FORMULASI SEDIAAN PEWARNA PIPI MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
OLEH: IWENI ARA NIM 091501038
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN PEWARNA PIPI MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: IWENI ARA NIM 091501038
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI SEDIAAN PEWARNA PIPI MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack)
SEBAGAI PEWARNA
OLEH: IWENI ARA NIM 091501038
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 2 Mei 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195011171980022001 NIP 195111021977102001
Pembimbing II, Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt. NIP 195107031977102001NIP 196106191991031001
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
Medan, Juli 2014 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Pewarna Pipi
Menggunakan Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack) sebagai
Pewarna”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dekan Fakultas
Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan. Kepada Ibu Dra. Fat
Aminah, M.Sc. Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., yang telah
membimbing penulis dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat
akademik yang telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis selama
masa perkuliahan dan Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf
pengajar Fakultas Farmasi USU atas ilmu yang telah diberikan. Kepada Ibu
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S.,
Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
Ayahanda tercinta Surya Jaya dan Ibunda tersayang Sumiati yang tetap
keluarga penulis Iwan Juni, Juniko Tawarnate, Faisal Irawan, Andrey Susanti,
Idha Fajrianto, Kensimaharon, Hendra Sahputra, Alfi Sahrin dan Eka
Ramadhani yang selalu mendoakan, memberi dukungan, kasih sayang,
semangat dan pengorbanan baik moril maupun materiil. Semoga Allah SWT
selalu melindungi kita semua.
Terima kasih kepada kak Nur Adliani, Irdiansyah Nasution,
Nurhalimah, Agung Setiawan, Anisyah Nurul Huda, Elvi Tustina Hasibuan,
Dillakh Darmansyah, Lulik Arifin dan Khadijah Husna atas persahabatan,
keceriaan, bantuan dan dukungan selama ini, serta seluruh mahasiswa Farmasi
2009 dan seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi
bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yangmembangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Mei 2014
Penulis,
FORMULASI SEDIAAN PEWARNA PIPI MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack)
SEBAGAI PEWARNA
ABSTRAK
Pewarna pipi adalah sediaan kosmetika yang dapat digunakan untuk mewarnai pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Pewarna pipi dibuat dalam berbagai corak warna yang bervariasi mulai dari warna merah jambu hingga merah tua. Bunga kecombrang (EtlingeraelatiorJack) mengandung pigmen antosianin yang mampu memberikan warna merah. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan pewarna pipi dalam bentuk padat menggunakan ekstrak bunga kecombrang sebagai pewarna.
Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% yang yang mengandung 5% asam sitrat. Formula pewarna pipi yang dibuat yaitu menggunakan zat warna kecombrang konsentrasi 15; 17,5; 20;22,5 dan 25% dengan bahan talkum, kaolin, zink oksida, parfum, nipagin dan isopropil miristat; kemudian diamati warna yang dihasilkan. Pengujian yang diakukan antara lain: pemeriksaan mutu fisik (homogenitas, uji poles, uji keretakan,uji kekerasan), uji cemaran mikroba, uji iritasi, uji kesukaan dan uji stabilitas.
Formula dengan konsentrasi ekstrak 15% menghasilkan warna krem; konsentrasi 17,5 dan 20% menghasilkan warna merah jambu; konsentrasi 22,5% menghasilkan warna merah muda dan 25% menghasilkan warna merah. Hasil pemeriksaan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa sediaan memiliki warna yang homogen, polesan terbaik pada konsentrasi 15; 17,5; 20; dan 22,5% dan tidak retak saat dijatuhkan dari ketinggian 25 cm. Nilai uji kekerasan sediaan 15; 17,5; 20; 22,5 dan 25% masing-masing adalah 0,37; 0,39; 0,39; 0,41 dan 0,40 kg. Semua sediaan tidak memenuhi persyaratan minimum mikroba. Sediaan tidak mengiritasi dan yang disukai adalah sediaan dengan konsentrasi 22,5%. Sediaan stabil selama 40 hari penyimpanan pada suhu kamar. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dapat digunakan sebagai pewarna dalam sediaan pewarna pipi.
FORMULATION OF TORCH GINGER FLOWERS EXTRACT (Etlingera elatior Jack) ASROUGE COLORING AGENT
ABSTRACT
Rouge is a cosmetic preparation that is used to blush cheeks with an artistic touch to improve the aesthetics of makeup. Rouges are made in different of colors ranging from pink to dark red. Torch ginger flower contains anthocyanin providing red pigments. The purpose of this study was to formulate torch ginger flower extract (EtlingeraelatiorJack) as dye in solid rouge.
The extract was prepared by maceration method using 96% ethanol that contained 5% citric acid. Rouge formula used torch ginger flower extract in 15, 17.5, 20, 22.5 and 25%. Components of the rouge were talc, kaolin, zinc oxide, perfume, nipagin, isopropyl myristate and lanolin; then observed the resulting colors. Test conducted include: observation of physical quality (dispersion of color, polishing, breakage, and hardness), microbial contamination, irritation, hedonic and stability test.
The rouge with 15% torch ginger flower extract produced beige color; 17.5 and 20% pink; 22.5% rosy and 25% red. The result of this research showed that the rouges was homogenous, 15; 17.5; 20; and 22.5% were easy to apply, did not break when it dropped onto a wooden surface from a height of 25 cms. Hardness value of 15 to 25% rouge were 0.37; 0.39; 0.39; 0.41 and 0,40 kgs. All of the prepared rouges exceed the minimum microba count and did not cause irritation of human skins. The preffered product was the rouge with 22.5% torch ginger flowers extract. The rouges were stable for 40 days. The results indicate that the torch ginger flowers extract able to use as rouge coloring agent.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Uraian Bunga Kecombrang ... 4
2.1.1 Sistematika bunga kecombrang ... 4
2.1.2 Sinonim ... 5
2.1.3 Nama daerah ... 5
2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 5
2.1.6 Manfaat kecombrang ... 6
2.2 Antosianidin ... 6
2.3 Ekstraksi ... 8
2.4 Kosmetik ... 10
2.5 Pewarna Pipi ... 12
2.6 Komponen Utama dalam Sediaan Pewarna Pipi ... 15
2.7 Kulit ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat dan Bahan ... 19
3.1.1 Alat ... 19
3.1.2 Bahan ... 19
3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan ... 19
3.2.1 Pengumpulan tumbuhan ... 19
3.2.2 Determinasi tumbuhan ... 20
3.2.3 Pengolahan tumbuhan ... 20
3.3 Pembuatan Ekstrak Bunga Kecombrang ... 20
3.4 Pembuatan Formula Pewarna Pipi dengan Ekstra Bunga Kecombrang sebagai Pewarna dalam Berbagai Konsentrasi ... 21
3.4.1 Formula ... 21
3.4.2 Modifikasi formula ... 21
3.4.3 Prosedur pembuatan pewarna pipi ... 23
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Pewarna Pipi ... 24
3.5.2 Uji poles ... 24
3.5.3 Uji tekanan/kekerasan ... 24
3.5.4 Uji keretakan ... 24
3.6 Uji Cemaran Mikroba ... 25
3.7 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 25
3.7.1 Uji iritasi ... 25
3.7.2 Uji kesukaan (Hedonic test) ... 27
3.8 Uji Stabilitas ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Hasil Determinasi Tumbuhan ... 28
4.2 Hasil Ekstraksi Bunga Kecombrang ... 28
4.3 Hasil Formulasi Pewarna Pipi ... 28
4.4 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan Pewarna Pipi ... 29
4.4.1 Uji dispersi warna (Homogenitas) ... 29
4.4.2 Uji poles ... 29
4.4.3 Uji kekerasan ... 29
4.4.4 Uji keretakan ... 30
4.5 Uji Cemaran Mikroba ... 31
4.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 32
4.6.1 Uji iritasi ... 32
4.6.2 Uji kesukaan (Hedonic test) ... 32
4.7 Stabilitas Pewarna Pipi ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.2 Saran ... 37
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang ... 23
Tabel 4.1 Data hasil uji kekerasan sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang ... 30
Tabel 4.2 Data hasil uji keretakan sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang ... 31
Tabel 4.3 Data hasil uji cemaran mikroba sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang ... 32
Tabel 4.4 Data hasil uji iritasi sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang terhadap kulit relawan ... 32
Tabel 4.5 Data hasil uji kesukaan sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar kecombrang (Etlingera elatior Jack) ... 41
Lampiran 2. Perhitungan bahan formulasi sediaan pewarna pipi .... 42
Lampiran 3. Surat pernyataan uji iritasi ... 45
Lampiran 4. Kuisioner uji kesukaan (Hedonic Test) ... 46
Lampiran 5. Hasil determinasi tumbuhan ... 47
Lampiran 6. Gambar ekstrak bunga kecombrang ... 48
Lampiran 7. Gambar sediaan pewarna pipi yang dibuat dalam berbagai konsentrasi ... 49
Lampiran 8. Gambar hasil uji dispersi warna sediaan pewarna pipi menggunakan sediaan 22,5% ... 50
Lampiran 9. Gambar hasil uji poles sediaan pewarna pipi ... 51
Lampiran 10. Hasil uji cemaran mikroba ... 52
FORMULASI SEDIAAN PEWARNA PIPI MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack)
SEBAGAI PEWARNA
ABSTRAK
Pewarna pipi adalah sediaan kosmetika yang dapat digunakan untuk mewarnai pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Pewarna pipi dibuat dalam berbagai corak warna yang bervariasi mulai dari warna merah jambu hingga merah tua. Bunga kecombrang (EtlingeraelatiorJack) mengandung pigmen antosianin yang mampu memberikan warna merah. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan pewarna pipi dalam bentuk padat menggunakan ekstrak bunga kecombrang sebagai pewarna.
Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% yang yang mengandung 5% asam sitrat. Formula pewarna pipi yang dibuat yaitu menggunakan zat warna kecombrang konsentrasi 15; 17,5; 20;22,5 dan 25% dengan bahan talkum, kaolin, zink oksida, parfum, nipagin dan isopropil miristat; kemudian diamati warna yang dihasilkan. Pengujian yang diakukan antara lain: pemeriksaan mutu fisik (homogenitas, uji poles, uji keretakan,uji kekerasan), uji cemaran mikroba, uji iritasi, uji kesukaan dan uji stabilitas.
Formula dengan konsentrasi ekstrak 15% menghasilkan warna krem; konsentrasi 17,5 dan 20% menghasilkan warna merah jambu; konsentrasi 22,5% menghasilkan warna merah muda dan 25% menghasilkan warna merah. Hasil pemeriksaan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa sediaan memiliki warna yang homogen, polesan terbaik pada konsentrasi 15; 17,5; 20; dan 22,5% dan tidak retak saat dijatuhkan dari ketinggian 25 cm. Nilai uji kekerasan sediaan 15; 17,5; 20; 22,5 dan 25% masing-masing adalah 0,37; 0,39; 0,39; 0,41 dan 0,40 kg. Semua sediaan tidak memenuhi persyaratan minimum mikroba. Sediaan tidak mengiritasi dan yang disukai adalah sediaan dengan konsentrasi 22,5%. Sediaan stabil selama 40 hari penyimpanan pada suhu kamar. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dapat digunakan sebagai pewarna dalam sediaan pewarna pipi.
FORMULATION OF TORCH GINGER FLOWERS EXTRACT (Etlingera elatior Jack) ASROUGE COLORING AGENT
ABSTRACT
Rouge is a cosmetic preparation that is used to blush cheeks with an artistic touch to improve the aesthetics of makeup. Rouges are made in different of colors ranging from pink to dark red. Torch ginger flower contains anthocyanin providing red pigments. The purpose of this study was to formulate torch ginger flower extract (EtlingeraelatiorJack) as dye in solid rouge.
The extract was prepared by maceration method using 96% ethanol that contained 5% citric acid. Rouge formula used torch ginger flower extract in 15, 17.5, 20, 22.5 and 25%. Components of the rouge were talc, kaolin, zinc oxide, perfume, nipagin, isopropyl myristate and lanolin; then observed the resulting colors. Test conducted include: observation of physical quality (dispersion of color, polishing, breakage, and hardness), microbial contamination, irritation, hedonic and stability test.
The rouge with 15% torch ginger flower extract produced beige color; 17.5 and 20% pink; 22.5% rosy and 25% red. The result of this research showed that the rouges was homogenous, 15; 17.5; 20; and 22.5% were easy to apply, did not break when it dropped onto a wooden surface from a height of 25 cms. Hardness value of 15 to 25% rouge were 0.37; 0.39; 0.39; 0.41 and 0,40 kgs. All of the prepared rouges exceed the minimum microba count and did not cause irritation of human skins. The preffered product was the rouge with 22.5% torch ginger flowers extract. The rouges were stable for 40 days. The results indicate that the torch ginger flowers extract able to use as rouge coloring agent.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, baik laki-laki
maupun perempuan, sejak lahir sampai meninggal dunia. Produk-produk itu
dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh tubuh, mulai dari rambut
sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).
Wajah putih yang cantik dengan pipi merona segar adalah gambaran
ideal wajah seorang wanita saat ini. Wajah merona lebih disukai daripada
wajah yang pucat. Rona merah yang tampak di pipi, membuat wajah tampak
segar dan menarik. Oleh karena itu, pewarna pipi atau blush on termasuk
peralatan yang diperlukan dalam rangkaian make up wajah (Muliyawan dan
Suriana, 2013).
Pewarna pipi konvensional lazim mengandung pigmen merah atau
merah kecoklatan. Umumnya pigmen yang digunakan adalah zat warna
sintetik.
Zat pewarna alami yang bersifat lebih aman, dapat digunakan dan
dikembangkan. Antara lain dari pigmen karotenoid, kurkumin, antosianin dan
pigmen lainnya, dimana pigmen-pigmen tersebut dapat kita peroleh dari
jaringan-jaringan tanaman yang ada di sekitar kita. Ada yang terdapat dalam
jaringan buah, bunga, daun, batang maupun akardari kelopak tanaman buah,
Banyak flora asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna
alamisalah satunya yang mempunyai potensi untuk dikembangkan yaitu
kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Smith). Kecombrang tumbuh liar di
daerah pegunungan,bunga berwarna merah muda dan
merah.Kecombrangmengandung pigmen warna alami yaitu
antosianidin.Antosianidin dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami sehingga
dapat meningkatkan nilai manfaat dari bunga tersebut(Tang, 1991).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk membuat
pewarna pipi yang berasal dari bunga kecombrang.Dilakukan ekstraksi zat
warna bunga kecombrang yang kemudian dilanjutkan pada pembuatan sediaan
pewarna pipi dengan menggunakan zat warna alami dari ekstrak
bungakecombrang.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
a. Apakah ekstrak bunga kecombrang dapat digunakan sebagai pewarna
dalam pewarna pipi?
b. Apakah sediaan pewarna pipi dengan menggunakan ekstrak bunga
kecombrang stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar?
c. Apakahsediaan pewarna pipi dengan menggunakan ekstrak dari bunga
kecombrang tidak menyebabkan iritasi saat digunakan?
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada
penelitian ini adalah:
a. Ekstrak bunga kecombrangdapat digunakan sebagai pewarna dalam
sediaan pewarna pipi.
b. Sediaan pewarna pipi dengan menggunakan ekstrak dari bunga
kecombrangstabil dalam penyimpanan pada suhu kamar.
c. Sediaan pewarna pipi dengan menggunakan ekstrak dari bunga
kecombrangtidak menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Untuk membuat sediaan pewarna pipi dengan menggunakan zat warna
yang diekstraksi dari bunga kecombrang.
b. Untuk mengetahui kestabilan sediaan pewarna pipi dengan
menggunakan ekstrak dari bunga kecombrangdalam penyimpanan pada
suhu kamar.
c. Untuk mengetahui apakah sediaan pemerah pipi dengan menggunakan
ekstrak dari bunga kecombrangtidak menyebabkan iritasi saat
digunakan.
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan manfaat bunga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bunga Kecombrang
Kecombrangmerupakan tanaman asli pulau Sumatera dan Jawa.
Tanaman ini tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera terutama di daerah
pegunungan tumbuhnya di hutan. Bunga dan buah dikumpulkan dari hutan, di
dekat pemukiman, di budidayakan di pekarangan yang tanpa persiapan
penggarapan tanah terlebih dahulu atau tanpa pemeliharaan. Kecombrang di
perbanyak dengan rimpang. Pada umur 2 tahun berbunga dan berbuah (Heyne,
1987).
Bungakecombrang sering ditambahkan pada masakan khas suku Batak,
yaitu arsik ikan mas, masakan pucuk ubi tumbuk, dan juga digunakan sebagai
peredam bau amis pada ikan (Heyne,1987).
2.1.1 Sistematika bunga kecombrang
Sistematika bunga kecombrang sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberacea
Genus : Etlingera
Spesies : Etlingera elatior Jack.
2.1.2 Sinonim
Kecombrang memiliki beberapa nama antara lain Nicolaia elatior Jack,
Phaeomeria speciosa, dan Phaeomeria magnifika. (Cayol, 1997).
2.1.3 Nama daerah
Penyebaran kecombrang di Indonesia sangat luas dengan berbagai nama
pada masing-masing daerah seperti kecombrang (Jawa), terpuk (Gayo),
combrang (Sunda), kincung (Melayu), honje (Sunda), atimengo (Gorontalo),
Puwar kijung (Minangkabau), Katimbang (Makasar), Salahawa (Seram) dan
kantan (Malaysia).
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk
semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak,
berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal,
panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-10 cm, pertulangan daun menyirip,
dan berwarna hijau. Bunga kecombrang berbentuk bongkol dengan panjang
tangkai 40-80 cm dengan mahkota berwarna merah. Akarnya berbentuk serabut
dan berwarna kuning gelap.
2.1.5 Kandungan kecombrang
Kandungan kimia yang terdapat di daun, batang, bunga, dan rimpang
kecombrang adalah saponin dan flavonoid. Selain itu, kecombrang juga
mengandung polifenol dan minyak atsiri (Tampubulon, 1983). Katekin,
2.1.6 Manfaat kecombrang
Rimpang kecombrang biasanya dimanfaatkan sebagai pewarna kuning
untuk anyaman atau kerajinan tangan dan batang kecombrang sebagai bahan
dasar pembuatan kertas. Daun kecombrang yang muda maupun tua dapat
dimasak jadi sayur asam. Daunnya juga berguna untuk menutupi bau badan
dan untuk pewangi dalam air pencuci mayat. Bunga digunakan sebagai
pengganti buah asam dan untuk manisan (Heyne, 1987).
2.2
Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk
kelompokflavon. Antosianidin merupakan aglikon antosianin yang terbentuk
bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Glikosida antosianidin dikenal
sebagai antosianin. Senyawa ini tergolong
Antosianidin
Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan
buah dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu
penyakit atas keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin
aman untuk dikonsumsi dan tidak beracun (Nugrahan,2007).
pigmen dan pembentuk warna pada
tanaman yang ditentukan oleh pH darilingkungannya(Tang, 1991).
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru
yang tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel
epidermal dari buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak. Pada beberapa
buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang
menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut
Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur
aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan
metilisasi (Harborne, 1996).
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin
larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, atau kloroform
(Socaciu, 2007). Pada penelitian Saati (2002) untuk ekstraksi antosianin dari
bunga pacar air dan penelitian Wijaya dkk (2001) tentang ekstraksi pigmen
dari kulit buah rambutan, pelarut yang paling baik digunakan adalah etanol
96%.
Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C mempunyai berat molekul
207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H11O (Fennema, 1996). Antosianin
dilihat dari penampakan berwarna merah, ungu dan biru mempunyai panjang
gelombang maksimum 515-545 nm, bergerak dengan eluen BAA (nbutanol-
asam asetat-air) pada kertas (Harborne, 1996).
Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur
molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan
berpengaruh pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin
ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi
OH akan menyebabkan warna semakin biru, sedangkan metoksilasi
menyebabkan warna semakin merah (Arisandi, 2001). Faktor pH ternyata tidak
hanya mempengaruhi warna antosianin ternyata juga mempengaruhi
stabilitasnya. Pada umumnya, penambahan hidroksilasi menurunkan stabilitas,
2.3
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang
tepat(Ditjen POM, 2000).
Ekstraksi
Ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan
melarutkan solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang
non polar (Ketaren, 1986).Ada beberapa metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yaitu: maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti,
infundasi, dan dekoktasi (Ditjen POM, 2000).
Menurut Ditjen POM (1979), beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan dalam berbagai penelitian antara lain:
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengadukan dan pendiaman pada temperatur
ruangan. Sedangkan remaserasi adalah pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan,
serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan
kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih
simplisia tersebut langsung dialiri dengan cairan penyari, maka cairan
penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
berkelanjutan dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50o
d. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98
C.
o
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90
C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
o
Ekstraksi antosianin umumnya menggunakan metode maserasi yaitu
proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur ruangan.
C selama 30 menit.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
2.4 Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan padabagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan
organ genital bagianluar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan,mewangikan,mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi ataumemelihara tubuh pada kondisi baik (Menkes RI,
2010).
Selama bertahun-tahun, rouge digunakan untuk mewarnaibibir.
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) artinya berhias. Kosmetik
dahulu diramu dari bahan-bahan alami. Namun, sekarang kosmetika tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetik untuk maksud meningkatkan
kecantikan(Wasitaatmadja, 1997).
1.
Berdasarkan kegunaannya bagi kulit, kosmetika dapat dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu:
Kosmetik perawatan (skin care cosmetics)
2.
Berfungsi untuk membersihkan dan merawat kulit dari faktor lingkungan
yang dapat merusak kebersihan dan kemulusannya.
Kosmetik riasan (kosmetik dekoratif atau make up)
Kosmetik ini untuk merias dan menutupi ketidaksempurnaan pada kulit,
sehingga penampilan jadi lebih menarik serta menimbulkan efek
Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu
usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut
dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh
pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi
kekurangan (cacat) yang ada(Wasitaatmadja, 1997).
Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada
kesehatan kulit. Peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam kosmetika
dekoratif. Syarat kosmetika dekoratif antara lain (Tranggono dan Latifah,
2007):
a. Warna yang menarik
b. Bau yang harum menyenangkan
c. Tidak lengket
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.
Pembagian kosmetika dekoratif(Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar. Misalnya: bedak, pewarna bibir, pewarna pipi, eye
shadow, dan lain-lain.
b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
yang lama baru luntur. Seperti: kosmetika pemutih kulit, cat rambut,
pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.
Kosmetik riasan terdiri dari berbagai jenis produk bermacam-macam
terdispersi melalui suatu formula dasar, contohnya bedak, pewarna pipi, lipstik,
eye shadow, pensil alis, eyeliner, maskara dan cat kuku (Mitsui, 1997).
2.5 Pewarna Pipi
Pewarna pipi adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai
pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata
rias wajah. Pewarna pipi dibuat dalam berbagai warna yang bervariasi mulai
dari warna merah jambu pucat hingga merah tua. Pewarna pipi lazim
mengandung pigmen merah atau merah kecoklatan dengan kadar tinggi.
Pewarna pipi yang mengandung pigmen kadar rendah digunakan sebagai
pelembut warna atau pencampur untuk memperoleh efek yang mencolok
(Ditjen POM, 1985).
Wajah merona lebih disukai daripada wajah yang putih dan pucat, rona
merah dipipi membuat wajah tampak segar, cerah dan menarik. Oleh karena
itu, pewarna pipi atau blush on termasuk sediaan kosmetik yang diperlukan
dalam rangkaian make up wajah. Untuk mendapatkan rona merah yang
menarik, digunakan pewarna pipi yang sesuai dengan warna kulit wajah.
Warna merah muda yang paling lembut cocok digunakan pada kulit yang
berwarna putih. Sedangkan untuk warna kulit sawo matang akan lebih cocok
menggunakan pewarna pipi dengan warna merah mudah yang lebih tua
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Penggunaan pewarna pipi berfungsi membuat wajah tampak segar dan
sehat. Pemakaian pewarna pipi yang utama adalah di bagian tulang pipi atau
tehnik-tehnik ulasan tertentu, pewarna pipi bisa digunakan untuk mengkoreksi bentuk
wajah, misalnya:
–
–
Wajah panjang. Untuk memberikan kesan wajah lebih bulat, maka
pewarna pipi diulaskan dengan arah mendatar di bagian tengah pipi.
–
Wajah bulat. Untuk memberikan kesan wajah terlihat lonjong, pewarna
pipi dioleskan secara miring daritulang pipi kea rah hidung. Warna yang
digunakan semakin ke ujung semakin muda.
Wajah persegi empat. Pewarna pipi dioleskan dari arah ujung hidung ke
telinga.
1.
Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa jenis pewarna pipi
diantaranya:
Bentuk padat (compact)
Pewarna pipi bentuk ini merupakan jenis yang paling populer. Untuk
mempoleskannya menggunakan bantuan brush atau sponssetelah foundation
dan bedak. Cara pemakaian pewarna pipi ini cukup praktis, sehingga cocok
digunakan saat terburu-buru atau bagi pemula yang sedang belajar
mempoleskan pewarna pipi.
a.
Pewarna pipi bentuk padat lebih populer dari pada bentuk bubuk
karena:
b.
Tidak mudah beterbangan ketika dipakai, sehingga bubuk yang berwarna
tidak mengotori pakaian, dan lain-lain.
2.
Melekat lebih baik pada kulit wajah.
3.
Pada bagian atas kemasan, perona pipi jenis ini terdapat puff yang
menempel ke kemasan. Jadi, pemakaiannya langsung dipoleskan pada pipi.
Bentuk cream
4.
Bentuknya cream memiliki tekstur lebih basah dibanding bentuk bubuk
kompak, maka warna yang dihasilkan dapat lebih menyatu alami dengan warna
kulit wajah. Jenis ini kurang cocok digunakan pada orang yang berjenis kulit
wajah berminyak. Tetapi penggunakan pada jenis kulit normal akan membuat
pipi terlihat lebih lembab dan alami. Cara pengaplikasiannya adalah dengan
menggunakan jari.
Bentuk gradasi
5.
Kemasan pewarna pipi jenis ini mirip dengan bentuk padat 1 warna.
Bedanya, dalam kemasan itu terdapat beberapa warna pewarna pipi yang
senada. Hasil gabungan warna itu bisa membuat pipi tampak lebih cerah.
Bentuk batang
6.
Pewarna pipi jenis ini dikemas dalam tube mirip lipstik. Penggunaannya
cukup mudah karena langsung dipoleskan secara lurus di pipi kemudian
diratakan dengan jari.
Bentuk powder ball
Pewarna pipi jenis ini bentuknya seperti bola-bola kecil dengan aneka
warna yang ditempatkan dalam wadah seperti mangkuk. Untuk
mengaplikasikannya memerlukan bantuan kuas. Poleskan kuas pada bola-bola
warna itu, lalu poleskan pada pipi. Jenis pewarna pipi ini dapat digunakan
untuk semua jenis kulit.
a. Talkum
Talkum merupakan bahan dasar dari sediaan pewarna pipi yang bersifat
mudah menyebar dan kekuatan menutupi yang rendah. Talkum memiliki
ciri-ciri putih, halus, dan tidak berbau.
b.
Untuk partikel dari talkum adalah salah satu kriteria untuk standar
kualitasnya. Paling tidak 98% harus dapat melewati ayakan mesh 200 (tidak
lebih besar dari 74 mikro) talkum termikronisasi sekarang sudah tersedia
dimana ukuran partikel dapat dikurangi menjadi beberapa mikron.
Penggunaaan dari talkum termikronisasi tergantung dalam ukuran partikel dan
nilai massa besar yang diinginkan.
Kaolin
Kaolin merupakan bahan dasar dari golongan silikat. Kaolin memiliki
kemampuan menutupi dan adhesi yang baik, dalam jumlah maksimal 25%
kaolin dapat mengurangi sifat kilat talkum.
Tidak semua aluminium silikat dapat diklasifikasikan sebagai kaolin,
namun 3 kelompok di bawah ini secara khusus memiliki formula yang sama
(Al2O3.2SiO2.2H2
c.
O) dan dapat disebut kaolin: nacrite, dickite, dan kaolinite.
Karena kaolin higroskopis penggunaannya pada pewarna pipi umumnya tidak
melebihi 25%.
Zink oksida memiliki beberapa sifat terapeutik dan membantu
menghilangkan kecacatan pada kulit. Namun, penggunaan yang berlebihan
dapat menyebabkan kulit kering. Kadang-kadang digunakan pada tingkat
Zink oksida memiliki kecenderungan untuk mengepalkan partikel, oleh karena
itu harus diayak sebelum pencampuran dengan bahan lain dalam formulasi.
d. Pengikat
Jenis bahan pengikat yang digunakan ada 5 tipe dasar, yaitu:
1. Pengikat kering
Pengikat kering seperti logam stearat (zink atau magnesium) stearat.
Penggunaan dari pengering kering dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan
bagi kompaknya sediaan.
2. Pengikat minyak
Minyak tunggal, seperti minyak mineral isopropil miristat dan turunan
lanolin, dapat sangat berguna untuk dicampurkan dalam formula sebagai
pengikat.
3. Pengikat larut air
Pengikat larut air yang biasa digunakan di masa lalu umumnya adalah
larutan gom seperti, tragakan, karaya, dan arab. Pengikat sintetik seperti PVP
(polyvinylpyrolidone), metil selulosa, karboksil metil selulosa juga telah umum
digunakan.
4. Pengikat tidak larut air
Pengikat tidak larut air digunakan secara luas dalam pewarna pipi.
Minyak mineral, lemak ester dari segala tipe dan turunan lanolin, dapat
digunakan dan dicampur dengan jumlah yang baik dari air untuk membantu
pembasah akan membantu untuk menyeragamkan distribusi kelembaban
pewarna pipi.
5. Pengikat emulsi
Karena keseragaman penggunaan pengikat tidak larut air sulit tercapai,
peneliti telah mengembangkan bahan pengikat emulsi yang sekarang
digunakan dengan luas. Emulsi menghasilkan distribusi yang seragam, baik
pada fase minyak maupun fase air, yang penting dalam pengempaan serbuk.
e. Pengawet
Tujuan penggunaan pengawet adalah untuk menjaga kontaminasi
produk selama pembuatan dan juga selama digunakan oleh konsumen, dimana
mikroorganisme dapat mengkontaminasi produk setiap kali penggunaannya,
baik dari tangannya atau dari alat yang digunakan.
2.7 Kulit
Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari
kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2.
Ketebalan kulit tergantung umur, jenis kelamin, dan lokasinya. Kulit terluar
terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.
Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus)
juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).
Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting:
Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk
mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian
dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit
dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen
melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi.
- Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah
melalui kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dan dengan
penguapan uap air (Mitsui, 1997).
- Persepsi Pancaindera
Kulit memiliki berbagai reseptor sehingga dapat merasakan tekanan,
sentuhan, suhu, dan nyeri (Mitsui, 1997).
- Penyerapan/Absorpsi
Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit ke dalam tubuh. Ada dua
jalur absorpsi, satu melalui epidermis, dan yang lainnya melalui kelenjar
sebaseus pada folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi
melalui kulit karena adanya sawar (barrier) terhadap senyawa larut air yang
dibentuk oleh lapisan tanduk (Mitsui, 1997).
- Fungsi Lain
Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan
dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit mensintesis
vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi
penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan, pemeriksaan mutu
fisik sediaan, uji cemaran mikroba,uji iritasi,uji kesukaan danuji stabilitas
terhadap sediaan yang dibuat.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium,
blender, cawan penguap, freeze dryer, lemari pengering, kertas saring,
lumpang dan alu porselen, neraca analitis (Mettler Toledo), rotary
evaporator,hardness tester(Copley), penangasair, batang pengaduk, aluminium
voil, pipet tetes, kertas perkamen, gunting, ayakan (mesh 100, 60), spatula dan
sudip.
3.1.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga
kecombrang(Etlingera elatior Jack). Bahan kimia yang digunakan antara lain:
alkohol 96%, asam sitrat 5%,talkum, kaolin, zink oksida, lanolin, isopropil
miristat, parfum, nipagin, nutrien agar, dan aquadest.
3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan
Pengumpulan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Tumbuhan yang digunakan adalah bunga
kecombrang berumur 2 bulan yang tumbuh di Desa Lumut, Kecamatan Linge,
Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam.
3.2.2Determinasi tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 48 Cibinong 16911,
Indonesia.
3.2.3Pengolahan tumbuhan
Bunga kecombrangsegar, diambil kelopaknya yang berwarna merah,
ditimbang sebanyak 1 kg. Hasil sortir ini dicuci dengan air bersih, ditiriskan,
kemudian bunga kecombrang dihaluskan dengan blender.
3.3 Pembuatan Ekstrak Bunga Kecombrang
Pembuatan ekstrak kecombrang dilakukan secara maserasi
menggunakan penyari alkohol 96%. Kecombrang sebanyak 1 kg yang telah
dihaluskan dimaserasi dengan pelarut 7,5 liter etanol 96% yang telah dicampur
dengan asam sitrat 5%, ditutup, dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya, sambil berulang-ulang di aduk. Setelah 5 hari disaring dan ampasnya
diperas. Kemudian ampas di tambah cairan penyari secukupnya, diaduk,
sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 10 liter. Bejana di tutup, dan
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Kemudian
endapan di pisahkan (Ditjen POM, 1979). Maserat yang diperoleh dipekatkan
Kemudian hasil rotary tersebut dibeku-keringkan dengan menggunakan alat
freeze dryer pada suhu -40o
3.4Pembuatan Formula Pewarna Pipi Dengan Ekstrak Bunga Kecombrang Sebagai Pewarna dalam Berbagai Konsentrasi
C dengan tekanan 2 atm sehingga diperoleh ekstrak
kecombrang yang kering.
3.4.1 Formula
Formula yang dipilih berdasarkan formula standar yang terdapat pada
New Cosmetis Science (Mitsui, 1998)
R/ Talkum 80
Kaolin 9
Zink Miristat 5
Pigmen 3
Parafin liq 3
Parfum secukupnya
Pengawet secukupnya
3.4.2 Modifikasiformula
Pada penelitian ini, dilakukan orientasi terhadap formula di atas untuk
mendapat hasil yang sesuai dengan menggunakan zat warna ekstrak bunga
kecombrang yang dibuat dalam formulasi sediaan pewarna pipi dengan
berbagai konsentrasi.
Pada formula di atas digunakan zink miristat, namun karena zink
miristat tidak tersedia di pasaran maka diganti dengan zink oksida. Sediaan
yang dibuat dengan pengikat Parafin liq bersifat lembab, maka diganti dengan
isopropil miristat dan lanolin yang mengacu pada Formularium Kosmetika
Indonesia. Pengawet yang digunakan adalah nipagin. Sehingga formula
R/ Talkum 80
Kaolin 9
Zink oksida 5
Zat warna X
Isopropil miristat Y
Lanolin Y
Parfum secukupnya
Pengawet secukupnya
X adalah konsentrasi zat warna dari ekstrak bunga kecombrang, sedangkan Y
adalah konsentrasi pengikat yang digunakan.
Berdasarkan orientasi terhadap penggunaan ekstrak bunga kecombrang
pada sediaan pewarna pipi, diperoleh hasil bahwa sediaan dengan konsentrasi 5
dan 10% belum menghasilkan warna yang dapat digunakan sebagai pewarna
pipi. Orientasi dilanjutkan dengan menggunakan konsentrasi warna 15, 20, 25
dan 30%. Sediaan dengan konsentrasi 30% tidak dapat diayak dengan ayakan
mesh 100. Maka variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan pada penelitian ini
diubah menjadi 15; 17,5; 20; 22,5; dan 25%. Sebagai blanko juga dibuat
sediaan pewarna pipi tanpa menggunakan ekstrak bunga kecombrang.
Pada penelitian ini juga dilakukan orientasi penggunaan isopropil
miristat dan lanolin sebagai pengikat.Sediaan dengan konsentrasi pengikat 1%
rapuh dan mudah pecah. Orientasi dilanjutkan dengan konsentrasi pengikat
2%. Sediaan yang dihasilkan tidak rapuh dan tidak mudah pecah. Sehingga
konsetrasi pengikat yang digunakan adalah 2%.
Dibuat 17 buah sediaan untuk masing – masing konsentrasi dengan
berat per sediaan adalah 3 gram. Perhitungan formula dapat dilihat pada
Lampiran 2. Formula sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga
Tabel 3.1Formula sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang
Komposisi (gram)
Sediaan
1 2 3 4 5 6
Talkum 36, 893 35,808 34,723 33,638 33,638 43,404 Kaolin 4,150 4,028 3,906 3,784 3,662 4,883 Zink Oksida 2,306 2,238 2,170 2,102 2,034 2,713
Eks. B K 7,65 8,925 10,2 11,475 12,75 0
Nipagin 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Parfum 0,13095 0,13095 0,13095 0,13095 0,13095 0,13095 Isopropil
miristat 0,512 0,512 0,512 0,512 0,512 0,512 Lanolin 0,512 0,512 0,512 0,512 0,512 0,512
Keterangan:
Sediaan 1 = formula dengan konsentrasi ekstrak kecombrang 15% Sediaan 2 = formula dengan konsentrasi ekstrak kecombrang 17,5% Sediaan 3 = formula dengan konsentrasi ekstrak kecombrang 20% Sediaan 4 = formula dengan konsentrasi ekstrak kecombrang 22,5% Sediaan 5 = formula dengan konsentrasi ekstrak kecombrang 25% Sediaan 6 = formula tanpa ekstrak bunga kecombrang (blanko)
3.4.3 Prosedur pembuatan pewarna pipi
Zink oksida dihaluskan dan diayak dengan ayakan mesh 100. Talkum,
kaolin dan nipagin masing-masing dihaluskan dalam lumpang. Ekstrak bunga
kecombrang digerus dalam lumpang yang lain dan ditambahkan talkum sedikit
demi sedikit digerus hingga homogen dan dicampurkan ke dalam campuran di
atas, kemudian digerus lagi hingga homogen. Ditambahkan zat pengikat
isopropil miristat dan lanolin yang sebelumnya telah dipanaskan sampai
mencair dan campuran digerus hingga diperoleh massa yang homogen,
kemudian ditambahkan parfum lalu diayak dengan pengayak mesh 60, lalu
dikeringkan dalam lemari pengering selama ±20 menit pada suhu ±50oC.
Kemudian diayak dengan pengayak mesh 100. Dikempa dengan menggunakan
3.5Pemeriksaan Mutu Fisik Pewarna Pipi
Pemeriksaan mutu sediaan fisik dilakukan terhadap masing-masing
sediaan pewarna pipi. Pemeriksaan mutu fisik sediaan meliputi: pemeriksaan
dispersi warna (homogenitas), uji poles, uji kekerasan dan uji keretakan.
3.5.1 Uji dispersi warna
Dispersi warna diuji dengan menebarkan serbuk pada permukaan kertas
berwarna putih dan tidak boleh ada warna yang tercoreng atau tidak
merata(Butler, 2000).Pengamatan dilakukan menggunakan lup, lup yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah lup dengan perbesaran 3x.
3.5.2 Uji poles
Uji poles dilakukan terhadap sediaan masing-masing formula dengan
cara dioleskan lima kali pada punggung telapak tangan dan diamati warnanya
(Kethler, 1956).
3.5.3 Uji tekanan/kekerasan
Sediaan yang dibuat diuji kekerasannya dengan cara mengukur
denganhardness tester (Copley). Sediaan diletakkan diantara anvil dan punch,
ditekan knob sampai sediaan retak dan pecah, kemudian dibaca bilangan yang
menunjukkan kekerasan pada layar (Soekemi, dkk., 1987).
3.5.4 Uji keretakan
Sediaan dijatuhkan pada permukaan kayu beberapa kali pada ketinggian
8-10 inci. Diamati bentuknya, sediaan yang tidak pecah dinyatakan memenuhi
3.6Uji Cemaran Mikroba
Ditimbang sampel 1 g dalam aluminium foil. Sampel dimasukkan
dalam labu ukur 10 ml ditambah pengencer sampai 10 ml sehingga diperoleh
pengenceran 1:10, dan dikocok hingga larut. Dilanjutkan dengan pengenceran
yang diperlukan, yaitu 1;100 dan 1:1000. Dipipet 1 ml dari tiap pengenceran ke
dalam cawan petri steril dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril
untuk tiap pengenceran. Tiap cawan petri dituangkan 5 ml media Nutrien Agar
yang telah dicairkan pada suhu kurang lebih 45oC. cawan petri digoyangkan
hingga sampel tercampur rata dengan perbenihan. Kemudian dibiarkan hingga
campuran dalam cawan petri membeku. Cawan petri dengan posisi terbalik
dimasukkan ke lemari inkubator pada suhu35o
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral POM tentang persyaratan
cemaran mikroba pada kosmetika, persyaratan maksimum mikroba yang
terdapat pada jenis kosmetika pewarna pipi adalah 10
C selama 24 jam. Dicatat
pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan yang mengandung 30-300
setelah 24 jam. Dihitung ALT (angka lempeng total) dalam koloni/g sampel
dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor
pengenceran yang sesuai (Saifuddin, 2011).
5
3.7 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
(Ditjen POM, 1994).
3.7.1 Uji iritasi
Uji iritasi dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit
menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Sediaan yang digunakan adalah
sediaan konsentrasi 22,5%.
Teknik yang dilakukan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka
(Open Test) pada kulit belakang telinga terhadap 10 orang panelis yang
bersedia dan mengisi surat pernyataan. Uji tempel terbuka dilakukan dengan
mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5
x2,5 cm), dibiarkan terbukadan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan
sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari berturut-turut (Tranggono dan Latifah,
2007). Reaksi yang diamati adalah terjadinya eritema, papula, vesikula dan
edema.
Menurut Ditjen POM (1985), tanda-tanda untuk mencatat reaksi uji
tempel adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada reaksi 0
2. Eritema 1
3. Eritema dan papula 2
4. Eritema, papula dan vesikula 3
5. Edema dan vesikula 4
Kriteria panelis uji iritasi (Ditjen POM, 1985):
1. Wanita
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Berbadan sehat jasmani dan rohani
4. Tidak memiliki riwayat penyakit alergi
5. Menyatakan kesediaannya dijadikan panelis uji iritasi dengan mengisi
3.7.2 Uji kesukaan (Hedonic test)
Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap sediaan yang dibuat. Jumlah panel uji kesukaan makin besar semakin
baik. Sebaiknya jumlah itu melebihi 20orang panelis dengan cara setiap panelis
memberikan penilaian terhadap masing-masing pewarna pipi. Contoh kuisioner
uji kesukaan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kriteria panelis (Soekarto, 1981):
1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.
2. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil
secara acak.
3. Berbadan sehat.
4. Tidak dalam keadaan tertekan.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang penilaian organoleptik.
3.8 Uji Stabilitas
Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna,
dan bau dari sediaan pewarna pipi yang dilakukan terhadap masing-masing
sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar. Waktu penyimpananadalah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Tumbuhan
Hasil determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor; tumbuhan yang digunakan
adalahEtlingera elatior (Jack) R.M.Smith; sinonim Nicolaia speciosa (Blume)
Horan. Suku Zingiberaceae. Lembar hasil determinasi dapat dilihat di
Lampiran5.
4.2 Hasil Ekstraksi Bunga Kecombrang
Hasil maserasi dari 1 kg bunga kecombrang diperoleh 500 ml maserat
kemudian dikering-bekukanselama 72 jam pada suhu -40o
4.3Hasil Formulasi Pewarna Pipi
C dengan tekanan 2
atm menghasilkan 189,7 gram ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh yaitu
18,97%. Gambar ekstrak dapat dilihat di Lampiran 6.
Dalam penelitian ini dilakukan formulasi dengan variasi konsentrasi
ekstrak bunga kecombrang, sehingga menghasilkan perbedaan pada intensitas
warna pewarna pipi. Sediaan dengan konsentrasi 15% menghasilkan warna
krem; sediaan dengan konsentrasi 17,5 dan 20% menghasilkan merah jambu;
sediaan dengan konsentrasi 22,5% menghasilkan warna merah muda dan 25%
4.4Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan Pewarna Pipi
4.4.1 Uji dispersi warna (Homogenitas)
Hasil pemeriksaan dispersi warna menunjukkan bahwa sediaan yang
dibuat terdispersi merata dan tidak ada warna yang berbeda atau tidak merata
pada saat ditaburkan pada kertas putih. Sediaan yang diuji adalah sediaan
dengan 22,5% ekstrak bunga kecombrang Gambar hasil uji dispersi warna
dapat dilihat pada Lampiran8.
4.4.2Uji poles
Berdasarkan uji poles diperoleh hasil bahwa sediaan yang menghasilkan
pemolesan yang baik adalah sediaan pada konsentrasi 15; 17,5 dan 20%. Hal
ini ditandai dengan dua kali pemolesan, sediaan telah menghasilkan warna
pada punggung tangan. Sediaan 22,5% menghasilkan warna dengan 3 kali
pemolesan. Sedangkan sediaan 25% sukar dipoles sehingga tidak melepaskan
warna pada punggung tangan. Antosianin adalah glikosida, pada konsentrasi
tinggi menyebabkan kekompakan sediaan 25% lebih besar sehingga tidak
melepaskan warna saat dipoles pada punggung tangan. Gambar hasil uji
polesdapat dilihat pada Lampiran9.
4.4.3 Uji kekerasan
Berdasarkan uji kekerasan diperoleh bahwa hanya sediaan 6 yang
menunjukkan hasil yang berbeda, sedangkan sediaan 1-5 menunjukkan hasil
Tabel 4.1 Data hasil uji kekerasan sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang
Keterangan:
Sediaan 1 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 15% Sediaan 2 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 17,5% Sediaan 3 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 20% Sediaan 4 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 22,5% Sediaan 5 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 25% Sediaan 6 = Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang
Dilakukan juga uji kekerasan pada produk pewarna pipi komersial
sebagai pembanding dengan nilai kekerasan 0,45 kg. Produk yang digunakan
memiliki bobot 1,6 gram, dengan ukuran 1,8×1,8cm dan tebal 4mm.Maka nilai
uji kekerasan antara pewarna pipi komersial dengan sediaan yang dibuat tidak
berbeda secara signifikan. Untuk ukuran kekerasan, sediaan tidak dapat dibuat
terlalu keras karena akan sulit saat penggunaannya.
4.4.4Uji keretakan
Uji keretakan yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa semua sediaan
yang dibuat tidak pecah saat dijatuhkan pada permukaan kayu dengan
ketinggian 8-10 inci sebanyak 3 kali. Hasil uji keretakan dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut ini.
Sediaan Kekerasan (kg)
1 0,37
2 0,39
3 0,39
4 0,41
5 0,40
Tabel 4.2 Data hasil uji keretakan sediaan pewarna pipidari ekstrakbunga kecombrang
Sediaan Hasil
1 Tidak pecah
2 Tidak pecah
3 Tidak pecah
4 Tidak pecah
5 Tidak pecah
6 Tidak pecah
Keterangan:
Sediaan 1 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 15% Sediaan 2 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 17,5% Sediaan 3 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 20% Sediaan 4 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 22,5% Sediaan 5 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 25% Sediaan 6 = Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang
4.5Uji Cemaran Mikroba
Hasil uji cemaran mikroba menunjukkan bahwa sediaan blanko dan
produk pewarna pipi komersial mengadungmikroba sebanyak 105
Sedangkan sediaan dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 15;
17,5; 20; 22,5 dan 25%, memiliki jumlah mikroba lebih dari 10
sehingga
memenuhi persyaratan maksimum mikroba.
5
. Besarnya
jumlah mikroba ini dapat terjadi karena prosedur kerja yang tidak aseptis dan
terkontaminasinya tumbuhan selama proses penanaman sehingga dapat
mencemari sediaan pewarna pipi (Pratiwi, 2008). Hasil uji cemaran mikroba
Tabel 4.3 Data hasil uji cemaran mikroba sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang
No. Sampel Jumlah mikroba (x105)
1 Sediaan 15% 3
2 Sediaan 17,5% 3
3 Sediaan 20% 4
4 Sediaan 22,5% 4
5 Sediaan 25% 4
6 Blanko 1
7 Produk pewarna pipi komersial 1
4.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
4.6.1 Uji iritasi
Hasil uji iritasi yang dilakukan pada 10 orang panelis menunjukkan
bahwa sediaan pewarna pipi tidak menyebabkan iritasi. Hal ini ditandai dengan
tidak ditemukannya parameter reaksi iritasi pada semua panelis. Hasil uji iritasi
dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Data hasiluji iritasi sediaan pewarna pipi dari ekstrak bunga kecombrang terhadap kulit relawan
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Reaksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan
Tidak ada reaksi 0
Eritema 1
Eritema dan papula 2
Eritema, papula dan vesikula 3
Edema dan vesikula 4
4.6.2 Uji kesukaan (Hedonic test)
Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan terhadap 30 orang panelis,
didapat hasil penilaian yang bervariasi terhadap sediaan pewarna pipi yang
[image:47.610.115.500.486.624.2]Tabel 4.5Data hasil uji kesukaan sediaan pewarna pipi dari ekstrakbungakecombrang
Panelis Sediaan
1 2 3 4
1 2 4 5 7
2 3 4 6 8
3 2 3 5 7
4 1 2 6 8
5 2 3 5 7
6 1 2 7 8
7 1 3 6 7
8 2 4 5 7
9 3 4 6 8
10 2 3 7 8
11 1 2 6 8
12 1 3 6 7
13 2 3 7 8
14 1 2 7 8
15 2 3 7 8
16 3 4 6 9
17 2 4 5 8
18 1 3 6 7
19 1 2 6 8
20 2 3 7 8
21 3 4 6 7
22 1 2 7 8
23 1 2 6 8
24 2 3 5 7
25 2 3 5 7
26 1 4 5 7
27 2 3 7 8
28 2 3 7 8
29 3 4 6 9
30 1 2 6 8
Sediaan 5 (formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang
25%) tidak disertakan dalam uji ini karena berdasarkan hasil uji pemolesan,
tangan. Parameter uji kesukaan adalah homogenitas warna, kemudahan
pemolesan dan intensitas warna.
Data yang diperoleh dari lembar penilaian (kuisioner) ditabulasi dan
ditentukan nilai kesukaannya untuk setiap sediaan dengan tingkat kepercayaan
95%. Perhitungan hasil uji kesukaan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Dari hasil perhitungan didapatkan interval nilai kesukaan untuk setiap
sediaan yaitu:
- Sediaan 1 memiliki interval nilai kesukaan 1,50 – 3,26. Untuk penulisan
nilai akhir diambil nilai terkecil yaitu 1,5 dan dibulatkan menjadi 1 (amat
sangat tidak suka).
- Sediaan 2 memiliki interval nilai kesukaan 2,76 – 5,79. Untuk penulisan
nilai akhir diambil nilai terkecil yaitu 2,76 dan dibulatkan menjadi 3 (tidak
suka).
- Sediaan 3 memiliki interval nilai kesukaan 5,83 – 11,93. Untuk penulisan
nilai akhir diambil nilai terkecil yaitu 5,83 dan dibulatkan menjadi 6 (agak
suka).
- Sediaan 4 memiliki interval nilai kesukaan 7,52 – 7,93. Untuk penulisan
nilai akhir diambil nilai terkecil yaitu 7,52 dan dibulatkan menjadi 7 (suka).
Berdasarkan nilai kesukaan, sediaan yang disukai adalah sediaan
4.7 Stabilitas Pewarna Pipi
Berdasarkan pengamatan uji stabilitas yang dilakukan selama 90,
[image:50.610.110.502.205.707.2]diperoleh hasil yang tertera pada Tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Hasil uji stabilitas pewarna pipidari ekstrak bunga kecombrang
Hari ke-
Pengamatan
Bentuk Warna Bau
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
1 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
5 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
10 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
15 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
20 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
25 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
30 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
35 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
40 b b b b b b k mj mj mm m p bk bk bk bk bk bk
45 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
50 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
55 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
60 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
65 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
70 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
75 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
80 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
85 b b b b b b k wp wp wp wp p bk bk bk bk bk bk
Keterangan
1 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 15% 2 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 17,5% 3 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 20% 4 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 22,5% 5 = Formula dengan konsentrasi ekstrak bunga kecombrang 25% 6 = Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang
b = baik m = merah
k = krem p = putih
mj = merah jambu wp = warna pudar mm = merah muda bk = bau khas
Parameter yang mengalami perubahan selama pengamatan adalah
warna. Warna semua sediaan memudar sejak hari ke-40 pengamatan. Hal ini
dapat terjadi karena oksidasi antosianin menjadi khalkon yang tidak berwarna.
Maka sebaiknya untuk penelitian selanjutnya pada formula ditambahkan
antioksidan. Selain oksidasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi stabilitas
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak bunga kecombrang dapat digunakan sebagai pewarna dalam
formulasi sediaan pewarna pipi. Sediaan dengan konsentrasi 15%
menghasilkan warna krem; konsentrasi 17,5 dan 20% menghasilkan
warna merah jambu; konsentrasi 22,5% menghasilkan warna merah
muda dan 25% menghasilkan warna merah.
2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh sediaan pipi yang
dibuat stabil dalam penyimpanan selama 40 hari. Setelah hari ke-41,
warna sediaan memudar.
3. Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan pewarna pipi yang dibuat
tidak menyebabkan iritasi.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi
DAFTAR PUSTAKA
Adliani, N.(2012). Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.). Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1 (2): 87-94.
Arisandi, Y. (2001). Studi Tentang Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Anggur (Alphonso lavalle). Skripsi. Malang: Fakultas MIPA Unibraw.
Butler H. (2000). Poucher’s Perfumes, Cosmetics, and Soaps. Edisi ke-10. London: Kluwer Academic Publisher. Hal. 188-189.
Cayol, F.L. (1997). X Alpinia martinica(Zingiberaceae): An Iintergenic Hybrid between Alpinia purpurata and Etlingera elatior. Journal Hort.Science.32(5):914-915.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 33.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 83-86, 191-192.
Ditjen POM. (1994). Persyaratan Cemaran Mikroba Pada Kosmetika. Jakarta: Depkes RI. Hal. 5.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 57, 157, 551.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1, 5, 10-11.
Fennema, O.R. (1996). Food Chemistry.Edisi Ketiga. New York: Marcel Dekker Inc. Hal. 320-325
Harbone, J.B. (1996). Metode Fitokimia.Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan Oleh: Kosasih Padmawinata dan Iwana Soediro. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal. 76.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hal. 586-587.
Keithler, W. (1956). Formulation of Cosmetic and Cosmetic Specialities. New York: Drug and Cosmetic Industry. Hal. 153-155.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press. Hal. 5.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsveir Science. Hal. 389.
Muliyawan, D., dan Suriana (2013). A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 239.
National Health Surveillance Agency. (2005). Cosmetic Products Stability Guide. Brazil: ANVISA. Hal. 19.
Nollet. (1996). Studi Stabilitas Ekstrak Pigmen Antosianin.Jurnal Gamma.I(I): 77.
Nugrahan.(2007). Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung (Filicum decipiens) dengan Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi). Skripsi. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw. Skripsi tidak diterbitkan.
Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal: 198-199.
Saati, E.A. (2002). Ekstraksi dan Identifikasi Pigmen Antosianin Bunga Pacar Air (Impatien balsanina Linn). Prosoding Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Malang.
Saifuddin, A. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 77.
Socaciu, C. (2007). Food Colorants: Chemical and Functional Properties.
CRC Press. London. Hal. 232
Soekarto, S.T. (1981). Penilaian Organoleptik. Bogor: IPB Press. Hal. 57.
Soekemi, R.A., Yuanita, T., Aminah, F., dan Usman, S. (1987). Tablet. Medan: PT. Mayang Kencana. Hal. 51.
Tampubolon, O.T.(1983). Penelitian Pendahuluan Kimia Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan). Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Yogyakarta: Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada.
Tang, C. (1991). Phenolic Compounds in Food. Dalam: Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health. Editor: Chi-Tang, Chang Y. Lee, dan Mou-Tuan Huang. Washington DC: American Chemical Society. Hal. 2.
Tranggono, R.I.S., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-9, 90.
Lampiran 1. Gambar kecombrang (Etlingera elatiorJack)
Keterangan:
a= tumbuhan kecombrang b= bunga kecombrang
a
Lampiran 2. Perhitungan bahan formulasi sediaan pewarna pipi
Perbandingan bahan dasar Talkum : kaolin : ZnO = 80 : 9 : 5 = 43,404 :4,883:
2,713
Jumlah bahan dasar = 51
• Formula pewarna pipi dengan konsentrasi 15% ekstrak bunga kecombrang
Ekstrak bunga kecombrang = 15% ×51 = 7,65
Talkum =43,404
51 × 7,65 = 6,5106 43,404−6,5106 = 36,893
Kaolin =4,883
51 × 7,65 = 0,7325 4,883−0,7325 = 4,150
ZnO =2,713
51 × 7,65 = 0,4069 2,713−0,4069 = 2,036
Parfum (oleum rosae) = 0,15 ml ×0,873 ����= 0,13095
Nipagin = 0,05
Berat bahan = 51,18
Pengikat =2% × 51,18 = 1,023 Isopropil miristat = 0,512
Lanolin = 0,512
• Formula pewarna pipi dengan konsentrasi 17,5% ekstrak bunga
kecombrang
Ekstrak bunga kecombrang = 17,5% ×51 = 8,925
Talkum = 43,404
51 × 8,925 = 7,5957 43,404−7,5957 = 35,808
Kaolin =4,883
51 × 8,925 = 0,8545 4,883−0,8545 = 4,028
ZnO =2,713
51 × 8,925 = 0,4747 2,713−0,4747 = 2,238
Parfum (oleum rosae) = 0,15 ml ×0,873 ����= 0,13095