. Pendidikan informal memiliki peranan penting dalam proses adopsi dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peternak.

Modal Usaha

Yang dimaksud dengan modal usaha dalam penelitian ini adalah jumlah modal yang digunakan peternak untuk memulai usaha sapi perah dan penambahan modal yang dilakukan selama menjalankan usahanya. Modal peternak dapat diperoleh dari modal pribadi, pinjaman dari keluarga atau rekan, atau pinjaman dari lembaga keuangan. Modal usaha berkaitan dengan skala usaha yang dibangun oleh peternak yang akan berimplikasi pada besarnya pendapatan peternak. Motivasi Usaha

(38)

memutuskan untuk memulai usaha. Motivasi untuk berusaha, antara lain kebebasan untuk tidak bekerja pada orang lain, kepuasaan pekerjaan, penghargaan, peluang, dan uang. Motivasi usaha peternak dalam penelitian ini menunjukkan seberapa besar dorongan diri peternak untuk membuka usaha serta menjalankan dan mengembangkan usaha peternakan sapi perah.

Pemanfaatan Media Informasi

Pemanfaatan media informasi adalah salah satu karakteristik individu wirausaha yang memiliki hubungan dengan kompetensi wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Kemampuan mengakses informasi merupakan salah satu karakteristik wirausaha yang mempengaruhi kompetensi kewirausahaan (Muatip 2008). Pengertian pemanfaatan media informasi dalam penelitian ini adalah seberapa sering peternak mampu memanfaatkan media informasi untuk kegiatan usaha sapi perah. Media informasi dapat berupa buku, majalah, tabloid, dan internet. Pemanfaatan media ini merupakan salah satu sarana untuk mencari ilmu pengetahuan dan informasi mengenai yang berkaitan dengan usaha sapi perah atau untuk mempromosikan produknya sebagai upaya untuk mengembangkan usahanya.

Usia

Menurut Hurlock dalam Riyanti (2003), perkembangan karir berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Perkembangan karir manusia dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia, yaitu usia dewasa (18 tahun-40 tahun), dewasa madya (usia 40-60 tahun), dan dewasa akhir (usia di atas 60 tahun). Setiap kelompok usia memiliki ciri khas apabila dikaitkan dengan perkembangan karir. Masa dewasa awal sangat terkait dengan perkembangan dalam hal membentuk pekerjaan. Pada usia dewasa madya, usia dalam kategori ini bercirikan keberhasilan dalam pekerjaan. Pada usia dewasa akhir, orang mulai mengurangi kegiatan karirnya atau berhenti sama sekali.

Lama Pengalaman Berusaha

Hisrich dan Peter (1992) menyatakan bahwa lama pengalaman berusaha merupakan salah satu indikasi yang baik atas suatu kesuksesan, terutama apabila usaha baru tersebut merupakan bidang yang sama sebagai pengalaman usaha. Definisi dari lama pengalaman berusaha dalam penelitian ini adalah seberapa lama peternak menjalankan usaha peternakan sapi perah. Lama pengalaman berusaha ini berkaitan dengan seberapa banyak pengetahuan dan pengalaman wirausaha yang diperoleh peternak selama menjalankan usaha peternakan sapi perah.

Jumlah Tanggungan Keluarga

(39)

maka semakin tinggi pula pengeluaran yang dikeluarkan oleh peternak untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Kemauan Bekerja Keras

Wirausaha banyak bekerja keras mengalokasikan usaha fisik dan mental dalam mengembangkan usahanya karena menjadi wirausaha merupakan aset pribadi yang paling berharga. Menyeimbangkan kebutuhan akan usahanya dengan komitmen kehidupan lainnya seperti keluarga dan teman merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi wirausaha (Wickham 2004). Yang dimaksud kemauan bekerja keras merupakan seberapa besar kemauan, konsistensi, serta kerja usaha yang dicurahkan peternak untuk menjalankan dan mengembangkan usaha sapi perah dengan sungguh-sungguh.

Inisiatif

Wirausaha tidak perlu diberitahu apa yang harus dilakukan dalam menjalankan usahanya. Wirausaha mengidentifikasi tugas untuk diri sendiri dan kemudian melanjutkannya tanpa mencari dorongan atau arahan dari orang lain (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, inisiatif merupakan karakter peternak dalam keinginan dan kemauan peternak dalam memulai sesuatu hal dalam menjalankan usahanya. Inisiatif peternak dalam penelitian ini berkaitan dengan kemauan peternak untuk mencoba memulai sesuatu atau mencoba mengambil suatu langkah untuk mengatasi suatu permasalahan atau kendala yang dihadapi atau untuk membuat keadaan usaha menjadi lebih baik, tanpa mendapat suruhan atau dorongan dari orang lain.

Memiliki Tujuan atau Sasaran

Wirausaha cenderung untuk mengatur dirinya sendiri dengan jelas dan menuntut sasaran. Wirausaha mematok prestasi-prestasinya terhadap mereka terhadap sasaran-sasaran personalnya. Sehingga, wirausaha cenderung bekerja dengan standar internalnya daripada melihat ke orang lain untuk menilai kinerjanya (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan variabel memiliki tujuan atau sasaran adalah bahwa peternak memiliki tujuan atau sasaran yang ingin dicapai atas usahanya dalam periode waktu tertentu, seperti sasaran jumlah produksi susu, jumlah kepemilikan ternak, produksi hasil olahan susu, atau profit yang ingin dicapai dalam menjalankan usahanya.

Keuletan

Gambar

Tabel 1  Produk domestik bruto tahun 2007-2011 subsektor peternakan (atas
Tabel 7  Produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2010
Gambar 1  Pola agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia
Gambar 2   Proses pengolahan susu di industri pengolahan di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ab ū Bakar dan Umar ... Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ... Meneliti Kandungan Matan Hadis ... Perdebatan Kemaksuman Nabi Muhammad Saw. Perbincangan Ulama

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B5, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

[r]

Prestasi belajar berasal dari kata “prestasi” dan kata “belajar”, kata prestasi berarti hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa implementasi LARASITA di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dilihat dari standard an

Pekerjaan : SUPERVISI/ PENGAW ASAN PEM BANGUNAN DERM AGA PENYEBERANGAN SALAKAN THP. NAM

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) dalam

Berdasarkan analisa pada bab sebelumnya dan data hasil pengujian serta data – data yang didapat dari perhitungan, dapat diambil kesimpulan prosentase kadar emisi